Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 4 (Part 2) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 4 : Raja Iblis Dan Pahlawan,  Menghadapi Sebuah Kesepakatan -2




Chapter 4 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Menghadapi Sebuah Kesepakatan.

"Hey hey, ini sungguh penyambutan yang meriah."

Orang-orang yang menunggu kepulangan Maou dan Emi di halaman Villa Rosa Sasazuka adalah Chiho, Ashiya, Suzuno, Emerada, Amane, Acies, Alas Ramus, Gabriel, Nord dan Shiba.

Urushihara adalah satu-satunya orang yang mengungsi ke pojok halaman kemungkinan karena takut dengan Shiba, tapi sebagian orang yang terlibat dengan Villa Rosa Sasazuka telah berkumpul di sini.

"Chi-chan, apa tak masalah kau berada di sini selarut ini?"

"Akulah yang meminta Sasaki-san untuk datang."

".... Kau, pemilik kontrakan?"

Kenapa Shiba secara khusus meminta Chiho untuk datang?

"Kau tidak perlu khawatir dengan masalah keluarganya, dengan arahan Mi-chan, aku sudah mengatur situasi di mana Sasaki Chiho tidak akan dimarahi."

"Jika sesuatu terjadi pada orang tua Chiho,  aku pasti akan membunuhmu, Gabriel."

Acies, berdiri di samping Amane, memelototi Gabriel yang bersikap sangat santai.

"Pemilik kontrakan, apa kau yang mengirim pesan tadi?"

"Ya benar, aku juga mengirim pesan yang sama pada Yusa-san."

"Aku tidak ingat pernah memberimu alamat emailku, dan......"

Maou memicingkan matanya dan menatap ke arah Shiba.

"Dulu, kau juga pernah mengirimiku pesan, kan?"

"Benar sekali." Jawab Shiba pendek.

Saat Urushihara belum berada di Sasazuka dan ketika Chiho belum mengetahui kebenaran soal Maou dan yang lainnya, Maou pernah menerima sebuah pesan peringatan misterius.

Isinya mengatakan kalau kekacauan lain akan terus terjadi.

"Sasaki Chiho-san sepertinya bisa menggunakan Idea Link dengan HPnya sebagai medium, aku hanya melakukan hal yang sedikit mirip. Aku sudah menghubungi Sephirah lain pada waktu itu, tapi tak ada siapapun yang punya waktu untuk menangani hal ini, dan aku harus mengawasi seluruh Jepang sendirian, jadi aku tidak punya pilihan lain selain menggunakan cara itu."

"Hal ini kau lakukan dalam kondisi di mana kau sudah tahu kalau kami berasal dari Ente Isla, kan?"

Maou menghela napas pelan.

Itu artinya Shiba sudah mulai mengejar eksistensi di belakang Maou dan Emi sejak dulu sekali.

"Lalu, kenapa kau menyambut kami dengan sangat meriah begini?"

"Situasinya sudah berubah."

Yang menjawab pertanyaan Maou adalah Amane.

"Aku dan bibi Mi-chan sudah tidak bisa lagi berada di pihakmu."

"Apa yang terjadi?"

"Kau akan tahu begitu kau masuk."

Amane menunjuk ke arah kamar 101.

"Kami harus meminta kau dan Yusa-chan untuk mendengar apa yang ingin dikatakan wanita itu."

"Dan jika kami menolak?"

"Maka aku dan bibi Mi-chan akan mengumpulkan anggota keluarga kami dan tanpa ampun mengusir kalian yang bisa saja membahayakan Bumi."

Nada bicara Amane terdengar serius.

"Dan sebaliknya, jika kalian bersedia menunda tidur kalian dan masuk ke kamar 101 untuk mendengarnya, kami tidak akan melakukan apa-apa. Yah, anggap saja ini sebagai tanggal pembaharuan kontrak sewa."

"Yang akan berbicara adalah kalian."

Maou mengernyitkan dahinya dan menjawab sambil mengangkat bahunya.

"Kami hanya perlu mendengarkan, benar?"

"Tepat sekali. Iya kan, bibi?"

"Yeah."

Shiba mengangguk menanggapi pertanyaan Amane.

"Dia juga memikul dunia dengan caranya sendiri, karena itulah seharusnya dia tidak akan membuat kesalahan lagi kali ini."

"Menapaki jalan yang salah bahkan ketika memikul beban yang berat, aku sama sekali tidak ingin memujinya."

Gumam Maou, dia kemudian menepuk pundak Emi yang berada di sampingnya.

"Kita masuk."

".....Yeah."

Meskipun ekspresi Emi terlihat kaku, bahaya yang dia pancarkan di kamar rumah sakit Urushihara kini sudah tidak lagi terasa.

"Maou-san, Yusa-san."

"Maou-sama, berhati-hatilah."

"Anggap ini sebagai permohonan dariku, pokoknya jangan biarkan situasinya berkembang ke titik di mana aku harus bekerja, paham?"

"Raja Iblis, Emilia, jika situasinya bertentangan dengan apa yang ada di hati kalian, jangan dengarkan lagi!"

Ucap Suzuno, Ashiya, Urushihara dan Suzuno secara bergantian.

"Papa....."

Alas Ramus, digendong oleh Suzuno, mengatakan sesuatu yang aneh.

"Papa tidak boleh.... memarahi orang lain, ya."

Apa yang Alas Ramus takutkan?

Alas Ramus seharusnya sudah mengerti kalau Emi memiliki sikap yang keras terhadap Lailah, tapi sepertinya dia tidak khawatir mengenai hal itu.

Pokoknya, begitu mereka membuka pintu itu, mereka akan mengerti semuanya.

Maou menggenggam knop pintu kamar 101 yang baru saja dia lihat tadi pagi, dan di balik pintu tersebut, dia melihat lampu yang menyala,

Selain itu.....

"Ap...."

"I-ini......."

Pemandangan yang ada di sana sama sekali bukan seperti apa yang diduga oleh Maou dan Emi.

"Maafkan aku sudah memanggil kalian berdua di jam selarut ini, silakan masuk dan duduklah dulu."

Maou dan Emi sama sekali tidak mendengar instruksi Lailah dan hanya diam berdiri di beranda.

Mereka sudah menduga kalau Lailah sedang menunggu mereka di kamar 101, bahkan jika rambutnya masih berwarna ungu, itu bukanlah hal yang harus dikhawatirkan.

Masalahnya adalah anak laki-laki kecil yang tertidur di futon sebelah Lailah.

Maou dan Emi mengenali anak itu, anak yang memiliki sedikit rambut berwarna merah di antara rambut hitamnya yang lebat.

Tapi penampilan anak itu benar-benar berbeda dari apa yang mereka ingat.

Warna kulitnya berubah menjadi coklat gelap.

Itu tidak seperti terbakar matahari. Seperti logam yang terendam di dalam air untuk waktu yang sangat lama, sebuah lapisan yang terlihat seperti karat kini menutupi seluruh tubuhnya.

Satu-satunya area yang masih memiliki warna yang sama seperti yang mereka ingat hanyalah tangan kanannya yang tidak tertutupi oleh futon.

"Iron.....?"

Maou memanggail nama anak yang tertidur di futon tersebut.

Perwujudan dari Sephirah 'Geburah', Iron.

Pertama kali Maou bertemu dengannya adalah saat seorang kepala suku Malebranche muncul di Jepang dan membawanya. Ashiya juga pernah melihat Camael dan Raguel memberi perintah kepadanya.

Tapi ketika Maou bertarung dengan para malaikat di Afashan, dia sama sekali tidak melihat tanda-tanda keberadaan Iron, dan setelah mengalahkan para malaikat itu, tak ada yang tahu keberadaannya sama sekali.

"Amane-san dan Shiba-san menemukannya siang tadi."

Kata-kata Lailah langsung membuat Maou mengamati kamar 101 seolah menyadari sesuatu, dan di pojok kamar, Maou menemukan kantong bungkus MgRonalds kosong yang dia antar siang tadi, yang mana sudah dibereskan dan diletakkan ke dalam tempat sampah.

"Itu benar. Aku memintanya untuk memesan makanan, itu adalah untuk anak ini."

"Dia terlihat sangat lemah. Kau membiarkan anak yang sedang dalam kondisi begini memakan makanan siap saji?"

Tidaklah aneh bagi Maou jika ia terdengar seperti menegur, tapi ekspresi Lailah tidak goyah sedikitpun.

"Acies dan Alas Ramus sangat suka memakannya. Bahkan, mereka berdua sangat merekomendasikan makanan itu, jadi karena anak-anak Sephirah bilang begitu, kupikir takkan ada masalah."

"Meski begitu, efek yang akan terjadi pada tubuhnya setelah makan sebegitu banyaknya......"

"Dan dia tidaklah lemah. Meskipun dia kehabisan tenaga karena bertarung dengan Amane-san, alasan keadaannya yang sekarang ini adalah karena dia makan terlalu banyak. Apalagi dia memakan semua pesanan itu sendirian."

""Eeeehh???""

Menanggapi hal tersebut, Maou dan Emi yang tahu jumlah pesanan Nord, langsung memekik bersamaan.

"Apa semua Sephirah itu rakus? Mungkinkah ketika besar nanti Alas Ramus juga akan......"

"Hal seperti itu tidak boleh terjadi!! Dan sekarang itu bukanlah hal yang penting! Sebenarnya ada urusan apa kau dengan kami?"

Meskipun sedikit terguncang ketika memikirkan masa depan Alas Ramus, Emi tetap berteriak untuk menyadarkan Maou yang sedang syok.

"Kami masih harus bekerja besok, jika ada yang ingin kau katakan, cepat katakan!"

Lailah nampak cukup terguncang oleh nada tegas Emi, ia pun langsung mengangguk dengan wajah gelisah.

"Ketika membicarakan soal diriku, tak bisa dipingkiri kalau kita juga harus membicarakan anak ini..... Emilia."

Lailah memanggil nama putrinya dengan suara yang lemah dan serak.

"Jangan sebut namaku seenaknya!"

Si anak yang merasakan emosi tersebut, langsung menyela ibunya.

Lailah pun menghela napas seolah merasa kesepian, dia kemudian mengelus rambut Iron.

"Identitas sebenarnya dari bayangan hitam yang menyerang kereta yang kau dan Chiho-san naiki di Jalur Fukutoshin, adalah anak ini."

""!!!!!!""

Maou dan Emi menahan napas mereka bersamaan.

"Satan, anak ini kabur ketika kau sedang mencoba menyelesaikan masalah di Afashan, dikarenakan ia tidak ingin bertarung dengan Alas Ramus. Meski dia mengikuti para malaikat itu atas keinginannya sendiri, dia tidak mau jika dia harus bertarung dengan rekan sesama Sephirah. Jadi dia kabur. Yah meskipun tidak banyak, ada beberapa orang yang tahu soal anak ini di Jepang."

"Itu sangat menyedihkan. Apa dia tidak tertangkap oleh jaring yang dipasang oleh si pemilik kontrakan?"

"Shiba-san dengan cepat bisa menyadari kedatangan Iron. Akan tetapi, Iron sudah mulai bermutasi, jadi sangat sulit membaca pergerakannya. Emilia, bayangan hitam yang kau lihat, adalah keadaan Sephirah yang hilang kendali setelah melupakan tugas mereka untuk melindungi dunia. Karakteristik logam yang dimiliki Geburah tercurah keluar, dan hasilnya dia memiliki tubuh yany cukup keras untuk menahan pedang suci. Untungnya, bahkan ketika kesadarannya terus terkikis oleh karakteristik logam tersebut, dia masih terpengaruh oleh reaksi Sephirah lain di dekatnya."

"..... Jadi, anak yang terlihat seperti tokoh komik Amerika ini, ada kaitan apa antara dia dengan apa yang ingin kau katakan?"

"Apa kau tidak tahu?"

Ucap Lailah dengan sedih.

"Alas Ramus dan Acies bisa saja berakhir seperti Iron."

Jika mereka mengerti situasi Sephirah di Ente Isla, mereka mungkin bisa menerima kata-kata Lailah, tapi Maou tidak percaya begitu saja.

"Emi dan aku sudah menjadi apa yang disebut dengan 'Yadorigi', kan? Meski begitu, apa Alas Ramus dan Acies tetap akan berakhir seperti Iron?"

"Sephirah yang telah memilih seorang Yadorigi memang lebih stabil, namun, begitu Yadorigi itu tidak bisa menggunakan kekuatannya atau si Yadorigi itu mati, mereka pasti akan sendirian lagi. Selain itu, mereka juga bisa meninggalkan Yadorigi atas keinginan mereka sendiri, jadi tidaklah mustahil jikalau mereka berakhir menjadi seperti Iron. Pengetahuan yang bisa membimbing anak-anak ini masih belum terlahir di dunia mereka."

Istilah yang sulit pun mulai bermunculan, tapi Maou tetap mengabaikannya dan terus bertanya.

"... Jadi, kau ingin bilang, jika kami tidak ingin Alas Ramus dan yang lainnya menjadi seperti itu, kami harus bertindak sesuai perkataanmu, gitu?"

Lailah menggelengkan kepalanya menanggapi kata-kata Maou.

"Meskipun cara penyampaiannya berbeda, jikalau aku mengatakan  hal yang sama seperti sebelumnya, kalian pasti akan tetap mengabaikanku. Satan, Emilia, sebenarnya aku berencana memanfaatkan cinta kalian terhadap Yesod, dan kupikir itu adalah hal yang wajar."

Lailah menegakkan posturnya, menatap mata mereka berdua dan mengatakan,

"Jadi, hari ini aku tidak berniat meminta kalian untuk mendengarkanku. Aku hanya ingin mempercayakan sebuah 'pekerjaan' pada kalian."

""Pekerjaan??""

Lailah menggelengkan kepalanya dan mengambil sebuah kertas A4 yang sudah ia siapkan sebelumnya.

"Ini adalah gambaran rencana bisnis, aturan pemberian hadiah, dan isi kontrak."

Maou dan Emi akhirnya saling menatap satu sama lain.

Saat ini, ketika Lailah sedang duduk formal di hadapan mereka dengan mantap, mereka tidak bisa lagi merasakan kenaifan yang ditunjukan Lailah di kamar rumah sakit Urushihara.

"Aku hanya ingin mempercayakan satu hal pada kalian. Bersama denganku, aku harap kalian bisa mengembalikan Ente Isla ke kondisi yang semestinya. Aku janji, aku pasti akan memberi kalian bayaran yang pantas dan tidak akan merusak kondisi kalian saat ini."

"A-apa yang kau bicarakan?"

"Tentu saja, kalian tidak harus berjanji sekarang. Tidak, malahan, aku berharap kalian tidak berjanji lebih dulu, aku ingin melakukan negoisiasi sampai syarat yang akan memuaskan kalian berdua terpenuhi. Tentu saja, jika kalian tidak puas dengan syarat yang kuajukan, tak masalah kalau kalian ingin menolaknya."

Maou dan Emi tahu betul bahwa, tekad di dalam kata-kata Lailah sangat berbeda dibandingkan sebelumnya. 

".... Lalu, jika kami memilih untuk menolak, apa yang akan kau lakukan?"

Lailah menggelengkan kepalanya menanggapi suara gemetar Emi.

"Jika kalian tidak bersedia menerimanya, maka kalian tak perlu peduli dengan apa yang akan terjadi setelahnya. Mengatakan hal ini memang terdengar sedikit menyindir, tapi kalian seharusnya tidak punya waktu untuk mempedulikan apa yang akan terjadi setelah memutuskan untuk tidak menandatangani kontrak, kan?"

"Begitu ya. Kau benar."

Tidak seperti Emi yang terlihat goyah, Maou dengan tenang mengangguk dan menoleh ke arah pintu beranda yang tertutup.

"Ini adalah ide yang diberikan oleh Gabriel, kan?"

"Tidak."

Lailah menggelengkan kepalanya.

"Ini ide darimu, Satan."

"Huh?"

"Eh?"

Tidak hanya Maou, bahkan Emi pun ikut terkejut dengan apa yang dikatakan Lailah.

"Aku tidak ingat apa yang terjadi setelah aku memasuki terowongan kereta bawah tanah, ketika aku sadar, aku sudah ada di sini. Tepat ketika aku bangun karena haus.... Satan, aku mendengar suaramu."

Maou menundukan kepalanya dengan suram.

"Sejak kapan......."

"Mulai dari bagian soal logam."

Maou kemudian memegangi kepalanya dengan kedua tangan.

"Sampai saat itu, aku sama sekali tidak tahu betapa bodoh ataupun betapa dangkalnya tindakanku. Kalian berdua sudah berbeda dari apa yang kuketahui dan tumbuh menjadi orang dewasa yang hebat, tapi aku terus bergantung pada fakta bahwa aku hidup lebih lama dan tidak memandang kalian sebagai individu yang setara."

Meski suara dan bibirnya gemetar, Lailah tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya.

"Jika kalian bersedia mendengarkanku, apapun keinginan kalian, aku bisa menambah persyaratan lain semampuku, meskipun aku tidak bisa membantu Satan menguasai dunia sih. Pokoknya selama itu masih berada dalam jangakauan akal sehat."

"Apa maksudnya dengan yang masih berada dalam jangakauan akal sehat?"

"Bukankah itu sudah jelas?"

Jawab Lailah dengan enteng.

"Aku tidak akan ragu bahkan jika harus membayarnya dengan nyawaku."

Emi menahan napasnya.

"Emilia, aku telah melakukan banyak hal yang tak termaafkan baik sebagai seorang individu maupun sebagai seorang ibu. Meskipun kau membunuhku, itu mungkin tidak akan cukup untuk menebus semua kesulitan yang sudah kau alami selama ini. Meski begitu, jika kau menginginkan nyawaku, aku akan dengan senang hati memberikannya."

"Ugh?"

Lailah menawarkan nyawanya sendiri sebagai imbalan, dan membuat Emi goyah tak karuan, ia baru kembali tersadar setelah Maou menepuk punggungnya. Dan saat ia mendongak, yang ia dapati adalah ekspresi tidak senang Maou.

"Jangan dianggap serius, bodoh!"

Maou menegur Emi.

"Menyesatkan orang lain pun harusnya ada batasnya. Jangan gunakan asumsi-asumsi aneh yang bisa membuat topik pembicaraan jadi berlebihan!"

"Tapi aku serius, aku hanya ingin mengatakan kalau aku sudah sangat siap bahkan sampai ke tahap itu. Jika kalian benar-benar ingin aku mati, akan kucoba menyingkirkan sebanyak mungkin rintangan dan menjunjung tinggi kesepakatan itu."

Meskipun kata-kata Lailah terdengar agak berlebihan, sebaliknya, itu berarti dia sudah sangat siap berkompromi untuk membuat kesepakatan soal 'hadiah yang berada dalam jangkauan akal sehat'.

"Kenapa kau mau melakukan itu sampai segitunya......"

"Karena aku ingin melindungi Ente Isla, melindungi orang-orang yang hidup di dunia yang indah itu. Yah meski itu hanya sebagian alasanku."

Jawaban Lailah sangat sederhana."

"Sementara yang sebagian lagi adalah, untuk menghukum mereka yang berdosa."

Maou tidak bertanya siapa yang dimaksud oleh Lailah.

Sebagai gantinya, dia menjawab, "Baiklah!"

"Eh?"

"Sudah kuputuskan! Aku akan mencoba bernegosiasi dulu."

"Kau serius, Satan?"

"Raja Iblis! Apa yang kau pikirkan?"

Lailah langsung berdiri dengan girang, sementara Emi, dia menegur dan hendak mencengkeram bagian depan kaos Maou.

"Tapi sebelum bernegosiasi denganmu, biar kuperjelas dulu..... hey Emi, lepaskan!"

"Aku tanya apa yang kau pikirkan!"

"Aku akan mengatakannya, jadi lepaskan! Hey, bajuku bisa kusut nih!"

Emi cemberut dan melepaskan Maou.

Meski begitu, tatapannya kepada Maou masih dipenuhi dengan kekecewaan.

"..... Jadi semuanya akan beres asalkan kau bisa dapat uang? Meski katanya...  kau mengerti perasaanku......."

"Hadiahnya memang sangat penting. Kalau begitu, bisa kita bicarakan soal persyaratannya?"

Lailah nampak terganggu dengan sikap Emi yang semakin keras kepala, oleh karena itulah dia jadi tidak mengerti apa yang Maou katakan dan mengedipkan matanya bingung.

"Dan Emi, aku tidak tahu kesalahpahaman macam apa yang kau miliki. Tapi alasan kenapa aku mengatakan hal itu kemarin sebenarnya bukan karena aku berada di pihakmu. Aku hanya sekedar komplain karena aku tidak suka dengan cara yang mereka gunakan."

"Ugh.....!"

Emi menahan napasnya, ekspresinya seolah menandakan kalau dia menerima syok yang teramat besar.

"Sa-Satan.... Aku tahu hubunganmu dan Emilia itu kurang baik, tapi jika keadaan memungkinkan, aku harap kalian berdua bisa membantuku bersama.... jadi jangan sampai........"

Kali ini, Lailah menjadi gelisah dan berusaha mendamaikan Maou dan Emi.

"Padahal kau sudah tahu segitu banyaknya, tapi kenapa kau masih saja salah paham, Lailah?"

Maou menyela perkataan Lailah.

"Orang ini dan aku memang bermusuhan."

"Kau tidak perlu membahas hal itu sekarang!"

Maou sedang berbicara dengan Lailah, tapi entah kenapa malah Emi yang menanggapi pernyataan Maou. Maou kemudian dengan sengaja memasukkan jarinya ke dalam telinga dan menunjukan sikap seolah mengabaikan Emi.

"Jadi jika kau pikir kalau Emi akan setuju begitu kau berhasil membujukku, maka itu salah besar."

""Eeehh???""

Ucap pasangan ibu dan anak itu dengan wajah kaget.

Tapi Maou mengabaikan keduanya dan terus berbicara.

"Adapun syarat untuk negosiasi itu, aku akan menyebutkan beberapa hal. Karena ada sesuatu yang lebih realistis dibandingkan nyawamu, tidak akan kubiarkan kau untuk menolaknya."

Maou mengacungkan jarinya begitu ia selesai bicara.

"Aku hanya mau bernegosiasi denganmu di kamar 201 Villa Rosa Sasazuka, dan selain kita, harus ada orang lain. Dan orang yang kusetujui untuk hadir dalam negosiasi kita adalah Ashiya, Urushihara, Chi-chan, dan  Acies. Syarat terakhir, setelah negosiasi itu, aku tak mau berbicara denganmu. Kalau kau tidak bisa memenuhi tiga syarat itu, aku tidak akan pernah mau mendengarkanmu."

"Ha-hanya itu? Kalau cuma itu, aku tak keberatan sama sekali."

Lailah yang mengira kalau Satan akan mengajukan permintaan yang tak masuk akal, nampak sedikit kecewa mendengar syarat yang sangat sederhana tersebut. Melihat kesempatan itu, Maou pun tak melewatkannya,

"Hey Emi, kau mendengar semuanya, kan?"

"Eh?"



"Orang ini setuju untuk bernegosiasi denganku di kamar 201, dia juga setuju walaupun Ashiya, Urushihara, Chi-chan dan Acies ikut menghadiri negosiasi tersebut."

"E-ehh......"

"A-apa? Apa syarat itu terlalu sulit untuk dipahami......"

"Kalau syarat itu tak bisa kau penuhi, aku tidak akan pernah mau mendengarkanmu. Dan jikalau kau menentang syarat itu, anggap saja kejadian ini tak pernah terjadi. Bagaimana?"

"Ba-baik. Hal semacam itu bukanlah apa-apa."

Usai memastikan bahwa Lailah mengangguk setuju melalui lirikannya, Emi pun melihat senyum jahat di bibir Maou.

Setelah itu, Maou membuka mulutnya dan mengatakan sesuatu yang tak terduga.

"Emi, kuterima ajakanmu tadi."

""Huh??""

"Mulai hari ini sampai seterusnya, kita bisa pulang bersama setiap hari."

Selama beberapa saat, yang terdengar di dalam kamar 101 hanyalah suara napas Iron.

"""""Eeeehhhhhhhhh???????""""

Lantas, suara teriakan Emi dan tiga orang lainnya di luar, terdengar di saat yang sama.

"Ma-Maou-sama! Ada apa denganmu?"

"Raja Iblis? Apa kau serius? Apa kau terkena demam?"

"MaMaMaMaMaMaou-san bilang dia ingin pupupupupupulang bersama YuYuYuYuYuYusa-san!"

Ashiya, Suzuno, dan Chiho pun menerobos masuk seolah ingin merusak pintu.

"Hey, di dalam sini ada yang terluka..... dan ini adalah kamar Nord!!"

"Siapa yang peduli!? Dibandingkan pintu kamar Nord Justina, masalah Maou-sama yang jadi gila itu lebih penting!"

"Ashiya, kau berani mengatakan itu di depan pemilik kontrakan......?"

"Uh, aku memang pernah bilang padamu untuk lebih peduli pada Emilia, tapi apa yang sebenarnya terjadi padamu beberapa hari ini? Padahal kemarin kau mengusirku dan Rika-dono dari restoran, perubahan macam apa yang terjadi pada dirimu?"

"Suzuno, kau hanya akan menggali kuburanmu sendiri jika kau terlalu banyak bicara. Dan kata-kata itu bisa menjatuhkanku, jadi hentikan."

"A-a-a-a-a-aku sangat senang jika hubungan antara Maou-san dan Yusa-san membaik, ta-ta-tapi, bukannya aku tak menyangka kalau hubungan mereka akan jadi sedekat ini, ini malah lebih seperti mustahil. Ta-ta-tapi, Yusa-san juga merupakan temanku yang berharga, jika ini adalah pilihan Maou-san, maka aku akan....."

"Chi-chan, Chi-chan, Chi-chan, kau berlebihan. Tenanglah!"

Saat ketiganya sedang mengekspresikan kebingungannya dengan cara yang berbeda-beda.....

"...... Apa..... katamu tadi?"

Emi nampak kebingungan dengan wajah memerah.

Urushihara adalah satu-satunya orang yang tidak ikut-ikutan ke dalam keributan ini, tak diketahui apakah itu untuk menyesuaikan gayanya ataukah karena dia sudah tahu maksud Maou yang sebenarnya. Tidak, seharusnya itu tidak mungkin.

Kemudian, Maou menepuk pundak Chiho yang ekspresinya terus berubah dan berbisik ke telinganya, "Jadwal kerja."

"Aku..... aku.... Eh?"

"Jadwal kerja kita, coba ingat-ingat."

"Jadwal kerja, jadwal kerja.... jadwal kerja itu maksudnya....?"

"Jadwal kerja.... ya."

Chiho mencoba mengingat jadwal kerja di MgRonalds depan stasiun Hatagaya, tapi entah bagaimana, Ashiya bisa menyadari tujuan Maou lebih dulu ketimbang Chiho.

"Jadwal kerja Maou-sama dan Emilia itu saling tumpang tindih."

"Eh.... ah!"

Sebelum memprotes kenapa Ashiya bisa tahu jadwal kerja Maou dan Emi, atau bahkan seluruh karyawan MgRonalds depan stasiun Hatagaya, Chiho akhirnya mengerti tujuan Maou.

"Jam masuk kerja kami memang berbeda, tapi waktu untuk kami pulang kebanyakan adalah sama.  Kami juga punya hari libur yang sama. Apalagi wanita paruh baya yang kebagian shift siang akhir pekan itu sangat handal. Intinya, paling tidak, di bulan ini saat layanan delivery masih belum stabil, Emi dan aku akan bekerja di shift yang sebagian besar sama."

Memanfaatkan waktu ketika Chiho masih terdiam, Maou menoleh ke arah Lailah.

"Kalau aku mendengar rencanamu di luar persyaratan tadi, aku tidak akan pernah mau membantumu. Dan kau juga sudah setuju, jadi aku tidak akan membiarkanmu menyesalinya."

Lailah mengulangi percakapannya dengan Maou di dalam kepalanya.

"Eh, tunggu....."

Dan menemukan satu fakta penting.

"Tu-tunggu dulu? Kalau begitu, kapan aku bisa menjelaskan situasinya kepadamu?"

"Ada hari di mana aku sama sekali tidak punya jadwal kerja. Aku akan mengabarimu nanti dan kau bisa datang ke kamar 201 kapanpun. Meskipun Ashiya dan Chi-chan sangat sibuk dengan berbagai hal, Urushihara pasti ada di rumah, Acies juga sering bermalas-malasan di rumah pemilik kontrakan. Selama kau datang ke rumahku saat aku sedang libur, aku pasti akan berada di situasi di mana aku mau mendengar apa yang ingin kau katakan."

"Ma-maksudku bukan begitu, aku tidak memintamu... erhm...."

Lailah yang kehilangan ketenangannya, juga mulai memerah.

"Ka-kalau aku harus setuju dengan syarat itu....."

"Biar kuperjelas, ketika aku sedang bekerja, aku tidak akan punya untuk mendengar omonganmu, dan Emi, Suzuno, serta Alas Ramus itu tidak termasuk ke dalam daftar orang kuizinkan untuk hadir."

"Tu-tunggu dulu, hey!"

"Raja Iblis, apa kau....."

Maou memandangi Emi dan Lailah yang nampak terguncang.

Maou dan Emi tidak akan bisa mendengar cerita Lailah jika mereka bersama. Namun, Maou dan Emi akan selalu bersama untuk waktu yang cukup lama, sehingga prasyarat yang diberikan oleh Maou takkan bisa terpenuhi.

Selama Emi masih bersama dengan Maou, Lailah tidak akan bisa membuat kontak dengan Emi.

Kalau begitu, bagaimana Lailah akan bernegosiasi dengan Emi?

Selain di apartemen mewah di Eifuku, tak ada pilihan lain.

"Raja Iblis, tunggu dulu, tiba-tiba memintaku untuk melakukan hal ini....."

"Ada apa, Emi? Apa kau adalah orang lemah tidak akan bisa bertengkar dengan ibumu jika aku tidak bersama denganmu? Kalau iya, apa kau masih bisa disebut sebagai Pahlawan?"

"Ma-ma-mana mungkin! Kenapa juga aku tidak bisa berbicara dengan Lailah saat kau tidak ada!? Itu mustahil."

"Kalau begitu tak masalah, kan?"

"Tentu saja..... eh?"

"Entah kalian ingin bertengkar ataupun berdiskusi, memilih tempat di mana aku tidak ada adalah pilihan yang tepat, kalian itu ibu dan anak, kan?"

Emi mematung menatap wajah Maou.

Dengan begini, Emi tidak akan bisa memberikan syarat untuk menghadirkan Maou selama negosiasi.

Daripada tidak bisa memilih, kenyataan bahwa dia hanya punya pilihan itu lah yang membuat Emi merasa syok.

"..... Akan kutunjukan padamu!!"

"Emilia?"

"Apa kau bisa melakukannya?"

Lailah memekik kaget, sementara Maou malah memberikan senyum provokasi.

Dengan wajah memerah, Emi mengarahkan jari telunjuknya ke arah Maou.

"Aku adalah Pahlawan! Aku sama sekali tidak butuh kekuatanmu! Sesuatu seperti bernegosiasi, aku bisa melakukannya sendiri, lihat saja! Jangan pernah meremehkanku!"

Lalu, dia membuat pernyataan tersebut.

Emi tidak punya niat untuk mendekatkan diri dengan Lailah, tapi dia juga tidak ingin dimanipulasi oleh Maou, dan ketika dia sadar, dia sudah mengatakan semua itu.

Itu semua terjadi tidak melalui proses berpikir apapun. Semuanya terjadi secara refleks.

Tapi melihat ekspresi Emi ketika ia mengatakan hal tersebut, Maou malah mengangguk puas.

"Itulah Emi. Aku lega."

Setelah mengucapkan hal itu, Maou pun meninggalkan orang-orang itu dan keluar dari kamar 101.

Kemudian, dia bertanya pada Shiba yang menunggu di luar, "Apa tak masalah membiarkan anak itu berada di sana?"

"Lailah-san bilang kalau dia akan bertanggung jawab mengurusnya, aku juga akan berusaha untuk tetap berada di sisinya."

"Itu akan sangat membantu."

Setelah itu, Maou beralih pada Emerada dan berbicara kepadanya, "Apapun yang terjadi di pihak kalian, itu tak ada hubungannya denganku. Pikirkan solusi kalian sendiri."

"Hohoho~ serahkan padaku~"

Dengan senyum lebar di wajahnya, Emerada membungkuk ke arah Maou.

"Aku akan selalu mendukung Emilia~ hingga batas kemampuanku~"

"Aku sudah bilang pada kalian untuk menyelesaikannya sendiri, lo."

Berikutnya adalah Acies yang menggendong Alas Ramus.

"Sesekali berkunjunglah, kau kan punya banyak waktu longgar. Emi biasanya juga meninggalkan Alas Ramus di sini."

"Yeah."

Acies menekan bibirnya dan mengangguk.

"Papa......"

"Jangan khawatir. Papa tidak marah pada Iron. Tapi dia memukul mama dengan sangat keras, begitu Iron bangun nanti, pokoknya Alas Ramus harus memberitahunya untuk meminta maaf, oke?"

"Ooohh!!"

Terakhir, Maou berbicara pada Urushihara yang berada di tangga, "Hey, hari ini makan malamnya apa?"

"Tanya saja pada Ashiya."

"Paling tidak, tingkatkanlah kemampuanmu dalam mengingat, hm, apa ini bau sup miso babi?"

"Kau bertanya meski kau sudah tahu itu? Yang benar saja, kau bahkan membuatnya terdengar seolah aku ini orang yang nganggur."

"Tapi kau kan memang menganggur."

Maou mengangkat bahunya dan menyodok dahi Urushihara.

"Huuh~ aku punya firasat buruk."

"Kau benar."

Urushihara pun berdiri dan mengikuti Maou sembari menggumam tidak senang.

"Maou, apa kau membantu membuatkan kesempatan untuk Emilia dan Lailah? Kau pikir kau bisa menjauhkan diri dari masalah dengan cara itu?"

"Apa sih?"

Maou menoleh dengan heran, Urushihara mengaitkan kedua tangannya di belakang kepala dan mengatakan, "Kalau nanti jadi sempit, itu semua salahmu."

"Huh?"

Maou dan Urushihara pun menghilang di lorong sembari membicarakan hal-hal yang tidak penting.

"Haah, bibi Mi-chan tidak mengatakan apa-apa, jadi apakah itu artinya pembaharuan kontrak sewanya berhasil?"

Amane menguap dengan bosan.

"Hm~ itu luar biasa. Aku sama sekali tidak menduga perkembangan ini, yeah."

Gabriel menunjukan ekspresi yang sangat serius dan menggumam dengan heran.

"Benar-benar pria yang sulit dimengerti......"

Dengan samar, Nord bisa mendengar pintu kamar 201 tertutup.

---End---





Translator : Zhi End Translation...

Previous
Next Post »
0 Komentar