Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 16 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 16 : Suatu Pagi Di Rumah Keluarga Natsuki


Baca Light Novel Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 - Chapter 16 Bahasa Indonesia


Chapter 16 : Suatu Pagi Di Rumah Keluarga Natsuki.

"HA-HAHA", mendengar tawa yang memekakkan telinga, Subaru sedikit menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir rasa kantuknya. Ketika membicarakan tentang bangun tidur sendiri, Subaru selalu merasa sedikit bangga bisa bangun dengan cepat, tapi jika dipaksa bangun dari luar, hal itu merupakan masalah yang benar-benar berbeda.

Seolah-olah darah masih belum mengalir ke otaknya, Subaru menggosok kelopak matanya yang agak sakit, kemudian, dia memandang sekelilingnya.... Dan kamar lamanya yang terasa sangat familiar pun memenuhi pandangannya.

Rak buku yang dipenuhi dengan manga dan light novel serta jeans dan jersey yang berserakan di lantai. Di meja belajar yang sudah tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk waktu yang lama, terdapat tumpukan buku yang baru separuh dibaca, ada pula televideo yang memiliki fitur recording yang saat ini secara eksklusif digunakan untuk bermain game, yang mana keberadaannya benar-benar mengundang simpati bagi siapapun yang melihatnya.

Berbaring di futon yang sudah tidak dijemur untuk waktu yang lama, menggertakkan persendian lehernya, karena alasan yang tidak diketahui, Subaru merasa ganjil dengan pemandangan yang ada di hadapannya.... Dan apa-apaan gemerisik yang ada di dadanya ini?

"O-y, oy, diabaikan itu bahkan bisa membuat pak tua seperti diriku menangis, kau tahu? Ini tuh pagi yang segar dan menyenangkan, jadi ikutilah suasananya, dan melompat seperti ~DONG~, dan bangun!!"

"Maksudmu sensasi selamat datang pagi hari yang menyegarkan setelah dibangunkan dengan sebuah tindihan? Hentikan lelucon ini, ayolah. Ini lebih seperti 'Aku bisa mendengar tulang-tulangku membuat suara berisik sekarang, aku lebih baik kembali tidur dan memulihkan diri!'"

Menolak untuk dibangunkan, Subaru sekali lagi menyeret dirinya kembali masuk ke dalam futon. Melihat Subaru memunggunginya dan tidak memberikan ruang untuk negosiasi, orang yang berdiri di samping futon pun mulai membuat suara tidak senang "A~P~A~I~N~I~A~P~A~I~N~I",

"Ini adalah masa pemberontakan! Ini masa pemberontakan, 'kan? Aku sudah tahu hari ini pasti akan datang, tapi aku tidak menyangka kalau itu akan datang pagi ini, aku masih belum siap! Dan aku malah menyiapkan sarapan yang kusiapkan agar bisa berbincang dengan anakku!! S~I~A~L, aku benci menjadi tak berda.....ya!"

"Kalau kau sudah mengatakan itu, kenapa kau masih memegang kakiku...... Oy, tunggu, owowowowowow!!"

"BA~~~~IK, aku sudah memutuskan untuk berbincang denganmu sampai besok pagi. Pertama adalah bahasa tubuh!! FIGURE-FOUR, FIGURE-FOUR!! Ini dia, ini sangat bagus untuk membangunkan persendian kan?"

(T/N : Figure-four, semacam teknik kuncian dalam gulat, cek google untuk lebih jelasnya.. :3)

Kakinya diputar dengan kuncian figure-four, Subaru melambai-lambai ke sisi lain ketika Kenichi memberikan critical-damage pada lutut dan tulang keringnya. Semakin keras Subaru meratap, semakin sungguh-sungguh pula Kenichi tertawa, seolah-olah dipenuhi dengan kebahagiaan hidup.

"Oho, apa ini apa ini. Semua pertumbuhan dan latihan setiap hari itu, apa kau tidak malu merasa kesulitan ketika menghadapi pak tua paruh baya ini? Mwahahahah... Ow, tunggu, ow! Sakitsakitsakitsakitsakit!!"

"Bodoh!! Memilih menggunakan kuncian figure-four yang mudah diserang balik sebagai seranganmu, ayah memang sudah tua! Memutar tubuhku, dan aku akan mengembalikan seranganmu dengan kekuatan yang setara, sambil membalas dendam pada orang yang sudah mengunciku dengan figure-four ini... Ow, tunggu, jangan dibalik, jangan dibalik... Ow, owowowo!!"

Dengan tangan dan kaki yang terulur, kedua pria dewasa tersebut saling menjerat satu sama lain dengan suara gaduh mereka yang terus bergantian. Setiap kali si penyerang dan si korban bertukar tempat untuk mengeluarkan jerit penderitaan mereka, setiap kali itu pula, keributan mereka menjatuhkan buku-buku yang ada di meja dan membuat game-station jatuh ke samping.

Ketika kegaduhan ayah-anak itu akan mencapai puncaknya....

".... Hentikan kalian berdua. Ibu sudah lapar, kau tahu, aku ingin memakan sarapanku."

Mendengar sebuah suara tenang dan ketukan aneh masuk ke dalam kamar, serangan mereka yang saling bergantian pada persendian masing-masing pun berhenti di tempat.

Setengah menangis kesakitan, di sudut pandangannya yang buram, Subaru melihat seseorang sedang berdiri di pintu... Dia adalah seorang wanita yang memiliki kesan seperti agak linglung, dia berdiri di sana dengan sebuah tatapan jahat. Pada pandangan pertama, ketajaman dari pandangannya memberikan kesan kalau dia sedang berada dalam mood yang buruk, tapi pada kenyataannya, setelah mengenalnya selama 17 tahun, Subaru tahu kalau wanita itu sama sekali tidak pernah berpikir seperti itu.

Hanya dengan mata jahat mereka, sudah cukup untuk membuat kita tahu kalau mereka adalah ibu dan anak, dia adalah ibu Subaru, Natsuki Naoko.

Dengan munculnya sang ibu, Kenichi pun mengatakan "oh sial", dan menjulurkan lidahnya sambil melompat.

"Maaf, maaf, aku terlalu terbawa suasana dengan waktu mesraku bersama Subaru. Tapi kau bisa makan terlebih dahulu kalau kau mau."

"....?? Tapi sebuah keluarga selalu makan bersama di pagi hari, mana mungkin aku makan duluan? Bukankah lebih baik kalau semuanya makan bersama-sama?"

Dibingungkan oleh kata-kata Kenichi, Naoko memiringkan kepalanya dengan tanda tanya besar melayang di atas kepalanya. Ini tidak seperti Naoko mengejek Kenichi atau semacamnya, ini lebih seperti dia hanya mengatakan apa yang sedang dia pikirkan.

Melihat istrinya seperti itu, Kenichi dengan bersemangat menganggukan kepalanya.

"Aha, begitu ya. Itulah wanita yang kunikahi! Baik, aku mengerti! Sarapan memang terasa lebih enak ketika semuanya makan bersama-sama!"

"Sarapan, makan siang, ataupun makan malam, aku tidak berpikir kalau itu akan merubah rasanya, iya kan? Hanya saja, ketika semua orang makan bersama, kita bisa membersihkan piringnya sekaligus!"

"Aw, maksudmu piring-piringnya. Maaf, aku terlalu bersemangat!!"

Mendengar penjelasan yang sangat biasa itu, wajah Kenicihi yang terlihat seperti baru mengatakan kalimat yang bagus pun menjadi suram. Menjatuhkan pundaknya, Kenichi menatap Naoko dengan ekspresi ragu-ragu, tapi Naoko hanya terus menatap Subaru yang masih berbaring.

"Kau harus ikut makan juga, Subaru. Bagaimanapun, aku sudah berusaha keras untuk membuat sarapan Subaru pagi ini."

Dan kemudian, Naoko memberikan sebuah senyum yang lemah dan ceria pada Subaru, sebuah senyum yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang dekat dengan dirinya.


XxxxX


.... Menggosok matanya yang masih ngantuk sambil dengan enggan berjalan menuju meja makan di lantai pertama, kesadaran Subaru yang masih samar tiba-tiba dibangunkan oleh sebuah bau.

"Bu..., meski kau bilang kau sudah berusaha keras untuk membuat ini untukku....."

"En. Ibu memang berusaha keras demi Subaru. Aku sudah bangun dan menyiapkan semua ini dari pagi."

"Fufu", Naoko dengan bangga mengeluarkan sebuah suara dari hidungnya karena beberapa alasan. Tidak bisa menemukan jejak rasa bersalah dari sikap itu, Subaru pun mendesah.

Mengikuti desahan Subaru, datang dari kamar mandi dan melihat-lihat meja makan, Kenichi pun mengatakan "Oh", dengan tanda seru di atasnya.

"Ini keren Subaru. Kau mendapat menu special di piringmu. Itu seperti hutan hijau."

"Terima kasih sudah menunjukannya. En, ini memang terlihat seperti itu... Sebenarnya ada apa ini? Kenapa hanya piringku yang memiliki tumpukan kacang hijau di atasnya?"

Mengangguk menanggapi pengamatan Kenichi, Subaru pun menunjuk ke arah tumpukan tersebut... Terletak di depan tempat duduknya yang biasa, selain menu sarapan yang lain, piring tersebut memiliki sebuah aura yang mengerikan. Terdapat sebuah tumpukan raksasa kacang hijau yang tertimbun di sana, seolah-olah mereka mencoba membalas kematian anggota keluarganya, dan, itu juga tidak jelas apakah semua makanan lain terkubur di bawahnya sehingga yang terlihat hanya kacangnya, ataukah memang tidak ada makanan lain di piring itu sejak awal. Asal kalian tahu saja, Subaru itu tidak suka kacang.

"Well, beberapa waktu yang lalu, Subaru bilang kalau benci kacang hijau kan? Ibu pikir tidak baik kalau kau pilih-pilih makanan. Jadi aku menggunakan kesempatan ini untuk membuatmu memakan kacang yang banyaaaak, sehingga kau bisa mengatasinya."

"Jadi ibu ingat sebuah ingatan acak dari 'Beberapa waktu lalu' dan memutuskan untuk menghilangkan kebiasaan burukku ya.... Dan apanya yang kesempatan... Hari ini bukan hari khusus atau semacamnya kan?"

"Fufu, kau ini masih muda Subaru. Baiklah, dengar, tidak peduli apapun waktunya, hari ini dan momen ini hanya bisa kita jalani di sini dan saat ini juga. Kau mungkin berpikir kalau masih ada hari lain seperti ini sekali lagi, tapi dengan begitu, kau mungkin akan membiarkan banyak momen terlewat begitu saja...."

"Sudah cukup."

Mengesampingkan Kenichi yang dengan santainya masuk ke dalam percakapan mereka, Subaru menghela napas panjang dan duduk di kursinya. Lalu, dia mendorong piring dengan tumpukan kacang tersebut menjauh dari dirinya,

"Pokoknya, aku hargai keinginan ibu menyiapkan ini khusus untukku, tapi aku tetap tidak mau kacangnya. Aku tidak ingin mengisi perutku dengan sesuatu yang paling kubenci di pagi hari."

"Lagi-lagi begitu. Lalu, jika tidak ada makanan lain yang bisa dimakan selain kacang hijau, apa yang akan kau lakukan? Kau pasti akan memakannya kan?"

"Di dunia seperti itu, kita semua pasti akan segera mati karena kekurangan gizi, jadi ini bukan seperti memakan kacang adalah hal yang sangat bagus. Jadi, aku tidak akan memakannya."

Membalas argumen payah Naoko dengan jawaban payahnya, Subaru melipat tanganya dan membusungkan dadanya.

"Meskipun terjadi Armageddon, aku tetap tidak akan memakan kacang."

"Gezz, dalam kehidupan, kau pasti akan kalah jika kau pilih-pilih makanan seperti ini. Oh ibu, aku ingin bertukar tomat yang ada di saladku, aku tidak menyukainya, jadi kau boleh memakannya untukku."

"Itulah ayahku..... membantah bagian pertama dari kalimatnya dengan bagian keduanya."

Si ayah meletakkan potongan tomat ke dalam salad si ibu, dan mengambil beberapa potong telur milik si ibu sebagai gantinya. Karena ini adalah pertukaran mereka yang biasanya, tidak ada seorangpun yang mengeluh mengenai pemahaman antara suami istri ini. Menoleh ke samping, Subaru pun memandang menu sarapan yang lain selain kacang..... di hadapan sup miso hangat dan roti madu yang memiliki banyak madu di atasnya, Subaru menepukkan tangannya.

"Kalau dipikir-pikir, ada apa dengan kombinasi Timur-Barat ini?"

"Ibu memiliki setumpuk rumput laut untuk sup miso, dan ibu juga menyukai madu yang ada di roti."

Itu bukanlah suatu jawaban. Tapi, ini terlalu merepotkan untuk membeberkan hal tersebut. Meski Subaru mengajukan keberatannya di sini, dia mungkin hanya akan melihat Naoko memiringkan kepalanya sebagai jawaban dari bantahan tersebut.

Subaru diam-diam mengatakan "Itadakimasu" sambil membawa sup miso ke dalam mulutnya, Kenichi dan Naoko juga duduk di kursinya masing-masing... dengan rapi duduk bersebarangan dengan Subaru.

Mereka berdua juga menepukkan tangan mereka dengan "Itadakimasu", dan kemudian, dengan gerakan yang sama persis, mereka menyesap sup miso mereka. Tidak ada yang menyadarinya, tapi mereka bertiga melakukannya bersama-sama dengan pola yang tersinkron sempurna.

"Oooh, sup miso ini.... Bu, apa masakanmu menjadi semakin baik saat aku tidak mengawasinya?"

"Ayah menyadarinya? Sebenarnya, kemarin aku merekam sebuah pertunjukan 3 menit memasak, kau tahu."

Jadi begitu.
Mendengarkan jawaban Naoko yang tidak sesuai terhadap pujian Kenichi yang terlalu baik, wajah Subaru pun mulai berkedut. Menilai dari bagaimana Naoko yang selalu mengatakan apa yang sebanarnya terjadi, ketika dia bilang 'merekam', dia mungkin hanya merekamnya tanpa menontonnya. Dan kemudian, kemungkinan besar, dia hanya meletakkan begitu saja tanpa pernah menontonnya. Bahkan,

"Memikirkan apa yang sudah ayah katakan pagi tadi, sup miso dan rotinya pasti buatan ayah kan?"

"Oyoy, sungguh mata yang tajam, anakku. Jadi kau menyadarinya.... Pertentangan pada kesaksian dan bantahanmu! Apa semua itu berdasarkan pada bukti?"

"Kenapa kau masih kecanduan dengan game tua itu di era seperti sekarang ini? Meskipun ya, itu memang sangat klasik!"

Dia pasti mengambil gameboy dari meja Subaru atau semacamnya. Hal itu pasti sangat hebat digunakan untuk membunuh waktu ketika di sela-sela pekerjaan.... tapi hanya membayangkan pemandangan di mana seorang pria paruh baya kecanduan bermain gameboy saja, sudah membuat punggung Subaru terasa gatal.

Dan, mengunyah roti manis tersebut sambil mengatakan hal itu, Subaru memulai dengan "Ngomong-ngomong...."

"Hari apa ini, ayah, kenapa kau masih belum berpakaian? Memang ini sudah hampir panas, tapi tidak peduli apa yang terjadi, berkeliaran hanya dengan memakai kaos lari dan celana dalam panjang seperti itu sudah sedikit terlalu berlebihan kan?"

"Bukankah kau memakai celana dalam panjang juga? Selain itu, ayah memang seperti itu kau tahu, dengan terbangun di pagi hari aku mendapatkan TENSI, sehingga aku harus pergi ke halaman untuk menggosok tubuhku dengan handuk kering atau semacamnya."

"Menggsok dengan handuk kering, bukankah itu adalah sesuatu yang hanya bisa membantu saat cuaca sedang dingin?"

"Itu hanya masalah alasan! Kalau kau terjebak dengan hal semacam itu sebelum menetapkan sesuatu, kau tidak mungkin akan sampai ke tempat di mana kau ingin pergi. Ayolah, bu, bantu aku di sini!"

"Itu benar Subaru. Karena sekarang tidak dingin, aku menggunakan tatapan yang benar-benar dingin untuk menatap ayahmu ketika dia sedang menggosok tubuhnya, kau tahu."

"Itu? Sayang, itu tidak membantu sama sekali."

"Ehh... Bukankah itu sudah membantumu? Itu benar-benar tatapan yang dingin kau tahu."

"Itu bukan bantuan, tapi serangan pamungkas!"

Melihat Kenichi berayun di atas kursinya yang berderit untuk menunjukan ketidaksenangannya, Naoko hanya membuat komentar yang tidak sesuai, "Hal itu akan membuat debunya berterbangan, aku akan membersihkannya nanti."

Menyaksikan orang tuanya seperti itu, Subaru merendahkan pandangannya dan terus memakan sarapannya. Kemudian, Subaru mendorong piring yang berisi kacang hijau ke depan Kenichi, dan karena Kenichi juga tidak menyukainya, dia mendorongnya ke depan Naoko, dan Naoko mendorongnya kembali ke depan Subaru, menciptakan sebuah lingkaran setan.

"Sepertinya kita sudah membuat pola di mana tidak seorangpun mau memakan ini. Apa yang akan kita lakukan, kita punya tumpukan besar kacang di sini. Ini, ibu saja yang makan, bertanggung jawablah!"

"Tapi, ibu juga tidak suka kacang hijau..."

"Lalu apa yang coba ibu lakukan dengan meminta orang lain mengatasi sifat pilih-pilih mereka?"

"Ah, tapi jangan salah paham. Ibu tidak hanya membenci kacang hijau.... tapi semua benda bulat kecil pada umumnya. Itu sangat menjijikkan menaruh mereka ke dalam mulutku."

"Salah paham macam apa yang hanya membuatmu terdengar semakin tidak kredibel?"

Sebenarnya, Subaru memang tidak pernah melihat ibunya meletakkan apapun yang berbentuk seperti kacang ke dalam mulutnya, jadi memikirkan hal ini, Subaru mendorong piringnya ke arah Kenichi.

"Kalau begitu, tanggung jawab seorang istri harus diambil oleh si suami, jadi ayah saja yang makan."

"Jangan mengatakan sesuatu yang terdengar sangat sepi, Subaru. Kita ini keluarga dekat dan ramah yang sangat jarang di zaman seperti sekarang ini, kan? Artinya jika kau dan ibu membencinya, maka aku juga membencinya."

"Ini tidak membuat seorangpun bahagia dan hanya membuat masalah, dasar piring hijau ini!!"

Mereka adalah kacang hijau yang tidak seorangpun ingin memakannya. Pada akhirnya, Kenichi membuat sebuah keputusan, "Kita bisa mencampurnya ke dalam pilaf sebagai upaya terakhir. Kita akan menyerangnya dengan nasi dan daging yang begitu banyak sehingga kacang-kacang itu bisa lenyap, hehehehe!", dengan ekspresi ilmuwan gila di wajahnya.

(T/N : Pilaf : semacam makanan pokoknya, cek di google kalo pengen tau bentuknya. :3)

Jika kacang tersebut dicampur ke dalam sesuatu yang lain, mungkin Subaru bisa menjadi sedikit toleran, tapi Naoko tetap menganggap kalau benda yang menjijikan tetaplah benda yang menjijikkan, tidak peduli dengan apa mereka dicampur. Jadi pada akhirnya, kedua pria itulah yang terjebak memakan ramuan tersebut.

"Aku kenyang!"

"Oui, Osamatsu-san. Bagus, kau mencuci piringmu dengan cepat, sekarang waktunya untuk mencerna semuanya dan bersiap-siap untuk kompetisi di sekolah, Subaru!"

"Aku sudah lelah mendengar pola untuk menyuruhku kembali ke sekolah ini. Sebenarnya, aku tidak ingat sudah dibesarkan menjadi anak nakal yang langsung kabur segera setelah dia selesai makan."

Meletakkan piringnya ke dalam wastafel, Kenichi berbalik dan memperlihatkan gigi-giginya. Tapi melihat hal ini, Subaru mengangkat bahunya dan bangkit dari meja makan. Meninggalkan mereka dengan suara pelan "Aku akan tidur sampai siang", dan menggaruk kepalanya, Subaru berjalan menuju kamarnya di lantai dua.... Kemudian, kakinya tiba-tiba berhenti.

"A-pa ini....?"

Merasakan rasa sakit yang menyerang pelipisnya, Subaru menekan kepalanya dengan pelan dan menutup matanya. Sebuah cahaya yang menyilaukan mata bersinar di belakang kelopak matanya yang tertutup. Sebuah serangan panas juga membara di dalam tenggorakannya.

Ada sesuatu yang tidak beres. Sesuatu yang aneh sedang terjadi.

Menoleh, Subaru melihat wajah kedua orang tuanya.

Bibir Kenichi cemberut, merasa kecewa karena ajakannya ditolak, sementara Naoko membersihkan meja makan dengan sebuah kain, menatap Subaru dengan tatapan kesepian di matanya.

Menghadapi pandangan ayah dan ibunya.... menyadari emosi yang mereka bawa, Subaru tidak bisa lagi mengabaikan siksaan panas yang ada di dalam dadanya. Merasakan wajahnya terbakar, Subaru pun membalik punggungnya sehingga mereka tidak bisa melihat ekspresinya, Subaru pun lari.... atau agaknya, dia lari menuju ke dalam kamarnya.

"Apa ini? Kenapa aku merasa seperti ini?"

Memegang dadanya, Subaru terengah-engah, terkejut oleh kecepatan detak jantungnya. Menjatuhkan diri di atas futon layaknya sedang pingsan, Subaru dengan resah menolehkan matanya ke seluruh kamar.

Kamarnya sama seperti saat dia bangun. Bahkan kamar ini tidak ada bedanya dengan kamar di mana dia tertidur di malam sebelumnya. Semuanya sama, tidak ada perbedaan yang terjadi di kamar ini, seolah-olah terus berada dalam keadaan bekunya.
Layaknya sebuah gambaran sempurna dari kebekuan tuannya, Subaru.

Melihat ke arah jam, saat ini menunjukan jam 8 pagi. Sekolah dimulai jam 08:30, dari rumahnya menuju ke sekolah membutuhkan waktu 20 menit dengan menggunakan sepeda. Sebenarnya tidak mustahil untuk sampai ke sana tepat waktu.

Namun, Subaru tidak berganti pakaian, dia hanya diam memeluk lututnya di atas futon, dan terus menatap pergerakan jarum jam. Detik demi detik, jarum detik terus bergerak, sampai pada akhirnya, perlahan jarum menit mencapai angka ke sepuluh..... batas waktu pun telah terlewati.
... Dia tidak mungkin bisa sampai ke sekolah tepat waktu hari ini.

"Tidak ada yang bisa kulakukan. Benar, tidak ada yang bisa kulakukan."

Jika ada sedikit lebih banyak waktu bagi dirinya untuk mengumpulkan tekadnya, dia mungkin akan pergi.
Tapi, sang realita tanpa ampun sudah membebankan batas waktunya pada Subaru.
Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain baginya hari ini. Tapi meski begitu,

".... Biasanya, aku sudah menjadi tenang sekarang. Apa yang terjadi?"

Detak jantungnya tidak ingin menenang, napasnya yang tidak teratur, sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda menjadi stabil.
Dibingungkan oleh apa yang terjadi pada tubuhnya, Subaru bahkan merasa takut dengan suara giginya yang bergemeretak.

.... Bagi Subaru, waktu di pagi hari seperti ini adalah waktu yang paling menakutkan dalam suatu hari.

"Tenang, tenang..... waktunya sudah lewat. Tidak masalah untuk tenang sekarang. Semuanya akan baik-baik saja."

Menekan tubuhnya yang menggigil, Subaru mengatakan hal tersebut pada dirinya sendiri, lagi dan lagi.

Sekarang adalah saat di mana ritual hariannya yang mengerikan berakhir. Besok pagi, di waktu yang sama, dia pasti akan menemui kengerian yang sama lagi, tapi setidaknya, dia sudah melewatinya untuk hari ini.
Tidak ada seorangpun yang mendorongnya, dan tidak ada seorangpun yang memaksanya. Satu-satunya orang yang menghantuinya, membenamkan kecemasan itu ke dalam hatinya, tidak lain tidak bukan adalah Subaru sendiri.

Pergi ke sekolah atau tidak.... pilihan itu sendiri sudah memaksa waktu saat ini untuk membawa penderitaan pada Subaru.

Menolak untuk pergi, membolos untuk waktu yang sangat lama, tidak bisa menghadapi kelemahanya, saat ini, hal itu hanya menambah kesalahan di atas semua kesalahannya.

Menunggu waktu terlewat bersama dengan siksaan sikap rendah diri dan kebencian diri, hingga pada akhirnya kemungkinan untuk pergi ke sekolah lenyap, Subaru akan merasa terbebaskan karena ingat hari yang akan dia habiskan dengan bermalas-malasan.

Karena dia sudah pernah mengalami penderitaan ini hari demi hari, Subaru tahu lebih dari siapapun bagaimana rasanya perasaan lega tersebut. Melekat pada kelemahannya sendiri, Subaru tidak bisa melakukan apapun selain terus menemukan alasan, namun, mereka semakin menjadi tidak masuk akal.

Tapi, berhasil mendapatkan semua itu, waktu seharusnya sudah terlewati....

"Tapi kenapa hanya hari ini...."

Rasa bersalah karena kebencian terhadap dirinya sendiri, kegelisahan yang melekat erat pada dirinya, menolak untuk menghilang.
Tidak bisa memahami asal dari kecemasan yang membuatnya ingin merobek dadanya, bahkan, napasnya pun tidak bisa diandalkan ketika dia sedang berbaring basah kuyup dengan keringatnya yang menjijikkan, menggeliat dengan penuh penderitaan di atas futonnya.

Sampai saat ini, terukir di dalam pikirannya, wajah orang tuanya ketika dia pergi meninggalkan meja makan sama sekali tidak mau menghilang.
Ekspresi yang sangat familiar, percakapan yang sangat familiar, pertengkaran yang sangat familiar, pengkhianatan yang sangat familiar, kemalasan yang sangat familiar.... semua itu seharusnya sama seperti dulu.

Tapi hanya hari ini, rutinitas yang sama itu, yang mana sudah terjadi berkali-kali sebelumnya, terus menyiksa hatinya tanpa henti.

.... Memikirkannya kembali, semenjak dia terbangun tadi pagi, sesuatu sudah terasa tidak beres.

Ayahnya Kenichi memang selalu memikirkan cara-cara yang konyol untuk mengganggu tidur Subaru. Setelah Subaru menolak untuk pergi ke sekolah, bahkan setelah dia menjadi sebuah kegagalan dalam setiap kata-katanya, ayahnya sama sekali tidak merubah caranya memperlakukan Subaru. Tepat, bahkan interaksi pagi ini sama seperti yang sudah mereka lewati selama 17 tahun ini.... Lalu, apa yang menjadi begitu special di pagi ini, sesuatu selain tindihan yang menyebabkan rasa sakit di dalam dadanya ini?

Meskipun kelembutan salah arah dari ibunya Naoko, hampir selalu tidak berguna, tapi dia selalu mendahulukan Subaru. Dengan Subaru yang bersembunyi di dalam rumah, si ibu rumah tangga Naoko pasti akan memiliki lebih banyak waktu untuk dihabiskan dengannya. Tapi meski begitu, seolah menyerahkan semuanya kepada waktu, dia selalu mengawasi Subaru dari kejauhan dengan tatapannya yang lembut dan konstan.

.... Di area ruang makan, dia sering menyadari tatapan tanpa arti tersebut.

Dia tidak paham kenapa, bahkan sekarang, setelah waktu untuk pergi ke sekolah sudah terlewati, kegelisahan itu masih terus membara di dalam tubuhnya.

"Ada sesuatu yang tidak beres. Ada apa ini? Apa yang terjadi? Aku yakin kemarin...."

Memikirkan kembali apa yang dia lakukan kemarin, memeras otaknya untuk memikirkan apa yang bisa terjadi antara kemarin dan pagi ini..... Sebuah sensasi mati rasa menghentikan Subaru.

Percikan api bak berterbangan dari kedalaman matanya, setiap kali, sebuah panas menggelora seolah-olah menolak upaya Subaru untuk menyentuh ingatan itu. Tak dapat dipercaya, Subaru sekali lagi menantang lautan ingatan tersebut.... Dan, sekali lagi pula dia gagal. Tidak peduli bagaimanapun dia mencoba, responnya masih tetaplah sama.

Kemarin, atau hari sebelumnya, atau bahkan lebih jauh sebelum itu, Subaru telah melewati hari-hari tanpa melakukan apapun.
Adapun rasa sakit yang menyerang dadanya saat ini, pagi ini, Subaru tidak dapat memikirkan apapun yang sekiranya bisa menjelaskannya.
Itu pasti hanya sebuah kebetulan, bagaimana dia merasakan rasa bersalah dan rasa sakit yang lebih dari biasanya hari ini. Sampai hari ini, dia tidak pernah benar-benar memperhatikan wajah orang tuanya, dan, saling melengkapi dengan berbagai hal lain, pasti itulah alasannya.

"..... Keberatan kalau aku masuk, Subaru?"

Dan, ketika kesimpulan itu juga gagal meredakan rasa sakit yang menyerang Subaru, dia mendengar sebuah suara yang berasal dari sisi lain pintu.
Menolehkan matanya ke arah pintu, Subaru melihat Kenichi yang sedang mengintip dengan separuh tubuhnya, sebelum dengan mulus masuk ke dalam kamar. Dengan gerak kaki yang lincah hampir mengingatkan kita pada 'The King of Pop', ketika Kenichi selesai meluncur.....

"Jika kau sudah masuk sebelum orang lain menjawab, apa gunanya mengetuk pintu?"

"Oyoy, dengan ikatan ayah-anak yang erat di antara kita, seharusnya tidak ada alasan untuk berselisih mengenai hal-hal yang sepele seperti mengetuk pintu, kan? .... Oh, tunggu, ternyata ada. Benar, terkadang seorang pria yang sedang berada dalam masa puber ingin melakukan sesuatu yang mengharuskan mereka bersembunyi di dalam kamar sendirian. Ok, aku mengerti, aku akan kembali dalam 10 menit atau lebih."

"Jangan mengambil kesimpulan acak dan kemudian menyisihkan waktu untuk itu!! Tidak masalah, tidak ada apa-apa di sini."

Meneriakkan kepastian bahwa tidak perlu memberikan perhatian semacam itu, meski Subaru mendengus dengan kasar, jauh di dalam lubuk hatinya, dia merasa lega karena gangguan tersebut. Mendengar jawaban Subaru, Kenichi mengatakan "Benarkah?" dengan tatapan curiga, sebelum pada akhirnya berbalik dan melakukan moon-walk untuk masuk kembali ke dalam kamar.
Dan, berputar kembali menghadap ke arah anaknya, yang sedang menatap dirinya, di sana, Kenichi melakukan sebuah POSE dengan jari yang menunjuk ke arah langit-langit.

"Subaru, well, kurasa ini sangat jelas, tapi sebenarnya aku libur hari ini."

"En, aku sudah tahu. Masih membantu pekerjaan rumah selarut ini di hari senin, bahkan aku pun bisa menyadarinya. Jadi, ada apa?"

"Well, jangan terlalu terburu-buru. Hanya saja, ada beberapa hal yang ingin kubicarakan, jadi ini adalah kesempatan yang bagus untuk membicarakan mereka semua, kan?"

"Berbicara soal apa? Mencuci piring setelah selesai makan?"

"Well itu juga sih. Ayah tidak suka mencuci piring, kau tahu. Memang menyenangkan melakukan persiapan dan memasak, jadi aku sangat menyukainya, tapi setelah itu aku kehilangan motivasiku."

Kenichi yang sudah goyah pun hancur. Melihat ayahnya yang biasanya overaktif menjadi seperti ini, Subaru mengernyitkan dahinya dan merasa kalau ayahnya, entah kenapa merasa ragu terhadap sesuatu.
Menghindari topik utamanya, bercanda untuk mengulur waktu agar bisa mengumpulkan tekad di hati mereka.... Dan, tidak melakukan hal itu dengan baik, Subaru juga memiliki kepribadian yang sama persis.
Tentu saja, kemiripan ini sangatlah wajar.

"..... Sakit."

Ketika dia memikirkan hal itu, rasa sakit yang menusuk sekali lagi menyerang kepala Subaru. 
Rasa sakit bak peniti tertancap di pelipisnya, sebuah sensasi seolah-olah tulang di tengkoraknya sedang terkikis, Subaru menundukan wajahnya untuk menyembunyikan ekspresi kesakitannya.

"Jadi ada apa? Apa yang ingin dibicarakan oleh ayahku yang tidak memiliki motivasi ini?"

"Oh, benar, Subaru, apa ada gadis yang kau sukai?"

".... Aku ini anak SMA!!"

Memulai sebuah pembicaraan untuk menutupi rasa sakitnya, Subaru malah bereaksi berlebihan ketika menanggapi sebuah pertanyaan yang begitu bodoh, sampai-sampai membuatnya lupa kalau dia sedang merasa kesakitan.
Melihat Subaru mengangkat kepalanya dengan kesal, Kenichi melambaikan kedua tangannya, dengan "OoooO~OOOOOOOO~",

"Dengan reaksi yang berlebihan seperti itu, sama saja kau mengakui kalau kau punya gadis yang kau sukai, kau tahu?"

"Apa-apaan yang ayah katakan dengan wajah sombong itu? Meskipun aku kaget, mengeluh, ataupun mendesah, itu tetap tidak berarti apa-apa."

Dan pada kenyataannya, semua ini memang tidak seperti itu.
Mengejar gadis, bukanlah sesuatu yang membuat Subaru tertarik saat ini. Dia tidak memiliki seorangpun yang dia sukai, dan dia juga tidak mendapatkan satu gadis pun meskipun dia mau. Setidaknya, itulah apa yang dia percayai.

"Whaa, ini tidak lucu, apa kau tidak mencoba nasihat yang ayah berikan saat kau masih kecil? Para gadis itu lemah terhadap situasi yang melibatkan janji yang bertahan selama bertahun-tahun di masa yang akan datang, jika kau terus menjaga gadis yang potensial untuk berjanji denganmu sepuluh tahun kemudian, kau harus menaikkan FLAGs terlebih dahulu untuk rute penaklukanmu saat kau remaja."

"Yeah, dan aku cukup naif untuk mempercayainya, aku benar-benar berkeliaran membuat janji jari kelingking dengan banyak gadis di berbagai tempat, dan sekarang seluruh wilayah memiliki larangan membuat janji jari kelingking. Ternyata itu terjadi karena ada terlalu banyak kasus yang melibatkan seorang anak berwajah menakutkan yang memaksa banyak gadis kecil untuk menelan-ribuan-jarum."

(T/N : Menelan ribuan jarum, berasal dari frasa Swallow a thousand needless, sebuah ungkapan yang merujuk pada hukuman jika sesorang yang tidak menepati janji, begitu kira-kira :3)

".... Well, baguslah kau mewarisi topeng manis ayahmu. Kau memiliki kaki yang pendek, mata ibumu, TENSI ayahmu, dan kelinglungan ibumu, itu seperti pembagian stat saat kau keluar dari rahim ibumu menjadi kacau."

"Seharusnya kau mengatakan hal itu padaku saat aku masih memiliki tali pusar...."

Mengenang memori menyakitkan itu, ketegangan antara ayah dan anak itu pun sedikit berkurang. Dan, menyadari kalau mereka sudah melenceng dari topik, dengan "Jadi?", Subaru kembali lagi ke topik pembicaraan.

"Apa yang ingin ayah bicarakan? Setelah kita selesai aku masih punya misi penting yaitu tidur kedua dan tidur ketiga yang harus aku hadiri, jadi silakan tinggalkan pesan setelah bunyi *BEEP*, kemudian pergilah diam-diam dari kamar ini bicarakan saja dengan ibu."

"Jangan mengusirku dengan aliran alami itu sekarang... Selain itu, ibumu juga tidak akan mengerti. Istriku dan ibumu adalah makhluk yang paling tidak suka mengamati di seluruh dunia, kau tahu. Ya meski dia sangat manis kalau seperti itu."

Mendengarkan sebuah ucapan cinta-remaja dari ayahnya, Subaru memperlihatkan ekspresi jengkel di wajahnya.
Tapi melihat hal itu, Kenichi mengatakan "Enn~~", dan kemudian mendongak, menggosok hidungnya seperti seorang anak nakal,

"Kau tahu, cuacanya sangat cerah hari ini.... Kenapa kita tidak pergi keluar dan berbicara dari hati ke hati, antara ayah dan anak?"


---End of Chapter 16---



Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4


Translator : Zhi End Translation..

Previous
Next Post »
4 Komentar
avatar

mantap, lanjut chapter 17 nya min xD udah tersedia :3

Balas
avatar

Iya. Nunggu full, masih belum full masalahnya. :3

Balas
avatar

uda full min ditunggu lanjutannya

Balas