Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 4 (Part 1) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 4 : Raja Iblis Dan Pahlawan,  Menghadapi Sebuah Kesepakatan -1




Chapter 4 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Menghadapi Sebuah Kesepakatan.

"Kalian semua, akhirnya hari ini tiba!!"

Mendengar kata-kata Kisaki Mayumi, para karyawan MgRonalds depan stasiun Hatagaya pun langsung menegakkan posturnya.

"Kita telah banyak menghadapi kesulitan, tapi hari ini, restoran depan stasiun Hatagaya ini akhirnya secara resmi mulai mengoperasikan layanan delivery!"

Dadu sudah dilempar.

Mulai jam 10 pagi ini, MgRonalds depan stasiun secara resmi mulai menyediakan layanan delivery.

Tiga GYRO ROOF yang akan digunakan untuk mengantar pesanan sudah ada depan di restoran.

Di badan mesin yang dicat dengan warna merah tersebut, logo MgRonalds terlihat sangat berkilau.

"Bagi karyawan yang bertugas mengantar pesanan di hari pertama yang bersejarah ini, aku harap kalian ingat apa yang telah kalian pelajari selama masa pelatihan. Lakukan tugas kalian dengan sebaik-baiknya!"

"Baik!"

Semua karyawan shift pagi merespon bersamaan.

Karyawan yang dipilih untuk bertugas melakukan layanan pesan antar di hari pertama ini adalah Maou dan Kawada.

Emi bertugas mengurusi pesanan via telepon, dan Kisaki akan membantu semua posisi tergantung situasinya.

Dengan kata lain, jika mereka menerima pesanan ketika Maou dan Kawada sedang keluar mengantar pesanan, Kisaki sendirilah yang akan mengantar pesanan tersebut. Dan tentu saja ketika tidak ada permintaan pesan antar, Maou, Kawada, dan Emi harus ikut membantu pekerjaan di dalam restoran seperti biasanya.

Karena ini baru hari pertama, bahkan Maou dan Kawada pun nampak sangat gugup.

Layanan Happy Delivery yang disediakan oleh restoran depan stasiun Hatagaya ini berbeda dengan layanan delivery sebelumnya. Ada beberapa hal yang masih berada dalam tahap percobaan, dan perkiraan jumlah pesanannya akan lebih banyak dari layanan delivery yang biasanya.

Kisaki memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap Emi sebagai operator yang bertugas menangani pesanan via telepon, tapi tak ada satupun karyawan yang tahu kalau pada layanan Happy Delivery yang sebelumnya, mereka tidak menerima pesanan via telepon.

Untuk layanan Happy Delivery MgRonalds yang dulu, para pelanggan perlu masuk ke halaman website atau aplikasi di Slimphone untuk membuat pesanan, kemudian mereka akan secara otomatis memilihkan restoran terdekat untuk melakukan penghantaran pesanan tersebut.

Namun, Kisaki merasa kalau bergantung pada hal itu saja tidaklah cukup.

Sepertinya dia dengan lantang mengatakan pada atasannya bahwa; "Restoran depan stasiun Hatagaya telah menciptakan hubungan yang erat dengan area sekitar, bagaimana bisa kami tidak membiarkan mereka menelepon secara langsung dan memesan?"

Tak peduli betapa maraknya penggunaan internet di era Slimphone ini, kelompok pelanggan yang lebih suka menggunakan sistem tradisional sampai sekarang pun masih tetaplah ada. Kisaki yakin, jika layanan delivery hanya terbatas pada internet saja, peluang bisnis mereka untuk area sekitar pasti akan kalah.

"Tradisi 'pesan bawa pulang' yang dibangun oleh restoran soba, restoran masakan China, restoran pizza, dan restoran sushi selama lebih dari 10 tahun ini, faktanya masih melekat di hati manusia sampai sekarang. Informasi pribadi harus dimasukkan ketika kita ingin memesan lewat website ataupun aplikasi, dan dibandingkan dengan adanya kemungkinan salah pesan, semuanya akan jauh lebih sederhana jika mereka memesan lewat telepon dan mengatakan langsung apa yang mereka mau. Berpikir kalau para pemuda di masa depan nanti hanya akan menggunakan internet saja itu adalah keyakinan yang salah. Bukan hanya para pemuda saja, pada waktu itu pun semua konsumen pasti akan selalu memilih cara yang paling sederhana."

Kisaki mengatakan hal itu.

"Dan dalam 10 tahun mendatang di mana angka kelahiran semakin menurun, kita juga harus menargetkan generasi yang tidak begitu kenal dengan internet. Meskipun nantinya seluruh jaringan informasi bergantung pada internet, jika kita melupakan pelanggan yang puas dengan sistem tradisional, masa depan yang mereka idamkan pun akan menjadi kelam."

Emi pribadi bisa memahami hal ini.

Ketika dia masih bekerja di Docodemo, permintaan bantuan yang berasal dari para orang tua dan orang-orang paruh baya memang menempati bagian besar dari total jumlah pelanggan mereka.

Jadi, jika bisnis ini tidak terbatas pada pemikiran bahwa hanya para pemuda saja yang akan memakan hamburger, pasti akan ada dampak positif nantinya.

"Tentu saja, pekerjaan selain layanan delivery juga penting, jadi kuharap kalian bisa bertarung dengan semangat tinggi seperti biasanya. Baiklah kalau begitu, bubar!"

Dengan perintah Kisaki, untuk menyiapkan menu pagi, semua karyawan kembali ke posisinya masing-masing.

"Jadi ingat masa lalu."

Emi mengenakan headphone yang disediakan untuknya, dan saat dia mengatur posisi mikrofonnya, emosi yang ada di dalam hatinya rasanya juga ikut menggelora.

Seperti Emi, mulai hari ini, entah mereka bertugas di lantai dua, di dapur, ataupun di lantai satu, semua karyawan harus mengenakan headphone selama periode waktu tertentu.

Dengan bertambahnya jumlah karyawan, ragam dan banyaknya pekerjaan pun juga meningkat pesat. Agar bisa menyampaikan informasi dengan cepat, mereka pun membawa peralatan tersebut.

Setiap kali Emi melihat mikrofon di dekat mulutnya, dia selalu punya perasaan kuat bahwa 'dia sedang bekerja'.

Di antara headphone yang harus dipakai oleh karyawan lain, milik Emi adalah model khusus yang bisa digunakan untuk menangani pesanan sambil menjawab telepon.

Alamat konsumen, nomor telepon dan detail informasi lain harus dimasukkan ke dalam komputer selama pemesanan. Dalam hal efisiensi maupun interaksi dengan pelanggan, menggunakan telepon normal tentu kurang pas, karena itulah Kisaki secara khusus membeli model tersebut.

Selain itu, peralatan ini juga merupakan aset penting yang digunakan untuk berkomunikasi dengan karyawan yang sedang keluar mengantarkan pesanan.

Tidak ada sistem navigasi di moped yang mereka gunakan, dan tidak semua pegawai hapal daerah sekitar. Jadi agar para karyawan tidak tersesat dan menunda penghantaran pesanan, mereka akan dipandu oleh karyawan yang ada di restoran ketika situasi yang tak terduga terjadi.

Memang ada cara seperti menggunakan aplikasi peta di Slimphone, tapi tidak semua pegawai memiliki Slimphone.

Tergantung jumlah pesanannya, mereka mungkin juga harus mempertimbangkan untuk mencari karyawan yang spesialisasinya khusus menangani layanan delivery.

Seorang karyawan harus memahami situasi restoran tempat mereka bekerja, dan setiap restoran memerlukan beberapa karyawan senior yang bisa melakukan semua pekerjaan. Berdasarkan keyakinan Kisaki inilah, setiap karyawan mungkin akan kebagian melakukan semua pekerjaan yang ada.

"Saemi, apa kau  bisa mendengarku?"

"..... Ah, ya!"

Suara Kisaki terdengar dari headphone, tapi Emi baru menjawabnya selang beberapa saat.

Nampaknya dia masih belum terbiasa dengan panggilan tersebut.

"Dari kinerjamu selama masa pelatihan, kaulah orang yang paling cocok untuk posisi ini. Kaulah satu-satunya orang yang memiliki kemampuan untuk mengomandoi para personel layanan delivery langsung di hari pertama. Hari ini, aku mengandalkanmu."

"Aku mengerti. Aku akan bekerja keras untuk memenuhi ekspektasimu."

"Aku mengandalkanmu."

Kisaki memberikan acungan jempol pada Emi dari jarak yang cukup jauh untuk memberinya semangat, Emi pun membalasnya dengan sebuah senyuman.


XxxxX


Ritual yang oleh para karyawan dikenal sebagai 'penamaan suci' (pemberian nama panggilan), yang juga merupakan sebuah tanda kelulusan dari masa pelatihan, terjadi secara mendadak di hari setelah 'hari itu'.

Yang mana itu adalah keesokan hari setelah Emi mencurahkan isi hatinya pada Maou.

Emi sama sekali tak merasa menyesal, dan anehnya dia malah menyambut pagi dengan ringan hati.

Dia sampai di tempat kerja sebelum waktu sarapan pagi, dan setelah menghadapi ekspresi tidak senang Maou, ia pun berganti mengenakan seragam MgRonalds yang sudah mulai terbiasa ia pakai dan menuju aula utama....

"Selamat pagi, Saemi."

Kisaki yang kebetulan bersimpangan dengan Emi, menyapanya dengan sebuah senyum.

"Pa-pagi....."

Karena itu terlalu tiba-tiba, ekspresi Emi hanya bisa digambarkan dengan kata bingung.

"Yusa-san, mungkinkah masa pelatihanmu sudah selesai?"

"Eh?"

Karyawan wanita senior yang berbicara dengan Emi adalah seorang yang seangkatan dengan Maou dan Kawada, Ooki Akiko, dengan nama panggilan 'Aki-chan.'

"Kisaki-san barusan memanggilmu dengan nama panggilan, kan?"

"Itu nama panggilan?"

"Yeah."

Ucap Akiko dengan sebuah senyum seolah menganggapnya lucu.

"Ekspresi semua orang juga begitu pada awalnya, karena itu terlalu tiba-tiba, aku pun juga kaget."

"Oh....."

Saat Emi masih belum mengerti situasinya dengan baik, Kawada tiba-tiba juga muncul.

"Di restoran kita, ketika Kisaki-san memanggil seorang karyawan dengan sebuah nama panggilan, itu artinya karyawan tersebut sudah bisa bekerja secara mandiri, itulah persetujuan kita. Memangnya bagaimana dia memanggilmu?"

"Uh, erhm....."

Karena itu terlalu tiba-tiba, Emi tak bisa langsung mengingatnya.

"Itu sepertinya...... oh iya, dia memanggilku Saemi."

""Oohhhh.""

Setelah itu, Kawada dan Akiko nampak sangat kaget.

"Itu tipe yang langka ya."

"Hm, tapi kalau dipikir-pikir, nama lengkap Yusa-san kan terdiri dari empat suku kata, jadi daripada memisahkan nama depan dan nama belakangnya secara paksa, memang lebih mudah memanggilnya begini."

Emi merasa bingung melihat seniornya yang mulai berdiskusi soal penamaan yang tiba-tiba ini, tapi tak lama kemudian dia langsung merasakan perbedaan yang besar.

"Saemi, kualitas stok teh oolong kita turun hari ini, berhati-hatilah jangan sampai membuat kesalahan di jam-jam sibuk, paham?"

"Saemi, tolong bersihkan nomor 10."

"Saemi, ini kedua kalinya kau menempatkan nampan di arah yang salah hari ini, ketika sibuk kita memang lebih mudah membuat kesalahan, jadi berhatilah-hatilah."

Cara bicara Kisaki juga ikut berubah.

Sebelum hari ini, Kisaki selalu memanggil Emi dengan sebutan Yusa-san dan selalu menggunakan nada yang lebih lembut ketika memberikan perintah ataupun arahan, tapi sekarang, nadanya berubah seperti saat ia berbicara dengan Maou, Chiho ataupun Kawada.

Tapi meskipun nadanya berubah, perintah dan arahan Kisaki sama sekali tidak jadi serampangan ataupun tak masuk akal.

Emi pun menanyakan hal tersebut pada Akiko.

"Ah~ ini hanya kesimpulanku sendiri sih, tapi....."

Dengan kalimat pembuka itu, Akiko mulai menyuarakan pendapatnya,

"Dalam industri makanan dan minuman itu ada banyak tugas yang harus dikerjakan, kan? Karena itulah, beberapa orang ada yang mengundurkan diri selama masa pelatihan. Kisaki-san mungkin bersikap begitu untuk mencegah agar tidak memberikan kesan buruk selama periode waktu tersebut. Dibandingkan menjadi orang yang santai selama masa pelatihan, menjadi orang yang detail pasti akan memberikan kesan yang lebih baik."

Cara berpikir seperti itu memang sangat meyakinkan.

"Itu benar, aku tidak akan sadar kalau kau tidak menyebutkannya, dulu aku juga begitu."

Kawada mengingat hari-harinya sebagai pendatang baru dan mengangguk beberapa kali merespon pemikiran Akiko.

"Setahuku, orang terakhir yang bisa mendapatkan nama panggilan dengan sangat cepat adalah Chi-chan. Setelah masa pelatihan berakhir, bayaran perjam seharusnya lebih tinggi dari sebelumnya. Aku tidak boleh kalah."

Akiko tersenyum senang, tapi Emi malah merasa gugup.


XxxxX


Mulai hari itu, sekitar separuh jumlah karyawan mulai memanggil Emi dengan panggilan 'Saemi'.

Chiho dan Kawada nampaknya sudah terbiasa dengan cara lama mereka memanggil Emi, jadi mereka tetap memanggilnya Yusa-san.

Lalu....

“Tolong, bisakah seseorang pergi ke bawah dan memeriksa apa ada sikat pembersih cadangan, sikat yang ada di lantai dua sudah rusak jadi tak bisa digunakan.”

“Baik, aku akan mencarinya sekarang. Kalau ada, akan kubawa nanti.”

“Emi.... o-oh.”

Hanya Maou yang masih memanggil Emi seperti biasanya.

Mendengar jawaban Maou yang terasa berisi berbagai perasaan yang rumit lewat headphone, entah kenapa Emi malah tersenyum.

Meskipun sikap Maou terhadap Emi saat di dalam dan di luar restoran hampir sama, seperti sebelumnya, Emi dengan sengaja masih menghadapi Maou seperti bagaimana dia memperlakukan seorang senior.

Maou adalah salah satu veteran di antara para karyawan, jadi jika Emi memperlakukannya dengan sikap yang dia gunakan ketika tidak berada di restoran, pasti akan ada orang yang tidak menyukainya.

Mungkin karena ia mengetahui hal tersebut, Maou tidak pernah mengeluh soal sikap Emi, tapi entah kenapa dia seperti masih punya perasaan yang rumit mengenai masalah tersebut.

Ketika Emi pertama kali mulai bekerja, sebenarnya dia hanya setengah serius ketika memperlakukan Maou sebagai seorang senior. Meskipun dia merasa jengkel ketika Maou memanfaatkan kesempatan itu untuk bertingkah layaknya seorang senior, sejak malam itu, entah kenapa Emi bisa berinteraksi dengan Maou secara alami.

Atau lebih tepatnya, dia jadi bisa dengan jujur menghadapi Maou mengingat posisinya sebagai seorang junior.

“Uhohohoho.”

“A-ada apa Aki-chan?”

Melihat Emi mengikuti perintah Maou untuk mencari sikat pembersih cadangan, Akiko pun mengeluarkan tawa aneh dan membuat Kawada takut.

“Bukan apa-apa. Aku hanya merasa kalau Saemi sudah sangat terbiasa dengan tempat ini.”

Akiko juga mulai memanggil Emi dengan nama panggilannya.

“Di sisi lain, Maou-san akhir-akhir ini justru mulai bertingkah tidak seperti biasanya, ini sangat menarik.”

“Ah.... terkadang aku juga tidak bisa memahami mereka. Tapi rasanya akhir-akhir ini Yusa-san jadi lebih santai ya....”

Dari sudut pandang Kawada, sampai beberapa hari yang lalu, Emi nampak seperti memikul beban yang berat, tapi akhir-akhir ini, rasanya aura tegang itu seolah sudah lenyap.

“Maou-san, Chi-chan, dan Saemi, mereka itu sejak awal sudah berteman, kan? Apa Kawa-cchi  sadar, kalau Chi-chan juga jadi sedikit menarik belakangan ini?”

“Bagaimana bilangnya ya, entah kenapa aku merasa kalau kau punya pemikiran yang tidak-tidak.”

“Kawa-cchi harusnya juga bisa melihatnya, kan? Dan yah, beberapa hari ini, ketika Chi-chan melihat Maou-san dan Saemi berbicara, ekspresi wajahnya akan jadi sangat aneh.”

“Aneh bagaimana?”

“Awalnya dia akan menunjukan senyum keibuan gitu, lalu berubah menunjukan ekspresi bertanya-tanya seperti seorang ilmuwan yang penasaran akan sesuatu, dan kemudian dia akan berubah pucat seperti orang yang melihat hantu.”

“Ah....”

Kawada mengangguk menyetujui perkataan Akiko dan memperlihatkan tatapan kosong.

“Cepat atau lambat, Maa-kun pasti akan ditikam oleh seseorang dari belakang di jalanan yang gelap saat malam hari.”

“Benar, kan? Kau juga punya pemikiran yang sama denganku!”

Karena Kawada memiliki analisis yang sejalan dengan pemikirannya, Akiko pun terlihat mulai bersemangat.

“Aki-chan, Kawa-cchi, ada apa? Kalian berdua berhenti bergerak, lo.”

Kali ini, suara Kisaki terdengar dari headphone, membuat mereka berdua dengan panik kembali melanjutkan pekerjaannya.

Bahkan sebelum jam 10 pagi saja, 4 telepon preorder sudah mereka terima, memaksa restoran depan stasiun Hatagaya ini merasa sangat gugup.

Karena mereka perlu menginput datanya ke komputer, mereka harus menunggu sampai jam 10 lewat untuk menerima pesanan menu normal. Karena itulah, tugas pertama Emi ketika menjawab panggilan-panggilan itu adalah meminta maaf kepada para pelanggan mengenai masalah tersebut.

Tak lama setelahnya, jarum jam pun menujukan pukul 10 pagi, dan lima menit setelah operasi bisnis di dalam restoran beralih dari menu sarapan ke menu normal,

“Ada satu pesanan online.”

Mendengar suara Emi melalui headphone, para karyawan yang sedang tidak memiliki tugas pun menepuk tangannya secara refleks.

Kawada langsung membawa wadah hitam yang dibuat khusus untuk layanan Delivery, dia lalu memasang pelindung siku dan lutut untuk keselamatan, menjepit kunci Moped yang ada kartu plastiknya dan mengikatnya ke pinggang agar tidak hilang. Kemudian dia bergegas meninggalkan restoran untuk mengantar pesanan delivery pertama untuk hari ini.

Lima menit setelah Kawada meninggalkan restoran, datang lagi satu pesanan online, dan setelah pesanan itu...

“Terima kasih atas panggilan anda. Di sini MgRonalds depan stasiun Hatagaya, namaku Yusa!”

…..mereka akhirnya menerima pesanan via telepon mereka yang pertama.

“Maaf, boleh saya tahu alamat dan nomor telepon anda.... Baiklah, saya mengerti, kalau begitu izinkan saya mengkonfirmasi pesanan anda. Dua set Double Tsukimi Full Moon Burger, ya, kalau di waktu seperti sekarang ini......”

Emi yang sedang menelepon sambil memasukkan informasi si pelanggan ke dalam komputer dengan gerakan yang lihai pun, memberikan informasi melalui headphone-nya setelah mengkonfirmasi alamat si pemesan delivery online sebelumnya.

“Mereka berada di arah yang sama. Ini daerah Sasazuka area lima. Mereka hanya berjarak 5 menit.”

“Maa-kun, bisakah aku menyerahkan kedua pesanan ini padamu?”

“Baik.”

Kisaki membuat keputusannya berdasarkan informasi dari Emi, Maou juga menanggapinya dengan cepat.

Setelah menyiapkan kedua pesanan tersebut, Maou pun menempatkannya ke dalam wadah yang terpisah berdasarkan pesanannya.

“Apa kau tahu lokasinya?”

“Yeah, kurang lebih aku sudah tahu semua jalan di daerah sini. Ini nomor pelanggannya, kan?”

Setelah membaca kertas pesanan yang diberikan oleh Emi, Maou pun memeriksa peta yang berada di dinding.

“Di sini ya, karena ini terletak area lima, itu artinya nomor 11 di pesanan ini berada di bawah lereng.... dan nomor 21.... baik, tak masalah. Kalau terjadi sesuatu, aku akan menghubungimu lagi.”

“Baik, aku mengerti. Berhati-hatilah di jalan.”

“....... Oh.”

Memang dia merasakan perasaan aneh dari Emi yang mengantarnya pergi dengan senyum dan kata-kata yang begitu normal, tapi karena ini masih waktu bekerja, Maou tidak terlalu memikirkannya, jadi dia segera mengambil helmnya dan meninggalkan restoran.

Dari sudut matanya, Maou bisa merasakan Akiko melihat ke arahnya dengan sebuah senyum aneh, tapi dia mengabaikannya, berjalan keluar restoran dan menaiki Honda GYRO ROOF.

Setelah kuncinya dimasukkan dan mesinnya menyala, Moped pun menghasilkan suara mesin yang keras, yang mana sudah sering sekali Maou dengar di Ente Isla.

“Kita berangkat, Dullahan merah 1!”

Maou yang menamakan moped milik restoran dengan sebutan nomor 1 hingga nomor 3 seenak jidatnya, mengendarai kendaraan tersebut di jalanan Sasazuka dan Hatagaya.

“Ini lebih sedikit dari yang kita prediksi, ya.”

“Benar. Mengingat jumlah persiapan kita, sebenarnya tak masalah jika ada lebih banyak lagi, tapi yah mau bagaimana lagi.”

Emi dan Kisaki kini berada di counter lantai satu menangani pekerjaan yang biasanya.

Meskipun sekarang sudah lewat jam makan siang, mereka baru menerima 10 pesanan delivery.

Karena mereka sudah membuat persiapan yang sangat matang dan karena seluruh restoran sedang penuh dengan motivasi, jumlah ini terasa sedikit mengecewakan.

“Bukanlah hal yang bagus jika di hari pertama seperti ini, keterpurukan sudah mulai muncul, jadi kita anggap saja hari ini sebagai langkah membiasakan diri.”

Nampaknya Kisaki sudah menata perasaannya.

“Terutama karena hari ini memiliki cuaca yang bagus. Yah, memang ini adalah cuaca yang bagus untuk sebuah awal, tapi menurut statistik, jumlah pesanan justru akan meningkat ketika cuacanya buruk. Kemungkinan besar, ketika hujan turun di mana tidak banyak orang yang bekerja, pada saat itulah pengujian kualitas kita yang sesungguhnya akan dimulai.”

Meskipun cuacanya sangat cocok untuk sebuah awal, mendapatkan hasil yang kurang memuaskan dan terasa seperti membuang-buang waktu memang sangat ironis. Tapi mau bagaimana lagi.

Kali ini, setelah keluar mengantar pesanan yang kesepuluh, Maou kembali ke restoran lebih dulu dibandingkan Kawada yang mengantar pesanan kesembilan.

“Selamat datang kembali, Maa-kun, terima kasih atas kerja kerasnya.”

“Selamat datang kembali, apa kau punya komentar?”

“Sepertinya di sana ada acara kumpul-kumpul para siswa, dan karena aku tidak tahu siapa pemilik rumah itu, aku tak bisa komentar banyak soal pembelinya. Tapi jalanan di depan bangunan itu, meskipun sempit, arus lalu lintasnya sangat padat, kita perlu mencatatnya. Daripada berkendara lewat bagian depan bangunan tersebut, akan lebih aman kalau kita berhenti dan berjalan kaki ke sana.”

“Aku mengerti, akan kucatat kalau begitu.”

Agar semua orang bisa berbagi informasi soal pelanggan delivery dan keadaan geografis lokasi pelanggan, semua komentar soal layanan baru ini harus diinput secara manual, dan tepat ketika Emi bersiap mengetik 'Arus lalu lintas sedang sangat padat, perhatikanlah tempat parkir', ke komputer....

Telepon yang ada di restoran tiba-tiba berbunyi, ketiganya pun saling menatap satu sama lain.

“Terima kasih atas panggilan anda. Di sini MgRonalds depan stasiun Hatagaya, namaku adalah Yusa.”

Emi bergegas menuju komputer dan menjawabnya dengan lihai.

“Kawa-cchi belum kembali?”

“Dia pergi ke daerah pinggiran area delivery, di mana jalan kecil dan jalan satu arahnya lebih banyak.....”

Maou dan Kisaki mengobrol sembari melihat sisi wajah Emi.

“.... Ugh.”

Merasa kalau Emi sedang menahan napasnya, mereka berdua pun menoleh ke arah Emi di saat yang sama untuk memeriksa situasi. Emi yang sampai beberapa saat lalu selalu menanggapi pelanggan dengan senyum yang seolah bisa sampai ke pelanggan tersebut, kini menunjukan ekspresi kaku.

“.... Apa akhirnya kita mendapat telepon jahil?”

“Aku tidak yakin....”

Mereka memang belum mendapatkan telepon jahil ataupun menemukan lokasi pengiriman palsu, tapi saat mereka berdua berpikir kalau mungkin ini akan jadi masalah pertama mereka.....

“.... Baik, aku mengerti. Dua Big Mac Meals......”

Emi malah memproses pesanan tersebut menurut prosedur normal, dan membuat Maou bingung.

Kalau dipikir-pikir, karena dia pernah bekerja di layanan pelanggan sebelumnya, mustahil Emi akan goyah hanya karena telepon jahil. Jika memang demikian, sulit memahami kenapa dia bisa sampai terkejut begitu. Walaupun demikian, Emi tetap mencatat pesanannya, dan dari slipnya, pesanan tersebut memiliki total hampir 5000 yen.

“Apa kau baik-baik saja, Saemi. Kau terlihat pucat.”

Daripada mengingatkan Emi soal sikapnya, Kisaki nampak lebih khawatir dengan kondisi Emi, tapi Emi menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Aku baik-baik saja. Maou-san, Sasazuka area 10.”

“O-oh.”

Meski dia bilang kalau dia baik-baik saja, suara Emi terdengar sangat kaku, mungkinkah orang yang menelepon tadi mengatakan sesuatu yang aneh padanya?

Tapi setelah menghela napas, ia pun berbicara dengan suara yang hanya bisa didengar oleh Maou.

“Aku benar-benar baik-baik saja, tak usah khawatir.”

“Emi....”

“Aku akhirnya mendapatkan pengakuan dari Kisaki-san, aku harus bisa mengatasi hal semacam ini dengan senyuman. Maaf karena aku belum cukup dewasa.”

“Tidak, tak apa kok.... hm?”

Emi menyerahkan pesanannya kepada Maou.

Maou pun memeriksa alamat dan nomor telepon yang ada di sana, matanya terbelalak kaget.

Melihat alamatnya, Maou akhirnya tahu kenapa Emi menunjukan ekspresi semacam itu.

“Hey, ini kan...”

“Ini adalah pekerjaan, paham?”

Emi yang tahu apa yang akan Maou katakan selanjutnya, menggelengkan kepalanya dan menghentikan Maou.

“Maa-kun, pesanannya sudah siap. Cepat antar.”

“Ah, ba-baik.”

Suara Kisaki membuat Maou kembali tersadar.

“Hati-hati.”

Kata-kata yang Emi katakan sebelum Maou berangkat, sebenarnya di mana lokasi pengiriman pesanan tersebut?

Maou menaiki Dullahan merah 1, mengkaitkan tali helmnya, dan mulai menyalakan mesin dengan ekspresi tegang.

Lokasi pengiriman delivery yang kesebelas ini adalah kamar nomor 101 Villa Rosa Sasazuka.

Bahkan Maou pun tak bisa tersenyum ketika ia berangkat.

“Siapa sih yang tadi menelepon?”

Meski hal itu bisa disimpulkan dari ekspresi Emi, kalau dilihat dengan pemikiran positif, orang yang menelepon itu bisa saja ayah Emi yang memang tinggal di sana, Nord Justina. Tapi jika itu dia, Emi seharusnya tidak akan menunjukan ekspresi kaku seperti tadi.

“Huh, kalau dipikir-pikir, itu pasti Lailah. Sial, kami dijebak.”

Kalau sudah begini, entah kita harus menyebutnya pergi ke tempat kerja ataukah pulang ke rumah.

Selama Maou dan Emi masih bekerja di MgRonalds, mereka tentu harus merespon setiap permintaan layanan delivery dari 'pelanggan'.

Dan Villa Rosa Sasazuka berada dalam area layanan delivery MgRonalds depan stasiun Hatagaya.

“Oh, jadi ini toh jalur satu arah itu.”

Meskipun ini adalah jalur yang biasa ia lewati ketika berjalan ataupun bersepeda, ketika ia menaiki moped, pemandangannya terasa sangat berbeda.

Setelah berkendara di jarak yang sedikit lebih jauh dibanding biasanya, meski ini adalah tempat yang paling Maou kenal di Jepang, anehnya kali ini itu terasa sangat berbeda.

“Maou-sama? Ada apa?”

Ashiya yang kebetulan sedang berada di tangga, nampak sedikit terkejut ketika ia melihat Maou muncul dengan mengendarai moped.

“Apa kau melupakan sesuatu?”

“Aku sedang bekerja.”

Guna menemui si 'pembeli', Maou pun melepas helmnya dan menunjuk wadah yang ada di belakang moped.

“Pembelinya adalah Satou-san yang ada di kamar 101.”

“I-itu....”

Ashiya juga langsung mengetahui motif tersembunyi di balik pesanan ini.

“Malaikat sialan! Berani memanggil Maou-sama lewat telepon, sikap tak sopan pun harusnya ada batasnya!!”

“Yah aku memang dipanggil lewat telepon, tapi selama aku memakai seragam ini, ini adalah pekerjaan. Kami tidak boleh berbicara kasar kepada pelanggan, jadi mengertilah.”

“Ka-kalau begitu, izinkan kami membantu juga.....”

“Seperti yang kubilang, aku ini hanya mengantar burger, kenapa juga aku perlu bantuan? Aku hanya harus mengantar pesanan ini kepada pembeli, menerima uangnya, dan kembali ke restoran seperti sebelum-sebelumnya. Itu saja. Kau pun harusnya bersikap sesuai dengan posisimu. Yasudah kalau begitu, ini sudah hampir 10 menit semenjak aku meninggalkan restoran. Aku harus mengantarkan pesanan ini kepada pelanggan ketika mereka masih panas.”

“Maou-sama.... ugh... kau seharusnya memang tidak membiarkan manusia atau malaikat berada di sekelilingmu.... Maou-sama, berhati-hatilah terhadap tipuan apapun yang mungkin akan mereka gunakan!”

“Seperti yang kubilang sebelumnya, aku di sini hanya untuk mengantar burger.... lupakan deh, kalau kau memang khawatir, tetaplah di sini dan saksikan. Semuanya akan baik-baik saja, uh-hm.”

Maou pun membiarkan Ashiya yang khawatir untuk tetap bersiaga, dan setelah berdeham, ia langsung menekan bel pintu di kamar 101 tanpa ragu.

“Terima kasih sudah menunggu, MgRonalds Happy Delivery di sini.”

Setelah Maou memanggil orang yang ada di dalam sana dengan sikap yang professional....

“Oh, selamat datang.”

Tak disangka, orang yang membuka pintunya adalah Nord Justina.

Maou yang awalnya menyangka kalau yang akan keluar adalah Lailah ataupun Gabriel, merasa sedikit kecewa.

“Terima kasih sudah menunggu, ini minumannya. Lalu ini Big Mac Meal dan kentang gorengnya. Mereka masih panas, berhati-hatilah!”

“......kukira yang akan datang ke sini orang lain, atau malahan pesanannya ditolak.

“Asalkan syarat untuk layanan delivery terpenuhi, kami tidak akan menolaknya.”

Sedikit berbincang dengan pelanggan delivery sebenarnya juga merupakan bagian dari pekerjaan.

Ketika mereka pertama kali bertemu, kekakuan Nord dalam berbahasa Jepang hampir sama parahnya dengan Acies, tapi saat ini dia telah berkembang sampai-sampai keanehan tersebut tak lagi bisa dirasakan.

Entah apakah itu karena Nord punya lebih banyak kesempatan untuk berbicara dalam bahasa Jepang setelah bertemu dengan Emi, ataukah karena dia melewati semacam cara akselerasi setelah bertemu dengan Lailah.

Saat Maou memikirkan hal-hal itu, dia juga melirik apakah ada orang selain Nord di balik pintu tersebut. Tapi kamar nomor 101 sangatlah gelap dan sulit memastikan situasi di dalamnya.

“...Apa ada keluhan soal pesanannya?”

“Tidak ada, terima kasih.”

“Anda terlalu baik. Jadi total semuanya 4.530 yen.”

Tak ada yang mencurigakan dari uang 5.000 yen yang Nord keluarkan. Maou lalu mengeluarkan kembalian dari dalam kantong kecilnya dan menyerahkan kembalian tersebut kepada Nord bersamaan dengan tanda terima sekaligus order pesanannya.

“Terima kasih atas pesanannya. Jangan sungkan untuk memesan lagi.”

"Yeah."

Sampai selesai, apa yang terjadi di sana ternyata tidak terlalu berbeda dengan lokasi delivery lain, jadi Maou pun berniat segera menyudahi obrolannya.

"Oh iya."

Saat Maou membereskan tempat penghantaran pesanannya dan bersiap-siap untuk pergi.

"Maou-san."

".....iya?"

Maou hanya menolehkan kepalanya.

Ekspresi Nord masih tenang seperti biasanya.

"Aku ingin tanya soal selebaran ini."

"..... Ya, silakan."

Dari sudut matanya, Maou bisa melihat Ashiya yang terus menatapnya dengan gelisah, lalu setelah ia kembali menoleh ke arah Nord, pria paruh baya itu tiba-tiba menanyakan sebuah pertanyaan yang tak terduga,

"Di sini bilang kalau mereka masih membuka lowongan, apa mereka masih kekurangan orang?"

".......?"

Maou mengernyit, apa yang Nord rencanakan, mungkinkah dia berencana untuk melamar pekerjaan di MgRonalds depan stasiun Hatagaya?

"Aku pernah bekerja sebagai pengantar koran lama sekali, jadi aku sangat percaya diri mengenai kondisi jalanan. Selain itu, aku pasti bisa mendapat SIM moped dengan cepat. Bagaimana menurutmu?"

Kalau dipikir-pikir, pertama kalinya Maou bertemu dengan Nord, itu adalah saat mereka menaiki bis yang menuju Pusat Ujian Mengemudi, usai memikirkan kembali hal-hal tersebut, Maou pun menjawab setelah memilih kata-katanya dengan hati-hati.

"Sepertinya sih kami memang masih membuka lowongan, tapi hubungi saja dulu pihak restoran, lalu cari konfirmasinya dari manajer Kisaki."

"Begitu ya, aku mengerti, maaf sudah menghentikanmu."

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Terima kasih atas pesanannya."

Kali ini, Nord benar-benar menyudahi percakapan mereka dan menutup pintunya usai sedikit membungkuk.

Maou sama sekali tidak mengurangi kewaspadaannya bahkan ketika dia sedang bekerja, tapi lupakan soal Lailah ataupun Gabriel, dia bahkan tidak merasakan keberadaan Shiba ataupun Amane.

"Ma-Maou-sama."

Segera setelahnya, Ashiya berlari ke tempat Maou.

"Situasi ini benar-benar terasa seperti dijerat oleh seekor rubah. Pada akhirnya, tak ada yang terjadi."

"Tapi sepertinya tadi dia membicarakan soal lowongan pekerjaan?"

"Jika dia benar-benar datang melamar pekerjaan, situasinya pasti akan jadi sangat merepotkan..... Jujur saja, kita hanya bisa menyerahkan hal ini pada Kisaki-san, ini bukanlah sesuatu yang bisa kucampuri.... tidak, Nord mungkin tahu kalau aku tidak akan berbohong ketika aku sedang bekerja, tapi apa yang akan dia lakukan setelah bertanya padaku soal masalah yang berkaitan dengan pekerjaan ya?"

Jika Nord juga bekerja di MgRonalds depan stasiun Hatagaya, hubungannya dengan Emi pasti akan jadi sorotan. Melupakan masalah dengan Lailah untuk sejenak, Emi tetap sangat mengagumi ayahnya, jadi ini mungkin bisa jadi kesempatan mereka untuk berbicara. Tapi meski begitu, ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Maou. Dan jika Nord belum memiliki SIM, meskipun dia melamar kerja, kemungkinan besar dia tidak akan diterima.

"Huh, lupakan. Aku kan sedang bekerja."

"Maou-sama, bagamana kalau aku menginterogasinya......."

"Hentikan. Jika nanti terjadi konflik antar penghuni, pemilik kontrakan pasti akan langsung datang."

"Ugh...."

Ashiya menggeretakan giginya merasa frustasi, tapi Maou yang menasihatinya, entah kenapa juga merasakan perasaan aneh yang tak bisa dijelaskan.

"Entah kenapa rasanya aku seperti berjalan menuju perangkap orang lain."

"Tapi Maou-sama, tak peduli apapun yang mereka lakukan, kita hanya perlu bertingkah seolah kita tidak tahu apa-apa, kan? Selama kita tidak mengambil tindakan yang bisa menguntungkan mereka, seharusnya tidak akan ada masalah."

"Huh, benar juga."

Maou mengangguk, lalu dia kembali ke Dullahan merah 1 dan memakai helmnya.

"Apa kau juga ingin coba memesan? Walau kau menggunakan nomorku, itu juga akan tetap dianggap pesanan lo."

"Maaf, aku sudah menyiapkan bahan-bahan untuk makan siang besok."

"Ya baiklah. Tapi hey, jangan biarkan Emi menjajah dapur kita seperti kemarin. Itu sangat tidak baik untuk jantung."

Ketika dia mengingat apa yang terjadi malam itu, pandangan Maou seketika jadi kosong.

"Maaf Maou-sama. Aku tidak menyangka kalau dia akan memanfaatkan kesempatan ketika kami sedang tertidur untuk melakukan kekejaman semacam itu. Membiarkan Emilia menyentuh nasi kita, itu benar-benar kesalahan terbesar yang pernah kulakukan dalam hidupku....."

"Kekejaman..... tidak, tidak. Meskipun bentuknya jelek, rasanya sangat normal. Dan itu tidak beracun."

"Di situlah keanehannya. Emilia benar-benar membuat onigiri untuk Maou-sama, aku benar-benar tidak tahu apa yang dia rencanakan."

"Mungkin ada kerusakan dalam dirinya."

Maou tidak memberitahu siapapun soal apa yang terjadi pada malam itu, dan Emi mungkin juga tidak.

"Yah, tak ada masalah yang terjadi semenjak hari itu. Apa yang terjadi hari ini, anggap saja Nord tiba-tiba ingin makan makanan MgRonalds. Ya sudah, ini sudah saatnya aku kembali."

"Ah, benar, aku mengerti. Maaf sudah menahanmu. Berhati-hatilah di jalan!"

Ashiya dengan hormat mengantar keberangkatan Maou, dan Maou pun segera meninggalkan Villa Rosa Sasazuka.

Dalam perjalanan kembali ke restoran, Maou memikirkan kembali apa yang terjadi minggu lalu.

Semenjak Emi dan Chiho diserang oleh seseorang di kereta bawah tanah, tak ada satupun insiden yang terjadi.

Memang, 'kerusakan' yang dialami oleh Emi adalah sebuah insiden yang serius menurut sudut pandang Maou, tapi untungnya apa yang terjadi pada malam itu tidak diketahui oleh Alas Ramus ataupun Acies.

Emerada masih tinggal bersama Emi di Eifuku seperti sebelumnya. Sementara Shiba dan Amane juga tidak melakukan sesuatu yang berbeda..

Insiden yang terjadi di jalur kereta pada hari itu sepertinya memberikan pukulan keras terhadap Lailah. Selain melihatnya ada ke apartemen selang dua hari setelah Emi mengalami 'kerusakan', Maou sama sekali belum melihatnya lagi.

Saat itu, warna rambutnya masih berwarna ungu, tapi Maou tidak ingin tahu apa alasannya ataupun di mana dia tinggal.

“Bisa melewati hari demi hari dengan aman adalah apa yang terpenting.”

Di antara suara mesin yang berisik, Maou menggumamkan hal tersebut.

Ketika Maou sampai di restoran, dia langsung mendapati Emi dan Chiho sedang menunggunya dengan ekspresi cemas.

“Maou-san.”

Chiho langsung menuju ke arah Maou dan menatap wajahnya.

“Apa kau baik-baik saja? Kudengar dari Yusa-san kalau kau mengantar pesanan ke kamar 101.”

“Urusan apa yang ayahku miliki denganmu?”

Emi juga bertanya dengan tegang.

“Uh, soal itu.....”

Maou pun meringkas apa yang terjadi di Villa Rosa Sasazuka secara singkat.

“Singkatnya, selain Nord yang bertanya padaku soal pekerjaan, tak ada apapun yang aneh. Aku sebenarnya sudah siap dikepung oleh Lailah dan Gabriel, lalu tak bisa kembali. Emi, telepon yang kau terima itu, apa itu dari Nord?”

“.... Yeah.”

“Ekspresimu sangat tegang. Karena ekpresimu yang berlebihan itulah yang membuatku sangat waspada.”

“Sebaiknya jelaskan apa yang kau maksud dengan berlebihan!!”

Usai memprotes pemilihan kata-kata Maou, Emi pun berbicara dengan gelisah, “Aku hanya kepikiran karena dia memesan terlalu banyak jika hanya untuk dimakan satu orang, jadi kupikir Lailah pasti ada di sana. Lalu nada bicaraku jadi kaku tanpa kusadari....”

“Itu memang sangat banyak.”

Berdasarkan rata-rata pesanan pelanggan MgRonalds, 4.530 yen adalah jumlah yang sangat banyak.

Bahkan Sariel yang datang setiap hari untuk membeli makanan 3 kali sehari demi mendapat penilaian baik dari Kisaki saja, hanya menghabiskan 3.000 yen saja setiap kali dia memesan.

“Dan itu adalah menu lengkap, itu mungkin ada 7 porsi.”

Total biaya pengantaran pesanan tersebut sudah termasuk biaya transportasi, tapi jumlah yang Nord habiskan untuk pesanan itu saja kira-kira adalah sekitar 4.200 yen.

“Dia bukan Acies, bisakah Nord memakan makanan sebanyak itu sendirian?”

“Mungkin dia berencana memakannya bersama dengan Acies-chan.”

“Sulit bilang begitu. Acies mungkin tidak ingin masuk ke kamar yang bisa saja ada malaikat di dalamnya, kan?”

“Tapi bukankah dia tinggal di rumah Shiba-san bersama dengan Gabriel?”

“Itu pasti karena kemampuan si pemilik kontrakan.... oh iya, kemarin Acies membuat Suzuki Rika membayar makan malam yang sangat mahal, apa kau tahu?”

“Apa yang terjadi? Aku tidak mendengarnya.”

Begitu Emi mendengar nama Rika, dia pun langsung bertanya dengan wajah serius.

“Dia membantu Acies membayar 40 ala carte hamburger dan 4 gelas minuman.”

Jumlah itu benar-benar membuat Chiho dan Emi tercengang.

“Aku harus minta maaf padanya nanti..... sejak awal kan aku tidak ingin melibatkan Rika ke dalam masalah Ente Isla.”

“Sudah telat kau bilang begitu, dan 40 hamburger itu bukanlah termasuk kerugian akibat konflik Ente Isla, kan?”

“Ahaha. Tapi Acies-chan memang hebat. Aku tak bisa membayangkan seperti apa 40 hamburger itu.”

Begitu mereka membicarakan Acies, suasana tegang tadi pun perlahan mulai menghilang.

“Huh, padahal aku sudah sangat waspada, tapi pada akhirnya tak ada yang terjadi. Sudah sudah, sekarang waktunya kembali bekerja.”

“Baik!”

“Benar juga.... ah!”

Bahkan sebelum Emi bisa menyelasaikan kalimatnya, suara dering tiba-tiba terdengar dari headphone-nya. Emi pun dengan cepat langsung menuju komputer yang digunakan untuk memasukan data delivery.

“Terima kasih sudah menunggu. Di sini MgRonalds depan stasiun Hatagaya..... wah!”

Emi yang sedang berbicara, tiba-tiba tersentak seperti dikagetkan oleh sesuatu.

Dia kemudian menoleh ke arah Maou dan Chiho, lalu dengan enggan kembali fokus pada suara yang ada di headphone-nya.

“.... Ya, ya, kamilah yang seharusnya senang karena anda mau repot-repot menghubungi kami, ya......”

““Apa?””

Chiho yang tidak bisa menebak siapa yang sedang berbicara dengan Emi, hanya bisa bertukar pandang dengan Maou.

“Ya, itu benar. Tapi sejujurnya, menambah biaya transport di jarak seperti ini itu benar-benar tidak bagus, akan lebih baik kalau anda datang langsung ke restoran.... ah, tak apa, kau bilang..... aku mengerti..... eh? Memilih orang yang mengantar pesanannya? Erhm, restoran kami tidak menyediakan hal semacam itu, kami mungkin akan butuh waktu untuk mengkonfirmasi hal ini, bisakah anda menunggu sebentar?”

Emi menahan teleponnya sementara dengan ekspresi sangat lelah, lantas mengganti headphone-nya dengan alat komunikasi di dalam restoran.

“Kisaki-san, manager Sarue dari Sentucky barusan menelepon.”

““Eh?””

Maou dan Chiho memekik bersamaan ketika mendengar suara Emi dari headphone. 

“.... Sarue ya, apa yang dia inginkan?”

Kisaki yang saat ini berada di lantai dua MdCafe karena tadi Maou sedang keluar mengantar pesanan, menanyakan hal tersebut dengan heran.

“Erhm.... dia ingin menggunakan layanan delivery.”

“Serius?”

Tanya Kisaki dengan kaget, dan tidak hanya Maou dan Chiho, pertanyaan yang sama juga muncul di benak semua karyawan. 

Restoran lain di daerah industri yang sama, yang mana bisa dicapai dalam waktu kurang dari 10 detik berjalan, memang tetaplah pelanggan dalam area delivery mereka.

“Lalu? Kalau dia mau membayar biaya transportasi di jarak ini, kupikir tak masalah. Tapi, kalau Saemi sampai menanyakan hal ini padaku, mungkinkah dia ingin aku yang mengantarkannya?”

“..... Itu benar.”

“......... Huuuh.”

Semua karyawan mendengarkan helaan napas panjang Kisaki dengan gugup.

“Mau bagaimana lagi, akan kuanggap ini sebagai caraku menyapanya karena kami sedang memperkenalkan sebuah layanan baru, karena seberang jalan sana juga merupakan area industri, mungkin di sana juga bisa jadi basis pelanggan yang potensial.... meskipun normalnya itu mustahil.”

Sangatlah wajar untuk mengatakan hal tersebut.

“Bilang pada Sarue.... tidak, bilang pada pelanggan itu kalau aku akan pergi ke sana. Dan apa Maa-kun sudah kembali?”

“Ah, ya!”

Maou yang tiba-tiba dipanggi pun, berteriak lantang ke arah lantai dua.

“Baiklah kalau begitu, aku serahkan lantai dua padamu dan Chi-chan.”

“““Baik!”””

Ucap Maou, Chiho, dan Emi secara bersamaan.

“Terima kasih sudah menunggu. Kisaki-san akan pergi ke sana, baik, izinkan aku mengkonfirmasi pesanan anda........ erhm, maaf, tolong pesan dalam jumlah yang bisa dibawa sendiri oleh Kisaki-san .”

Sariel pasti sangat senang di sana.

Emi pun memasukkan jumlah pesanan sambil mengangguk, perlahan jumlah totalnya semakin meningkat.

“Apa orang itu ingin aku ditindih hamburger dan cola sebanyak ini?”

Kisaki yang datang dari lantai dua pun, menundukan kepalanya setelah melihat pesanan itu.

Jumlah pesanan itu hampir mendekati 10.000 yen, dan kira-kira dibutuhkan waktu 20 menit untuk membuat pesanan itu bahkan di jarak yang bisa dibilang sangat dekat.

“Yah, sudah ada orang yang menghabiskan makanan sebanyak itu kemarin, jadi kurasa ini tidak terlalu aneh.”

“Aku harap Sariel-san tidak jadi gemuk lagi... apa dia berencana memakan semua itu sendirian?”

“Entahlah, tapi mungkin dia tidak akan sampai memaksa pegawai Sentucky untuk memakan makanan MgRonalds. Pelecehan semacam itu rasanya terlalu parah.”

Baru kali inilah, sikap aneh Sariel memberikan sedikit rasa santai di hati Maou.

Hari pertama MgRonalds depan stasiun Hatagaya memperkenalkan layanan delivery berakhir dengan sangat stabil. Jumlah total pesanan delivery adalah 30. Termasuk pesanan Nord dan Sariel, 12 dari 30 total delivery tersebut dibuat melalui panggilan telepon, menunjukan bahwa prediksi Kisaki adalah benar.

Perjalanan untuk setiap pengantaran pesanan membutuhkan waktu rata-rata 20 menit, untuk minggu-minggu ke depannya, mereka mungkin sudah bisa mengalokasikan tenaga kerja berdasarkan data di hari pertama ini.

Kesulitan yang akan mereka hadapi nantinya mungkin adalah cuaca buruk, juga apa yang perlu mereka lakukan ketika Maou, Kawada, dan Emi, yang merupakan inti layanan delivery di hari pertama, tidak memiliki jadwal shift.

"Ah.... Aku tidak ingin mengatakannya, tapi terus menerus melakukan sesuatu yang belum terbiasa itu benar-benar melelahkan ya."

"Kalau aku, karena aku sudah lama tidak bertugas mengangkat telepon, pundakku jadi sakit, yah soalnya aku terlalu tegang sih."

Maou dan Emi yang telah menyelesaikan pekerjaannya, melakukan peregangan otot bersama di tengah jalan yang sepi.

"Sudah lama sekali aku tidak melihat orang sebegitu banyaknya di jam segini. Tapi, begitu kita kehilangan Kouta, pekerjaan kita mungkin akan jadi sangat ketat."

"Kouta itu maksudnya Nakayama-san, kan? Apa dia mau mengundurkan diri?"

Seorang siswa SMA seperti Chiho memang harus sudah selesai bekerja di jam 10 malam, tapi karena hari ini adalah hari pertama mereka memperlakukan layanan delivery, jam kerja Kisaki, Maou, Kawada, Akiko, Emi, dan Nakayama Koutarou, diatur selesai di 30 menit sebelum waktu penutupan ketika mereka tidak lagi menerima pesanan, yang artinya adalah jam 11:30 malam.

"Dia ingin mencari pekerjaan tetap. Kita tidak boleh memaksa seorang pemuda yang punya masa depan untuk terus bekerja paruh waktu, kan? Dia adalah seseorang yang sudah bekerja sama denganku semenjak aku bergabung hingga saat ini. Dia benar-benar bisa diandalkan, jadi semuanya merasa kalau kehilangan Kouta adalah kerugian yang besar."

"Lalu bagaimana dengan Kawada-san? Seingatku mereka sebaya."

"Kawa-cchi rencananya akan mengambil alih bisnis keluarga, jadi dia tidak akan keluar saat masih kuliah begini. Meskipun aku merasa kalau dia bisa menempuh jalan lain sih...... Ya sudah kalau begitu, hati-hati di jalan.......... Hey?"

Saat Maou hendak mendorong Dullahan 2 keluar dari tempat parkir....

"Apa yang kau lakukan?"

Emi menarik tas Maou, membuatnya berhenti dengan wajah kaku.

"Aku mau pergi ke tempat Bell untuk menjemput Alas Ramus, jadi ayo kita pulang bersama."

".... Apa kerusakanmu kumat lagi?"

Meskipun ekspresi di wajah Maou nampak sangat tidak senang, Emi terlihat tidak terpengaruh sama sekali.

"Melihat kita berdua pulang bersama, Alas Ramus juga pasti akan senang, kan?"

Ada apa dengan Emi akhir-akhir ini?

Ini bukan lagi hanya sekedar melembutkan sikapnya.

Semenjak malam yang mengerikan itu, Emi nampak berubah dan mulai menunjukan berbagai ekspresi di hadapan Maou. Beberapa hari ini, Maou bahkan sudah tidak lagi melihat Emi menunjukan sikap songong terhadapnya.

Malahan ketika dia datang ke apartemen tadi pagi untuk menyerahkan Alas Ramus kepada Suzuno, dia menunjukan tingkah dan ekspresi yang terlihat sangat bahagia, dan membuat penghuni Kastil Raja Iblis merasa sangat bingung.

Maou tidak tahu apakah Chiho merasakan perubahan itu pada diri Emi.

Chiho yang selalu berharap kalau Maou dan Emi bisa akrab, mungkin akan merasa khawatir melihat Emi mampu mencapai hal itu atas keinginannya sendiri.

Tapi bagi Maou yang tidak tahu alasan Emi ataupun titik baliknya melakukan hal ini, dia benar-benar tidak bisa berkompromi dengan Emi dan memperpendek jarak di antara mereka seperti yang dia lakukan dengan Suzuno di Ente Isla.

Mengabaikan alasannya, Emi yang ingin pulang bersama Maou pada dasarnya bukan Emi banget.

"Jam segini seharusnya dia sudah tidur, kan...... Hm?"

Maou melihat HPnya dengan suram, dan mendapati layar di belakang HPnya menunjukan tanda bahwa ia menerima pesan baru.

"Ini Chi-chan dan.... siapa, siapa ini?"

Pesan itu datang dari nomor yang belum pernah Maou simpan sebelumnya.

Isinya hanya satu kalimat.

'Segeralah pulang setelah pekerjaanmu selesai.'

Begitulah kalimatnya.

"Hey Emi, pesan ini sepertinya juga dikirimkan padamu."

"Aku tahu. Aku baru saja melihatnya."

Angguk Emi dengan wajah kaku.

"Apa kau tahu siapa ini?"

"Aku tidak tahu, tapi walaupun aku tidak tahu......"

Maou entah kenapa merasa pernah melihat nomor ini sebelumnya.

Meskipun itu adalah sesuatu yang terjadi dulu sekali, dia menerima pesan dari nomor tersebut bersamaan dengan pesan milik Chiho.

"Huft, tidak banyak orang yang bisa mengirimkan pesan seperti ini kepada kita."

"Benar sekali."

".... Apa kau baik-baik saja?"

Tanya Maou, dia menatap ke arah Emi yang menyimpan HPnya ke dalam tas dengan ekspresi rumit.

Dia khawatir apakah Emi punya kekuatan untuk menghadapi si pemgirim pesan ini, yang mana kemungkinan besar sudah menunggu mereka di apartemen.

"Jangan khawatir, aku tidak berencana untuk membiarkanmu melihat sisi menyedihkanku lagi."

Meskipun rasanya kata-kata itu sedikit dipaksakan, Emi tetap mengangguk dengan mantap, "Jika yang menunggu kita di sana adalah sesuatu yang konyol, aku benar-benar tidak akan melepaskan mereka kali ini."

"Jangan paksakan dirimu."

"Ya ampun, aku tidak menyangka kau juga bisa mengatakan kata-kata manis seperti itu. Bukankah kau hanya mengatakan kata-kata itu pada orang yang lemah?"

"Jangan bawel dengan pemilihan kata-kataku, aku hanya takut kau tidak bisa bangkit setelah terjatuh dan malah memberiku masalah."

Menghadapi tekad bulat Emi, Maou membalasnya dengan sebuah seringai.

"Yah meski kita tidak tahu siapa pengirim pesan ini, ayo pulang.  Kali ini, aku juga ingin sedikit berkompromi, jadi kita jalan pelan-pelan saja."

"Ide bagus. Haruskah kita mampir ke minimarket dan membeli Oden?"

Sembari melakukan obrolan yang tidak terdengar seperti obrolan antara Raja Iblis dan Pahlawan, tidak, lebih tepatnya obrolan yang tidak seperti antara Maou dan Emi, mereka berdua berjalan menuju Villa Rosa Sasazuka.

Mendengarkan suara gemerincing rantai Dullahan 2, Emi pun mendongak dan membuka mulutnya, "Oh iya, apa isi pesan Chiho? Aku tidak menerimanya."

"Intinya sih sama."

"Eh?"

Maou tidak menoleh ke arah Emi yang terkejut, dan hanya terus menatap ke depan.

"Sepertinya dia ikut menunggu kita di apartemen."

---End---





Translator : Zhi End Translation...

Previous
Next Post »
0 Komentar