[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 4 : Kerja! Gadis SMA -beberapa hari yang lalu -4
Kembali ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 4 Part 3
Cerita 4 : Kerja! Gadis SMA -beberapa hari yang lalu-
Setelah bersusah payah memikirkannya semalaman, pada akhirnya, Chiho hanya selesai mengisi nama dan kelasnya di survey rencana masa depan miliknya.
Tapi bagi Chiho yang pergi bekerja dengan masalah-masalah ini, pertanyaannya yang paling mendesak saat ini adalah apakah Yoshiya jadi datang ke restoran atau tidak.
Usai pesan kemarin malam....
'Aku pasti akan mengawasinya dan tidak akan membiarkannya melakukan hal-hal yang bodoh.'
Kaori kembali mengirimkan sebuah pesan, tapi terlepas dari hal ini, dengan adanya teman sekolah yang datang untuk melihatnya bekerja, tetap saja membuat Chiho merasa malu.
Sampai saat temannya mengatakan kalau mereka akan datang, Chiho akhirnya mengerti kenapa Kaori hanya bercerita tentang pekerjaannya setelah dia keluar.
Hal ini bukan karena prinsip apapun. Ini murni karena jika seseorang harus menjamu teman mereka dengan sudut pandang yang berbeda, itu pasti akan membuat mereka cemas dan gelisah.
Chiho sudah mencoba berbicara dengan ibunya kemarin malam tentang bagaimana cara menangani teman ketika mereka datang ke tempat kerja....
"Selama mereka tidak mengganggu pekerjaanmu, seharusnya kau bisa sedikit berbincang dengan mereka, iya kan?"
Chiho hanya memperoleh jawaban tidak relevan tersebut,
"Dan kau juga harus berhati-hati agar tidak dipelototi oleh manager dan para senior!"
Dan sebuah peringatan.
Meskipun Chiho tidak tahu alasannya, tapi karena Kisaki sudah mengakui aspek tertentu dari dirinya, dia pastinya tidak ingin penilaiannya menjadi turun karena kecerobohannya.
Akibatnya....
"Erhm, temanku mungkin akan datang ke restoran hari ini...."
Chiho pun mengikuti panduan, ketika dia tidak bisa membuat keputusan karena tidak yakin akan sesuatu, dia akan mendiskusikannya dengan Maou.
"Teman? Apa mereka teman dari sekolahmu?"
"Y-ya. Saat temanku datang...."
Saat ia berbicara, Chiho juga merasa kalau pertanyaan ini memang sangatlah konyol.
Di saat yang sama ketika dia menanyakan pertanyaan itu, Chiho juga berpikir, berdasar pada situasinya sampai sekarang ini, selama dia membaca suasana dan bertindak sesuai dengan itu, dia kemungkinan tidak akan mendapat masalah apapun.
Seolah menegaskan pemikiran Chiho, Maou pun tersenyum dengan hangat, mengangguk, dan berkata,
"Sebenarnya, kau tidak perlu merasa bingung begitu. Kalau situasinya tidak sangat sibuk atau bisa membuat terlalu banyak keributan, bahkan jika kau pergi ke pojokan dan sedikit mengobrol pun, itu tidak akan jadi masalah. Itu kan yang ingin kau tanyakan?"
"Ah, y-ya..."
Hari ini, karena alasan yang tidak diketahui, Chiho sedikitpun tidak bisa memandang wajah Maou secara langsung, dan ia hanya tergagap saat menjawabnya.
"Ketika ada orang yang kau kenal melihatmu bekerja, itu pasti akan membuatmu gelisah. Tapi meski begitu, jika kau memperlakukan mereka dengan sangat sopan seperti konsumen pada umumnya, itu juga pasti akan sangat menjengkelkan."
Maou tersenyum kecut seolah mengingat sesuatu.
Melihat hal ini, Chiho pun merasa lega.
Ternyata semua orang memikirkan hal yang sama.
"Selain itu, aku juga tidak pernah menyangka kalau aku akan menggunakan bahasa yang sopan untuk melayani pegawaiku sendiri. Jadi setelah itu, di antara kami rasanya sangat canggung selama beberapa waktu."
Karena bahkan Maou, yang Chiho pikir tidak akan goyah apapun yang terjadi, berpikir seperti itu, mungkin apa yang dia rasakan memanglah sesuatu yang tidak terelakkan.
Memikirkan hal ini, Chiho tiba-tiba memiliki perasaan aneh.
Di dalam kalimat yang Maou ucapkan tadi, apa memang ada istilah yang tidak pernah Chiho dengar, tercampur di dalamnya?
Pegawai? Apa maksudnya itu? Apa itu nama orang?
(T/N : Di bahasa Jepangnya, Maou menyebut Omiko atau Yatsuko, yang mana terdengar seperti sebuah nama.)
Maou yang tidak merasakan kebingungan Chiho pun mengangguk, menatap Chiho dan mengatakan,
"Mengenai hal ini, kau hanya perlu membaca suasananya dan bertindak sesuai dengan itu."
"Ah, uh, aku mengerti. Terima kasih. Dan, maafkan aku, menanyakan pertanyaan tidak penting begini."
Karena Chiho hanya berpikir kalau itu sedikit aneh dan juga karena Maou menatapnya secara langsung, Chiho pun tiba-tiba merasa sangat canggung, jadi saat dia menundukan kepalanya, dan mengucapkan rasa terima kasihnya, perasaan aneh yang dia rasakan tadi pun dengan mudah menghilang sampai tidak ada jejak yang tersisa.
"Tidak masalah. Awalnya, apakah botol PET yang ditinggalkan oleh pelanggan boleh dibuang atau tidak, aku juga bertanya pada karyawan yang lain. Dibandingkan dengan hal itu, Chi-chan yang kebingungan dengan bagaimana harus memperlakukan temannya, pasti sangat bisa diandalkan ketika itu ada hubungannya dengan merubah keadaan mental seseorang."
"Kya!"
"Eh?"
"A-ah, y-ya! Terima kasih atas pujiannya!"
"O-oh? Rasanya Chi-chan sangat energik hari ini."
Chiho mulai tergagap lagi, ia terkejut ketika Maou memanggilnya Chi-chan. Untuk menyembunyikan rasa malunya, bahkan volume suara Chiho pun juga menjadi sangat keras.
Meskipun kemarin Maou terlihat sedikit ragu ketika memanggil begitu, tapi hari ini ia sanggup memanggil 'Chi-chan' berturut-turut.
Chiho memang tidak terkejut ketika dipangil seperti itu oleh senior lain, tapi hanya ketika dengan Maou lah hal itu tidak berjalan dengan lancar.
"Kira-kira kapan mereka akan datang?"
"Eh? A-apa maksudmu?"
"Temanmu."
"Ah.... ah, itu, aku masih belum tahu. Sebenarnya, apakah mereka jadi datang atau tidak itu....."
"Aku mengerti. Memang sangat sulit untuk menenangkan diri. Ketika orang yang kukenal ingin datang untuk yang pertama kalinya, aku juga sangat gugup tanpa alasan apapun. Dan saat kau merasa cemas, saat itulah kau akan mudah membuat kesalahan, jadi kau harus lebih berhati-hati, okay?"
Alasan kecemasan Chiho bukanlah hanya masalah teman sekolahnya, tapi ketika dia memikirkan alasannya yang lain.....
"E-erhm. Aku harus pergi memeriksa 'nomor 10' di jam 3!"
"O-oh, kuserahkan padamu."
Chiho yang merasa sangat malu, dengan paksa merubah topiknya, dia pun mengalihkan pandangannya dari Maou dan berjalan menuju kamar mandi.
".... Sepertinya dia tidak cukup bagus dalam menangani teman-temannya."
Maou memperhatikan pungung Chiho dan mengatakan hal tersebut dengan bingung.
'Nomor 10' merujuk pada kamar mandi, itu adalah kode rahasia di dalam restoran, sehingga pelanggan yang makan di sana tidak akan tahu kalau itu adalah kamar mandi.
MgRonald harus melakukan pengecekan kebersihan kamar mandi setiap jamnya.
Chiho yang pergi ke kamar mandi, setelah melakukan pengecekan berdasarkan instruksi sebelumnya, menulis namanya di daftar nama pengecek yang ada di sebelah wastafel.
"....Wah!"
Di atas kolom jam 3 di mana Chiho tanda tangan.... di dalam kolom pengecekan jam 2, terdapat tulisan tangan persegi yang bertuliskan kata 'MAOU'.
"Maou, Chiho.... aah? A-aku salah tulis! T-tidak, ini tidak bisa dianggap salah!"
Chiho hanya menulis namanya di tengah-tengah kolom.
Dia dengan cepat membatalkan kata yang tertulis di sana dan menulis ulang kata 'Sasaki' di ruang sempit yang masih tersisa.
".... Uu, rasanya lebih memalukan kalau seperti itu."
Kenapa dia merasa sangat kacau karena Maou?
Dia tidak tahu alasannya, tapi ketika Chiho memikirkan tentang Maou, entah kenapa dia sedikitpun tidak bisa tenang.
Jika ini terus berlanjut, Chiho pasti akan menjadi semakin cemas dengan apa yang harus ia lakukan ketika Kaori dan Yoshiya datang.
Sebenarnya ia tidak begitu merasa lelah, tapi Chiho yang berjalan keluar dari kamar mandi dengan gelisah....
"Ah, itu Sasaki."
"Uwahh!"
Dia langsung bertemu dengan Yoshiya yang memakai baju biasa, hal itu membuatnya berteriak dan melompat.
"Oh, Sasa."
Kaori muncul di belakang Yoshiya, dan mereka berdua masih belum membawa apa-apa.
"Karena kau tidak ada di konter, kami berpikir apa yang sebaiknya kami lakukan jika kau bekerja di tempat yang tidak bisa kami lihat."
"Be-begitu ya, ah! Uh, i-tu...."
Chiho yang secara mental belum siap, menggunakan matanya untuk meminta bantuan pada Maou yang ada di konter, tanpa memperdulikan reputasinya.
Maou yang nampak menyadarinya karena teriakan tadi, setelah melirik ke arah Chiho dan yang lainnya, ia pun mengangguk dan sedikit menggerakkan dagunya.
Jujur saja, Chiho sedikitpun tidak tahu apa arti kode itu.
Dia masih belum begitu tersinkron dengan Maou, sehingga mereka masih belum bisa berkomunikasi hanya dengan kontak mata saja.
Karena itulah, Chiho yang berpikir kalau Maou akan menangani situasi ini, meluruskan posturnya setegap mungkin, membungkuk dan mengatakan,
"Selamat datang! Jika anda sudah memutuskan apa yang ingin anda pesan, silakan pergi ke konter!"
"... Ooh?"
"Oh, lumayan."
Chiho yang hanya bisa mendongak ke arah konter, mendapati kalau Maou tidak mengangguk ataupun menggelengkan kepalanya, dia hanya tersenyum.
Apa tidak masalah melayani mereka seperti ini?
Pokoknya, Chiho pertama-tama harus membawa mereka berdua ke konter yang diawaki oleh Maou dan dirinya.
Lalu....
"Selamat datang, terima kasih atas bantuanmu yang sebelumnya."
".... Ah! Kau karyawan yang waktu itu!?"
Maou menyapa Kaori.
"Kau masih mengingatku?"
"Ketika aku dengar kalau teman Sasaki-san akan datang, aku kurang lebih bisa menebak kalau itu kau. Karena sebelumnya membuat masalah untukmu, aku benar-benar minta maaf."
"Eh? Apa? Apakah terjadi sesuatu sebelumnya?"
Yoshiya yang tidak tahu kalau survey rencana masa depan milik Chiho pernah basah karena cola, menjadi terkejut setelah melihat interaksi antara temannya dan karyawan MgRonald.
"Benar juga, Sasaki-san."
"Y-ya?"
"Karena sangat jarang temanmu datang ke sini sebagai pelanggan, kenapa kau tidak coba menerima dan membuat pesanan sendiri?"
"Eh, sendiri?"
Jawab Chiho dengan kaget.
Membuat pesanan artinya, setelah menerima pesanan, kau harus meletakkan makanan yang mereka pesan ke atas nampan dan memberikannya pada pelanggan. Saat ini Chiho hanya diizinkan untuk membantu pelanggan menerima pesanan dan mengoperasikan mesin kasir.
Tergantung jumlah orang dalam satu shift, selain saat-saat sibuk, prinsipnya, pegawai yang ada di konter hanya bertugas mengurusi makanan dan minuman yang datang bersama dengan pesanan.
Hal tersebut sangat berbeda dengan menerima pesanan dan mengoperasikan mesin kasir, kau harus menyiapkan minuman, kentang goreng... atau salad, dan makanan penutup, tergantung situasinya dengan waktu yang terbatas dan menyerahkannya pada pelanggan.
Meski Chiho sudah pernah mempelajari proses pembuatan pesanan sekali, apakah kali ini dia bisa menyelesaikannya dengan lancar?
Dalam jeda waktu pendek ketika Chiho sedang gelisah, karena alasan yang tidak diketahui, Maou berjalan keluar konter dan berbicara dengan Kaori.
Lalu, Kaori mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
"Ini tanda terima kemarin, karyawan itu bilang aku bisa menggunakan ini untuk menukarkannya dengan item yang sama."
"Eh?"
Benda itu adalah tanda terima yang Chiho dengar dari Kisaki ketika dia masih menjadi konsumen.
Itu artinya, di hari ketika insiden cola tumpah itu terjadi, Kaori yang merupakan salah satu orang yang terlibat dalam 'masalah antar pelanggan', meski restoran memberikan beberapa kompensasi, hal itu bukanlah sesuatu yang aneh.
"Ah, aku juga punya voucher."
"Ba-baik!"
Yoshiya mungkin belum memutuskan pesanannya, Chiho hanya menatapnya mengeluarkan HPnya yang memiliki fitur pembaca dompet elektronik dan menunjukan sebuah gambar voucher.
"Lakukan yang terbaik!"
Setelah mengatakan hal tersebut, Yoshiya mundur sampai berada satu langkah di belakang Chiho dan menyaksikannya.
Setelah Chiho menutup matanya sesaat agar bisa fokus, dia pun mengambil napas dalam-dalam.
Karena dia sedang diuji, maka dia harus merespon bagaimanapun juga.
".... Untuk anda, apa anda hanya ingin item yang tertulis di tanda terima ini?"
"Yeah, tidak masalah."
"Aku mengerti. Kalau begitu anda tidak perlu membayar untuk item-item ini."
Chiho menekan set makanan penutup dan cola yang mana sudah tercetak di daftar terima milik Kaori dan kemudian menekan tombol pilihan special. Sambil mengoperasikannya, Chiho mengetik nomor di tanda terima Kaori, memastikan kalau tanda terima ini adalah bagian dari pelayanan gratis. Dan setelah mengatur harganya menjadi gratis, Chiho pun menyelesaikan pesanannya.
"Untuk voucher ini, bisakah kau menggantinya dari kentang goreng menjadi nugget?"
Yoshiya menggunakan vouchernya untuk memesan satu set makanan.
Chiho pun menekan tombol pembaca HP.
"Silakan letakkan HP anda di depan mesin ini."
Sensor yang ada di depan HP, mengeluarkan sinar berwarna biru.
".... Untuk anda, karena voucher anda hanya bisa digunakan untuk item-item yang sedang promosi, selain jumlahnya, perubahan lain tidak bisa dibuat, tolong mengerti!"
"Tidak masalah. Minumanku cola ya."
"Aku mengerti."
Setelah memastikan semua pesanannya....
"Totalnya 650 yen."
"Ah, aku hanya punya uang besar, apa ini tidak apa-apa?"
Chiho menerima selembar uang kertas berwarna teh, dia pun memastikan jumlah yang tertera di sana.
"Aku menerima 10.000 yen. Aku menerima 10.000 yen dari pelanggan!"
Setelah meminta bantuan karyawan lain untuk memeriksa jumlah uang kertas itu, Chiho pun meletakkanya ke dalam mesin kasir, dan setelah mengambil beberapa kembalian untuk diberikan kepada pelanggan, dia pun memastikannya sekali lagi.
"Maaf, kami hanya punya uang kecil, apa tidak masalah?"
Karena puncak jam makan siang baru saja lewat, di mesin kasir pun tidak terdapat banyak uang 5.000 yen tersisa, dan hanya ada uang 1.000 yen yang bisa diberikan kepada pelanggan.
Chiho menghitung uang kertas tersebut dengan teliti di depan Yoshiya dan menyerahkannya.
"Ini 9.000 yen dan 350 yen. Bisakah aku meletakkan semuanya di nampan yang sama?"
"Tidak masalah."
"Aku mengerti. Kalau begitu silakan tunggu di sisi sebelah kanan sebentar."
Usai menyelesaikan transaksi, layar yang ada di area konter pun menampilkan waktu tunggu.
Karyawan harus meletakkan semua pesanan di depan pelanggan sebelum layarnya berubah menjadi merah.
Saat ini adalah bulan April. Dan penghangat yang ada di dalam restoran sedang menyala, karena itulah, makanan penutup yang mudah sekali meleleh, harus diantarkan paling akhir.
Chiho memastikan kalau tidak ada orang lain di belakang Kaori dan Yoshiya, lalu dia memandang ke arah dapur.
Saat ini, patty mayonais dari burger mayonais yang Yoshiya pesan sudah diletakkan di dalam panci minyak.
Patty itu harus digoreng selama 20 detik, lalu diletakkan di antara dua roti burger bersamaan dengan telur rebus, selada, dan saus khusus.
Jadi Chiho pun memutuskan untuk mengurusi kentang goreng yang tidak mudah terpengaruh oleh suhu ruangan lebih dulu.
"!!"
Namun, setelah melihat situasinya, Chiho langsung merubah arahnya. Dia lebih dulu menyiapkan dua gelas cola, dan mengeluarkan makanan penutup dari freezer dan membersihkan es yang ada di atasnya.
Kali ini, hamburger yang telah selesai bergesar di lajur hantaran.
Chiho menekan tombol 'Tunggu makanannya di tempat duduk anda' yang ada di pojok layar tunggu, dan usai meletakkan hamburger, minuman, makanan penutup, dan sebuah cantelan plastik dengan sebuah nomor di atas nampan, dia pun meletakkan nampan tersebut di depan kedua pelanggan.
"Maafkan aku. Kentang gorengnya masih belum siap, silakan ambil nomor piring ini dan tunggu di kursi anda sebentar, aku akan mengantarkan kentang goreng anda nanti, okay?"
"Oh, hebat, sepertinya kita datang di waktu yang tepat."
Sebaliknya, Yoshiya malah terlihat senang karena kentang gorengnya belum siap.
"Maafkan aku, kalian berdua, silakan nikmati makanan anda."
"Yeah."
"Terima kasih, Sasa."
Tak disangka, mereka berdua langsung berjalan ke arah tempat duduknya.
Meski dia menoleh ke belakang beberapa kali tadi, paling tidak nampaknya ia tidak memberikan kesan buruk pada mereka berdua.
Melihat mereka berdua memilih kursi yang lebih jauh dan berada di dekat jendela, Maou pun kembali ke samping Chiho.
"Chi-chan."
"Ba-bagaimana?"
Apa yang paling Chiho khawatirkan tentu saja adalah penilaian Maou.
Bagaimanapun, pekerjaan ini semuanya diajari oleh Maou. Jika dia membuat kesalahan, itu sama artinya dengan merendahkan Maou.
Tapi seolah mengusir kekhawatiran Chiho yang tidak perlu, Maou pun tersenyum, mengangguk, dan mengatakan,
"Hebat sekali, aku tidak menyangka kau bisa menguasainya meski aku hanya mengajarimu sekali. Tidak ada satupun yang salah."
".... Syukurlah!"
Sebuah kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan, memenuhi hati Chiho, membuatnya mengepalkan tangannya tanpa sadar.
"Kupikir kau akan kebingungan dengan tombol kembalian dan kentang gorengnya, tapi kau bisa dengan tenang dan lancar menyelesaikan pekerjaan itu, sepertiya, meski aku tidak ada di sampingmu, kau tidak akan dapat masalah lagi, iya kan?"
"E-eh? A-aku tidak mau!"
Namun, setelah mendengar bagian kedua dari kalimat Maou, Chiho langsung menjawabnya secara refleks.
"Eh?"
"Ah, eh? Ugh, itu, aku masih akan kesulitan. Aku masih belum...."
"Ya ampun, aku tidak akan melepasmu begitu saja. Tapi karena kau belajar dengan sangat cepat, Kisaki-san mungkin akan memintaku utuk mengajarimu hal-hal yang lebih dalam lagi..... oh, kentang gorengnya sudah siap."
"Ah!"
Kali ini, bunyi beep yang menandakan bahwa kentang goreng sudah siap, berbunyi, dan kentang goreng berwarna keemasan pun mulai melayang ke atas panci minyak.
"Nanti aku akan mengajarimu bagaimana cara menambah garam ke dalam kentang goreng. Karena kali ini ada pelanggan yang menunggu, aku akan mengurusnya lebih dulu..... sini."
Maou menyerahkan kentang goreng yang Yoshiya pesan, dan menunggu Chiho menerimanya.
".....Uh!"
Chiho menahan napasnya karena sedikit bersentuhan dengan jari Maou, tapi Maou terlihat sama sekali tidak mempermasalahkannya dan menyerahkan nampan sekaligus serbet makannya kepada Chiho.
"Sekarang kan tidak ada banyak pelanggan, kau bisa mengobrol dengan mereka sebentar."
"Eh, bolehkah?"
"Tidak masalah selama kau tidak berbicara terlalu lama. Pergilah!"
"Baik, terima kasih."
Chiho membungkuk sekali dan berjalan menuju kursi di mana Kaori dan Yoshiya menunggu.
"Terima kasih sudah menunggu, ini dia kentang goreng anda!"
"Oh."
Setelah meletakkan kentang goreng di meja dan mengambil nomor piringnya, Chiho pun beralih dari senyum professionalnya kembali ke ekspresi normalnya dan mulai berbicara dengan mereka berdua.
Dia terus merasa kalau situasi ini sangat canggung.
".... Huft, kira-kira begitulah."
"Eh? Tidak apa-apa seperti ini?"
Kaori terlihat cemas dengan Maou yang di konter.
"Yeah, Maou-san bilang aku boleh berbicara dengan kalian berdua sedikit."
"Oh, dia agak pengertian."
Setelah Kaori mengangguk kagum, dia tiba-tiba memuji Chiho.
"Cocok denganmu."
"Eh? Be-benarkah?"
"Yeah, kau terlihat sangat dewasa."
Yoshiya juga mengangguk menyetujui pendapat Kaori.
"I-ini bukan seperti itu!"
Chiho yang merasa malu, mulai melambaikan nomor piring yang dia ambil dari meja.
"Hey, Yoshiya, berhenti memandangi kakinya!"
"Tokai idiot, bukan begitu! Meski penampilannya seperti ini, tapi pelayanan tadi itu sangat baik."
"Hm benar. Menurutku setidaknya itu lebih baik daripada rekan di mana aku bekerja dulu."
"Be-benarkah? Terima kasih."
Dilihat oleh temanmu sendiri memang sangat memalukan, tapi dipuji dengan begitu jujur, pasti juga akan membuatmu tersipu.
"Setelah melihat ini, aku jadi ingin mulai bekerja juga. Dari apa yang kudengar dari Tokai, di sini sepertinya tempat yang bagus."
Meskipun tidak diketahui seberapa seriusnya Yoshiya, tapi setelah Kaori mendengarnya, ia pun langsung memasang wajah dingin dan berkata,
"Lagi-lagi begitu."
"Apa? Aku sangat serius di sini."
"Meski kau memang serius, itu bahkan tidak akan bisa mencapai setengah dari keseriusan Sasa. Setidaknya, bahkan akupun tidak percaya diri bisa bekerja di sini dalam jangka waktu yang lama."
"Eh?"
Jawaban tak terduga Kaori membuat Chiho dan Yoshiya merasa bingung. Bagaimanapun, ketika Kaori mendengar penjelasan Chiho sebelumnya, dia bilang mungkin dia bisa menetap lebih lama kalau itu di sini.
"Sasaki-san, bisa ke sini sebentar?"
Lalu, teriakan Maou terdengar dari konter, mungkin Chiho sudah terlalu lama berada di sana.
"Maaf, aku harus pergi."
"Y-yeah."
"Semangat!!"
Chiho berbalik dan meninggalkan kedua orang itu, ia berlari menuju konter.
"Sasaki-san, pelanggan ini ingin menyapamu."
"Eh?"
Seorang pelanggan mencariku?
Ketika Chiho mendongak menatap wajah pelanggan itu dengan bingung....
"Ah!"
Chiho menahan napasnya.
Orang yang berdiri di hadapannya adalah seorang pria berkulit putih dengan tubuh yang besar.
Pria itu secara tidak sengaja pernah menumpahkan cola Chiho ketika ia masih menjadi pelanggan, dan dari hasilnya, insiden itu juga merupakan salah satu alasan Chiho bekerja di restoran ini.
"Ah! Hello. Sebelumnya...."
Chiho berbicara dengan bahasa Jepang.....
"Pria ini bilang 'Aku tidak menyangka kalau kau akan menjadi pegawai di sini pada akhirnya. Apa dokumen yang kemarin itu masih baik-baik saja?'"
Tapi dengan terjemahan Maou, mereka berdua pun bisa berkomunikasi.
"Sebenarnya aku masih belum menyerahkannya, tapi melalui kerja di luar sekolah seperti ini, aku rasa aku bisa mendapat gambaran tentang apa yang ingin kulakukan setelah lulus."
"'Saat aku masih sekolah, aku juga merasa bimbang dengan kehidupanku karena tidak tahu apa yang harusnya kupelajari. Tapi aku berbeda denganmu, aku tidak mencoba menyelesaikan masalah itu saat aku masih sekolah, jadi setelahnya, aku mengalami waktu-waktu yang sulit. Dan baru sekarang inilah aku bisa merasa bangga dengan pekerjaanku setelah mengalami banyak kesulitan.'"
"Boleh aku tahu apa pekerjaanmu sekarang?"
"Ugh, 'Aku adalah penjual karya seni yang khusus mengimpor pena dan kuas Jepang ke Helsinki. Tidak ada produk lain di dunia yang kualitasnya lebih baik daripada pena dan kuas dari Jepang'. Oh!"
Bahkan Maou yang bertugas menterjemahkan pun merasa sangat terkejut.
"Helsinki, itu ada di Finlandia kan?"
Ketika pria berkulit putih itu ditanyai oleh Chiho, dia pun mengangguk dengan riang.
"Pria ini bilang dia akan kembali ke Helsinki besok, karena dia gelisah dengan keadaan Chi-chan setelah kejadian itu, jadi dia mencoba melihat-lihat ke dalam restoran."
"Tapi berkat kau, aku bisa bekerja di restoran yang hebat ini, meski aku tidak tahu tentang masa depan, tapi jika kau punya kesempatan untuk berkunjung kembali ke Jepang di lain waktu, silakan datang lagi ke restoran ini. Aku pasti akan bekerja keras sehingga aku bisa memberimu kabar baik pada saat itu."
"Dia bilang 'Kalau begitu, ini adalah janji, lakukanlah yang terbaik! Apa yang kau pelajari saat sekolah, pasti akan berguna dalam berbagai bentuk di masa depan nanti.'"
"Ya!!"
Chiho mengangguk dengan tegas, dan mengatakan,
"Ah, Maou-san."
"Hm?"
"..... Bisakah kau memberitahunya ketika ia datang lagi nanti, aku akan berusaha keras sehingga aku bisa berbicara dengannya langsung?"
"....."
"Ne? Jika ada senior seperti itu, kau mungkin tidak akan bisa bertahan kan? Kau pasti akan terpuruk karena kau merasa terlalu tidak berguna, iya kan? Kalau kau benar-benar ingin berhenti sekolah, maka aku tidak akan menghentikanmu, tapi dengan kemampuanmu sekarang, kau tidak mungkin bisa memenuhi syarat untuk bekerja di sini."
"......"
"Yoshiya?"
"Hey, Tokai."
"Hm?"
".....Finlandia itu di mana?"
".....Meski kau lupa soal Helsinki, tapi paling tidak harusnya tau tahu di mana Finlandia kan? Semenanjung Skandinavia! Eropa Utara! Kau bahkan tidak tahu hal itu, dan ingin bekerja di level Sasa? Sungguh menggelikan!"
"Apa beneran ada ya orang yang jauh-jauh datang ke Jepang hanya untuk membeli pena?"
"Jika senior tidak salah mengartikannya, orang seperti itu pasti ada, kan? Meski menurutku itu sangat tepat."
"Memangnya untuk apa?"
"Mana kutahu? Kalau kau ingin tahu, kenapa kau tidak bertanya pada orangnya sendiri?"
"Bagaimana caranya aku bertanya?"
"Sepertinya kau harus bertanya Maou-san, atau gunakanlah bahasa Inggrismu yang payah itu atau semacamnya?"
"......."
Jam 6 sore. Kedua orang itu terus berada di restoran hingga waktunya Chiho pulang bekerja.
Untungnya, selama periode waktu tersebut, di dalam restoran tidaklah terlalu ramai sampai ke tahap di mana mereka harus diminta untuk pergi.
Berkat Maou, Kaori, dan Yoshiya, Chiho akhirnya mendapatkan kepercayaan diri untuk menyelesaikan sebuah pesanan sendirian, tapi setelah itu, masih ada banyak hal yang harus dia pelajari.
Ketika Chiho sedang memastikan kalau ia berhasil melewati hari ini dan memperoleh hasilnya....
"Hey, Sasaki."
"Hm? Ada apa?"
Saat dalam perjalanan pulang, Yoshiya tiba-tiba bertanya dengan ekspresi bingung.
"Seniormu yang bisa berbahasa Inggris itu, apa dia mahasiswa universitas atau seseorang yang pulang dari luar negeri?"
"Sepertinya bukan. Aku juga sudah pernah menanyainya, dan dia bilang kalau dia mempelajarinya karena dia pikir bahasa Inggris itu dibutuhkan saat bekerja. Kenyataannya, memang ada sih bule-bule dari perusahaan di dekat sini yang sering datang ke restoran."
"Apa biasanya orang-orang akan melakukannya sampai ke tahap itu hanya demi pekerjaan?"
Chiho juga memiliki beberapa keraguan mengenai masalah ini,
Tentu saja, itu adalah salah satu faktornya, tapi....
"Emura-kun, apa kau tahu bahasa apa yang digunakan di Finlandia?"
"Eh? Bukannya bahasa Inggris?"
Chiho menggelengkan kepalanya.
"Mereka menggunakan bahasa Finlandia. Meski berbeda dengan bahasa Inggris, tapi pria itu belajar bahasa Inggris dan bahasa Jerman sendiri setelah lulus sekolah. Dan katanya dia hanya merujuk pada bahan pengajaran dari sekolah."
".... Apa itu karena ia lebih cerdas daripada kebanyakan orang?"
"Dia tidak masuk ke universitas, kau tahu."
Yoshiya terdiam.
Melihat lirikan Yoshiya, Chiho pun ingat apa yang Kisaki katakan sebelumnya...
'Rencana masa depan adalah terus menerus memikirkan apa yang bisa kau lakukan hari ini demi hari esok.'
Maou dan pria putih itu, keduanya merasa kalau hal ini diperlukan untuk besok, jadi mereka mempelajari bahasa Inggris hari ini.
Meskipun seseorang tidak tahu apa yang akan mereka lakukan satu tahun ke depan, tapi tanpa memperhatikan besok ataupun satu tahun kemudian, tidak mungkin akan ada hari lain seperti hari ini, jadi saat itulah, akan lebih bagus kalau kita mendapatkan sesuatu yang lebih banyak lagi.
Karena pria itu adalah seorang penjual karya seni yang berkeliling ke seluruh dunia, meski bukan besok, orang itu bisa saja datang ke Jepang bulan depan. Sebelum itu, Chiho berharap dia paling tidak bisa mengucapkan sapaan dalam bahasa Inggris.
Meski Chiho memiliki pemikiran ini sekarang, hal itu tidak harus menjadi aset dalam satu atau dua tahun ke depan, tapi....
"Kalau kau tidak bisa berusaha demi dirimu sendiri, bagaimana mungkin kau bisa melakukan sesuatu untuk orang lain?"
Tidak hanya Maou, Kisaki, ataupun senior lain, semua orang di restoran itu semuanya seperti ini.
Karena kau ingin berusaha demi orang lain, maka kau akan bisa berusaha keras demi dirimu sendiri.
Karena kau berusaha demi dirimu sendiri, maka kau akan bisa berusaha keras demi orang lain.
".... Apa maksudnya itu?"
Tanya Yoshiya dengan bingung, Chiho pun berbalik dan mengatakan,
"Aku tidak bicara denganmu!"
Chiho tidak sebegitu baiknya sampai-sampai dia akan memberitahu orang lain jawaban yang ia peroleh dengan susah payah, jadi dia menjawab Yoshiya dengan sikap yang tidak jelas dan sedikit menggodanya.
"Kupikir sekarang, mungkin aku bisa mengisi form survey itu."
"Eh? Sasa belum menyelesaikannya?"
Kaori yang berjalan di depan, berbalik dengan wajah kaget dan berbicara,
"Kalau aku, kutulis saja kalau aku ingin masuk universitas yang memiliki klub panahan yang kuat. Ini tidak sepenuhnya bohong kok, lagipula, apa yang bisa membuatku bekerja keras sekarang hanyalah hal itu. Jika orang lain masih saja komplain karenanya, aku pasti akan memikirkan suatu cara."
"... Kenapa kalian berdua seperti ini?"
Setelah itu, hingga mereka bertiga berpisah, Yoshiya terus memperlihatkan ekspresi seolah ia tidak bisa menerimanya.
Hari pembicaraan tiga arah yang bisa menghancurkan nyali.
Kelompok Chiho yang berpartisipasi dalam pembicaraan itu dengan urutan Emura, Sasaki, dan Tokairin, saat ini sedang terduduk di kursi yang ada di lorong dengan wali mereka sebelum dimulainya pembicaraan itu.
Tentunya ibu Yoshiya yang Yoshiya bilang tidak akan datang, juga ikut datang.
Dari Yoshiya sendiri, dan dari apa yang ia dengar tentang kakak Yoshiya, Chiho awalnya berpikir kalau ibu Yoshiya adalah seorang ibu dengan kepribadian dingin yang sangat antusias soal pendidikan, tapi ternyata malah sebaliknya, dia adalah seorang wanita cantik yang terlihat memiliki kepribadian yang hangat.
Semenjak pergi ke tempat kerja Chiho, Yoshiya mulai menjadi pendiam.
Karena ia tidak bisa menemukan kesempatan untuk berbicara dengan Yoshiya, Kaori juga merasa sangat gelisah.
"Emura-kun, silakan masuk."
Andou-sensei memanggil nama belakang ibu dan anak itu, meminta mereka untuk memasuki ruang kelas.
Meski ibu Yoshiya membungkuk terlebih dahulu pada Chiho dan yang lainnya, tapi Yoshiya langsung masuk ke dalam ruang kelas tanpa menoleh sedikitpun.
"Sasa, Sasa."
Ketika pintu tertutup, Kaori melambai pada Chiho dengan suara pelan dan berlutut di sebelah celah yang ada di bawah pintu kelas.
"Ka-Kao-chan, kau tidak boleh melakukan itu."
"Hey, Kaori?"
Chiho dan ibu Kaori menegur Kaori yang jelas-jelas ingin menguping.
"...... Terima kasih atas waktu yang anda luangkan untuk datang ke sini."
Tak disangka, bahkan jika tanpa ada niat menguping pun, suara Andou-sensei bisa terdengar dari dalam, membuat semua orang yang ada di sana kehilangan ketertarikannya.
Gedung SMA Sasahata memang sudah sangat tua, tidak peduli seberapa rapatnya pintu tertutup, ruangan tersebut tidak akan punya pengaruh kedap suara sama sekali.
".... Chiho, Mama ingin ke kamar mandi."
Setelah mengucapkan hal itu, ibu Chiho langsung berdiri dengan sebuah senyum kecut.
".... Aku juga akan pergi."
Ibu Kaori juga mengambil kesempatan ini untuk berdiri. Meskipun itu bukan maksud mereka, tapi bagi orang dewasa, mereka akan tetap merasa tidak enak jika mendengarkan pembicaraan orang lain.
Kedua ibu itu menghilang di pojokan lorong, Chiho dan Kaori pun saling menatap satu sama lain.
"..... A-aku juga..."
Meski Chiho juga ingin mengikuti langkah kaki ibunya dan pergi....
"Tidak, kita harus menunggu di sini."
Tapi Kaori menghentikannya dengan suara pelan dan dengan paksa menarik Chiho kembali ke kursi.
"Bukankah Yoshiya menjadi sedikit aneh belakangan ini? Mungkin dia mengalami beberapa perubahan mental."
"Yang benar saja... meskipun seperti itu, kita harusnya tidak boleh mendengar...."
"Emura, meski sensei tidak ingin mengatakan ini, tapi dengan hasilmu yang sekarang, ingin masuk ke jurusan bahasa Inggris di universitas itu sedikit terlalu sulit, kenapa kau tiba-tiba memiliki pemikiran seperti itu?"
""......""
Seperti sebuah lelucon, suara Andou-sensei terdengar di saat yang sangat tepat, membuat Chiho hampir tertawa.
Di poin ini, Kaori pun juga sama.
Yoshiya ingin mengambil jurusan bahasa Inggris?
"Mungkin sensei sudah tahu sebelumnya, tapi aku ini punya kakak yang luar biasa."
Sebelum keterkejutan yang mereka berdua rasakan bisa menghilang, Yoshiya yang ada di dalam kelas sudah berbicara dengan volume yang sedikit tertekan.
"Karena aku tahu hasilku tidak bagus itulah aku jadi berpikir kalau aku tidak mungkin bisa menyaingi kakak-kakakku. Kakak-kakakku telah menjadikan hakim dan dokter sebagai tujuan mereka karena mereka punya alasan yang jelas, tapi aku tidak punya ambisi apapun, dan meski aku mengambil contoh pekerjaan yang menurut dunia akan membuat seseorang sukses sebagai tujuanku sekarang, itu mungkin tidak akan berjalan lancar...."
"Sensei merasa kalau tidak ada salahnya mengambil contoh orang terkenal sebagai tujuan, lalu?"
"......Finlandia."
Apa yang Yoshiya katakan setelah terdiam beberapa saat, membuat Chiho dan Kaori kembali terkejut.
"Hm?"
"Sensei, orang yang datang dari Finlandia ke Jepang untuk membeli pena, menurut sensei, kehidupan macam apa yang mereka jalani?"
"Eh?"
"Apa menurut sensei mereka bisa hidup dengan seperti itu?"
"Tu-tunggu dulu, aku benar-benar tidak paham."
Tidaklah aneh jika Andou-sensei merasa bingung.
"Inilah apa yang kupikirkan. Meski orang lain bilang kalau gaji dokter atau PNS itu lebih baik, dan kehidupan mereka juga lebih stabil, tapi orang-orang ini tidak mendapat uang karena mereka menjadi PNS, melainkan karena mereka bekerja sebagai PNS, kan? Sensei juga mendapat gaji sensei karena mengajari kami, kan? Bukan karena stabil, sensei pasti punya pemikiran dramatis dan mimpi mengenai tugas ini, yang menjadi alasan kenapa sensei memilih pekerjaan ini, kan?"
"I-itu benar. Yeah."
"Aku baru mulai mendapat pemikiran ini setelah melihat kondisi pekerjaan temanku. Aku seharusnya tidak boleh melihat nama pekerjaan sebagai tujuanku, tapi ketika aku menemukan pekerjaan yang bisa menjadi tujuanku, aku pun berpikir tentang apa yang harus kulakukan untuk membuat diriku bisa mengejar tujuan itu tanpa ragu."
Yoshiya memberi sebuah jeda seolah dia sedang berpikir bagaimana cara untuk mengungkapkannya.
"... Lalu aku bertemu dengan seorang paman. Aku tidak berpikir dia sudah mulai giat belajar saat masih sekolah agar bisa datang ke Jepang untuk membeli pena. Tapi jika aku memiliki sesuatu yang menurutku harus kulakukan karena suatu kesempatan tertentu, maka pastinya sekarang sudah ada sesuatu yang harus kulakukan, lalu aku ingat bahasa Inggrisku yang sebelumnya gagal. Aku bukanlah anak yang cerdas, aku pasti akan mengendur jika aku tidak punya tujuan yang mudah dipahami. Jadi aku ingin memilih jurusan bahasa Inggris yang lebih sulit sebagai tujuanku, kira-kira begitulah perasaanku."
"....."
Ketika mereka kembali sadar, Chiho dan Kaori ternyata sudah tenggelam mendengarkan kata-kata Yoshiya dengan seksama.
".... Mengenai masalah ini, apa ibu punya pemikiran lain...."
Meskipun ia merasa bingung, Andou-sensei tetap mencoba membangun percakapan dengan ibu Yoshiya.
".... Baik itu kakak-kakak anak ini, aku, ataupun suamiku, kami semua telah menjalani kehidupan seperti apa yang anak ini sebut dengan contoh. Suamiku adalah PNS, dan sebelum menikah, aku dulunya adalah guru."
"!!!"
Chiho pun terkejut. Karena ini adalah fakta yang tidak dia ketahui sebelumnya.
Dari ekspresi Kaori, dia nampaknya juga tidak tahu hal ini sebelumnya, dan saat ini dia sedang berkonsentrasi mendengarkan obrolan yang berlangsung di dalam.
"Kami tidak ingin memaksa Yoshiya untuk berusaha mengejar masa depan seperti itu, dan dikelilingi oleh orang dewasa seperti kami, dia pasti merasa tertahan sepanjang waktu. Suamiku dan aku sangat khawatir dengan apa yang akan dia rasakan kalau kami memaksanya mengikuti jalur masa depan seperti kedua kakaknya."
".....Aku tidak pernah berpikir seperti itu sama sekali...."
"Sebenarnya, karena itu adalah tujuannya, sebagai orang tua, kami tidak berniat untuk menentangnya. Jika dia memutuskan begitu, entah itu baik atau buruk, pasti itu akan membawa hasil yang baik pada akhirnya. Meskipun ini bisa menyebabkan masalah pada sensei, tapi aku akan tetap meminta sensei untuk mengajarinya..... Aku tidak tahu kenapa Finlandia, tapi jika dia menjadi seorang penterjemah nanti, saat kami pergi ke luar negeri, kami pasti akan menggunakannya dengan baik."
Kalimat terakhir yang dikatakan oleh ibu Yoshiya, pasti diarahkan langsung pada anaknya. Dari suaranya, kesan kalau dia tidak mempedulikan anaknya, sama sekali tidak bisa dirasakan. Hal itu mirip sekali dengan ibu Chiho, yaitu Riho, sebuah suara dari seorang ibu yang terus mengkhawatirkan anaknya.
"Karena kemarin aku sudah gagal, jangan terlalu banyak berharap!"
"Itulah kenapa kau harus berusaha keras mulai dari sekarang."
Setelah itu, ketiga orang tersebut terus berbicara yang mana lebih terdengar seperti sebuah obrolan dibandingkan sebuah diskusi, dan ketika suara seseorang sedang berdiri terdengar dari dalam ruangan, Chiho dan Kaori pun langsung meluruskan postur mereka, berpura-pura tak peduli.
Tapi Chiho tidak melewatkannya....
"Meskipun itu hanya Yoshiya...."
Kaori pun menggumam pelan.
Andou-sensei mengantar pasangan ibu dan anak Emura keluar ruangan.
"Emura-kun, terima kasih atas waktunya. Selanjutnya giliran Sasaki-san.... eh, Sasaki, di mana ibumu?"
"Ah, dia sedang ke kamar mandi, dia pasti akan segera kembali....."
"Maaf, maaf membuatmu menunggu."
Ketika Chiho menunjuk ke arah lorong, Riho terburu-buru menuju ke arah mereka seperti mencoba datang di waktu yang tepat.
"Hello, terima kasih sudah menunggu."
Chiho yang memasuki ruang kelas setelah pasangan ibu dan anak Emura....
"Sekarang, apa kau masih ingin bekerja?"
Dia mencoba menanyakan hal tersebut saat mereka berpapasan.
Meski Yoshiya terlihat tidak tahu kenapa Chiho menanyakan itu, tapi dia tetap cemberut dengan aneh, memalingkan wajahnya, dan menjawab,
"Karena kalian berdua terlalu rewel, sebaiknya aku belajar dulu."
Setelah Yoshiya mengatakannya, dia dengan cepat berjalan menjauh, merasa malu.
Sementara Kaori, ia memandang punggung Yoshiya dengan ekspresi lembut.
Perubahan Yoshiya sebagian besar pasti karena keinginannya sendiri, tapi memikirkan Maou, pria dari Finlandia itu, dan bagaimana Chiho saat bekerja yang mana sudah mempengaruhinya, hal itu sepertinya tidak bisa dianggap kesadaran diri sendiri.
Jika ia benar-benar ingin menyuarakan rasa frustasinya, hal itu mungkin disebabkan rencana masa depan yang ia pikirkan, sudah lebih dulu diutarakan oleh Yoshiya. Di survey rencana masa depannya, Chiho juga menulis jurusan bahasa Inggris di universitas sebagai pilihannya.
Dan alasannya pun hampir sama dengan Yoshiya.
Karena hal itu adalah sesuatu yang bisa Chiho dapatkan sekarang sekaligus apa yang ingin dia dapatkan di saat yang sama.
Dunia ini jauh lebih luas daripada apa yang bisa ia lihat sebagai seorang siswa dan apa yang ingin ia lihat.
Tidak ada satupun yang bisa menjamin apa yang kau lihat sekarang akan sama dengan apa yang kau lihat tahun depan.
Meski begitu, dalam jarak yang bisa dia raih, hal-hal yang dia butuhkan untuk terbang menuju ke dunia baru, dia harus meraihnya satu persatu.
Chiho merasa kalau inilah jalan yang seharusnya dia telusuri pada akhirnya.
Rencana masa depan bukanlah sebuah akhir.
Melainkan hanya sebuah checkpoint di tengah-tengah.
Chiho sudah memikirkan hal luar biasa ini di hatinya, tapi di sisi lain, agar hal ini tidak saling tumpang tindih dengan jawaban yang sudah dia dengar dari Yoshiya, memikirkan bagaimana dia harus menjelaskan dan mencontohkannya, bagian dari dirinya yang memiliki kecakapan yang rendah ternyata memang ada, dan itu membuat Chiho merasa sedikit tidak berguna.
"Hm, dengan hasil Sasaki, jangankan ilmu sastra, masih ada banyak universitas yang bisa kau pilih. Bagaimanapun, kau bisa lebih dulu membicarakan alasan kenapa kau memilih jurusan bahasa Inggris sebagai pilihan pertamamu."
Alasan untuk sebuah tujuan, motivasi untuk bekerja keras, tidak ada satupun peraturan yang menyebutkan kalau itu hanya boleh satu.
Meskipun itu tidak seperti Yoshiya, tapi Chiho merasa kalau sebuah kekaguman sejati adalah motivasi penting untuk menetapkan sebuah tujuan.
Seperti klub yang dia kunjungi tidak lama setelah masuk sekolah, ketika Chiho melihat pose 'Kai' yang dilakukan oleh seniornya menggunakan busur bambu.
Seperti kertas yang telah dia isi dengan masa depannya sebagai kesempatan, sebuah pekerjaan di mana dia bisa mengenal banyak orang dewasa.
Dia ingin meraih tempat itu.
Dia ingin melihat dunia yang sama dengan mereka.
"Aku ingin melampaui senior yang benar-benar kuhormati."
Dia ingin berdiri di atas cakrawala yang sama dan merasakan dunia yang sama dengan orang itu.
Inilah cerita saat aku masih menjadi seorang gadis SMA yang tidak tahu apa-apa.
Ini adalah cerita di mana meski aku sudah bersiap-siap untuk menghadapi perubahan di masa yang akan datang, aku tidak menyangka kalau perubahan yang akan kualami nanti, adalah sesuatu yang cukup untuk merubah dunia, cerita dari seorang Sasaki Chiho.
Dua minggu setelah pembicaraan itu, aku tahu kebenaran tentang orang itu.
Setelah mengetahui kebenarannya, duniaku mulai semakin membentang dengan cara yang benar-benar berbeda dengan sebelumnya, sehingga membuat diriku, seorang gadis SMA biasa, menjadi terlibat ke dalam pertarungan di mana banyak nyawa dan keadaan dunia dipertaruhkan.
Dan inilah cerita yang terjadi sebelumnya......
Tapi bagi Chiho yang pergi bekerja dengan masalah-masalah ini, pertanyaannya yang paling mendesak saat ini adalah apakah Yoshiya jadi datang ke restoran atau tidak.
Usai pesan kemarin malam....
'Aku pasti akan mengawasinya dan tidak akan membiarkannya melakukan hal-hal yang bodoh.'
Kaori kembali mengirimkan sebuah pesan, tapi terlepas dari hal ini, dengan adanya teman sekolah yang datang untuk melihatnya bekerja, tetap saja membuat Chiho merasa malu.
Sampai saat temannya mengatakan kalau mereka akan datang, Chiho akhirnya mengerti kenapa Kaori hanya bercerita tentang pekerjaannya setelah dia keluar.
Hal ini bukan karena prinsip apapun. Ini murni karena jika seseorang harus menjamu teman mereka dengan sudut pandang yang berbeda, itu pasti akan membuat mereka cemas dan gelisah.
Chiho sudah mencoba berbicara dengan ibunya kemarin malam tentang bagaimana cara menangani teman ketika mereka datang ke tempat kerja....
"Selama mereka tidak mengganggu pekerjaanmu, seharusnya kau bisa sedikit berbincang dengan mereka, iya kan?"
Chiho hanya memperoleh jawaban tidak relevan tersebut,
"Dan kau juga harus berhati-hati agar tidak dipelototi oleh manager dan para senior!"
Dan sebuah peringatan.
Meskipun Chiho tidak tahu alasannya, tapi karena Kisaki sudah mengakui aspek tertentu dari dirinya, dia pastinya tidak ingin penilaiannya menjadi turun karena kecerobohannya.
Akibatnya....
"Erhm, temanku mungkin akan datang ke restoran hari ini...."
Chiho pun mengikuti panduan, ketika dia tidak bisa membuat keputusan karena tidak yakin akan sesuatu, dia akan mendiskusikannya dengan Maou.
"Teman? Apa mereka teman dari sekolahmu?"
"Y-ya. Saat temanku datang...."
Saat ia berbicara, Chiho juga merasa kalau pertanyaan ini memang sangatlah konyol.
Di saat yang sama ketika dia menanyakan pertanyaan itu, Chiho juga berpikir, berdasar pada situasinya sampai sekarang ini, selama dia membaca suasana dan bertindak sesuai dengan itu, dia kemungkinan tidak akan mendapat masalah apapun.
Seolah menegaskan pemikiran Chiho, Maou pun tersenyum dengan hangat, mengangguk, dan berkata,
"Sebenarnya, kau tidak perlu merasa bingung begitu. Kalau situasinya tidak sangat sibuk atau bisa membuat terlalu banyak keributan, bahkan jika kau pergi ke pojokan dan sedikit mengobrol pun, itu tidak akan jadi masalah. Itu kan yang ingin kau tanyakan?"
"Ah, y-ya..."
Hari ini, karena alasan yang tidak diketahui, Chiho sedikitpun tidak bisa memandang wajah Maou secara langsung, dan ia hanya tergagap saat menjawabnya.
"Ketika ada orang yang kau kenal melihatmu bekerja, itu pasti akan membuatmu gelisah. Tapi meski begitu, jika kau memperlakukan mereka dengan sangat sopan seperti konsumen pada umumnya, itu juga pasti akan sangat menjengkelkan."
Maou tersenyum kecut seolah mengingat sesuatu.
Melihat hal ini, Chiho pun merasa lega.
Ternyata semua orang memikirkan hal yang sama.
"Selain itu, aku juga tidak pernah menyangka kalau aku akan menggunakan bahasa yang sopan untuk melayani pegawaiku sendiri. Jadi setelah itu, di antara kami rasanya sangat canggung selama beberapa waktu."
Karena bahkan Maou, yang Chiho pikir tidak akan goyah apapun yang terjadi, berpikir seperti itu, mungkin apa yang dia rasakan memanglah sesuatu yang tidak terelakkan.
Memikirkan hal ini, Chiho tiba-tiba memiliki perasaan aneh.
Di dalam kalimat yang Maou ucapkan tadi, apa memang ada istilah yang tidak pernah Chiho dengar, tercampur di dalamnya?
Pegawai? Apa maksudnya itu? Apa itu nama orang?
(T/N : Di bahasa Jepangnya, Maou menyebut Omiko atau Yatsuko, yang mana terdengar seperti sebuah nama.)
Maou yang tidak merasakan kebingungan Chiho pun mengangguk, menatap Chiho dan mengatakan,
"Mengenai hal ini, kau hanya perlu membaca suasananya dan bertindak sesuai dengan itu."
"Ah, uh, aku mengerti. Terima kasih. Dan, maafkan aku, menanyakan pertanyaan tidak penting begini."
Karena Chiho hanya berpikir kalau itu sedikit aneh dan juga karena Maou menatapnya secara langsung, Chiho pun tiba-tiba merasa sangat canggung, jadi saat dia menundukan kepalanya, dan mengucapkan rasa terima kasihnya, perasaan aneh yang dia rasakan tadi pun dengan mudah menghilang sampai tidak ada jejak yang tersisa.
"Tidak masalah. Awalnya, apakah botol PET yang ditinggalkan oleh pelanggan boleh dibuang atau tidak, aku juga bertanya pada karyawan yang lain. Dibandingkan dengan hal itu, Chi-chan yang kebingungan dengan bagaimana harus memperlakukan temannya, pasti sangat bisa diandalkan ketika itu ada hubungannya dengan merubah keadaan mental seseorang."
"Kya!"
"Eh?"
"A-ah, y-ya! Terima kasih atas pujiannya!"
"O-oh? Rasanya Chi-chan sangat energik hari ini."
Chiho mulai tergagap lagi, ia terkejut ketika Maou memanggilnya Chi-chan. Untuk menyembunyikan rasa malunya, bahkan volume suara Chiho pun juga menjadi sangat keras.
Meskipun kemarin Maou terlihat sedikit ragu ketika memanggil begitu, tapi hari ini ia sanggup memanggil 'Chi-chan' berturut-turut.
Chiho memang tidak terkejut ketika dipangil seperti itu oleh senior lain, tapi hanya ketika dengan Maou lah hal itu tidak berjalan dengan lancar.
"Kira-kira kapan mereka akan datang?"
"Eh? A-apa maksudmu?"
"Temanmu."
"Ah.... ah, itu, aku masih belum tahu. Sebenarnya, apakah mereka jadi datang atau tidak itu....."
"Aku mengerti. Memang sangat sulit untuk menenangkan diri. Ketika orang yang kukenal ingin datang untuk yang pertama kalinya, aku juga sangat gugup tanpa alasan apapun. Dan saat kau merasa cemas, saat itulah kau akan mudah membuat kesalahan, jadi kau harus lebih berhati-hati, okay?"
Alasan kecemasan Chiho bukanlah hanya masalah teman sekolahnya, tapi ketika dia memikirkan alasannya yang lain.....
"E-erhm. Aku harus pergi memeriksa 'nomor 10' di jam 3!"
"O-oh, kuserahkan padamu."
Chiho yang merasa sangat malu, dengan paksa merubah topiknya, dia pun mengalihkan pandangannya dari Maou dan berjalan menuju kamar mandi.
".... Sepertinya dia tidak cukup bagus dalam menangani teman-temannya."
Maou memperhatikan pungung Chiho dan mengatakan hal tersebut dengan bingung.
'Nomor 10' merujuk pada kamar mandi, itu adalah kode rahasia di dalam restoran, sehingga pelanggan yang makan di sana tidak akan tahu kalau itu adalah kamar mandi.
MgRonald harus melakukan pengecekan kebersihan kamar mandi setiap jamnya.
Chiho yang pergi ke kamar mandi, setelah melakukan pengecekan berdasarkan instruksi sebelumnya, menulis namanya di daftar nama pengecek yang ada di sebelah wastafel.
"....Wah!"
Di atas kolom jam 3 di mana Chiho tanda tangan.... di dalam kolom pengecekan jam 2, terdapat tulisan tangan persegi yang bertuliskan kata 'MAOU'.
"Maou, Chiho.... aah? A-aku salah tulis! T-tidak, ini tidak bisa dianggap salah!"
Chiho hanya menulis namanya di tengah-tengah kolom.
Dia dengan cepat membatalkan kata yang tertulis di sana dan menulis ulang kata 'Sasaki' di ruang sempit yang masih tersisa.
".... Uu, rasanya lebih memalukan kalau seperti itu."
Kenapa dia merasa sangat kacau karena Maou?
Dia tidak tahu alasannya, tapi ketika Chiho memikirkan tentang Maou, entah kenapa dia sedikitpun tidak bisa tenang.
Jika ini terus berlanjut, Chiho pasti akan menjadi semakin cemas dengan apa yang harus ia lakukan ketika Kaori dan Yoshiya datang.
Sebenarnya ia tidak begitu merasa lelah, tapi Chiho yang berjalan keluar dari kamar mandi dengan gelisah....
"Ah, itu Sasaki."
"Uwahh!"
Dia langsung bertemu dengan Yoshiya yang memakai baju biasa, hal itu membuatnya berteriak dan melompat.
"Oh, Sasa."
Kaori muncul di belakang Yoshiya, dan mereka berdua masih belum membawa apa-apa.
"Karena kau tidak ada di konter, kami berpikir apa yang sebaiknya kami lakukan jika kau bekerja di tempat yang tidak bisa kami lihat."
"Be-begitu ya, ah! Uh, i-tu...."
Chiho yang secara mental belum siap, menggunakan matanya untuk meminta bantuan pada Maou yang ada di konter, tanpa memperdulikan reputasinya.
Maou yang nampak menyadarinya karena teriakan tadi, setelah melirik ke arah Chiho dan yang lainnya, ia pun mengangguk dan sedikit menggerakkan dagunya.
Jujur saja, Chiho sedikitpun tidak tahu apa arti kode itu.
Dia masih belum begitu tersinkron dengan Maou, sehingga mereka masih belum bisa berkomunikasi hanya dengan kontak mata saja.
Karena itulah, Chiho yang berpikir kalau Maou akan menangani situasi ini, meluruskan posturnya setegap mungkin, membungkuk dan mengatakan,
"Selamat datang! Jika anda sudah memutuskan apa yang ingin anda pesan, silakan pergi ke konter!"
"... Ooh?"
"Oh, lumayan."
Chiho yang hanya bisa mendongak ke arah konter, mendapati kalau Maou tidak mengangguk ataupun menggelengkan kepalanya, dia hanya tersenyum.
Apa tidak masalah melayani mereka seperti ini?
Pokoknya, Chiho pertama-tama harus membawa mereka berdua ke konter yang diawaki oleh Maou dan dirinya.
Lalu....
"Selamat datang, terima kasih atas bantuanmu yang sebelumnya."
".... Ah! Kau karyawan yang waktu itu!?"
Maou menyapa Kaori.
"Kau masih mengingatku?"
"Ketika aku dengar kalau teman Sasaki-san akan datang, aku kurang lebih bisa menebak kalau itu kau. Karena sebelumnya membuat masalah untukmu, aku benar-benar minta maaf."
"Eh? Apa? Apakah terjadi sesuatu sebelumnya?"
Yoshiya yang tidak tahu kalau survey rencana masa depan milik Chiho pernah basah karena cola, menjadi terkejut setelah melihat interaksi antara temannya dan karyawan MgRonald.
"Benar juga, Sasaki-san."
"Y-ya?"
"Karena sangat jarang temanmu datang ke sini sebagai pelanggan, kenapa kau tidak coba menerima dan membuat pesanan sendiri?"
"Eh, sendiri?"
Jawab Chiho dengan kaget.
Membuat pesanan artinya, setelah menerima pesanan, kau harus meletakkan makanan yang mereka pesan ke atas nampan dan memberikannya pada pelanggan. Saat ini Chiho hanya diizinkan untuk membantu pelanggan menerima pesanan dan mengoperasikan mesin kasir.
Tergantung jumlah orang dalam satu shift, selain saat-saat sibuk, prinsipnya, pegawai yang ada di konter hanya bertugas mengurusi makanan dan minuman yang datang bersama dengan pesanan.
Hal tersebut sangat berbeda dengan menerima pesanan dan mengoperasikan mesin kasir, kau harus menyiapkan minuman, kentang goreng... atau salad, dan makanan penutup, tergantung situasinya dengan waktu yang terbatas dan menyerahkannya pada pelanggan.
Meski Chiho sudah pernah mempelajari proses pembuatan pesanan sekali, apakah kali ini dia bisa menyelesaikannya dengan lancar?
Dalam jeda waktu pendek ketika Chiho sedang gelisah, karena alasan yang tidak diketahui, Maou berjalan keluar konter dan berbicara dengan Kaori.
Lalu, Kaori mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
"Ini tanda terima kemarin, karyawan itu bilang aku bisa menggunakan ini untuk menukarkannya dengan item yang sama."
"Eh?"
Benda itu adalah tanda terima yang Chiho dengar dari Kisaki ketika dia masih menjadi konsumen.
Itu artinya, di hari ketika insiden cola tumpah itu terjadi, Kaori yang merupakan salah satu orang yang terlibat dalam 'masalah antar pelanggan', meski restoran memberikan beberapa kompensasi, hal itu bukanlah sesuatu yang aneh.
"Ah, aku juga punya voucher."
"Ba-baik!"
Yoshiya mungkin belum memutuskan pesanannya, Chiho hanya menatapnya mengeluarkan HPnya yang memiliki fitur pembaca dompet elektronik dan menunjukan sebuah gambar voucher.
"Lakukan yang terbaik!"
Setelah mengatakan hal tersebut, Yoshiya mundur sampai berada satu langkah di belakang Chiho dan menyaksikannya.
Setelah Chiho menutup matanya sesaat agar bisa fokus, dia pun mengambil napas dalam-dalam.
Karena dia sedang diuji, maka dia harus merespon bagaimanapun juga.
".... Untuk anda, apa anda hanya ingin item yang tertulis di tanda terima ini?"
"Yeah, tidak masalah."
"Aku mengerti. Kalau begitu anda tidak perlu membayar untuk item-item ini."
Chiho menekan set makanan penutup dan cola yang mana sudah tercetak di daftar terima milik Kaori dan kemudian menekan tombol pilihan special. Sambil mengoperasikannya, Chiho mengetik nomor di tanda terima Kaori, memastikan kalau tanda terima ini adalah bagian dari pelayanan gratis. Dan setelah mengatur harganya menjadi gratis, Chiho pun menyelesaikan pesanannya.
"Untuk voucher ini, bisakah kau menggantinya dari kentang goreng menjadi nugget?"
Yoshiya menggunakan vouchernya untuk memesan satu set makanan.
Chiho pun menekan tombol pembaca HP.
"Silakan letakkan HP anda di depan mesin ini."
Sensor yang ada di depan HP, mengeluarkan sinar berwarna biru.
".... Untuk anda, karena voucher anda hanya bisa digunakan untuk item-item yang sedang promosi, selain jumlahnya, perubahan lain tidak bisa dibuat, tolong mengerti!"
"Tidak masalah. Minumanku cola ya."
"Aku mengerti."
Setelah memastikan semua pesanannya....
"Totalnya 650 yen."
"Ah, aku hanya punya uang besar, apa ini tidak apa-apa?"
Chiho menerima selembar uang kertas berwarna teh, dia pun memastikan jumlah yang tertera di sana.
"Aku menerima 10.000 yen. Aku menerima 10.000 yen dari pelanggan!"
Setelah meminta bantuan karyawan lain untuk memeriksa jumlah uang kertas itu, Chiho pun meletakkanya ke dalam mesin kasir, dan setelah mengambil beberapa kembalian untuk diberikan kepada pelanggan, dia pun memastikannya sekali lagi.
"Maaf, kami hanya punya uang kecil, apa tidak masalah?"
Karena puncak jam makan siang baru saja lewat, di mesin kasir pun tidak terdapat banyak uang 5.000 yen tersisa, dan hanya ada uang 1.000 yen yang bisa diberikan kepada pelanggan.
Chiho menghitung uang kertas tersebut dengan teliti di depan Yoshiya dan menyerahkannya.
"Ini 9.000 yen dan 350 yen. Bisakah aku meletakkan semuanya di nampan yang sama?"
"Tidak masalah."
"Aku mengerti. Kalau begitu silakan tunggu di sisi sebelah kanan sebentar."
Usai menyelesaikan transaksi, layar yang ada di area konter pun menampilkan waktu tunggu.
Karyawan harus meletakkan semua pesanan di depan pelanggan sebelum layarnya berubah menjadi merah.
Saat ini adalah bulan April. Dan penghangat yang ada di dalam restoran sedang menyala, karena itulah, makanan penutup yang mudah sekali meleleh, harus diantarkan paling akhir.
Chiho memastikan kalau tidak ada orang lain di belakang Kaori dan Yoshiya, lalu dia memandang ke arah dapur.
Saat ini, patty mayonais dari burger mayonais yang Yoshiya pesan sudah diletakkan di dalam panci minyak.
Patty itu harus digoreng selama 20 detik, lalu diletakkan di antara dua roti burger bersamaan dengan telur rebus, selada, dan saus khusus.
Jadi Chiho pun memutuskan untuk mengurusi kentang goreng yang tidak mudah terpengaruh oleh suhu ruangan lebih dulu.
"!!"
Namun, setelah melihat situasinya, Chiho langsung merubah arahnya. Dia lebih dulu menyiapkan dua gelas cola, dan mengeluarkan makanan penutup dari freezer dan membersihkan es yang ada di atasnya.
Kali ini, hamburger yang telah selesai bergesar di lajur hantaran.
Chiho menekan tombol 'Tunggu makanannya di tempat duduk anda' yang ada di pojok layar tunggu, dan usai meletakkan hamburger, minuman, makanan penutup, dan sebuah cantelan plastik dengan sebuah nomor di atas nampan, dia pun meletakkan nampan tersebut di depan kedua pelanggan.
"Maafkan aku. Kentang gorengnya masih belum siap, silakan ambil nomor piring ini dan tunggu di kursi anda sebentar, aku akan mengantarkan kentang goreng anda nanti, okay?"
"Oh, hebat, sepertinya kita datang di waktu yang tepat."
Sebaliknya, Yoshiya malah terlihat senang karena kentang gorengnya belum siap.
"Maafkan aku, kalian berdua, silakan nikmati makanan anda."
"Yeah."
"Terima kasih, Sasa."
Tak disangka, mereka berdua langsung berjalan ke arah tempat duduknya.
Meski dia menoleh ke belakang beberapa kali tadi, paling tidak nampaknya ia tidak memberikan kesan buruk pada mereka berdua.
Melihat mereka berdua memilih kursi yang lebih jauh dan berada di dekat jendela, Maou pun kembali ke samping Chiho.
"Chi-chan."
"Ba-bagaimana?"
Apa yang paling Chiho khawatirkan tentu saja adalah penilaian Maou.
Bagaimanapun, pekerjaan ini semuanya diajari oleh Maou. Jika dia membuat kesalahan, itu sama artinya dengan merendahkan Maou.
Tapi seolah mengusir kekhawatiran Chiho yang tidak perlu, Maou pun tersenyum, mengangguk, dan mengatakan,
"Hebat sekali, aku tidak menyangka kau bisa menguasainya meski aku hanya mengajarimu sekali. Tidak ada satupun yang salah."
".... Syukurlah!"
Sebuah kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan, memenuhi hati Chiho, membuatnya mengepalkan tangannya tanpa sadar.
"Kupikir kau akan kebingungan dengan tombol kembalian dan kentang gorengnya, tapi kau bisa dengan tenang dan lancar menyelesaikan pekerjaan itu, sepertiya, meski aku tidak ada di sampingmu, kau tidak akan dapat masalah lagi, iya kan?"
"E-eh? A-aku tidak mau!"
Namun, setelah mendengar bagian kedua dari kalimat Maou, Chiho langsung menjawabnya secara refleks.
"Eh?"
"Ah, eh? Ugh, itu, aku masih akan kesulitan. Aku masih belum...."
"Ya ampun, aku tidak akan melepasmu begitu saja. Tapi karena kau belajar dengan sangat cepat, Kisaki-san mungkin akan memintaku utuk mengajarimu hal-hal yang lebih dalam lagi..... oh, kentang gorengnya sudah siap."
"Ah!"
Kali ini, bunyi beep yang menandakan bahwa kentang goreng sudah siap, berbunyi, dan kentang goreng berwarna keemasan pun mulai melayang ke atas panci minyak.
"Nanti aku akan mengajarimu bagaimana cara menambah garam ke dalam kentang goreng. Karena kali ini ada pelanggan yang menunggu, aku akan mengurusnya lebih dulu..... sini."
Maou menyerahkan kentang goreng yang Yoshiya pesan, dan menunggu Chiho menerimanya.
".....Uh!"
Chiho menahan napasnya karena sedikit bersentuhan dengan jari Maou, tapi Maou terlihat sama sekali tidak mempermasalahkannya dan menyerahkan nampan sekaligus serbet makannya kepada Chiho.
"Sekarang kan tidak ada banyak pelanggan, kau bisa mengobrol dengan mereka sebentar."
"Eh, bolehkah?"
"Tidak masalah selama kau tidak berbicara terlalu lama. Pergilah!"
"Baik, terima kasih."
Chiho membungkuk sekali dan berjalan menuju kursi di mana Kaori dan Yoshiya menunggu.
"Terima kasih sudah menunggu, ini dia kentang goreng anda!"
"Oh."
Setelah meletakkan kentang goreng di meja dan mengambil nomor piringnya, Chiho pun beralih dari senyum professionalnya kembali ke ekspresi normalnya dan mulai berbicara dengan mereka berdua.
Dia terus merasa kalau situasi ini sangat canggung.
".... Huft, kira-kira begitulah."
"Eh? Tidak apa-apa seperti ini?"
Kaori terlihat cemas dengan Maou yang di konter.
"Yeah, Maou-san bilang aku boleh berbicara dengan kalian berdua sedikit."
"Oh, dia agak pengertian."
Setelah Kaori mengangguk kagum, dia tiba-tiba memuji Chiho.
"Cocok denganmu."
"Eh? Be-benarkah?"
"Yeah, kau terlihat sangat dewasa."
Yoshiya juga mengangguk menyetujui pendapat Kaori.
"I-ini bukan seperti itu!"
Chiho yang merasa malu, mulai melambaikan nomor piring yang dia ambil dari meja.
"Hey, Yoshiya, berhenti memandangi kakinya!"
"Tokai idiot, bukan begitu! Meski penampilannya seperti ini, tapi pelayanan tadi itu sangat baik."
"Hm benar. Menurutku setidaknya itu lebih baik daripada rekan di mana aku bekerja dulu."
"Be-benarkah? Terima kasih."
Dilihat oleh temanmu sendiri memang sangat memalukan, tapi dipuji dengan begitu jujur, pasti juga akan membuatmu tersipu.
"Setelah melihat ini, aku jadi ingin mulai bekerja juga. Dari apa yang kudengar dari Tokai, di sini sepertinya tempat yang bagus."
Meskipun tidak diketahui seberapa seriusnya Yoshiya, tapi setelah Kaori mendengarnya, ia pun langsung memasang wajah dingin dan berkata,
"Lagi-lagi begitu."
"Apa? Aku sangat serius di sini."
"Meski kau memang serius, itu bahkan tidak akan bisa mencapai setengah dari keseriusan Sasa. Setidaknya, bahkan akupun tidak percaya diri bisa bekerja di sini dalam jangka waktu yang lama."
"Eh?"
Jawaban tak terduga Kaori membuat Chiho dan Yoshiya merasa bingung. Bagaimanapun, ketika Kaori mendengar penjelasan Chiho sebelumnya, dia bilang mungkin dia bisa menetap lebih lama kalau itu di sini.
"Sasaki-san, bisa ke sini sebentar?"
Lalu, teriakan Maou terdengar dari konter, mungkin Chiho sudah terlalu lama berada di sana.
"Maaf, aku harus pergi."
"Y-yeah."
"Semangat!!"
Chiho berbalik dan meninggalkan kedua orang itu, ia berlari menuju konter.
"Sasaki-san, pelanggan ini ingin menyapamu."
"Eh?"
Seorang pelanggan mencariku?
Ketika Chiho mendongak menatap wajah pelanggan itu dengan bingung....
"Ah!"
Chiho menahan napasnya.
Orang yang berdiri di hadapannya adalah seorang pria berkulit putih dengan tubuh yang besar.
Pria itu secara tidak sengaja pernah menumpahkan cola Chiho ketika ia masih menjadi pelanggan, dan dari hasilnya, insiden itu juga merupakan salah satu alasan Chiho bekerja di restoran ini.
"Ah! Hello. Sebelumnya...."
Chiho berbicara dengan bahasa Jepang.....
"Pria ini bilang 'Aku tidak menyangka kalau kau akan menjadi pegawai di sini pada akhirnya. Apa dokumen yang kemarin itu masih baik-baik saja?'"
Tapi dengan terjemahan Maou, mereka berdua pun bisa berkomunikasi.
"Sebenarnya aku masih belum menyerahkannya, tapi melalui kerja di luar sekolah seperti ini, aku rasa aku bisa mendapat gambaran tentang apa yang ingin kulakukan setelah lulus."
"'Saat aku masih sekolah, aku juga merasa bimbang dengan kehidupanku karena tidak tahu apa yang harusnya kupelajari. Tapi aku berbeda denganmu, aku tidak mencoba menyelesaikan masalah itu saat aku masih sekolah, jadi setelahnya, aku mengalami waktu-waktu yang sulit. Dan baru sekarang inilah aku bisa merasa bangga dengan pekerjaanku setelah mengalami banyak kesulitan.'"
"Boleh aku tahu apa pekerjaanmu sekarang?"
"Ugh, 'Aku adalah penjual karya seni yang khusus mengimpor pena dan kuas Jepang ke Helsinki. Tidak ada produk lain di dunia yang kualitasnya lebih baik daripada pena dan kuas dari Jepang'. Oh!"
Bahkan Maou yang bertugas menterjemahkan pun merasa sangat terkejut.
"Helsinki, itu ada di Finlandia kan?"
Ketika pria berkulit putih itu ditanyai oleh Chiho, dia pun mengangguk dengan riang.
"Pria ini bilang dia akan kembali ke Helsinki besok, karena dia gelisah dengan keadaan Chi-chan setelah kejadian itu, jadi dia mencoba melihat-lihat ke dalam restoran."
"Tapi berkat kau, aku bisa bekerja di restoran yang hebat ini, meski aku tidak tahu tentang masa depan, tapi jika kau punya kesempatan untuk berkunjung kembali ke Jepang di lain waktu, silakan datang lagi ke restoran ini. Aku pasti akan bekerja keras sehingga aku bisa memberimu kabar baik pada saat itu."
"Dia bilang 'Kalau begitu, ini adalah janji, lakukanlah yang terbaik! Apa yang kau pelajari saat sekolah, pasti akan berguna dalam berbagai bentuk di masa depan nanti.'"
"Ya!!"
Chiho mengangguk dengan tegas, dan mengatakan,
"Ah, Maou-san."
"Hm?"
"..... Bisakah kau memberitahunya ketika ia datang lagi nanti, aku akan berusaha keras sehingga aku bisa berbicara dengannya langsung?"
XxxxX
"....."
"Ne? Jika ada senior seperti itu, kau mungkin tidak akan bisa bertahan kan? Kau pasti akan terpuruk karena kau merasa terlalu tidak berguna, iya kan? Kalau kau benar-benar ingin berhenti sekolah, maka aku tidak akan menghentikanmu, tapi dengan kemampuanmu sekarang, kau tidak mungkin bisa memenuhi syarat untuk bekerja di sini."
"......"
"Yoshiya?"
"Hey, Tokai."
"Hm?"
".....Finlandia itu di mana?"
".....Meski kau lupa soal Helsinki, tapi paling tidak harusnya tau tahu di mana Finlandia kan? Semenanjung Skandinavia! Eropa Utara! Kau bahkan tidak tahu hal itu, dan ingin bekerja di level Sasa? Sungguh menggelikan!"
"Apa beneran ada ya orang yang jauh-jauh datang ke Jepang hanya untuk membeli pena?"
"Jika senior tidak salah mengartikannya, orang seperti itu pasti ada, kan? Meski menurutku itu sangat tepat."
"Memangnya untuk apa?"
"Mana kutahu? Kalau kau ingin tahu, kenapa kau tidak bertanya pada orangnya sendiri?"
"Bagaimana caranya aku bertanya?"
"Sepertinya kau harus bertanya Maou-san, atau gunakanlah bahasa Inggrismu yang payah itu atau semacamnya?"
"......."
XxxxX
Jam 6 sore. Kedua orang itu terus berada di restoran hingga waktunya Chiho pulang bekerja.
Untungnya, selama periode waktu tersebut, di dalam restoran tidaklah terlalu ramai sampai ke tahap di mana mereka harus diminta untuk pergi.
Berkat Maou, Kaori, dan Yoshiya, Chiho akhirnya mendapatkan kepercayaan diri untuk menyelesaikan sebuah pesanan sendirian, tapi setelah itu, masih ada banyak hal yang harus dia pelajari.
Ketika Chiho sedang memastikan kalau ia berhasil melewati hari ini dan memperoleh hasilnya....
"Hey, Sasaki."
"Hm? Ada apa?"
Saat dalam perjalanan pulang, Yoshiya tiba-tiba bertanya dengan ekspresi bingung.
"Seniormu yang bisa berbahasa Inggris itu, apa dia mahasiswa universitas atau seseorang yang pulang dari luar negeri?"
"Sepertinya bukan. Aku juga sudah pernah menanyainya, dan dia bilang kalau dia mempelajarinya karena dia pikir bahasa Inggris itu dibutuhkan saat bekerja. Kenyataannya, memang ada sih bule-bule dari perusahaan di dekat sini yang sering datang ke restoran."
"Apa biasanya orang-orang akan melakukannya sampai ke tahap itu hanya demi pekerjaan?"
Chiho juga memiliki beberapa keraguan mengenai masalah ini,
Tentu saja, itu adalah salah satu faktornya, tapi....
"Emura-kun, apa kau tahu bahasa apa yang digunakan di Finlandia?"
"Eh? Bukannya bahasa Inggris?"
Chiho menggelengkan kepalanya.
"Mereka menggunakan bahasa Finlandia. Meski berbeda dengan bahasa Inggris, tapi pria itu belajar bahasa Inggris dan bahasa Jerman sendiri setelah lulus sekolah. Dan katanya dia hanya merujuk pada bahan pengajaran dari sekolah."
".... Apa itu karena ia lebih cerdas daripada kebanyakan orang?"
"Dia tidak masuk ke universitas, kau tahu."
Yoshiya terdiam.
Melihat lirikan Yoshiya, Chiho pun ingat apa yang Kisaki katakan sebelumnya...
'Rencana masa depan adalah terus menerus memikirkan apa yang bisa kau lakukan hari ini demi hari esok.'
Maou dan pria putih itu, keduanya merasa kalau hal ini diperlukan untuk besok, jadi mereka mempelajari bahasa Inggris hari ini.
Meskipun seseorang tidak tahu apa yang akan mereka lakukan satu tahun ke depan, tapi tanpa memperhatikan besok ataupun satu tahun kemudian, tidak mungkin akan ada hari lain seperti hari ini, jadi saat itulah, akan lebih bagus kalau kita mendapatkan sesuatu yang lebih banyak lagi.
Karena pria itu adalah seorang penjual karya seni yang berkeliling ke seluruh dunia, meski bukan besok, orang itu bisa saja datang ke Jepang bulan depan. Sebelum itu, Chiho berharap dia paling tidak bisa mengucapkan sapaan dalam bahasa Inggris.
Meski Chiho memiliki pemikiran ini sekarang, hal itu tidak harus menjadi aset dalam satu atau dua tahun ke depan, tapi....
"Kalau kau tidak bisa berusaha demi dirimu sendiri, bagaimana mungkin kau bisa melakukan sesuatu untuk orang lain?"
Tidak hanya Maou, Kisaki, ataupun senior lain, semua orang di restoran itu semuanya seperti ini.
Karena kau ingin berusaha demi orang lain, maka kau akan bisa berusaha keras demi dirimu sendiri.
Karena kau berusaha demi dirimu sendiri, maka kau akan bisa berusaha keras demi orang lain.
".... Apa maksudnya itu?"
Tanya Yoshiya dengan bingung, Chiho pun berbalik dan mengatakan,
"Aku tidak bicara denganmu!"
Chiho tidak sebegitu baiknya sampai-sampai dia akan memberitahu orang lain jawaban yang ia peroleh dengan susah payah, jadi dia menjawab Yoshiya dengan sikap yang tidak jelas dan sedikit menggodanya.
"Kupikir sekarang, mungkin aku bisa mengisi form survey itu."
"Eh? Sasa belum menyelesaikannya?"
Kaori yang berjalan di depan, berbalik dengan wajah kaget dan berbicara,
"Kalau aku, kutulis saja kalau aku ingin masuk universitas yang memiliki klub panahan yang kuat. Ini tidak sepenuhnya bohong kok, lagipula, apa yang bisa membuatku bekerja keras sekarang hanyalah hal itu. Jika orang lain masih saja komplain karenanya, aku pasti akan memikirkan suatu cara."
"... Kenapa kalian berdua seperti ini?"
Setelah itu, hingga mereka bertiga berpisah, Yoshiya terus memperlihatkan ekspresi seolah ia tidak bisa menerimanya.
XxxxX
Hari pembicaraan tiga arah yang bisa menghancurkan nyali.
Kelompok Chiho yang berpartisipasi dalam pembicaraan itu dengan urutan Emura, Sasaki, dan Tokairin, saat ini sedang terduduk di kursi yang ada di lorong dengan wali mereka sebelum dimulainya pembicaraan itu.
Tentunya ibu Yoshiya yang Yoshiya bilang tidak akan datang, juga ikut datang.
Dari Yoshiya sendiri, dan dari apa yang ia dengar tentang kakak Yoshiya, Chiho awalnya berpikir kalau ibu Yoshiya adalah seorang ibu dengan kepribadian dingin yang sangat antusias soal pendidikan, tapi ternyata malah sebaliknya, dia adalah seorang wanita cantik yang terlihat memiliki kepribadian yang hangat.
Semenjak pergi ke tempat kerja Chiho, Yoshiya mulai menjadi pendiam.
Karena ia tidak bisa menemukan kesempatan untuk berbicara dengan Yoshiya, Kaori juga merasa sangat gelisah.
"Emura-kun, silakan masuk."
Andou-sensei memanggil nama belakang ibu dan anak itu, meminta mereka untuk memasuki ruang kelas.
Meski ibu Yoshiya membungkuk terlebih dahulu pada Chiho dan yang lainnya, tapi Yoshiya langsung masuk ke dalam ruang kelas tanpa menoleh sedikitpun.
"Sasa, Sasa."
Ketika pintu tertutup, Kaori melambai pada Chiho dengan suara pelan dan berlutut di sebelah celah yang ada di bawah pintu kelas.
"Ka-Kao-chan, kau tidak boleh melakukan itu."
"Hey, Kaori?"
Chiho dan ibu Kaori menegur Kaori yang jelas-jelas ingin menguping.
"...... Terima kasih atas waktu yang anda luangkan untuk datang ke sini."
Tak disangka, bahkan jika tanpa ada niat menguping pun, suara Andou-sensei bisa terdengar dari dalam, membuat semua orang yang ada di sana kehilangan ketertarikannya.
Gedung SMA Sasahata memang sudah sangat tua, tidak peduli seberapa rapatnya pintu tertutup, ruangan tersebut tidak akan punya pengaruh kedap suara sama sekali.
".... Chiho, Mama ingin ke kamar mandi."
Setelah mengucapkan hal itu, ibu Chiho langsung berdiri dengan sebuah senyum kecut.
".... Aku juga akan pergi."
Ibu Kaori juga mengambil kesempatan ini untuk berdiri. Meskipun itu bukan maksud mereka, tapi bagi orang dewasa, mereka akan tetap merasa tidak enak jika mendengarkan pembicaraan orang lain.
Kedua ibu itu menghilang di pojokan lorong, Chiho dan Kaori pun saling menatap satu sama lain.
"..... A-aku juga..."
Meski Chiho juga ingin mengikuti langkah kaki ibunya dan pergi....
"Tidak, kita harus menunggu di sini."
Tapi Kaori menghentikannya dengan suara pelan dan dengan paksa menarik Chiho kembali ke kursi.
"Bukankah Yoshiya menjadi sedikit aneh belakangan ini? Mungkin dia mengalami beberapa perubahan mental."
"Yang benar saja... meskipun seperti itu, kita harusnya tidak boleh mendengar...."
"Emura, meski sensei tidak ingin mengatakan ini, tapi dengan hasilmu yang sekarang, ingin masuk ke jurusan bahasa Inggris di universitas itu sedikit terlalu sulit, kenapa kau tiba-tiba memiliki pemikiran seperti itu?"
""......""
Seperti sebuah lelucon, suara Andou-sensei terdengar di saat yang sangat tepat, membuat Chiho hampir tertawa.
Di poin ini, Kaori pun juga sama.
Yoshiya ingin mengambil jurusan bahasa Inggris?
"Mungkin sensei sudah tahu sebelumnya, tapi aku ini punya kakak yang luar biasa."
Sebelum keterkejutan yang mereka berdua rasakan bisa menghilang, Yoshiya yang ada di dalam kelas sudah berbicara dengan volume yang sedikit tertekan.
"Karena aku tahu hasilku tidak bagus itulah aku jadi berpikir kalau aku tidak mungkin bisa menyaingi kakak-kakakku. Kakak-kakakku telah menjadikan hakim dan dokter sebagai tujuan mereka karena mereka punya alasan yang jelas, tapi aku tidak punya ambisi apapun, dan meski aku mengambil contoh pekerjaan yang menurut dunia akan membuat seseorang sukses sebagai tujuanku sekarang, itu mungkin tidak akan berjalan lancar...."
"Sensei merasa kalau tidak ada salahnya mengambil contoh orang terkenal sebagai tujuan, lalu?"
"......Finlandia."
Apa yang Yoshiya katakan setelah terdiam beberapa saat, membuat Chiho dan Kaori kembali terkejut.
"Hm?"
"Sensei, orang yang datang dari Finlandia ke Jepang untuk membeli pena, menurut sensei, kehidupan macam apa yang mereka jalani?"
"Eh?"
"Apa menurut sensei mereka bisa hidup dengan seperti itu?"
"Tu-tunggu dulu, aku benar-benar tidak paham."
Tidaklah aneh jika Andou-sensei merasa bingung.
"Inilah apa yang kupikirkan. Meski orang lain bilang kalau gaji dokter atau PNS itu lebih baik, dan kehidupan mereka juga lebih stabil, tapi orang-orang ini tidak mendapat uang karena mereka menjadi PNS, melainkan karena mereka bekerja sebagai PNS, kan? Sensei juga mendapat gaji sensei karena mengajari kami, kan? Bukan karena stabil, sensei pasti punya pemikiran dramatis dan mimpi mengenai tugas ini, yang menjadi alasan kenapa sensei memilih pekerjaan ini, kan?"
"I-itu benar. Yeah."
"Aku baru mulai mendapat pemikiran ini setelah melihat kondisi pekerjaan temanku. Aku seharusnya tidak boleh melihat nama pekerjaan sebagai tujuanku, tapi ketika aku menemukan pekerjaan yang bisa menjadi tujuanku, aku pun berpikir tentang apa yang harus kulakukan untuk membuat diriku bisa mengejar tujuan itu tanpa ragu."
Yoshiya memberi sebuah jeda seolah dia sedang berpikir bagaimana cara untuk mengungkapkannya.
"... Lalu aku bertemu dengan seorang paman. Aku tidak berpikir dia sudah mulai giat belajar saat masih sekolah agar bisa datang ke Jepang untuk membeli pena. Tapi jika aku memiliki sesuatu yang menurutku harus kulakukan karena suatu kesempatan tertentu, maka pastinya sekarang sudah ada sesuatu yang harus kulakukan, lalu aku ingat bahasa Inggrisku yang sebelumnya gagal. Aku bukanlah anak yang cerdas, aku pasti akan mengendur jika aku tidak punya tujuan yang mudah dipahami. Jadi aku ingin memilih jurusan bahasa Inggris yang lebih sulit sebagai tujuanku, kira-kira begitulah perasaanku."
"....."
Ketika mereka kembali sadar, Chiho dan Kaori ternyata sudah tenggelam mendengarkan kata-kata Yoshiya dengan seksama.
".... Mengenai masalah ini, apa ibu punya pemikiran lain...."
Meskipun ia merasa bingung, Andou-sensei tetap mencoba membangun percakapan dengan ibu Yoshiya.
".... Baik itu kakak-kakak anak ini, aku, ataupun suamiku, kami semua telah menjalani kehidupan seperti apa yang anak ini sebut dengan contoh. Suamiku adalah PNS, dan sebelum menikah, aku dulunya adalah guru."
"!!!"
Chiho pun terkejut. Karena ini adalah fakta yang tidak dia ketahui sebelumnya.
Dari ekspresi Kaori, dia nampaknya juga tidak tahu hal ini sebelumnya, dan saat ini dia sedang berkonsentrasi mendengarkan obrolan yang berlangsung di dalam.
"Kami tidak ingin memaksa Yoshiya untuk berusaha mengejar masa depan seperti itu, dan dikelilingi oleh orang dewasa seperti kami, dia pasti merasa tertahan sepanjang waktu. Suamiku dan aku sangat khawatir dengan apa yang akan dia rasakan kalau kami memaksanya mengikuti jalur masa depan seperti kedua kakaknya."
".....Aku tidak pernah berpikir seperti itu sama sekali...."
"Sebenarnya, karena itu adalah tujuannya, sebagai orang tua, kami tidak berniat untuk menentangnya. Jika dia memutuskan begitu, entah itu baik atau buruk, pasti itu akan membawa hasil yang baik pada akhirnya. Meskipun ini bisa menyebabkan masalah pada sensei, tapi aku akan tetap meminta sensei untuk mengajarinya..... Aku tidak tahu kenapa Finlandia, tapi jika dia menjadi seorang penterjemah nanti, saat kami pergi ke luar negeri, kami pasti akan menggunakannya dengan baik."
Kalimat terakhir yang dikatakan oleh ibu Yoshiya, pasti diarahkan langsung pada anaknya. Dari suaranya, kesan kalau dia tidak mempedulikan anaknya, sama sekali tidak bisa dirasakan. Hal itu mirip sekali dengan ibu Chiho, yaitu Riho, sebuah suara dari seorang ibu yang terus mengkhawatirkan anaknya.
"Karena kemarin aku sudah gagal, jangan terlalu banyak berharap!"
"Itulah kenapa kau harus berusaha keras mulai dari sekarang."
Setelah itu, ketiga orang tersebut terus berbicara yang mana lebih terdengar seperti sebuah obrolan dibandingkan sebuah diskusi, dan ketika suara seseorang sedang berdiri terdengar dari dalam ruangan, Chiho dan Kaori pun langsung meluruskan postur mereka, berpura-pura tak peduli.
Tapi Chiho tidak melewatkannya....
"Meskipun itu hanya Yoshiya...."
Kaori pun menggumam pelan.
Andou-sensei mengantar pasangan ibu dan anak Emura keluar ruangan.
"Emura-kun, terima kasih atas waktunya. Selanjutnya giliran Sasaki-san.... eh, Sasaki, di mana ibumu?"
"Ah, dia sedang ke kamar mandi, dia pasti akan segera kembali....."
"Maaf, maaf membuatmu menunggu."
Ketika Chiho menunjuk ke arah lorong, Riho terburu-buru menuju ke arah mereka seperti mencoba datang di waktu yang tepat.
"Hello, terima kasih sudah menunggu."
Chiho yang memasuki ruang kelas setelah pasangan ibu dan anak Emura....
"Sekarang, apa kau masih ingin bekerja?"
Dia mencoba menanyakan hal tersebut saat mereka berpapasan.
Meski Yoshiya terlihat tidak tahu kenapa Chiho menanyakan itu, tapi dia tetap cemberut dengan aneh, memalingkan wajahnya, dan menjawab,
"Karena kalian berdua terlalu rewel, sebaiknya aku belajar dulu."
Setelah Yoshiya mengatakannya, dia dengan cepat berjalan menjauh, merasa malu.
Sementara Kaori, ia memandang punggung Yoshiya dengan ekspresi lembut.
Perubahan Yoshiya sebagian besar pasti karena keinginannya sendiri, tapi memikirkan Maou, pria dari Finlandia itu, dan bagaimana Chiho saat bekerja yang mana sudah mempengaruhinya, hal itu sepertinya tidak bisa dianggap kesadaran diri sendiri.
Jika ia benar-benar ingin menyuarakan rasa frustasinya, hal itu mungkin disebabkan rencana masa depan yang ia pikirkan, sudah lebih dulu diutarakan oleh Yoshiya. Di survey rencana masa depannya, Chiho juga menulis jurusan bahasa Inggris di universitas sebagai pilihannya.
Dan alasannya pun hampir sama dengan Yoshiya.
Karena hal itu adalah sesuatu yang bisa Chiho dapatkan sekarang sekaligus apa yang ingin dia dapatkan di saat yang sama.
Dunia ini jauh lebih luas daripada apa yang bisa ia lihat sebagai seorang siswa dan apa yang ingin ia lihat.
Tidak ada satupun yang bisa menjamin apa yang kau lihat sekarang akan sama dengan apa yang kau lihat tahun depan.
Meski begitu, dalam jarak yang bisa dia raih, hal-hal yang dia butuhkan untuk terbang menuju ke dunia baru, dia harus meraihnya satu persatu.
Chiho merasa kalau inilah jalan yang seharusnya dia telusuri pada akhirnya.
Rencana masa depan bukanlah sebuah akhir.
Melainkan hanya sebuah checkpoint di tengah-tengah.
Chiho sudah memikirkan hal luar biasa ini di hatinya, tapi di sisi lain, agar hal ini tidak saling tumpang tindih dengan jawaban yang sudah dia dengar dari Yoshiya, memikirkan bagaimana dia harus menjelaskan dan mencontohkannya, bagian dari dirinya yang memiliki kecakapan yang rendah ternyata memang ada, dan itu membuat Chiho merasa sedikit tidak berguna.
"Hm, dengan hasil Sasaki, jangankan ilmu sastra, masih ada banyak universitas yang bisa kau pilih. Bagaimanapun, kau bisa lebih dulu membicarakan alasan kenapa kau memilih jurusan bahasa Inggris sebagai pilihan pertamamu."
Alasan untuk sebuah tujuan, motivasi untuk bekerja keras, tidak ada satupun peraturan yang menyebutkan kalau itu hanya boleh satu.
Meskipun itu tidak seperti Yoshiya, tapi Chiho merasa kalau sebuah kekaguman sejati adalah motivasi penting untuk menetapkan sebuah tujuan.
Seperti klub yang dia kunjungi tidak lama setelah masuk sekolah, ketika Chiho melihat pose 'Kai' yang dilakukan oleh seniornya menggunakan busur bambu.
Seperti kertas yang telah dia isi dengan masa depannya sebagai kesempatan, sebuah pekerjaan di mana dia bisa mengenal banyak orang dewasa.
Dia ingin meraih tempat itu.
Dia ingin melihat dunia yang sama dengan mereka.
"Aku ingin melampaui senior yang benar-benar kuhormati."
Dia ingin berdiri di atas cakrawala yang sama dan merasakan dunia yang sama dengan orang itu.
XxxxX
Inilah cerita saat aku masih menjadi seorang gadis SMA yang tidak tahu apa-apa.
Ini adalah cerita di mana meski aku sudah bersiap-siap untuk menghadapi perubahan di masa yang akan datang, aku tidak menyangka kalau perubahan yang akan kualami nanti, adalah sesuatu yang cukup untuk merubah dunia, cerita dari seorang Sasaki Chiho.
Dua minggu setelah pembicaraan itu, aku tahu kebenaran tentang orang itu.
Setelah mengetahui kebenarannya, duniaku mulai semakin membentang dengan cara yang benar-benar berbeda dengan sebelumnya, sehingga membuat diriku, seorang gadis SMA biasa, menjadi terlibat ke dalam pertarungan di mana banyak nyawa dan keadaan dunia dipertaruhkan.
Dan inilah cerita yang terjadi sebelumnya......
---End---
Lanjut ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Author's Note
Baca Semua Volume -> Index Hataraku Maou-Sama All Volume
Translator : Zhi End Translation..
0 Komentar