[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 19 : Pekerjaan Rumah
Kembali ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 18
Chapter 19 : Pekerjaan Rumah.
....Setelah mengucapkan selamat tinggal pada ayahnya, Subaru, sembari mengatur kembali pikirannya, perlahan berjalan melewati pemandangan kota yang familiar menuju rumahnya.
Saat dia berjalan, perasaan yang tak terhitung jumlahnya, bergejolak di dalam hatinya.
Subaru sudah tidak pernah lagi jalan-jalan di bawah sinar matahari di jam segini semenjak dia berhenti sekolah, tapi sensasi dari sinar matahari di kulitnya, mungkin bukanlah satu-satunya alasan kenapa pemandangan yang telah ia lewati berkali-kali sebelumnya, terasa sangat berbeda.
"Well, bagaimanapun juga, anak yang bolos sekolah harusnya tidak bisa berkeliaran tanpa malu di bawah tuan matahari-sama."
Akan sangat buruk jika dia digunjingkan oleh tetangga, ataupun dimarahi oleh polisi.
Meskipun alam bawah sadar Subaru ingin ayah dan ibunya membenci dirinya, tapi dia tidak mau menyeret polisi ke dalam masalah ini.
Jalanan di sekitar rumahnya, penuh akan kenangan.
Seolah berendam di dalamnya dan memastikan semua itu dengan sol sepatunya, berjalan melewati jalanan yang sepi.... atau agaknya, jalanan yang sepenuhnya tak berpenghuni, saat Subaru tidak lagi menyadari sensasi air mata yang mengering di pipinya, dia sudah sampai di depan pintu rumahnya.
Mengambil napas dalam-dalam, Subaru berhenti.
Menutup matanya, merasakan berbagai emosi di hatinya dan menelan semuanya,
".... Aku pulang."
Membuka pintu, dia mengirimkan kata-kata tersebut ke dalam rumah.
Merasa sedikit gugup, dia menunggu sebuah jawaban. Tapi respon yang seharusnya menyapanya balik, tak kunjung juga datang. Merasakan sesuatu yang aneh dan mengernyitkan dahi, Subaru melepas sepatunya dan melangkah masuk ke dalam rumah. Lalu, mencari ibunya yang seharusnya ada di rumah,
".... Ohaiy-"
Di depan kulkas, menatap ke arahnya, ibu Subaru membawa sebuah botol mayonnaise di mulutnya.
".... Aku pulang."
Semua ketegangan tadi mendadak hilang tanpa jejak..... Subaru menurunkan bahunya, tersenyum kecut, dan entah bagaimana kurang lebih bisa menerima situasi ini.
"Tak ada jawaban, jadi aku mulai khawatir kalau terjadi sesuatu."
"Apa coba yang mungkin bisa terjadi. Lihat, mayonnaise ibu kosong. Jadi ibu mencuri mayonnaise milik ayahmu untuk ibu cicipi dan.... akhir-akhir ini, aku merasa suara Subaru menjadi sangat mirip dengan suara ayah. Andai kau sedang telepon, mungkin aku tidak akan tahu perbedaannya."
"Topik ini rasanya langsung menyimpang, tapi pada dasarnya, kau tidak bisa membedakan suaraku dan suara ayah jadi kau mencoba sembunyi, huh. Tidak, jika ibu mencoba bersembunyi, ibu pasti sedikit lebih mengendap-endap."
Menghadapi ibunya yang sedang menghisap mayo, Subaru mengambil botol dari ibunya yang sudah penyok dan mengembalikannya ke bentuk asal, sebelum meletakkannya ke atas meja.
Menatap ke arah Subaru, Naoko memiringkan kepalanya,
"Rahasiakan ini dari ayahmu, ok? Tapi lihat, memakan mayonnaise ayahmu itu ibu seperti mendapatkan rasa dari mayonnaise favoritku, dicampur dengan mayonnaise favorit ayahmu di saat yang sama, pertukaran yang sepadan kan?"
"Itu terdengar seperti pengakuan mesum dari seorang anak yang mencuri alat perekam milik seorang gadis agar bisa menjilatinya. Menggabungkan satu kesukaan dengan kesukaan lain untuk membuatnya lebih baik, apa kau ini anak TK?"
"Jadi, apa yang terjadi dengan ayahmu? Apa kau meninggalkannya? Subaru, sejak kapan kau menjadi cukup cepat sehingga bisa meninggalkan ayahmu?"
"Ini tidak seperti aku bisa menang melawan ayah dalam balapan.... tapi, yah, mungkin..."
Tepat ketika dia ingin membantah pertanyaan ibunya, Subaru menelan kembali bantahan yang ingin ia ucapkan masuk ke dalam benaknya.
Kapan terakhir kali dia balapan dengan ayahnya? Dulu, ayahnya sama sekali tidak bertingkah seperti orang dewasa, dan tanpa ampun akan meninggalkan Subaru di belakang dengan kepulan debu. Menatap punggung ayahnya menghilang di kejauhan dengan putus asa, mungkin pada waktu itu sedikit rasa kagum sudah mulai tumbuh di hati Subaru.
Tapi, sudah berapa tahun terlewati semenjak saat itu? Andai dia berlomba dengan ayahnya lagi, mungkin dia tidak akan ditinggalkan sejauh itu, atau mungkin juga dia bisa menang.
Kekaguman tersebut tumbuh semakin membesar, eksistensi seorang Kenichi di dalam hati Subaru telah tumbuh menjadi begitu besar. Namun, setelah salah paham dengan esensi yang sebenarnya, sudah tak ada lagi orang yang bisa menyelamatkan Subaru dari semua itu.
"Pada akhirnya, aku masih saja menyerah terhadap segalanya di tengah jalan, ya..."
Mengatakan hal tersebut sambil bersandar dan mendecitkan kursinya, Subaru merentangkan tubuhnya melakukan peregangan. Dan, melihat Subaru melakukan hal itu, Naoko meletakkan tangannya di atas bibirnya dan tersenyum.
"Ada apa? Apa ada sesuatu yang lucu?"
"Menurutku, gerakan itu mirip sekali dengan ayahmu. Dulu, ayahmu suka sekali meregangkan tubuh di atas kursinya. Dia melakukannya terlalu kuat, sampai membuat dirinya terjatuh."
"Tidak hanya suara, bahkan gerakan kami pun juga sama ya. Aku benar-benar tidak tahu apakah itu hal yang baik atau buruk."
"Kupikir itu hal yang baik... Lagipula, kau kan anaknya."
"OOKUN", sebuah debaran terdengar di dadanya, dan Subara mati-matian mencoba menghentikan erangannya agar tidak merembes keluar dari tenggorokannya. Melihat ekspresi Subaru yang menjadi kaku dan mata yang melebar, Naoko berkedip beberapa kali dengan mata tajam yang terlihat sangat mirip dengan mata Subaru. Bernapas melalui hidungnya, Subaru akhirnya berhasil menenangkan debaran jantungnya, dan,
"Rasanya aku tidak akan punya kekuatan untuk pergi kalau aku ada di sini terlalu lama...."
Mengatakan hal tersebut, Subaru berdiri dari kursinya. Dengan tatapan bingung dari ibunya yang menatap ke arahnya, Subaru menggaruk pipinya, sambil menoleh.
"Um, ada sesuatu yang ingin kuminta."
"En, apa itu?"
Dengan acuh tak acuh, seolah berpura-pura tidak menyadari keengganan dan keraguan Subaru, Naoko bolak balik menatap Subaru dan mayonnaisenya. Keinginan untuk mendengar anaknya melanjutkan kata-katanya, mungkin sama menariknya dengan dorongan untuk terus menyesap mayonnaise masuk ke dalam tenggorokannya.
Melihat ibunya masih belum berubah sedikitkan, wajah Subaru menyunggingkan sebuah senyum.
".... Apa ibu ingat di mana seragam sekolahku disimpan?"
.... Subaru memasukkan tangannya melewati lengan bajunya yang sudah disetrika dengan sempurna dan memasukkan kakinya ke dalam celana panjang yang sudah dilipat dengan rapi. Mengencangkan sabuknya di depan cermin, setelah sebuah usaha yang begitu epik, akhirnya ia berhasil memasang dasi berwarna hijau tuanya. Kemudian, memakai blazer biru lautnya,
"Siswa : Natsuki Subaru, telah selesai..... Sudah sekitar tiga bulan ya."
Memastikan di depan cermin kalau perubahannya telah selesai, Subaru menghembuskan napas dalam seolah baru saja menjalankan tugas besar.
Bayangan di cermin, adalah sebuah seragam sekolah yang sudah tidak dipakai untuk waktu yang sangat lama. Dengan seragam bergaya blazer, memang merepotkan memakai dasi setiap pagi, dan bahkan, harus kehilangan satu menit dari waktu tidurnya yang berharga saja, rasanya sudah sangat menjengkelkan.
Bahkan setelah mencobanya setiap hari selama dua tahun, kemampuanya sama sekali tidak membaik sedikitpun, dan simpul di dasinya masih saja terlihat sangat bodoh. Di saat yang sama, ada pula sebuah perasaan rumit kalau ini akan menjadi kesempatan terakhir untuk melakukannya.
"Haruskah aku membuatnya dengan sempurna karena ini yang terakhir, ataukah harus kulakukan sama seperti biasanya?"
Bahkan ketika dia sedang menggumamkan hal tersebut, jawabannya sudah muncul di hatinya.
Dengan pelan mengibaskan tonjolan dasinya yang besar, membiarkan simpulnya yang aneh tetap utuh, Subaru pun berpaling dari kaca. Dan, melihat ke sekeliling kamar, Subaru mengambil tas punggungnya.
Tidak peduli bagaimana kau melihatnya, ini adalah sebuah gambaran dari seorang siswa yang siap pergi ke sekolah.
"Sayang sekali sudah lewat homeroom, sekarang pasti sudah waktunya jam ketiga dimulai. Meninggalkan rumah setelah matahari terbit sepenuhnya, murid macam apa yang akan melakukan itu?"
Menggaruk rambutnya sambil tersenyum kecut, Subaru melakukan peregangan di tempat, dan kemudian berjalan keluar kamar.... Tapi tepat sebelum meninggalkan kamarnya, dia menoleh untuk melihat sekali lagi kamar lamanya.
Seumur hidupnya, Subaru tidak pernah berpindah rumah, jadi ini adalah satu-satunya tempat yang bisa dia sebut 'Kamarku'. Dari saat dia memasuki SMP, selama hampir 6 tahun, dia selalu tidur dan bangun di kamar ini.... Ini akan menjadi terakhir kalinya dia melihat tempat ini.
"......"
Tanpa kata, Subaru diam-diam menundukan kepalanya.
Dalam satu gerakan itu saja, tertanam semua kenangan selama enam tahun tersebut.
Dengan menunduk untuk waktu yang sangat sangat lama, Subaru menyelesaikan perpisahannya, dan kemudian, dengan antusias dia pun mengangkat kepalanya, Subaru membelakangi kamarnya. Dengan suara pintu yang tertutup di belakangnya, Subaru berjalan menuruni tangga untuk menemui Naoko yang menunggu di ruang tamu dengan mata tajam yang terbuka lebar karena kaget,
"Ya ampun, ketika kau menanyakan seragammu, kupikir kau akan membakarnya. Aku juga sudah membuat berbagai persiapan... sekarang itu jadi sia-sia."
"Ketika anakmu menanyakan seragamnya, hal pertama yang kau pikirkan adalah pembakaran? Dan saat kita membahas ini, apa talas dan hot dog tusuk yang kau siapkan itu menandakan kalau akan ada api....?"
Melihat susunan bahan-bahan yang berbaris di atas meja, Subaru tak bisa berkata apa-apa untuk menanggapi reaksi serampangan dari ibunya yang melebihi seluruh ekspektasi yang ada. Di sisi lain, Naoko sepenuhnya terlihat tak peduli dengan wajah Subaru yang berkedut saat ia memperhatikan perubahan baju anaknya dari kepala sampai kaki.
"En en, terlihat bagus. Mereka membuatmu terlihat seperti orang dewasa, dan menghilangkan kesan dari matamu, dan membuatmu terlihat sedikit melunak."
"Bu, saat ini kau seperti sedang merenggut semua kelembutanku saat kita berbicara."
"Kenapa kau begitu mudah tersinggung? Mau menjilat mayonnaise dulu supaya bisa tenang?"
"Aku sedang tidak ingin sekarang...."
"Be-nar-kah?"
Botol mayonnaise yang dia bawa.... memiliki huruf S besar di atas tutupnya, menandakan kalau itu adalah mayonnaise pribadi Subaru. Hanya saja, Naoko nampak sudah memperkirakan jawaban dari Subaru, dan mengangguk,
"Tapi Subaru, kau nampaknya tidak terlalu menyukai mayonnaise ya."
"......"
"Karena kau mencintai ayah dan ibu, makanya kau menjilatnya bersama kami, kan?"
Meletakkan botol mayonnaise dengan segel Subaru di atas meja dan memutar-mutarnya, Naoko mengucapkan kata-kata tersebut. Dan melihatnya, tenggorokan Subaru pun tersedak. Terkejut, bibit Subaru terlihat bergetar dan napasnya berhenti,
"A-apa yang memberimu ...."
"Kalau begitu, Subaru, dunia atau mayonnaise, mana yang akan kau pilih?"
"Um, dunia..."
"Lihat?"
"Contoh macam apa itu? Kenapa kau memasang ekspresi kemenangan di wajahmu? Seorang pria yang memilih mayonnaise dibandingkan dunia, tidaklah menyukai mayonnaise, melainkan membenci dunia!"
Memprotes pernyataan Naoko yang tak biasa, Subaru bernapas dengan berat sambil memelototi botol mayonnaise yang ada di meja. Lalu, dengan sebuah dengusan kecil,
"..... Sudah berapa lama kau memikirkan itu?"
"Sudah sangat lama. Ayah dan ibu akan selalu depresi kalau tanpa mayonnaise, layaknya dunia akan berakhir, tapi Subaru tidak seperti itu."
"Rintangan yang kau beri padaku itu terlalu tinggi, itu membuatku putus asa kau tahu."
Subaru merasa lemah karena kata-kata ibunya. Dia sama sekali tidak bisa tenang.
Status Subaru sebagai pecinta Mayo, tak perlu ditanyakan lagi. Kapanpun bumbu-bumbu dibutuhkan, dia tidak akan pernah sekalipun meninggalkan mayonnaise. Dia secara alami pasti akan memasukkan gorengannya ke dalam mayonnaise. Kesetiannya terhadap mayonnaise sudah mencapai tingkat di mana mengoleskan mayonnaisenya sama saja dengan membuat camilan rasa mayonnaise.
Tapi kenapa, dia selalu melekat dengan mayonnaise?
"Kalian terlihat sangat menikmatinya, jadi aku ingin menikmatinya juga. Kalau dipikir-pikir, aku ini sudah seperti dad-con, dan mom-con ya, seorang fam-con."
(T/N : con, seperti yang ada di kata siscon.)
"Tanpa SUPA di depannya?"
"SUPER FAMILY COMPLEX alias SUPA FAMI, ugh, lupakan..."
(T/N : SUPA, berarti Super, orang Jepang kesulitan mengucapkan Super.)
Di tengah-tengah percakapan mereka yang tak ada gunanya, Subaru menggelengkan kepalanya dan mendesah. Lalu, perlahan mengangkat botol mayonnaise yang ada di meja....
"Ah...."
"Pfhuaa, umhmuu, enak sekali! Setelah sekian lama tanpa mayonnaise asli, tak ada yang seenak ini! Di sisi lain, mayonnaise yang telah dikembangkan pun juga sangat enak, tapi jenis tidak sehat yang dibeli di toko dengan warna buatan itu adalah masalah besar. Mayonnaise yang ada di sana itu hanya mayo-neese."
Meremas botol datar yang hampir penuh, Subaru menelan semua mayonnaise tersebut dalam sekali tegukan. Menikmati rasa asam yang melewati lidahnya, dia membiarkan sensasi terbakar meluncur ke tenggorokan dan dadanya.
Ini, ini adalah MAYO-NAZING sejati yang membuat penggila Mayo tak bisa berhenti mencintainya.
Menggunakan punggung tangannya untuk mengusap noda putih yang tertinggal di sudut mulutnya, Subaru mengangkat kepalanya di depan Naoko yang terkejut.
"Aku mungkin tidak menyukai mayonnaise sebanyak kalian, tapi aku tetaplah penganut sejati dan yang begitu kuat terhadap kecintaan pada mayonnaise. Aku bersumpah di atas tutup botol mayonnaise yang telah ku jilat hari ini."
Asal kalian tahu, tutup botol dari setiap mayonnaise yang telah Subaru konsumsi selama hidupnya, semuanya disimpan di dalam lemari kamarnya. Koleksinya dari dulu sudah membengkak ke angka yang begitu luar biasa, 776. Dengan satu tambahan tadi, jumlah itu sekarang menjadi 777.
"Ini sudah triple-tujuh. Bantu aku meletakannya ke dalam lemari nanti ya."
"Ooohh~ tiga angka tujuh itu angka keberuntungan. Kita juga sangat gembira ketika ayahmu mencapai empat angka tujuh di kala itu."
"Itu benar-benar cinta yang tingkatannya sudah sangat berbeda."
Naoko dengan riang mengambil botol yang telah kosong itu dari Subaru. Untuk sesaat, Subaru terlihat merajuk karena sensasi dari prestasi yang telah dia capai dirusak, tapi dia segera kembali membetulkan ekspresinya,
"Jadi um.... kurasa, sudah saatnya aku pergi, sampai jumpa."
"Ah, jika kau ingin pergi ke minimarket, tolong belikan beberapa krim tart saat kau di sana ya, aku mendadak sangat amat ingin memakan mereka."
"Dilihat dari apa yang kupakai, bisakah kau menggunakan sedikit imajinasimu sebelum mengatakan itu?"
Merentangkan kedua tangannya, Subaru membuat permohonan tersebut. Melihat Subaru melakukan itu, Naoko pun tertawa, "Bercanda, bercanda",
"Tapi, kau akan pergi ke sekolah sekarang? Meski ibu sangat senang.... bukankah kau akan terlihat sangat mencolok jika kau datang ke sana setelat ini? Kenapa tidak besok saja?"
"Jangan menjatuhkan bibit motivasi anakmu sejak awal! Aku ini hanya punya sedikit kemauan yang bisa kukumpulkan dengan menjadi sedikit lebih keras pada orang lain, dan sedikit lebih lunak pada diri sendiri."
"Jika Subaru adalah anak seperti itu, maka ibu tidak akan mengalami saat-saat yang sulit."
Meskipun Subaru menyelipkan komentar menghina diri sendiri di sana, Naoko tetap menjawab seolah-olah dia tidak memahami maksudnya. Lalu, memicingkan matanya dan berdiri, "Baiklah",
"Tunggu sebentar, ibu akan mengambil jaket dulu."
"Tunggu... Kau, tidak bermaksud ikut denganku kan? Ini bukan semacam hukuman game di mana orang tua harus menemani anaknya yang mantan hikikomori ke sekolah kan?"
"Ok, tapi aku tidak akan menemanimu sampai ke sekolah. Aku hanya akan pergi sampai ke minimarket untuk membeli beberapa mayonnaise dan krim puff. Kau ini sudah besar."
"Ap? Kenapa kedengarannya seperti aku memintamu untuk menemaniku?"
Ketika Subaru meratapi arah pembicaraan yang tak terduga ini, ibunya hanya menghindar dengan "Baik baik", sembari berjalan menuju kamarnya. Dan begitulah, sudah diputuskan kalau Naoko akan menemani separuh perjalanan Subaru menuju sekolah.
"Tidaaak tidaaak.... Beri aku waktu, gezz."
Ketika mengatakan hal tersebut, pipi Subaru melembut dengan sebuah perasaan lega.
.... Meskipun hanya sebentar, waktu untuk mengucapkan selamat tinggal dengan ibunya telah sedikit tertunda, dan memikirkannya, Subaru kembali sadar betapa lemahnya dia.
"Sudah sangat lama ya semenjak terakhir kali ibu berjalan dengan Subaru seperti ini."
"Benarkah? Jika ini malam, kita pasti sudah melakukan perjalanan belanja sepanjang waktu kan?"
"Haaa, kau tahu, arah pembicaraan tadi itu jelas-jelas berarti siang. Kau harus memikirkan apa yang ada di balik sebuah kalimat sebelum merespon!"
"Aku hanya merasa kalau saran observasional yang berasal dari ibu itu sedikit susah dicerna."
Kemampuan observasional Natsuki Naoko mungkin adalah yang terburuk di dunia, seolah-olah sudah mencapai tingkat kerasukan setan.
Itu adalah pemahaman yang umum dalam keluarga Natsuki, atau setidaknya antara Subaru dan Kenichi. Sebenarnya, menghadapi Naoko, tidak peduli kiasan atau sarkas macam apa yang ditujukan padanya, hampir mustahil untuk menjelaskan hal tersebut pada dia nantinya.
Karena dia sendiri terlihat tidak pernah menyadarinya, segala sesuatunya secara alami seperti memantul dari Naoko, dan stress berangsur-angsur pasti akan bertumpuk pada orang yang berinteraksi dengannya.
Namun, meski begitu, Subaru masih menikmati obrolan dengan ibunya.
"Aku sangat senang hari ini hangat. Apa yang kau bicarakan dengan ayahmu tadi?"
"Ooff.. obrolam-dengan-ibu 101... Didugan pihak pertama dan pihak kedua tidak tersambung sama sekali. Pokoknya, tidak ada yang penting, hanya saja uhh.."
Berjalan berdampingan di jalan menuju sekolah, Subaru memeras otaknya mencari jawaban untuk pertanyaan ibunya.
Jika dia memberitahu semua detail percapakannya dengan Kenichi, dia pasti akan dipaksa menyebutkan masalah di dalam dirinya yang memalukan, dia juga tidak akan bisa sepenuhnya menghilangkan bagian di mana dia menangis.
Meskipun dia tahu kalau itu sangat diperlukan, tapi semua perasaan itu hanyalah gelombang emosi pada saat itu saja, dan dia tidak tahu bagaimana jadinya jika ia mengeluarkannya lagi sekarang,
Itulah kenapa...
"Bukan masalah besar... Kami sedikit berbicara tentang Ikeda-san, dan menceritakan beberapa cerita tentang masa lalu."
"Aah, Ikeda-kun. Dia memenangkan pacuan kuda dan pindah ke Thailand, lalu dia kena tipu oleh istri mudanya karena semua yang dia miliki, dan berakhir dengan melakukan pekerjaan kasar sampai membuatnya hangus terbakar matahari."
"Ini pertama kalinya aku mendengar perkembangan yang begitu mengerikan dari pihak kedua!?"
"Dia mengirim surat pada kami, mengatakan ; 'aku tidak bisa terbiasa dengan uang kotor. Saat ini tubuhku mungkin mengalami kesulitan, tapi hatiku terasa sangat terpenuhi.'"
"Huh... Jadi kau melewati perubahan karena pengalaman di tempat yang tak dikenal juga ya Ikeda-san... aku benar-benar bisa memahaminya."
Satu-satunya perbedaannya adalah 'dunia paralel' dan 'negara asing', sementara keadaan Subaru benar-benar sama dengan keadaan Ikeda. Tak disangka menemukan teman petualang di sini, Subaru diam-diam memberinya ucapan semoga beruntung.
Lalu, merasakan reaksi Subaru, Naoko memiringkan kepalanya dengan "Nnnn~~"
"Jadi, cerita dari masa lalu itu membuatmu ingin masuk sekolah?"
"Ahh, yah, begitulah singkatnya. Ini adalah kesempatan bagiku untuk melihat kembali betapa khawatirnya diriku akan hal-hal yang aneh. Dan juga melihat aku sendiri."
"Berhentilah ingin melakukan semuanya persis dengan ayahmu!"
"....."
Ingin mengabaikan hal tersebut sehingga dia tidak perlu menjelaskannya, Subaru tiba-tiba dipojokkan oleh kata-kata Naoko.
Senyum di sisi wajah Naoko sama sekali belum berubah, begitu pula dengan matanya yang tajam dan lembut. Bahkan, mungkin tidak ada maksud di balik kata-kata tersebut. Tapi meski begitu, Subaru merasa hatinya seperti terkena serangan langsung ketika ibunya mengatakan hal itu, walau tanpa Subaru beritahu.
Subaru terdiam, dan berjalan dengan riang di depannya, Naoko mengayunkan tangannya dengan ayunan yang lebar.
"Itu karena Subaru selalu berusaha keras, dan ingin melakukan semuanya sekaligus. Dan karena ayahmu memiliki semua ketertarikan bodoh itu, makanya kau jadi memiliki semua kesempatannya juga.... Kau pasti lelah."
"Bu... seberapa banyak kau mengenalku?"
"Well, coba kita lihat, Subaru....."
Seakan telah mengetahui semuanya, mendengar perasaan yang telah dia sembunyikan dari dirinya sendiri keluar dari mulut ibunya, Subaru pun tidak bisa mengucapkan sepatah katapun.
Mendengar namanya dipanggil, Subaru mengangkat wajahnya. Memotong di depan Subaru, Naoko tetap diam dan menatap lurus ke arah mata Subaru.
"Orang-orang sering bilang kalau anak-anak selalu melihat orang tua mereka lebih dari yang disadari orang oleh tua mereka."
"....."
Mendengar kalimat tersebut, Subaru merasa bodoh dan tertegun.
Semua rahasia yang dia pikir telah berhasil dia sembunyikan untuk dirinya sendiri, pada kenyataannya hanyalah usaha yang sia-sia. Menarik dirinya sendiri, Subaru menghirup udara seolah-olah tidak ada seorangpun di dunia ini yang memahami rasa sakitnya, dia juga seolah menyadari betapa sia-sia dan gegabahnya dia dulu.
"Ketika kau masih kecil, ibu pernah meletakkan supositori ke dalam anusmu, jadi ibu bahkan tahu seperti apa anusmu. Itu artinya, ibu sudah melihat setiap bagian dari tubuh Subaru, kecuali organ dalam kau tahu."
"Ma-maaf, ini memang sedikit berjalan lancar, tapi rasanya tidak perlu mengatakan bagian yang terakhir tadi."
Bahkan kembar siam pun tidak mungkin bisa melihat organ dalam satu sama lain. Faktanya, bahkan Subaru sendiri tidak pernah punya banyak kesempatan untuk melihat mereka. Memang ada satu atau dua kali kesempatan yang didapatkan Subaru, tapi ya hanya sebatas itu.
Bagaimanapun,
"Jadi, baik itu alasanku menyukai mayonnaise ataupun menjadi hikikomori...."
"Jika ada sesuatu yang ibu bisa bantu, ibu pasti akan membantu. Tapi tidak peduli apa yang ibu lakukan, sepertinya itu hanya membuat semuanya jadi kacau. Tapi tetap saja...."
Dengan sebuah senyum kecil, Naoko terus menatap pupil hitam milik Subaru.
"Sepertinya ada orang lain selain ayah dan ibu yang melakukan sesuatu demi Subaru. Kupikir itu sangat hebat. Aku harus berterima kasih pada orang itu."
".... En, yeah. Ada seseorang yang memberitahuku betapa tidak berdayanya diriku ketika aku sedang putus asa. Dan ada juga orang yang memberitahu kalau ketidakberdayaanku tidak sepenuhnya berarti tanpa harapan. Karena mereka, aku bisa terus berjalan maju seperti sekarang ini."
Mereka membuat Subaru sadar akan kebodohannya dan menerimanya, meskipun dia begitu. Hanya karena merekalah, Subaru bisa berdiri melawan masa lalunya.... dan mengadapi orang tuanya seperti ini.
Ah, serius,
"Mereka.... terlalu hebat untukku."
"Tapi kau tidak akan menyerah terhadap mereka atau semacamnya kan?"
"Tentu saja tidak. Entah layak atau tidak aku mendapatkan mereka itu adalah masalah lain. Tapi jika aku harus menyerah terhadap mereka, lebih baik aku bergantung pada mereka, dan mencoba menumpuk kelayakanku nanti."
"Eun eun.... bagaimanapun, kau kan anaknya."
Itu adalah kata-kata yang memiliki makna khusus bagi Subaru.
Namun, ibunya paham akan hal ini, dia tahu dengan pasti apa makna kata-kata tersebut bagi Subaru. Mengungkapkan hal ini meski sudah mengetahuinya....
"Apa aku bisa hidup seperti itu? Layakkah aku menjadi anaknya?"
"Tidak masalah. Karena sebagian dari dirimu berasal dari ibu, kau harusnya sudah memenuhi kuota jika kau ingin menjadi setengah luar biasa seperti ayahmu."
"Jadi ibu sudah tahu kalau bagian dari genmu yang membentuk tubuhku itu lebih rendah?"
"Well, separuh dari dirimu sudah terbentuk dari kekerenan ayahmu.... Untuk setengahnya lagi, kenapa tidak hanya Subaru sendiri saja?"
Melihat Subaru tidak bergeming, Naoko memberikan jawaban tersebut.
Dan mendengar jawaban itu, Subaru hanya merasa seperti orang bodoh dengan mulut terbuka.
"Kau tidak harus menjadi sama sepenuhnya dengan ayahmu. Jika Subaru menjadi sama persis dengan ayah, maka akan ada dua ayah, dan ibu akan bingung, kau tahu."
"Hati seorang wanita yang bimbang antara suami dan anaknya, apa-apaan kita ini? Novel ero?"
"Tidak, hentikan, nyaa!"
"GUPWAH!"
Tidak lama setelah Subaru menyelesaikan kata-katanya, sebuah tinju melayang untuk menutupi rasa malu Naoko.
Menerima pukulan tangan kanan tak terduga tepat di wajahnya, Subaru pun terpental ke belakang. Saat Subaru hampir menangis karena rasa sakitnya, Naoko membalik punggungnya dan,
"Itulah kenapa, menurut ibu, Subaru harus melakukan yang terbaik."
"Rangkuman yang bagus, tapi aku berdarah nih."
"Ngomong-ngomong soal darah, bukankah rasa pipa besi itu sama dengan darah saat kau menjilatnya?"
"Sulit membayangkan situasi ekstrem seperti itu di mana...... pokoknya, pelajaran menengah dari obrolan-dengan-ibu adalah, harus menduga pertanyaan yang benar-benar acak setelah kehilangan arah pembicaraan."
Percuma saja meski Subaru menjelaskan dengan susah payah bagaimana zat besi yang ada di dalam darah, sama dengan zat besi yang ada di pipa besi. Jika dia menanggapi pertanyaan semacam ini dengan serius, dia mungkin akan mendapatkan jawaban 'Bagaimana bisa kau melenceng dari topik?', atau sesuatu yang tidak masuk akal dan sama menjengkelkannya dengan itu sebagai jawaban,
Karena itulah, Subaru mengabaikan semuanya,
"Jadi aku harus jadi diriku sendiri ya."
"Benar benar. Sambil mencoba menjadi seperti ayahmu, jadilah dirimu sendiri."
Naoko terlihat puas setelah akhirnya mendapatkan sebuah kesimpulan. Lalu, tiba-tiba menghentikan langkahnya di depan Subaru, Naoko menunjuk ke arah sisi kanan dari jalan yang terbelah di depan.
"Well, minimarketnya lewat sini, jadi ibu hanya sampai sini..... Apa kau akan baik-baik saja sendirian?"
"Tidak perlu khawa..... sebenarnya aku benar-benar terluka di sini."
Naoko tidak khawatir berlebihan.
Tapi jika Subaru ragu-ragu sekarang, dia hanya akan menjadi semakin pengecut di mata ibunya, kan? Jadi untuk menenangkan hati ibunya,
"Tidak apa. Apa yang harus aku lakukan dan apa yang ingin kulakukan, persis seperti sekarang ini. Aku tidak punya alasan untuk mengurung diri lagi."
"Begitukah? Bagus. Kalau begitu, lakukanlah yang terbaik!"
Mengangguk lega mendengar jawaban Subaru, Naoko berjalan dengan langkah kecil menuju jalan yang terbelah ke kanan. Jalan Subaru ada di kiri, jadi dia harus berpisah dengan ibunya di sini. Tapi jika mereka berpisah sekarang, Subaru tahu, tanpa diragukan lagi, perpisahan mereka akan menjadi sangat jauh, lebih jauh dari apa yang ibunya sadari....
"Ibuuuu....."
Tak tahan melihat punggung ibunya menghilang, Subaru memanggil ibunya keras-keras agar ia berhenti.
Ibunya, yang telah dibawa oleh misi mayonnaisenya, menghentikan langkahnya dan berbalik. Sama seperti biasanya, pemandangan dari sosok ibunya yang tidak berubah, terukir dalam mata Subaru.
"Ah....."
Selamat tinggal, mencoba mengucapkan kata perpisahan seperti itu, Subaru merasa ragu.
Sekarang, jika dia tidak mengucapkan perpisahannya si sini, ibunya tidak akan tahu seberapa lama mereka akan berpisah. Subaru akan kehilangan kesempatan melihat ibunya menangis karena mengetahui kalau mereka tidak akan bertemu lagi. Tapi jika dia tidak ingin ingatan terakhir dengan ibunya dipenuhi air mata dari sang ibu, akan lebih baik kalau dia tetap menutup mulutnya.
Namun, jika Subaru melakukannya, itu akan menjadi kebohongan di balik kepura-puraan yang dia buat dengan orang tersebut dan dirinya.
".... Ada sesuatu yang harus kulakukan. Jadi perpisahan ini akan sangat sangat lama."
Dan hati Natsuki Subaru tidak akan membiarkannya.
Mendengar kata-kata tersebut, Naoko tidak mengucapakan apapun, dan sebelum dia bisa bereaksi, Subaru kembali menekannya.
"Itu adalah tempat yang sedikit jauh, tidak ada cara untuk berkomunikasi.... Ada banyak hal yang harus dikhawatirkan. Tapi itu tidak berbahaya.... meski aku tidak bisa menjaminnya. Oh, apa yang kukatakan, karena itu adalah tempat yang sangat amat berbahaya, makanya aku harus kembali untuk menyelamatkan mereka."
Berbicara dengan cepat. Menumpuk informasi. Semua yang ingin dia katakan tumpah keluar begitu saja.
"Kurasa, ayah dan ibu pasti akan khawatir. Tidak seperti kemarin ketika kita masih bisa selalu bertemu satu sama lain, itu adalah tempat di mana kau tidak mungkin bisa menemuiku. Tapi tak peduli di manapun diriku, aku pasti akan selalu memikirkan kalian dan aku tidak akan pernah lupa....."
"Subaru."
"Aku tidak akan pernah merasa tidak ingin menjadi anak kalian lagi, dan aku tidak akan pernah melakukan sesuatu yang kubenci. Meskipun aku tahu, setelah apa yang kukatakan, kau tidak mungkin akan melihatku pergi tanpa khawatir sama sekali, tapi...."
"Subaru."
Tidak tahu lagi apa yang harus dia katakan, suara Naoko tiba-tiba menghentikan Subaru.
Mengangkat wajahnya, ibunya berdiri tepat di hadapannya.
"Subaru..... tak apa."
".... Tak apa?"
"Karena aku mengerti apa yang coba Subaru katakan, kau tidak perlu lagi berusaha keras menemukan kata-kata yang tepat untuk mengutarakanya."
"Kau mengerti... bagaimana.......?"
"Karena, ibu kan ibu Subaru."
.....Itu adalah pernyataan yang sepenuhnya tidak logis, tapi tak ada ruang untuk membantahnya sama sekali.
Kedalaman mata Subaru terasa panas. Perasaan ini sama seperti apa yang dia rasakan sejam yang lalu. Harus berapa kali Subaru menangis seperti anak kecil? Selalu menumpahkan air mata terhadap sesuatu seperti ini, kapan dia akan tumbuh menjadi kuat sehingga tidak akan goyah menghadapi sesuatu seperti ini?
"Aku masih saja.... seperti anak kecil.... ini sangat memalukan."
"Jika menangis ketika kau ingin menangis itu memalukan, berarti semua bayi itu sangat memalukan dong ketika mereka lahir."
"Tidak.... apa yang kumaksud....."
"En en, aku tahu. Di depan ibu dan ayah, tidak peduli berapapun usia Subaru.... kau memang seharusnya menangis kapanpun kau ingin menangis."
Dunia menjadi buram dibalik air mata yang meluap. Bersembunyi di balik lengan bajunya sambil mengusap air matanya, Subaru tidak ingin ibunya melihat dia seperti ini. Dan ibunya juga tidak mengintip, menghormati keinginan anaknya.
Hanya saja, dia lebih memilih mengelus rambut Subaru dengan pelan dan lembut sambil berjinjit.
".... Ma-maaf bu. Pa-pada akhirnya, aku tidak bisa melakukan apapun untuk kalian berdua."
"Kami tidak melahirkanmu karena mengharapkan suatu balasan kau tahu? Kami memilikimu karena kami ingin melakukan sesuatu untukmu. Karena ibu mencintaimu, makanya ibu melahirkan Subaru."
...... Cinta yang digambarkan dengan kata-kata tersebut, Subaru sudah pernah mengalaminya berkali-kali sebelumnya.
"Jika kau memang ingin melakukan sesuatu untuk ibu dan ayah, sampaikan perasaan yang sama itu pada orang lain. Bisa saja itu gadis yang Subaru sukai, dan jika kau memiliki anak dengannya, sampaikan juga perasaan itu pada si bayi... Itu akan jadi cara yang terbaik kan?"
".... Yeah, pasti."
"Lihat, hal-hal yang ibu katakan tidak pernah salah arah, kau tahu."
Dengan tawa puas, Naoko menggelitik rambut di atas dahi Subaru dengan jarinya.
Lalu, mendorong dada Subaru sehingga membuat Subaru mundur, Naoko pun menatap Subaru dari kepala sampai kaki.
"Ketika wajahmu menjadi kucel karena menangis, kau terlihat semakin mirip dengan ibu, ini aneh."
".... Aku terkesan ibu akan menggunakan wajah ibu sendiri sebagai analogi."
"Aku mendapatkan rasa percaya diriku dari fakta bahwa ini adalah wajah yang ayahmu cintai. Jadi, membagi kepercayaan diri ibu, Subaru pasti bisa mendapatkan rasa percaya diri dari cinta ayah juga, kau tahu."
"Meskipun itu hanya karena wajah."
Dengan paksa mengusap wajahnya dengan lengan bajunya, pada area di sekitar mata Subaru, memerah ketika air matanya akhirnya berhenti.
Menangis dari dalam hatinya, mengungkap perasaannya yang sebenarnya hanya agar dihibur, lalu melihat dirinya sendiri yang akhirnya menjadi tenang, sungguh betapa menggelikannya dia.
"Ah, yang benar saja, aku selalu berakhir dengan menangis, sungguh menyedihkan."
"Menangis bukanlah hal yang buruk. Subaru, ketika dulu kau lahir, kau itu menangis gila-gilaan, kau tahu. Tidak peduli siapapun itu, ketika mereka keluar untuk pertama kalinya, mereka pasti akan menangis dan menangis, itu sangat memalukan, menangis di semua tempat dan juga dalam situasi apapun."
"......."
"Dan setelah menangis untuk waktu yang sangat sangat lama, jika pada akhirnya kau tersenyum, maka semuanya akan baik-baik saja. Apa yang paling penting bukanlah awal ataupun tengah-tengahnya, melainkan akhirnya."
"Dengan kata lain, jika hasilnya bagus, maka semuanya akan baik-baik saja?"
"Salah kalau kau mengartikannya begitu. Kalau begitu, ini akan jadi PR untukmu dari ibu."
Meskipun dia tidak akan pernah punya kesempatan untuk memeriksa jawabannya.
Memberikan PR adalah cara lain untuk mengucapkan selamat tinggal. Menerimanya, Subaru menyimpannya jauh di dalam hatinya. Mungkin suatu hari, jika Subaru menemukan jawabannya, dia mungkin akan mengerti dengan sendirinya.
Itu sepenuhnya bukan perpisahan yang ceria dan menyenangkan.
Tapi ayah dan ibunya, setelah mendengar kalau anak mantan hikikomori mereka akan pergi ke suatu tempat yang begitu jauh dan tak diketahui, mereka sama sekali tidak mencegahnya, melainkan malah mengantarnya dengan wajah tersenyum.
Semuanya, masa lalunya, orang tuanya, lingkungannya, Subaru sangat mencintai mereka semua.
".... Aku berangkat, sampai jumpa."
"En, baiklah."
Menggelengkan kepalanya, pada akhirnya, Subaru berhasil memaksa wajahnya tersenyum.
Meninggalkan ibunya dengan senyum kaku tersebut, Subaru berbalik dan mulai berjalan.
Ini akan jadi bentangan jalan menuju sekolah untuk yang terakhir kalinya. Mengikuti simpangan jalan tersebut sampai ke ujung, setelah menaiki sebuah lereng, dia akan melihat gedung sekolah yang menunggunya, dan,
"Ah, benar juga, Subaru Subaru, aku hampir lupa."
Dan tepat ketika ia mulai bersemangat dan siap menghadapi apa yang ada di depannya, sebuah suara konyol terdengar memanggilnya dari belakang.
Hampir tersandung karena dampak dari keputusasaan tersebut, Subaru berbalik dengan sedih.
Bertanya-tanya apa yang akan ibunya katakan, Subaru melihat ibunya mengangkat tangannya.
"..... Hati-hati di jalan."
Lalu, dengan sebuah lambaian tangan, Naoko mengucapkan kalimat tersebut sambil tersenyum.
.... Di malam sebelum dia dipanggil ke dunia paralel, ketika dia berangkat menuju minimarket, ibunya juga mengatakan hal yang sama. Tapi kala itu, Subaru hanya membuka pintu dengan suasana hati yang buruk, tanpa mengucapkan apa-apa.
"......"
Begitulah, ini akan jadi kesempatan terakhir untuk menghapus penyesalan di hari itu.....
Obrolan-dengan-ibu, pelajaran lanjutan.... Tidak peduli berapa kali kau teralihkan, jawaban yang tepat, entah bagaimana, pasti akan muncul pada akhirnya.
Ketika dia mengingat hal itu, pipi Subaru yang tegang mengendur, dan berubah menjadi sebuah senyum yang tulus.
".... Ok, aku berangkat."
Keras dan garing, suara Subaru terdengar melintasi jalan menuju sekolah.
Gedung sekolah yang tak berpenghuni. Berjalan dari gerbang masuk menuju loker sepatu, dengan beberapa masalah, Subaru membuka pintu yang kelihatannya sudah tidak pernah dibuka dan ditutup untuk waktu yang sangat lama. Mengganti sepatu yang dia pakai dengan sepatu dalam ruangan miliknya, mengetukan jari kakinya ke lantai beberapa kali untuk menyesuaikan kakinya di dalam sepatu, pada akhirnya, dengan sebuah desahan, Subaru melangkahkan kakinya masuk ke dalam lorong.
Subaru duduk di kelas 3, dari 8 ruang kelas, Subaru berada di ruang 6. Dan di dalam kelas 3-6, nomer murid tercampur antara murid lelaki dan perempuan, dan nomer Subaru adalah nomer 22.
Menjadi kelas paling senior, semua ruang kelas 3 berada di lantai pertama, di seberang lorong, melewati tangga.
Di lorong yang sepi, yang terdengar hanyalah gema dari langkah kaki Subaru yang menghentak lantai linolium saat ia berjalan menuju ruang kelasnya.
Tak lama kemudian dia sampai. Berdiri di depan pintu, Subaru menghambil napas dalam-dalam.
"......"
Meletakkan tangannya di pintu, Subaru menggeser pintu tersebut,
Setelahnya, harusnya ada sekelompok mata penuh cela yang menatap Subaru karena kedatangannya yang telat, tapi....
"Kau datang jauh lebih cepat dari dugaanku."
Bukan pemandangan seperti itu yang menyapanya.
Di sisi lain dari pintu yang terbuka, Subaru hanya melihat barisan bangku kosong, kecuali sebuah bangku yang terletak di tengah ruangan.
Kemudian, orang yang duduk di sana, memutar kursinya ke arah Subaru.
"Selamat datang........ Saat menghadapi masa lalumu, apa kau sudah belajar sesuatu?"
Tanya Penyihir Keserakahan dengan rambut putihnya yang berkibar, matanya penuh dengan rasa ingin tahu.
Saat dia berjalan, perasaan yang tak terhitung jumlahnya, bergejolak di dalam hatinya.
Subaru sudah tidak pernah lagi jalan-jalan di bawah sinar matahari di jam segini semenjak dia berhenti sekolah, tapi sensasi dari sinar matahari di kulitnya, mungkin bukanlah satu-satunya alasan kenapa pemandangan yang telah ia lewati berkali-kali sebelumnya, terasa sangat berbeda.
"Well, bagaimanapun juga, anak yang bolos sekolah harusnya tidak bisa berkeliaran tanpa malu di bawah tuan matahari-sama."
Akan sangat buruk jika dia digunjingkan oleh tetangga, ataupun dimarahi oleh polisi.
Meskipun alam bawah sadar Subaru ingin ayah dan ibunya membenci dirinya, tapi dia tidak mau menyeret polisi ke dalam masalah ini.
Jalanan di sekitar rumahnya, penuh akan kenangan.
Seolah berendam di dalamnya dan memastikan semua itu dengan sol sepatunya, berjalan melewati jalanan yang sepi.... atau agaknya, jalanan yang sepenuhnya tak berpenghuni, saat Subaru tidak lagi menyadari sensasi air mata yang mengering di pipinya, dia sudah sampai di depan pintu rumahnya.
Mengambil napas dalam-dalam, Subaru berhenti.
Menutup matanya, merasakan berbagai emosi di hatinya dan menelan semuanya,
".... Aku pulang."
Membuka pintu, dia mengirimkan kata-kata tersebut ke dalam rumah.
Merasa sedikit gugup, dia menunggu sebuah jawaban. Tapi respon yang seharusnya menyapanya balik, tak kunjung juga datang. Merasakan sesuatu yang aneh dan mengernyitkan dahi, Subaru melepas sepatunya dan melangkah masuk ke dalam rumah. Lalu, mencari ibunya yang seharusnya ada di rumah,
".... Ohaiy-"
Di depan kulkas, menatap ke arahnya, ibu Subaru membawa sebuah botol mayonnaise di mulutnya.
".... Aku pulang."
Semua ketegangan tadi mendadak hilang tanpa jejak..... Subaru menurunkan bahunya, tersenyum kecut, dan entah bagaimana kurang lebih bisa menerima situasi ini.
XxxxX
"Tak ada jawaban, jadi aku mulai khawatir kalau terjadi sesuatu."
"Apa coba yang mungkin bisa terjadi. Lihat, mayonnaise ibu kosong. Jadi ibu mencuri mayonnaise milik ayahmu untuk ibu cicipi dan.... akhir-akhir ini, aku merasa suara Subaru menjadi sangat mirip dengan suara ayah. Andai kau sedang telepon, mungkin aku tidak akan tahu perbedaannya."
"Topik ini rasanya langsung menyimpang, tapi pada dasarnya, kau tidak bisa membedakan suaraku dan suara ayah jadi kau mencoba sembunyi, huh. Tidak, jika ibu mencoba bersembunyi, ibu pasti sedikit lebih mengendap-endap."
Menghadapi ibunya yang sedang menghisap mayo, Subaru mengambil botol dari ibunya yang sudah penyok dan mengembalikannya ke bentuk asal, sebelum meletakkannya ke atas meja.
Menatap ke arah Subaru, Naoko memiringkan kepalanya,
"Rahasiakan ini dari ayahmu, ok? Tapi lihat, memakan mayonnaise ayahmu itu ibu seperti mendapatkan rasa dari mayonnaise favoritku, dicampur dengan mayonnaise favorit ayahmu di saat yang sama, pertukaran yang sepadan kan?"
"Itu terdengar seperti pengakuan mesum dari seorang anak yang mencuri alat perekam milik seorang gadis agar bisa menjilatinya. Menggabungkan satu kesukaan dengan kesukaan lain untuk membuatnya lebih baik, apa kau ini anak TK?"
"Jadi, apa yang terjadi dengan ayahmu? Apa kau meninggalkannya? Subaru, sejak kapan kau menjadi cukup cepat sehingga bisa meninggalkan ayahmu?"
"Ini tidak seperti aku bisa menang melawan ayah dalam balapan.... tapi, yah, mungkin..."
Tepat ketika dia ingin membantah pertanyaan ibunya, Subaru menelan kembali bantahan yang ingin ia ucapkan masuk ke dalam benaknya.
Kapan terakhir kali dia balapan dengan ayahnya? Dulu, ayahnya sama sekali tidak bertingkah seperti orang dewasa, dan tanpa ampun akan meninggalkan Subaru di belakang dengan kepulan debu. Menatap punggung ayahnya menghilang di kejauhan dengan putus asa, mungkin pada waktu itu sedikit rasa kagum sudah mulai tumbuh di hati Subaru.
Tapi, sudah berapa tahun terlewati semenjak saat itu? Andai dia berlomba dengan ayahnya lagi, mungkin dia tidak akan ditinggalkan sejauh itu, atau mungkin juga dia bisa menang.
Kekaguman tersebut tumbuh semakin membesar, eksistensi seorang Kenichi di dalam hati Subaru telah tumbuh menjadi begitu besar. Namun, setelah salah paham dengan esensi yang sebenarnya, sudah tak ada lagi orang yang bisa menyelamatkan Subaru dari semua itu.
"Pada akhirnya, aku masih saja menyerah terhadap segalanya di tengah jalan, ya..."
Mengatakan hal tersebut sambil bersandar dan mendecitkan kursinya, Subaru merentangkan tubuhnya melakukan peregangan. Dan, melihat Subaru melakukan hal itu, Naoko meletakkan tangannya di atas bibirnya dan tersenyum.
"Ada apa? Apa ada sesuatu yang lucu?"
"Menurutku, gerakan itu mirip sekali dengan ayahmu. Dulu, ayahmu suka sekali meregangkan tubuh di atas kursinya. Dia melakukannya terlalu kuat, sampai membuat dirinya terjatuh."
"Tidak hanya suara, bahkan gerakan kami pun juga sama ya. Aku benar-benar tidak tahu apakah itu hal yang baik atau buruk."
"Kupikir itu hal yang baik... Lagipula, kau kan anaknya."
"OOKUN", sebuah debaran terdengar di dadanya, dan Subara mati-matian mencoba menghentikan erangannya agar tidak merembes keluar dari tenggorokannya. Melihat ekspresi Subaru yang menjadi kaku dan mata yang melebar, Naoko berkedip beberapa kali dengan mata tajam yang terlihat sangat mirip dengan mata Subaru. Bernapas melalui hidungnya, Subaru akhirnya berhasil menenangkan debaran jantungnya, dan,
"Rasanya aku tidak akan punya kekuatan untuk pergi kalau aku ada di sini terlalu lama...."
Mengatakan hal tersebut, Subaru berdiri dari kursinya. Dengan tatapan bingung dari ibunya yang menatap ke arahnya, Subaru menggaruk pipinya, sambil menoleh.
"Um, ada sesuatu yang ingin kuminta."
"En, apa itu?"
Dengan acuh tak acuh, seolah berpura-pura tidak menyadari keengganan dan keraguan Subaru, Naoko bolak balik menatap Subaru dan mayonnaisenya. Keinginan untuk mendengar anaknya melanjutkan kata-katanya, mungkin sama menariknya dengan dorongan untuk terus menyesap mayonnaise masuk ke dalam tenggorokannya.
Melihat ibunya masih belum berubah sedikitkan, wajah Subaru menyunggingkan sebuah senyum.
".... Apa ibu ingat di mana seragam sekolahku disimpan?"
XxxxX
.... Subaru memasukkan tangannya melewati lengan bajunya yang sudah disetrika dengan sempurna dan memasukkan kakinya ke dalam celana panjang yang sudah dilipat dengan rapi. Mengencangkan sabuknya di depan cermin, setelah sebuah usaha yang begitu epik, akhirnya ia berhasil memasang dasi berwarna hijau tuanya. Kemudian, memakai blazer biru lautnya,
"Siswa : Natsuki Subaru, telah selesai..... Sudah sekitar tiga bulan ya."
Memastikan di depan cermin kalau perubahannya telah selesai, Subaru menghembuskan napas dalam seolah baru saja menjalankan tugas besar.
Bayangan di cermin, adalah sebuah seragam sekolah yang sudah tidak dipakai untuk waktu yang sangat lama. Dengan seragam bergaya blazer, memang merepotkan memakai dasi setiap pagi, dan bahkan, harus kehilangan satu menit dari waktu tidurnya yang berharga saja, rasanya sudah sangat menjengkelkan.
Bahkan setelah mencobanya setiap hari selama dua tahun, kemampuanya sama sekali tidak membaik sedikitpun, dan simpul di dasinya masih saja terlihat sangat bodoh. Di saat yang sama, ada pula sebuah perasaan rumit kalau ini akan menjadi kesempatan terakhir untuk melakukannya.
"Haruskah aku membuatnya dengan sempurna karena ini yang terakhir, ataukah harus kulakukan sama seperti biasanya?"
Bahkan ketika dia sedang menggumamkan hal tersebut, jawabannya sudah muncul di hatinya.
Dengan pelan mengibaskan tonjolan dasinya yang besar, membiarkan simpulnya yang aneh tetap utuh, Subaru pun berpaling dari kaca. Dan, melihat ke sekeliling kamar, Subaru mengambil tas punggungnya.
Tidak peduli bagaimana kau melihatnya, ini adalah sebuah gambaran dari seorang siswa yang siap pergi ke sekolah.
"Sayang sekali sudah lewat homeroom, sekarang pasti sudah waktunya jam ketiga dimulai. Meninggalkan rumah setelah matahari terbit sepenuhnya, murid macam apa yang akan melakukan itu?"
Menggaruk rambutnya sambil tersenyum kecut, Subaru melakukan peregangan di tempat, dan kemudian berjalan keluar kamar.... Tapi tepat sebelum meninggalkan kamarnya, dia menoleh untuk melihat sekali lagi kamar lamanya.
Seumur hidupnya, Subaru tidak pernah berpindah rumah, jadi ini adalah satu-satunya tempat yang bisa dia sebut 'Kamarku'. Dari saat dia memasuki SMP, selama hampir 6 tahun, dia selalu tidur dan bangun di kamar ini.... Ini akan menjadi terakhir kalinya dia melihat tempat ini.
"......"
Tanpa kata, Subaru diam-diam menundukan kepalanya.
Dalam satu gerakan itu saja, tertanam semua kenangan selama enam tahun tersebut.
Dengan menunduk untuk waktu yang sangat sangat lama, Subaru menyelesaikan perpisahannya, dan kemudian, dengan antusias dia pun mengangkat kepalanya, Subaru membelakangi kamarnya. Dengan suara pintu yang tertutup di belakangnya, Subaru berjalan menuruni tangga untuk menemui Naoko yang menunggu di ruang tamu dengan mata tajam yang terbuka lebar karena kaget,
"Ya ampun, ketika kau menanyakan seragammu, kupikir kau akan membakarnya. Aku juga sudah membuat berbagai persiapan... sekarang itu jadi sia-sia."
"Ketika anakmu menanyakan seragamnya, hal pertama yang kau pikirkan adalah pembakaran? Dan saat kita membahas ini, apa talas dan hot dog tusuk yang kau siapkan itu menandakan kalau akan ada api....?"
Melihat susunan bahan-bahan yang berbaris di atas meja, Subaru tak bisa berkata apa-apa untuk menanggapi reaksi serampangan dari ibunya yang melebihi seluruh ekspektasi yang ada. Di sisi lain, Naoko sepenuhnya terlihat tak peduli dengan wajah Subaru yang berkedut saat ia memperhatikan perubahan baju anaknya dari kepala sampai kaki.
"En en, terlihat bagus. Mereka membuatmu terlihat seperti orang dewasa, dan menghilangkan kesan dari matamu, dan membuatmu terlihat sedikit melunak."
"Bu, saat ini kau seperti sedang merenggut semua kelembutanku saat kita berbicara."
"Kenapa kau begitu mudah tersinggung? Mau menjilat mayonnaise dulu supaya bisa tenang?"
"Aku sedang tidak ingin sekarang...."
"Be-nar-kah?"
Botol mayonnaise yang dia bawa.... memiliki huruf S besar di atas tutupnya, menandakan kalau itu adalah mayonnaise pribadi Subaru. Hanya saja, Naoko nampak sudah memperkirakan jawaban dari Subaru, dan mengangguk,
"Tapi Subaru, kau nampaknya tidak terlalu menyukai mayonnaise ya."
"......"
"Karena kau mencintai ayah dan ibu, makanya kau menjilatnya bersama kami, kan?"
Meletakkan botol mayonnaise dengan segel Subaru di atas meja dan memutar-mutarnya, Naoko mengucapkan kata-kata tersebut. Dan melihatnya, tenggorokan Subaru pun tersedak. Terkejut, bibit Subaru terlihat bergetar dan napasnya berhenti,
"A-apa yang memberimu ...."
"Kalau begitu, Subaru, dunia atau mayonnaise, mana yang akan kau pilih?"
"Um, dunia..."
"Lihat?"
"Contoh macam apa itu? Kenapa kau memasang ekspresi kemenangan di wajahmu? Seorang pria yang memilih mayonnaise dibandingkan dunia, tidaklah menyukai mayonnaise, melainkan membenci dunia!"
Memprotes pernyataan Naoko yang tak biasa, Subaru bernapas dengan berat sambil memelototi botol mayonnaise yang ada di meja. Lalu, dengan sebuah dengusan kecil,
"..... Sudah berapa lama kau memikirkan itu?"
"Sudah sangat lama. Ayah dan ibu akan selalu depresi kalau tanpa mayonnaise, layaknya dunia akan berakhir, tapi Subaru tidak seperti itu."
"Rintangan yang kau beri padaku itu terlalu tinggi, itu membuatku putus asa kau tahu."
Subaru merasa lemah karena kata-kata ibunya. Dia sama sekali tidak bisa tenang.
Status Subaru sebagai pecinta Mayo, tak perlu ditanyakan lagi. Kapanpun bumbu-bumbu dibutuhkan, dia tidak akan pernah sekalipun meninggalkan mayonnaise. Dia secara alami pasti akan memasukkan gorengannya ke dalam mayonnaise. Kesetiannya terhadap mayonnaise sudah mencapai tingkat di mana mengoleskan mayonnaisenya sama saja dengan membuat camilan rasa mayonnaise.
Tapi kenapa, dia selalu melekat dengan mayonnaise?
"Kalian terlihat sangat menikmatinya, jadi aku ingin menikmatinya juga. Kalau dipikir-pikir, aku ini sudah seperti dad-con, dan mom-con ya, seorang fam-con."
(T/N : con, seperti yang ada di kata siscon.)
"Tanpa SUPA di depannya?"
"SUPER FAMILY COMPLEX alias SUPA FAMI, ugh, lupakan..."
(T/N : SUPA, berarti Super, orang Jepang kesulitan mengucapkan Super.)
Di tengah-tengah percakapan mereka yang tak ada gunanya, Subaru menggelengkan kepalanya dan mendesah. Lalu, perlahan mengangkat botol mayonnaise yang ada di meja....
"Ah...."
"Pfhuaa, umhmuu, enak sekali! Setelah sekian lama tanpa mayonnaise asli, tak ada yang seenak ini! Di sisi lain, mayonnaise yang telah dikembangkan pun juga sangat enak, tapi jenis tidak sehat yang dibeli di toko dengan warna buatan itu adalah masalah besar. Mayonnaise yang ada di sana itu hanya mayo-neese."
Meremas botol datar yang hampir penuh, Subaru menelan semua mayonnaise tersebut dalam sekali tegukan. Menikmati rasa asam yang melewati lidahnya, dia membiarkan sensasi terbakar meluncur ke tenggorokan dan dadanya.
Ini, ini adalah MAYO-NAZING sejati yang membuat penggila Mayo tak bisa berhenti mencintainya.
Menggunakan punggung tangannya untuk mengusap noda putih yang tertinggal di sudut mulutnya, Subaru mengangkat kepalanya di depan Naoko yang terkejut.
"Aku mungkin tidak menyukai mayonnaise sebanyak kalian, tapi aku tetaplah penganut sejati dan yang begitu kuat terhadap kecintaan pada mayonnaise. Aku bersumpah di atas tutup botol mayonnaise yang telah ku jilat hari ini."
Asal kalian tahu, tutup botol dari setiap mayonnaise yang telah Subaru konsumsi selama hidupnya, semuanya disimpan di dalam lemari kamarnya. Koleksinya dari dulu sudah membengkak ke angka yang begitu luar biasa, 776. Dengan satu tambahan tadi, jumlah itu sekarang menjadi 777.
"Ini sudah triple-tujuh. Bantu aku meletakannya ke dalam lemari nanti ya."
"Ooohh~ tiga angka tujuh itu angka keberuntungan. Kita juga sangat gembira ketika ayahmu mencapai empat angka tujuh di kala itu."
"Itu benar-benar cinta yang tingkatannya sudah sangat berbeda."
Naoko dengan riang mengambil botol yang telah kosong itu dari Subaru. Untuk sesaat, Subaru terlihat merajuk karena sensasi dari prestasi yang telah dia capai dirusak, tapi dia segera kembali membetulkan ekspresinya,
"Jadi um.... kurasa, sudah saatnya aku pergi, sampai jumpa."
"Ah, jika kau ingin pergi ke minimarket, tolong belikan beberapa krim tart saat kau di sana ya, aku mendadak sangat amat ingin memakan mereka."
"Dilihat dari apa yang kupakai, bisakah kau menggunakan sedikit imajinasimu sebelum mengatakan itu?"
Merentangkan kedua tangannya, Subaru membuat permohonan tersebut. Melihat Subaru melakukan itu, Naoko pun tertawa, "Bercanda, bercanda",
"Tapi, kau akan pergi ke sekolah sekarang? Meski ibu sangat senang.... bukankah kau akan terlihat sangat mencolok jika kau datang ke sana setelat ini? Kenapa tidak besok saja?"
"Jangan menjatuhkan bibit motivasi anakmu sejak awal! Aku ini hanya punya sedikit kemauan yang bisa kukumpulkan dengan menjadi sedikit lebih keras pada orang lain, dan sedikit lebih lunak pada diri sendiri."
"Jika Subaru adalah anak seperti itu, maka ibu tidak akan mengalami saat-saat yang sulit."
Meskipun Subaru menyelipkan komentar menghina diri sendiri di sana, Naoko tetap menjawab seolah-olah dia tidak memahami maksudnya. Lalu, memicingkan matanya dan berdiri, "Baiklah",
"Tunggu sebentar, ibu akan mengambil jaket dulu."
"Tunggu... Kau, tidak bermaksud ikut denganku kan? Ini bukan semacam hukuman game di mana orang tua harus menemani anaknya yang mantan hikikomori ke sekolah kan?"
"Ok, tapi aku tidak akan menemanimu sampai ke sekolah. Aku hanya akan pergi sampai ke minimarket untuk membeli beberapa mayonnaise dan krim puff. Kau ini sudah besar."
"Ap? Kenapa kedengarannya seperti aku memintamu untuk menemaniku?"
Ketika Subaru meratapi arah pembicaraan yang tak terduga ini, ibunya hanya menghindar dengan "Baik baik", sembari berjalan menuju kamarnya. Dan begitulah, sudah diputuskan kalau Naoko akan menemani separuh perjalanan Subaru menuju sekolah.
"Tidaaak tidaaak.... Beri aku waktu, gezz."
Ketika mengatakan hal tersebut, pipi Subaru melembut dengan sebuah perasaan lega.
.... Meskipun hanya sebentar, waktu untuk mengucapkan selamat tinggal dengan ibunya telah sedikit tertunda, dan memikirkannya, Subaru kembali sadar betapa lemahnya dia.
XxxxX
"Sudah sangat lama ya semenjak terakhir kali ibu berjalan dengan Subaru seperti ini."
"Benarkah? Jika ini malam, kita pasti sudah melakukan perjalanan belanja sepanjang waktu kan?"
"Haaa, kau tahu, arah pembicaraan tadi itu jelas-jelas berarti siang. Kau harus memikirkan apa yang ada di balik sebuah kalimat sebelum merespon!"
"Aku hanya merasa kalau saran observasional yang berasal dari ibu itu sedikit susah dicerna."
Kemampuan observasional Natsuki Naoko mungkin adalah yang terburuk di dunia, seolah-olah sudah mencapai tingkat kerasukan setan.
Itu adalah pemahaman yang umum dalam keluarga Natsuki, atau setidaknya antara Subaru dan Kenichi. Sebenarnya, menghadapi Naoko, tidak peduli kiasan atau sarkas macam apa yang ditujukan padanya, hampir mustahil untuk menjelaskan hal tersebut pada dia nantinya.
Karena dia sendiri terlihat tidak pernah menyadarinya, segala sesuatunya secara alami seperti memantul dari Naoko, dan stress berangsur-angsur pasti akan bertumpuk pada orang yang berinteraksi dengannya.
Namun, meski begitu, Subaru masih menikmati obrolan dengan ibunya.
"Aku sangat senang hari ini hangat. Apa yang kau bicarakan dengan ayahmu tadi?"
"Ooff.. obrolam-dengan-ibu 101... Didugan pihak pertama dan pihak kedua tidak tersambung sama sekali. Pokoknya, tidak ada yang penting, hanya saja uhh.."
Berjalan berdampingan di jalan menuju sekolah, Subaru memeras otaknya mencari jawaban untuk pertanyaan ibunya.
Jika dia memberitahu semua detail percapakannya dengan Kenichi, dia pasti akan dipaksa menyebutkan masalah di dalam dirinya yang memalukan, dia juga tidak akan bisa sepenuhnya menghilangkan bagian di mana dia menangis.
Meskipun dia tahu kalau itu sangat diperlukan, tapi semua perasaan itu hanyalah gelombang emosi pada saat itu saja, dan dia tidak tahu bagaimana jadinya jika ia mengeluarkannya lagi sekarang,
Itulah kenapa...
"Bukan masalah besar... Kami sedikit berbicara tentang Ikeda-san, dan menceritakan beberapa cerita tentang masa lalu."
"Aah, Ikeda-kun. Dia memenangkan pacuan kuda dan pindah ke Thailand, lalu dia kena tipu oleh istri mudanya karena semua yang dia miliki, dan berakhir dengan melakukan pekerjaan kasar sampai membuatnya hangus terbakar matahari."
"Ini pertama kalinya aku mendengar perkembangan yang begitu mengerikan dari pihak kedua!?"
"Dia mengirim surat pada kami, mengatakan ; 'aku tidak bisa terbiasa dengan uang kotor. Saat ini tubuhku mungkin mengalami kesulitan, tapi hatiku terasa sangat terpenuhi.'"
"Huh... Jadi kau melewati perubahan karena pengalaman di tempat yang tak dikenal juga ya Ikeda-san... aku benar-benar bisa memahaminya."
Satu-satunya perbedaannya adalah 'dunia paralel' dan 'negara asing', sementara keadaan Subaru benar-benar sama dengan keadaan Ikeda. Tak disangka menemukan teman petualang di sini, Subaru diam-diam memberinya ucapan semoga beruntung.
Lalu, merasakan reaksi Subaru, Naoko memiringkan kepalanya dengan "Nnnn~~"
"Jadi, cerita dari masa lalu itu membuatmu ingin masuk sekolah?"
"Ahh, yah, begitulah singkatnya. Ini adalah kesempatan bagiku untuk melihat kembali betapa khawatirnya diriku akan hal-hal yang aneh. Dan juga melihat aku sendiri."
"Berhentilah ingin melakukan semuanya persis dengan ayahmu!"
"....."
Ingin mengabaikan hal tersebut sehingga dia tidak perlu menjelaskannya, Subaru tiba-tiba dipojokkan oleh kata-kata Naoko.
Senyum di sisi wajah Naoko sama sekali belum berubah, begitu pula dengan matanya yang tajam dan lembut. Bahkan, mungkin tidak ada maksud di balik kata-kata tersebut. Tapi meski begitu, Subaru merasa hatinya seperti terkena serangan langsung ketika ibunya mengatakan hal itu, walau tanpa Subaru beritahu.
Subaru terdiam, dan berjalan dengan riang di depannya, Naoko mengayunkan tangannya dengan ayunan yang lebar.
"Itu karena Subaru selalu berusaha keras, dan ingin melakukan semuanya sekaligus. Dan karena ayahmu memiliki semua ketertarikan bodoh itu, makanya kau jadi memiliki semua kesempatannya juga.... Kau pasti lelah."
"Bu... seberapa banyak kau mengenalku?"
"Well, coba kita lihat, Subaru....."
Seakan telah mengetahui semuanya, mendengar perasaan yang telah dia sembunyikan dari dirinya sendiri keluar dari mulut ibunya, Subaru pun tidak bisa mengucapkan sepatah katapun.
Mendengar namanya dipanggil, Subaru mengangkat wajahnya. Memotong di depan Subaru, Naoko tetap diam dan menatap lurus ke arah mata Subaru.
"Orang-orang sering bilang kalau anak-anak selalu melihat orang tua mereka lebih dari yang disadari orang oleh tua mereka."
"....."
Mendengar kalimat tersebut, Subaru merasa bodoh dan tertegun.
Semua rahasia yang dia pikir telah berhasil dia sembunyikan untuk dirinya sendiri, pada kenyataannya hanyalah usaha yang sia-sia. Menarik dirinya sendiri, Subaru menghirup udara seolah-olah tidak ada seorangpun di dunia ini yang memahami rasa sakitnya, dia juga seolah menyadari betapa sia-sia dan gegabahnya dia dulu.
"Ketika kau masih kecil, ibu pernah meletakkan supositori ke dalam anusmu, jadi ibu bahkan tahu seperti apa anusmu. Itu artinya, ibu sudah melihat setiap bagian dari tubuh Subaru, kecuali organ dalam kau tahu."
"Ma-maaf, ini memang sedikit berjalan lancar, tapi rasanya tidak perlu mengatakan bagian yang terakhir tadi."
Bahkan kembar siam pun tidak mungkin bisa melihat organ dalam satu sama lain. Faktanya, bahkan Subaru sendiri tidak pernah punya banyak kesempatan untuk melihat mereka. Memang ada satu atau dua kali kesempatan yang didapatkan Subaru, tapi ya hanya sebatas itu.
Bagaimanapun,
"Jadi, baik itu alasanku menyukai mayonnaise ataupun menjadi hikikomori...."
"Jika ada sesuatu yang ibu bisa bantu, ibu pasti akan membantu. Tapi tidak peduli apa yang ibu lakukan, sepertinya itu hanya membuat semuanya jadi kacau. Tapi tetap saja...."
Dengan sebuah senyum kecil, Naoko terus menatap pupil hitam milik Subaru.
"Sepertinya ada orang lain selain ayah dan ibu yang melakukan sesuatu demi Subaru. Kupikir itu sangat hebat. Aku harus berterima kasih pada orang itu."
".... En, yeah. Ada seseorang yang memberitahuku betapa tidak berdayanya diriku ketika aku sedang putus asa. Dan ada juga orang yang memberitahu kalau ketidakberdayaanku tidak sepenuhnya berarti tanpa harapan. Karena mereka, aku bisa terus berjalan maju seperti sekarang ini."
Mereka membuat Subaru sadar akan kebodohannya dan menerimanya, meskipun dia begitu. Hanya karena merekalah, Subaru bisa berdiri melawan masa lalunya.... dan mengadapi orang tuanya seperti ini.
Ah, serius,
"Mereka.... terlalu hebat untukku."
"Tapi kau tidak akan menyerah terhadap mereka atau semacamnya kan?"
"Tentu saja tidak. Entah layak atau tidak aku mendapatkan mereka itu adalah masalah lain. Tapi jika aku harus menyerah terhadap mereka, lebih baik aku bergantung pada mereka, dan mencoba menumpuk kelayakanku nanti."
"Eun eun.... bagaimanapun, kau kan anaknya."
Itu adalah kata-kata yang memiliki makna khusus bagi Subaru.
Namun, ibunya paham akan hal ini, dia tahu dengan pasti apa makna kata-kata tersebut bagi Subaru. Mengungkapkan hal ini meski sudah mengetahuinya....
"Apa aku bisa hidup seperti itu? Layakkah aku menjadi anaknya?"
"Tidak masalah. Karena sebagian dari dirimu berasal dari ibu, kau harusnya sudah memenuhi kuota jika kau ingin menjadi setengah luar biasa seperti ayahmu."
"Jadi ibu sudah tahu kalau bagian dari genmu yang membentuk tubuhku itu lebih rendah?"
"Well, separuh dari dirimu sudah terbentuk dari kekerenan ayahmu.... Untuk setengahnya lagi, kenapa tidak hanya Subaru sendiri saja?"
Melihat Subaru tidak bergeming, Naoko memberikan jawaban tersebut.
Dan mendengar jawaban itu, Subaru hanya merasa seperti orang bodoh dengan mulut terbuka.
"Kau tidak harus menjadi sama sepenuhnya dengan ayahmu. Jika Subaru menjadi sama persis dengan ayah, maka akan ada dua ayah, dan ibu akan bingung, kau tahu."
"Hati seorang wanita yang bimbang antara suami dan anaknya, apa-apaan kita ini? Novel ero?"
"Tidak, hentikan, nyaa!"
"GUPWAH!"
Tidak lama setelah Subaru menyelesaikan kata-katanya, sebuah tinju melayang untuk menutupi rasa malu Naoko.
Menerima pukulan tangan kanan tak terduga tepat di wajahnya, Subaru pun terpental ke belakang. Saat Subaru hampir menangis karena rasa sakitnya, Naoko membalik punggungnya dan,
"Itulah kenapa, menurut ibu, Subaru harus melakukan yang terbaik."
"Rangkuman yang bagus, tapi aku berdarah nih."
"Ngomong-ngomong soal darah, bukankah rasa pipa besi itu sama dengan darah saat kau menjilatnya?"
"Sulit membayangkan situasi ekstrem seperti itu di mana...... pokoknya, pelajaran menengah dari obrolan-dengan-ibu adalah, harus menduga pertanyaan yang benar-benar acak setelah kehilangan arah pembicaraan."
Percuma saja meski Subaru menjelaskan dengan susah payah bagaimana zat besi yang ada di dalam darah, sama dengan zat besi yang ada di pipa besi. Jika dia menanggapi pertanyaan semacam ini dengan serius, dia mungkin akan mendapatkan jawaban 'Bagaimana bisa kau melenceng dari topik?', atau sesuatu yang tidak masuk akal dan sama menjengkelkannya dengan itu sebagai jawaban,
Karena itulah, Subaru mengabaikan semuanya,
"Jadi aku harus jadi diriku sendiri ya."
"Benar benar. Sambil mencoba menjadi seperti ayahmu, jadilah dirimu sendiri."
Naoko terlihat puas setelah akhirnya mendapatkan sebuah kesimpulan. Lalu, tiba-tiba menghentikan langkahnya di depan Subaru, Naoko menunjuk ke arah sisi kanan dari jalan yang terbelah di depan.
"Well, minimarketnya lewat sini, jadi ibu hanya sampai sini..... Apa kau akan baik-baik saja sendirian?"
"Tidak perlu khawa..... sebenarnya aku benar-benar terluka di sini."
Naoko tidak khawatir berlebihan.
Tapi jika Subaru ragu-ragu sekarang, dia hanya akan menjadi semakin pengecut di mata ibunya, kan? Jadi untuk menenangkan hati ibunya,
"Tidak apa. Apa yang harus aku lakukan dan apa yang ingin kulakukan, persis seperti sekarang ini. Aku tidak punya alasan untuk mengurung diri lagi."
"Begitukah? Bagus. Kalau begitu, lakukanlah yang terbaik!"
Mengangguk lega mendengar jawaban Subaru, Naoko berjalan dengan langkah kecil menuju jalan yang terbelah ke kanan. Jalan Subaru ada di kiri, jadi dia harus berpisah dengan ibunya di sini. Tapi jika mereka berpisah sekarang, Subaru tahu, tanpa diragukan lagi, perpisahan mereka akan menjadi sangat jauh, lebih jauh dari apa yang ibunya sadari....
"Ibuuuu....."
Tak tahan melihat punggung ibunya menghilang, Subaru memanggil ibunya keras-keras agar ia berhenti.
Ibunya, yang telah dibawa oleh misi mayonnaisenya, menghentikan langkahnya dan berbalik. Sama seperti biasanya, pemandangan dari sosok ibunya yang tidak berubah, terukir dalam mata Subaru.
"Ah....."
Selamat tinggal, mencoba mengucapkan kata perpisahan seperti itu, Subaru merasa ragu.
Sekarang, jika dia tidak mengucapkan perpisahannya si sini, ibunya tidak akan tahu seberapa lama mereka akan berpisah. Subaru akan kehilangan kesempatan melihat ibunya menangis karena mengetahui kalau mereka tidak akan bertemu lagi. Tapi jika dia tidak ingin ingatan terakhir dengan ibunya dipenuhi air mata dari sang ibu, akan lebih baik kalau dia tetap menutup mulutnya.
Namun, jika Subaru melakukannya, itu akan menjadi kebohongan di balik kepura-puraan yang dia buat dengan orang tersebut dan dirinya.
".... Ada sesuatu yang harus kulakukan. Jadi perpisahan ini akan sangat sangat lama."
Dan hati Natsuki Subaru tidak akan membiarkannya.
Mendengar kata-kata tersebut, Naoko tidak mengucapakan apapun, dan sebelum dia bisa bereaksi, Subaru kembali menekannya.
"Itu adalah tempat yang sedikit jauh, tidak ada cara untuk berkomunikasi.... Ada banyak hal yang harus dikhawatirkan. Tapi itu tidak berbahaya.... meski aku tidak bisa menjaminnya. Oh, apa yang kukatakan, karena itu adalah tempat yang sangat amat berbahaya, makanya aku harus kembali untuk menyelamatkan mereka."
Berbicara dengan cepat. Menumpuk informasi. Semua yang ingin dia katakan tumpah keluar begitu saja.
"Kurasa, ayah dan ibu pasti akan khawatir. Tidak seperti kemarin ketika kita masih bisa selalu bertemu satu sama lain, itu adalah tempat di mana kau tidak mungkin bisa menemuiku. Tapi tak peduli di manapun diriku, aku pasti akan selalu memikirkan kalian dan aku tidak akan pernah lupa....."
"Subaru."
"Aku tidak akan pernah merasa tidak ingin menjadi anak kalian lagi, dan aku tidak akan pernah melakukan sesuatu yang kubenci. Meskipun aku tahu, setelah apa yang kukatakan, kau tidak mungkin akan melihatku pergi tanpa khawatir sama sekali, tapi...."
"Subaru."
Tidak tahu lagi apa yang harus dia katakan, suara Naoko tiba-tiba menghentikan Subaru.
Mengangkat wajahnya, ibunya berdiri tepat di hadapannya.
"Subaru..... tak apa."
".... Tak apa?"
"Karena aku mengerti apa yang coba Subaru katakan, kau tidak perlu lagi berusaha keras menemukan kata-kata yang tepat untuk mengutarakanya."
"Kau mengerti... bagaimana.......?"
"Karena, ibu kan ibu Subaru."
.....Itu adalah pernyataan yang sepenuhnya tidak logis, tapi tak ada ruang untuk membantahnya sama sekali.
Kedalaman mata Subaru terasa panas. Perasaan ini sama seperti apa yang dia rasakan sejam yang lalu. Harus berapa kali Subaru menangis seperti anak kecil? Selalu menumpahkan air mata terhadap sesuatu seperti ini, kapan dia akan tumbuh menjadi kuat sehingga tidak akan goyah menghadapi sesuatu seperti ini?
"Aku masih saja.... seperti anak kecil.... ini sangat memalukan."
"Jika menangis ketika kau ingin menangis itu memalukan, berarti semua bayi itu sangat memalukan dong ketika mereka lahir."
"Tidak.... apa yang kumaksud....."
"En en, aku tahu. Di depan ibu dan ayah, tidak peduli berapapun usia Subaru.... kau memang seharusnya menangis kapanpun kau ingin menangis."
Dunia menjadi buram dibalik air mata yang meluap. Bersembunyi di balik lengan bajunya sambil mengusap air matanya, Subaru tidak ingin ibunya melihat dia seperti ini. Dan ibunya juga tidak mengintip, menghormati keinginan anaknya.
Hanya saja, dia lebih memilih mengelus rambut Subaru dengan pelan dan lembut sambil berjinjit.
".... Ma-maaf bu. Pa-pada akhirnya, aku tidak bisa melakukan apapun untuk kalian berdua."
"Kami tidak melahirkanmu karena mengharapkan suatu balasan kau tahu? Kami memilikimu karena kami ingin melakukan sesuatu untukmu. Karena ibu mencintaimu, makanya ibu melahirkan Subaru."
...... Cinta yang digambarkan dengan kata-kata tersebut, Subaru sudah pernah mengalaminya berkali-kali sebelumnya.
"Jika kau memang ingin melakukan sesuatu untuk ibu dan ayah, sampaikan perasaan yang sama itu pada orang lain. Bisa saja itu gadis yang Subaru sukai, dan jika kau memiliki anak dengannya, sampaikan juga perasaan itu pada si bayi... Itu akan jadi cara yang terbaik kan?"
".... Yeah, pasti."
"Lihat, hal-hal yang ibu katakan tidak pernah salah arah, kau tahu."
Dengan tawa puas, Naoko menggelitik rambut di atas dahi Subaru dengan jarinya.
Lalu, mendorong dada Subaru sehingga membuat Subaru mundur, Naoko pun menatap Subaru dari kepala sampai kaki.
"Ketika wajahmu menjadi kucel karena menangis, kau terlihat semakin mirip dengan ibu, ini aneh."
".... Aku terkesan ibu akan menggunakan wajah ibu sendiri sebagai analogi."
"Aku mendapatkan rasa percaya diriku dari fakta bahwa ini adalah wajah yang ayahmu cintai. Jadi, membagi kepercayaan diri ibu, Subaru pasti bisa mendapatkan rasa percaya diri dari cinta ayah juga, kau tahu."
"Meskipun itu hanya karena wajah."
Dengan paksa mengusap wajahnya dengan lengan bajunya, pada area di sekitar mata Subaru, memerah ketika air matanya akhirnya berhenti.
Menangis dari dalam hatinya, mengungkap perasaannya yang sebenarnya hanya agar dihibur, lalu melihat dirinya sendiri yang akhirnya menjadi tenang, sungguh betapa menggelikannya dia.
"Ah, yang benar saja, aku selalu berakhir dengan menangis, sungguh menyedihkan."
"Menangis bukanlah hal yang buruk. Subaru, ketika dulu kau lahir, kau itu menangis gila-gilaan, kau tahu. Tidak peduli siapapun itu, ketika mereka keluar untuk pertama kalinya, mereka pasti akan menangis dan menangis, itu sangat memalukan, menangis di semua tempat dan juga dalam situasi apapun."
"......."
"Dan setelah menangis untuk waktu yang sangat sangat lama, jika pada akhirnya kau tersenyum, maka semuanya akan baik-baik saja. Apa yang paling penting bukanlah awal ataupun tengah-tengahnya, melainkan akhirnya."
"Dengan kata lain, jika hasilnya bagus, maka semuanya akan baik-baik saja?"
"Salah kalau kau mengartikannya begitu. Kalau begitu, ini akan jadi PR untukmu dari ibu."
Meskipun dia tidak akan pernah punya kesempatan untuk memeriksa jawabannya.
Memberikan PR adalah cara lain untuk mengucapkan selamat tinggal. Menerimanya, Subaru menyimpannya jauh di dalam hatinya. Mungkin suatu hari, jika Subaru menemukan jawabannya, dia mungkin akan mengerti dengan sendirinya.
Itu sepenuhnya bukan perpisahan yang ceria dan menyenangkan.
Tapi ayah dan ibunya, setelah mendengar kalau anak mantan hikikomori mereka akan pergi ke suatu tempat yang begitu jauh dan tak diketahui, mereka sama sekali tidak mencegahnya, melainkan malah mengantarnya dengan wajah tersenyum.
Semuanya, masa lalunya, orang tuanya, lingkungannya, Subaru sangat mencintai mereka semua.
".... Aku berangkat, sampai jumpa."
"En, baiklah."
Menggelengkan kepalanya, pada akhirnya, Subaru berhasil memaksa wajahnya tersenyum.
Meninggalkan ibunya dengan senyum kaku tersebut, Subaru berbalik dan mulai berjalan.
Ini akan jadi bentangan jalan menuju sekolah untuk yang terakhir kalinya. Mengikuti simpangan jalan tersebut sampai ke ujung, setelah menaiki sebuah lereng, dia akan melihat gedung sekolah yang menunggunya, dan,
"Ah, benar juga, Subaru Subaru, aku hampir lupa."
Dan tepat ketika ia mulai bersemangat dan siap menghadapi apa yang ada di depannya, sebuah suara konyol terdengar memanggilnya dari belakang.
Hampir tersandung karena dampak dari keputusasaan tersebut, Subaru berbalik dengan sedih.
Bertanya-tanya apa yang akan ibunya katakan, Subaru melihat ibunya mengangkat tangannya.
"..... Hati-hati di jalan."
Lalu, dengan sebuah lambaian tangan, Naoko mengucapkan kalimat tersebut sambil tersenyum.
.... Di malam sebelum dia dipanggil ke dunia paralel, ketika dia berangkat menuju minimarket, ibunya juga mengatakan hal yang sama. Tapi kala itu, Subaru hanya membuka pintu dengan suasana hati yang buruk, tanpa mengucapkan apa-apa.
"......"
Begitulah, ini akan jadi kesempatan terakhir untuk menghapus penyesalan di hari itu.....
Obrolan-dengan-ibu, pelajaran lanjutan.... Tidak peduli berapa kali kau teralihkan, jawaban yang tepat, entah bagaimana, pasti akan muncul pada akhirnya.
Ketika dia mengingat hal itu, pipi Subaru yang tegang mengendur, dan berubah menjadi sebuah senyum yang tulus.
".... Ok, aku berangkat."
Keras dan garing, suara Subaru terdengar melintasi jalan menuju sekolah.
XxxxX
Gedung sekolah yang tak berpenghuni. Berjalan dari gerbang masuk menuju loker sepatu, dengan beberapa masalah, Subaru membuka pintu yang kelihatannya sudah tidak pernah dibuka dan ditutup untuk waktu yang sangat lama. Mengganti sepatu yang dia pakai dengan sepatu dalam ruangan miliknya, mengetukan jari kakinya ke lantai beberapa kali untuk menyesuaikan kakinya di dalam sepatu, pada akhirnya, dengan sebuah desahan, Subaru melangkahkan kakinya masuk ke dalam lorong.
Subaru duduk di kelas 3, dari 8 ruang kelas, Subaru berada di ruang 6. Dan di dalam kelas 3-6, nomer murid tercampur antara murid lelaki dan perempuan, dan nomer Subaru adalah nomer 22.
Menjadi kelas paling senior, semua ruang kelas 3 berada di lantai pertama, di seberang lorong, melewati tangga.
Di lorong yang sepi, yang terdengar hanyalah gema dari langkah kaki Subaru yang menghentak lantai linolium saat ia berjalan menuju ruang kelasnya.
Tak lama kemudian dia sampai. Berdiri di depan pintu, Subaru menghambil napas dalam-dalam.
"......"
Meletakkan tangannya di pintu, Subaru menggeser pintu tersebut,
Setelahnya, harusnya ada sekelompok mata penuh cela yang menatap Subaru karena kedatangannya yang telat, tapi....
"Kau datang jauh lebih cepat dari dugaanku."
Bukan pemandangan seperti itu yang menyapanya.
Di sisi lain dari pintu yang terbuka, Subaru hanya melihat barisan bangku kosong, kecuali sebuah bangku yang terletak di tengah ruangan.
Kemudian, orang yang duduk di sana, memutar kursinya ke arah Subaru.
"Selamat datang........ Saat menghadapi masa lalumu, apa kau sudah belajar sesuatu?"
Tanya Penyihir Keserakahan dengan rambut putihnya yang berkibar, matanya penuh dengan rasa ingin tahu.
---End---
Lanjut ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 20
Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4
Translator : Zhi End Translation..
8 Komentar
Mantaaaaaaf
Balaslanjut lg 20 min xD ga ada partnya wkwk
BalasLanjut min.. Uda ada part 20
Balasakhirnya si ekidna nongol lagi wkwk
BalasItu subaru benar2 bertemu dgn org tuanya? Atau hanya rekayasa dr ujian saja?? Bingung.....
BalasLanjut baca entar juga tau..
Balaswhoa menarik sekalee
BalasWHAT THEEEE
Balas