Baca Re:Zero Arc 3 - Interlude 2 : Itadakimasu (WN) (After Episode 25) Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 3 Interlude 2 : Itadakimasu!!

Seri ini adalah lanjutan dari Re:Zero episode 25, dibalik 'happy ending' animenya, ternyata menyimpan tragedi setelahnya. Tragedi ini melibatkan Rem dan Crusch yang sedang dalam perjalanan menuju ibukota. Yuk ah! Langsung!!

Kembali ke -> Re:Zero Arc 3 - Interlude I

Interlude II : Itadakimasu!!  (Mari makan!!)

Di dalam kereta naga yang bergoyang-goyang, Rem hanya memikirkan dia seorang.

Namanya tiba-tiba muncul di pikirannya, Rem mengangkat wajahnya dengan lembut, dan memicingkan matanya ketika melihat sinar matahari yang begitu terang.

Dia melihat rombongan kereta naga yang ada di depan, di dalamnya terdapat para pasukan yang terluka akibat pertempuran melawan paus putih.

Sebagian dari mereka, hanya luka yang paling mengkhawatirkan lah yang telah dirawat, meski begitu masih ada beberapa diantara mereka yang terluka parah. Bahkan dengan rasa sakit yang mereka alami, di sudut bibir mereka hanya memancarkan perasaan puas karena telah berhasil mewujudkan mimpi panjang yang mereka idam-idamkan. Setelah membawa mimpi ini bertahun-tahun, melihat mimpi itu akhirnya terwujud pasti lebih berarti bagi mereka dibandingkan dengan luka ataupun kematian. Setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan, kini mereka berjalan menuju ibukota, pulang dengan membawa kemenangan.

Melihat semua itu, membuat Rem membenci dirinya sendiri karena tidak mampu menahan rasa sakit yang ada di hatinya.

"Kau terlihat cemas, Rem. Apa kau masih mengkhawatirkan dia?"

".... Crusch-sama."

Menoleh ke asal suara itu, terlihat Crusch yang duduk di samping Rem.

Hanya dibalut dengan sedikit perban, sangat pantas diacungi jempol bagaimana Rem tidak memperlihatkan adanya tanda luka-luka yang serius, meskipun begitu, sulit untuk menyembunyikan staminanya yang habis. Fakta bahwa mereka menaiki kereta ini juga karena Crusch tidak enak meningglkan Rem sendirian dengan keadaan seperti itu. Jadi dia memutuskan untuk menemaninya, setidaknya sampai ibukota terlihat dalam jarak pandang mereka.

Merasakan tatapan cemas Rem, Crusch mengangkat bahunya.

"Dibandingkan dengan disini..... (Menggelengkan kepalanya), Dia punya Wilhelm dan Ferris, para elit dalam perjalanan kali ini, dan ada juga tentara bayaran Ricardo, mereka semua ada di sana untuk membantunya. Disamping itu Anastasia pasti sudah memprediksi perubahan situasi ini. Bahkan jika kekuatan musuh sangatlah kuat, aku tidak berpikir akan ada alasan yang bisa membuat mereka kalah."

"Meski begitu, aku masih saja khawatir."

"Masih tidak bisa menghilangkan sumber kecemasanmu ya.... Jika masalahnya ada di pada dirimu, kau mungkin bisa terus memperbaiki dirimu sampai masalah itu teratasi, tapi ketika menyangkut orang lain, itu akan menjadi sangat sulit.... Ah, aku benar-benar tidak pandai menghibur orang, maaf."

Melihat Rem malah semakin tenggelam dalam kecemasannya, Crusch pun menyadari kalau dia telah salah bicara dan merendahkan tatapannya. Akan tetapi menyaksikan Crusch yang biasanya dingin dan begitu formal tiba-tiba bertingkah tidak seperti biasanya, berhasil membuat sudut bibir Rem membentuk sebuah senyum.

"En, itu bagus."

Melihat hal itu, Crusch pun mengangguk.

"Natsuki Subaru mengatakan ini sebelumnya 'sebuah senyum sangat cocok dengan Rem kan?'. Meskipun itu terdengar asal-asalan, tapi itu tidak sepenuhnya hanya sebuah perkataan yang konyol."

"Crusch-sama... Anda tau, ketika anda tersenyum, anda memberikan kesan yang benar-benar berbeda. Biasanya anda sangat tegas, tapi ketika anda tersenyum anda menjadi...."

"Orang-orang juga berkata seperti itu, aku tidak bisa bilang kalau aku tidak marah mendengar hal itu. Itu karena aku tidak akan tersenyum tanpa alasan di depan orang lain, aku rasa aku telah menjadi orang yang kurang di sukai..."

Rem tidak yakin apakah harus menganggap itu sebagai sebuah lelucon, tapi melihat senyum lembut Crusch, sudut bibir Rem pun ikut tersenyum juga. Keberanian dan kebanggan, bagi Rem yang selalu kurang percaya diri, Crusch adalah seorang wanita yang ideal. Akan tetapi, tentu saja didalam hati Rem, penghormatan tertinggi telah disematkan kepada kakaknya Ram.

"Yang menghalangi jalan mereka adalah para pemuja penyihir... Meskipun itu kurang lebih sudah bisa diperkirakan mengingat identitas Emilia, sampai kita tahu lebih banyak, kewaspadaan sangatlah diperlukan. Natsuki Subaru menyadari hal ini, tapi pastinya Mathers juga sudah punya rencana kan?"

"Rem mungkin tidak akan tau kedalaman pikiran tuanku. Bahkan jika anda bertanya kepadaku, aku tidak akan bisa mengatakan apa-apa."

"Itu sedikit kasar. Sekarang ini kita sekutu, sedikit informasi yang bocor juga tidak akan terlalu buruk."

Mungkin ini adalah cara untuk mengalihkan Rem agar tidak tenggelam dalam pemikiran negatifnya. Sungguh, ini semua berkat Crusch yang tidak membiarkan Rem sendiri untuk tenggelam dalam kecemasannya.

Selain itu, Crusch juga mendapatkan poin yang bagus, orang seperti Roswaal L Mathers pasti punya rencana besar untuk semua ini. Pastinya semua tindakan Subaru juga untuk melancarkan tujuan tuannya, dan di saat yang sama dia mengembalikan nama baiknya yang telah hilang.

Sebenarnya... Dengan membunuh paus putih, reputasinya pasti sudah jauh melambung daripada sebelumnya.

-Pahlawan, Natsuki subaru.

Bagi Rem, yang hati dan masa depannya telah di selamatkan, penilaian ini sangatlah tepat. Mengingat masa depan cerah yang belum di wujudkannya, ini juga lebih dari sebuah pembenaran.

Dan berada di sisi seorang pahlawan yang begitu bersinar, di sebuah tempat yang Subaru pastikan itu hanya untuk Rem. Jika tempat itu bisa mempertahankan keberadaanya, maka sudah tidak akan ada hal lain lagi yang Rem harapkan di dunia ini. Dengan ini saja, Rem sudah merasa sangat puas.

Ketika Subaru muncul di pikirannya, hatinya selalu dipenuhi dengan kekacauan.

Hatinya menjadi hangat dan tenang, tapi entah bagaimana itu juga menjadi dipenuhi dengan rasa sakit, kegelisahan, kerinduan, dan kekhawatiran.

Memberikan hatinya begitu banyak kebahagiaan dan penderitaan sekaligus, hanya Subaru lah yang bisa melakukan ini padanya.

Dengan senyum yang terukir di bibirnya, pemikiran Rem pun beralih ke masa depannya, masa depannya dan Subaru.

Melirik wajah Rem dari satu sisi, Crusch pun menghela nafas lega. Membelai sarung pedang kesatria dengan jari-jarinya, mata Crusch menatap dengan hening jalan di depan mereka, pemikirannya hanya berisi jauhnya perjalanan menuju ibukota.

"......"

"......?"

Crusch memicingkan kelopak matanya, dan disaat yang sama Rem mendengar sebuah suara dan dia pun mengangkat kepalanya.

Apa yang Crush lihat adalah ada sesuatu yang aneh dengan kereta di depannya. Apa yang Rem dengar juga berasal dari arah yang sama. Faktanya, kedua petunjuk itu menuntun mereka hanya pada satu kesimpulan.

Di mata Crusch, kereta naga itu telah dihancurkan. Sementara di telinga Rem, sebuah suara benda yang jatuh menggema seperti suara hujan.

Darah menyembur keluar, wujud kereta naga di depan mereka semua tiba-tiba berubah menjadi begitu menyedihkan.

Naga tanahnya, keretanya, dan para pasukan yang terluka di dalamnya telah tumbang, dan kemudian hancur tanpa ampun oleh kekuatan penghancur yang begitu luar biasa.

"Serangan musuh!!!!"

Keheranannya hanya berlangsung dalam sekejap, sebelum dia berteriak memanggil para pasukan. Dengan Crusch yang memakai helm, kereta naga di sekitarnya pun merasakan adanya masalah dan kemudian bersiap menghadapi pertempuran.

Rem mengusir semua rasa sakit dan kelelahannya, dengan 'morningstar' di tangannya dia pun berdiri.

(*Morningstar = senjata Rem, sebuah rantai besi dengan bola besi tajam di ujungnya, yang nonton animenya pasti tau.

Di sisi lain dari semburan darah itu terlihat bayangan seorang pria.

Siapakah orang itu yang kini memenuhi pandangannya, berdiri di tengah-tengah jalan?

Tanpa senjata, tanpa armor, tanpa rasa takut, tanpa rasa kasihan, tanpa kebencian, tanpa maksud apapun...

"Tabrak dia!!"

Perintah Crusch terdengar dari kursi kemudi. Mendengar perintah itu, si kusir pun menggerakkan tali kekangnya dengan mahir. Dengan sebuah teriakan, naga tanah yang menyeret kereta itu pun berlari, -berlari dengan momentum yang mampu mencabik-cabik binatang besar manapun jika bertabrakan dengannya.

Tanpa menyimpang sedikitpun dari jalannya, naga itu pun sebentar lagi akan menabrakan kepalanya dengan sosok di depan mereka. Orang itu tidak menunjukan adanya tanda-tanda ingin bergerak. Dan begitulah, keduanya pun bersentuhan, tubuh kecil itu pasti akan hancur tercabik-cabik oleh.....

"Crusch-sama!!"

Dengan teriakan itu, Rem pun menarik pergelangan tangan Crusch dan melompat dari kereta. Tidak ada waktu untuk menangkap si kusir. Rem pun akhirnya mendarat, menggigit bibirnya sendiri sambil memikirkan hal ini.

Dan kemudian, tepat sesudahnya...

"Ah serius?? Aku ingin menyerah!! Aku bahkan tidak melakukan apa-apa dan seseorang ingin menabrakku sampai mati. Serius ini, kurasa ini bukanlah apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang."

Dia berbicara dengan sikap yang begitu santai, selayaknya orang yang sedang berjalan di taman, berjemur sinar matahari atau situasi sejenisnya.

Jika apa yang dulunya adalah kereta naga itu tidak hancur berkeping-keping, Rem tidak mungkin menganggap kejadian ini begitu menakutkan.

Tidak peduli bagaimana kau melihatnya, orang ini terlihat seperti orang-orang kebanyakan.

Tubuhnya tinggi dan kecil, rambut putihnya yang rapi pun tidak terlalu panjang ataupun terlalu pendek dan juga tidak aneh sama sekali. Baju hitamnya juga tidak terlalu mewah ataupun terlalu lusuh dan wajahnya pun sama sekali tidak menarik perhatian. Dia terlihat sangat biasa, mungkin tidak peduli di manapun kau menempatkannya dia tidak akan terlihat mencolok sama sekali. Jika kau bertemu dengannya di jalan, kau pasti akan melupakannya dalam 10 detik.

Tapi faktanya, setelah bersentuhan dengan orang ini, naga tanah itu terbelah menjadi dua, dan kemudian bersamaan dengan kusir dan keretanya, mereka hancur lebur menjadi potongan yang tak terhitung jumlahnya.

Bagian paling menakutkannya adalah, Rem tidak pernah mengalihkan pandangannya, dan apa yang dia lihat adalah pria ini hanya "diam berdiri disana".

Tidak melakukan apa-apa, hanya dengan berdiri di sana pria itu mampu menahan tubrukan dengan kereta naga yang melaju kearahnya, dan bahkan masih berdiri seolah itu bukan apa-apa.

"Terima kasih Rem karena telah menyelamatkanku... Tapi sepertinya tidak ada perkembangan dalam situasi ini."

Masih berada di lengan Rem, Crusch pun berterima kasih padanya, kembali berdiri dan di saat yang sama mengeluarkan pedang kesatrianya dari dalam sarungnya. Untuk sang kusir yang telah mengikuti perintahnya dan sebagai hasilnya kini dia telah tercabik-cabik menjadi ribuan potong, Crusch merasakan sakit di hatinya dan dia pun memicingkan matanya.

"Setelah dengan begitu kejam membunuh anak buahku, jangan pikir ini akan berakhir dengan begitu mudah... Siapa kau?"

Dengan bilah pedangnya yang dipenuhi dengan niat membunuh, Crusch melontarkan kalimat tersebut kepada pria itu. Mendengar kata-kata tersebut, pria itu pun memegangi dagunya dan mulai mengangguk-ngangguk seolah-olah dia telah mengerti sesuatu.

"Ah, aku paham, aku paham, benar, benar, kau tidak mengenalku. Tapi aku mengenalmu. Seluruh ibukota... Sebenarnya seluruh negeri ini... Kau adalah topik pembicaraan saat ini. Kau adalah kandidat raja yang selanjutnya. Bahkan aku, yang begitu jauh dengan urusan dunia luar, bisa membayangkan betapa besarnya beban....."

"Hentikan omong kosongmu. Jawab pertanyaanku, atau berikutnya akan kubunuh kau!"

"Itu benar-benar bahaya. Tapi jika kau tidak begitu, kau tidak akan sanggup memimpin suatu negara. Dan dengan sentimen ini, aku masih tidak mengerti sedikitpun... Hasrat ingin mengenakan mahkota dan menanggung semua tanggung jawab, bagaimana semua orang bisa memahami hal itu? Ah ah ah, meskipun aku tidak mengerti, aku tidak akan menentangmu, aku tidak searogan itu, tidak sedikitpun. Tidak sepertimu...."

Mengabaikan peringatan dari Crusch, pria itu terus saja berbicara.

Dan kemudian,

"Seperti yang kubilang, itu adalah kesempatan terakhir."

Ketika Crusch mengatakan kalimat itu dengan dingin, tangannya pun mengayunkan pedang anginnya.

Sihir angin milik Crusch dikombinasikan dengan keahlian berpedangnya melepaskan tebasan yang tak terlihat. Dikenal dengan julukan 'Hundred Men Cut', itu adalah tebasan jarak jauh yang benar-benar kuat yang bisa memotong tubuh orang lain tanpa diketahui itu berasal dari mana atau dari siapa.

Dulu, ketika binatang iblis bernama 'Great Rabbit' muncul di wilayah Karsten, dia berhasil membunuh semua anak buah dari si 'Great Rabbit' di pertempuran pertamanya, dan itulah saat dimana Crusch Karsten mendapatkan julukan 'Hundred Men Cut'.

Bahkan kulit keras paus putih pun tergores oleh pedang ini, dan itu tidak hanya memainkan peran kecil dalam perburuan binatang iblis raksasa itu. Dibandingkan dengan paus putih, tubuh kecil dan lemah ini tidak mungkin bisa menahan...

Akan tetapi.

"Menyerang orang lain ketika mereka sedang berbicara... Dimana sopan santunmu?"

Memiringkan kepalanya, seolah-olah menunjukan kalau tubuhnya tidak terkena dampak apa-apa setelah serangan tadi, pria itu hanya berdiri diam di sana.

Keberadaanya seperti sama sekali tidak terpengaruh oleh tebasan yang bahkan mampu untuk mengoyak armor paus putih itu. Tubuh orang ini... Tidak, bahkan bajunya pun tidak rusak sedikitpun.

Dia tidak menahan serangan itu, dan mungkin, itu adalah sesuatu yang benar-benar berbeda dan tidak diketahui.

Crusch hanya bisa menahan nafasnya sementara Rem hanya diam membeku, setelah menyaksikan sesuatu yang sangat jauh dari nalar manusia. Dihadapan mereka, pria itu menghela nafas untuk pertama kalinya.

"Kau tau...."

Dengan suara rendah karena merasa tidak senang.

"Aku sedang berbicara. Bukankah tadi aku sedang berbicara? Dan kemudian kau menyelaku. Bukankah itu sedikit kurang sopan? Tidakkah kau pikir kalau itu adalah hal yang salah? Aku punya hak untuk berbicara... Meskipun aku benar-benar tidak ingin menunjukan hal ini, tapi tidak menyela orang lain ketika mereka sedang berbicara.. Bukankah itu salah satu norma sosial pada umumnya? Kau bebas mau mendengarkannya atau tidak, aku tidak akan memaksamu, tapi apa yang tadi coba kau lakukan dengan tidak membiarkan aku berbicara?"

Ketika dia mengoceh kesana-sini, pria itu terkadang juga menghentakan kakinya ke tanah dengan ekspresi tidak senang di wajahnya. Dan sambil melakukan itu, dia menunjuk-nunjuk jarinya ke arah Crusch dan Rem yang ada di hadapannya, yang mana keduanya merasakan ngeri dan tidak bisa berkata apa-apa.

"Dan sekarang kau diam, ada apa ini? Kau mendengarnya, Kau mendengarnya kan? Bukankah aku sedang bertanya sesuatu padamu? Kalau begitu berikan sebuah jawaban, seharusnya seperti itu kan? Kau tidak mau melakukan hal itu, dan bahkan kau tidak ingin melakukannya. Ah, ah, terserah, Itu adalah hakmu. Kau melihatku mengoceh dan kau ingin membunuhku, kemudian ketika aku bertanya, kau malah mengabaikanku seperti angin. Benar begitu kan? Well, kau bebas untuk melakukan itu. Oke, anggap saja seperti itu. Tapi apa maksudnya itu tadi?"

Melihat mereka berdua berdiri diam di hadapannya sambil bersiap-siap untuk menyerang, dia memiringkan kepalanya dan menatap mereka dengan mata yang tajam, kemudian dengan suara yang tertahan,

"Kau mengabaikan satu-satunya kemampuanku ya?"

Sebuah angin dingin terasa seperti menerpa punggung Rem, pria itu pun melangkah maju. Tangannya yang malas pun terangkat, menyebabkan hembusan angin kecil.

Kemudian di arah yang sama dengan gerakan tangannya, bumi, udara, dan dunia terbelah menjadi dua.

Berputar dan berputar dan berputar, bahu kiri Crusch yang terpotong melayang di udara.

Masih dalam posisi menggenggam sarung pedang kesatrianya, lengan itu pun terjatuh dalam semburat darah. Crusch yang kakinya terkena dampak dari kekuatan itu, jatuh ke tanah, menggelepar kesakitan dan kehilangan banyak darah.

"Crusch-sama...."

Terdiam dalam beberapa detik, Rem langsung menuju ke sebelah Crusch yang telah jatuh  Dia menepatkan tangannya pada luka Crusch dan dengan sedikit sisa Mana terakhirnya, dia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghentikan pendarahannya.

Bahu Crusch dibanjiri dengan warna merah darah, daging, tulang, urat, dan pembuluh nadinya, semuanya terpotong dengan sempurna. Sebuah serangan yang begitu bagus dan rapi, Rem menghela nafasnya dengan sebuah kekaguman yang tidak sepatutnya dia rasakan.

"Ferris... oh... Kau??"

Di bawah perawatan Rem, Crusch menatapnya dengan mata yang kabur, menggumam tidak jelas dan dengan tangan kanannya yang masih tersisa dia memegang erat lutut Rem, menandakan kalau dia masih memiliki kekuatan untuk hidup.


XxxxX


Crusch menggertakkan giginya, menahan rasa sakit yang dirasakannya.

Rem terus mengawasi setiap pergerakan pria itu.

Dia tidak bermaksud untuk menahan serangannya. Saat melihat tanda adanya serangan, berlari menjauh bersama Crusch adalah satu-satunya hal yang bisa dia lakukan.

Di saat kenyataan yang begitu mengerikan ini, karena beberapa alasan Rem dan Crusch benar-benar sendiri. Kenapa tidak ada seorang pun yang datang membantu? Di saat-saat yang kritis seperti ini, dengan tuan mereka yang terluka parah, dan dengan para kesatria yang bahkan tidak gentar di hadapan paus putih itu, kenapa....

"Ah, sungguh... Aku makan dan aku makan, tapi itu masih tidak cukup! Itu karena kita terus hidup!! Memakan, mengunyah, menggigit, merobek, memamah, mengunyah, menelan!! MINUM DENGAN RAKUS!! MAKAN DENGAN RAKUS!! AH- SELESAI SUDAH!!"

Tiba-tiba di belakang mereka terdengar suara remaja yang begitu nyaring.

Sama seperti pria pertama, suara pemuda ini juga mengirimkan sensasi dingin di punggung Rem. Tubuh Rem menjadi kaku, dan dia pun menoleh ke asal suara tersebut. Pemuda itu berdiri di antara beberapa kereta naga yang telah kosong, dari kepala hingga kakinya telah berlumuran darah.

Rambut panjang berwarna coklatnya terurai hingga mencapai lututnya, tubuhnya pendek, kira-kira setinggi Rem, dan mungkin 2 atau 3 tahun lebih muda... Mungkin juga dia tidak terlalu tua dibandingkan dengan anak-anak di desa dekat mansion.

Di balik rambutnya, hanya ada sebuah kain tipis dan berlumuran darah yang menutupi tubuh kecilnya. Setiap inci dari kulitnya pun telah dilumuri dengan darah.

Tentu saja itu bukan darahnya. Itu adalah darah milik para kesatria yang terbaring di bawah kakinya.

Ketika Crusch dan Rem berhadapan dengan pria di depan, para kesatria itu telah melawan musuh di belakang mereka. Dan pada akhirnya, bahkan sebelum Rem menyadari adanya pertarungan, itu semua telah berakhir.

"Kau, siapa...."

Suaranya bergetar, Rem yang memegang Crusch di tangannya, mundur sampai kedua musuh itu memasuki bidang penglihatannya. Darah dari bahu Crusch, mewarnai jalan yang mereka lewati dengan warna merah. Kini udara menjadi begitu dingin, seolah-olah mengejek kelemahan mereka, rasa takut mereka.

Baca Light Novel Re:Zero Arc 3 : Interlude II (after episode 25) bahasa indonesia


Mendengar pertanyaan itu, si pria dan pemuda itu saling pandang satu sama lain.

Seolah-olah itu semua sudah direncanakan, mereka mengangguk satu sama lain. Kemudian dengan senyum gila yang sama, mereka mengatakan nama mereka.

"Uskup Agung Pemuja Penyihir Dosa "Keserakahan", Regulus Corneus!!" (Pria)

"Uskup Agung Pemuja Penyihir Dosa "Kerakusan", LEY BATENKAITOS!!" (Pemuda)


XxxxX


"Ketika kami merasakan binatang piaran kami telah terbunuh, kami pun datang untuk melihat-lihat. Tapi kemudian, AH!! SUNGGUH PERBURUAN YANG BEGITU MENYENANGKAN!! Itu bagus, sangat bagus, sangat amat bagus, hebat, menakjubkan, mengerikan, mendebarkan, sungguh luar biasa!! itu SPEKTAKULER!! Semangat! Cinta! Benci! Keberanian! Oh KEBAHAGIAAN! Dan KESEDIHAN! Itu, itu! ITU SANGAT LAYAK UNTUK DIMAKAN!!"

Pemuja Penyihir.. Dan Uskup Agung Pendosa.

Ketika kata-kata itu terdengar di telinga Rem, dia pun berdiri mematung di tempat.

Dengan ekspresi gembira, Batenkaitos menghentakan kakinya di tanah sambil berteriak-teriak dengan suara yang aneh.

Berputar-putar, seolah-olah sedang menari, tangannya menunjuk kearah para kesatria yang telah terbunuh, dan kemudian dia menatap mereka dengan perasaan haru yang begitu luar biasa.

"SUNGGUH LUAR BIASA!! Datang secara pribadi untuk dimakan. Akhir-akhir ini benar-benar sulit untuk menemukan makhluk bertulang belakang untuk dimakan. Tapi kini, aku telah merasakan kembali KEPUASAN DARI LAPARKU YANG TELAH LAMA HILANG."

"Itulah hal yang tidak ku mengerti tentang dirimu, Batenkaitos, rasa laparmu itu bukanlah rasa lapar yang sebenarnya, dan orang yang kenyang disini bukanlah kau. Kenapa kau tidak puas dengan apa adanya dirimu? Kita hanya memiliki apa yang bisa kita pegang dengan kedua tangan kita dan apa yang bisa kita bawa dengan kedua lengan kita. Jika kau menyadari hal itu, kau pasti bisa mengendalikan nafsumu, benar kan?"

"Kau tidak perlu berceramah pak tua, aku tidak suka diceramahi. Aku tidak menentang apa yang kau katakan, tapi aku juga tidak tertarik. Sejujurnya selama aku tidak kelaparan.. AKU TIDAK AKAN PEDULI DENGAN APAPUN."

"Sang dosa Kerakusan" Batenkaitos menunduk sambil tertawa seperti orang gila, sementara "Sang dosa Keserakahan" mengangkat bahunya tidak tertarik.

Dua Uskup Agung Pendosa muncul di tempat yang sama dan pada waktu yang sama, Rem pun memikirkan hal itu.

Dilihat dari kekuatannya, mengalahkan mereka berdua adalah hal yang mustahil.

Meskipun pendarahan Crusch telah berhenti, dia masih berada dalam kondisi kritis. Apakah para kesatria itu sudah mati ataupun masih dalam keadaan koma, mereka sudah tidak sanggup lagi bertarung.

Untuk menyembuhkan Crusch , Rem sudah menggunakan seluruh Mananya. Jika dia berubah ke mode iblis, dia mungkin bisa menyerap Mana dari atmosfer dan menggunakannya dalam pertarungan. Tapi melawan mereka berdua, kemenangan adalah hal yang mustahil.

Disatu sisi ada kekuatan serang dan pertahanan yang sempurna dari sang dosa Keserakahan. Kekuatan itu diketahui mampu menghancurkan kota sendirian, mustahil untuk mengukur seberapa kekuatan penuhnya. Di sisi lain, sang dosa Kerakusan juga sangat kuat, meskipun kemampuannya masih belum diketahui, tapi dia sanggup memusnahkan seluruh pasukan dalam hitungan detik. Tidak peduli bagaimanapun caranya, Rem sudah tidak bisa melihat adanya kemenangan yang menantinya.

Rem dengan cepat mengamati medan pertarungan, dia tidak melihat kereta Riger di manapun. Tentara demihuman bayaran yang ditugaskan untuk mengangkut para pasukan yang terluka dan kepala dari paus putih. Mereka mungkin berhasil melarikan diri ketika terjadi kekacauan dan saat ini sedang mundur dengan kecepatan penuh menuju ibukota. Yang memimpin mereka pasti adalah si Wakil Kapten Taring Besi, Hetaro yang diketahui sebagai sosok yang cerdas, banyak akal, dan memiliki penalaran yang hebat.

Jika waktunya cukup, mereka mungkin akan kembali dengan membawa bala bantuan.

Meskipun begitu, mungkin itu sudah terlambat bagi Rem.

"Paus putih...."

"Eh?"

"Huh?"

Rem berbisik sementara kedua uskup agung pendosa itu memiringkan kepalanya.

Dia menahan nafasnya sejenak, dan menemukan cara untuk mengulur waktu. Sebelum mereka kehilangan ketertarikannya, Rem pun melanjutkan.

"Apa kau menginginkan paus itu kembali? Karena saat ini kami akan membawa potongan kepalanya menuju ibukota."

"Kepala? Ah, awalnya aku penasaran bau aneh apa itu. Apa yang terjadi pada kepala itu sudah tidak penting lagi. Itu sudah mati, bawa saja kepala itu, apa lagi yang bisa kau lakukan? Jika kami mau, kami bisa membuat yang baru... Itu hanya perlu sedikit waktu untuk membangkitkannya."

Sambil mengatakan hal itu, Batenkaitos menggertakkan lehernya dan juga gigi-giginya.

"Dibandingkan dengan hal itu..."

Kata Batenkaitos dengan tegas,

"Dibandingkan dengan paus yang sudah mati, kami lebih tertarik dengan ORANG-ORANG YANG TELAH MEMBUNUHNYA. Setelah 400 tahun, AKHIRNYA seseorang berhasil membunuhnya. Meskipun kami sudah menduga pesta itu.... AH!! ITU BENAR-BENAR MELEBIHI EKSPEKTASI KAMI!!"

Kepala Batenkaitos bergoyang keatas dan kebawah, membuat rambut panjangnya berayun dengan liar. Pemuda itu tertawa dengan ludah muncrat dari dalam mulutnya, dan disat yang sama dia mengkeletakkan giginya.

"Cinta! Keberanian! Kebencian! Obsesi! Prestasi! Semuanya berkumpul menjadi satu, direbus, dan kemudian ditelan sekaligus. KEPUASAN!! Apakah ada sesuatu di dunia ini yang lebih LEZAT? Tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak ada tidak ada TIDAK ADA!!  MINUM DENGAN RAKUS! MAKAN DENGAN RAKUS! Begitulah! Hatiku! Perutku! KEPUASAN dan KEGEMBIRAANKU BERGETAR!!!!"

Kata-katanya sama sekali tidak dapat dimengerti.

Seolah-olah kehilangan kendali, Batenkaitos pun tertawa dengan keras dan begitu nyaring. Diam-diam, Rem mengalihkan pandangannya pada Regulus dan Regulus pun melambaikan tangannya.

"Sayangnya, tidak seperti dia... Aku disini benar-benar karena kebetulan.. Ini bukan maksudku sama sekali... Oh iya, apa aku punya rasa lapar dan nafsu seperti dia? Dengan mempunyai keegoisan dan nafsu tak berguna seperti itu... Tidak seperti perutnya yang tidak pernah puas yang selalu menyiksanya, aku, di sisi lain adalah orang yang sangat, amat, puas dengan diriku sendiri."

Membentangkan tangannya lebar seperti sebuah salib, Regulus berdiri di depan Rem dengan ekspresi yang benar-benar ceria.

Lengan Crusch telah terpotong, sementara tangannya masih bebas digerakkan, seolah-olah dia melakukan itu untuk memamerkan keadaannya yang masih baik-baik saja.

"Konflik, aku sangat membencinya... Bagiku menikmati hidup biasa yang tenang dan aman saja sudah cukup, aku tidak perlu hal lain lagi. Statis, diriku serta waktu yang tidak pernah berubah, itulah yang terbaik. Karena tanganku ini begitu kecil dan tak berdaya, bagiku, hanya bagi diriku, untuk bisa melindungi milikku yang amat kecil ini, aku harus menggunakan seluruh kekuatanku. Seperti itulah rapuhnya keberadaanku."

Regulus menekankan perkataannya dengan mengepalkan tangannya. Tangan yang telah merenggut ribuan nyawa dan lengan seorang wanita. Penjelasan seperti itu adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan.

Ley, orang gila yang tertawa dengan cara yang gila, ataupun Regulus seorang yang selalu membicarakan pembenaran diri, kepuasan diri, dan selalu mengumbar-umbar tentang dirinya, tak diragukan lagi mereka adalah para Pemuja Penyihir.

Badai amarah terjadi di hati Rem.

Rem membaringkan Crusch yang masih susah payah bernafas diatas rerumputan yang ada di bawah kakinya. Dia memaksa kakinya yang bergemetaran untuk berdiri. Di tangannya dia menggenggam morning star miliknya, Rem pun memeras habis sisa Mana terakhirnya, dan tombak es pun terbentuk di udara sekelilingnya.

Melihat hal ini ekspresi Ley dan Regulus pun berubah.

"Apa kau mendengarkanku? Aku bilang, aku tidak ingin bertarung! Jika kau melakukan hal itu, itu, itu sama saja dengan mengabaikan keinginanku... Itu mencedrai kuasaku.. Satu dari beberapa hal kecil yang aku diizinkan untuk memilikinya.. Milikku, telah direbut dariku. Bagiku yang hanya punya sedikit keinginan. Hal itu..... tidak bisa dimaafkan."

"Sudah cukup Pemuja Penyihir!"

Rem mengangkat kepalanya menatap Regulus, dia mengatakan kata-kata itu dengan tegas. Melihat Regulus yang terlihat kecewa, Rem menggoyang-goyangkan rantai besinya.

"Cepat atau lambat, seorang pahlawan pasti akan muncul. Berapapun banyaknya rasa sakit dan penderitaan yang disebabkan oleh kesombonganmu di dunia ini, pasti akan diketahui oleh pahlawan itu. Dia adalah satu-satunya pahlawan yang Rem cintai."

"Hey, seorang pahlawan!? Kami akan menantikan datangnya orang itu. Jika kau sangat mempercayainya, orang itu pasti sangat LEZAT!!"

Menepuk tangannya, dengan tubuh yang membungkuk kedepan, Ley Batenkaitos menjulurkan lidahnya pada Rem. Matanya bukanlah mata seseorang yang menatap pada musuhnya, ataupun pada seorang wanita. Itu adalah mata binatang buas yang sedang lapar ketika menatap makanannya.

Para kesatria yang telah kalah di belakang Batenkaitos mulai mengabur dan menjadi tidak dapat dibedakan.

Keberadaan mereka, posisi mereka, tidak ada satupun yang dipahami oleh Rem. Kenapa mereka terbaring di sana, siapa mereka, dan apa hubungan mereka dengan Rem?

Sama seperti mimipi buruk dari kabut paus putih yang bisa menghapus keberadaan seseorang. Begitupun dengan tuan si paus itu, "Sang Dosa Kerakusan" juga memiliki kemampuan yang sama.

"Kepala pelayan di mansion Margrave Roswaal L Mathers, Rem."

Bermaksud untuk memperkenalkan dirinya, Rem menggelengkan kepalanya,

Di saat seperti ini, nama yang benar-benar ingin dia katakan adalah,

"Aku hanyalah seseorang yang ingin dicintai oleh orang yang kucintai. Rekan dari Sang Pahlawan, orang yang paling kucintai di dunia ini, tidak peduli apapun yang terjadi. Rekan dari Natsuki Subaru, Rem."

Sebuah tanduk muncul di dahi Rem, kemudian gelombang besar Mana yang berasal dari atmosfer melayang masuk ke dalam tubuhnya.

Tubuhnya dipenuhi dengan kekuatan yang baru. Rantai dari morning star nya bergerak, menimbulkan suara gemerincing, tombak es yang berada di sekitarnya bersuara menandakan siap untuk dilepaskan.

"Persiapkan diri kalian Uskup agung pendosa, pahlawan Rem pasti akan membawa hukuman pada kalian!!"

Dia mengangkat morning star miliknya, dan disaat yang bersamaan tombak es itu terbang menuju mereka, tubuh Rem juga ikut maju di belakang tombak itu.

Mulut Batenkaitos terbuka lebar dengan mulutnya yang penuh dengan taring, seakan-akan itu menjawab tantangan Rem.

".. Oh sungguh luar biasa!! SEMANGAT yang menakjubkan!! ITADAKIMASU!!"

Serangan mereka beradu, dan seketika Rem berfikir,

'Aku harap ketika dia sadar aku telah menghilang, itu akan menyebabkan sedikit gejolak di hatinya.'

... Hanya itu saja, hanya itulah yang Rem harapkan di saat-saat terakhirnya.


---End of Interlude 2---



Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero All Volume


Translated by : Me [Zhi End]

Previous
Next Post »
9 Komentar
avatar

lanjut kak, dan tetep semangat nge translatenya

Balas
avatar

Berlinang air mata ane min..

Balas
avatar

Chap sebelumnya subaru bilang rem g keberatan 3some, si rem kayak atra mixta.

Balas
avatar

Kebanyakan nonton anime sama baca manga jadi kurang ngerti apa maksud dari LN ini :v

Balas