Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 17 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 17 : Cerita Cinta


Baca Light Novel Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 Bahasa Indonesia



Chapter 17 : Cerita Cinta.

"Ooh, Ken-chan, jarang sekali melihatmu jalan-jalan di pagi hari begini. Apa kau akhirnya dipecat?"

"Jangan bicara omong kosong, tempat itu pasti akan bangkrut tanpa diriku. Mereka hanya tidak mau aku bekerja terlalu keras dan mengambil pekerjaan orang lain, jadi mereka membiarkanku sedikit beristirahat untuk memberikan mereka motivasi."

Meskipun seorang tetangga pemilik toko roti hanya memberikan sebuah sapaan ramah, Kenichi malah mengacungkan jari tengahnya ke arah orang itu, dan memakinya. Mereka terus melanjutkan percakapan kasar seperti ini selama beberapa saat, sebelum akhirnya mengucapkan selamat tinggal.

"Gezzz, kapanpun dia melihat seseorang di hari libur yang sudah lama tidak dia lihat, dia pasti langsung berbicara soal dipecat. Aku punya keluarga tercinta yang harus kunafkahi di sini, bagaimana bisa aku melakukan hal sebodoh itu. Meskipun aku melakukan sesuatu yang bisa membuatku dipecat, bukan berarti aku membiarkan mereka mengetahuinya, hehehe."

"Sebagai seseorang yang kau nafkahi, aku benar-benar berharap, daripada menjadi ahli dalam menyembunyikannya, lebih kau tidak melakukan apapun yang bisa membuatmu dipecat."

Tangannya masuk ke dalam saku jersey, Subaru yang menunggu percakapan itu selesai di pinggir jalan, mengangkat bahunya. Melihat anaknya berdiri di tempat teduh diterpa oleh angin, Kenichi melambaikan kedua tanganya dengan "Oyoyoy", dan menggelengkan kepalanya,

"Seorang pria yang melupakan sensasi berpetualang, tidak mungkin bisa berkembang, kau tahu? Melakukan hal yang buruk itu adalah masalah yang berbeda, tapi pemandangan terbaik selalu terlihat dari pinggir sebuah garis yang tipis kan...."

"Kau itu sudah kelewat umur untuk mengatakan hal bodoh seperti itu, kau harusnya sudah bisa tenang sekarang. Kau itu sudah berusia 40 tahun lebih, dan masih mengatakan hal tidak berguna seperti seorang anak kecil..."

"Seorang pria seharusnya tetap menjaga sikap kekanakannya meskipun mereka sudah dewasa. Selain itu, kau adalah orang yang berada di usia untuk mengatakan hal bodoh itu, tapi kenapa kau tidak bergabung dengan percakapan itu, jadi ayah tidak punya pilihan lain selain mengatakannya padamu. Apa-apaan itu?"

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya tidak bisa berbicara dengan orang sembarangan, kau tahu."

"Dia bukan orang sembarangan, aku selalu membeli roti darinya saat pulang. Dan juga, dia adalah juniorku di SMA, dia berada satu kelas di bawahku."

Tapi Subaru tetap tidak kenal orang itu meskipun Keninchi memberitahunya hal tersebut.
Dia biasanya tidak memperhatikan kemasan roti, dan dia juga tidak pernah berpapasan dengan penjual itu secara langsung.
Saat diamnya Subaru memberikan perasaan kalau percakapan akan segera berakhir, Kenichi mendecapkan lidahnya, mengatakan, "Ya mau bagaimana lagi,"

"Di pagi yang cerah dan menyegarkan seperti ini, kau dengan wajah busukmu itu pasti akan membuat kesal pak matahari-sama, kau tahu. Kau terlihat sedang diinterogasi atau semacamnya."

"Kalau aku terlihat seperti sedang diinterogasi, itu pasti karena ayah menarikku ke sini dengan paksa, kan... Aku sudah bilang tidak, dan kau masih saja menyeretku."

"Kau memang terlihat seperti melawan, tapi tubuhmu tetap mengikutinya dengan baik, kan? Lihat, kau masih mencintai pak tuamu ini, Subaru. Tenanglah, aku juga mencintaimu. Kedua setelah ibumu, tentunya."

Kembali melenggangkan langkahnya, Kenichi, tertawa dan sedang berada dalam mood yang bagus, dengan kasar menepuk punggung Subaru. Tenaganya membuat Subaru mengangkat alisnya, dan entah kenapa, dia merasakan sesuatu yang berbeda dari semangat ayahnya.

Well, ayahnya memang selalu memiliki TENSI semacam ini terhadap dirinya, tapi biasanya, Kenichi yang sering berubah-ubah sikapnya, akan menjadi sangat cerewet untuk waktu yang lama karena percakapan mereka barusan.
Dia tidak tahu kenapa, tapi pagi ini, ayahnya terlihat begitu toleran.
......Tidak seperti Subaru, yang berjalan di sebelahnya dengan dada yang rasanya seperti ingin hancur.

"Jadi um...."

"Ya?"

"Kau membawaku keluar sini karena kau ingin membicarakan sesuatu kan? Biasanya kau tidak akan mau repot-repot... jadi ada apa? Ini pasti sesuatu yang tidak bisa kau katakan di rumah, kan?"

Merasa penasaran apakah ini adalah sesuatu yang Kenichi tidak ingin dengar oleh ibu, Subaru menanyakan hal tersebut,
Tidak peduli apapun itu, Subaru samar-samar bisa merasakan sebuah firasat buruk. Selain itu, apa lagi kalau bukan menegur gaya hidupnya yang suram ini?
Kalau itu hanyalah percakapan sehari-hari mereka yang hanya dipisahkan oleh lapisan futon, Subaru bisa saja mengabaikannya kalau dia mau, tapi kalau diluar, tidak mungkin dia bisa melakukannya. Meskipun, dia bisa berteriak dan menutupi semuanya. Jika dia mempermalukan dirinya seperti ini diluar, mungkin Kenichi akan mengubah sikapnya, atau bahkan menjatuhkan.... tidak, berpikir sampai ke poin ini, Subaru menggelengkan kepalanya.

"Jika itu adalah ayahku, anak itu mungkin akan diusir karena sudah membuat malu."

"Meski aku tidak tahu apa yang kau bayangkan, apa-apaan komentar kakumu yang tiba-tiba itu? Ini hanya obrolan pagi biasa antar keluarga di bawah sinar matahari, kau tahu."

"Serius, agak susah untuk mempercayaimu.... tapi untuk sekarang, aku akan mempercayainya."

"Itu dia itu dia. Omong-omong Subaru, apa kau, uh.... ingin punya adik?"

"Rasanya agak menyeramkan ditanyai hal seperti itu saat usiaku sudah 17 tahun."

Perubahan topik yang melayang dengan kemiringan tajam ini, membuat Subaru merasa ngeri dan meninggikan suaranya. Melihat Subaru terengah-engah dengan bahu yang bergerak naik turun, Kenichi menunjukan gigi-giginya dengan sebuah senyum, "Bercanda, bercanda",

"Meskipun ibumu dan aku masih dimabuk asmara, itu akan sedikit berlebihan 'membuat' orang lain lagi di usia kami. Itu artinya, cintaku dan cinta ibumu, semuanya hanya untuk dirimu seorang. Apa kau senang?"

"Aah, yeah, yeah, senang senang... Kau benar-benar hanya bercanda kan?"

"Oyoyoy, jangan seperti itu. Jika kau memberiku wajah seperti itu, aku pasti akan langsung bersemangat dan membuat adik baru sekarang juga, kau tahu?"

Merasa kalau mereka sudah sampai di poin di mana lelucon sudah tidak lagi cukup, Subaru hanya diam menatap Kenichi pada akhir kalimat tersebut. Dan, membalasnya dengan sebuah senyum kecut, Kenichi menerima apa yang dimaksudkan oleh Subaru.

.... Subaru dan ayahnya tiba di sebuah pemandangan indah yang jauhnya sekitar 10 menit dari rumah mereka.
Itu adalah sebuah taman di mana sebuah sungai yang terkenal di sekitar sini, membelah melewatinya. Di sepanjang tepi sungai, terdapat pohon sakura yang bisa menjadi objek wisata pada saat musim semi. Tapi tentunya, musim semi telah berakhir, dan bukannya kelopak bunga sakura yang berwarna pink, di sana terdapat rumput hijau indah yang menutupi tanah, bermandikan cahaya matahari.

Setelah sarapan, dan sebelum berakhirnya jam sekolah, Subaru yang disiksa oleh rasa bersalah dan kekhawatiran melewati waktu, di bawa oleh Kenichi ke tempat ini.
Awalnya, saat dia meninggalkan rumah, Subaru khawatir kalau dia akan diseret menuju ke sekolah.

"Kau tahu, kau terlihat gelisah kapanpun kita menengok ke arah sekolah. Tapi ini tidak seperti apa yang kau pikir, kita hanya mengambil jalan memutar untuk menuju ke pinggir sungai."

Membaca pikiran Subaru, Kenichi diam-diam menyeret Subaru ke sini.
Bau manis dari tanaman dan rumput agak mereda di atas tanggul, dan jika kau sedikit berusaha, kau akan bisa melihat pemandangan penuh dari sungai yang lembut di sisi lain pagar.

"Dulu, pagar itu tidak ada di sini. Dulu aku selalu bermain di sungai ini bersama dengan teman-temanku. Oh, benar, apa kau ingat Ikeda? Suatu hari ada sebuah badai, dan kami ingin melihat betapa luar biasanya sungai, lalu anak itu terluka karena terbawa oleh arus.... waktu itu, kebetulan ada paman tua yang baru mendapat lisensi penjaga kolam renang lewat, Ikeda pasti sudah mati kalau tidak ada paman itu."

"Jadi, pagar ini ada karena kesalahan ayah dan si Ikeda itu?"

"Nah, tidak bisakah.... tidak, tunggu sebentar! Kalau dipikir-pikir, kronologinya memang terlihat sesuai dengan saat ini."

Bersandar di pagar, memandang ke arah sungai, Kenichi yang sedang mengenang hari-hari yang telah berlalu itu, memiringkan kepalanya. Di belakang ayahnya, Subaru yang terlihat bosan, hanya diam melihat sekelilingnya.
Sebelum siang hari di hari-hari kerja, sangat wajar kalau tidak ada banyak orang di sekitar sini. Atau lebih tepatnya, tidak ada orang lain selain Subaru dan Kenichi di sini. Sejak awal di sini memang bukan tempat yang mudah untuk dimasuki. Jika ada seseorang yang berkeliaran di sekitar sini pada jam-jam segini, mereka pastilah petugas ataupun orang yang benar-benar menyukai tempat ini.
Saat dia memikirkan hal ini, Subaru mendengar langkah kaki seseorang yang menginjak rerumputan.

"Ooohh?? Aku bertanya-tanya siapa itu ya, bukankah ini Ken-do? Apa ini, masih bermain di sungai di usia seperti sekarang ini?"

"Panjang umur kau... paman dari pondok petugas, mereka masih belum mendapatkan orang lain untuk menggantikanmu? Kaulah yang akan terkejut di sini, hari ini aku memakai celana pantaiku, dan bukan celana sungai, jadi aku tidak bisa ke sana bahkan jika aku menginginkannya."

"Omong kosong. Aku tidak melihat ada perbedaan antara celana pantai dan celana sungai, itu hanyalah omong kosong dari seorang pria yang melompat ke sungai dengan memakai celana dalamnya. Tapi kalau dipikir-pikir, sudah lama ya aku tidak melihatmu."

Memanjat pinggiran sungai, seorang pria tua pendek dan bungkuk menyapa Kenichi dan bersalaman dengannya. Dia terlihat seperti kakek tua yang baik hati, dan memakai sebuah seragam berwarna hijau. Menilai dari obrolan dan logo di punggungnya, dia pastilah petugas tanggul. Ditambah lagi, kalau dia tahu Kenichi saat Kenichi masih bermain di sungai dulu, dia pasti sudah veteran di sini.

Dalam reuni mereka, mereka berdua tertawa dan saling mengobrol, kemudian pria tua itu menepukkan tangannya.

"Oh, benar, kalau kau ada di sini, apa yang terjadi pada temanmu si Ikeda itu? Anak itu sering terbawa arus, bahkan jaringku pun rusak karena menangkapnya."

"Si sialan Ikeda itu memenangkan judi pacuan kuda besar 10 tahun lalu, dia membawa uangnya ke Thailand dan aku sudah tidak mendengar kabar tentangnya lagi setelah itu. Tapi hanya saat ucapan tahun baru, ucapan musim panas, ucapan musim dingin, natal, hari ibu, hari ayah, dan hari-hari lain semacam itu."

"Kedengarannya seperti ada begitu banyak surat bagi seseorang yang tidak pernah kau dengar kabarnya...."

Tidak bisa menahan diri, Subaru pun menggumamkan komentar konyol tersebut. Lalu, mendengar gumaman itu, pria tua tersebut menoleh dan mengangkat alisnya seolah baru menyadari keberadaan Subaru.

"Ooohh, kau bersama seorang anak di sini... eh? Mungkinkah ini....?"

"Aahh. Benar, dia adalah anakku. Tidak, harusnya aku bilang ANAK TERCINTAKU."

"Ooh, begitu ya! Aku punya perasaan kalau dia mirip sepertimu saat kau masih muda.... Tidak, bukan begitu. Dia tidak mirip denganmu. Lebih mirip ibunya... mungkin?"

"Yeahyeah, orang-orang sering bilang begitu. Terutama matanya."

Hal yang paling menonjol di wajah Subaru yang biasa, adalah mata Sanpaku-nya. Mata ibunya sangatlah tajam seolah-olah ada sinar baja di dalamnya, dan bagian inilah dari wajah Subaru yang terlihat paling mirip dengan ibunya.
Dengan komentar ramah tersebut, si pak tua itu berjalan menuju Subaru.

(T/N : Mata Sanpaku, artinya mata yang memiliki bagian putih di bawah atau di atas iris, seperti mata Subaru, atau mau contoh lebih ekstrem, liat Ryuuji dari Toradora! Search di Google langsung deh gampangnya.)

"Seriusan, tapi tetap saja ini membuatku kaget. Jadi Ken-bo sudah memiliki anak sebesar ini, waktu memang berjalan sangat cepat. Dan lagi, aku semakin tua. Meskipun Ikeda tenggelam lagi, aku pasti tidak akan biaa menyelamatkannya."

"Bahkan untuk Ikeda pun, aku ragu kalau dia akan bermain di sungai dan tenggelam di usia seperti sekarang ini..."

"Kuharap juga tidak.... Mereka berdua benar-benar bocah yang tidak bisa duduk diam. Terutama ayahmu, dulu dia selalu membuat masalah di berbagai tempat. Ngomong-ngomong, apa yang membuatmu berkeliaran di kota di jam segini?"

".... Ehh, well..."

Subaru menggumamkan jawaban tersebut. Mendengar hal itu, pria tua tersebut terlihat seolah sedang mengangkat sesuatu, dan mengernyit. Lalu, saat dia mengernyitkan dahi keriputnya,

"Hm? Anak Ken-bo sehat-sehat saja.... hari ini adalah hari senin kan? Kenapa kau masih ada di pinggir sungai bersama dengan ayahmu?"

"......ke!!"

Ditanyai dengan pertanyaan yang paling ingin dia hindari, wajah Subaru pun menjadi kaku.
Tepat setelahnya, sakit kepala tajam yang dia alami saat berada di dalam kamarnya pun menyerang.
Tanpa sadar, dalam rasa sakit yang mengerikan, Subaru memegangi kepalanya dan menutup erat matanya, memaksa keluar kata "Permisi!", Subaru memunggungi pria itu dan berlari.

"Ah, oy, hey, Subaru! Maaf paman-chan! Aku akan menjelaskan semuanya lain kali kalau kita bertemu lagi."

"Ah, oh-ohh... mungkinkah aku sudah mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya kukatakan. Sampaikan permintaan maafku pada anakmu."

Kata-kata yang terdengar di belakangnya, sama sekali tidak masuk ke dalam telinga Subaru.
Bagaimanapun, Subaru hanya mencoba lari dari rasa sakit yang sanggup menghancurkan tengkorak di kepalanya, lari ke suatu tempat di mana detak jantungnya bisa menenang, dan lari menjauh dari tanggul.

"Kau tidak perlu minta maaf..... Itu adalah masalah anak itu sendiri!"

Kenichi menggumamkan hal tersebut dengan pelan.


XxxxX


"Nih, cola dingin enak yang dipenuhi dengan cinta. Kocok saja untuk kelezatan extra.... atau, ingin mengatakan itu, tapi sepertinya ini bukan tempat yang tepat."

".... Pemandangan penuh cinta tidak akan keluar dari mesin penjual otomatis. Tapi terima kasih."

Menerima kaleng tersebut, dan merasakan dingin dengan telapak tangannya, Subaru mengaitkan jarinya pada tutup kaleng. Kemudian, dengan beberapa pertimbangan, Subaru menutup matanya, menjauhkan kaleng tersebut dari orang yang ada di sini, dan menarik penutup tersebut dengan jarinya..... saat itulah buih dan cairan meletup keluar karena adanya pembukaan dengan kekuatan yang luar biasa. Seketika, kaleng di tangannya kehilangan sepertiga berat aslinya.

"Oyoyoy, apa-apaan itu, kenapa kau tidak terjebak sialan! Aku bahkan sudah mengatakan sesuatu tentang mengocoknya dulu, untuk memberi kesan kalau aku belum mengocoknya, meski sebenarnya aku sudah melakukan 'TEKNIK DUA LANGKAH TIPUAN', kau tahu."

"Aku sudah pernah melihat pola itu sebelumnya, kau pikir berapa lama kita sudah saling kenal, yah? Mengetahui kalau kau tidak mungkin tidak mengocoknya adalah kebenaran itu sendiri. Oh, tanganku lengket."

Mengibaskan cola yang tumpah di tangannya, Subaru memiringkan cola tersebut ke bibirnya. Rasa dari karbon yang menyebar, perlahan melewati mulutnya, memercik, dan mendinginkan rasa haus di tenggorokannya.
Andai saja rasa sakit yang ada di dadanya juga ikut tersapu bersih, namun sayangnya, rasa sakit itu masih ada di sana.

"Apa kau sudah tenang?"

"Entahlah.."

Menjawab pertanyaan itu, Subaru menjatuhkan dirinya di atas bangku, dan menghela napas saat dia merosotkan bahunya. Berdiri di depan Subaru, juga menumpahkan cola ke dalam mulutnya, Kenichi menutup salah satu matanya seolah memikirkan sesuatu.

Setelah lari dari obrolan di tanggul, Subaru dan ayahnya datang ke tempat bermain anak yang berada tidak jauh dari sungai. Tentu saja, di sana juga tidak ada orang, maupun seorang ayah yang tiba-tiba terjun ke dalam liburan musim panas, yang mana sedang mendekam di ayunan atau sesuatu semacam itu.

"Entah kenapa, meski sekarang aku sedang menaiki ayunan, rasanya aku tidak akan bisa tertawa seperti dulu. Apa yang akan kau lakukan Subaru, jika ayah bermain di ayunan saat dalam perjalanan pulang dari minimarket?"

"Aku akan memfotonya dengan HPku dan menyebarkannya di twitter. Tweet-nya mungkin seperti ini 'Ayahku sudah terlepas dari gravitasi'."

"Oohh, twitter, ayah juga punya twitter, kau tahu. Aku  memfollow dan difollow terlalu banyak banyak, tampilannya jadi berantakan sekarang."

Mendengar Kenichi mengatakan hal tersebut dengan riang, Subaru pun meliriknya sebelum mengeluarkan helaan napas lembut sembari mencari topik. Apapun itu, selama itu adalah sesuatu selain apa yang terjadi di pinggir sungai..... jika Subaru menemui hal itu lagi, tengkoraknya pasti akan menjerit.
Jeda yang semakin pendek di antara sakit kepalanya, membuat Subaru khawatir, tapi dari bagaimana dia bereaksi pada kelemahannya, dia hanya bisa menekan dan mengabaikan rasa sakit itu sekuat yang dia bisa.

".... Hanya membeli minuman dari mesin penjual otomatis, apa yang membuatmu begitu lama?"

"Oh? Tidak ada. Hanya saja ada gadis SMA yang bolos sekolah sedang berkeliaran di depan mesin penjual otomatis. Aku menasehatinya untuk kembali ke sekolah, membelikannya minuman, bertukar alamat email, dan mengantarnya."

"Aku sungguh tidak percaya bagaimana kau bisa mendapatkan alamat email gadis itu secepat ini."

Mendapatkan alamat email milik seorang gadis SMA sesantai seperti pergi ke kamar mandi dan kembali, Subaru tidak memiliki kata-kata yang pas untuk menggambarkan kemampuan tersebut. Melihat Subaru seperti ini, Kenichi memiringkan kepalanya "Benarkah?"

"Alamat email, mereka itu hanya menyerahkannya saja, kan? Jumlah gadis SMA di kontakku seharusnya sudah ada 3 digit sekarang."

"Bahkan jika aku menjumlahkan semua kontakku, aku tidak tahu apakah itu bisa mencapai 2 digit, dan kau bahkan memiliki 3 digit hanya dari gadis SMA saja, apa kita memiliki perbedaan makna untuk kata 'digit' di sini..... Dan yah, jangan melakukan sesuatu yang tidak pantas pada gadis SMA manapun yang akhirnya membuat kami bisa menontonmu di berita!"

"Apa yang kau bicarakan, kau."

Kenichi mengangkat kedua tangannya menanggapi kecurigaan Subaru, dan mengangkat bahunya untuk memperlihatkan keheranannya.

"Ini tidak seperti aku tertarik pada bocah kecil seperti gadis SMA. Target cintaku sudah ditentukan sejak dulu, gairah sensualku ini hanya tertuju pada keluargaku saja."

"Jika kau mengelompokannya seperti itu, artinya aku juga jadi sasaran?"

".... Ya, karena aku mencintaimu. Kita ini hanya hidup SEKALI, kan?"

"Ya Tuhan, tidak! Apa yang kau katakan?"

"HA-HAHA" Kenichi tertawa saat Subaru meneriakkan hal itu.

Meskipun caranya tertawa begitu vulgar dan keras di telinga, tawa itu sama sekali tidak memberikan perasaan tidak enak. Faktanya, itu sama halnya dengan apapun yang Kenichi lakukan.
Tingkah lakunya memang tidak biasa, tidak wajar, dan over dramatis, hal semacam itu pasti membuat orang lain merasa jijik, tapi semua orang menerimanya dengan senang hati karena beberapa alasan tertentu.

Hari ini, berjalan dengan ayahnya untuk kali pertama setelah sekian lama, Subaru bisa merasakan hal tersebut. Hanya dengan berjalan di sepanjang jalan saja, jumlah orang yang berhenti untuk berbicara dengan Kenichi sudah lebih dari jumlah yang bisa dihitung dengan satu tangan. Tidak peduli kemana dia pergi, pasti ada seseorang yang bisa diajak mengenang masa lalu, bahkan jika dia baru bertemu dengan seseorang untuk pertama kalinya, mereka pasti bisa segera akrab, berkat aura easy-going miliknya. Dan Kenichi pun juga tidak menyembunyikannya.

Berdenyut, rasa sakit kembali menyerang pelipis Subaru, dan napasnya pun menjadi tidak teratur di setiap napasnya.
Jeda di antara rasa sakit yang tajam tersebut tidak lagi menyusut, malahan, rasa sakit tersebut datang sekaligus.
Seolah bagian dalam tengkoraknya ditusuk-tusuk oleh jarum, hal ini bukan lagi sesuatu yang bisa disembuhkan dengan hanya mengabaikannya saja. Namun, ini juga bukan seperti rumah sakit tahu apa yang seharusnya dilakukan.

Meskipun ia tidak mengerti alasan untuk rasa sakit ini, tapi dia tahu penyebabnya.
Alasannya apalagi kalau bukan emosi yang membebani dada Subaru dan sensasi cekikan yang mengikutinya.

"Kau terlihat tidak enak badan, Subaru. Apa kau ingin aku gendong untuk pulang ke rumah?"

"Aku tidak perlu digendong, ataupun pulang.... Semuanya akan sama saja bahkan jika aku pulang."

Malahan, jika dia melihatnya ibunya Naoko di rumah, keadaannya pasti akan bertambah parah. Dia mengerti rasa sakit apa ini, dan apa yang bisa menyebabkannya semakin parah. Jika apa yang dia bayangkan benar, ketika dia kembali ke Kenichi dan Naoko lagi, rasa sakit itu pasti akan semakin menggila. Dengan kata lain,

"Akhirnya, bahkan tubuhku sendiri pun memberikan sebuah nasihat..."

Terus berlari dari rasa bersalahnya, mungkin tubuh Subaru akhirnya balik berteriak ke arahnya.

Teror waktu yang dia habiskan sambil memeluk lututnya di dalam kamar dan menatap jarum detik pada jam. Kecemasan tanpa henti itu dan kepedihannya, mengoyak rasa sakit yang terus berkepanjangan bahkan setelah batas waktunya sudah terlewati.
Rasa tidak nyaman yang memuakkan layaknya seseorang sedang mengoceh di bagian dalam tengkoraknya, sedang meneriakkan tuduhan untuk apa yang telah dilakukan oleh Subaru.

.....-Siapa dan dari mana kau berasal, dan apa yang kau ketahui tentang diriku.-

"Jadi, um Subaru...... Apa ada gadis yang kau sukai?"

Subaru yang terdiam tiba-tiba dilempari topik tersebut.
Itu adalah pertanyaan yang sama yang sudah pernah ditanyakan di kamarnya, awal dari sebuah lelucon yang sama dan tidak lucu. Kali pertama, Subaru memberikan senyum kecut dan membantahnya, tapi sekarang, untuk yang kedua kalinya, entah bagaimana kata-kata tersebut seolah masuk ke dalam urat nadinya.
Dibantu oleh rasa sakit yang ada di kepalanya, Subaru dengan jengkel mencoba mengembalikan jawaban yang sama ketika...

(Subaru....)

Tiba-tiba, entah dari mana, Subaru merasa mendengar sebuah suara bagaikan lonceng berwarna perak dan membuat hatinya tergerak.

".......!?"

Mengangkat wajahnya, Subaru mencari asal bisikan tersebut. Meski begitu, matanya tidak bisa menemukan pemilik suara itu, dan satu-satunya orang yang berada di taman itu selain Subaru, adalah Kenichi yang berdiri di hadapannya.
Kenichi, melihat pergerakan tiba-tiba Subaru, juga mengernyitkan alisnya kaget.

"Ada apa? Kau terlihat baru saja mendengar gadis cantik yang tidak ada di sini, tiba-tiba memanggil namamu."

"Meskipun itu masalahnya, aku sungguh tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu.... Tadi, apakah ada seseorang yang memanggil namaku? Yah, kau tidak belajar membuat suara seperti seorang gadis cantik saat aku tidak memperhatikanmu kan?"

"Ayahmu ini tahu segala macam tipuan, tapi tidak yang satu itu. OK, aku akan mulai melatihnya dan menunjukannya nanti. Aku akan membiarkanmu mendengarnya dalam satu bulan atau lebih."

"Aku tidak memintamu untuk mempelajarinya.... Gezz, ada apa denganmu?"

Menghentikan kata-kata ayahnya, Subaru mengalihkan pandangannya dan memutar kembali suara yang dia dengar lagi dan lagi di dalam otaknya. Suara seperti lonceng perak itu terdengar lembut, suara tersebut menghangatkan Subaru saat menerpanya, dan seketika itu juga, Subaru bisa lupa dengan rasa sakit yang ada di kepalanya.

Dari tempat yang tidak dia ketahui, datang suara penyelamat tersebut... bak melodi lagu dari sang Dewi, suara tersebut meringankan penderitaan Subaru, dan menenangkan ekspresinya sedikit, napasnya pun juga menjadi sedikit lebih teratur.

"Jadi, uh, pertanyaanku yang sebelumnya, apa ada gadis yang kau sukai?"

"... Apa sih yang merasukimu belakangan ini? Apa yang akan kau lakukan setelah tahu jawabannya?? Meskipun aku punya dan aku memberitahumu namanya, bukan berarti kau mengenalnya!"

"Siapa yang tahu, kan? Selalu ada kemungkinan aku memiliki alamat email gadis yang kau sukai, kau tahu?"

"Jika gadis yang kusukai memberikan emailnya pada ayahku, bahkan cinta selama seratus tahun pun pasti akan memudar."

Dilempari pernyataan tersebut, Kenichi mengerucutkan bibirnya dengan "Apa maksudnya itu?". Melihat sikap yang sama sekali tidak cocok dengan seorang pria paruh baya ini, Subaru pun meminum tegukan terakhir dari colanya.

"Kau tidak perlu mengatakannya dengan tidak langsung begitu, kau tahu. Kenapa kau tidak menanyaiku secara langsung.... Seperti, kenapa aku tidak pergi ke sekolah."

"Well, di sini aku hanya mencoba peka, kau benar-benar anak yang tidak bisa membaca suasana."

Terseyum kecut menanggapi kata-kata Subaru, Kenichi melanjutkannya dengan "Well,"

"Aku memang ingin menanyakan itu, jadi kau juga tidak salah."

"Aku juga sudah memikirkannya.... Aku seharusnya tidak seperti ini."

"Berpikir, tidak selamanya dibutuhkan. Hal-hal yang kita pikirkan hanyalah gagasan kosong, dan entah bagaimana, akan selalu ada hal-hal yang tidak kita pikirkan, sesuatu yang kita abaikan."

Melihat Subaru mengalihkan pandangannya dan membuat alasan diam, Kenichi juga meminum colanya dan duduk di sebelah Subaru. Bangku kayu tersebut berderit, dan hembusan angin bertiup melewati mereka.
Dan begitulah, mereka berdua memandang ke arah yang sama, tidak memandang wajah satu sama lain.

"Aku tidak tahu apa yang orang lain percayai di dunia ini, tapi kupikir sekolah itu bukan segalanya. Kemungkinan besar, ini karena aku mengatakannya sebagai orang yang tidak pergi ke sekolah dengan serius sejak awal. Aku bahkan membolos saat upacara kelulusanku kau tahu, dan adikku harus membawakan sertifikat kelulusanku setelahnya."

"Aku sudah mendengar cerita itu berkali-kali. Bibi, yang 2 tahun lebih muda dari ayah masuk ke sekolah yang sama, jadi ketika dia lulus, mereka memberikan sertifikat ayah pada bibi. Sudah ada banyak gurita di telingaku."

(T/N : gurita di telinga = pepatah Jepang yang artinya sudah sering mendengar hak yang sama)

"Well, kau akan terus mendengarnya sampai kau mendapatkan ikan sotong. Jadi, karena aku juga seperti itu, kupikir tidak masalah jika kau tidak masuk sekolah kalau kau memang tidak menginginkannya. Tapi di usiaku, aku merasa seperti kehilangan sesuatu jika aku tidak pergi ke sekolah dengan sungguh-sungguh, meski itu adalah sesuatu yang belum bisa kau pahami."

Kenichi terlihat seperti memandang sebuah tempat yang jauh saat dia mengatakan hal tersebut. Melirik ekspresi serius tersebut, Subaru merasa kalau ayahnya memang benar-benar tidak adil.
Biasanya dia hanya memperlihatkan bagian dirinya yang berpura-pura menjadi idiot, dan di tempat seperti ini, dia tiba-tiba membuatmu bertanya-tanya kemana perginya badut itu.

"Itu tidak masalah.... kan?? Zaman sekarang orang-orang dapat hidup rata-rata 80 tahun. Dari 80 tahun itu, menghabiskan satu atau dua hari bermalas-malasan bukanlah masalah yang besar. Kembali ke jalur saat kau masih muda juga gampang. Baguslah gajiku masih utuh."

Memutar-mutar jarinya, Kenichi membuat senyum yang terlihat menjijikkan.
Tanpa melihat ke arah Subaru, yang sejak awal sudah terdiam, Kenichi menyilangkan tangannya san mengangguk.

"Dalam hidup terkadang kau akan mendapatkan masalah yang tidak bisa kau temukan jawabannya. Ketika aku mendapat masalah seperti itu, aku pasti akan berlari seperti ayam tanpa kepala mencari sebuah solusi, tapi, kau mungkin juga bisa menemukan jawabannya dengan berguling di dalam kamar. Aku tidak akan menyalahkanmu saat kau masih merenung, tapi jika kau mulai menyerah, maka aku akan mengatakan sepatah atau dua patah kata."

"Kenapa......"

"Hm?"

"Kenapa tiba-tiba kau memberitahuku semuanya hari ini.... Tidak ada yang berbeda di hari ini, ini bukanlah hari yang special atau semacamnya... Hanya saja, hari ini merupakan hari peringatan kacang hijau."

"Ada banyak kacang di piring itu ya..."

Di dalam mulutnya yang baru saja dibasahi oleh cola, dengan cepat mulai mengering.
Bernapas terengah-engah, Subaru dengan cemas menunggu jawabannya. Menyadari keresahan Subaru dari samping, Kenichi meregangkan lehernya dengan "Hm~~~"

"Kenapa ya... Mungkin karena kebetulan hari ini aku libur, atau karena aku tidak sengaja memikirkannya saat menggosok tubuhku dengan handuk, atau karena ramalan horoskop untuk Aquarius pagi ini bilang "TERTATA SEMPURNA", atau karena wajahmu hari ini terlihat... hanya sedikit sih, tapi nampaknya wajahmu entah kenapa menjadi lebih baik."

"Wajahku, menjadi lebih baik?"

"Aku berbicara tentang wajah ini lo. Wajahmu masih sama, masih wajah menakutkan dengan mata ibumu dan lain sebagainya."

Kenichi membuat wajah yang menyeramkan dengan menarik sudut matanya menggunakan jari, dan kemudian mengatakan "Tidak hanya itu", dia menunjuk ke arah Subaru dengan jari yang sama.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kau tidak terlihat seperti seseorang yang mendekam di dalam kamar. Menilai dari apa yang ibumu katakan, kemarin kau juga tidak keluar, jadi seharusnya kau menjadi seperti orang yang sudah mendekam di dalam kamar, kan?"

".... Uh, kupikir begitu. Meski aku juga berselancar di samudera internet."

"Jika orang-orang bisa berkembang seperti itu, jumlah gadis-domba-yang-tersesat-chan yang datang untuk mengungkapkan isi hatinya padaku di twitter, pasti akan berkurang dan bukannya malah meningkat."

"Jadi kau melakukan hal seperti itu...."

Sambil terheran-heran oleh tingkah laku ayahnya, Subaru tidak ingin membiarkan Kenichi kabur dari topik utama mereka.
Di sisi lain, Subaru juga benar-benar tidak tahu apa yang dimaksud oleh Kenichi.
Sebenarnya, tepat seperti kesaksian ibunya, Subaru yang kemarin, sama dengan Subaru yang sebelum-sebelumnya, hanya menghabiskan waktunya dengan bermalas-malasan.
Hanya dalam jangka satu hari, mengatakan semua itu secara tiba-tiba hari ini, atmosfer tentang dirinya pun pasti sudah berubah....

"Ayah pasti salah, atau kau hanya tidak melihatku dengan benar sebelumnya."

"Yang terakhir itu benar-benar membuatku sedih! Kau tahu kalau aku masih menggunakan foto 'Senyum-Iblis-Ramah'mu saat kau masih kecil sebagai screensaver di HPku, kan?"

"Mengesampingkan bagian ramahnya, bagian iblis itu benar-benar membuatku sadar betapa mengerikannya wajahku bahkan saat aku masih kecil."

Apapun itu, tidak diragukan lagi kalau Kenichi sudah salah.
Kemarin tetaplah kemarin, hari ini tetaplah hari ini, Subaru masih menghabiskan waktunya tanpa merubah apapun.
Semuanya akan baik-baik saja jika seperti ini, pikirnya. Dan dia juga bermaksud menjadi seperti ini. Jika semuanya terus seperti ini, tentunya, suatu hari nanti, Kenichi dan Naoko pasti akan menyadarinya.
-----Menyadari apa yang Subaru inginkan.

".... Odaghh!!"

Saat Subaru memikirkan hal itu, rasa sakit kembali menyerangnya seperti percikan api yang berhamburan di depan matanya.
Sebuah gelombang kejut bagaikan seseorang sedang memukulinya, otaknya bagaikan terjulur keluar dari dalam kepalanya, tengkoraknya berderit, matanya berputar-putar, dan tubuh Subaru yang terduduk terasa remuk.

Detak jantungnya sekali lagi meningkat seperti sebuah alarm bel, dan dia bisa mendengar suara debaran jantung dari denyutan darah yang mengalir di telinganya. Matanya menjadi buram, dunia seolah-olah berubah menjadi dua, dan kemudian menjadi tiga.
Rasa mual menyerangnya, dan jauh di dalam dada Subaru, sebuah sumber panas yang tidak bisa dijelaskan, menegaskan kehadirannya.

Setiap cara mereka menyiksa keberadaan Subaru, bagaikan menggelorakan sebuah tuduhan, mereka bagaikan menjerit dan meratap.

"Oyoy, kau terlihat benar-benar parah kali ini. Apa kau baik-baik saja Subaru?"

Tidak bisa mengabaikan kondisi parah yang Subaru alami, Kenichi meletakkan tangannya di pundak Subaru dengan ekspresi cemas di wajahnya. Merasakan sentuhan itu, Subaru akhirnya mengangkat wajahnya, saat keringat mulai muncul di dahinya.

"Ah.... tidak, aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit pusing, itu saja...."

(.... Itu sangat berat, kan?)

".....!?"

Sekali lagi, setiap rambut yang ada di tubuh Subaru berdiri tegak, saat suara bak lonceng perak itu bersuara melewati daun telinganya.
Ramah dan lembut, suara itu dipenuhi dengan rasa kasih sayang dan perhatian. Jantung Subaru yang tegang meleleh karena suara itu, dan seolah meringankan penderitaannya, rasa sakit, deritan, panas, serta jeritan mereka pun mereda.

Suara apa ini? Kenapa semua rasa sakit dan penderitaan menjauh dari suara ini?
Rasanya, ini adalah suara yang Subaru kenal. Seperti sebuah suara yang dia rindukan. Mendamba dan mendamba, mengejar dan mengejar, menangkap, kehilangan, kemudian sekali lagi mendapatkannya....

(Terima kasih, Subaru.)

"Kau...."

Pemandangan rambut berwarna perak yang menari tertiup angin, menegaskan dirinya di balik kelopak mata Subaru. Cahaya dari mata amethyst-nya, menatap lurus ke arah wajah Subaru, dan setiap suara yang tersusun dari bibirnya memenuhi Subaru dengan rasa cinta dan rindu.

(Karena telah menolongku.)

Ada apa? Ada apa? Ada apa? Ada apa? Ada apa?
Siapa itu? Siapa itu? Siapa itu? Siapa itu? Siapa itu? Siapa itu? Siapa itu? Siapa itu?

..... Mungkinkah gadis ini penyebab penderitaan Subaru? Rasa sakitnya, siksaannya, rasa yang begitu pahit sampai-sampai dia ingin muntah, mungkinkah ini semua karena gadis itu?

(..... Subaru.)

Subaru tidak bisa bernapas. Tenggorokannya terasa panas. Sesuatu seperti sedang berdiri di belakang matanya.

(Mau bagaimana lagi, jadi..)

Ujung jarinya gemetar. Tidak ada kekuatan yang tersisa di kakinya. Tenggorokannya menyempit seolah paru-parunya mengejang.

(Subaru selalu mencoba menutupinya seperti itu.)

Menutupi wajahnya dengan tangannya yang gemetar, menahan isak tangis dari tenggorokannya yang tersumbat, menohan gelombang panas yang ingin tumpah dari matanya, Subaru....

(Kenapa kau menolongku?)

.... Jawabannya, sudah ada di hati Subaru.

Saat Subaru melihatnya, semua rasa tidak nyaman yang berputar-putar di dalam tubuhnya pun menghilang.
Deritan di tengkoraknya, rasa mual, rasa pusing yang membuat dunia menjadi samar, debaran jantungnya yang gila-gilaan, semuanya berhenti seolah-olah membuka jalan untuk Natsuki Subaru.

Mengangkat wajahnya, Subaru mengusap air matanya yang hendak jatuh.
Menatap tajam pada lengan bajunya yang basah, yang mana merupakan satu-satunya jejak yang tersisa dari air matanya, seolah-olah membuangnya, Subaru memutar pergelangan tangannya dan mengepalkan tangannya menjadi sebuah tinju. Kemudian....

"Maaf membuatmu khawatir. Aku baik-baik saja sekarang."

"Benarkah? Baguslah kalau kau sudah tenang, jangan membuat orang lain khawatir, gezz."

"En, maafkan aku. Jadi um, soal pertanyaan yang kau tanyakan sebelumnya."

Melepaskan tangan Kenichi yang ada di pundaknya, Subaru pun menoleh menghadap ke arah ayahnya.
Duduk bersebelahan di atas bangku, Subaru menatap lurus ke arah wajah ayahnya. Kalau di pikir-pikir, setelah semua obrolan mereka hari ini, ini adalah pertama kalinya dia benar-benar menatap wajah ayahnya, pikir Subaru.
Melarikan diri bahkan sampai di tempat seperti ini, Subaru hanya bisa tersenyum kecut mengetahui kelemahannya. Lalu, menoleh ke arah ayahnya, yang sekarang memiliki tanda tanya besar di atas kepalanya, Subaru....

".... Ada, seseorang yang kusukai. Jadi, aku sudah tidak apa-apa sekarang."

Membuat sketsa wajah yang terbakar di balik kelopak matanya, tekad Natsuki Subaru untuk menghadapi masa lalunya pun tersegel.

---End of Chapter 17---



Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4


Translator : Zhi End Translation..

Previous
Next Post »
8 Komentar
avatar

mantap min, ditunggu lanjutannya (y)

Balas
avatar

Ditunggu lanjutannya. Mantap

Balas
avatar

Semangat min, Lanjutkan 😆😆😆😆

Balas
avatar

kapan 18 min? biasanya udah di post

Balas
avatar

mind kalau novel mou sama itu sudah sampai di mana kalau menurut animenya

and mau baca mind karena kayaknya tidak akan dibuat lagi

terimah kasih atas jawabannya

Balas
avatar

up lg min yg 18, udh full part :D

Balas
avatar

akhirnya UC mini udah bisa coment.

semangat terus min translatenya :D

Balas