Baca Re:Zero Arc 3 - Interlude 3 (WN) (After Episode 25) Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 3 Interlude 3 : Untuk Setiap Sumpah Mereka


Lanjutan kembali dari Chapter kemarin, menceritakan tentang Rem yang...... Dan keputusasaan Subaru, selamat membaca!!

Interlude III : Untuk Setiap Sumpah Mereka.

Terbaring di atas tempat tidur, ekspresinya terlihat begitu tenang. Bagi Subaru dia terlihat seperti sedang tertidur.

Bulu matanya begitu panjang... Subaru memikirkan hal itu sambil menatap matanya yang tertutup. Dia biasanya berusaha untuk membuat wajahnya terlihat tanpa ekspresi, tapi ketika dia tertidur, sebuah kelembutan yang sesuai dengan usianya terlihat melalui pipi-pipinya. Kalau dipikir-pikir lagi, Subaru tidak pernah melihatnya tertidur.

Dia selalu terbangun sebelum Subaru dan tidur setelah Subaru tertidur. Subaru tahu, untuk membuat dirinya terlihat tegas, dia selalu mencoba untuk mengubur sisi kekanak-kanakannya, akan tetapi topeng keras kepala itu telah runtuh berkali-kali di depan mata Subaru.

Terkejut, malu, cemberut, menangis ataupun senyum cemerlang setelah tangisannya... Seharusnya ada begitu, begitu banyak kesempatan untuk melihat semua itu lagi

"Rem..."

Bahkan dengan memanggil namanya, serta mengusap pipi putih lembutnya, dia sama sekali tidak memberikan respon apapun.

Di atas tempat tidur, jauh di dalam tidur nyenyaknya, seragam maid yang biasa digunakan di pundaknya, ataupun ikat kepala berwarna putih yang menghiasi rambut birunya yang begitu indah bagaikan langit, semua itu telah menghilang.

Pakaian yang dia pakai ketika bekerja ataupun ketika bertarung... Dia tidak lagi membutuhkan semua itu sekarang.

"Disini kau rupanya..."

Di dalam ruangan yang hening dan sepi seolah-olah sang waktu telah terhenti, seseorang memanggil nama Subaru.

Dia perlahan menoleh, seolah enggan melakukan itu dan melihat ke arah belakangnya. Disana berdiri seorang wanita muda dengan rambut panjang yang melambai dengan lembut. Dia mengenakan gaun sore berwarna biru gelap yang sederhana namun masih tampak begitu elegan, dan bahkan ketika dia berjalan kearah Subaru, dia masih terlihat begitu anggun.

Akan tetapi, dari semua gerakannya terlihat sedikit keragu-raguan di dalamnya, yang mana hal itu bercampur dengan kecantikannya dan membuat orang lain memiliki kesan aneh terhadap dirinya. Subaru pun hanya bisa merasakan kecanggungan ketika berada di dekatnya.

"Dia....."

"Dia masih tidak berubah, meskipun aku tidak bisa melakukan apa-apa.... Kupikir setidaknya aku bisa berada disini bersamanya. Tapi itu hanyalah pernyataan yang terdengar begitu pengecut."

"Meskipun begitu, ini.... masih akan membuatnya bahagia kan?"

Melihat ekspresi sedih Subaru, wanita itu mencoba untuk menghiburnya. Akan tetapi, mendengar hal ini, Subaru langsung menampiknya dengan tatapan galak, dingin, serta kejam miliknya. Perasaanya menjadi begitu emosi mendengar kata-kata wanita itu, kedua matanya terus menatap kearah wanita itu. Meskipun dia tidak bermaksud melakukan itu, itu sudah jauh diatas kendalinya. Melihat reaksi Subaru ini, wanita itu meletakkan tangannya di atas mulutnya, "Maafkan aku", dia meminta maaf.

"Aku mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak kukatakan, dan itu menyakitimu kan?"

"Tidak.. tidak.. Akulah yang seharusnya meminta maaf, aku hanya mengeluarkan semua amarahku yang kupendam selama ini. Jika aku bertingkah seperti ini, Rem pasti akan sangat, sangat marah padaku kan? Dia pasti akan bilang 'kau tidak boleh menyakiti perasaan orang lain seperti itu, Subaru-kun' ataupun sejenisnya."

Subaru mengangkat bahunya, dan mengatakan hal itu dengan lembut seolah meniru suara Rem.

Di dalam pikirannya, dia bisa mendengar suaranya mengatakan hal itu. Sebuah suara yang hanya bisa didengar olehnya.

Kesan yang dimiliki Subaru sama sekali tidak mirip dengan Rem, tapi tidak ada seorang pun di dunia ini yang akan tahu tentang hal itu.

Mendengar kata-kata hampa Subaru serta gerakannya, wanita itu dengan sedih menurunkan pandangannya sambil menggeggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya.

Seolah-olah ada sebuah bayangan yang turun diantara mereka, ruangan tersebut menjadi hening kembali.

Peraaaan familiar ini... Natsuki Subaru tidak seharusnya terus seperti ini kan? Di dalam hatinya, Subaru menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tenggelam dalam lautan keputusasaan memanglah sangat mudah, bahkan jika penderitaan itu terus menghantuinya. Tapi hal itu sama sekali tidak cocok dengan Subaru. Sebagai pria yang Rem percayai, sebagai satu-satunya pria yang Rem cintai melebihi apapun di dunia ini, ini bukanlah apa yang seharusnya dilakukan oleh Natsuki Subaru.

Tidak akan pernah...

"Kau mencariku kan? Ada apa?"

"Ya, saat ini aku ingin mengadakan pertemuan dengan semuanya, jadi aku meminta semuanya untuk berkumpul di aula, jika itu tidak masalah terhadap..."

Mengangguk dengan sebuah ekspresi seolah wanita itu baru saja diselamatkan, wanita itu langsung bicara keintinya. Tapi kemudian dia berhenti di tengah-tengah kalimat dan mengangkat alisnya dengan canggung. Butuh beberapa saat untuk Subaru menyadari hal ini.

"Namaku Natsuki Subaru."

"Maafkan aku, Natsuki Subaru-sama, aku akan mengingatnya. Meskipun aku sudah diberitahu betapa banyaknya hutangku padamu... Tolong, maafkan aku!"

"Yah mau bagaimana lagi? Saat ini pasti ada banyak hal yang harus kau ingat, jadi tidak usah khawatir mengenai hal itu."

Seolah-olah benar-benar ingin meminta maaf, wanita itu pun menundukan kepalanya.

Kemudian setelah melihat wanita ini pulih kembali bersamaan dengan keanggunan serta sisi kewanitaannya, Subaru pun merasakan ada perasaan yang aneh menusuk dadanya. Akan tetapi Subaru tidaklan sekurang ajar itu untuk mengatakannya dengan keras.

Menggelengkan kepalanya, Subaru pun mengesampingkan hal itu dan berdiri.

Menoleh pada gadis yang berada di atas tempat tidur, Subaru pun dengan lembut menyentuh rambut yang berada di atas dahinya.

"Aku akan kembali Rem."

Dia bernafas dengan pelan, menandakan kalau dia benar-benar masih hidup.

.... Dia telah dilupakan oleh seluruh dunia, dan hanya inilah keberadaanya yang masih tersisa.

Dengan Rem di belakangnya, Subaru pun menghadap kearah wanita muda itu.

"Di aula kan? Kita tidak boleh membuat mereka menunggu, ayo!"

"Iyaa, ayo Natsuki Subaru-sama!"

Kepalanya mengangguk pelan dan dia pun tersenyum dengan begitu lembut. Dia terlihat seperti sesuatu yang keluar dari dalam mimpi.... Rambut hijau panjangnya berayun di setiap pergerakannya.

Karena benci mengakui hal ini, Subaru pun mengalihkan pandangannya, menyembunyikan senyum tulus yang tersungging di wajahnya.

"Terima kasih sudah menjemputku, Crusch-san!"

Dengan nama ini, Subaru berterima kasih kepada wanita berambut panjang itu, yang terlihat menjadi orang yang benar-benar berbeda.


XxxxX


Ketika Subaru sampai di ibukota, semuanya telah berakhir.

Percakapannya dengan Emilia ketika dalam perjalanan semuanya lenyap dari otaknya.

Gadis itu kini duduk di sampingnya dengan aman, Subaru seharusnya merasa puas dan lega karena akhirnya bisa menyelamatkannya. Akan tetapi, di dalam kereta naga itu, satu-satunya yang ada di pikiran Subaru hanyalah gadis yang satunya.

"Siapa itu.... Rem?"

Terlihat bingung, gadis itu memiringkan kepalanya ketika mengatakan hal ini.

Subaru berusaha mencari tanda-tanda adanya sebuah lelucon, sesuatu dari suaranya ataupun ekspresinya, dia berharap kata 'Hanya bercanda' akan segera keluar dari mulut gadis itu.

Akan tetapi, entah itu Petra ataupun anak-anak yang lainnya, tidak ada seorangpun yang mengingatnya.

Setelah mengkonfirmasi fakta ini dengan semua orang di kereta, Subaru memerintahkan sang kusir untuk secepatnya segera pergi ke ibukota. Di wajahnya terlihat ekspresi putus asa dari seorang yang berlari menuju kematian itu sendiri.

Mustahil, pasti ada kesalahan.

Semuanya berjalan dengan lancar, semuanya juga berhasil diselamatkan, tujuannya pun juga sudah tercapai. Walaupun harus menahan semua rasa sakit dan kesedihan, dan membawa begitu banyak luka di hati mereka yang tidak akan pernah sembuh, namun, pada akhirnya semuanya berjalan dengan lancar.

Tapi tetap saja.....

--------

"Aha!! Itu Subaru-kyun!! Mengesankan sekali Crusch-sama kau bisa menemukan binatang kecil yang tersesat ini."

Dalam perjalanan menuju aula, ketika melihat mereka  sedang berjalan berdua, seseorang langsung memanggil kearah mereka.

Gaun pendeknya melambai-lambai, terbebas dari seragam kesatrianya, dan sepasang telinga kucingnya pun berkedut. Ferris berjalan kearah mereka dan dengan lembut menarik tangan Crusch.

"Ferris-san...."

"Panggul aku Ferris, hanya Ferris. Ferris dan Crusch-sama sudah kenal satu sama lain untuk waktu yang sangat lama nyan. Jika kau masih menambahkan -san pada namaku, aku pasti akan mati karena kesepian dan putus asa nyan"

Memegang tangan Crusch dengan satu tangannya, Ferris pun menggunakan tangan satunya untuk menyentuh pundak Crusch. Pada interaksi yang terlihat akrab seperti itu, Crusch terlihat tidak yakin apa yang harus dilakukannya, tapi pada dasarnya dia masih bisa menerima hal itu, dan dengan kata 'maaf' dia pun menundukan kepalanya.

"Untuk menjadi seperti sebelumnya... Meskipun itu tidak mudah, aku akan mencoba yang terbaik, Ferris.. Ya hanya Ferris."

"Tidak apa-apa nyan, karena Ferris akan selalu menjadi sahabat Crusch-sama dan akan selalu berada di sisimu. Dan bisa bersama dengan versi imut dari Crusch-sama, Ferris akan bisa menemukan lebih banyak alasan untuk jatuh hati dengan Crusch-sama nyan, hanya memikirkan hal itu saja, sudah membuat Ferris bahagia nyan!"

Sambil mengayun-ayunkan tangan Crusch keatas dan kebawah, Ferris pun memberinya sebuah kecupan.

Melihat mereka berdua, perasaan tidak nyaman yang tumbuh di hati Subaru seolah menjadi tak tertahankan.

Meskipun Crusch berubah secara drastis, Ferris masih memperlakukannya sama seperti biasanya dan masih menerima dia seperti sebelumnya. Itu adalah sesuatu yang berada di luar pemahaman Subaru.

Di dalam senyum Ferris, berapa banyak tekanan batin yang coba dia sembunyikan dibaliknya? Subaru tidak tahu, bagaimanapun, memikirkan hal itu sendiri, hanya akan mengisi otaknya dengan sentimen.

"Subaru-kyun, ayo cepat masuk ke aula, Emilia-sama dan pak tua Wilhelm sudah menunggu kita."

"A.. ah."

Pemikiran Subaru hampir terucap melalui kata-katanya, akan tetapi Ferris terlihat seperti tidak menyadarinya. Sambil mengatakan 'Lewat sini, Crusch-sama!' Ferris pun menuntun tangan Crusch.

Merasakan atmosfer yang tidak bisa dijelaskan antara Subaru dan Ferris, Crusch mencoba menyembunyikan keragu-raguannya yang tampak diantara alisnya. Dia melihat kearah mereka satu persatu, namun pada akhirnya dia tidak mengatakan sepatah katapun, dan dengan hening berjalan mengikuti langkah Ferris.

Sambil menarik nafas dalam-dalam, Subaru menggigit bibirnya sendiri dan menutup kedua matanya.

Pemikirannya seperti berada di ujung. Hatinya terasa hancur. Dalam keadaan seperti itu, Subaru sama sekali tidak ingin bertemu siapapun, tapi mau bagaimana lagi, Subaru tidak akan membuat alasan untuk menghibur dirinya sendiri.

Karena hal terakhir yang ingin dilakukannya adalah menyalahkan 'dia' atas rasa sakit yang dirasakannya.

Dan kini, mereka membuat barisan di dalam aula.

Menyadari semua tatapan mengarah padanya, Subaru pun melihat ke sekeliling ruangan. Selain dirinya, ada empat orang yang hadir, Emilia, Wilhelm, dan selangkah di depannya terdapat Crusch dan Ferris.

Menyadari kalau dia adalah orang terakhir, Subaru pun menutup pintu di belakangnya dan seperti biasa duduk di sebelah Emilia.

"Subaru..."

"Tidak apa-pa. Aku sudah tenang sekarang Emilia-tan... Aku, baik-baik saja."

Menanggapi panggilan cemas Emilia, Subaru menjawab dengan ceria. Hanya saja matanya tidak tertuju kearah Emilia. Tidak, itu lebih seperti dia tidak sanggup melihat kearahnya.

Jika dia menatap mata Emilia sekarang, dia pasti akan memperlihatkan sisi lemah dari dirinya. Hanya memikirkan hal itu saja, bisa membuat dirinya dipenuhi dengan rasa takut yang tak terkendali.

"Sekarang semuanya sudah ada disini, mari kita mulai!"

Dengan sebuah suara tepukan, perhatian setiap orang langsung tertuju kearah Ferris.

Mustahil bagi Crusch untuk memimpin rapat dengan kondisi seperti itu, jadi tugas itu jatuh pada Ferris.

Sambil memeriksa kehadiran setiap orang, Ferris pun berjalan menuju area depan ruangan dengan tangan yang terangkat di udara.

"Karena tidak ada yang keberatan nyan, mari kita bicarakan situasi kita saat ini."

Demikianlah, dengan sebuah senyum, rapat tersebut pun dimulai.


XxxxX


Setelah pertempuran melawan paus putih, dalam perjalanannya menuju ibukota, Rem, Crusch, dan para rombongan yang membawa pasukan yang terluka serta potongan kepala paus putih, diserang oleh dua Uskup Agung Pendosa.

Setengah dari rombongan tersebut telah tewas. Tentara bayaran Demihuman yang menemani mereka pun segera mundur untuk menghindari pembantaian itu.

"Ketika wakil kapten Hetaro kembali ke tempat kejadian dengan membawa kesatria ibukota, kedua Uskup Agung Pendosa itu telah pergi nyan. Disana hanya ada tubuh pasukan kita, dan...."

"Orang-orang seperti diriku... kan?"

Crusch mengerutkan dahinya mendengar kata-kata yang diucapkan Ferris tadi dan menggigit bibirnya sendiri. Dengan ekspresi yang suram, dia pasti merasa kalau itu semua adalah kesalahannya.

Bagi dirinya, 'Crusch' dalam cerita Ferris itu lebih mengarah pada orang lain.

Itu karena.....

"Ingatanku telah dihapus.. oleh seorang Uskup Agung Pendosa?"

"Mungkin nyan. Aku telah merawat pasien lain dengan kondisi yang sama seperti Crusch-sama. Dan ingatan mereka hilang sepenuhnya, tidak ada yang bisa dilakukan oleh sihir penyembuh Ferris nyan. Bahkan sekarang, Ferris pun tidak tahu apa penyebab..."

"Uskup Agung Dosa "Kerakusan". Kekuasaan ini, pasti ini ulahnya."

Wilhelm mengangguk dengan yakin dan menatap kearah Crusch dengan tatapan yang tajam. Akan tetapi, melihat Crusch yang menciut karena tatapannya, Wilhelm pun menutup matanya sebagai pertanda minta maaf.

"Maaf, saya kurang memperhatikan kondisi Crusch-sama, dan malah menakuti anda. Saya benar-benar minta maaf. Saya masih harus banyak belajar."

"Tidak... Akulah yang seharusnya minta maaf karena menjadi tuan yang tidak berguna. Meskipun aku mencoba sekeras mungkin untuk mengingat apapun mengenai Wilhelm-sama...."

Mendengar Crusch memanggilnya dengan "Wilhelm-sama", pendekar pedang tua itu pun merasa ngeri.

Melihat tuannya yang begitu menderita, perasaan bersalah dan malu karena gagal melindunginya kini memberikan rasa sakit pada wajah Wilhelm. Melirik kearah Subaru yang saat ini pasti membawa perasaan yang sama di dalam hatinya, Wilhelm pun terlihat seperti bisa memahami perasaanya.

Di sisi lain, Ferris yang sikapnya terhadap Crusch tidak berubah sedikitpun, terlihat seperti benar-benar tidak memperdulikan perasaan Subaru.

"Uskup Agung Dosa "Kemalasan" telah kita kalahkan. Dan masih ada "Dosa Kerakusan" dan "Dosa Keserakahan". Yang bisa kita lakukan itu ada batasnya nyan. Adalah sesuatu yang sangat jarang melihat dua Uskup Agung Pendosa bergerak bersama-sama, aku akan sangat terkejut, jika kemunculan Emilia-sama tidak ada hubungannya dengan ini."

"Aku....?"

Mendengar namanya tiba-tiba dipanggil, Emilia pun melihat Ferris dengan ekspresi terkejut. Ferris pun mengangguk kearahnya dan kemudian melanjutkan,

"Pemuja Penyihir tidak akan pernah mentoleransi keberadaan half elf seperti Emilia-sama. Mereka biasanya bergerak dengan tenang dan diam-diam di balik bayangan, tapi sekarang mereka tiba-tiba membuat keributan seperti ini, hal tersebut pasti ada hubungannya."

Mendengar spekulasi Ferris, Subaru pun menyilangkan tangannya sambil mengingat percakapan yang mereka lakukan sebelumnya.

Malam sebelum pertempuran melawan Paus Putih, ketika Subaru berdiskusi dengan Crusch dan Ferris mengenai kemungkinan adanya serangan para Pemuja Penyihir, mereka dengan cepat menyetujui kecurigaan Subaru. Itu berarti disana pasti ada sesuatu yang bisa dijadikan acuan...

"Tapi um.. meskipun aku tidak tahu banyak mengenai Pemuja Penyihir, tapi penyihir disini mengacu pada "Witch Of Envy" (Penyihir Kecemburuan) kan?"

Mengangkat tangannya dengan gugup, Emilia pun mengajukan sebuah pertanyaan yang sama sekali tak terduga itu.

Subaru meragukan pendengarannya, sementara ekspresi Wilhelm dan Ferris mematung seketika. Satu-satunya orang yang tidak terganggu dengan kata itu hanyalah Crusch dan Emilia sendiri.

Melihat reaksi mereka, Emilia malah menjadi semakin gugup.

"Maaf! Aku bisa tahu dari reaksi kalian, kalau ini adalah sesuatu yang seharusnya sudah kuketahui kan?"

"Tapi.. Emilia-tan.. kau sudah tahu mengenai penyihir kan? Kau kan yang memberitahuku."

Ketika pertama kali mereka bertemu, Emilia memperkenalkan dirinya sebagai 'Satella', dan kemudian setelah Subaru tewas, dia mencoba memanggilnya dengan nama itu lagi. Subaru ingat betul kemarahan Emilia pada saat itu... itu berarti dia sudah tahu kalau nama itu terlarang.

Tapi Emilia menggelengkan kepalanya menanggapi kata-kata Subaru.

"Di dekat hutan dimana aku tinggal ada sebuah desa kecil.. Mereka membenciku karena kemiripanku dengan Witch Of Envy... Jadi aku tahu bagaimana penyihir itu dipandang dimata dunia, tapi kalau mengenai Pemuja Penyihir..."

"Mari kita kesampingkan bagaimana kehidupan masa lalu Emilia-sama nyan. Tapi mengatakan kalau kau bahkan tidak tahu mengenai Pemuja Penyihir itu sudah sangat keterlaluan nyan!"

Mengangkat bahunya, seolah-olah sedang mengejek, Ferris pun mengangkat tangannya sambil menghela nafas.

Melihat tingkah Feris ini, kemarahan Subaru pun muncul, dia menatap tajam kearah Ferris sambil bertanya.

"Bagaimana bisa kau mengatakan hal itu? Untuk mengakui sesuatu yang tidak kau ketahui, apa kau tahu berapa banyak keberanian yang dibutuhkan? Menanyakan apa yang dirasa perlu, apa salahnya dengan hal itu?"

"Subaru-kyun benar-benar pandai membujuk nyan. Kalian ini benar-benar sepasang tuan dan pelayannya nyan!!"

Ferris dengan kejam terus mengejek Subaru yang tersinggung, hal ini membuat Subaru hampir saja berdiri dari posisi duduknya karena marah, akan tetapi...

"Ferris, aku tidak bisa diam membiarkan apa yang baru saja kau katakan. Cepat minta maaf!"

Momen sebelum kekuatan Subaru berpindah ke kakinya, sebuah suara marah terdengar di dalam ruangan.

Dalam balutan baju biru gelapnya, meskipun tadi dia terlihat begitu lemah dan takut, kini tiba-tiba dia berubah menjadi sosok yang gagah dan tegas, tatapannya persis seperti seorang kesatria.

"Seperti yang Natsuki Subaru-sama katakan, menanyakan apa yang tidak kau ketahui, itu bukanlah sesuatu yang pantas untuk diejek. Bahkan kau pun tidak punya hak melakukan itu. Mengerti?"

"... Mengerti Crusch-sama."

Suara tegasnya kembali mereda, Crusch sepertinya telah kembali menjadi gadis yang bicaranya lembut seperti sebelumnya. Tapi seakan-akan baru saja mendengar suara Crusch yang tegas seperti dulu dari gadis yang kini lemah dan feminim, Subaru tidak bisa menahan keherenannya. Ferris pun juga begitu, tidak bisa menyembunyikan keterkejutan di dalam matanya.

"Emilia-sama tolong maafkan ketidaksopanan saya, Subaru-kyun juga!"

"Kau...... ti..tidak, tidak apa. Kalau begitu, sekarang ayo kita bicarakan mengenai Pemuja Penyihir ini. Emilia-tan ingin mendengarnya. Dan sejujurnya, aku juga tidak tahu secara detail..."

Melihat Subaru menahan dirinya, setengah menyerah, Ferris pun dengan ceria membalas "Baiklah, nyan!". Dengan satu jari yang menyentuh bibir bagian bawahnya, Ferris menggoyang-goyangkan tubuhnya dalam balutan gaun pendeknya.

"Pertama-tama, seperti yang Emilia-sama katakan, Pemuja Penyihir adalah sebuah organisasi yang memuja 'Witch Of Envy'. Semenjak kebangkitan penyihir yang tak terhentikan 400 tahun lalu, organisasi fanatik ini sudah mulai aktif. Bagi para Kesatria, semua yang berhubungan dengan organisasi ini harus dibunuh langsung."

"Dibunuh langsung??? Melakukan perintah sekejam itu, bagaimana mungkin mereka melakukannya?"

"Pemuja Penyihir tidak akan ragu untuk membakar sebuah desa ataupun seluruh kota agar bisa mencapai tujuannya. Faktanya, desa di dekat mansion Roswaal, hampir saja menjadi korban dari orang-orang ini, dan ada salah satu Uskup Agung Pendosa yang ikut ambil bagian dalam penyerangan dan berhasil mengambil alih sebuah kota di kerajaan Volakia di selatan sendirian."

Emilia terus mengedipkan matanya seolah tidak bisa menerima fakta itu. Subaru bisa mengerti reaksinya itu, dikarenakan kengerian dari para Pemuja Penyihir telah terpahat kuat di dalam hati Subaru.

Subaru menggunakan Betelgeuse sebagai standar unit pengukuran kegilaan para Pemuja Penyihir ini.

Tapi dalam hal kekuatan, 'Dosa Keserakahan' terdengar seperti berada di level yang benar-benar berbeda dengan Betelgeuse.

"Tunggu, tunggu, pembicaraanku jad melenceng nyan... Oke, para Uskup Agung Dosa Pemuja Penyihir, masing-masing dari mereka dinamakan berdasarkan keenam dosa selain Kecemburuan (Envy). Mereka adalah eksekutif dari organisasi ini."

"Keenam dosa... Itu berarti 'Kemalasan', 'Keserakahan', 'Kerakusan', 'Nafsu', 'Kemurkaan', dan 'Kebanggan' kan?"

"Ya, dan terutama yang paling terkenal diantara mereka adalah 'Dosa Kemalasan' dan 'Dosa Keserakahan'. Seperti yang kusebutkan sebelumnya, 'Dosa Keserekahan' pernah membantai seluruh kota sendirian, di sisi lain 'Dosa Kemalasan' sepertinya berada dibalik setiap insiden kecil yang disebabkan oleh Pemuja Penyihir. Tapi 'Dosa Kemalasan' dengan cantik telah berhasil dikalahkan oleh rombongan kita... Benar kan Subaru-kyun?"

"Ya... 'Dosa Kemalasan' sudah mati. Aku melihatnya hancur dengan kedua mataku sendiri, tidak salah lagi."

Subaru mengkonfirmasi kata-kata Ferris, dan mengingat-ingat kembali saat-saat terakhir Betelgeuse.

Dia meneriakkan nama Subaru, penuh dengan kebencian... Bahkan lama setelahnya, suaranya seperti tidak mau meningggalkan telinganya. Seperti sebuah kutukan, suara itu terus menggema....

... Apakah itu alasan dibalik takdir kejam milik Subaru?

"Sekarang tinggal 5 Uskup Agung Pendosa yang tersisa. Dua dari mereka bertanggung jawab atas penyerangan terhadap Crusch-sama. Pergerakan mereka selalu sulit diketahui, dan bahkan setelah 400 tahun upaya untuk membasmi mereka, hanya ada sedikit kemajuan. Kalau tujuan mereka, bisa dikatakan adalah untuk menghidupkan kembali 'Witch Of Envy'."

"Menghidupkan kembali.... Witch Of Envy?"

Tidak bisa mengabaikan kata-kata itu, Subaru pun terlompat kaget, menyebabkan kursinya jatuh.

Menyadari hal ini membuat para gadis ketakutan, Subaru pun menggerakkan tangannya keatas dan kebawah.

"Menghidupkannya kembali... Apakah itu mungkin?? Penyihir sudah mati selama 400 tahun kan? Untuk melakukan sesuatu seperti membuatnya hidup kembali itu...."

"Subaru-dono, sayangnya Witch Of Envy itu belumlah mati.  Kehidupannya masih terhubung dengan dunia ini."

Menanggapi Subaru yang merasa terganggu, Wilhelm pun dengan cepat mengungkap fakta ini.

Tidak bisa berkata apa-apa, matanya melihat kearah Wilhelm, dan mata mereka bertemu, begitu serius dan tenang.

"Di dekat Air terjun Raksasa, terdapat sesuatu yang disebut 'Kuil Batu-Segel'. Sang Penyihir itu berada disana, keberadaannya yang tidak bisa dihancurkan tersegel di dalamnya. Bahkan dengan gabungan kekuatan antara Sang Naga Dan 'Sword Saint' (Ahli Pedang), dia masih tidak dapat dihancurkan."

"Tersegel... Sepertinya aku pernah mendengar itu sebelumnya..Tapi untuk membangkitkannya, kenapa mereka tidak menghancurkan segelnya saja?"

Di mana Subaru pernah mendengarnya ya? Tapi pertanyaan tersebut lebih penting lagi...

Jika Sang Penyihir tersegel, bukankah mereka hanya perlu untuk menghancurkan segelnya saja, akan tetapi, ketika ada seorang Half Elf, mereka malah membawa malapetaka dengan melakukan pembunuhan dan penghancuran yang tak berperikemanusiaan. Apa yang coba dilakukan oleh Pemuja Penyihir ini? Menanggapi pertanyaan ini, Wilhelm pun menggelengkan kepalanya.

"Untuk mendekati kuil itu saja sudah hampir mustahil, pertama hanya ada sedikit mana di dekat Air terjun Raksasa tersebut, dengan keadaan seperti itu tidak akan ada orang yang sanggup menahan bau sang penyihir. Kedua mereka tidak akan bisa melewati para 'Elder Sage' (Pertapa Tua)."

"Elder Sage....?"

"Elder Sage Shaula, Sword Saint generasi pertama, dan sang Naga, Borukanika, mereka adalah para pahlawan yang menyegel sang Penyihir nyan. Kemudian mereka mundur dan bersembunyi di dalam Menara Pengawas Pleiades, tapi itu hanya mundur secara nama saja, bahkan sampai sekarang, mereka terus mengawasi siapa saja yang berniat membangkitkan sang penyihir... Begitulah menurut ceritanya."

"Mereka... Pasti sangat tua..."

Empat ratus tahun itu adalah waktu yang sangat lama, bahkan untuk Elder Sage.

Tapi itu bukanlah hal yang perlu dibahas kali ini. Subaru memutuskan mengesampingkan hal itu agar Ferris bisa melanjutkan penjelasannya.

"Well, sekarang kita tahu kalau segel yang menyegel sang Penyihir tidak bisa dihancurkan, lalu bagaimana cara mereka untuk membangkitkannya?"

"Bahkan jika kau bertanya hal itu nyan.. Ferris bukanlah Pemuja Penyihir, dan Ferris juga tidak tahu. Yang bisa kita lakukan hanyalah menyiksa mereka dan membuat mereka meludah, nyan.."

Menjawab pertanyaan Subaru, Ferris pun menunjukan ekspresi seakan-akan 'aku menyerah'.

Meskipun Subaru tidak puas, tapi tidak ada gunanya menanyakan pertanyaan itu lebih jauh.

Bagaimanapun itu, Emilia pun mengangguk.

"Jadi begitu.. itulah kenapa aku diperlakukan seperti ini.. Tapi kenapa Puck tidak..."

"Apa Puck mengatakan sesuatu tadi? Ada segunung pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya."

"Puck sama sekali tidak merespon... Meskipun sepertinya dia telah termaterialiasi... Aku hanya tahu dia berada di dekat sini..."

Melihat Emilia yang menciut di tempat duduknya, itu tidak akan terjadi apa-apa meskipun Subaru mengatakan 'disana, disana'. Akan tetapi, faktanya, berbicara dengan Puck adalah sesuatu yang harus dia lakukan.

Disamping itu, sama sekali tidak ada cara untuk memprediksi dimana dan kapan 'Dosa Keserakahan' akan muncul. Pendapat Puck juga penting dalam situasi ini.

"Yah, itulah semua hal mengenai Pemuja Penyihir nyan. Selain itu, mari kita buat diskusi ini terus berjalan maju."

".... Berjalan maju?"

Menoleh kepada Subaru dengan sebuah tepukan, Ferris dengan senyum ceria, mengatakan...

"Sederhananya, Aliansi ini.... Ayo kita bubarkan saja, nyan.."


XxxxX


Suhu di dalam aula menjadi begitu dingin, hanya otak Subarulah yang menjadi panas.

Mendengar kata-kata itu, Subaru berpikir sejenak dan kemudian menjilat bibirnya sendiri.

"Membubarkan aliansi? Apa maksudnya itu?"

"Itu tepat seperti apa yang kau dengar nyan! Di situasi kita saat ini, aliansi kita tidak akan saling menguntungkan nyan."

Mungkin karena Subaru tetap mempertahankan ketenangannya, ekspresi Ferris menunjukan sedikit kekaguman.

Agak terganggu dengan ekspresi Ferris, Subaru bertanya-tanya apakah Ferris sedang menggunakan aliansi mereka sebagai alat tawar menawar untuk memperolah keuntungan dalam negosiasi kali ini. Semakin dia memikirkannya, semakin dia memerintah dirinya untuk tetap tenang. Meskipun begitu, saat ini kepala Subaru sudah hampir mendidih.

"Mengesampingkan masalah penambangan, kita telah melakukan kerja sama dan berhasil mengalahkan paus putih dan setelah semuanya selesai, sekarang kau malah ingin mundur setelah mendapatkan keuntungannya? Itu sedikit memalukan tak peduli bagaimanapun kau melihatnya."

"Lebih banyak kerugian daripada keuntungannya, Subaru-kyun."

"Ah?"

Dibandingkan dengan sikap agresif Subaru, Ferris menanggapi hal ini dengan begitu santai sambil mengibaskan jarinya.

"Nyan? Sebagai permulaannya, 'Dosa Kerakusan' dan 'Dosa Keserakahan' muncul bersamaan. Setelah membunuh 'Dosa Kemalasan' beraliansi dengan Emilia-sama hanya akan membuat kami dijadikan target oleh para Pemuja Penyihir... Mempertimbangkan apa yang terjadi pada Crusch-sama.. apa kau masih percaya kita perlu untuk membentuk aliansi saat ini?"

"Itu...."

Melirik kearah Crusch yang saat ini benar-benar berbeda, Subaru ragu-ragu untuk membalas argumen Ferris. Hal itu dikarenakan jauh dari dalam lubuk hatinya, dia juga merasakan luka yang sama.

Kali ini, yang menentang kata-kata Ferris bukanlah Subaru.

"Aku tidak setuju Ferris."

Sedikit membungkuk dalam posisi duduknya, tatapan tegas Wilhelm menatap tepat pada mata Ferris. Sementara itu, Ferris sedikit membelalakkan matanya sambil mengeluarkan 'Eh?' dengan sebuah senyum tipis.

"Apa maksudmu nyan? Setelah apa yang dilakukan oleh 'Dosa Kerakusan' pada Crusch-sama, kau pikir apa untungnya membentuk aliansi yang malah akan membawa Pemuja Penyihir kepada kita?"

"Untuk membunuh 'Dosa Kerakusan'.... Sebuah kesempatan untuk membalaskan dendam tuan kita."

"Balas dendam? Apakah hal itu lebih penting daripada hidup Crusch-sama?"

Menghadapi Wilhelm, Ferris menolak untuk menyerah.

Keduanya memikirkan keadaan tuan mereka.

"Jika kita terus berurusan dengan Pemuja Penyihir, bencana ini hanya akan terulang kembali. Saat ini Crusch-sama bahkan tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Saat waktunya tiba... Jika hanya luka fisik ataupun luka mental, Ferris masih bisa menyembuhkanmu... Tapi jika kau mati, semuanya sudah berakhir kan?"

"Tapi kita tidak bisa diam saja membiarkan para penjahat itu bebas berkeliaran. Jika kita berhasil mengalahkan Uskup Agung Pendosa, ada kemungkinan kalau ingatan Crusch-sama akan kembali. Menyerah secepat ini, bagiku itu sangat terburu-buru."

"Mengalahkan para bajingan itu bisa mengembalikan ingatan mereka? Akan kukatakan ini Wilhelm, berpikir kalau ingatan yang hilang bisa kembali dengan membunuh mereka yang memakannya, apa kau sedang bermimpi ataukah kau pikir ini sejenis dongeng ten....."

".... Felix!!!"

Dengan suara yang begitu keras, aura Wilhelm menggema di seluruh ruangan. Seolah-olah baru saja ada hembusan angin kencang.. itulah sensasi yang dirasakan semuanya saat ini.

Semuanya mengernyit karena keterkejutan mereka, hanya tatapan Wilhelm yang tidak berubah sedikitpun.

"Felix... Apa yang baru saja kau katakan, jangan pernah mengatakan hal itu lagi di hadapan Subaru-dono."

"... Maafkan aku."

Dipanggil dengan menggunakan nama aslinya dua kali, Ferris pun menutup matanya dengan sedih sekaligus pertanda penyesalannya.

Sementara itu yang lainnya menolehkan pandangannya kearah Subaru, yang telah duduk kembali. Tangannya mengepal dengan keras, sedikit bergetar, dan darah pun merembes melalui celah diantara jari-jarinya, seolah-olah darah itu akan menutupi seluruh tangannya.

"...... Emilia-tan."

"Jangan khawatir... Aku tidak akan mengatakan sesuatu seperti 'aku mengerti' ataupun 'tidak apa-apa'. Meskipun aku ingin mengerti apa yang kau rasakan... Sekaligus gadis yang terlupakan itu... Karena aku tidak mengerti apa-apa, tidak peduli apapun yang kukatakan, itu akan terasa tidak adil bagimu."

Subaru menatap Emilia, menatap ke dalam pupil berwarna violetnya yang dipenuhi dengan kesedihan.

Di dalam mata Emilia, dia melihat bayangan dirinya sendiri, dengan semua kelemahannya... Apakah itu Natsuki Subaru yang dilihat olehnya?

... Seolah-olah di selamatkan oleh perasaan itu, Subaru pun menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Mengatakan sesuatu seperti 'tidak apa-apa'.. Meskipun jika aku menyobek mulutku sendiri aku tidak akan sanggup untuk mengatakannya saat ini. Tapi aku baik-baik saja. Ferris, kau tidak perlu khawatir... Aku tidak akan menyerah selama masih ada harapan sekecil apapun itu."

"Benarkah nyan??... Subaru-kyun yakin tidak suka menyerah nyan?"

Menyaksikan Subaru yang mencoba berpura-pura seolah-olah dia baik-baik saja, wajah Ferris pun membentuk sebuah senyum. Akan tetapi posisinya sama sekali tidak berubah.

"Bagi Ferris nyan, aku tetap tidak akan setuju untuk melanjutkan aliansi ini. Aku pasti akan menyembuhlan Crusch-sama, lihat saja. Jadi sesuatu seperti membalas dendam kepada 'Dosa Kerakusan' sebaiknya kita kesampingkan dulu."

"Apa yang harus kita lakukan dan bagaimana... Crusch-sama, anda lah yang harus memutuskannya. Bukan posisi kami untuk melakukan hal seperti itu."

Dan pada akhirnya, semuanya terserah pada Crusch.

Kedua mata mereka mengarah pada Crusch. Sementara itu Crusch pun mengangguk, seolah-olah telah memahami hal itu.

"Ada banyak hal yang masih tidak kuketahui. Dan seperti apa aku sebelumnya, aku sama sekali tidak bisa mengingatnya. Aku ingin mengatakan ini pada kalian sekarang, kalau berada di dekatku itu hanya akan mengganggu... Tapi meskipun begitu, aku akan berterima kasih pada kalian karena masih menghormati dan mempercayaiku. Dan jika aku bisa, aku akan hidup untuk memenuhi ekspetasi itu. Untuk itu, aku akan mencoba yang terbaik."

Meskipun ingatannya telah hilang, sepertinya kekuatan karakternya masih ada di dalam dirinya.

Sebenarnya apa yang menjadi inti dari keberadaan seorang manusia? Menyaksikan Crusch yang seperti ini meskipun dia telah melupakan semua yang dia ketahui, Subaru hanya bisa menanyakan pertanyaan tersebut kepada dirinya sendiri.

Akan tetapi, sebagai aliansi, tidak ada pilihan yang lebih baik lagi selain menunda dulu negosiasi ini.

"Bagaimanapun, jika orang yang memegang semua kunci informasi mengenai faksi Emilia-sama, Margrave Roswaal tidak hadir disini, maka tidak ada yang bisa kita lakukan nyan. Jadi untuk negosiasi kita selanjutnya, mari kita adakan ketika Margrave bisa ikut hadir."

"Ya, itulah yang terbaik. Kalau begitu, rapat ini...."

"Akan menjadi rahasia.... Jadi berpura-puralah kalau yang kita bicarakan ini adalah sesuatu selain aliansi nyan."

Ferris menatap tajam kearah Subaru, sambil mengatakan hal itu dengan suara rendah yang tidak seperti biasanya.

Subaru pun menelan ludahnya, akan tetapi, karena tidak menemukan alasan untuk menentangnya dia pun mengangguk. Dari sudut pandang mereka, keputusan ini sangatlah masuk akal. Jika kondisi Crusch sekarang diketahui oleh publik, maka statusnya sebagai calon raja yang paling kompeten akan menghilang.

Faktanya, akibat dari amnesia Crusch jika menjadi konsumsi publik itu akan sama besarnya dengan gengsi membunuh paus putih. Karena alasan inilah, Anastasia tidak diundang dalam pertemuan kali ini.

"Dengan menggunakan Julius, Anastasia pasti akan menggunakan informasi ini demi keuntungannya sendiri. Untunglah kondisi Crusch-sama tidak terlihat oleh para anak buahnya."

"... Tapi dia akan hadir dalam negosiasi puncaknya. Apa yang akan kita lakukan mengenai hal itu?"

"Kita bisa membuat alasan dan mengatakan kalau kau sedang tidak enak badan. Ferris akan memikirkan sesuatu. Sementara untuk Subaru-kyun, pihakmu hanya perlu untuk menjaga rahasia ini, paham?"

Ferris hanya meminta mereka untuk diam, dia tidak akan membiarkan adanya masalah yang lebih jauh lagi diantara kedua faksi mereka. Subaru menyadari hal ini, dan mengangguk.

Dan akhirnya, rapat itu pun berakhir tanpa adanya perkembangan apapun.

Menyadari adanya keputusasaan dalam situasi mereka, lebih dari hal lainnya, kedua faksi itupun kembali berjalan menyusuri ketidakpastian masa depan mereka.


XxxxX


"Terima kasih untuk yang disana tadi, Wilhelm-san."

Setelah pertemuan di aula, Subaru memanggil Wilhelm yang berada di luar mansion Karsten. Mengentikan langkahnya, Wilhelm pun menoleh kearah Subaru.

"Tidak. Aku tidak memberikan bantuan apapun. Aku merasa malu melihat betapa tidak bergunanya diriku. Bagaimanapun, aku tidak mampu membantumu hari ini."

"Jangan mengatakan hal itu, tanpa Wilhelm-san, kita tidak akan bisa mengalahkan paus putih. Dan setelah itu aku juga mempercayakan Emilia dan para penduduk desa kepadamu. Aku benar-benar berterima kasih padamu."

Kata-kata terima kasih itu begitu tulus, dan tidak diselimuti maksud apapun. Akan tetapi, bahkan hal ini pun tidak sanggup untuk menghilangkan kesuraman di wajah Wilhelm.

Tidak pernah melupakan kebaikan di masa lalu, dan selalu membawa beban rasa sakit orang lain di dalam dirinya. Pria ini... Apakah dia tidak terlalu baik? Subaru pun tersenyum memikirkan hal itu.

"Meskipun situasi kita belum diputuskan, bukankah kau sudah punya kesempatan untuk mengunjungi makam istrimu? Meskipun itu sama sekali tidak menghiburmu, tapi setidaknya kau telah membalaskan....."

"....."

Mendengar kata-kata Subaru, Wilhelm tiba-tiba menunjukan emosi yang begitu rumit.

Melihat kesedihan dan sentimen itu, Subaru tidak tau apa yang harus dilakukannya. Menyadari keragu-raguan Subaru, Wilhelm pun membungkuk dalam-dalam.

"Subaru-dono, maafkan aku!!"

"Tunggu, jangan seperti ini Wilhelm-san. Kau tidak perlu meminta maaf. Justru akulah yang seharusnya berterima kasih padamu."

"Tidak, itu tidak benar. Kalimat yang kukatakan ketika di pertemuan tadi bukanlah keinginan tulusku sebagai sekutumu. Itu adalah kesombonganku sendiri, keinginan egois yang membuatku mendukung aliansi itu. Karena telah menyembunyikan kesalahanku itu, aku benar-benar merasa malu."

Karena tidak mengerti kata-kata Wilhelm, Subaru pun mengerutkan dahinya.

Melihat hal ini, Wilhelm pun melepaskan jasnya, menyingsingkan lengan bajunya dan menunjukan luka yang berada di sekitar bahu kirinya. Melalui bagian luar dari perbannya, kau bisa melihat kalau bagian dalamnya masih basah karena darah.

"Apa itu sakit? Kau seharusnya menyuruh Ferris untuk memeriksanya."

"Luka ini tidak bisa disembuhkan. Itu karena luka ini aku dapat dari seorang musuh yang mempunyai Perlindungan Suci 'Dewa Kematian'."

"Tidak bisa disembuhkan? ... Lalu, Wilhelm-san!!"

Apa akibat yang ditimbulkan oleh luka yang tidak bisa disembuhkan? Bahkan Subaru pun mengetahui hal ini.

Normalnya, jika pendarahan tidak bisa dihentikan, itu sudah seperti penghitung waktu mundur telah diatur untuk menghitung sisa nyawa seseorang. Tapi tidak seperti Subaru yang terlihat begitu cemas, Wilhelm menggelengkan kepalanya dengan tenang.

"Sekarang ini, nyawaku sedang tidak terancam."

"Bagaimana itu mungkin? ... Luka itu... Serangan macam apa yang...."

"Aku tidak mendapat luka ini hari ini ataupun kemarin. Aku mendapatkannya dari dulu sekali, dan akhir-akhir ini lukanya kembali terbuka. Akan tetapi, bagiku, luka ini sudah terlalu lebar."

Mendengarkan kata-kata pelan Wilhelm, tubuh kecil Subaru pun terasa seperti bergemetaran. Dia tidak tahu kenapa dia mengalami reaksi seperti ini, bahkan akar-akar giginya terasa seperti tidak pas dengan rahangnya. Semua ini datang dari 'Sword Demon' (Iblis Pedang) yang berdiri di depannya, sebuah aura luar biasa yang akan mampu membekukan hati seseorang.

Wilhelm melanjutkan kata-katanya dengan suara yang begitu tenang dan lembut.

"Efek dari Perlindungan Suci ini akan menjadi lebih kuat ketika pemiliknya berada di dekatnya. Ketika pemilik 'Dewa Kematian' itu mendekat, luka yang diakibatkannya pun akan kembali terbuka."

"Itu berarti... Orang yang memberikan lukamu dulu... berada di dekatmu..."

"Orang yang telah melukai bahu kiriku... adalah Sword Saint generasi sebelumnya."

Mendengarkan kata-kata Wilhelm, nafas Subaru pun terasa berhenti.

Menatap mata Wilhelm, Subaru bisa melihat emosi yang begitu dingin di dalamnya.

"Thearesia Van Astrea. Luka yang disebabkan oleh istriku telah terbuka kembali. Untuk mengetahui kenapa hal ini bisa terjadi, aku harus terus mengejar para Pemuja Penyihir itu."


XxxxX


Kebingungan, Subaru pun melangkah ke dalam kamar dimana Rem tertidur.

Sejak kembali ke Mansion Crusch, kapanpun ada kesempatan, Subaru selalu datang untuk menemaninya.

Meskipun Subaru tahu itu tidak mungkin terjadi, di suatu tempat didalam hatinya, di dalam kelemahannya, dia berharap Rem bisa terbangun.

Dalam keadaan seperti ini, Subaru tidak lagi punya keberanian ataupun keinginan untuk bertemu dengan Emilia. Kalau Emilia, mungkin dia sudah mengerti. Jika dia berada di samping Subaru sekarang, itu malah hanya akan menyakitinya. Kecuali kalau Subaru mencarinya, dia pasti akan meluangkan waktu untuknya, meski begitu, Emilia tidak bisa berhenti khawatir.

Jika Emilia ada disini, Subaru mungkin akan menangis, jika hal itu bisa menghibur kelemahan yang ada di hatinya.

Meskipun dia membenci kelemahannya, dia tidak bisa menghilangkan kelemahan itu dari dirinya.

'Rem, meskipun kau bilang kalau aku ini kuat. Aku... Tanpa kau disisiku, aku tidak bisa menemukannya Rem, aku tidak bisa..'

Tidak ada yang berubah dari saat dia pergi ke aula.

Dia bernafas dengan lembut. Jantungnya juga berdetak. Tapi selain itu, tidak ada satupun tanda-tanda kehidupan. Saat ini hanya hati Subaru lah yang menopang keberadaanya.

Tapi...

"Oh, ternyata kau. Angin apa yang meniupmu kemari?"

"Aku berada disini, apakah itu aneh? Bahkan aku pun punya hubungan dengan gadis ini sebelumnya kan? Lalu, kalau aku kadang-kadang kesini, apa salahnya dengan hal itu?"

"Dari mana kau dapat keberanian itu??"

Dengan lembut menyentuh dahi Rem yang sedang tertidur, Subaru melirik kesampingnya... Sambil melayang di udara, seekor kucing berwarna abu-abu mengibaskan ekornya dan melihat kearah Subaru.

Ketika pertemuan tadi, dia tidak bisa di temukan dimanapun, tapi sekarang dia muncul disini. Menyadari tatapan tajam Subaru, Puck terlihat sedikit kaget.

"Kenapa kau melihatku seperti itu? Apa aku melakukan sesuatu?"

"Sekarang ini.. kau memang tidak melakukan apa-apa... Sana, carilah Emilia, atau setidaknya melayanglah ketempat lain."

"Begitukah? Itu perkataan yang sedikit aneh. Meskipun kebebasanku tidak dibatasi, jika anak itu terlibat masalah ketika aku tidak disana bersamanya...."

Mengibas-ngibaskan kumisnya, Puck pun menggumam dengan santai. Kemudian dia melayang kearah wajah Subaru.

"Tapi, kupikir lebih baik kalau aku berbicara dengan Subaru sekarang."

"... Bertingkah seolah-olah kau tau segalanya, itu benar-benar membuatku kesal."

Subaru mengalihkan pandangannya, meskipun begitu, Puck secara diam-diam masih menunggunya.

Subaru menghela nafas, meskipun ada makhluk yang membuatnya kesal.

"Kau tidak memberitahu Emilia tentang Pemuja Penyihir... Apa maksudmu melakukan itu?"

"Tidak ada maksud apa-apa. Jika kau masih bisa hidup tanpa tahu beberapa hal, maka tidak tahu juga tidak apa-apa. Jika Lia bertanya padaku, aku pasti akan menceritakannya, tapi dia tidak bertanya... Orang-orang seperti itu, jika kau bisa menghindari mereka, maka itu tidak akan jadi masalah kan?"

"Ya, memang ada saat dimana tidak masalah kalau kau tidak mengetahui beberapa hal. Tapi itu bukan untuk kasus Emilia saat ini kan? Gadis itu keluar dari hutan, agar bisa menjadi Raja, dia sedang bertarung untuk memenangkan pemilihan Raja! Tidak mungkin kau bisa menghindari para Pemuja Penyihir itu... Kau tau akan akan hal ini, ya tentu saja kau tau."

Mencoba agar suaranya tetap terdengar pelan, Subaru menanyakan maksud Puck. Akan tetapi, Puck yang sedang bergoyang-goyang di udara, dengan mudah bisa menghindari pertanyaan-pertanyaan Subaru tersebut.

"Kemunculan para Pemuja Penyihir... Aku juga sudah menduganya. Tapi apakah aku harus menyampaikannya pada Lia atau tidak, itu sudah urusan yang berbeda."

"Meskipun jika itu membahayakannya dan juga orang-orang di sekitarnya? Aku tidak tau apa yang kau pikirkan, jika semuanya berjalan sesuai rencana mereka, maka Emilia bisa....."

"Aku paham... Kau melakukan semua ini untuk menyelamatkan Lia. Dan anak ini juga.. dia mengorbankan dirinya sendiri untuk membantu Lia. Kalau begitu, aku benar-benar perlu berterimakasih pada anak ini."

".....!"

Seketika itu juga, dengan mengabaikan semua yang ada di dunia, Subaru melayangkan tinjunya.

Menghadapi Roh yang ada dihadapannya ini, Subaru tanpa ragu mengayunkan tangannya dengan seluruh kekuatannya. Si Roh tersebut dengan mudah menghindari pukulannya, wajahnya kini dipenuhi dengan keheranan.

"Apa yang kau lakukan, tiba-tiba begini?"

"Jangan berani-beraninya kau menyentuh Rem, tidak dengan tanganmu, tidak dengan kata-katamu."

Subaru sendiri pun terkejut, suaranya terdengar begitu pelan.


XxxxX


Seluruh emosi yang berada di dalam hatinya, mungkin menjadi terlalu mustahil untuk ditahan oleh Subaru.

Dengan mata bulatnya, Puck menatap Subaru dalam-dalam, dan sambil mengatakan 'aku mengerti' dia meregangkan tubuh kecilnya.

"Aku telah mengatakan sesuatu yang keterlaluan, maaf, aku tidak seharusnya mengatakan itu. Selain itu.... Ayo kita sedikit bicara tentang 'Dosa Kerakusan'"

".... Bicara? Apa yang akan kudapat dengan melakukan hal itu sekarang?"

"Jika kau mempelajari sifat dari sesuatu yang memakan 'Nama' dan 'Ingatan' anak ini, mungkin akan ada harapan untuk memenuhi keinginanmu."

Terlompat mendengar kata-kata itu, wajah Subaru pun seketika terangkat. Melihat reaksi ini, Puck pun mengangguk, kemudian dia memencet-mencet hidung kecil merah mudanya seakan-akan sedang mencari keping ingatannya.

"Kekuasaan 'Dosa Kerakusan', sederhananya adalah memakan. Ketka dia memakan 'Nama' seseorang, maka semua ingatan tentang orang ini akan menghilang, dan ketika dia memakan 'Ingatan' seseorang, maka ingatan orang tersebutlah yang akan hilang. Jika keduanya dimakan, maka orang itu hanya akan menjadi cangkang kosong. Sebuah cangkang kosong yang tidak akan dan tidak bisa melakukan apapun. Seperti keadaan gadis ini."

Ingatan Crusch, nama dan ingatan Rem.

Seperti itulah kekuasaan sang 'Dosa Kerakusan'.

"Setelah membunuh Uskup Agung Dosa Kerakusan... Apakah ingatan itu akan kembali?"

"Ah, apa yang akan terjadi?? Memuntahkan kembali semua yang telah dimakan... Meskipun aku tidak suka memikirkan hal itu, apakah itu sesuatu yang bisa dilakukan? Kau perlu menanyakannya langsung pada pria itu.."

"Tapi kemungkinannya ada kan? Ingatan Rem, kemungkinan untuk mengembalikan ingatan Rem...."

Subaru menoleh kebelakang... Rem masih terlelap dalam tidurnya.

Dia masih bernapas dengan pelan. Jantungnya juga masih berdetak. Tubuhnya pun masih hidup. Hanya ingatan serta namanya yang telah dimakan oleh seorang iblis.

"Uskup Agung Dosa Kerakusan... Aku pasti akan menghabisimu."

"Kupikir itu masih tidak sesederhana itu!"

Kata-kata Puck, sama sekali tidak masuk ke dalam otak Subaru.

Saat ini Subaru sedang mempertahankan keping harapan terakhirnya seolah-olah itu adalah pertahanan terakhir di dalam hatinya....


XxxxX


Ketika dia tiba di ibukota, dia langsung menemui Rem setelah penyerangan itu, dan ketika dia tahu semuanya telah lenyap, tanpa sedikitpun keraguan, Subaru langsung menusukkan pisau kedalam tenggorokannya sendiri.

Apa yang dia rasakan pada waktu itu, dia sudah tidak bisa lagi mengingatnya. Semuanya berjalan dengan begitu sempurna, sangat sempurna bahkan melebihi ekspetasi semua orang... Tapi kebenarannya adalah, semuanya terlempar seketika, tak ada lagi yang berarti bagi dirinya.

Jika dia kehilangan Rem, itu berarti dia harus berjalan menuju masa yang akan datang tanpa adanya Rem. Tidak peduli berapa kali pun dia harus menahan rasa sakit ini, dia akan...... Hanya itulah, hal yang bisa diingatnya dengan jelas.

Menusuk tenggorokannya, darah, rasa sakit, dan panas, semuanya lenyap, dia kehilangan seluruh kesadarannya.

Ketika dia bangun, apa yang dia lihat adalah Rem yang terbaring di atas ranjang.

Save point nya telah bergerak maju. Tempat dimana dia kembali telah berubah. Yang Subaru lihat hanyalah neraka.

Lagi!! Pasti ada kesalahan, dia harus membunuh dirinya lagi. Akan tetapi Subaru ragu. Dia tidak takut akan rasa sakit ataupun kematian. Tapi dia menyadari...

Baca Light Novel Re:Zero kara hajimeru isekai seikatsu interlude 3 bahasa Indonesia


Meskipun jika dia kembali ke save point sebelumnya, dia tidak akan bisa menyelamatkannya.

Pada save point sebelum pertarungan dengan Betelgeuse, dan setelah pertarungan melawan paus putih, Subaru dan Rem telah pergi menuju arah yang berbeda selama beberapa jam. Sudah terlambat untuk mengejar mereka sebelum penyerangan itu. Meskipun jika dia bisa, Emilia lah yang akan terabaikan. Dan bahkan jika dia mengirim rombongannya menuju Emilia dengan sebuah rencana dan pergi menuju penyerangan itu, bagaimana dia akan mengalahkan dua Uskup Agung Pendosa?

Untuk mengalahkan Betelgeuse, keberadaan Subaru sangatlah diperlukan, dan pelarian diri Emilia tidak akan berhasil tanpa perlindungan Wilhelm.

Mengorbankan Emilia untuk menyelamatkan Rem, atau mengorbankan Rem untuk menyelamatkan Emilia.... Tanpa mengorbankan salah satu dari mereka, dia tidak akan bisa menyelamatkan siapapun.

Menghadapi pilihan yang mustahil ini, Subaru menurunkan pisau dari tenggorokannya.

Tidak seperti kabut paus putih, meskipun keberadaanya telah dilupakan oleh seluruh dunia, tapi tubuh Rem masih berada disini. Disamping Rem, Subaru hanya diam dan duduk disana tanpa bisa melakukan apa-apa.

Tapi waktu yang berlalu dalam penderitaan yang begitu kejam itu, akan berakhir disini. Itu akan berakhir saat ini juga.

Sambil menggenggam tangan Rem yang sedang tertidur, Subaru memantapkan tekadnya pada satu hal yang dia yakini...

---- Aku akan...

"Mendapatkannya kembali.... Rem, aku berjani.... aku akan mendapatkan kembali ingatanmu."

Itu adalah sebuah janji. Tepat di depan matamu, pria yang kau cintai ini pasti akan menjadi pahlawan terhebat di dunia.

Kita baru saja setengah jalan menapaki perjalanan itu kan?

"Aku janji.... Pahlawanmu ini pasti akan datang kepadamu. Tunggulah sedikit lebih lama lagi."

Subaru mengangkat wajahnya, dan menggeretakkan giginya. Itu adalah sebuah pernyataan perang.

Para iblis itu akan menyesali hari dimana mereka menyentuhkan tangan mereka pada sesuatu yang begitu suci ini.

Untukku, Natsuki Subaru, pasti akan membawakan hukuman pada kalian.

"Aku akan melakukannya... Aku janji, aku pasti akan melakukannya..."

Hari dimana aku mulai dari nol, aku tidak akan bisa menahan satu haripun tanpa memikirkan dirimu di sisiku.

Jadi, aku harus mendapatkannya kembali...

Hari-hari itu telah hilang, hari-hari yang kulalui bersamamu, dan hari-hari ketika aku akan berjalan denganmu lagi... Dengan tanganku sendiri, aku bersumpah, aku akan membawa hari-hari itu kembali.


----End of Arc 3---


Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero All Volume
Previous
Next Post »
4 Komentar
avatar

ikut terbawa suasana jadi baper bacanya. lanjutkan

Balas
avatar

Bgian akhirnya pling jleb gan.. 😭

Balas
avatar

Baca bagian akhir didampingi sama lagu wishing by rem, 😭

Balas