Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 25 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 25 : Hutan Es

Baca Light Novel Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 - Chapter 25 Bahasa Indonesia


Chapter 25 : Hutan Es.

“Kelihatannya kau akan menangis jika aku tak berubah pikiran. Aku sudah memantapkan pikiranku. Dan begitu aku melakukannya, aku tidak akan bergeming. Ini bagaikan 'Donmorakin sedang terjebak saat kau mendorongnya'.”

Menatap mata Subaru yang terbuka lebar dengan heran, Garfiel melanjutkan perkataannya.
Syarat yang dia katakan....... mendengarnya, membuat hati Subaru terlempar ke dalam jurang keterkejutan dan kekacauan. Karena,

“Dari semua orang, kenapa malah kau yang mengatakan ini....?”

“Huh? Sebegitu mengejutkannya kah aku tidak setuju? Seberapa naifnya kau ini? Yang kita lakukan hanya berbicara dua kali, aku akan sangat kesal jika kau pikir kau bisa memahamiku.”

Menanggapi kata-kata Subaru, Garfiel memutar sudut bibirnya dengan perasaan tidak puas, dan Subaru, melakukan hal yang sama sebagai balasannya.
Bagaimanapun, apa yang baru saja Garfiel tolak adalah sesuatu yang dia sarankan pada awalnya.

Di dunia sebelumnya, ketika Garfiel tidak tahan lagi menyaksikan Emilia gagal menantang Ujian itu lagi dan lagi, dia menyarankan ide bahwa Subaru lah yang harus mengambil Ujian itu menggantikan tempat Emilia. Subaru yang dengan gigih mempercayai bahwa Emilia lah yang harus mengatasi Ujian itu, merasa begitu terguncang, dan, setelah melihat betapa masuk akalnya ide tersebut, dia mengambil ide itu untuk dirinya sendiri. Tapi sekarang,

“Aku sudah punya segala macam emosi yang berkecamuk di benakku yang tidak bisa kutenangkan, tapi.... aku akan melupakannya untuk sekarang.Yang lebih penting lagi, kenapa kau menentangnya? Meningkatkan kemungkinan pembebasan Sanctuary tak mungkin berarti hal yang buruk bagimu kan?”

“Well, jadi kau bilang, jika aku setuju sepenuhnya dengan rencana nenek, maka aku akan menganggap idemu lebih efisien gitu? Tapi tetap saja, aku tidak menyukainya!”

“Kenapa kau mengatakannya seperti seorang bocah ingusan....?”

Melipat tangannya, Garfiel memalingkan wajahnya. Apa yang dia katakan sama sekali tak masuk akal, dan fakta bahwa dia murni hanya mengikuti perasaaannya, malah membuat percakapan ini semakin rumit. 
Dari interaksi mereka sampai saat ini, Subaru sangat paham kalau Garfiel adalah orang yang emosional.... atau lebih tepatnya, prioritasnya terutama didasarkan pada apa yang dia rasakan pada saat itu. Jika menggunakan akal sehat percuma, maka Subaru tidak tahu lagi apa yang bisa dia lakukan yang akan lebih efektif.

"Lewes-san...."

Karena tak ada gunanya berbicara dengan Garfiel yang tidak punya niatan untuk setuju dengannya, Subaru memanggil wanita tua bertubuh gadis kecil yang sedari tadi hanya diam memperhatikan percakapan mereka. Tapi melihat Subaru menoleh ke arahnya, Lewes hanya melambaikan tangannya melalui lengan baju yang menyembunyikan tangannya.

"Saat Gar-bo sudah seperti ini, tak ada apapun yang bisa kukatakan untuk membuatnya bergeming. Ini sangat disayangkan, tapi tak peduli seberapa keras kau mencobanya, tak seorangpun di Sanctuary ini yang bisa memaksanya untuk mendengarkan. Apa Su-bo ingin mencobanya?"

"Aku tidak punya keinginan bunuh diri semacam itu yang akan membuatku menantang pria yang bisa melempar kereta naga... Sialan, ada apa dengan dia?"

Lewes memang tidak menyetujui kata-kata Garfiel, tapi dia juga tidak membantahnya, mungkin itu artinya jauh di benaknya dia setuju dengan Garfiel.
Kemungkinan, Lewes juga percaya kalau Emilia lah yang harus mengatasi Ujian itu. Subaru tidak tahu seberapa besar Lewes menghormati Roswaal, tapi sepertinya akan lebih aman untuk berasumsi bahwa Lewes setuju dengan Roswaal di bagian paling mendasar.
Bagaimanapun, Subaru hanya bisa bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika Garfiel berada di pihak Roswaal.

"..... Subaru."

Memanggilnya dengan suara cemas, Emilia menatap Subaru yang terlihat dipenuhi perasaan yang tidak bisa dia jelaskan. Mencerminkan bagian samping wajah Subaru di dalam mata ungunya,

"A-aku akan berusaha keras, jadi tak apa, kau tak perlu memaksakan diri. Ini sedikit... yeah, ini hanya sedikit tiba-tiba, jadi aku terkejut, tapi sekarang aku sudah tahu apa yang akan terjadi..."

"Tidak, Emilia-tan, kau lah yang seharusnya tidak memaksakan diri. Entah bagaimana, aku pasti akan meyakinkan si bajingan keras kepala itu. Dan begitu aku melakukannya, Ujian...."

"Subaru, ka....."

Emilia nampaknya akan menyerah terhadap kata-kata Garfiel. Melihat Emilia bangkit dari kelemahannya, Subaru mulai memutar otaknya memikirkan beberapa cara untuk membuat mereka melihat alasannya. Tapi ketika persiapan mental Subaru sedang berlangsung, Emilia,

"Subaru.... bahkan kau tidak percaya aku bisa melakukannya?"

"Huh?"

"A-aku tahu aku membiarkanmu melihat sisi lemahku, jadi sekarang kau berpikir.... kau tidak bisa menyerahkan Ujian itu padaku, sebagai gantinya....."

"Kau salah, ini tidak seperti itu."

"Well, aku tahu kau khawatir, Subaru. Subaru bisa melewati Ujian itu, sementara aku bahkan tidak bisa mendekatinya... aku bahkan tidak punya tekad untuk menghadapi Ujian dan masa laluku."

Walau Subaru menyangkalnya, Emilia menggelengkan kepalanya, menolak untuk menerima sangkalan Subaru.
Emosi negatif terlihat di mata Emilia, bibirnya gemetar saat wajahnya menjadi pucat. Dari cara berbicaranya yang tidak tenang, Subaru tahu kalau ini karena Emilia teringat Ujian itu dan masa lalunya.
Dengan kata lain, Emilia sedang berada di titik di mana dia bisa dengan sangat mudah hancur.

"Kau tidak perlu memikirkannya...."

"Tapi jika aku tidak menghadapinya, aku tidak pernah bisa mengatasi Ujian itu! Ya itu benar.... Aku harus mengatasi Ujian itu, aku harus mengalahkan masa laluku... atau, aku tidak akan pernah menjadi Raja. Dan para penduduk desa serta penghuni Sanctuary tidak akan pernah bisa pergi...."

Memegangi pundak Emilia, Subaru berusaha keras untuk meyakinkannya, tapi Emilia menggelengkan kepalanya, dan terlihat tidak ingin mendengarkan Subaru. Atau lebih tepatnya, semakin Subaru mencoba menghentikannya, semakin kekeuh kemauan Emilia.

"Aku tidak bisa membiarkanmu mengasuhku selamanya, Subaru. Tidak bisa. Beberapa waktu lalu, Subaru terluka parah karena diriku.... aku tidak ingin membuatmu menanggung bebanku la....."

"Tak masalah seperti itu. Ini mungkin cara yang buruk untuk mengungkapkannya, tapi kau sudah membantuku sebanyak aku membantumu. Semua ini tentang meletakkan material yang tepat untuk penggunaan yang tepat, kan? Akulah orang yang punya kemampuan lebih baik jika berhubungan dengan Ujian. Itu saja dan tidak lebih. Ini hanya terlihat seperti sesuatu yang bisa kulalukan, dan sesuatu yang bisa kulakukan dengan lebih cepat. Aku sangat jarang menemukan sesuatu yang bisa  kukerjakan dengan baik. Pasti akan ada banyak kesempatan bagi Emilia-tan untuk melakukan yang terbaik nanti."

"Bukankah salah satu kesempatan besar itu sekarang? Jika aku terus berpaling dari hal-hal yang tidak menyenangkan, dan terus lari.... akan jadi apa aku ini?"

---- Andai saja Subaru bisa berteriak 'Apa yang salah dengan melarikan diri?'
Jika lari dari hal-hal yang tidak kau sukai, mengalihkan pandanganmu dari hal-hal yang menyakitkan, dan membalik punggungmu terhadap berbagai kesulitan bisa membuatmu hidup dengan damai, maka itu bukan cara yang terlalu buruk untuk hidup.
Subaru sendiri pernah hidup seperti itu, mencoba menjauhkan dirinya dari penderitaan dengan seluruh kemampuannya.
Jadi dia tahu... meskipun ini cara yang pengecut untuk hidup, tak ada alasan untuk mengutuknya.
Tapi tetap saja, sekarang, saat ini, ketika Subaru seharusnya paham dan menyetujui kelemahan yang dihadapi hati keras kepala milik Emilia....

"........"

Kenapa dia tidak bisa mengutarakan satupun kata yang dia pikirkan?

Di hadapan Subaru yang terdiam, Emilia menutup matanya dan menundukan wajahnya. Tangannya yang masih ada di pundak Emilia, bisa merasakan suhu tubuh Emilia yang meningkat seolah terkena demam, tapi Subaru tidak tahu apa yang bisa dia lakukan.
Dan, melihat percakapan mereka,

"Hah, kau bebas menentangnya sesukamu, tapi mendengarnya dari sini, kedengarannya Emilia-sama juga mengerti? Faktanya, Ujian itu memang disiapkan untuk ditantang oleh Emilia-sama. Tiba-tiba ikut campur itu......"

"Kau diamlah!! Kau... kau belum tahu apa-apa!"

"Huh?"

Subaru berteriak ke arah Garfiel yang membuat hal ini terdengar gampang tanpa tahu perasaan macam apa yang menyerang Subaru. Menghadapi amarah Subaru, aura berbahaya mulai terpancar dari Garfiel.
Tapi sekali lagi, Subaru mengabaikan ancaman Garfiel dan menatapnya tanpa rasa takut,

"Apa kau tahu apa yang akan terjadi jika kau terus memaksakan hal ini padanya? Apa kau pikir aku bisa tenang melihat dia terluka, lelah, dan hancur berantakan? Apa jadinya aku jika aku....."

".... Aku tidak paham dari mana tiba-tiba kau mendapat semua pemikiran itu...."

"Kau memang memikirkan kondisi dan manfaatnya, tapi pernahkah kau memikirkan Emilia sekali saja? Aku tahu jika dia mengatasi Ujian itu keuntungan yang dia dapat akan sangat besar. Tapi kau tidak menghitung luka yang dia dapat ataupun air mata yang dia teteskan untuk sampai ke sana.... ataupun apa yang dia inginkan!"

Di dunia sebelumnya, meski Subaru sudah melihat lebih dekat dari siapapun, betapa rapuhnya Emilia, betapa lemahnya dia, Subaru tidak pernah melontarkan sepatah katapun untuk menghentikannya.
Jika itu dia, jika itu Emilia, maka dia pasti bisa melakukannya. Mereka telah memojokkan Emilia, mendorongnya hingga mencapai batasnya, dan baru setelah itu mereka menyadarinya. 
Tidak ada gunanya menjelaskan perasaan ini pada seseorang yang tidak mengalaminya.
Itulah kutukan Return by Death yang menikam Subaru.
Situasinya, hanya dialah satu-satunya orang yang tahu kebenaran apa yang terjadi di dunia sebelumnya. Karena pengetahuan dan kata-katanya tidak cukup, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah berbicara dengan emosi,

"Apa.... apa kau tahu, Subaru?"

"Emilia?"

Merasakan sebuah tarikan di lengan bajunya, Subaru mengangkat kepalanya dan melihat mata Emilia yang terbuka lebar, menatap ke arahnya. Emosi yang berkecamuk di dalam pupil ungunya, tenggelam di dalam air mata yang akan segera jatuh dan menghilang.
Dengan gerakan kecil, Emilia menggelengkan kepalanya, menggumam "Tidak, tidak" seolah menolak sesuatu,

"Apa kau tahu? Subaru, apa ka.... apa kau tahu... masa laluku?"

"Tunggu, tenanglah! Ambil napas dalam. Pembicaraannya hanya mengarah ke arah yang buruk, jadi...."

"Salah, kau salah... aku tidak bermaksud untuk.... aku, hanya.... hanya...."

Sekali lagi, Emilia kembali ke kondisi saat dia berada di dalam Makam, tepat setelah Ujian.
Bingung, kacau, mulai mengoceh tidak jelas, mata ungunya yang basah karena air mata memantulkan bayangan Subaru, tanpa menatapnya sama sekali.
Dia mengulurkan jarinya dan menggenggam lengan baju Subaru, seolah ingin merobeknya.

"Aku, semua orang.... bahkan ibu, aku.... tapi tidak, kau salah. Itu tidak benar. Itu sungguh tidak benar. Pada waktu itu, aku.... benar-benar.... aku......"

"Emilia, apa yang ka....."

Berpegang erat pada Subaru, Emilia terus mengoceh. Tidak mengerti maksud di balik kalimat paniknya, Subaru hanya bisa berharap kalau usahanya yang tulus nan sia-sia bisa sampai pada Emilia.
Sebuah bayangan tiba-tiba bergerak di hadapan Subaru yang tak berdaya. Itu adalah,

"...... Ram."

Tanpa berhenti untuk merespon panggilan Subaru, Ram meluncur ke belakang Emilia. Mengulurkan tangannya, dia dengan lembut menutup mulut Emilia. Saat mata milik gadis berambut perak itu terbuka lebar dengan heran, Ram menggumam pelan, "Maafkan aku."

"..... Ah...."

Dan tiba-tiba, tubuh Emilia mulai jatuh tak berdaya ke lantai.
Langsung meraih Emilia yang jatuh tepat di depan matanya, Subaru bernapas lega saat ia berhasil menangkap Emilia dalam dekapan lengannya. Lalu, mendongak ke arah Ram,

"Apa yang sudah kau lakukan?"

"Hanya cara yang lebih cepat untuk membuatnya tenang. Apa itu membuat Barusu marah?"

"Aku ingin bilang kalau itu terlalu memaksa..... tapi kurasa itu yang terbaik. Maaf untuk semua masalah ini."

"Aneh rasanya melihat Barusu meminta maaf atas nama Emilia-sama. Sejak kapan kau mengambil alih posisi Roh Agung-sama sebagai pelindung Emilia-sama?"

"Ini tidak seperti aku...."

'Mencoba melakukannya' adalah apa yang ingin Subaru katakan selanjutnya. Tapi Subaru sadar kalau itu bukanlah bantahan yang menyakinkan.
Karena suatu alasan, Puck menolak untuk memperlihatkan wajahnya, jadi memang benar kalau Subaru menjaga Emilia lebih dari biasanya. Dan sekarang, mengetahui bahwa menantang Ujian itu malah menghancurkan Emilia, perasaan itu pun menjadi semakin besar.
Sementara untuk Emilia, karena sekarang Roh Agung yang selalu melindunginya tidak lagi berada di sampingnya, dia pun menjadi bergantung pada Subaru lebih dari biasanya.
Bagaimanapun,

"Jika dia akan dirawat, maka pembicaraannya berhenti di sini."

Melihat Subaru memeluk Emilia yang dipaksa tidur oleh Ram, Garfiel mendengus dan mengucapkan hal tersebut.

Subaru hampir saja mengangkat suaranya untuk menentang hal itu, tapi, merasakan gerakan kecil Emilia di lengannya, Subaru tanpa sadar menutup mulutnya. Dan begitulah, kehilangan kesempatannya, Subaru tidak melakukan apapun selain menyaksikan Garfiel membalik punggungnya pergi.

"Ujian hari ini adalah pengecualian. Mulai besok sampai seterusnya, orang yang akan mengikuti Ujian itu adalah Emilia-sama. Aku tidak akan terima jika kau mengikutinya."

Memperlihatkan gigi-giginya, Garfiel mengucapkan bagiannya dan pergi meninggalkan rumah Lewes. Dan, bayangan kecil di belakang Subaru.... Lewes, melanjutkan,

"Maaf Su-bo. Tapi aku punya pendapat yang sama. Semakin cepat Sanctuary dibebaskan, maka akan semakin baik, tapi.... akan lebih mudah jika kita mengikuti rencana Ros-bo."

"Apa maksudmu, dengan lebih mudah.....??"

"Bahkan jika Sanctuary dibebaskan, itu tidak akan merubah fakta bahwa kami akan terus menjadi bawahan Ros-bo, di bawah perlindungannya. Jadi, kami sangat ingin menghindari keadaan di mana kami menentangnya. Kuharap kau tidak berpikiran buruk terhadapku, bukan maksudku menjadi egois."

Menyadari bahwa kata-kata Lewes pasti mewakili pemikiran sebenarnya dari para penghuni Sanctuary, Subaru pun kehilangan ruang untuk membantahnya. Setelah Garfiel dan Lewes dari pihak Sanctuary meninggalkan ruangan, orang yang tersisa di sana hanyalah sekumpulan anggota aneh dari mansion Roswaal, di tambah satu orang tambahan.

"Jadi orang tambahan Otto, bagaimana menurutmu situasi ini?"

"Aku punya firasat buruk tentang ke mana hal ini akan berlanjut dan aku bermaksud untuk diam serta membiarkannya berlalu, jadi, maukah kau tidak menyeretku ke dalam masalah ini? ..... Tapi, jika aku diminta memberikan pendapat jujurku setelah mendengarkan percakapan tadi, kupikir Garfiel ada benarnya."

Otto mengangkat satu jarinya saat mengatakan hal tersebut, mengangguk beberapa kali sambil menatap Subaru yang berlutut. 

"Itu akan lebih masuk akal, baik untuk rencana Roswaal, ataupun untuk Emilia-sama sebagai kandidat Pemilihan Raja. Aku yakin jika Natsuki-san mengikuti Ujian itu menggantikan tempatnya, memang bisa dibuat menjadi pencapaian Emilia-sama, tapi.... entah bagaimana orang lain mendengarnya nanti, akankah orang-orang yang sekarang terjebak di Sanctuary akan berpikir seperti itu? Dan akankah hal ini memenangkan dukungan mereka?"

".... Aku juga memahaminya. Tidak peduli cara mana yang kupikirkan, membiarkan Emilia menjadi orang yang membebaskan Sanctuary itu memiliki keuntungan paling besar, tapi...."

".... Tapi Emilia-sama tidak mampu mengatasi Ujian itu?"

Kata-kata Ram tepat menendang gumaman Subaru yang terdengar ragu-ragu. Namun, di hadapan sikap terang-terangan Ram, Subaru malah menjadi semakin tenang,

"Sejauh yang bisa kuketahui, menurutku akan sedikit berlebihan mengharapkan hasil yang cepat. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu Emilia..... tapi aku yakin kalian berdua mengerti kalau kita tidak punya waktu sebanyak itu, kan?"

"Paling tidak, aku ingin melihat hal ini berakhir dalam 3 tahun sebelum Pemilihan Raja itu diputuskan."

"Itu malah terlalu sabar!!"

Itu mungkin sebuah lelucon, dan karena Ram mengatakannya dengan wajah datar, Subaru bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa dia sedang bercanda. Seolah memahami maksud Subaru, Ram mengangguk,

"Ada pula beban dari para pengungsi dan masalah persediaan makanan. Melihat hal ini dalam jangka waktu lama, memang sangat tidak realistis mempertahankan orang sebanyak ini."

"Nah, itu intinya. Mereka sudah tertekan setelah tiba-tiba dipaksa untuk mengungsi. Jika mereka berhenti menerima makanan setelah semua itu, ketidakpuasan mereka pasti akan meledak. Dan untuk orang-orang Sanctuary, tidak akan ada gunanya menahan sandera jika standar kehidupan mereka sendiri malah jadi anjlok karenanya.... Paling tidak, tak ada untungnya terus menahan mereka."

"Menurutmu Garf akan mulai menyingkirkan para penduduk?"

Suara Ram menjadi sedikit lebih hidup ketika ia menanyakan hal tersebut.
Subaru mengangkat alisnya mendengar reaksi yang tak terduga dari Ram, dan bahkan Ram sendiri juga terlihat terkejut dengan sikapnya. 
Namun, membelai jambulnya untuk mengalihkan perhatiannya dari hal tersebut, Ram,

"Aku tidak mau memikirkannya, tapi dengan kepribadian Garf, hal itu mungkin saja bisa terjadi. Jika semua ini benar-benar menjadi seperti itu, dia tidak akan ragu-ragu untuk mengikuti prioritasnya."

"Dia mirip sepertimu dalam kasus ini. Pendapatku sama.... Jadi aku ingin menyarankan kita membebaskan para sandera dari Sanctuary sebelum itu terjadi."

Sebelumnya, saran itu diterima dengan syarat rahasia bahwa Subaru lah yang akan mengikuti Ujian itu. Karena hal itu tidak berhasil kali ini, Subaru bisa menduga kalau menegosiasikan hal yang sama akan jauh lebih sulit. Tapi meski begitu, Subaru yakin dia bisa memenangkan beberapa kelonggaran pada akhirnya.

"Bagaimanapun, jika orang-orang Sanctuary terus mendorong Emilia mengikuti Ujian itu apapun alasannya, mudah-mudahan aku bisa melakukan sesuatu untuk memudahkan kedua belah pihak."

".... Aku terkejut. Kupikir Barusu akan lebih menentangnya dan bersikap seperti seorang anak kecil yang tidak masuk akal."

Melihat Subaru ternyata mengesampingkan kecemasannya mengenai Emilia yang mengambil Ujian, Ram membuat komentar singkat tersebut. Subaru mengangguk, dan memulai lagi dengan, "Well,"

"Ini sangat disesalkan dan disayangkan... tapi mengikuti rencana Roswaal memang paling masuk akal. Yeah, itu benar. Jika aku bisa mengabaikan fakta bahwa Emilia akan tersakiti, memang yang terbaik adalah melakukannya dengan cara ini."

"Bahkan setelah tahu kalau dia akan tersakiti, kau tetap membiarkan dia melakukannya? Iblis macam apa kau ini?"

"Mendengar seorang iblis sungguhan mengatakan hal itu padaku, aku pasti sudah benar-benar berubah. Kecuali... tidak, lupakan!"

Subaru ingin mengatakan sesuatu, tapi dia kembali menutup mulutnya, dan menggelengkan kepalanya. Melihat Subaru tidak akan melanjutkan perkataannya, Ram mengernyitkan keningnya, namun tidak mau repot-repot mengomentarinya.
Subaru mengangkat Emilia di lengannya dengan lembut, berhati-hati agar tidak membangunkannya.
Dia ringan. Orang-orang seharusnya lebih berat ketika mereka sedang tidak sadar, tapi Emilia masih sangat ringan seringan bulu.
Berapa banyak hal yang harus dia bawa di dalam tubuh kecil nan lembutnya ini, pikir Subaru.

"Ram, setelah membaringkan Emilia di tempat tidur, aku ingin berbicara dengan Roswaal. Apa kau tak masalah dengan itu?"

"Roswaal-sama sedang beristirahat. Tidak ada yang boleh memasuki kamarnya sementa....."

"Aku ingin berbicara dengannya mengenai Ujian. Kita tidak akan sampai ke mana-mana jika kita, orang-orang berkedudukan rendah ini, membicarakannya sendiri. Aku butuh pendapat dari dalang semua ini."

Jika Subaru menggunakan Ujian sebagai umpannya, maka bahkan Roswaal pun akan memasang tanda "Jangan diganggu" di pintunya, dan bertatap muka menemui Subaru. Subaru sudah pernah mengalami hal ini di dunianya sebelumnya. 
Ram menutup matanya sesaat untuk memikirkan kata-kata Subaru, hingga, seolah sudah sangat lelah, ia mengeluarkan sebuah helaan napas.

"Aku akan menunggu di samping Roswaal-sama. Barusu, tolong bawa Emilia-sama ke tempat tidurnya.... tanpa melakukan sesuatu yang mencurigakan."

"Apa-apaan yang kau katakan pada diriku yang sedang berada dalam MODE SERIUS ini? Aku bahkan tidak memikirkan apapun sampai kau mengatakan itu, dan sekarang setelah aku menyadari sensasi lembut dari KONTAK LANGSUNG dengan Emilia-tan, lututku menjadi gemetar tak terkendali!! Bagaimana kau akan bertanggung jawab?"

"Otto, awasi dia!!"

"Ya bu!!"

Mengabaikan lelucon Subaru, Ram meninggalkan sebuah perintah sederhana kepada Otto dan pergi keluar dari rumah. Sekarang, orang yang tersisa hanyalah dua orang pria dan seorang gadis cantik. Berada dalam keadaan ini, Otto mempertahankan pose hormatnya dan menatap Subaru dari dekat.

"Ayo, silakan bawa Emilia-sama ke tempat tidur. Kecuali, kau butuh bantuan?"

"Sebelum itu, apa-apaan sikap patuhmu terhadap Ram ini....?"

"Nah, Ram-san itu bawahan langsung Margrave, kan? Dengan mengingat hal tersebut, tidak seperti Natsuki-san yang dengan tulus melekat pada Emilia-sama, jika aku menjilat pada Ram-san, aku akan punya harapan yang lebih baik untuk bisa dekat dengan Margrave, ya kan? Hehehe."

"Kesan awalmu sebagai pedagang handal perlahan berubah menjadi penjahat kecil yang licik, kau tahu? Bukankah kau akan melakukan sesuatu untuk menyelamatkan kesan itu? Haruskah aku memperlakukanmu sebagai sebuah rintangan mulai dari sekarang, dan diam-diam membunuhmu dari balik bayangan?"

Mengeluh terhadap pergantian identitas Otto, Subaru pun menghela napas dan membawa Emilia memasuki kamarnya. Dia sedikit merapikan sprei yang berantakan menggunakan telapak tangannya dan perlahan membaringkan Emilia. Saat,

".......Ah."

Setelah menarik selimut hingga mencapai bahu Emilia, saat Subaru berniat pergi, dia menyadari jari Emilia yang mengapit keliman bajunya. 
Merasakan rasa bergantung yang tersampaikan melalui sentuhan ujung jarinya, memahami kecantikannya, Subaru dengan lembut melepas jari tersebut. Lalu, menggenggam mereka di dalam tangannya,

"Tunggu aku, Emilia."

"........."

"Entah bagaimana, aku pasti akan menemukan jalan. Jadi kau tidak perlu lagi menangis ataupun terluka. Aku janji."

Mengucapkan sumpah tersebut, Subaru melepas tangan Emilia. Berdiri, dan berbalik, dia berjalan menuju pintu keluar rumah.... Dan menuju tempat Roswaal.
Karena ada begitu banyak hal yang harus dia dengar dari iblis itu sendiri.

".... Begitu ya. Ku~rang lebih aku bisa mengerti situ~asinya sekarang."

Menyentuhkan tangan pada rahangnya, setelah diam mendengarkan penjelasan Subaru, Roswaal menganggukan kepalanya.
Lokasi saat ini berada di kamar tempat tinggal pribadi di mana Roswaal beristirahat, dan dua orang yang ada di dalamnya hanyalah Subaru dan Roswaal. 
Berbaring di ranjang, Roswaal mengangkat bagian atas tubuhnya agar bisa menatap Subaru dengan lebih baik. Dan Subaru, balik menatapnya dengan sebuah tatapan tegas.

"Itulah sebabnya, jika kita menyatukan kepentingan pihak Sanctuary sebanyak mungkin, kupikir itu akan menjadi titik awal paling baik untuk melakukan negosiasi."

"A~hah, memang benar, dari saat Emilia-sama memasuki barrier Sanctuary, rencana Garfiel dan lainnya sebenarnya su~dah terealisasikan. Emilia-sama sendiri tidak bisa menginggal~kan Sanctuary hingga ia mengatasi Ujian itu. Jadi, jika para sandera yang mereka gunakan sebagai jaminan menjadi barang tak berguna yang hanya menghabiskan persediaan makan mereka, maka ada alasan untuk membebaskan sandera itu... begitu kan?"

"Kupikir itu penjelasan yang bijaksana. Tentunya kita tidak akan membuang ataupun mengesampingkan masalah Sanctuary. Ini hanya seperti menyingkirkan komponen yang tak diperlukan dari sebuah persamaan."

"Terdengar nyaris terlalu ba~gus untuk menjadi nyata. Jauh di benakmu, kau juga punya keraguan, bukan? Jika pembebasan Sanctuary menjadi jauh dari jangkauan, atau, jika Emilia-sama bimbang dan hatinya tidak bisa menahan Ujian itu lagi, maka para sandera bisa digunakan untuk memaksa Emilia-sama. Mungkin itulah alasan kenapa kau berpikir untuk mengeliminasi kemungkinan itu sebelum itu terjadi... atau sesuatu yang mirip seperti itu?"

Dengan sebelah mata tertutup, Roswaal menatap Subaru melalui pupil matanya yang berwarna kuning. Subaru melipat tangannya saat dia menelaah isi kata-kata tersebut, dan kemudian mengangguk,

"Maaf, tapi aku tidak benar-benar berpikir sejauh itu. Atau lebih tepatnya, fakta bahwa kau bisa langsung datang dengan ide mengerikan itu membuatku ingin sedikit mundur."

"A~hah, be~narkah? Apa aku yang terlalu memikirkannya? Maaf. Ta~pi tetap saja, itu cara lain untuk memikirkannya, bukan?"

Roswaal tersenyum seolah-olah untuk menutupi fakta bahwa dia sendiri juga terkejut dengan rasa pesimisnya.
Melihat senyum itu, Subaru hanya balas menatapnya dengan masam, dan bertanya-tanya apakah Gaefiel benar-benar bisa bertindak sejauh itu.
Tidak peduli betapa keras kepalanya atau betapa tidak luwesnya Garfiel, dan bahkan jika ada saat di mana kata-kata tidak sampai padanya, dia bukanlah tipe orang yang akan mengotori tangannya sendiri dengan melakukan sesuatu yang tidak rasional ataupun tidak bermoral.
Subaru baru mengenalnya selama beberapa hari, tapi itulah penilaiannya terhadap Garfiel.
Bagaimanapun,

"Jadi? Apa yang kau ingin untuk a~ku lakukan, Subaru-kun?"

"Jika memungkinkan, daripada diriku, aku ingin kau menjadi orang yang menyarankan hal ini. Kali ini, sepertinya.... semuanya tidak akan berakhir baik jika aku yang melakukannya."

"Dan ke~napa begitu?"

"Aku punya firasat si bangsat Garfiel itu akan menentangku. Ini tidak seperti aku menyerah untuk meyakinkannya, tapi semuanya akan menjadi buruk jika aku bicara dengannya hari ini ataupun besok."

Subaru masih ingat tatapan tajam Garfiel yang dia beri ke arahnya ketika mereka berpisah. Dipenuhi dengan rasa permusuhan dan penghinaan, seolah mata itu sedang melihat orang yang telah membunuh orang tuanya.... meski Subaru tidak tahu kenapa Garfiel melihatnya seperti itu. 
Apakah dia sudah melakukan sesuatu yang Garfiel anggap tidak diperbolehkan, ataukah dia sudah keliru mengucapkan sesuatu yang menginjak-injak kepercayaannya? Apapun itu,

"Sekarang dia sangat emosional, dia mungkin akan menolak ideku tak peduli apapun itu. Dan di atas segalanya, jika Garfiel menolak, sepertinya Lewes-san juga akan mengikutinya secara pasif. Aku sudah melihat hal itu terjadi, jadi aku harap kita bisa menghindari kemungkinan tersebut."

"Jadi di sini tempat aku masuk, be~nar? Well, baiklah. Aku akan berbicara dengan nenek Lewes-sama dan Garfiel. Meskipun sepertinya Garfiel juga tidak menyukaiku, jadi aku bahkan tidak yakin apa aku bisa meya~kinkan dia."

Setelah mendengar saran Subaru, Roswaal dengan senang hati menerima tugas tersebut. 
Mendengar jawaban menggembirakan itu, Subaru bernapas lega. Bagaimanapun, salah satu kecemasannya telah terselesaikan sekarang. Maka, masalah yang tersisa adalah,

"Ba~iklah. Apa hanya itu urusan yang kau mi~liki denganku?"

"Tidak, belum. Aku masih belum mengatakan masalah paling vital di sini."

Obrolan paling penting yang menjadi alasan Subaru datang ke sini, bahkan belum dimulai.
Roswaal memiringkan kepalanya, dan menutup sebelah matanya, dia mengusap rambut panjang yang terurai di belakang punggungnya.
Subaru tidak yakin apakah ini sudah menjadi kebiasaan atau bukan, tapi setiap kali dia ditatap oleh mata kuning itu, dia akan meluruskan punggungnya secara tidak sengaja.
Kemudian,

"Ujian di dalam Makam, menunjukan pada Emilia masa lalunya. Apa kau tahu masa lalu macam apa itu, yang mana sangat menyakitkan bagi Emilia untuk melihatnya kembali?"

Subaru menanyakan pertanyaan tentang masa lalu yang mati-matian coba disembunyikan oleh Emilia.
Dan, menerima pertanyaan ini, Roswaal menutup mata kuningnya dan mencondongkan kepalanya seolah sedang berpikir keras. Dan begitulah, kamar itu jatuh ke dalam keheningan, dan satu-satunya suara yang bisa Subaru dengar dalam dunia hening itu adalah suara kecemasannya sendiri saat dia sedang menunggu. Kemudian,

"Tidakkah kau berpikir bahwa bertanya padaku, dan tidak bertanya langsung pada Emilia-sama adalah cara yang agak penge~~cut untuk melakukannya?"

"Kau boleh memanggilku pengecut licik sebanyak yang kau mau. Dan aku lebih suka mendengar semuanya langsung dari Emilia sendiri jika aku bisa. Tapi....."

Rahasia yang coba Emilia sembunyikan bahkan dengan semua air mata dan rasa sakit itu, bagaimana bisa Subaru membawa dirinya menanyakan hal itu langsung padanya?
Meski Subaru bisa mengerti kenapa Emilia ingin merahasiakannya, tepat seperti bagaimana dia ingin menyembunyikan rasa sakit mengenai orang tuanya, Subaru tidak boleh ragu.

"Itu karena aku ingin mengetahui tentang Emilia, dan karena aku harus mengetahuinya. Dan jika ada sesuatu yang bisa kugunakan, lubang sedotan pun akan kupakai."

"Sudah ada banyak orang memanggilku seperti itu, tapi diperlakukan seperti sedo~tan adalah pengalaman baru untukku..... Ba~iklah, kalau begitu...."

Usai mengeluarkan sebuah tawa kecil, ekspresi Roswaal pun lenyap.
Dia menghembuskan napas pendek, dan kemudian berhenti bernapas saat ia menatap Subaru dengan kedua pupil matanya yang tidak seragam. Menempatkan Subaru di bawah tatapan mata yang berbeda warna itu, Roswaal menyentuhkan tangannya yang terangkat pada dahinya, dan,

"Emilia-sama adalah seorang Half-Elf. D~an, karena Penyihir Kecemburuan, Half-Elf dipandang dengan diskriminasi. Se~jauh ini, bahkan ka~u pun sudah mengetahuinya, kan?"

"Yeah, aku tahu betapa tidak adilnya Emilia diperlakukan saat ia ada di Ibukota. Dan juga saat aku bertemu para bajingan itu."

Sosok para Pemuja Penyihir yang mengerikan itu terlintas di pikiran Subaru. Menyaksikan Subaru mencoba menghilangkan hal itu dari pikirannya, Roswaal melanjutkan dengan "Na~mun",

"Meski memang benar Half-Elf menjadi target utama penyiksaan yang ke~jam.... hal itu tidak berhenti di sana..... Ngomong-ngomong Subaru-kun, apa kau pernah melihat seorang Elf saat kau berada di Ibu~kota?"

"Elf? Bukan hanya Half-Elf? .....Tidak, kupikir aku tidak pernah melihat mereka."

Memegang dagunya, Subaru mengerahkan seluruh ingatannya untuk melihat kembali dunia lain yang sudah ia lihat.
Tapi tak pernah sekalipun, di dalam dunia itu, seorang Elf... dengan ciri-ciri telinga panjang nan cantik dari kesan populer ras tersebut yang terlintas dalam ingatannya.
Mendengar jawaban Subaru, Roswal menjawab, "Benar",

"Half-Elf bukan satu-satunya makhluk yang disiksa dengan kejam di seluruh ba~gian dunia. Elf, karena menjadi bagian ayah dari Half-Elf, juga berada di ujung tombak."

".....! Tapi itu terlalu diskriminatif tak peduli bagaimana kau melihatnya. Jika kau mengikuti logika itu, maka....."

"Manusia juga harus dimusnahkan? Sa~yangnya, di dunia ini, manusia itu jumlahnya ja~uh lebih banyak dibandingkan Demihuman, dan negara mereka juga jauh lebih kuat. Besarnya keretakan yang menganga antara manusia dan Demihuman lah yang membuat 'Perang Demihuman' menjadi berlarut~larut untuk waktu yang sangat lama. Tapi itu hanya punya sedikit keterkaitan dengan topik kita."

"Jadi, bagaimana bisa sejarah penyiksaan terhadap Elf ada hubungannya dengan hal ini?"

Perang Demihuman adalah frasa yang tidak pernah Subaru dengar sebelumnya. Meskipun dia penasaran, Subaru lebih memutuskan untuk kembali ke topik awal sebelum mereka melewati garis singgungnya. Roswaal menarik dagunya, dan dengan "De~ngan ka~ta lain", dia menggelengkan kepalanya dan melanjutkan,

"Secara otomatis, akan sulit bagi Half-Elf untuk menunjukan wajah mereka di tempat seperti Ibukota, dan Elf, dengan menjadi orang tua mereka, juga berbagi kesulitan yang sa~ma. Itulah kenapa kau tidak pernah melihat satupun Elf di Ibu~kota."

"Bagian itu.... aku sudah paham. Tapi bagaimana itu bisa ada hubungannya dengan hal ini?"

Roswaal nampak tidak peduli dengan permintaan Subaru yang meminta sebuah penjelasan. Menyandarkan punggungnya pada bantal dan merasakan kelembutan pada punggungnya, Roswaal sedikit mengangkat kepalanya, mendongak,

"Sebagai perpanjangan dari prasangka terhadap Half-Elf, para Elf juga menemui penindasan ke~manapun mereka pergi. Kalau begitu, di~mana mereka harus tinggal?"

"Jika mereka Elf.... aku punya firasat mereka akan tinggal di sebuah pedesaan di dalam hutan atau semacamnya. Menjaga beberapa bagian hutan sehingga tidak bisa dimasuki manusia, diam-diam berburu dan sebagainya."

"Aku tidak tahu darimana kau mendapat semua informasi itu, tapi kurang lebih memang seperti i~tu. Elf diusir dari kota-kota, dan mereka hanya bisa hidup secara sembunyi-sembunyi si kedalaman hu~tan..... Hutan Besar Elior, adalah salah satu rumah bagi para Elf."

Tiba-tiba, Subaru menyadari perubahan dalam suara Roswaal, dan tidak bisa menahan dirinya agar tidak gemetar.
Ini seolah suhu di dalam kamar tiba-tiba jatuh, tapi, itu hanya sebuah ilusi. Dan alasan sebenarnya pastilah Roswaal yang ada di hadapannya dan daya tak terlukiskan yang ada di dalam kata-katanya.
Adapun nama tempat itu, Subaru punya perasaan pernah mendengarnya sebelumnya.

....Hutan Besar Elior. Nama yang beberapa kali muncul selama negosiasi di mansion Crusch. Mereka menyebutkan bahwa tempat itu adalah wilayah kekuasaan Roswaal yang kaya akan mineral sihir. Dan itu,

"Tempat itu kini sudah membeku dalam es, dan tak ada seorangpun yang bisa mendekatinya....."

"Awal pembekuan Hutan Besar Elior dan penyebarannya, tercatat sebagai peristiwa yang terjadi lebih dari 90 tahun yang lalu. Semuanya membeku, seluruh makhluk hidup tersegel dalam es, di dalam dunia nol mutlak....... Dan dia hidup di dunia itu, sendirian."

Seolah memastikan ketakutan Subaru, intonasi aneh yang biasanya terdengar menghilang dari suara Roswaal. 
90 tahun. Waktu yang sangat lama. Dan siapa orang itu? Dari alur percakapan hingga sampai saat ini, hanya satu jawaban yang muncul di pikiran Subaru. 
Dan, melihat Subaru kehabisan kata-kata, Roswaal dengan terang-terangan memberitahunya,

"..... Di kedalaman Hutan Besar Elior, desa dan para penduduk ras Elf yang tinggal di sana membeku dalam es bahkan sampai hari ini, terhenti dalam aliran waktu."

".............."

"Semuanya kecuali satu, semuanya kecuali gadis Half-Elf yang melakukan kesalahan ini....."

---End---



Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4


Translator : Zhi End Translation...

Previous
Next Post »
4 Komentar
avatar

Keren abiss min. Wait for next

Balas
avatar

Lanjut min di tunggu secepatnya

Balas
avatar

Ini yg ditunggu2,nyeritain masa lalu Emilia

Thanks min

Balas