Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 20 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 20 : Hasil Ujian
Baca Light Novel Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 - Chapter 20 Bahasa Indonesia



Chapter 20 : Hasil Ujian.

..... Duduk di tengah-tengah kelas, gadis berambut putih itu sedikit memiringkan kepalanya.

Menerima tatapannya, Subaru dengan cepat melihat ke sekeliling ruangan untuk memastikan tidak ada orang lain di sana. Dan kemudian, mengeluarkan separuh tubuhnya ke arah lorong, ia memeriksa ke kanan dan ke kiri hanya untuk lebih yakin lagi... Memastikan sekali lagi bahwa tidak ada orang lain di sana, Subaru menggaruk kepalanya dan mendesah.

"Ada sesuatu yang harus kukatakan terlebih dahulu."

"Tentu, akan kudengarkan. Apa yang kau rasakan, apa yang kau pikirkan, dan apa yang ingin kau katakan padaku. Aku sangat tertarik mendengar semua itu."

"Kau terlihat, sangat cocok dengan seragam itu."

Menghadapi Penyihir yang matanya berseri-seri dengan rasa ingin tahu, Subaru mengacungkan jarinya dan mengeluarkan isi pikirannya. Dan mendengar hal tersebut, si Penyihir terdiam sejenak, sampai akhirnya dia tidak bisa menahannya lagi, dan tertawa terbahak-bahak,

"Waha, terima kasih. Jika kau berpikir demikian, maka memang layak bagiku membangun kembali semua ini dari ingatanmu. Bahkan, pakaian ini nampaknya menjadi hal yang paling menonjol dari semua ingatanmu, dan salah satu hal yang paling sering kau lihat. Apa ini favoritmu?"

Berdiri dari tempat duduknya, mengangkat keliman rok abu-abunya.... Echidona melakukan satu putaran kecil di tempatnya berdiri. Rambut putihnya menari bersama dengan gerakannya, sosoknya yang ceria nampak sempurna seperti gadis muda seusianya.
Rok abu-abu, dan blazer biru. Pita merah di bawah lehernya, menandakan kalau ia berada di angkatan yang sama dengan Subaru, dan kontras di bawahnya, seragam putih bersinar terang dan menyilaukan.
Hanya saja, ada satu hal yang membuat subaru tidak puas,

"Dibandingkan dengan rok pendek, aku lebih suka rok panjang. Dengan begitu, akan butuh waktu lebih lama untuk mengangkatnya, dan ada lebih banyak waktu untuk membuat orang berimajinasi."

"Begitu ya. Kalau begitu, untuk memenuhi ekspektasimu, aku pasti akan mengenakan rok yang lebih panjang lain kali."

"Kita takkan dapat kesempatan lagi untuk itu! Dan Juga, ini bukan karena aku menyukainya, terus semua orang memakai seragam ini. Itu hanyalah aturan di sini, kalau kita harus berpakaian seperti ini. Sejenis Kesatria Kerajaan atau semacamnya."

"Kusukusu", Echidona menutupi bibirnya dan tertawa. Dengan sikap seolah tidak berencana menanggapi alasan Subaru dengan serius, bahkan jika Subaru mencoba membebaskan dirinya, Subaru takkan pernah mendapatkan hasil yang ia inginkan.
Mengangkat bahunya, Subaru berjalan ke bagian belakang ruang kelas..... menuju kursi di samping jendela di baris kedua dari belakang, menarik kursinya dari tempat konyol tersebut, Subaru menjatuhkan dirinya di sana.

Sensasi sentuhan dari kursi kayu yang keras. Di tepi mejanya terdapat huruf yang diukir oleh beberapa siswa yang sebelumnya duduk di sana. Kaki meja yang berderit setiap kali ia membebankan dirinya di atas meja sambil tertidur. Dan karat yang semakin parah di bagian dalam laci meja. Itu semua, merupakan potongan ingatan Subaru dari hari-harinya yang telah berlalu.

"Dan kupikir kau akan sedikit lebih terkejut."

"Jika kau ingin menyembunyikannya, kau harusnya lebih berusaha di bagian latar belakangnya, kau tahu. Bahkan saat perjalananku ke sini, tak ada satupun orang yang berkeliaran, ini terlalu tidak nyata."

Mengingat kalau ini masih siang hari di jam kerja, di sepanjang jalan Subaru, terlihat sudah sedikit terlalu sepi. Seakan-akan segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan masa lalu Subaru, telah diputus dari dunia ini.

"Dunia ini terlalu nyaman bagiku. Jadi salahmu sendiri kau tidak dapat melihat reaksi yang kau inginkan."

"Tidak tidak tidak, hal itu juga merupakan bagian dari kesenangan ini juga. Bereksperimen, dan menerima hasilnya sendiri adalah sebuah kebahagiaan bagiku. Hasil apapun yang kita dapatkan di titik ini, tidak masalah. Kecuali, tentu saja, jika kita berbicara tentang bagaimana peristiwa di masa depan nanti dipengaruhi oleh hasil-hasil ini, maka itu akan jadi masalah yang berbeda."

Echidona melambaikan tangannya ke kiri dan ke kanan saat mengatakan hal tersebut, seolah sungguh tidak kesal dengan hal-hal yang menyimpang dari ekspektasinya ini. Melihat Echidona tanpa emosi negatif sedikitpun, di dalam hati Subaru, ia diam-diam ingin mendecapkan lidahnya.

"Jadi, dunia apa ini sebenarnya? Aku yakin aku masuk ke dalam Makammu saat sedang Ujian, dan kemudian......"

"Kau masuk dan memiliki Kualifikasi. Jadi wajar, kau mengikuti ujiannya juga, benar kan? Apa kau tidak mendengarnya? 'Pertama, kau harus menghadapi masa lalumu'."

Membenarkan pemikiran Subaru dengan kata-kata itu, Echidona meletakkan tangannya di belakang punggung saat ia perlahan berjalan mendekati Subaru. Rambutnya yang indah, berayun tertiup angin dingin menyegarkan yang berhembus ke dalam kelas, tanpa ada nuansa ganjil, gadis berseragam itu berbaur dengan sekelilingnya.
Setiap gerakannya, terasa seperti perangkap yang dibuat untuk memikat hati Subaru, ia sadar akan hal itu dan mengalihkan pandangannya dari Echidona. Kemudian,

"Setiap orang, pasti punya penyesalan di masa lalu. Selama mereka hidup hari demi hari, tak ada seorangpun yang hidup tanpa penyesalan. Hari ini mereka menyesali hari kemarin, kemarin mereka menyesali hari yang lebih jauh sebelum itu, dan ketika besok datang, pasti, kau akan menyesali sesuatu mengenai hari ini..... Bagaimanapun, manusia itu punya kemampuan untuk menyesali sesuatu."

"Itu cara yang sangat pesimis untuk memikirkan masalah ini. Jika kita mengganti kata "menyesal" dengan "refleksi diri", maka hari ini kita akan merefleksikan kemarin, dan besok kita akan merefleksikan hari ini, dan, mungkin, kita bisa menemukan sesuatu semacam terobosan, bukankah itu juga kemampuan manusia?"

"Tepat!"

Menepukkan tangannya dengan suara ketidakpuasan, Echidona mendekatkan wajahnya ke arah Subaru, membuat Subaru mundur secara refleks. Namun, tak terganggu sedikitpun, Echidona terus mendekatinya, menatap mata Subaru dengan pupil hitamnya, di jarak di mana mereka bisa merasakan napas masing-masing,

"Itu hanyalah permainan kata-kata yang sederhana, atau, lebih tepatnya, cara berpikir yang sedikit berbeda. Tapi tergantung apa kau melihat masa lalu dengan pesimisme ataupun optimisme, jawabannya pasti akan merubah dunia. Kebanyakan orang melihat masa lalu mereka dengan pesimis dan hanya melihat kenangan buruknya saja, jadi mereka memperlakukan jalan yang telah mereka lalui itu dengan penyangkalan. Lalu, karena semakin ditolak oleh pemandangan yang mereka sangkal, mereka pun menutup hati mereka dan mencoba melupakannya."

"Hei, wajahmu ...... terlalu dekat ......"

"Tapi bisakah kau menyalahkan mereka? Dibandingkan dengan hari ini, dirimu yang kemarin pasti lebih bodoh. Dan dibandingkan dengan apa yang akan kau ketahui besok, dirimu hari ini tak diragukan lagi pasti lebih lemah. Entah berdasar pada jumlah pengetahuan, ataupun jumlah kenangan, pasti akan selalu menempatkan masa lalu di posisi yang tidak menguntungkan dibandingkan hari ini maupun masa yang akan datang. Itulah faktanya."

Sepenuhnya mengabaikan Subaru yang terdorong oleh auranya, di dalam keadaan yang semakin memanas, Echidona menegaskan cara penyampaiannya. Tiba-tiba memutar tubuhnya menjauh, Echidona dengan paksa memukulkan telapak tangannya ke atas meja.

"Dan begitulah, ketika orang menghadapi masa lalu mereka, atau ketika mereka benar-benar bertemu masa lalu mereka, mereka akan merasa tersesat, bingung, menyesal, menderita, sakit, putus asa, dan di sanalah, mereka akan menemukan jawaban mereka. Selama mereka menemukan jawaban mereka, tidak peduli apapun jawaban itu, aku pasti akan memberikan pengakuanku. Entah itu jawaban yang mereka dapat dengan membalik punggung mereka, ataupun dengan mengulurkan tangan mereka ke depan, itu akan jadi bukti tak terbantahkan kalau mereka telah mengatasi masa lalu mereka."

"Jadi itu, tujuan dari ujian ini?"

"Tepat. Hal ini dimaksudkan agar seseorang menghadapi masa lalu mereka, dan mendapatkan jawaban tentang masa lalu itu. Jika mereka takut menemukan jawabannya, merasa benci, ataupun ragu-ragu terhadap kemampuan mereka, maka Ujian itu tidak akan pernah bisa diselesaikan Namun, jika mereka bisa menerima masa lalu mereka, atau jika mereka bisa menyangkal sepenuhnya dan memutuskan diri dari masa lalu itu, maka aku akan memberikan pujianku pada mereka. Itulah Ujian pertamanya."

Mengangguk ke arah Subaru yang terlihat memahaminya, Echidona kembali ke sifat aslinya, dan, dengan sedikit rona merah di pipinya, ia diam-diam berdeham.

"Aku, aku tampaknya sedikit terlalu bersemangat. Maaf, aku menunjukan sesuatu yang tidak enak dipandang."

"Jangan khawatir. Bahkan jika kau punya napas bau sekalipun, kau sudah sejauh ini, tapi untungnya, kau berbau seperti citrus. Terlebih lagi..."

Merasa sedikit sentimental terhadap kesempatan langkanya melihat Echidona tersipu malu, Subaru menarik kursinya dan membungkukkan tubuhnya ke depan, lalu,

"Jika poin-poin yang kau sebutkan tadi adalah syarat untuk lulus Ujian, bisakah aku menganggap diriku ini sudah lulus?"

"Setelah menyaksikan semuanya dari awal sampai akhir..... Kupikir hasilnya lebih dari memuaskan."

Menempatkan tangan di depan dadanya, Echidona menghirup napas dalam-dalam seolah mengisi paru-parunya dengan aroma harum teh hitam, dan kemudian, dengan ekspresi sangat puas di wajahnya,

"Baik itu simbol dari trauma masa lalumu, ataupun representasi dari rasa bersalahmu dulu, kau telah menemukan jawabanmu. Untuk itu, kuberi kau pujianku."

"Dari awal hingga akhir...... Bukankah itu artinya kau juga melihatku menangis dengan ingus yang meler dari hidung?"

"Maafkan aku, bahkan aku juga berkaca-kaca melihat bagian itu."

"Diam!! Dan jangan beritahu siapapun, itu memalukan!!"

Adegan perpisahan dengan ayahnya di mana Subaru mencurahkan seluruh emosinya, takkan lucu jika beberapa orang aneh menyaksikan mereka sepanjang waktu. Malahan, hal itu akan jadi penghinaan untuk emosi di antara Subaru dan Kenichi pada saat itu.

"Kusukusu", terlepas dari apa dia bisa memahami sentimen tersebut atau tidak, Echidona tertawa terbahak-bahak,

"Jika ada sesuatu yang membuatku kecewa, itu karena kau tidak mengalami penderitaan yang lebih parah lagi ketika kau menghadapi masa lalumu."

"Huh??"

"Aku senang ketika seseorang mendapatkan jawaban mereka, tapi kupikir, menderita saat berada di jalan mereka untuk mendapatkan jawaban tersebut adalah sesuatu yang layak dipuji. Aku sangat ingin melihatmu menemukan jawabanmu dengan melalui banyak penderitaan dan susah payah, tapi......."

Melirik kearah Subaru, seakan menatap ke kedalaman iris mata hitamnya, Echidona menyipitkan matanya,

"Sayangnya, Ujian ini terlihat sedikit telat bagiku untuk menikmati suguhan itu. Nampaknya kau sudah menemukan jawaban untuk perasaan negatif dari masa lalumu sebelum datang ke sini."

"Aah ...... Begitu ya. Kalau begitu, aku benar-benar harus memberikan rasa simpatiku."

Sedikit mampu memahami kekecewaan Echidona, Subaru mengembuskan napas dalam melalui hidungnya.
Andai Ujian ini berjalan seperti apa yang Echidona harapkan, maka harusnya Subaru kembali ke orang tuanya, sumber trauma masa lalunya, dan, melalui waktu yang dia habiskan bersama mereka, menyadari kelemahannya, menderita karenanya, dan mencapai jawabannya baik dengan melarikan diri atau menghadapinya secara langsung, dan terakhir, menemukan tekad untuk datang ke sini.
Tapi Subaru sudah .....

"Bahkan saat aku benar-benar tak berguna, ada seorang gadis yang bilang kalau aku ini pahlawan. Jadi aku tidak perlu menghadapi masa laluku, aku sudah menerima fakta bahwa aku ini memang tak berguna."

"Jadi kau sudah mencapai wujud lain dari kepasrahan ya. Tapi, menyimpang begitu jauh dari ekspektasiku, hal itu sungguh sangat mengecewakan. Nanti kalau kau bertemu dengan orang itu di luar, katakan padanya kalau seorang Penyihir punya beberapa keluhan terhadap dirinya."

Saat ia ingin melempar lelucon terhadap komentar ancaman tersebut, Subaru tiba-tiba tersadar. Ada sesuatu yang Echidona katakan yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.

"Beberapa saat yang lalu kau bilang kalau kau menciptakan rekonstruksi ini dari ingatanku ...... Jika kau bisa mengintip ke dalam kepalaku, bukankah seharusnya kau tahu tentang gadis yang kubicarakan tadi?"

Atau, daripada menyadarinya, mungkin ini lebih seperti Subaru mati-matian berusaha melekat pada perasaan yang tidak bisa dia lepaskan itu. Meskipun itu berarti seseorang mengintip ke dalam kepalanya, jika ada seseorang yang bisa mengingat Rem setelah dia dilupakan oleh seluruh dunia, mengingat perawakan cantiknya, mengingat kalau gadis ini masih ada..... Namun,

"Maaf mengecewakanmu. Tapi, meski menjadi si Keserakahan, aku masih bisa membedakan antara mana yang benar dan mana yang salah. Aku hanya menggali informasi yang kubutuhkan untuk mengadakan ujian ini, selain itu aku tidak menyentuh apapun. Jika aku mencuri semua pengetahuan dari kepalamu, lalu di mana menariknya? Aku masih belum cukup siap untuk membuang kesenangan yang kudapat dari hanya mendengar orang lain."

Satu-satunya hal yang Subaru dapat sebagai balasan, adalah semacam rasa hormat dari  seorang Penyihir yang berada di luar pemahaman Subaru.
Kau bahkan bisa menyebutnya pendirian Echidona. Namun, entah betapa tak tahu malunya logika tersebut, hal itu bukanlah sesuatu yang bisa Subaru debat. Tapi tetap saja,

"Jika kau hanya mengambil bagian yang berhubungan dengan Ujian ini.... lalu kenapa kau mengeluarkan seragam itu.....?"

"Sangat jelas, aku mengeluarkannya karena itu adalah bagian informasi yang kuperlukan untuk merekonstruksi bangunan yang kau sebut "Sekolah" ini. Ini bukan karena, setelah aku menemukan sebuah dunia paralel baru, lalu aku bertanya-tanya apa yang para gadis di sini kenakan dan apa itu terlihat cocok untukku atau tidak, ataupun hal-hal semacam itu."

"Apa kau ini salah satu idiot yang sangat cerdas itu?"

Setelah mendengarkan Echidona yang pada dasarnya mengakui segalanya, Subaru menghela nafas dan menggeleng.
Jadi begitu ya. Itu bukanlah jawaban yang Subaru harapkan, tapi setidaknya sekarang dia tahu sesuatu dengan pasti. Yang mana merupakan....

"Mungkin aku tidak perlu menanyakan ini. Tapi dunia ini....."

"Aah, benar. Dunia ini adalah dunia buatan yang diciptakan berdasarkan ingatanmu, maksudnya adalah rekonstruksi realita yang sebenarnya. Artinya, tentu saja.... orang tuamu yang asli masih tidak tahu di mana kau berada atau apa yang kau lakukan, dan terus khawatir dengan anak mereka, yang menghilang begitu saja."

"......"

"Adapun informasi yang sebelumnya tidak kau ketahui, siapa yang tahu kalau kau sebenarnya tidak sengaja membawa mereka ke sini ...... Apa kau yakin kau tidak tahu tentang mereka? Surat dari teman lama orang tuamu, apa kau yakin kau belum pernah melihatnya? Pak tua yang sudah mengenal ayahmu sejak ia masih kecil, apa kau benar-benar tidak pernah bertemu dengannya? Dan apa kau benar-benar tidak pernah membayangkan sosok ayahmu yang berbeda dari apa yang kau ketahui, dan sama sekali tidak pernah terlintas di pikiranmu?"

Meluapkan kata-katanya dengan rangkaian yang begitu cepat, "Atau lebih tepatnya" Echidona melanjutkan,

"Apa kau benar-benar berpikir kalau selama kau tidak tahu apa yang tersembunyi di hatimu, mereka akan tetap tersembunyi begitu saja? Isi hatimu yang sebenarnya, yang mana sangat ingin untuk dibebaskan, bagaimana bisa kau yakin kalau mereka aman tersegel, dan tidak akan bocor bersama dengan detail kecil dari dunia ini? Lalu, bisakah kau yakin bahwa keinginan egoismu untuk dicintai itu, tidak memohon pada sosok fiksi ayah dan ibumu untuk berperilaku sebagaimana seharusnya?"

Mendekatkan wajahnya ke arah Subaru yang terdiam, kata-kata terakhir Echidona berubah menjadi sebuah bisikan yang menyihir, mengganggu detak jantung Subaru. Dan kemudian, di jarak yang cukup dekat untuk merasakan napas masing-masing,

"Itu terlalu sempurna, dan terlalu nyaman... Iya kan?"

"....."

Dengan lembut membuka hati Subaru dengan ujung jarinya yang mulus, Echidona tersenyum manis.
Tidak seperti senyum yang cocok dengan gadis seusianya, senyum ini adalah senyum keji, layaknya senyum penyihir dari dunia dongeng.
Pikirannya dipermainkan dan disiksa oleh kata-kata Echidona yang menusuk, Subaru dengan erat menutup matanya. Di balik matanya yang tertutup, di dalam dunia gelap gulita tersebut, muncullah jejak terakhir dari orang tuanya,

"Jangan meremehkan orang tuaku hanya karena kau tidak mendapatkan apa yang kau inginkan, Penyihir."

"......Apa?"

"Aku sudah memberitahu mereka semua jawabanku. Dan mereka berdua juga menerimanya. Aku telah memberitahu mereka semua yang tidak pernah bisa kukatakan, dan mereka memberitahuku untuk berusaha yang terbaik, dan kemudian memintaku untuk berhati-hati."

Berdiri dari kursinya, meletakkan tangannya di atas meja, Subaru menekan wajahnya balik ke arah Echidona sehingga dahi mereka saling bersentuhan. Menatap mata hitam Penyihir yang terbuka lebar karena terkejut, Subaru,

"Suara mereka, senyum mereka, segala sesuatu yang berasal dari momen tersebut, telah menghancurkan bayanganku.... orang tuaku, bukanlah wadah kosong yang bisa diisi dengan fantasiku. Jangan pernah remehkan mereka!"

"....."

"Aku sudah memberitahu mereka semua yang ingin kukatakan. Dan setelah menyelesaikan semuanya, aku pun datang ke sini.... Tidak ada satupun dari kata-katamu yang dapat menipuku."

Menarik kembali dahinya dari Echidona, Subaru kembali duduk di kursinya sekali lagi. Lalu, bersandar di kursinya, Subaru dengan kasar menyilangkan kakinya dan menatap Echidona dengan sebuah tatapan kurang ajar.
Untuk sesaat, Echidona tampak terkejut dengan reaksi Subaru,

"Serius ini...... Kau bahkan tidak membiarkanku melihatmu mempertanyakan jawaban yang sudah kau dapatkan sebentar saja, kau benar-benar manusia yang akan membuat Penyihir menangis. Sungguh luar biasa."

"Aku akan malu jika kau memujiku seperti itu. Aku ini tipe orang yang akan tumbuh ketika mendapat pujian, kau tahu. Aku bisa merasakan diriku semakin tinggi saat kita bicara!"

"Kulihat kau tidak pernah kehabisan kata-kata ...... Aah, tapi itu cukup baik. Bahkan lebih dari cukup. Memang sangat menyenangkan melihat jawaban tegas yang tidak akan membiarkan dirinya goyah seperti itu."

Seakan menyerah, Echidona menggelengkan kepalanya dengan sebuah senyum, dan kemudian, menarik kursi di depan Subaru, Echidona duduk menghadap ke arahnya,

"Ujiannya saat ini telah berakhir, dalam artian yang sebenarnya. Kau telah lolos dari cengkeraman jahat seorang Penyihir, mungkin. Sebagai hadiah ...... apa ada sesuatu yang ingin kau tanyakan sebelum kembali?"

"Oh, ada satu hal."

"En, mari kita dengarkan!"

Echidona mengangguk, saat Subaru mengacungkan jarinya menunjuk tepat ke arah Echidona,

"Sebelumnya, kau bilang kau tidak ada hubungannya dengan Ujian ini..... Bagaimana bisa hal ini disebut tidak ada hubungannya!? Kau tidak hanya terlibat, bahkan kaulah pelaku utamanya. Apa-apaan kebohongan soal tak ada pengaruhnya terhadap Ujian itu!??"

"Mempercayai kata-kata Penyihir... Bahkan orang naif dan mudah tertipu pun harusnya juga punya batas. Bukankah aku sudah memberitahumu saat kita berpisah sebelumnya? Bagaimanapun, aku ini Penyihir yang jahat."

"Aah, begitu ya. Kalau begitu, aku tidak bisa mempercayai satupun kata-kata Penyihir jahat ini, kan? Kalau begitu, tak ada hal lain lagi yang ingin kutanyakan...... Ngomong-ngomong, apa segel di Sanctuary sudah hilang sekarang?"

"Dan sekarang kau mengajukan pertanyaan lain seolah tidak terjadi apa-apa... kau benar-benar tidak mau repot memperhatikan penampilanmu, ya? Sayangnya, akan terlalu sederhana jika Ujian ini berakhir seperti ini. Ada total tiga bagian dalam Ujian ini. Tapi karena kau sudah lulus Ujian pertama, menurutku sisanya tidak akan terlalu sulit buatmu."

Menghindari kemarahan Subaru, Echidona mengacungkan tiga jarinya saat ia menjawab. Menerima hal tersebut, Subaru menggumam "Tiga bagian ya......"  dengan pelan,

"Bagaimanapun caranya, aku harus membuka segel Sanctuary. Jadi, setelah aku menyelesaikan dua Ujian sisanya, Sanctuary pasti akan terbebas, kan? Bisakah aku menganggapnya sebagai jaminan?"

"Itulah alasannya aku memberimu Kualifikasi. Tentu saja iya. Jika kau ataupun darah campuran lain yang terkualifikasi menyelesaikan Ujian ini, Sanctuary pasti akan terbebas atas izinku. Aku penasaran bagaimana kau akan melewati dua Ujian berikutnya. Aku akan dengan senang hati menantikan jawaban yang kau beri nanti."

Melihat Echidona mengangguk menegaskan pernyataannya, Subaru menjawab "Begitu ya", dan berdiri.
Tak ada lagi yang ingin dia tanyakan. Jadi tidak ada lagi yang bisa dia dapatkan dengan berlama-lama di dunia buatan ini. Suatu perasaan nostalgia membuat Subaru hampir ingin tetap tinggal, tapi ia sudah mengatakan semua kata-kata perpisahannya.
Meskipun mereka, seperti yang dikatakan Penyihir, hanyalah eksistensi fana dan tidak tetap.

"Hei, Echidona."

"Ada Apa? Mungkinkah kau ingin memukulku sebelum kau pergi? Yah, aku sadar aku memang pantas mendapatkannya, mengingat perlakuanku terhadapmu. Jadi kalau kau mau, aku bersedia menerimanya tanpa komplain. Tapi tetap saja, bagaimanapun, aku ini hanyalah seorang wanita. Kalau bisa, tolong hindari bagian wajah jika memungkinkan....."

"Terima kasih."

"....."

Terdiam, setelah terus berusaha membela diri, Echidona tiba-tiba kehilangan kata-katanya.
Melihatnya seperti ini, untuk pertama kalinya, Subaru merasakan sedikit kepuasan,

"Meski itu tidak benar-benar terjadi, dan kata-kataku sungguh tidak mencapai mereka berdua, aku tetap bisa mengatakan hal-hal yang ingin kukatakan, berkat dirimu. Meski itu karena rasa ingin tahumu yang menakutkan, tapi aku bisa melihat orang yang kupikir tidak akan pernah bisa kulihat lagi, dan mengucapkan selamat tinggal."

Dan menunjukan pada mereka kalau anak mereka yang mengecewakan, kecil, dan tak berdaya ini, telah tumbuh menjadi sedikit lebih baik, dan sekarang bisa mengangkat kepalanya sedikit lebih tinggi.

"Untuk itu, aku benar-benar bersyukur. Jadi, terima kasih."

"...... Kau memang manusia yang tidak bisa kumengerti sama sekali, sangat menarik. Bahkan, hampir jadi sedikit menakutkan."

Echidona tidak bercanda ataupun berbohong, dan sorot di matanya tampak seolah dia benar-benar terancam oleh Subaru. Melihatnya seperti ini, Subaru mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum menjawab,

"Penyihir-sama pasti ketakutan dengan mudah jika dia bisa ditangkap oleh anak kecil sepertiku. Baiklah. Jadi um, di mana pintu keluarnya?"

"Keluar tidak akan sulit. Bahkan sekarang, dunia ini sudah mulai memudar. Di luar bangunan ini sudah tidak ada yang berbentuk lagi.... Meninggalkan bangunan ini seharusnya dapat mengembalikanmu langsung ke dalam Makam."

"Itu sangat mudah..... Kalau begitu, sampai jumpa di Ujian berikutnya, mungkin."

Dengan sebuah gelombang di tangannya, Subaru bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju keluar kelas. Merasakan tatapan Echidona yang mengikuti di belakangnya, Subaru berjalan tanpa melihat ke belakang.
Dunia di luar jendela, larut ke dalam langit biru yang begitu luas, pemandangan di kejauhan pun mulai memudar. Dunia buatan yang telah memenuhi tujuannya pun lenyap tanpa sisa.

Ayah yang menepuk punggung Subaru, dan ibu yang berjalan bersama dengan Subaru untuk mengantarnya pergi, keduanya memudar bersama dengan lenyapnya dunia ini. Hingga mereka tak bisa ditemukan lagi.

"...... Kalian telah mengajarkanku semua hal yang paling penting."

Emosinya mengembang di dalam dada, merasa di belakang matanya terasa menjadi panas, Subaru dengan kasar mengusap matanya dengan lengan bajunya sekali. Dan setelah itu, mengangkat kepalanya, tidak ada lagi jejak air mata di matanya.
Menatap lurus ke depan, Subaru berjalan menuju pintu keluar dari dunia yang sekarat ini.

Di depannya, dunia berangsur-angsur berubah menjadi putih, sejauh matanya bisa memandang, dan......


XxxxX


"Sudah pergi ya. Ya ampun, dia jauh lebih tangguh dari yang kukira."

..... Di dalam ruang kelas yang telah Subaru tinggalkan.
Di antara barisan meja-meja kosong, Echidona, yang masih berada di sana, menempelkan tangan di bagian depan rambutnya, dan, menikmati momen sepinya sendiri,  dia menyandarkan bobotnya ke atas meja yang ada di belakangnya.

Sedikit demi sedikit, dunia pun mulai runtuh.
Dunia fana itu dibangun dari sebuah kenangan, dengan hilangnya sumber kenangan tersebut, dunia itu pun berubah kembali menjadi debu. Dengan sensasi kehancuran dunia di atas kulitnya, Echidona sama sekali tidak menghiraukan pijakan yang runtuh ataupun atmosfer yang lenyap di sekelilingnya.
Perhatiannya hanya tertuju pada satu titik.... di depan papan tulis, ke arah meja guru. Disana,

"Apa yang harusnya kuharapkan dari pria yang kau cintai..."

"Seseorang yang istemewa bagiku seseorang yang istemewa bagiku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku seseorangku"

"Tetaplah di bentengmu sendiri, meski kau sering bertemu dengannya, kau masih saja takut dilupakan. Dalam keadaan menyedihkan seperti itu, dan masih punya keberanian untuk membuat pernyataan semacam itu, aku sama sekali tidak bisa memahamimu."

"Bukan urusanmu bukan urusanmu bukan urusanmu bukan urusanmu bukan urusanmu bukan urusanmu bernapas bernapas bernapas bernapas bernapas berbicara berbicara berbicara berbicara berbicara menyentuh menyentuh menyentuh menyentuh menyentuh CINTA CINTA CINTA CINTA CINTA CINTA CINA CINTA CINTA ku ku ku ku ku ku ku"

Dengan lawan bicara yang terus bersikeras berbicara omong kosong, Echidona mengenyit jijik.
Di depan matanya, terdapat sebuah bayangan orang yang berdiri di depan meja guru..... bayangan seorang gadis mengenakan gaun hitam gelap, dengan rambut perak panjang yang terurai. Bagaikan sebuah kutukan, segala sesuatu yang ada di atas dadanya diselimuti oleh kegelapan, sehingga mustahil untuk melihat wajahnya.
Setiap kata yang ia ucapkan dan setiap ons aura kegilaan yang terpancar darinya, mengisi imajinasi dengan kengerian yang tak bisa dijelaskan.

Echidona nampaknya menerima fakta bahwa sosok ini pasti akan muncul tiba-tiba setelah Subaru meninggalkan ruangan tersebut, seolah-olah sudah sangat wajar. Seakan dia sudah tahu kalau bayangan tersebut akan muncul di sini.

"Tentunya hal ini sangat wajar. Lagipula, tanpa izin sekalipun, aku sudah menerobos masuk ke dalam hati orang yang kau cintai itu. Aku tidak bermaksud mengganggu wilayahmu...... Tapi meski begitu, tidak mungkin kita bisa sepenuhnya menghindar satu sama lain, kan?"

"Seujung jari serpihan kulit sepotong kuku sehelai rambut setetes keringat partikel ludah satu kata satu napas satu fragmen emosi semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya semuanya"

"'Milikku', maksudmu? Hyahaha, ada di sini bersamamu saja bahkan sampai membuatku ingin menyerah terhadap gelar Keserakahanku. Bagaimana bisa kau pergi sejauh itu hanya demi satu orang, aku tidak akan pernah bisa memahaminya."

"Aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya aku mencintainya"

Karena itulah, 'Kecemburuan' tidak akan pernah mengampuni Echidona, yang telah menyentuh apa yang dilarang.
Bayangan tersebut melangkah maju. Hanya dengan hal itu saja, ruangan hingga tempat di mana ia berdiri, seketika ditelan kegelapan. Dalam sekejap, bagian depan kelas, dinding yang menyangga papan tulis, dan tiga baris meja pertama, dilahap oleh bayangan Sang Penyihir.

Melompat mundur, Echidona nyaris tidak berhasil menghindari penghancuran tersebut, sementara itu, seakan mengejarnya, lengan bayangan itu memanjang, mengincar leher Echidona. Di hadapan ular hitam pekat yang memamerkan taringnya, Echidona menghela napas,

"Aku pasti akan meninggalkan banyak penyesalan jika aku membiarkan diriku terhapus sini. Jadi aku takut aku harus sedikit curang...."

Mengatakan hal tersebut, Echidona sedikit merendahkan tubuhnya, ketika bayangan yang mengincar tenggorokannya itu meledak karena benturan.
Melihatnya, bayangan itu menghentikan langkahnya. Di depan bayangan dengan kedua lengannya yang menggantung, di tempat di mana Echidona seharusnya berada,

"Sepertinya aku dipanggil lagi, haaaaa. Aku bahkan tidak bisa mendapatkan tidur malam yang nyenyak, huuu."

Menghela napas lesu dengan kaki terlentang di lantai, gadis berambut ungu.... Penyihir Kemalasan, Sekhmet muncul.

"Haaa, tak ada gunanya."

Seakan dihantam oleh serangan yang begitu kuat, bagian atas bayangan itu pun terbang mundur.
Dipukul mundur oleh kekuatan hantaman itu, sisa bayangan tersebut tenggelam ke dalam kegelapan yang diciptakannya sendiri. Perlahan menggelengkan kepalanya melihat kejadian tersebut, bayangan itu menjulurkan lengan kanannya ke arah Sekhmet.
Segera setelahnya, kegelapan yang menyelimuti setengah ruangan itu, menyerang sekaligus, layaknya cakar iblis kegelapan yang melesat, ia menutupi semua pemandangan yang ada di sana. Kegelapan tak tertembus itu pun menutup ke segala arah..... Tapi,

"Bukankah sudah kubilang kalau itu percuma, huuuu."

Pusaran cakar hitam itu hancur dalam sekejap mata, dan tanpa perlawanan atau setidaknya pertahanan, sebuah serangan balik menghantam seluruh tubuh bayangan itu. Ketika guncangan serangan demi serangan memaku daging bayangan itu ke dalam celah dinding, Sekhmet hanya terus meringkuk di lantai tanpa gerakan sedikitpun, menyaksikan semuanya dengan malas,
Meski begitu, serangan Sekhmet terus menyerbu seluruh tubuh bayangan tersebut, sampai sedikit demi sedikit, wujud tanpa dasar itu mulai hancur.

Menanggapi suara hantaman yang memekakan telinga, serta bayangan yang menggeliat, Sekhmet hanya menggaruk rambutnya sambil memperhatikan semuanya.

"Dengan sebagian besar kekuatanmu tersegel, haaa. Dan berada di dalam benteng jahat Echidona ini, huu. Dalam keadaan yang menjauhkanmu dari kekuatan penuhmu, haaa, kau bukanlah tandinganku, huu."

Berusaha menahan uapannya, serangan Sekhmet berhenti, dan bayangan itupun jatuh berlutut... ketika serangan dari atas tanpa ampun menghantamnya ke lantai.
Tenggelam ke dalam kegelapan, si 'Kecemburuan' yang mulai memudar, menatap Sekhmet.

"Kenapa kau kenapa kau kenapa kau kenapa kau kenapa kau kenapa kau berdiri di antara di antara di antara di antara di antara di antara diriku diriku diriku diriku diriku dan dia dan dia dan dia dan dia dan dia"

"Haaaa. Akan sangat merepotkan kalau aku harus menjelaskannya."

Dengan jawaban tidak enak tersebut, Sekhmet mengayunkan tangannya yang terangkat.
Di saat yang sama, setengah gedung sekolah pun runtuh, dan bersama dengan reruntuhan lumpur dan bongkahan tanah, bayangan 'Kecemburuan' pun tertelan masuk ke dalam tanah.
Di dunia yang sudah memudar, tak mungkin ada cara satupun untuk kembali dari sana.

"Bahkan setelah aku mati, huuu. Kenapa aku masih harus berurusan dengan hal-hal seperti ini, haaaa."

Gerakan Sekhmet mempercepat kehancuran dunia, Penyihir Kemalasan itu menemukan tempat yang lebih baik di sudut kelas yang membusuk, dan mendudukkan dirinya ke sana.
Meringkuk dengan punggung bersandar pada dinding, merasa dirinya ditarik ke dalam kekosongan dunia sekarat yang telah selesai melakukan tugasnya ini, ia menatap ke arah matahari melalui jendela yang telah hancur.

"Tidak ada suatu apapun yang akan berjalan sesuai dengan keinginanmu, huuu.... Entah kau itu Penyihir.. ataupun orang yang terjerat oleh Penyihir, haaaa."

Dengan satu desahan terakhir nan lembut, dunia pun lenyap ke dalam cahaya.


---End---


Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4


Translator : Dimas Kuncoro Jati.
Editor : Zhi End Translation.
Previous
Next Post »
6 Komentar
avatar

lanjutkan min :-bd
you're the best

Balas
avatar

Jadi si kecemburuan suka sama Subaru?

Balas
avatar

iya bro, dari yang ane baca dari wikia, Satella udh suka sama Subaru bahkan sejak Subaru belum lahir

Balas
avatar

Seperti yg kuduga... Yg memanggil subaru adalah Satella.....

Balas
avatar

shrsnya stiap chara ngobrol diujung kalimat dibuat nm charanya (subaru)

Balas