Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 3 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 3 : Reuni dan Perpisahan


Sebelum membaca Chapter 3 disarankan untuk membaca Arc 3 - Chapter 71, ada beberapa bagian yang menyinggung apa yang terjadi pada chapter tersebut. Tapi gak dibaca juga gapapa. :3

Btw, sorry, rasanya terjemahannya agak kaku, mimin lagi sakit soalnya, sakit flu sih.. (*banyak alesan lu).. lah pokoknya doain mimin cepet sembuh aja.. oh iya.. jangan lupa like FP Zhi End translation ya.. :3



Chapter 3 : Reuni dan Perpisahan.

.... Sedikit demi sedikit, hanya terfokus untuk memutar knop pintu di tangannya, Subaru menahan napasnya.

Dia pernah merasakan perasaan ini sebelumnya.

Diam-diam mengelilingi seluruh mansion seperti ini, tiba-tiba dia menyadari sebuah pintu yang menarik perhatiannya.

Setelah meninggalkan Emilia dan yang lainnya di ruang tamu, dan diberi sedikit waktu, Subaru pun mengelilingi mansion sendirian. Kemudian dia menemukan sebuah pintu ketika dia menapakkan kakinya di sebuah lorong yang ada di lantai dua.

Ketika dia menyentuh knop pintunya, keragu-raguannya mulai berubah menjadi sebuah keyakinan, dan ketika dia mulai mendorong pintu tersebut, keraguan di dalam pikirannya pun hilang seketika.

Dan setelah menyadari keberadaan 'ruang itu', saat itu juga, Subaru langsung melangkahkan kakinya ke dalam.

"Hey, lama tak bertemu."

Perpustakaan Terlarang, persis seperti yang dia ingat, terbentang di depan matanya.

Gadis kecil yang menjadi tuan di ruang remang-remang tersebut, juga tidak berubah sedikitpun..... Sambil duduk di sebuah anak tangga seolah-olah itu adalah kursi sementara, dia kini terlihat sedang membalik halaman sebuah buku.

"..... Mansion sangat berisik hari ini, rupanya kau sudah kembali."

Matanya sedikit terangkat untuk melihat Subaru.... Akan tetapi, setelah menggumamkan kata-kata tersebut seolah-olah sedang bosan, dia pun seketika kehilangan ketertarikannya dan menjatuhkan pandangannya kembali ke arah buku.

"Jika kau kembali, itu berarti Nii-chan juga kembali. Aku merasakan keberadaan gadis itu dan juga beberapa serangga pengganggu lainnya."

"Puck masih belum muncul, kurasa dia sedang mengisi baterai nya. Ah, aku tidak suka caramu membicarakan Emilia-tan seolah-olah dia itu sama dengan serangga kau tahu? Tapi aku tidak keberatan bagian Otto nya."

"Kau benar-benar berisik!"

Beatrice menggembungkan hidungnya menanggapi perkataan Subaru dan merubah posisi kakinya dibalik gaun mewahnya. Melihat hal itu, Subaru pun terus berjalan mendekatinya, sambil merangkai kata-kata ketika dia melakukan hal tersebut.

"Tapi ini memang benar-benar sudah lama semenjak terakhir kali aku melihatmu. Semenjak pertarungan dengan Bete..... Ah tunggu, itu tidak terjadi... Terakhir kali kita bertemu saat sebelum aku pergi ke ibukota kan? Itu kira-kira sudah 10 hari.."

"Kurasa itu sama sekali tidak lama. Ketika Betty berada di ruangan ini, aliran waktu di luar sana benar-benar sudah tidak penting lagi."

"Dan kau mengatakan sesuatu yang aneh lagi, gezzz. Juga, ketika kau sedang berbicara dengan orang lain kau seharusnya tidak membiarkan matamu terus tertuju pada buku kau tahu? Kembali bertemu denganku setelah 10 hari, aku bisa mengerti kalau kau merasa sangat senang dan ingin menyembunyikan muka merahmu, tapi tetap saja......"

"Kau tahu, aku bisa membuat mulutmu memuntahkan darah ataupun suara sampai wajahmu berubah menjadi sangat pucat."

Menanggapi perasaan jengkel yang sama sekali tidak disembunyikan oleh gadis itu, Subaru pun mengendurkan ketegangan yang ada di wajahnya.

Kapanpun dia datang untuk berbicara dengan gadis penjaga Perpustakaan Terlarang ini, entah kenapa Subaru selalu saja ingin melakukan sesuatu yang bisa memancing sikap keras kepalanya dan mengacaukan ekspresi datar yang ada di wajahnya itu.

Bercanda, melucu, mengganggunya sampai dia benar-benar marah, kemudian terus mendesaknya sampai dia tidak tahan lagi dan akhirnya menerbangkan Subaru keluar.

Ada bagian dari diri Subaru yang menikmati interaksi itu. Tapi kenapa dia selalu punya perasaan seperti ini kepada gadis tersebut? Subaru sendiri juga tidak yakin apakah dia tahu penyebabnya.

"Aku akan menganggap fakta bahwa kau sudah kembali kesini adalah sebagai tanda kalau kerusuhan disekitar sini yang terjadi akhir-akhir ini sudah selesai dibereskan, kurasa..."

"Kau menyadarinya.... Well, kurasa itu memang sangat wajar. Emilia dan Ram sudah berlari mengelilingi mansion untuk mencarimu kau tahu? Akan lebih baik kalau kau meminta maaf kepada mereka nanti."

"Betty? Meminta maaf? Kepada siapa dan untuk apa? Aku tidak bisa membayangkan kenapa aku harus melakukan hal-hal semacam itu?"

Merasa jengkel, Beatrice pun menutup bukunya dengan sebuah suara tepukan yang keras dan bangkit dari tempat duduknya. Kemudian, dia menaruh buku tebal bersampul hitam tersebut kembali ke raknya dengan berjinjit dan mengulurkan tangannya sekuat yang dia bisa untuk menggapai buku yang berada di sebelahnya.

Melihat Beatrice kesulitan untuk mengambil buku itu, Subaru pun berjalan di sebelahnya.

"Yang ini?"

"..... Tidak. Yang sebelahnya, kurasa. Jika kau mencoba untuk memberikan bantuan kepada mereka yang tidak memintanya, setidaknya cobalah bantu mereka dengan benar."

"Seperti sebuah ucapan terima kasih dari seorang loli.... Oy, hati-hati untuk tidak menjatuhkannya. Kau pasti akan kesakitan kalau benda seperti bata ini jatuh mengenai kakimu."

Ketika Subaru mengambil buku itu dengan satu tangan, dia pun menyadari kalau buku itu lumayan berat. Ketika dia dengan hati-hati menyerahkannya kepada Beatrice, Beatrice pun menerimanya dan memeluk buku itu di dadanya.

Subaru mencoba membaca judulnya, tapi bagi seseorang yang nyaris tidak bisa memahami apapun selain alfabet "Yi", itu adalah sesuatu yang berada di luar pemahaman Subaru.

"Kupikir aku tidak akan berterimakasih padamu."

"Aku tahu kau sedang mencoba mengikuti jalan seorang Tsundere ataupun sejenisnya, tapi sebenarnya kau sudah mengatakannya, kau sudah mengucapkan kata 'Terima Kasih' yang mempunyai arti yang sama dalam situasi ini."

Setidaknya, fakta bahwa Beatrice mengakui kalau tindakan Subaru pantas mendapatkan kata terima kasih, cukup itu saja sudah menjadi bukti dari niat baik Beatrice.

Menanggapi jawaban Subaru, Beatrice pun mengerutkan dahinya dan memalingkan wajahnya. Melihat sifat keras kepala Beatrice, Subaru pun menggaruk-garuk kepalanya.

"Aku tidak keberatan jika kau tidak pernah berterima kasih padaku sampai hari kiamat pun, tapi setidaknya pastikan untuk berterima kasih kepada mereka berdua, ok? Mereka berdua benar-benar khawatir karena telah meninggalkanmu sendirian di mansion."

"Itu tidak seperti aku pernah meminta mereka untuk melakukan itu...."

"Jangan mengatakan sesuatu seperti itu. Kebanyakan orang tidak pernah meminta untuk dilahirkan, tapi mereka sudah dilahirkan, dan meskipun kau meminta orang lain untuk tidak khawatir, mereka tetap saja akan khawatir..... Dan untuk bagian yang kedua itu, hanya akan terjadi ketika kau punya orang-orang baik di sekelilingmu."

Tidak perlu dijelaskan kalau Emilia dan Ram lah orang-orang baik itu. Kehidupan sehari-hari Emilia saja sudah memberinya nilai 100 dari 100 poin sebagai orang yang baik, dan meskipun kemungkinan Ram mempunyai nilai negatif, bagaimana isi hatinya adalah sebuah urusan yang berbeda.

Meski begitu, Beatrice tidak menunjukan sedikitpun tanda-tanda setuju dengan perkataan Subaru. Malahan, dia memalingkan mukanya, menggigit bibirnya perlahan dan mengatakan....

"Tapi pada akhirnya, mereka tetap pergi meninggalkan mansion.... tanpa Betty."

"Apa maksudmu? Apa kau mau bilang kalau kau tidak ingin ditinggalkan? Kau itu mengurung dirimu sendiri dengan menggunakan sihir 'Hikikomori Door' milikmu itu, apakah terlalu merepotkan kalau mencoba keluar sendiri?"

"Namanya 'Door Crossing'. Jangan menggantinya dengan nama konyol seperti itu. Selain itu, memberikan Betty saran seperti itu sama saja dengan mencaci maki Betty."

Tanpa membenarkan kata-kata Subaru, Beatrice masih saja memalingkan wajahnya. Sifat keras kepala nya ini sama sekali tidak dapat dihancurkan. Subaru merasa kali ini ada sesuatu yang berbeda dan berbahaya, melebihi tingkah Beatrice yang biasanya. Merasakan hal itu, Subaru pun mengangkat alisnya karena tidak tahu harus melakukan apa.

Dengan sikap Beatrice yang sudah menjadi seperti ini bahkan sebelum mereka mulai berbicara tentang apa yang ingin ditanyakannya, Subaru pun bertanya-tanya bagaimana dia harus menghadapi situasi ini sekarang. Meski begitu, Subaru masih punya satu trik lagi di dalam lengan bajunya untuk menaikkan mood Beatrice.

"Well, jika kau menjadi sekeras kepala itu, maka aku akan mengatakan pada Emilia kalau kau tidak bisa berhenti mengucapkan kata 'terima kasih' dengan berlinangan air mata."

"Kau tidak seharusnya membuat kebohongan. Sudah sangat lama semenjak terakhir kali aku meneteskan air mata, kurasa."

"Apa? Kau bilang, kau terlalu malu untuk menangis? Jika kau mengatakan hal-hal semacam itu ketika masih kecil, kau akan kesusahan mengekspresikan perasaanmu ketika kau sudah dewasa, kau tahu? Anak-anak tidak seharusnya cemas dengan apa yang orang lain katakan dan menangis ketika mereka sedih."

"Aku merasa keberatan mendengarkan hal ini dari seorang pria yang menangis di pangkuan gadis yang dia sukai."

"Tidak bisakah kau melupakan hal itu?"

Mungkin Emilia sendiri paham, untuk tidak mengingatkan Subaru dengan kejadian memalukan ini.

Dia sudah bertingkah seperti orang idiot yang melarikan diri dari ketakutan yang ada di dalam hatinya, yang mana tanpa sadar hal itu telah membangun sebuah bendungan yang amat besar.

Ketika terbaring di pangkuan Emilia, semua itu pun runtuh dan semua emosi yang telah dia bendung semenjak datang ke dunia ini meluncur keluar menjadi genangan air mata.

Mengingat kembali kejadian itu, wajah Subaru terasa seperti mau terbakar. Namun, bersamaan dengan panasnya, jauh di dalam hatinya dia juga merasakan sebuah cahaya yang bersinar terang dari ingatan itu.

Menggaruk-garuk pipinya sambil memperbaiki segel pada ingatan itu, Subaru pun mencuri pandang ke arah Beatrice. Dia terlihat bosan seperti biasanya, dia sudah kembali duduk di atas anak tangga dengan buku yang Subaru ambilkan untuknya. Secara perlahan, dia mulai membiarkan matanya menelusuri isi buku tersebut.

Baca Light Novel Re:Zero Arc 4 - Chapter 3 Bahasa Indonesia


Sangat jelas sekali kalau Beatrice berniat untuk menghentikan percakapan ini. Jika Subaru membiarkannya melakukan hal itu, kedatangannya kesini tidak akan berarti apa-apa.

"Ngomong-ngomong, kesampingkan saja masalah menangis atau tidak.... Aku punya sesuatu yang ingin kutanyakan padamu, apakah itu tidak masalah?"

"Kau bebas untuk bertanya, kurasa."

Di dalam jawabannya yang dibarengi oleh suara halaman yang sedang dibalik dari bukunya, terdapat sebuah pesan 'entah aku menjawabnya atau tidak itu sudah jadi urusan yang berbeda'. Sama sekali tidak indikasi kalau dia mau diajak bekerja sama, tapi setidaknya dia telah memberikan izin kepada Subaru untuk bertanya. Subaru pun menggumamkan 'baiklah' di sela-sela hembusan napasnya, dan berniat untuk segera membicarakan perihal kedatangannya....

"..... Kalau dipikir-pikir, melihat kerusuhan yang terjadi di luar sana, tidakkah reaksimu itu sedikit kurang?"

Akan tetapi, apa yang keluar dari mulutnya bukanlah apa yang ingin dia tanyakan, dan malahan itu hanya memberikan ruang untuk menyalakan kembali percakapan yang baru saja dia tutup.

Mendengar kata-kata Subaru, Beatrice pun mengangkat pandangannya dari bukunya. Merasakan tatapan Beatrice yang bersih tanpa noda, Subaru pun menghirup napas.

"Ke-ketika kau duduk disini seolah tidak terjadi apa-apa, diluar sana sudah menjadi sangat gila kau tahu? Ada segerombolan orang aneh yang mengepung mansion ini dan....."

"Hentikan!!"

"Jika aku tidak berhasil membawa bala bantuan dari ibukota, kau tidak akan tau apa yang selanjutnya bisa terjadi. Dan juga tidak mudah bagiku untuk bisa kembali kesini..."

"Aku benar-benar ingin kau menghentikannya sekarang."

"Itu benar-benar perjalanan yang sangat berat. Jika aku menceritakan semuanya padamu, baik kau dan aku pasti akan berlinangan air mata dari awal sampai akhir, meski begitu, pada akhirnya kami bisa menghadapi rintangan-rintangan tersebut..."

Karena sebuah suara yang begitu keras, kata-kata Subaru terhenti secara paksa.

Setelah melihat sekeliling, asal dari suara tersebut ternyata adalah buku yang ada di tangan Beatrice, yang mana telah dia tutup dengan seluruh kekuatannya. Subaru mencoba memahami ekspresi dan maksud dari Beatrice, akan tetapi Beatrice menatapnya dengan sebuah tatapan yang begitu tajam dan tanpa belas kasihan. Dia pun mengatakan..

"Bagaimana kalau mengatakan langsung apa yang sebenarnya ingin kau katakan ketika datang kesini, dasar pengecut!!"

".... Yeah."

Subaru tidak bisa membantahnya.

Beatrice benar, dia bisa melihat dengan jelas percobaan melarikan diri yang dilakukan oleh Subaru. Dia mencoba melarikan diri dari jawaban untuk pertanyaan yang harus dia tanyakan.

"Apa kau...."

Sambil menahan napasnya, Subaru pun menutup paksa kedua matanya dan memperhatikan detak jantungnya.

Dibalik matanya yang tertutup, Subaru bisa melihat 'senyum manisnya' yang tertuju kearahnya.

"Apa kau.... mengingat Rem?"

.... Pertanyaannya telah tersampaikan dan melebur ke dalam kenyataan tanpa bisa ditarik kembali.


XxxxX


Dalam pengulangan setelah membunuh Paus Putih, Subaru hanya sekali berbicara kepada Beatrice di Perpustakaan Terlarang.

Tujuan dari pembicaraan itu adalah untuk meyakinkan dia agar mau melarikan diri dari para Pemuja Penyihir, akan tetapi dia menolaknya, dan pada akhirnya, gadis itu ditinggalkan di dalam Mansion sendirian.

Meskipun Subaru tidak mengingat apa yang mereka bicarakan, akan tetapi ada satu fakta yang tidak akan bisa dia abaikan begitu saja.

Beatrice pada waktu itu bertanya tentang Rem, yang dikira sudah kembali bersama Subaru.

Pada saat itu, surat yang ditulis Rem sudah berubah menjadi kosong ketika sampai di mansion.

Dengan kata lain, percakapan itu terjadi setelah Rem diserang oleh Uskup Agung Dosa. Dan Beatrice yang tidak pernah peduli dengan Rem sampai pada saat itu, tiba-tiba menanyakannya.....

"Jawab aku!! Apa kau ingat Rem yang dulu pernah tinggal di mansion ini?"

Dia ingin Beatrice mengingatnya. Dia harus mengingatnya. Memikirkan hal ini, suara Subaru menjadi terdengar tidak seperti biasanya.

Kedalaman ingatan Subaru memastikan hal ini, hatinya yang pernah melemah dan hampir saja tenggelam dalam lautan keputusasaan, begitu berharap agar bisa bangkit kembali. Dia tidak ingin menyangkal hal ini.

Beatrice kini menatap Subaru dengan hening.

Di dalam pupil matanya, tidak ada sedikitpun perasaan ataupun emosi. Apa yang saat ini dia pikirkan mustahil untuk bisa dibaca.

Biasanya dia adalah seorang gadis yang emosinya mudah dipahami, tapi kali ini Subaru sama sekali tidak bisa memahaminya. Giginya terasa gatal, rasanya seolah-olah waktu terus berjalan dan jantungnya mulai terbakar menjadi abu.

"Hey....."

Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa.

Apakah kau mengingatnya atau tidak, seharusnya tidak sulit untuk menjawab pertanyaan itu.

... Tentu saja, hanya ada satu jawaban yang ingin Subaru dengar. Dia ingin Beatrice mengingat tentang Rem dan kemudian menertawakan betapa bodohnya pertanyaan itu.

Ingatan dimakan, nama ditelan, dan menghilang dari seluruh dunia, betapa bodohnya pemikiran itu.

Dia ingin agar Beatrice merasakan apa yang dia rasakan, dia ingin Beatrice merasakan kemarahan yang sama terhadap kebiadaban dunia ini. Atau meskipun jika mereka hanya bisa berbagi fakta tentang eksistensi Rem saat ini, mungkin mereka berdua bisa menemukan solusinya bersama. Hanya itu saja sudah cukup bagi seorang Subaru.

Jadi, katakan padaku kalau kau mengenalnya.

Seperti Emilia, seperti Crusch, seperti Wilhelm, seperti semuanya, Rem...... Jangan bilang kalau kau telah melupakannya.

Ingin mendengar jawabannya. Takut mendengar jawabannya. Pergolakan, penyangkalan, semua emosinya bercampur menjadi satu.

Menyaksikan Subaru yang goyah, melihat hatinya yang bergejolak, Beatrice pun berbicara.

"..... Aku tidak ingin menjawabnya."

Dia mengalihkan pandangannya dari Subaru, tidak menjawab ya ataupun tidak.

Menghembuskan napas sambil mengatakan "Ha?", seketika itu juga pemikiran Subaru terhenti. Kemudian, dia pun menghempaskan tangannya di udara.

"Tu tunggu! Apa maksudmu dengan tidak ingin menjawab? Bukankah pertanyaan ini hanya punya jawaban YA atau TIDAK?"

"Aku tidak tahu apa yang kau maksud dengan 'ya' atau 'tidak'. Dan jawabanku tidak akan berubah. Aku tidak ingin menjawabnya."

"AKU BILANG ITU BUKANLAH SEBUAH JAWABAN!!"

Sambil mengayunkan tangannya, Subaru melangkah maju kedepan dengan geram.

Gadis yang duduk di anak tangga itu, bahkan tidak melirik kearah Subaru sedikitpun dan hanya menutup rapat bibirnya. Melihat sifat keras kepalanya, kobaran api pun melahap dada Subaru, mustahil untuk bisa mengehentikannya sekarang.

"Itu bukanlah kata-kata yang ingin kudengar darimu!"

"Kenapa Betty harus menjawab dengan kata-kata yang ingin kau dengar? Berhentilah membuat keributan. Perpustakaannya bisa berantakan, kurasa."

"Kau.....!!"

Subaru berjalan dengan membabi buta kearah Beatrice.

Wajah yang bahkan tidak ingin melihat kearahnya, Subaru benar-benar ingin memaksa wajah itu untuk menengok dan menanyakannya secara langsung bagaimana mungkin dia bisa mengatakan sesuatu yang sekejam itu. Tapi,

"....."

Ketika dia hampir menyentuh Beatrice, Beatrice pun menatap kearah Subaru.

Secara tiba-tiba mata Beatrice dipenuhi dengan berbagai emosi, dan membuat tangan Subaru berhenti bergerak. Karena hal itu, Beatrice pun......

"Pertanyaanmu itu, apakah kata-kata itu menanyakan tentang seseorang yang dimakan oleh 'Dosa Kerakusan'?"

".....! Jadi, kau...."

"Dalam masalah ini, seseorang yang familiar dengan Kekuasaan 'Dosa Kerakusan' pasti tidak akan kesulitan untuk menyimpulkannya kurasa. Roswaal dan Nii-chan juga, Shaula pun juga tahu semua ini."

"Ros..!?"

Sebuah nama yang tidak terduga terdengar di telinga Subaru dan membuat tenggorokannya tersedak.

Roswaal tahu tentang Kekuasaan 'Dosa Kerakusan'..... Apakah itu berarti ada kemungkinan dia mengingat Rem? Tidak, sebelum itu...

"Berapa banyak yang kalian ketahui tentang Pemuja Penyihir?? Roswaal seharusnya sudah tahu ketika identitas Emilia sebagai Half-elf diketahui oleh publik, maka Pemuja Penyihir juga akan mulai bergerak. Jika aku tidak melakukan apa-apa, mansion dan juga desa ini pasti sudah dihancurkan oleh mereka. Sebenarnya apa yang terjadi?"

"......"

"Tidak mungkin Roswaal tidak merencanakan apa-apa; itulah apa yang Rem dan Crusch katakan padaku. Tapi bagiku, ini seperti dia tidak merencanakan apa-apa, jika dia merencanakan sesuatu, bagaimana bisa ini semua berakhir menjadi sebuah bencana?"

"Betty tidak tahu seberapa banyak Roswaal memikirkan tentang hal ini. Tapi.... Kurasa, Roswaal tidak mungkin tidak memikirkan apa-apa."

Mendengarkan pernyataan Beatrice, Subaru pun mengangkat alisnya mencoba mencari indikasi pergerakan Roswaal selama pertempuran melawan Betelgeuse. Akan tetapi, tidak peduli seberapa keras Subaru mencari-cari dalam ingatannya, dia sama sekali tidak bisa menemukan tanda-tanda pergerakan Roswaal.

"Apakah ini sebuah kesalahpahaman? Ataukah kita terlalu berlebihan menilai kemampuannya? Jika Roswaal melakukan sesuatu, lalu kenapa aku menemui banyak sekali masalah....."

"Jika kau saja tidak tahu, maka tidak ada seorangpun yang akan tahu."

Desahan Beatrice membawa sebuah kekecawaan, sepertinya dia telah menyerah menghadapi kurangnya pemahaman Subaru.

Meskipun Subaru tidak senang dengan sikap Beatrice, tapi dia menyadari kalau percakapan mereka mulai menyimpang dari topik.

"Tunggu, selain itu, jika kau mengetahui sesuatu tentang Pemuja Penyihir maka katakan padaku semuanya. Tentang Uskup Agung Dosa, tentang 'Dosa Kerakusan', pokoknya ada segunung pertanyaan yang ingin kutanyakan padamu.... Dan juga ini."

Satu demi satu, Subaru ingin menanyakan semuanya kepada Beatrice.

Subaru menggerakkan tangannya kedalam jaket, dan mengeluarkan sebuah buku bersampul hitam dari dalam jaketnya.

Buku itu terlihat kotor karena darah berwarna kehitaman yang ada di sampul dan serta di beberapa titik di dalamnya. Buku itu adalah benda yang dia dapatkan setelah melewati pertempuran sengit dengan musuh yang begitu kuat beberapa hari yang lalu.

"Aku tahu benda ini adalah benda yang benar-benar penting bagi Pemuja Penyihir.... aku tidak bisa membaca apa yang tertulis di dalamnya, tapi sebagai penjaga Perpustakaan Terlarang kau mungkin tahu sesuatu."

"..... Sebuah Kitab!!"

Melihat apa yang ada di tangan Subaru, mata Beatrice pun terbuka lebar.

Bibirnya bergetar, matanya terus menatap kearah buku itu.

Sebuah tulisan yang tidak bisa dibaca tertulis di sampulnya.... Beatrice sekilas membacanya dan kemudian dengan ekspresi ragu-ragu, dia pun mengatakan,

"Kenapa kau dari semua orang bisa mempunyai...."

"Aku merampasnya, tapi itu tidak seperti aku benar-benar menginginkannya, kau tahu. Seperti yang kukatakan, para Pemuja Penyihir telah mengepung mansion ini, jadi aku mengambilnya dari pemimipin mereka. Pemiliknya...... s udah tidak ada lagi di dunia ini."

"Mengambilnya.... Tapi itu...."

Suara Beatrice bergetar ketika dia mencoba mengulurkan tangannya kearah buku yang dipegang oleh Subaru.

Meskipun Subaru ragu-ragu melihat jari-jari kecil Beatrice yang bergetar, dia pun secara perlahan meletakkan kitab itu di atas tangan Beatrice. Menerima kitab tersebut, dan seolah-olah ingin memeriksanya, Beatrice pun mengerakkan tangannya menyusuri tulisan misterius yang ada di sampulnya. Kemudian,

"Pemiliknya.... Kau tadi bilang dia sudah mati kan?"

"Yeah, dia sudah mati. Dia dilindas oleh roda kereta dan..... Aku membunuhnya."

Kalau diperhatikan lagi, sebenarnya Betelgeuse tidaklah dibunuh secara langsung oleh Subaru.

Tapi tetap saja, segala sesuatu mulai dari alasan, keadaan sampai kejadian yang menuntun pada kematian Betelgeuse, tidak terelakan lagi kalau semua itu adalah berkat tindakan Subaru.

Subaru ingin membunuhnya, jika saja dia tidak berhasil membunuh orang itu, didalam hatinya, Subaru pasti tidak akan sanggup memaafkan dirinya sendiri.

Oleh karena itu, Subaru sama sekali tidak merasa keberatan dengan niatnya membunuh Betelgeuse.

Akan tetapi, meskipun dia sama sekali tidak keberatan, tetap saja mengotori tangannya seperti itu tidak mungkin tidak akan meninggalkan penyesalan apapun. Dia tidak bisa berpura-pura kalau hal itu tidak berpengaruh padanya, dan tidak mungkin juga hatinya akan membohongi dirinya sendiri dalam masalah ini.

Fakta bahwa dia telah membunuh Betelgeuse dan fakta bahwa dia pernah dibunuh oleh Betelgeuse tidak akan pernah dilupakan oleh Subaru.

Selama dia hidup, dia akan terus membawa kehidupan yang dia ambil dari orang itu..... Akan tetapi, sentimen ini tidak mungkin bisa keluar dari mulut Subaru.

Betelgeuse adalah sebuah eksistensi yang pantas untuk mati, dan Subaru yang mempercayai hal itu, telah membunuhnya.

Hanya itu saja.

Akan tetapi, untuk semua pemikiran itu yang tercampur dalam perkataan Subaru, Beatrice sama sekali tidak menunjukan reaksi apa-apa.

Dia hanya berguman pelan "begitu ya...." dan terus menatap kearah kitab yang berada di tangannya.

"Jadi bahkan kaupun meninggalkan Betty ya Juice....."

"..... Siapa itu?"

"Kau tidak perlu tahu. Jika kau telah membunuh 'Dosa Kemalasan', apa yang terjadi pada 'Gen Penyihir' nya?"

"Gen.. Penyihir.....??

Mendengar pertanyaan Beatrice, Subaru pun mengerutkan dahinya dan memiringkan kepalanya.

Melihat hal ini dari Subaru, ekspresi Beatrice menjadi terheran-heran. Kemudian dia menyipitkan matanya seolah-olah sedang mencoba membaca perasaan Subaru dari ekspresinya. Akan tetapi, setelah mencari-cari, tatapannya itu tidak bisa menemukan apa yang dia cari.

Subaru merasa heran dan mendecapkan lidahnya.

"Tch, ayolah, jangan gunakan istilah-istilah professional kepada pria yang tidak tahu apa-apa mengenai situasi ini. Apa itu 'Gen Penyihir? Ugh, itu saja sudah terdengar luar biasa."

"Kau tidak tahu...? Tunggu, serius ini? Lalu, apa alasanmu membunuh 'Dosa kemalasan'?? Aku tidak mengerti."

"Aku hanya menyingkirkan percikan api yang jatuh!! Apa sebenarnya yang ingin coba kau sampaikan padaku?"

Percakapan ini sepertinya hanya membuat kesabaran Subaru menghilang, akan tetapi, tidak seperti Subaru yang mencoba memaksa alurnya, Beatrice semakin lama semakin berniat untuk diam. Sambil meletakkan punggung tangannya pada bibirnya seolah-olah sedang memikirkan sesuatu, Beatrice pun terus menatap kearah sampul buku itu.

"Aku, tidak tahu... Ini diluar kemampun Betty untuk memutuskannya."

"Apa yang coba kau putuskan sendiri..... Hey!"

Sambil mengelengkan kepalanya, Beatrice pun melemparkan kitab itu pada Subaru.

Dengan cepat Subaru menangkap buku itu, dia bernapas lega, dan....

"Apa yang kau lakukan tiba-tiba begini? Aku tidak bilang kalau itu berbahaya, tapi ini masihlah sebuah buku yang menakutkan, jadi serahkanlah dengan hati-hati!"

"....... Kau seharusnya menyimpannya. Apa yang akan dipilih oleh Gen Penyihir ataupun tidak, entah yang mana itu, keputusannya pasti akan terasa sedikit dipaksakan. Ketika saat itu datang, jika benda itu memang membantu mu dalam membuat membuat keputusan, Juice juga akan menyerahkannya secara baik-baik."

"Apa kau bermaksud memberikan sebuah minuman?? Kau......"

Tidak sedikitpun, Subaru sama sekali tidak mengerti kata-kata yang barusan didengarnya itu. Akan tetapi, sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, sebuah sensasi aneh terasa dibelakangnya.

Dibelakangnya terdengar suara aneh dari ruang dimensi yang dibengkokan dengan kekuatan yang tidak biasa. Subaru seketika paham, meskipun dia tidak tahu bagaimana dia bisa tahu tentang hal ini.

"Apa kau akan mengusirku? Aku masih belum menanyakan apa-apa.. Kau benar-benar ingin meninggalkan hanya dengan jawaban itu saja, serius?"

"Jawaban yang ingin kau dengar dan kata-kata yang ingin kau dengar.. kenapa Betty harus mengatakan itu semua? Egois... Berhentilah menjadi sombong!!"

"Som......!! Kumohon katakan padaku, aku hanya ingin tahu!! Aku janji aku tidak akan bertanya apa-apa lagi!! Jadi, kumohon!!"

"..... Betty..."

Semua rambut dibagian belakang kepalanya berdiri.... Mereka ditarik oleh sebuah kekuatan yang juga menarik seluruh tubuh Subaru ke belakang.

Ruang dimensi tersebut terdistorsi..... Saat Subaru menolehkan kepalanya untuk melihat ke belakang, dia menyaksikan pintu yang harusnya tertutup kini sudah terbuka lebar, dan dia seketika tahu bahwa ruang dimensi dengan kegelapan mutlak tersebut akan segera menelannya.

Tidak ada angin yang bertiup, kaki ataupun tangannya juga tidak di pegang oleh sesuatu.

Hanya saja, ada sebuah tekanan yang tidak bisa dijelaskan mendorong seluruh tubuhnya dari depan, dan ada sebuah gaya gravitasi yang tidak terlihat dari arah belakangnya, seolah-olah hal tersebut mendekapnya dan menariknya menjauh.

.... Mutlak dan begitu kuat. Itulah wujud sebenarnya dari Door Crossing.

"Beako.... Beatrice!!"

"Apa yang saat ini mencoba keluar adalah tubuhmu dan juga jiwamu."

"Apa yang kau...."

"Hatimu tidak ingin mendengarkan jawaban yang sebenarnya, karena kelemahanmu itu pandanganmu kini menghindari kenyataan, dan pemikiran egoismu tidak mau melihat dosamu sendiri.... Semua hal ini akan menjauhkan tubuhmu dari Perpustakaan Terlarang."

Tapi,

".......!"

"Betty bukanlah...... Alat yang cocok untukmu."

".......!?"

"Apa yang ingin kau dengar, kapan kau ingin mendengarnya, dalam kata-kata apa kau ingin mendengarnya, dan bagaimana kau ingin mendengarnya..... Aku bukanlah eksistensi yang cocok untuk semua itu."

Ketika kata-kata ini meluncur dari bibir Beatrice, Subaru tidak bisa lagi mengucapkan apa-apa.

Kata-kata tersebut menembus dalam-dalam dan menusuk tepat pada sasarannya. Subaru yang tidak membuat persiapan sama sekali, dihajar oleh kata-kata tersebut.

Kemudian, disaat kekosongan itu muncul, tubuh Subaru pun jatuh, dan....

"Cra...."

Kali ini, seolah-olah dihisap oleh pintu di belakangnya, tubuh Subaru pun terasa seperti ditarik menuju Door Crossing.

Jika dia melewati pintu tersebut, dia pasti sudah berada di luar perpustakaan. Di saat-saat terakhir, Subaru pun berpegang pada pinggiran pintu tersebut, dan ketika setengah bagian tubuhnya hampir terlempar keluar, dia menginjakkan satu kakinya di ujung lainnnya.

Sambil terengah-engah dan menggertakkan giginya, Subaru pun mendongak.... Di hadapannya terdapat seorang gadis dengan ekspresi yang penuh akan kesedihan.

"Jika ada sesuatu yang ingin kau ketahui, tanya saja pada Roswaal.... Nii-chan dan Betty tidak akan mengatakan apa-apa padamu."

"...... Kenapa kau hampir menangis?"

Menanggapi pertanyaan terakhir Subaru, Beatrice pun menunduk dan tidak merespon sedikitpun.

Pada akhirnya, gadis itu pun mengulurkan ujung jarinya dan melilitkan mereka pada jari Subaru yang berada di pintu..... Dan kemudian melepaskan pegangannya.

Terhisap keluar, terlempar keluar, dan terkunci diluar.

Menuju pintu, dari Perpustakaan Terlarang..... Dan oleh hati dari seorang gadis bernama Beatrice.

"......"

Meluncur melewatinya, pintu itu pun memuntahkan Subaru dan menerbangkannya ke lorong.

Di depan matanya, pintu yang baru saja melemparnya keluar tertutup dengan keras. Melihat hal ini, Subaru pun mengulurkan tangannya pada penutupnya, akan tetapi semua itu sudah terlambat.

"Si Loli itu ....."

Sisi lain dari pintu ini bukan lagi Perpustakaan Terlarang,  hanya sebuah kamar tamu yang kosong.

Subaru pun melihat ke sekeliling mansion, tapi dia tidak bisa lagi merasakan indera keenam yang menghubungkannya dengan Perpustakaan Terlarang.

.... Hari ini, Subaru tidak bisa lagi bertemu dengannya.

Kenyataan ini harus diterima oleh hati Subaru.

Apa yang ingin dia dengar dan apa yang ingin dia ketahui, daripada semua iti, dia hanya diputar-putarkan oleh kata-kata membingungkan dari gadis tersebut, dan diusir sebelum mendapatkan apa-apa.

"Apa-apaan itu!! Jika kau mengetahui sesuatu, katakan saja, dasar bocah pelit!! Dasar Hikikomori!! Kau pikir kau ini anak dari keluarga Natsuki mana?"

Subaru pun menendang pintu yang beberapa saat lalu terhubung dengan Perpustakaan Terlarang dan menghembuskan napas panjang.

Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, Subaru mencoba melupakan gambaran itu dalam ingatannya.... Hal terakhir yang dia lihat dari pertemuan mereka, yaitu ekspresi Beatrice, sama sekali tidak mau meninggalkan pikirannya.

Tapi, tentu saja dia.....

"Dengan wajah yang hampir menangis seperti itu, berhentilah mengurung dirimu sendiri, dasar bodoh!!"


Subaru berpikir kalau itu adalah kesalahannya sehingga Beatrice membuat ekspresi itu dan tidak berhasil mendapatkan apa-apa. Dia sama sekali tidak bisa menyalahkan gadis itu.


---End of Chapter 3---



Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4


Translated by : Me..
Previous
Next Post »
4 Komentar
avatar

Mantaaaf........

semangat terus min TL nya..............

Balas
avatar

lanjuut terus min..... pokok nya mantap

Balas