Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 18 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 18 : Orang Tua dan Anak



Chapter 18 : Orang Tua dan Anak.

......Dia merasa kepalanya menjadi semakin jernih.

Alunan derita sampai saat ini yang telah mengoyaknya, mulai menghilang, dan sekarang, hanya ada satu hal yang ada di pikiran Subaru.... Yaitu, tekad untuk menghadapi ayah yang ada di hadapannya.

"Aku punya seseorang yang kusukai."

Sekali lagi, dia mengulangi jawaban untuk pertanyaan tersebut.
Kembali membubuhkan kata-kata itu di mulutnya, Subaru merasa hatinya mulai bergerak maju.
Di depan matanya, mendengar pengakuan itu, Kenichi beberapa kali berkedip sebelum menyadari betapa mendadaknya pernyataan itu.

".....Benarkah?"

Berbicara dengan pelan, dia mendengarkan kata-kata Subaru.
Sikap itu seperti sebuah penyelemat. Ada seseorang yang bersedia mendengarkannya, Subaru harusnya sudah tahu akan hal ini, namun dia hanya menyimpannya sendiri.
Sekarang, dia bermaksud mengakhirinya.

.....Karena ada seseorang di belakangku yang mendorongku untuk maju.

"Benar sekali. Aku bukan lagi anak kecil yang hanya bisa meringkuk di dalam kamar."

Dia tidak tahu tepatnya seberapa banyak dia telah berubah.
Bagian 'bukan lagi anak kecil' mungkin sedikit berlebihan bagi dirinya yang masih sadar betapa masih kekanak-kanakan dirinya.
Keberanian untuk mengangkat kepalanya, tekad untuk menghadapi kelemahannya, ketetapan untuk tidak lagi lari dari situasi yang tidak menyenangkan, bagaimanapun, sepertinya dia belum mendapatkan satupun dari hal itu.
Dia hanyalah seseorang yang lebih buruk daripada seorang anak kecil, akhirnya ia mengakui kalau ia hanyalah seorang anak-anak.
Meski begitu, dia tetap tidak bisa menyadarinya sendiri.

Figur perak yang muncul di pikirannya, memberikan rasa nyaman ke dalam hatinya.
Itu adalah sinar yang membawa kehangatan pada Subaru yang stagnan, yang mana sudah membeku di tempatnya untuk waktu yang sangat lama.

Perak.... Seharusnya adalah warna yang melambangkan rasa dingin, tapi bagi Subaru sekarang, itu adalah sumber kekuatan dan kehangatan tanpa batas untuk melangkah maju. Seolah-olah terpikat oleh kehangatannya,

"Apa yang kutakutkan sehingga aku harus meringkuk seperti bola, aku sudah mengingatnya sekarang..... Tidak, sudah tahu sejak dulu. Aku tahu, tapi aku berpura-pura tak melihatnya..... Kelemahan yang kupikir hanya aku saja yang menyadarinya, saat aku berpura-pura tidak melihatnya, ada mereka yang....."

.....Yang tidak bisa menerima masa lalu. Subaru tahu siapa mereka.

"Ibu, ayah, aku ingin kalian memukulku!"

"....."

"Aku ini idot kecil tak berguna, tak punya harapan, seonggok sampah yang angkuh, aku ingin kalian menghajarku.... dan menyerah terhadap diriku."

Diam menatap ke arah Subaru, mata Kenichi sama sekali tidak bergerak.
Subaru melihat bayangannya sendiri di dalam pupil yang memiliki warna yang sama dengan pupilnya. Sudut tajam dari matanya yang seringkali disalahartikan sebagai tanda kejengkelan, karena beberapa alasan, saat ini terlihat sayu dan terkulai.

.....Menyedihkan sekali. Pikirnya.

"Ketika aku masih kecil aku sangatlah cerdas, dan aku bisa menemukan solusi sempurna untuk apapun. Berlari, begitu juga dengan belajar.... hal-hal yang tidak bisa dilakukan temanku, aku bisa melakukannya hampir dalam waktu sekejap, dan dulu aku bahkan dibingungkan oleh kenapa orang-orang di sekitarku memiliki banyak masalah."

Itu mungkin merupakan rasa sombong yang kekanakan, atau kau bisa menyebutnya rasa manis dari sebuah kehebatan.
Ketika Subaru masih kecil, kemampuan belajar dan atletiknya, selalu berada di depan anak-anak lain seusianya. Dia bisa berlari lebih cepat daripada mereka yang ada di sekitarnya, dia juga lebih pintar dibandingkan mereka yang seusia dengannya, dan seolah-olah itu adalah hal yang wajar, dia pun menjadi pusat segalanya.

(Bagaimanapun, dia kan anak orang itu.)

Semua orang memberikan pujian ini pada Subaru, para orang dewasa, dan para tetangga terus mengucapkan hal tersebut.
Dia tahu, yang mereka maksud 'orang itu' adalah ayahnya, dan fakta bahwa dia adalah anak ayahnya, telah diakui oleh semua orang di sekitarnya..... Dan Subaru yang masih muda, merasa bangga dengan kata-kata tersebut.

Ayah.... Ayah Subaru, Natsuki Kenichi, di mata anaknya adalah orang yang penuh dengan karisma dan daya tarik.
Dia, tertawa dengan baik, berbicara dengan baik, menangis dengan baik, marah dengan baik, olahraga dengan baik, dan bekerja dengan baik.
Ayahnya bisa menyatakan cintanya pada Subaru dan ibunya di depan publik tanpa sedikitpun merasa malu, dimanapun ayahnya berada, dia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang mengaguminya, dan Subaru selalu melihat ayahnya berdiri di tengah-tengah kerumunan dengan wajah tersenyum.

Bagi Subaru, ayah seperti itu sudah lebih dari apapun yang bisa dia harapkan. Memiliki ayah yang menyayangi keluarganya seperti itu, Subaru dan ibunya, di atas segalanya, terus menanamkan rasa superiotas kepada dirinya sampai menjadi sebuah kebanggan yang tumbuh subur.

..... Aku ingin menjadi seperti ayah, aku ingin menjadi seperti ayah.

Bagi Subaru yang masih muda, luas punggung ayahnya adalah luas dunia itu sendiri, dan dunia hanya bisa dilihat dari atas punggung ayahnya.
Dan begitulah setiap hari, Subaru menghabiskannya dalam kebahagiaan dan dalam pencarian kebahagiaan.

Tapi....

"Saat itu dimulai, aku bertanya-tanya.... aku tidak ingat, tapi suatu hari aku kalah balapan. Segera setelahnya, aku bukan lagi nomer 1 dalam segalanya. Ada anak yang bisa berlari lebih cepat dariku, ada anak yang bisa memecahkan masalah lebih cepat dariku. Sedikit demi sedikit, tempat pertamaku menjadi semakin menurun, dan rasanya itu aneh, pikirku."

Saat semua itu menjadi semakin memburuk, bintang yang bersinar di hati Subaru, perlahan meninggalkannya.
Bahkan jika dia mengulurkan tangannya, berlari kesana kemari di bawah langit, bintang yang pernah menyinari sekelilingnya tidak bisa ditemukan di manapun. Yang ada hanyalah keheningan, diselimuti kegelapan.
Dan di dalam kecemasan yang tidak pasti dan sulit dipahami,

(Bagaimanapun, dia kan anak orang itu.)

Kata-kata itu menjadi penyelamat Subaru, harapan terakhir yang bisa dia pegang.
Meskipun dia bukan yang tercepat atau yang terpintar, kata-kata itu terus menahan kepercayaan diri Subaru.

Daripada berlatih lari lebih cepat, atau mencurahkan segala usahanya pada tugas sekolah, Subaru memutuskan melakukan hal yang paling bodoh.

Menyelinap ke dalam sekolah saat malam hari bersama dengan temannya, menggambar garis putih di seluruh kota, ataupun mengusir anjing liar yang terkenal berbahaya dari tempatnya..... Dengan begitu, semua orang tidak akan bosan dengannya, jadi dia bisa melindungi bintang terakhirnya yang mulai meredup.

"'Belajar giat itu adalah hal yang bodoh. Bisa berlari cepat itu tak bisa dibanggakan. Hal-hal yang kulakukan itu bisa membuat orang lain senang, dan itu lebih jauh, dan lebih baik daripada yang bisa dilakukan orang lain.'"

Untuk menyokong kebanggan yang keliru ini, dia tidak punya pilihan lain selain terus melanjutkannya.
Dia akan mendahului apa yang takut dilakukan oleh orang lain, menantang apa yang orang lain benci untuk ditantang, dengan begini, dia bisa memastikan kalau dia tidak akan kehilangan tempat yang dia lindungi di dunia ini.

"Tapi jika aku melindungi diriku seperti itu, selanjutnya mungkin aku tidak punya pilihan lain selain melakukan sesuatu yang lebih besar. Itu tidak boleh lebih kecil dari apa yang kulakukan sebelumnya. Mereka akan berpikir kalau aku adalah seseorang yang kecil jika aku melakukannya, dan aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi."

Begitulah, tindakan Subaru hanya bisa menjadi semakin parah.
Jika seseorang bertanya kenapa dia melakukan hal seperti itu, 'dia kan Natsuki Subaru' pasti akan menjadi jawabannya.

.... Ya, hanya Natsuki Subaru seorang.
Natsuki Subaru itu lebih berani dari siapapun, lebih liar dari siapapun, lebih bebas dari siapapun, dia harus terus menjadi eksistensi yang orang lain dambakan.

Memaksa dirinya, membentangkan dirinya, Subaru mencoba menyembunyikan kegugupannya, sehingga dia sendiri pun tidak akan bisa menyadarinya. Dia terus membodohi dirinya sendiri dan orang-orang yang ada di sekitarnya, kalau dia bisa melakukan lebih dari ini.

Karena dia adalah anak Natsuki Kenichi, Natsuki Subaru.

"Kupikir aku bisa melakukan apapun. Aku membuat diriku percaya kalau aku bisa melakukan semuanya. Dan tanpa mau repot-repot berpikir sebelumnya, semua yang kulakukan, dan setiap konsekuensi dari apa yang kulakukan, telah menjadi kekacauan yang konyol...."

Layaknya ngengat yang memutari api, dia bersikeras mengejar kehangatannya tanpa sadar kalau dia bisa terbakar.
Jika dia benar-benar seekor ngengat, terpikat oleh api, pasti akan menjadi akhir baginya.
Tapi Subaru bukanlah ngengat, ataupun teman-teman yang mengelilinginya. Mereka hanyalah manusia, bahkan lebih daripada Subaru.

....Nampaknya memang tak ada apapun yang telah ditetapkan.

Tertarik oleh kenakalan yang Subaru lakukan, anak-anak berwajah menakutkan yang mirip dengannya datang berkumpul mengelilingnya.
Dan seperti gigi yang menghancurkan tulang, jumlah teman yang ada di sekitarnya pun mulai berkurang.

"Sekelompok idiot, pikirku. Kau tidak akan bisa menemukan kesenangan semacam ini kecuali kau berada di sampingku. Mereka pasti akan menyesalinya, tapi mereka bebas menghabiskan waktu mereka yang membosankan di manapun. Pandanganku ini ada di sesuatu yang lebih tinggi."

Jika dia terus mencari keberadaan bintang-bintang itu seperti ini, paling tidak dia tidak akan kehilangan pemandangan bintang yang ada di atas kepalanya.
Lautan bintang yang dulu pernah mewarnai seluruh langit, sekarang hanya tersisa satu bintang yang menyinari Subaru, dan begitulah, dia terus dan terus berjalan tanpa melepaskan pandangannya dari bintang itu.... sampai tiba-tiba, ketika dia mengalihkan pandangannya dari bintang yang ada di langit kembali ke bumi.....

"Sudah tak ada seorangpun di sekelilingku."

Tentu saja hal ini akan terjadi.
Tanpa memikirkan sekitarnya dan terus mengejar bintang yang tidak bisa orang lain lihat.

Temannya, yang pada mulanya menganggapnya lucu, melihat kenakalan yang perlahan naik tanpa adanya tempat mendarat, saat ini sudah tidak bisa lagi mengikutinya.
Tidak memperhatikan hal ini dan hanya mengejek mereka yang pergi sebagai seorang idiot, bahkan mereka yang masih tersisa pun menjadi gelisah dan ragu.

Satu persatu temannya menghilang dari sisinya, hingga ia menyadari kalau dia sudah sendirian di bawah langit berbintang.
Merasa marah, dongkol, ingin lupa, Subaru menatap ke arah langit....

"Bahkan bintang yang seharusnya ada di atasku pun, sudah tidak bisa lagi kutemukan di manapun."

Saat dia kehilangan cahaya dari bintang itu, dikucilkan oleh teman-temannya, ditinggalkan sendirian di kegelapan malam, Subaru akhirnya menyadarinya...

.....Dia bukanlah orang yang special...

(Bagaimanapun, dia kan anak pria itu.)

Mereka adalah kata-kata ajaib yang Subaru dekap dengan bangga, dan pernah membuat hati Subaru penuh dengan semangat.
Sejak kapan, tanpa sepengetahuannya, mereka telah berubah menjadi sebuah kutukan?

"Pergi keluar dan berkeliaran di kota, itu semua sudah sangat jelas. Kemanapun aku pergi, kemanapun aku memandang, aku pasti akan menemukan jejak ayah yang tak kunjung hilang..... Itu adalah hal yang sangat wajar, pikirku."

Dunia Subaru yang kecil dan sempit, persis sama dengan pemandangan yang terlihat dari atas punggung ayahnya.
Bagi Subaru yang bercita-cita meraih ketinggian yang sama dengan ayahnya, tidak peduli dimanapun dia berada, tidak peduli kemanapun dia memandang ke dunia yang sempit itu, tidak ada satupun tempat di mana dia tidak merasakan jejak ayahnya yang tak pernah menghilang.

Sedikit demi sedikit, bagi Subaru, dunia telah berubah menjadi tempat yang mengerikan.
Dan di saat yang sama, memakan hati Subaru, adalah kesadaran diri menyakitkan bahwa dia hanyalah anak biasa, sekaligus rasa malu yang membuatnya ingin menyembunyikan kenormalan itu dari orang tua dan siapapun yang mengenalnya.

Dicintai oleh semua orang, diandalkan oleh semua orang, disenyumi oleh semua orang.
Namun di saat yang sama, anak Natsuki Kenichi, Natsuki Subaru, juga mengkerut mual di bawah tatapan semua orang, seorang pengecut berpenyakitan yang memegangi kepalanya sendiri merasa takut dengan luasnya dunia, dia tidak bisa menahan anggapan seperti itu.

Kelemahannya tidak lain merupakan penghinaan bagi ayahnya yang mengaku mencintainya, dan mungkin, di suatu titik, ayahnya yang menjulang itu akan menjadi kecewa dengannya.
Hal itu, di atas segalanya, merupakan hal yang paling ditakutkan Subaru.

Di SD dan di SMP, Subaru dengan gegabah berusaha keras untuk tidak menarik perhatian.
Teman sekelasnya yang sudah mengenalnya sejak kecil, tidak bisa paham melihat betapa patuhnya Subaru.... anak-anak, di usia mereka yang mudah dipengaruhi, telah gagal menyadari fragmen kegelapan yang mendiami hati teman sekelas mereka, dan karena mereka telah melewati hari-hari mereka yang menyenangkan, mereka pun lupa dengan hal-hal sepele seperti itu.

Sementara itu, saat dia menghabiskan waktu mengubur dirinya ke dalam keadaan tanpa nama, saat dia berusaha menghilangkan bayangan masa lalunya, di rumah, Subaru dengan lihai terus memainkan peran anak yang sulit dikendalikan.

Di sekolah, ia hampir menjadi selembek rumput laut yang berada di tempat teduh, namun segera setelah ia sampai di rumah, dia akan kembali menjadi liar seperti orang yang benar-benar berbeda.
Pulang dari sekolah, dengan berbagai prestasi kepahlawanannya, dia akan melembutkan sudut bibir ibunya di tengah-tengah pekerjaan rumah tangganya, sekaligus menciptakan senyum di wajah ayahnya ketika dia pulang dari pekerjaannya.

.... Semua itu, apakah orang tuanya sudah menyadari kalau semua itu adalah bohong? Bahkan saat ini pun, Subaru masih tidak yakin.

Begitulah, sepanjang masa SD dan SMP-nya, dia menghabiskan bagian terhebat dari hidupnya dengan melukis dan membangun kebohongan ini, sekaligus menciptakan karakter khayalan dari Natsuki Subaru.
Semua orang telah melupakan berbagai kenakalan Subaru di masa lalu, dan mengenalnya hanya sebatas teman kelas biasa yang hampir tidak mereka ketahui apapun selain namanya.

Di puncak rasa kesepian yang menemani hubungan bodoh dengan teman sebayanya, sekaligus menutupi hati Subaru, adalah sebuah rasa takut yang bahkan lebih dalam lagi. Untuk membawa nama belakang Natsuki, dia harus terus menerus kagum terhadap suatu kekuatan tertentu.

"Kalau kupikir-pikir, itu adalah jalan hidup yang kelam. Tapi dengan melakukan ini, aku berhasil melewati seluruh masa SD dan SMPku. Lalu, melewati semua itu, aku menjadi seorang siswa SMA.... meskipun itu sekolah swasta, mungkin karena peningkatan standar nilai, hampir tidak ada satupun teman sekelasku yang berhasil masuk di sekolah yang sama...."

Terbiasa dengan kebiasaan hanya berpikir mundur, dengan tiba-tiba, perubahan lingkungan Subaru yang drastis, merampas kesempatannya untuk bergerak maju, dan dia pun harus mengumpulkan setiap pecahan keberanian yang masih tersisa di dalam dirinya.
Memeras keluar seluruh keberanian itu, Subaru menggertakkan giginya dan mengangkat kepalanya.

Melangkah memasuki lingkungan SMA yang baru. Membangun hubungan yang tidak diketahui dengan wajah-wajah baru.
Di sana, meski mereka mengenalnya sebagai Natsuki Subaru, tidak ada satupun yang akan melihatnya sebagai 'anak Natsuki Kenichi'. Bahkan, di tempat itu..... dia sekali bisa melihat cahaya dari langit berbintang yang telah dia hilangkan.

Tapi caranya menggunakan keberanian itu, pasti akan membuat Subaru tersandung ketika menapaki jalan tersebut.

"Bahkan aku pun harus mengakui kalau itu adalah kegagalan debut SMA yang sangat hebat. Tentu saja begitu. Kau punya seseorang yang tidak pernah membangun hubungan interpersonal apapun selama SD dan SMP, tiba-tiba dia dilempar ke sebuah tempat yang dipenuhi dengan wajah-wajah yang tidak dia kenal, bernapas dengan kasar melalui hidungnya, tidak bisa menghilangkan ketegangannya.... bahkan seorang idiot pun bisa melihat bagaimana itu akan berakhir."

Tidak bisa melihat sesuatu yang bahkan bisa dilihat oleh seorang idiot, kalau dipikir-pikir sekarang, Subaru sadar kalau dia memang lebih buruk daripada seorang idiot.

Tanpa melihat secara detail pun, hasilnya sudah sangat mudah untuk dibayangkan.
Dalam hal membangun hubungan interpersonal, Subaru tidak punya panutan lain selain ayahnya, jadi ketika waktunya untuk membangun hubungan baru di lingkungan yang baru tiba, satu-satunya referensinya adalah ayahnya.

.....Tapi, lelucon yang bisa membuatnya tersenyum ketika dia masih kecil, saat dia gunakan pada teman sekelasnya yang berada di tengah-tengah perubahan psikologi karena tahap akhir masa pubertas, tak lebih hanya menjadi sebuah racun,

"Racun yang berbahaya. Racun yang mematikan. Aku ini seperti jamur beracun dengan bintik merah putih kecil di atasnya, orang yang memiliki 'racun yang berbahaya, kau akan mati jika memakannya', tertulis jelas di wajah orang seperti itu."

Bagaimana orang seperti itu harusnya berbaur?
Masuk ke dalam lingkungan yang baru, Subaru kehilangan pijakan di langkah pertamanya dan jatuh ke dasar lubang. Lalu, menghabiskan waktunya sendirian, dianggap sebagai orang bodoh dan canggung yang tidak bisa membaca suasana, Subaru tiba-tiba memikirkannya di suatu pagi.

...... Ah, aku tidak ingin ke sekolah hari ini.

"Aku ingat suatu pagi ketika ibu dan ayah tidak ada di rumah. Rasanya sangat sulit bangun dari tempat tidur, jadi aku pun tidur sampai melewati waktu di mana seharusnya aku bangun.... dan ketika akhirnya aku keluar dari ranjang dan panik, saat itu sudah siang, tapi saat aku akan bangun dan berganti baju...."

Subaru menyadari hati dan tubuhnya, terasa sangat tenang.

Di sekolah, ketika duduk sendiri di kursi dekat jendela, berpura-pura tertidur, dan membiarkan waktu berlalu, hati Subaru selalu disiksa dengan dengan rasa takut dan kecemasan.
Tidak ingin berada di tempat itu, mulai dari saat dia menginjakkan kakinya di sekolah, dia akan mulai berpikir untuk pulang. Tidak, bahkan saat dia bangun, dia akan mulai berpikir bagaimana menghabiskan waktunya ketika akhirnya dia pulang sekolah.

Ini bukan karena dia dibully. Ini bukan karena dia dihindari.
Hanya saja, dia sendiri yang telah membangun sebuah dinding. Dia takut mendekap harapan saat disentuh kebaikan orang lain. Dan pemikiran bahwa mungkin ia bisa melihat cahaya bintang itu lagi, mengisinya dengan perasan gelisah.

Andai saja dia bisa melewati hari tanpa harus menahan penderitaan di jam-jam itu. Perasaan bebas itu, perasan lega itu, ditarik oleh daya tarik dari ketidakberdayaan itu, sedikit demi sedikit, langkah Subaru pun semakin menjauh dari sekolah.

"Bolos sekali semingu menjadi sekali setiap tiga hari, lalu menjadi setiap hari...... sampai aku berhenti sepenuhnya, bahkan selama dua bulan."

Tidak perlu dibicarakan lagi hari-hari yang datang setelahnya.
Tidak lagi masuk sekolah, hati Subaru dipenuhi dengan perasaan lega. Itu adalah perasaan bebas berada jauh dari sekolah di mana dia dipaksa menghabiskan jam-jam yang menyiksa, dan di atas segalanya, sesuatu yang saat ini menguasai hati Subaru adalah sebuah penyambutan dan posisi menyerah.

Tanpa alasan apapun, dia telah menjadi anak putus sekolah yang berpuas diri dan sombong, Subaru.
Melihat Subaru yang seperti ini, pasti tidak ada seorang pun yang akan berpikir 'Bagaimanapun, dia kan anak orang itu' lagi, dan di atas segalanya..... betapa kecewa orang tuanya melihat Subaru yang menyedihkan seperti ini. Pasti, nanti, bahkan ibu dan ayahnya pun akan menyerah 'menyayangi' Subaru.

Jika seorang anak yang tidak mereka cintai dianggap sampah, mungkin itu tidak akan berarti apa-apa bagi mereka.
Tapi jika anak yang mereka cintai dilabeli sebagai anak tidak berguna, mereka berdua pasti akan marah. Dan tentu saja juga merasa sedih. Jika orang lain melihat mereka seperti itu, orang itu pasti akan mengasihi mereka, bahkan meremehkan mereka.
Akan lebih baik kalau Subaru menghilang begitu saja dari kehidupan mereka.

Karena itulah, Natsuki Subaru....

"'Aku tidak mencintaimu', 'aku tidak mau mengakuimu', 'kau bukanlah.... anakku', aku ingin kau mengatakan itu padaku dan membuangku. Aku ingin, kau menyerah terhadap diriku."

Setengah berharap bisa melihat bintang yang sudah tidak lagi ada, sedikit berharap, dia menatap ke arah langit.

Subaru yang menyedihkan dan banci, manusia bodoh yang tidak layak menjadi anak Natsuki Kenichi, hanya berharap untuk dibebaskan.

.... Bahkan Subaru sendiri tidak menyadari kalau ini adalah isi hatinya yang sebenarnya.

Menghadapi hatinya, membuka bagian dalamnya, untuk pertama kalinya, Subaru melihat keburukan hatinya. Memikirkan diri sendiri, bodoh dan lemah, tidak mau mengakui kesalahan dan mengalihkan pandangannya, lalu mencoba melimpahkannya pada orang lain untuk membereskan kekacauannya, itu semua benar-benar membuatnya ingin muntah.
Namun, pada akhirnya, alasan kenapa Subaru tidak mengabaikan dirinya sendiri adalah karena ia diuluri tangan oleh seseorang yang tidak akan mengabaikannya.

(Rem mencintai Subaru-kun.)

Saling tumpang tindih dengan guratan perak di balik kelopak matanya, adalah sebuah sinar biru pucat yang sangat lembut.
Layaknya sebuah angin yang menenangkan, sinar itu bertiup ke dalam hati Subaru, memberikan kehangatan melewati anggota tubuhnya.

(Ayo kita mulai dari sini. Kita mulai dari satu.... tidak, dari nol.)

Ketika Subaru merasa seperti menemui sebuah akhir, gadis itu mengatakan hal tersebut, memberikan punggungnya sebuah dorongan. Ketika Subaru tidak bisa lagi bergerak maju, gadis itu mengangkat wajah Subaru, memegang tangannya, melingkarkan tangannya di punggung Subaru, dan memberi Subaru sebuah kecupan dahi, memberikannya sebuah keberanian.

Terpesona oleh sinar perak yang memberinya kehangatan, dan didorong dari belakang oleh kehangatan langit biru yang menginginkan ia untuk bergerak maju, Natsuki Subaru, yang mana ceritanya harusnya menemui sebuah akhir, sekali lagi dimulai dari nol.
Karena dia menyadari hal ini, karena dia ingat hal ini, karena dia sudah memutuskan untuk bergerak maju mulai dari nol.... sebelum nol, dia saat ini harus memperbaiki minus di masa lalunya.

Ketika monolog panjang Subaru berakhir, Kenichi yang mendengarkannya, menutup mata seolah sedang melamun dan sepenuhnya bungkam. Melihat ayahnya seperti ini, Subaru berusaha mati-matian menyegel semua kelemahan dan sifat pengecut, agar tidak merembes keluar dari tenggorokannya.

Diberikan kesempatan untuk merefleksikan diri, melalui perubahan kecil pada keadaan mentalnya, entah seberapa kecilnya itu, Subaru melihat keanehan dari hatinya sendiri.
Entah itu sekarang, ataupun dulu, Subaru selalu melimpahkan konsekuensi dari tindakannya untuk dibereskan oleh orang lain.
Karena ia tidak berani menyerah terhadap dirinya sendiri, karena ia lebih ingin menjadi pahlawan tragis dibandingkan seorang villain di dunianya sendiri, tanpa mengatakan apapun, ia hanya diam menunggu orang lain yang bersedia menjadi villain.

Pikirnya, jika ia berhenti sekolah, jika ia melewati hari-harinya dengan bermalas-malasan di dalam kamarnya, jika ia terus menjadi dirinya yang bodoh.... Suatu hari Kenichi pasti akan mendobrak pintunya dan mengakhiri dunia Subaru.
Tanpa sadar, di dalam hatinya, Subaru menantikan akhir seperti itu untuk hari-harinya yang penuh kemalasan.
Saat pikirannya terperangkap dalam jalan buntu ini, saat itulah dia datang ke dunia paralel. Bahkan di sana pun, Subaru terus memperlihatkan sifat berpuas dirinya, sampai....

".... Subaru."

Kenichi yang tadinya berpikir, membuka matanya, dan memanggil nama Subaru.
Suara dari panggilan itu menarik kesadaran Subaru kembali dari lautan renungan dan melemparnya kembali ke realita di hadapannya.... Wajah ayahnya, lurus berada di depan matanya, dan,

"SUNDULAN... AYAH!"

"Adaghh!!"

Dahinya diserang oleh sebuah serangan yang mengerikan, Subaru mendengking saat percikan api terbang berhamburan.
Memegangi dahinya karena rasa sakit itu, ia melihat Kenichi berdiri di depan bangku, menatapnya.

"Lihat Subaru. Itu adalah 'SUNDULAN AYAH' penuh cinta dariku, sebuah serangan tunggal dari kemarahan."

"Kau menyebutnya sundulan dan kemudian berganti ke tendangan-kapak! Kau bahkan membuat wajahmu terlihat mirip seperti penipu ahli!"

"Tipuan itu hanya bekerja saat kau sedang duduk dan aku sedang berdiri! Eech, badanku jadi kaku. Ini tidak sama seperti dulu. Inilah yang kudapatkan karena bermalas-malasan saat peregangan seusai mandi."

Dengan tampang aneh di wajahnya, Kenichi mulai melakukan beberapa peregangan. Melihat ayahnya sambil mengusap bagian dahinya yang terkena sundulan, setengah menangis karena rasa sakitnya, Subaru merasa tidak yakin apa yang harus ia lakukan dengan reaksi yang tak terduga ini. Apapun yang Subaru perkirakan, paling tidak itu bukanlah seperti ini.

"Tapi Subaru. Kau tahu, kau...... kau itu benar-benar bodoh!"

"Uoogghhh!!"

Pernyataan tanpa kata-kata manis itu membelah Subaru menjadi dua, dan Subaru tidak punya pilihan lain selain membuat suara lengkingan dari tenggorokannya.
Memandang ke arah Subaru, Kenichi menyilangkan tangannya dengan sebuah dengusan.

"Bercerita 'nieh-nieh-nieh-nieh-nieh' dan mengkhawatirkan semuanya.... Dari bagianku atau ibumu yang mana kau mendapatkan sifat mengasihani diri sendiri itu? Kau benar-benar mirip dengan adik ibumu, kau tahu. Orang gemuk botak pendek yang wajahnya selalu terlihat mengkhawatirkan sesuatu."

"Well, itu terlalu jauh.... meskipun ya, paman itu adalah alasan kenapa aku menjadikannya tujuan hidup agar aku tidak berakhir gemuk dan botak ketika aku dewasa nanti."

Si ayah dan si anak paling tidak sudah setuju untuk membakar si paman yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan semua ini.
Sementara jauh di sana, di bawah langit yang sama, saat kerabat mereka diberikan penilaian tersebut, Kenichi melanjutkannya dengan sebuah tatapan tajam, "Mula-mula,"

"Ada banyak hal yang membuatku kesal, tapi ada satu hal yang paling buruk di antara semuanya. Itu benar-benar membuatku kesal saat kau berpikir dengan melakukan tindakan pasif itu, kau bisa membuatku berhenti mencintaimu. Dengan sindrom apatis-hikikomori-putus-sekolah itu, kau pikir ayahmu akan menggila dan menyoyakmu menjadi sesuatu yang baru?.... Apa-apaan kau itu, bodoh? Kau ingin aku memarahimu? Apa kau ini seorang gadis kecil yang tidak mendapatkan cukup kasih sayang fisik saat kau masih kecil? Apakah semua gulat yang kulakukan denganmu setiap pagi itu tidak cukup?"

"Caramu mengatakannya memang salah arah di beberapa bagian, tapi inti dari semuanya sangatlah tepat, jadi aku tidak bisa membantahnya...."

"Tidak, jika kau ingin aku menyerah terhadapmu, kau harus melakukannya jauh lebih baik daripada itu. Siapa juga orang yang akan menyerah terhadap anaknya yang mengurung dirinya di dalam tong kecil? Jika kau ingin aku membencimu, lebih baik kau membunuh separuh umat manusia atau semacamnya. Maka aku pasti akan membencimu."

"Kita bahkan sudah tidak lagi melihat villain seperti itu di manga shounen!! Siapa juga yang akan melakukan hal sekonyol itu?"

".... Apa yang kau katakan padaku itu memang konyol, kan?"

Mendengar Kenichi mengatakan hal itu dengan keras, Subaru pun kehilangan kata-katanya.
Di depan Subaru, Kenichi membungkukan pingangnya dan menatap mata Subaru, "Kau paham?", tanya Kenichi,

"Bahkan jika kau selambat siput, atau terlalu bodoh untuk mengingat tabel perkalian, ataupun membual di blog yang akan merugikan dirimu sendiri untuk menarik perhatian....."

"Aku tidak selambat, atau setolol, atau sebodoh itu...."

"Bahkan jika kau selambat dan setolol dan sebodoh itu, aku tidak akan pernah membencimu ataupun menyerah terhadapmu! Bukankah itu sudah jelas? Aku ini ayahmu, dan kau itu anakku!"

Dengan sebuah desahan jengkel di akhir kalimatnya, Kenichi meluruskan punggungnya. Subaru pun mendongak melihat ayahnya yang tinggi berdiri. Bermandikan tatapan anaknya, Kenichi mengatakan,

"Tapi tetap saja, kau pikir aku ini superman macam apa? Dari apa yang kau katakan, itu terdengar seolah-olah aku ini superhero dengan teknologi-teramat-super-dan-teknologi-canggih-yang-sempurna, kau tahu."

"Itu penafsiran yang terlalu berlebihan."

"Kau hanya tidak mengetahuinya, aku pun punya berbagai masalah, penyesalan, dan kegagalan juga. Aku juga menangis, berteriak, dan mendapat penolakan.... yeah, aku sama sekali tidak special. Meskipun paling tidak aku punya wajah yang tampan. Tidak sepertimu."

"Terlalu percaya diri, strike-two."

"Ketika aku masih seusiamu, aku juga tidak dewasa sedikitpun. Memang aku sedikit terkenal, tapi itu sama sekali tidak special. Aku bisa sedikit menghentikan waktu, sepertinya, tapi itu dulu."

"Seharusnya kau gunakan itu saat kau tertabrak mobil tahun lalu."

Lelucon tiga bagian.
Penyatuan tiga tsukkomi dengan sempurna saling bergantian, Kenichi pun mengangkat telapak tangannya mengajak tos.
Tapi, ketika tangan mereka bersentuhan, satu tangan langsung mencengkeram tangan lainnya.

"Sekarang biarkan aku memelintir pergelangan tangan milik anakku yang merepotkan dan bodoh ini, agar bisa sedikit memperbaiki sifatnya...."

"Ow! Ow, ow, tu-tunggu, tanganku akan.... owowow, sakit!"

"..... Tapi kupikir itu tidak perlu. Kau terlihat sudah menghajarnya sendiri."

Pergelangan tangannya yang dipelintir, akhirnya dilepaskan, Subaru berdiri sambil menggoyang-goyangkan tangannya sambil merengek kesakitan. Menatap Subaru dengan sebelah mata tertutup, Kenichi pun mendengus pelan melalui hidungnya,

"Aku merasakannya pagi ini, tapi tadi, rasanya ada sesuatu yang tiba-tiba yang berubah dari dirimu. Apa-apaan itu?"

"Sudah kubilang, kan? Itu karena aku punya seseorang yang kusukai."

Kecerahan dari warna perak, menuntun tangan Natsuki Subaru.

"Dan ada juga, seseorang yang mengatakan kalau mereka mencintaiku, meskipun aku seperti ini."

Sinar biru langit yang hangat, dengan lembut mendorong punggung Natsuki Subaru.

"Mereka tidak tahu kalau aku ini anak Natsuki Kenichi. Ketika aku bersama mereka, aku hanyalah Natsuki Subaru.... Tidak...."

Menggelengkan kepalanya, Subaru menatap mata ayahnya yang berdiri di hadapannya.

"Tidak peduli siapapun yang kuhadapi, aku adalah Natsuki Subaru. Aku sendiri yang merasa membawa papan nama aneh itu di punggungku, saat akhirnya aku benar-benar dihancurkan oleh berat dari sesuatu yang tidak ada di sana. Sekarang, akhirnya aku mengerti."

"Well, itu sangat amat telat. Aku ini tiang tinggi besar yang menyangga keluarga ini, di sini. Aku tidak pernah memintamu untuk menjadi kepala keluarga, siapa sih yang memberimu ide untuk menanggung beban seperti itu? Aku memang seharusnya memukulmu!!"

"Kau sudah melakukan banyak hal yang lebih menyakitkan daripada memukul!!"

Melihat Subaru menghentak tanah sebagai bentuk protes dari serangan sebelumnya, Kenichi tertawa "Maaf, maaf", seperti sedang meminta maaf atas kelakuan orang lain. Lalu, memicingkan matanya menjadi satu garis tipis, Kenichi melanjutkan, "Daripada itu,"

"Kau bilang ada orang yang kau sukai, lalu kau bilang lagi ada orang yang menyukaimu, tapi, apa-apaan ini? Kau.... apa kau ini tukang selingkuh? Hanya dengan level Subaru-mu itu?"

"Jangan menyebutnya level Subaru! Meskipun aku sangat sadar kalau itu terlalu mewah bagi levelku ini! Lantas kenapa? Di sana ada dua bintang di tempat yang paling tinggi, apa salahnya itu?"

Itu bukan berarti dia menentangnya, karena itu memang perasaan jujur Subaru saat ini.
Dia mencintai Emilia, dan dia juga mencintai Rem. Mereka berdua membuat Subaru berdiri dan melangkah ke depan, entah itu untuk berdiri di depan Kenichi ataupun untuk menghadapi masa lalunya, mereka berdua memberinya kekuatan untuk tidak lari.

Lautan bintang yang pernah menghiasi langit Subaru.... Seluruh cahaya bintang cemerlang yang dulu dia lihat saat mendongak ke atas.
Di atas kepalanya sekarang, lebih silau, lebih terang dibandingkan seluruh bintang itu, adalah bintang dari dua cahaya tersebut. Dan dari seluruh bintang yang berkilauan itu, bahkan bintang yang harusnya sudah menghilang sejak dulu pun, saat ini datang kembali dengan kilau yang berbeda.

Tempat itu berada di luar kamar tempatnya mengurung diri, tiba-tiba dipanggil ke dunia Parallel, melalui keputusasaan, penderitaan, kesedihan, meratap seraya menangis, berteriak marah, melangkah maju dengan senyum di wajahnya, bergerak maju dengan antusias, akhirnya Subaru pun memenangkan langit berbintang tersebut.

"Well, tidak masalah. Lakukan sesukamu. Selama kau mendapat akhir yang sempurna tanpa melanggar hukum, aku tidak akan keberatan. Sepertinya kau punya bakat untuk membodohi para gadis juga ya."

"Kalau aku punya bakat seperti itu, aku tidak mungkin akan gagal dengan sangat menyedihkan di hari pertamaku SMA, dan berakhir sendirian. Aku tidak bisa membuat keajaiban sepertimu, yah."

"Kupikir itu tidak benar, kau tahu? Bagaimanapun juga, kau itu adalah anakku. Dan meski kau sudah membuat semuanya salah, ada satu hal yang paling salah di antara semuanya."

"Satu??"

Mengetukkan jarinya di atas tangannya yang terlipat, Kenichi menjawab Subaru yang kebingungan dengan sebuah "En", dan mengangguk,

"Aku mungkin sangat hiperaktif di depanmu dan ibumu, tapi aku tahu bagaimana cara memilih WAKTU dan TEMPAT yang TEPAT untuk hal-hal ini, kau tahu? Aku memang selalu begini di depanmu, jadi mungkin kau sudah salah paham, tapi jika kau bertingkah sepertiku di depan semua orang, tentu saja itu sangat salah, oy!"

"Tu tu-tunggu....."

"Itu sudah jelas, kan? Kalau kau melihat orang dengan TENSI seperti ini di pertemuan pertamamu, kau pasti akan ketakutan bahkan jika hanya berdekatan dengannya, kan? Dari saat itu sampai kau menjadi teman baik, kau harus tetap meluruskan kerah bajumu. Kau hanya bisa melepas kancing di bajumu saat panas. Selain itu, bersabarlah dari April sampai Juni."

Itu merupakan kebenaran yang mengejutkan. Kenyataannya, bahkan ayahnya pun merubah sikapnya tergantung lawan bicaranya, persis seperti orang normal.
Tanpa mengetahui hal ini, Subaru percaya, jika ia bertindak seperti ayahnya, dia akan dicintai oleh mereka yang ada di sekitarnya seperti ayahnya. Sungguh pemikiran yang sangat dangkal.

"Waktu yang kuhabiskan dengan stagnan....."

"Well, menurutku itu tidak sepenuhnya sia-sia. Bahkan, kau bisa menjadi seperti sekarang ini karena semua itu. Bintang-bintang yang kau temukan, bukankah mereka sangat layak untuk waktu yang kau habiskan untuk mencari mereka?"

Subaru yang memegangi kepalanya merasa menyesal, mengangkat wajahnya ketika mendengar kata-kata tersebut. Dia bisa menjawab pertanyaan itu tanpa sedikitpun keraguan, karena dia sudah tahu jawabannya, melebihi semua keragu-raguannya.

".... Tidak, itu sangat layak. Tidak peduli berapa kesempatan yang kudapat, aku ingin mengejar bintang yang sama seperti diriku saat ini. Jadi, kupikir aku suka diriku yang sekarang."

"Benarkah..... Kalau begitu, semua itu sangat hebat kan?"

Lega melihat Subaru memantapkan hal tersebut di dalam hatinya, Kenichi pun tersenyum.
Dan melihat senyum itu, Subaru merasa benjolan besar di dadanya jatuh dengan bunyi gedebuk. Kegelapan di dalam dirinya pun menjadi terang, seolah-olah perasaan suram tadi telah dibersihkan.

Meski itu emosi egois dan angkuh, bagi Subaru saat ini, hal itu merupakan penyelamat.
Setelah menghadapi masa lalunya, mengucapkan selamat tinggal dengan dirinya yang dulu seraya memeluk dan menerima dirinya yang dulu, Subaru merasa bangga dengan dirinya yang sekarang yang mana sudah bisa melangkah maju.

"Maafkan aku atas waktu yang kuhabiskan dengan mengurung diri. Maafkan aku membuatmu khawatir dengan semua emosi yang tidak bisa kuatur, dan menolak untuk sekolah. Aku tahu aku salah. Aku benar-benar minta maaf."

"Tidak masalah, kau tidak perlu melakukannya. Itu kesalahanku karena tidak menyadari betapa luar biasanya aku di khayalanmu. Akulah yang seharusnya minta maaf, karena menjadi terlalu mengagumkan di matamu."

"Meskipun itu fakta, setelah kau mengatakannya seperti itu, aku benar-benar tidak ingin mengakuinya sekarang!"

"Hahaha, tak perlu malu. Kau itu anakku, dan kau punya darahku di setiap pembuluh darahmu. Kau punya potensi untuk menjadi seseorang yang setengah luar biasa seperti diriku."

"Hanya setengah? Kupikir generasi baru harusnya melebihi generasi lama."

"Well, kau juga mendapat setengah bagian dari ibumu. Dengan kehebatan dan wajah tampanku, digabungkan dengan bagian lain dari ibumu, mereka seolah saling membatalkan satu sama lain, kau tahu."

"Maaf bu, aku tidak bisa menyangkalnya."

Tidak bisa mengatakan apapun untuk membela ibunya yang tidak ada di sana, Subaru menepukkan tangannya dan meminta maaf pada udara yang tipis. Merasa geli melihat gestur tersebut dari Subaru, Kenichi menggelengkan kepalanya,

"Baik, kau sudah tenang kan? Seluruh jalan-jalan kita sudah selesai, tak ada gunanya memikirkan mereka lagi, semua masalah itu sekarang tergantung apa yang akan kau lakukan mulai saat ini."

"Yeah, en. Maaf membuatmu khawatir...."

"Jika kau ingin meminta maaf untuk sesuatu seperti itu, kau harusnya meluangkan waktu untuk membalas kebaikan kami dengan baik. Suatu hari, kau pasti akan merawatku dan ibumu, kau tahu, anak tertuaku."

.... Ketika mendengar kata-kata itu, Subaru pun terdiam.

"......"

Dia memantapkan pikirannya untuk meminta maaf atas semua yang telah terjadi sebelumnya, dan dia bertekad untuk mengakui semua perasaan yang ada pada dirinya sekarang ini.
Dia sudah mencapainya dengan baik, tahun-tahun penumpukan barrier di antara mereka telah meleleh, dia sekarang bisa menghadapi orang tuanya dengan hati yang bersih.
Semua yang ingin dia katakan sampai saat ini.....

"....Mu....."

Lalu..... saat dia ingin mengatakan "Mulai dari sekarang", apa yang bergelora melewati seluruh tubuh Subaru adalah,

"..... To.... tolong maafkan aku."

"Subaru?"

"Maafkan..... maafkan aku, maafkan aku..... maaf, maafkan aku maafkan aku.... maafkan aku....."

Suara kebingungan Kenichi terdengar. Namun Subaru tidak bisa lagi mempertahankan wajahnya.
Air mata yang meluap menutupi pandangan Subaru, dan wujud dunia pun menjadi buram. Menutupi wajahnya dengan telapak tangannya, ia berusaha mati-matian untuk mengusap aliran air matanya.
Tapi bahkan dengan mengusap lagi dan lagi, dia tidak bisa menghentikan air matanya yang mengalir. Mereka tidak bisa berhenti, dan tidak akan berhenti.

"Maafkan aku, tolong maafkan aku..... aku, aku.... hanya ada kalian berdua.... maafkan aku, maafkan aku......."

... Dia telah menyadarinya.
Di suatu tempat di dalam hatinya, Subaru telah menyadarinya sejak dulu.

Mulai dari saat dia dipanggil ke dunia parallel ini, ketika bermandikan cahaya matahari, ketika dia menyipitkan matanya karena cahaya yang begitu menyilaukan, layaknya sebuah wahyu, Subaru telah mengetahuinya.

....Dia takkan pernah kembali ke dunia asalnya lagi.

Menumpahkan seluruh isi hatinya pada ayahnya, mengakui semua emosi kelam yang bergumul di dalam dadanya, mendapatkan kata maaf, dipinjami kekuatan untuk melangkah maju, diajari dan dibawa hingga tahu bagaimana caranya,

"Terlepas dari semua itu, aku..... aku tidak bisa membalas apa-apa.... aku takkan bisa melihatmu lagi.... maafkan aku. Maafkan aku, maafkan aku..... maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku."

Air matanya tak mau berhenti. Dia hampir saja jatuh berlutut.
Tapi meski begitu, Subaru tetap berdiri, mencegahnya agar tidak jatuh, adalah sebuah pelukan yang mendekap tubuh menangis Subaru dengan lengannya.

Telapak tangan itu begitu kuat dan besar, mereka memeluk tubuh anaknya yang hampir setinggi dirinya, memeluknya dengan erat, namun, layaknya menghibur seorang anak kecil, mereka juga menepuk dan membelai punggung anaknya.

".... Tidak peduli dimanapun dan kapanpun, kau tetap saja anak yang merepotkan. Gzzzz."

Sambil mengatakan hal itu, Kenichi terus mendekap Subaru yang sedang terisak, dengan tenang, dengan penuh kasih sayang, dan tidak akan melepaskannya.

Baca Light Novel Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 Bahasa Indonesia


XxxxX


"Apa kau sudah tenang?"

"... Yeah. Maaf. Itu pasti sangat menjengkelkan."

"Jangan bercanda. Lihat bajuku ini! Aku sudah mengeringkan air mata dan ingus di seluruh dadaku sekarang. Aku bahkan terlalu malu untuk berkeliaran di daerah sini dengan keadaan seperti ini."

"Haha", menggunakan jarinya untuk memberi Subaru, yang telah berhenti menangis, sebuah jentikan di dahinya, Kenichi pun tertawa dengan kasar.
Dengan sebuah seringai, ia menatap wajah Subaru yang sekarang sembab karena air mata. Melihat mata yang penuh dengan kesedihan dan rasa bersalah itu, Kenichi pun menghela napas,

"Aku tidak tahu kenapa kau menangis, tapi itu pasti sangat memalukan buatmu, jadi aku akan merahasiakannya. Cobalah untuk berterima kasih padaku sebaik yang kau bisa, ok?"

".... Aah. Terima kasih. Sungguh, dari dalam lubuk hatiku, lebih dari siapapun di dunia ini..."

"Well, mukaku pasti akan memerah kalau kau mengatakannya seperti itu."

Menggaruk wajahnya yang terlihat malu, Kenichi pun terkekeh. Tidak bisa menatap wajah ayahnya terlalu lama, Subaru mengalihkan pandangannya.
Kenichi mengangkat bahunya, dan mengibaskan tangannya seperti sedang mencoba mengusir serangga.

"Gezz, sekarang pulanglah, dasar cengeng! Ayah masih ingin berjalan-jalan lebih lama lagi, jadi aku akan mengambil jalan yang lebih jauh. Jika aku terlihat denganmu ketika kau sedang terisak, orang-orang pasti akan berpikir yang aneh-aneh."

".... Mereka pasti akan bertanya-tanya, apa sih yang dilakukan pasangan ayah dan anak di usia kita ini bersama-sama, huh?"

"Yeah, jangan bercanda. Jika aku pulang denganmu seperti ini, teman-temanku pasti akan mendengarnya dan mempermalukanku, kau tahu."

"Kata-kata itu bisa saja menjadi fatal tergantung pada siapa kau mengatakannya, jadi berhati-hatilah saat kau menggunakannya!"

Secara tidak sengaja mengocehkan serangan tsukkomi terhadap kata-kata ayahnya, hati Subaru terasa ditikam dengan rasa sakit nostalgia. Menggertakkan giginya dan memaksa dirinya untuk memalingkan wajahnya, Subaru berhasil mengucapkan kata "Jadi, uh.."

"Kalau begitu, aku akan pergi ke depan sana. Berusahalah agar tidak ditanya oleh polisi atau semacamnya."

"Maaf mengecewakanmu, tapi semua polisi di sekitar sini mengenalku. Kalau mereka datang dan menyapaku, aku tidak mungkin bisa mengabaikan mereka, kan?"

"Tolong jangan melakukan apapun selain menyapa balik!"

Tingkah laku Kenichi tidak berubah sedikitpun. Sekali lagi diselamatkan oleh sikap itu, Subaru merasa jijik dengan ketidakberdayaannya yang masih tidak lebih baik dibandingkan sebelumnya. Tidak peduli dimanapun dia berada, dia tetap harus mengandalkan orang lain untuk melindunginya. Dia memang benar-benar tak punya harapan.

Tapi lebih dari apaapun, Subaru tidak ingin lagi menunjukan kelemahannya di depan Kenichi.
Setelah menghembuskan napas tajam, seolah-olah memantapkan pikirannya, Subaru membalik punggungnya menghadap ke arah ayahnya dan melangkahkan kakinya. Dan dengan langkah yang terburu-buru, dia mencoba menghilang dari tempat itu secepat yang dia bisa.

".... Hey, Subaru."

Dari arah belakang, suara Kenichi memanggilnya, dan kakinya, secara tak sengaja juga berhenti bergerak.

"Kau melalui semua itu juga ya. Kalau begitu aku hanya akan mengatakan satu hal."

"....."

"Lakukan yang terbaik. Aku mengandalkanmu, nak."

Rasa takut diandalkan, rasa takut mengecewakan.
Kekhawatiran jikalau ia mengkhianati ekspektasi ayahnya, yang mana telah mencengkeram Subaru untuk waktu yang sangat lama, menolak untuk pergi. Karena itulah, bagi Subaru, ekspektasi ayahnya telah berubah menjadi simbol ketakutan....

".... Yeah, serahkan padaku, yah."

Masih dengan pungung yang membelakangi ayahnya, Subaru mengacungkan jarinya ke arah langit, dan,

"Namaku adalah Natsuki Subaru. Anak dari Natsuki Kenichi..... Karena itulah aku pasti bisa mencapai apapun, dan aku akan melakukan apapun yang diperlukan untuk hal itu. Anakmu ini benar-benar mengagumkan, kau tahu."

"Yeah, aku tahu. Lagipula, separuh dirimu itu berasal dariku."

"HAHAHA", di akhir kalimat tersebut, Kenichi mengeluarkan rentetan tawa di belakang punggung Subaru.
Mendengar suaranya, sebuah senyum tersunggung di bibir Subaru.

Dengan punggung menghadap ayahnya, Subaru pun mengayunkan langkahnya.
Lututnya tidak lagi gemetar. Hatinya tidak lagi goyah. Dia hanya menatap lurus ke depan ke arah dia berjalan.

.....Orang yang punggungnya selalu dilihat dari belakang, mulai sekarang akan melihat Subaru dari belakang.

Terkagum oleh betapa banyaknya kekuatan yang bisa dia petik dari fakta sesederhana ini.


Subaru terus berjalan, tanpa henti.


---End of Chapter 18---



Baca Semua Chapter ->Index Re:Zero Arc 4


Translator : Zhi End Translation..

Previous
Next Post »
7 Komentar
avatar

aku kangen rem mind brapa capter sih scand dunia nyata mind

Balas
avatar

Itu udh ada Rem, bayangannya doang.. :v

Balas
avatar

Sama saja rem gk akan bangun sampe arc 6 :v #teamemilia

Balas
avatar

gas lagi min yg 19. udah full part xD

Balas
avatar

Kenapa ayahnya subaru mengatakan;"Kau melalui semua itu juga ya. Kalau begitu aku hanya akan mengatakan satu hal."

"....."

"Lakukan yang terbaik. Aku mengandalkanmu, nak."

Terdengar seakan2 dia juga pernah memasuki dunia paralel? Atau hanya perasaanku saja?

Balas
avatar

Keren abis dahh chapter ini, gw jadi terharu pas bagian subaru minta maaf (sambil denger lagu wishing - rem) :')

Balas