Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 1 (Part 1) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 1 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Tidak Memiliki Pemikiran Yang Sama -1


Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 1 Bahasa Indonesia


Chapter 1 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Tidak Memiliki Pemikiran Yang Sama.

Tabungannya di bank telah mencapai titik terendah.

Alasannya sederhana, karena semua uangnya terpakai.

Lalu ke mana semua uang itu pergi? Pertama itu adalah untuk HP baru seseorang. Meski yang dipilih adalah model HP yang murah, karena itu bukan mengontrak sambungan yang baru, dan malah berganti model HP yang berbeda, semuanya menghabiskan biaya yang lumayan meski yang dipilih adalah model lawas.

Berikutnya adalah baju. Sebagian besar itu adalah pembelian beberapa setel baju untuk seorang pria paruh baya yang belum pernah dia beli sebelumnya. Usai membeli pakaian dalam dan sepatu, meski dia hanya memilih pilihan yang masuk akal, hal itu tetap menghabiskan biaya yang besar.

Selanjutnya adalah 'pembayaran'. Dia sebenarnya cukup percaya diri dengan tabungannya, tapi klaim uang tersebut benar-benar melebihi imajinasinya, dan tak disangka bisa memberikan tekanan pada rencana masa depannya.

Usai menangani semua itu sekaligus, tabungannya pun mencapai titik terendah.

“Er-erhm, bukankah sebaiknya kau lebih berhati-hati dalam menghabiskan uang?”

Ucap seorang pria paruh baya dengan gugup.

“Apa maksud ayah ingin aku terus berhutang budi pada pria itu? Dan terus menahan penagihan hutang yang seperti iblis ini?”

“Bukan itu maksudku.”

Si pria memilih kata-katanya dengan hati-hati, dan berbicara seolah sedang memberi gadis itu saran,

“Kau tidak punya cukup uang dalam rekeningmu sekarang, dan tanpa pekerjaan, pemasukan bulan depan sampai seterusnya masih belum bisa dijamin. Masih ada cara lain seperti menggunakan tabunganku atapun membayar dengan angsuran, kan?”

“Aku tidak suka meminjam uang.”

“Ugh, meski aku juga membencinya....”

“Pada dasarnya, jika aku tidak segera melunasi hutangku, siapa yang tahu berapa besar bunga pinjamannya akan menumpuk.”

“Tapi....”

“Ditambah lagi, fokusku saat ini adalah membalas kebaikan yang kuterima dari semuanya sendirian. Jika aku tidak bisa menyelesaikan masalah ini dengan kekuatanku sendiri, aku takkan bisa membulatkan tekad dan melangkah maju.”

Tempat itu adalah ruang tamu luas dari sebuah apartemen kelas atas. Ada sebuah meja dengan taplak yang imut di tengah-tengah ruangan, dan si anak yang terlihat tegas, menatap ayahnya yang nampak kebingungan dari seberang meja.

Sang ayah yang nampak kebingungan perlahan bangkit, dia pun membuka tirai bergaya barat yang ada di dalam ruangan.

“Kalau begitu Emilia, bagaimana kalau begini.”

Sang ayah memanggil anaknya yang terlihat tegang dengan sebutan Emilia. Sang ayah, dengan penampilannya yang memang sudah mengintimidasi, menatap ke arah jalanan di luar jendela seolah sudah menyerah.

“Apa kau mau mempertimbangkan pindah ke apartemen yang disebut Villa Rosa Sasazuka itu? Tanpa menghiraukan 'mereka', termasuk Bell-san dan Sasaki-san, bukankah banyak temanmu yang tinggal di Sasazuka?”

“....”

Sang anak yang bernama Emilia, menghela napas dengan volume yang takkan bisa didengar oleh ayahnya, dia mengalihkan pandangannya dari buku tabungan yang selama ini dia lihat, menggelengkan kepalanya, dan mengatakan,

“Bukankah sudah kukatakan sebelumnya? Aku tidak bisa langsung meninggalkan tempat ini.”

Si anak berdiri dan duduk di sebelah ayahnya.

“Bagaimanapun, aku juga sayang dengan tempat dan daerah sini, asalkan aku hidup dengan lebih hemat, gajiku bulan sebelumnya pasti akan masuk ke dalam rekeningku, dan paling cepat aku bisa bertindak adalah setelah itu.”

“.... Begitu ya.”

“Berkat semuanya, aku saat ini tidak memiliki musuh yang harus kuhadapi. Selama aku bisa mendapatkan perkerjaan, pasti akan ada cara untuk menanganinya.”

Nada si anak tidak terdengar seolah dia sedang mendorong ataupun memaksakan diri.

Namun, insting si ayah mengatakan kalau apa yang dia sebutkan tadi, belumlah seluruh alasannya.

Apa anaknya memiliki alasan lain yang membuatnya tidak ingin meninggalkan tempat ini?

Bagaimanapun, anak ini sudah melewati banyak cobaan dan kesengsaraan, dia sekarang adalah orang dewasa yang bebas. Si ayah sama sekali tidak punya keberanian ataupun hak untuk mengungkap alasan tersebut.

“Lupakan saja aku, bagaimana denganmu, ayah? Menyebutnya hidup yang baru itu... rasanya sedikit aneh, tapi apa tinggal di Sasazuka masih lancar-lancar saja buatmu?"

“Soal itu, Acies komplain kalau bintang yang bisa dia lihat saat malam jadi berkurang.”

“Yah, bagaimanapun ini kan pusat kota.”

Si anak memberikan sebuah senyum kecut, lantas merendahkan suaranya dan bertanya,

“Lalu? Apa kau menemukan petunjuk?”

Si ayah menjawab pertanyaan itu dengan suara berat.

“Tidak... tidak ada sedikitpun kemajuan. Saat ini, sama sekali tak ada petunjuk.....”

“Begitu ya. Tapi hal ini setidaknya sudah pasti, kan?”

Si anak, Emilia Justina menoleh ke arah ayahnya Nord Justina dan mengatakan,

“Kalau ibu.... Lailah ada di bumi.”

“Sepertinya.... begitu.”

Suara Nord terdengar goyah karena merasa kurang percaya diri.

Melihat sisi tak percaya diri dari ayahnya, Emilia mengerutkan bibir,

“Maafkan aku, aku bukannya mengejek ayah. Hanya saja....”

“Bukan begitu, yah tapi mau bagaimana lagi.”

Emilia, Yusa Emi yang bukan lagi seorang Pahlawan, menatap jalanan Eifuku dan mengatakan,

“Sampai saat ini, kita masih tidak yakin apa yang Lailah rencanakan, dan untuk tujuan apa dia bertindak, ini benar-benar menjengkelkan.”


XxxxX


Dalam satu bulan ini, lingkungan di sekitar Emi berubah pesat.

Emi yang kembali ke Ente Isla untuk mencari petunjuk soal orang tuanya, terlibat dalam masalah yang tak terduga, sehingga dia tidak bisa kembali ke Jepang pada waktu yang sudah dia janjikan.

Kekaisaran Afashan menyatakan perang terhadap seluruh Ente Isla, faksi pendukung perang dari Dunia Iblis, klan Malebranche, berencana membangkitkan kembali Pasukan Raja Iblis, dan Emi terlibat dalam skema pihak Surga yang berkerja di balik bayangan sekaligus rekan lamanya Olba yang berencana memanfaatkan kedua pasukan tersebut, dan ditahan.

Raja Iblis Satan Maou Sadao, akhirnya pun tahu kalau Emi dan seseorang yang tidak bisa meninggalkan sisinya, yaitu fragmen Yesod Alas Ramus, terseret ke dalam suatu masalah.

Namun, saat Maou tidak melakukan apa-apa terhadap masalah ini, orang kepercayaannya yaitu Jenderal Iblis Alsiel alias Ashiya Shirou, juga terlibat dalam skema Surga bersama ayah Emi, Nord Justina dan dibawa ke Ente Isla.

Untuk menyelamatkan Ashiya, Alas Ramus, dan Emi, halangan terbesar dalam ambisinya menaklukan dunia, Maou dan tetangganya yakni sang penyelidik Gereja sekaligus Jenderal Iblis dari Pasukan Raja Iblis yang baru (nama sementara), Kamazuki Suzuno pergi ke Ente Isla bersama seorang gadis yang juga lahir dari fragmen Yesod.

Tujuan Olba dan  Surga adalah memanfaatkan Alsiel dan Malebrache untuk menciptakan situasi di mana kemunculan kembali Pahlawan Emilia akan mengusir Pasukan Raja Iblis dari Benua Timur.

Namun, Ashiya berhasil mengetahui rencana Surga, dan dari salah satu orang dalam Surga, Gabriel, dia merasakan adanya tujuan lain dari pertunjukan drama ini.

Dalam pertarungan di ibukota kerajaan Afashan, Azure Sky Canopy, di mana banyak motif saling menyimpang, Maou dan Acies mencuri perhatian semua orang.

Ketika Maou menyelamatkan Emi dan Ashiya dari pertarungan, di belakang, Suzuno juga membebaskan rekan Emi yang menjalani sidang keagamaan, Emerada.

Alhasil, bahkan jika berbagai pasukan di Ente Isla ingin mendapatkan Emi, Maou dan Suzuno secara sistematis berhasil membangun pondasi untuk menyegel tindakan mereka.

Emi pun menjadi sadar akan kelemahan dalam hatinya yang berhasil digenggam oleh Olba, dan kepercayaan mendalam yang dia miliki terhadap Maou yang seharusnya adalah musuh. Apalagi, dia berhasil bertemu dengan ayahnya yang dia pikir tidak akan dia lihat lagi. Terlepas dari tekad awalnya, Emi pun kehilangan identitasnya sebagai Pahlawan.

Dia yang awalnya mengikuti takdir dan harus memerangi Raja Iblis Satan yang mengancam keselamatan seluruh Ente Isla... Pahlawan Emilia Justina kini sudah tidak lagi ada.

Meski dia sudah bertemu kembali dengan ayahnya dan kebenciannya terhadap Maou tidak sekuat sebelumnya, itu tidak berarti semuanya sudah berakhir.

Sampai saat ini, mereka tidak punya petunjuk apapun soal pergerakan pelaku yang menciptakan situasi yang dihadapi Emi, Maou, dan sebagian besar penduduk Ente Isla... yaitu ibu Emi, Lailah. Dan, di saat yang sama, mereka juga tidak tahu apa tujuannya.

Selain itu, identitas asli astronot misterius yang ada di belakang para malaikat, Gabriel, Kamael, dan Raguel, juga masih belum diketahui.

Menghalangi Emi yang kehilangan motivasinya melawan Raja Iblis, adalah lautan luas misterius yang tidak bisa disebarangi dan dengan arus yang tidak bisa dipahami.


XxxxX


"Mama! Aku pulang!"

Di belakang Emi yang sedang mengernyit, sebuah suara yang sangat bersemangat terdengar, ekspresi Emi perlahan menenang setelah mendengar suara itu.

Nord menatap wajah putrinya dengan perasaan campur aduk, lantas menoleh ke asal suara itu,

"Selamat datang kembali, Alas Ramus. Ya ampun. Kenapa kau bisa punya balon itu?"

Alas Ramus kini sedang memeluk sebuah balon kuning. Dia tidak memegang pegangan plastiknya, melainkan memeluk balonnya dengan erat seperti semangka.

"Itu tadi dibagikan di depan stasiun. Sepertinya itu adalah stan yang mempromosikan internet mobile."

Orang yang menjawabnya tentu bukan Alas Ramus.

Melainkan Kamazuki Suzuno yang datang ke apartemen Emi sebagai penjaga Nord.

"Kakek! Balon!"

"Ye-yeahh..."

Nord, dengan senyum kaku di wajahnya, mengangguk ke arah Alas Ramus yang dengan bangga memamerkan balonnya.

Meski posisi Alas Ramus di sini adalah 'anak' Emi, mereka sebenarnya tidak punya hubungan darah, dan bahkan jika 'adik' Alas Ramus, Acies Ara memanggil Nord dengan sebutan 'ayah', karena Nord sendiri adalah ayah dari 'mama' Emi, maka dari sudut pandang Alas Ramus, Nord adalah kakeknya.

Emi yang sudah terima dipanggil dengan panggilan mama, menatap ayahnya yang nampak sangat depresi karena dipanggil 'kakek' dengan  ekspresi yang lebih rumit dibandingkan Nord sendiri.

"Terima kasih, Bell. Apa Alas Ramus mau menurut?"

"Yaa!!"

"Yeah, dia sangat pintar."

Sebelum Suzuno bisa menjawab, Alas Ramus sudah membuat laporannya sendiri.

Demi keamanan, Nord selalu dilindungi ketika sedang melakukan aktifitas.

Nord memang sudah dipastikan akan pindah ke kamar 101 Villa Rosa Sasazuka, tapi sebelum itu, jika dia ada perlu keluar, dia akan selalu ditemani oleh Suzuno yang memiliki waktu luang lebih.

Agar Emi dan Nord bisa membicarakan topik yang lebih serius yaitu mengenai uang, Suzuno pun membawa Alas Ramus keluar selama mereka berbicara.

"Tapi, makan donat adalah rahasia."

Selain melapor bahwa dia sudah jadi anak yang patuh, Alas Ramus juga membeberkan sebuah rahasia kecil ketika dia sedang jalan-jalan.

"Ya ampun! Kau makan cemilan di luar?"

"Itu rahasia! Kau tidak boleh bilang ke siapa-siapa!"

"Sepertinya aku harus mengajarinya makna rahasia lebih dulu."

Alas Ramus dengan bangga menatap ke arah Suzuno, Suzuno pun tersenyum malu, menatap gadis kecil itu, dan mengatakan,

"Karena dia terus berdiri di depan toko donat yang ada di stasiun dan tidak bergerak sama sekali, jadi aku tak sengaja terlalu memanjakannya. Maaf."

"Tidak, tak masalah. Aku akan membayarnya nanti. Alas Ramus, apa kau sudah berterimakasih kepada Suzuno nee-chan?"

"Ya! Tapi, itu rahasia!"

Alas Ramus, memeluk balonnya, tersenyum nakal ke arah Suzuno.

Meskipun dia paham kalau ini adalah masalah antara dirinya dan Suzuno, Alas Ramus tidak tahu bagaimana caranya menjaga rahasia, kepolosan ini tentu membuat semua orang tersenyum.

"Aku hanya khawatir kalau ini akan mempengaruhi pola makan Alas Ramus."

"Tenang. Satu donat tidak akan mempengaruhi nafsu makan anak ini."

"Baguslah."

Suzuno mengangguk, kemudian kembali menatap Emi dan Nord.

"Jadi bagaimana hasilnya? Apa kalian sudah punya kesimpulan?"

"Uh, soal itu...."

"Meski situasinya sedikit sulit, tapi itu masih bisa dipecahkan."

Dengan nada yang dipaksakan, Emi menyela Nord yang sedang menjawab pertanyaan Suzuno dengan nada memohon.

"Tapi, Emilia..."

Melihat ekspresi Nord setelah dia disela, dengan emosi yang berbeda dibanding sebelumnya, Suzuno menunjukan sebuah senyum kecut.

"Sudah kubilang sebelumnya kan, ini adalah masalahku. Jangan khawatir, dibandingkan hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini, tidak memiliki uang dan punya hutang itu bukan masalah besar."

"Tapi..... Bell-san, bisakah kau membantuku bicara dengannya....?"

Menilai bahwa dia takkan lagi bisa meyakinkan Emi yang sudah bicara demikian, Nord menoleh ke arah Bell meminta bantuan, tapi Bell menggelengkan kepalanya perlahan,

"Karena Emilia sudah memutuskannya, aku juga tak bisa bilang apa-apa."

"Terima kasih, Bell."

"Bagaimana bisa...."

Berbeda dengan Nord yang sedang panik, sebuah senyum percaya diri nampak di wajah Emilia.

"Baiklah, Nord-dono. Sudah waktunya kita kembali ke Sasazuka. Emilia punya tamu lain hari ini, dan kita juga punya janji lain."

"Ye-yeah."

"Ya sudah, Emilia, Alas Ramus, kami pergi dulu."

"Yeah, mengenai masalah ayah, aku serahkan padamu."

"Suzu nee-chan, kakek, sampai jumpa!"

"Ye-yeah...."

Dengan desakan dari Suzuno, Nord tidak punya pilihan lain selain pergi, tapi dalam perjalanan menuju stasiun Eifuku, dia masih saja menengok ke arah apartemen beberapa kali.

Melihat hal itu, Suzuno bertanya pada Nord,

"Nord-dono, apa kau khawatir dengan Emilia?"

"Eh? Uh, erhm, dengan situasi sekarang ini, aku seharusnya tidak perlu khawatir...."

"Aku sangat khawatir."

"Emilia bukan anak kecil lagi.... hm?"

Ucap Suzuno, membuat Nord yang awalnya sedih sekarang menjadi terkejut.

"Karena itu Emilia, dia pasti bilang ingin membalas hutang budinya kepada semua orang akibat kekacauan sebelumnya sendirian, kan?"

"Yeah, itu benar. Sebenarnya aku ingin membalas hutang budi itu bersamanya...."

Suzuno dan Nord melewati gerbang tiket di stasiun Eifuku dan menunggu kereta mereka.

"Sejak dulu, Emilia sudah membawa terlalu banyak beban sekaligus. Sekarang, semua beban itu seketika hilang, dan dia mungkin merasa sangat tidak nyaman. Kalau dia ingin memperoleh kembali ketenangannya, dia butuh antara tujuan yang sangat kuat, atau waktu untuk terbiasa dengan situasi ini."

"......"

Kata-kata Suzuno membuat Nord memasang ekspresi sedih dan menundukan kepalanya.

"Meski orang yang membuatnya menanggung semua beban itu tidak lain adalah aku...."

"Aku bisa menjamin Emilia tidak akan berpikir seperti itu. Faktanya, semua kecemasannya saat ini mungkin ditujukan pada Lailah. Nord-dono, sebaliknya adalah simbol baginya untuk terus mengejar mimpi ketika dia membawa beban berat itu, dan karena kau sudah berkumpul kembali dengannya, dia kemungkinan besar tidak ingin kau memikul beban apapun."

"Aku benar-benar ayah yang tak berguna. Meskipun aku tidak melakukan apapun yang seharusnya dilakukan seorang ayah...."

Nord masih menunduk.

Besok, dia akan pindah dari kediaman sementaranya di Mikata ke kamar 101 Villa Rosa Sasazuka.

Nord awalnya ingin memanfaatkan kesempatan pindah rumah ini untuk meyakinkan Emilia pindah bersamanya ke kamar kosong di Villa Rosa Sasazuka, tapi dia ditolak dengan tegas.

Normalnya, karena mereka adalah keluarga yang akhirnya bertemu kembali setelah terpisah bertahun-tahun akibat yang satu beranggapan kalau yang lain sudah mati, sekaligus ada ruang ekstra di apartemen Emi di Eifuku, sebenarnya tak masalah jika Nord pindah ke sana, tapi dengan situasi saat ini, itu bukankah ide yang bagus.

Di antara orang-orang yang terkait dengan fragmen Yesod, Nord, sebagai orang yang dianggap paling dekat dengan inti misteri ini, dia harus dijaga dengan sangat ketat.

Namun, apartemen Emi letaknya cukup jauh dari Sasazuka, di mana kebanyakan pengunjung dari dunia lain yang mengetahui situasi ini berkumpul.

Mengingat kalau Emi harus bekerja ke depannya, meninggalkan Nord sendirian di apartemen itu sangatlah mengkhawatirkan, di samping itu, sangat tidak pantas jika Nord mengikuti Emi ketika dia sedang bekerja.

Pada akhirnya, pilihan terbaik adalah membiarkan Nord tinggal di Villa Rosa Sasazuka, tempat di mana terdapat banyak orang yang mengerti situasi dan bisa melindungi.

Selain itu, meskipun Emi memiliki ruang ekstra, sebagai anggota masyarakat, tinggal bersama ayahnya di apartemen yang pada dasarnya bukan untuk keluarga tentu akan sangat menyusahkan, itu juga merupakan salah satu alasannya.

Tapi karena hal itu, Nord jadi tidak bisa memberikan bantuan apapun kepada putrinya yang sudah tidak dia temui selama 6 tahun untuk mempermudah kehidupannya.

Dan hari ini, dia sebenarnya paling tidak ingin membantu Emi meringankan hutang-hutangnya, tapi bahkan untuk itupun, dia juga ditolak.

Suzuno memandang ke arah Nord yang dipenuhi perasaan tak berdaya dengan ekspresi rumit di wajahnya.

Dari sudut pandang Nord, tidak hanya tidak bisa melalukan sesuatu untuk putrinya yang sedang berada dalam masalah, dia bahkan juga ditolak ketika ingin memberikan dukungan. Jadi tidaklah aneh bagi Nord merasa depresi karena kecemasan dan kemunduran ini.

Tapi Suzuno sama sekali tidak berpikir kalau situasi Emi seserius kelihatannya.

Bagaimanapun, orang yang memberi hutang terbesar kepada Emi tidak lain adalah Maou Sadao.

Karena dia berhasil memperoleh sihir iblis seperti saat berada dalam kekuatan penuhnya dulu, Maou pun langsung kembali bekerja di MgRonald depan stasiun Hatagaya setelah dia pulang dan menjalani kehidupannya seperti sebelumnya.

Ditambah lagi, dia juga mengizinkan musuh bebuyutannya yaitu sang Pahlawan, untuk membalas kebaikannya dengan menggunakan uang, dalam hal ini adalah Yen Jepang. Dan bagi Suzuno yang sudah kenal mereka cukup lama, dia merasa tidak perlu mengkhawatirkan keduanya.

"Tapi benar juga."

Ucap Suzuno dengan volume yang tidak bisa didengar oleh Nord.

"Bukankah kau seharusnya bisa menangani masalah ini dengan lebih cakap lagi, Raja Iblis."

Dia mengingat apa yang terjadi di hari setelah Emi dan Nord berkumpul kembali.


Setelah kembali dari Ente Isla, Emi dan Nord pun beristirahat di kamar 101 yang dibuka atas kebaikan pemilik kontrakan Villa Rosa Sasazuka, Shiba Miki.

Di hari itu, Suzuno juga berada di kamar 101 untuk memeriksa keadaan tubuh Nord.

"Permisi, Pahlawan Emilia."

Maou Sadao yang tiba-tiba turun dari atas tangga, berbicara dengan seringai jahat yang sesuai dengan gelarnya sebagai Raja Iblis.

"Oh.... Maou-san...."

Nord menyapa Maou ketika dia melihat wajah Maou, sementara Emi yang tidak tahu bagaimana harus bersikap, membiarkannya masuk terlebih dulu.

"Emilia, kau seharusnya tahu ada urusan apa sampai aku mencarimu, kan? Hm?"

Emi tidak mengerti kenapa Maou bertingkah berbeda dari biasanya, tapi dia nampak seperti sengaja melakukannya...

".... Ada apa."

Emi yang tahu kalau dia berhutang besar pada Maou, tidak bisa memperlakukan Maou dengan dingin dan hanya bisa menanggapinya secara langsung.

"Bukan apa-apa. Aku hanya ingin memintamu membayar hutang budimu padaku secepat mungkin."

Usai mengatakan hal tersebut, Maou mengeluarkan sebuah sobekan kertas dari buku catatan dan meletakkannya di depan Emi.

Kertas itu dipenuhi angka-angka yang ditulis dengan tangan.

Emi menerima catatan itu dengan ekspresi kaku dan membacanya dengan cepat, Suzuno kemudian mendapati ekspresi Emi tiba-tiba menjadi pucat.

"Apa ini?"

Suara Emi terdengar sedikit gemetar, Suzuno melihatnya dari samping dan mendapati bahwa di atas kertas yang berisi tulisan besar 'Surat Hutang' yang tertulis dengan pulpen, diikuti biaya ujian mengemudi Maou sebagai baris pertamanya, terdapat rincian biaya yang Maou habiskan demi menyelamatkan Emi semenjak Emi menghilang di Ente Isla.

Sepertinya Maou ingin Emi menggunakan Yen Jepang untuk mengembalikan kerugian finansial yang disebabkan oleh Emi pulang ke Ente Isla.

Mengabaikan kebencian mereka sebelumnya, Emi sudah sadar kalau dia harus membayar hutang budinya kali ini, tapi alasan untuk suaranya yang gemetar adalah jumlah uang yang tertulis di sana.

"Mengingat kau masih punya pengeluaran lain dan masih harus mencari pekerjaan baru, aku tidak akan memintamu mengembalikan uang itu secepatnya. Tapi sebagai professional dalam kehidupan Jepang, kau seharusnya tahu hal ini kan? Dunia ini punya sesuatu yang disebut 'bunga pinjaman'."

"Itu...."

"Raja Iblis.... bukankah kau sudah berlebihan....."

Melihat Emi menunjukan wajah tegang, Suzuno pun mengernyit, tapi Maou sama sekali tidak terganggu dengan hal itu.

"Hm? Apa kau punya keluhan? Perhitunganku ini sudah termasuk cukup baik kau tahu? Karena aku adalah Raja Iblis yang adil, aku tidak mengikutkan bagian yang memang seharusnya kupertanggungjawabkan. Dan hasilnya adalah jumlah ini."

Jumlah yang Maou tawarkan, setelah dikonversi ke Yen Jepang, totalnya adalah 500.000 yen.

Bagi Emi yang saat ini tidak punya pekerjaan, itu bukanlah jumlah yang bisa dia bayar dengan mudah.

Adapun item-item dalam rincian biaya tersebut, yang pertama adalah gaji  yang akan Maou terima berdasarkan shift-nya jika kekacauan ini tidak terjadi.

Kemudian ada biaya kompensasi karena dia tidak bisa mendapatkan SIM, dan biaya untuk ujian selanjutnya.

Berikutnya adalah biaya seluruh perlengkapan kemah termasuk makanan dan air yang mereka beli untuk perjalanan ke Ente Isla.

Ada pula biaya ganti HP yang sudah rusak parah, yang mana akan membuat orang lain terkejut setiap kali melihat HP itu masih bisa menyala.

Lalu, jumlah terbesar dalam daftar itu adalah biaya untuk membeli moped.

Suzuno yang mengamati item-item tersebut dengan wajah mengernyit, tiba-tiba menyadari satu hal.

"Raja Iblis, apa maksud dari kata-kata 'Jika jumlah ini terlalu besar untukmu, aku bisa menurunkannya menjadi 350.000 yen' ini?"

"Ah, itu benar, Suzuno. Aku juga ingin membicarakan hal ini denganmu. Moped industri yang kau beli sebelumnya itu, bisakah kau menjualnya kepadaku?"

"Apa katamu?"

"Bukankah kau bilang harga keduanya adalah 500.000 yen? Aku benar-benar menyukai moped itu, jadi aku ingin membelinya darimu setengah harga, yaitu 250.000 yen."

Honda GYRO ROOF yang Suzuno beli memang memiliki banyak fitur yang tidak dimiliki moped normal, seperti contohnya tiga roda, tenaga kuda yang didesain untuk keperluan industri, dan sebuah atap. Jika dia membeli yang baru, harganya pasti akan beberapa kali lipat lebih besar dari moped normal.

Walau Suzuno membeli yang bekas, keduanya masih berharga 500.000 yen.

Salah satu dari mereka kemudian dinamakan 'Dullahan 3 bermotor' oleh Maou, dan berkelana bersamanya di Ente Isla, tapi karena Maou terlalu ceroboh, kedua GYRO itu pun ditinggalkan di Ente Isla.

Meskipun Emerada dan Alberto berhasil mengambil barang-barang itu kembali dan mengirimkannya ke Jepang.....

"Dari 500.000 yen itu, 250.000 yen-nya adalah untuk membeli moped. Tapi karena kau tidak bersedia menjualnya padaku, maka aku hanya bisa memilih moped yang kuinginkan dari model lain. Harga GYRO itu termasuk tinggi di antara berbagai jenis moped. Jika persyaratannya tidak terlalu tinggi, 100.000 yen mungkin bisa membeli moped 50cc yang cukup bagus, jadi dalam situasi di mana Suzuno tidak bersedia menjual GYRO-nya kepadaku, total biayanya akan menjadi 350.000 yen."

".... Aku tidak mau. Akulah pemilik kedua GYRO itu. Kau sudah menggunakan mereka dengan ugal-ugalan tanpa seizinku, dan ketika kau sudah memperbaikinya, aku bermaksud menjual mereka kepada penjual dan membeli yang baru. Kalau kau menggunakan sihir iblismu, seharusnya kau bisa membuat mereka kembali ke kondisi asalnya, kan?"

Suzuno menggelengkan kepalanya seolah merasa jengkel, tapi Maou nampak sudah menduga jawaban Suzuno.

"Mau bagaimana lagi. Dengan begini, jumlah yang kuminta pada Emi akan menjadi 350.000 yen."

"Tunggu, Raja Iblis. Sebenarnya permintaan itu sendiri sangat tidak masuk akal....."

Tepat ketika Suzuno hendak membantahnya, Maou mengangkat sebelah tangannya dan menghentikan Suzuno.

"Diam, Suzuno. Karena kau tidak bersedia menjual GYRO itu kepadaku, maka kau tidak punya hak untuk ikut campur dalam masalah ini. Uang yang kugunakan untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan Emi dan makanan Acies, tidak termasuk di sini. Jika kau tidak puas, aku masih punya kwitansi pembelian perlengkapan kemah itu. Aku juga bisa menjelaskan semuanya dari awal, kau tahu?"

"....."

Emi diam-diam menguatkan pegangannya pada surat hutang tersebut, melihat hal itu, Suzuno pun dengan cepat menunjukan kontradiksi dalam kata-kata Maou.

"Tunggu dulu, Raja Iblis. Entah kau ingin membeli GYRO-ku ataupun membeli moped yang baru, tak ada alasan bagi Emi untuk membayarnya kan? Dalam situasi kali ini, ini berbeda dengan saat aku membelikanmu sepeda. Tak masalah jika sebelumnya kau sudah punya moped dan itu rusak dalam perjalanan, tapi membeli moped baru itu hanya keinginan pribadimu, kan?"

"Huh? Apa yang kau katakan?"

Akan tetapi, Maou dengan dingin membantah protes Suzuno.

"Sebenarnya, aku bisa meminta 'hadiah' dalam bentuk lain, kau tahu?"

"Hadiah?"

"Benar. Bagiku, selama Ashiya dan Alas Ramus selamat, tak masalah jika aku meninggalkan Emi. Meskipun pada akhirnya aku harus menanggung tanggung jawab besar untuk ladang ayahnya, mengabaikan poin itu, aku sebenarnya tidak perlu membantu 'Pahlawan Emilia' melepas ikatannya dengan Benua Timur dan Ente Isla."

"Uh, tapi soal itu..."

"Karena Alas Ramus dan Emi adalah satu, maka menyelamatkan Alas Ramus juga berarti menyelamatkan Emi, alasan semacam itu takkan mempan terhadapku. Lagipula bagiku, Alas Ramus adalah putriku, tapi Emi tetaplah musuhku."

"......"

Alasan Maou yang tidak bisa dianggap aneh, membuat Emi dan Suzuno terdiam.

"Hadiah untuk menolong seorang musuh hanya bernilai sebuah moped seharga beberapa puluh Yen, kau seharusnya berterima kasih atas kebaikanku, tak ada alasan untuk komplain padaku, kan?"

Mereka berdua tak bisa membantah kata-kata Maou.

Dari sudut pandang Suzuno, meski kelihatannya Maou banyak mengeluh sebelum pergi ke Ente Isla, dia sebenarnya sangat khawatir dengan Emi.

Setelah mereka kembali ke Jepang, dia juga menunjukan sisi baiknya dan tidak mengganggu Emi sebelum Nord terbangun.

Tentu saja, seperti yang Maou katakan, Emi dan dia takkan berdamai hanya karena insiden ini.

Hanya saja, dia seharusnya tak perlu menyebutkan masalah itu ketika ada Nord, melakukan hal demikian bisa dibilang kurang perhitungan.

"Tapi....."

"..... Baiklah, aku mengerti."

Meski Suzuno sulit menerimanya, Emi yang dari tadi hanya terdiam, mengangguk dan menjawab demikian usai menghela sebuah napas dalam.

"Aku hanya perlu melunasi semua ini, kan?"

"E-Emilia?"

Emi mengabaikan Suzuno yang terkejut dan terus menatap Maou.

"Jika.... jika ini cukup untuk melunasi semuanya, maka ini termasuk murah."

Ucap Emi dengan suara tenang, sementara Suzuno sama sekali tidak mengerti apa yang Emi rencanakan dengan mengucapkan kata-kata itu.

Namun, karena alasan yang tak diketahui, Maou juga membelalakkan matanya sama seperti Suzuno. Padahal jawaban itu adalah apa yang dia inginkan.

"O-oh? Ka-kau sungguh berani, ya? Emi, kubilang ya, itu adalah 350.000 yen, kau tahu itu, kan? 350.000 yen itu artinya aku meminta 350.000 yen darimu, kau tahu? Itu merujuk pada 350.000 yen Jepang yang didistribusikan oleh Bank Jepang ataupun percetakan uang logam Jepang."

Hal itu sebenarnya tak perlu dijelaskan lagi oleh Maou, tapi dia dengan sengaja menekankan kata 350.000 yen.

"Aku tahu itu, terus kenapa?"

Namun, Emi sekali lagi mengangguk dengan tenang.

"Ja-jadi, apa, uh, apa kau bisa membayarnya?"

Sebaliknya, justru Maou lah yang terlihat kehilangan ketenangannya.

"Apa. Bukankah kau datang untuk menagih hutangmu? Aku tahu aku berhutang budi padamu, jadi aku akan membayarnya."

"O-oh... Be-benarkah?"

"Tapi mengenai masalah itu, datanglah dan temui aku lain kali setelah kau memastikan ini."

"A-apa? Memastikan? Memastikan apa?"

Emi menunjuk 'hadiah' yang diperdebatkan dalam surat hutang tadi, yang mana juga diketahui sebagai moped.

"Jumlah ini hanya angka kasarnya, kan? Ketika kau sudah mengetahui harga moped yang kau inginkan serta biaya asuransi dan biaya-biaya lain,  tulislah itu di surat hutang lain!"

"Ye-ah... Yeah..."

Maou mengangguk, dan dengan hati-hati mengambil surat hutang itu kembali.

"Apa kau sudah selesai?"

"Ye-yeah... uh, erhm...."

Maou, entah kenapa, mengangguk dengan kikuk.

"Kalau begitu maafkan aku, bisakah kau pergi sekarang? Aku masih harus membeli beberapa barang lagi nanti."

"A-aku mengerti. Permisi."

Berbeda dengan Emi yang dari awal sampai akhir berbicara dengan sangat tenang, Maou berbalik dan meninggalkan kamar 101 dengan sikap yang sepenuhnya berbeda dari saat ketika dia masuk.

"Raja Iblis...."

Suzuno hendak memulai percakapan dengan punggung itu....

"....."

Tapi setelah melihat benda seperti majalah yang tergulung dan dimasukkan ke dalam saku celana belakang Maou, yang juga terllihat lungset karena diduduki, Suzuno pun terdiam.

"Serius ini... karena kau terlalu berbelit-belit ketika melakukan sesuatu, inilah hasilnya."

Suzuno menaiki kereta yang memasuki stasiun Eifuku, dan tanpa peduli apakah obi di kimononya akan jadi kusut nanti, dia duduk di salah satu kursi dibarengi sebuah helaan napas dalam.

Satu minggu setelah kejadian itu.

Meskipun mopednya masih tertunda karena Maou belum memutuskan mana yang ingin dia beli, Emi kini sudah membayar Maou dengan sebuah HP baru, biaya dua kali ujian mengemudi, seluruh set perlengkapan kemah, sekaligus separuh gaji kerja selama seminggu untuk satu orang.

Memang moped dan separuh gaji Maou belum dilunasi, tapi dari apa yang Nord ketahui, tabungan Emi sekarang sudah mencapai titik terendahnya.

Tak peduli seberapa besar bayaran yang Maou minta, seharusnya tidak semudah itu menguras tabungan Emi, tapi selain Maou, Emi nampaknya juga kekeuh ingin membayar hutang yang dia miliki dengan Emerada.

Itu adalah biaya perjalanan yang Emi pinjam dari Emerada ketika dia kembali ke Ente Isla, Emi bersikeras karena dia sudah berjanji akan membalas Emerada, jadi dia pasti akan membayarnya.

Emerada memang takkan menagih hutang itu seperti Maou, dia bahkan bilang tak masalah jika Emi tidak mengembalikannya, dan meskipun Emi harus membayar, takkan mungkin ada yang namanya tenggat waktu, tapi Emi selalu saja bilang....

'Jika aku tidak mengembalikan semuanya sekarang, aku takkan bisa melangkah maju.'

Di dalam kereta yang terus berguncang, Suzuno menatap ke arah Nord dengan hati sakit.

Saat ini, Nord sudah tahu kalau Maou adalah Raja Iblis Satan yang berencana menguasai Ente Isla.

Tapi sebelum Emi dan Suzuno tahu kebenarannya, Nord sudah terlibat ke dalam insiden fragmen Yesod, jadi dia tidak memiliki kebencian sepihak apapun terhadap Raja Iblis.

Nord yang sekarang hanya menyesali fakta bahwa putrinya telah menjumpai seorang pemberi hutang yang memiliki sifat jahat.

Ditambah lagi, tidak hanya sebagian alasan itu berasal dari dirinya, Emi bahkan juga menolak bantuannya, semua itu tentu membuat si ayah merasa malu.

"Masa depan yang Chiho-dono harapkan sebenarnya sangat dekat, tapi juga sangat jauh."

Cara menguasai dunia yang bisa membuat Raja Iblis dan Pahlawan hidup dengan harmonis.

Sepertinya harapan gadis SMA yang menyukai baik Raja Iblis maupun Pahlawan di saat yang sama itu takkan pernah terpenuhi.

Dengan tibanya kereta di stasiun Meidaimae di jalur Keio Inokashira, Suzuno mengakhiri renungan pendeknya, turun dari kereta dan bersiap berganti jalur.

"Nord-dono, pertama-tama, ayo kita kemasi barang-barang untuk pindah rumah."

"Oh...."

Karena tak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya, mereka hanya bisa menangani masalah yang ada di hadapan mereka.

Untuk pergi ke rumah lama Nord, mereka harus berjalan menuju peron lain menunggu kereta yang menuju ke arah Keio-hachioji.

---End of Part 1---





Translator : Zhi End Translation..
Previous
Next Post »
1 Komentar
avatar

keren bro,tetap semangat ya translate nya

Balas