Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 4 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 4 : Tempat Selanjutnya


Baca Light Novel Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 - Chapter 4 Bahasa Indonesia




Chapter 4 : Tempat Selanjutnya.

.... Setelah Beatrice melemparnya dari Perpustakaan Terlarang, Subaru pun kembali kepada semua orang di ruang tamu dengan tangan kosong, dia terlihat agak malu dengan dirinya sendiri.

Seolah menunggu dia kembali, ruang tamu tersebut benar-benar terlihat sama seperti saat dia meninggalkannya. Perbedaanya hanyalah Otto yang sekarang duduk di tempat duduk Subaru dan terlihat seperti baru saja selesai membicarakan sesuatu dengan Emilia.

Memasang wajah yang tidak diragukan lagi akan memberikan kesan kepada siapa saja, betapa besar dia membenci pria lain yang berbicara kepada Emilia dengan mesra, Subaru pun berjalan menuju Otto.

"Aku lihat kau sedang berbincang-bincang akrab dengan Emilia-tan ketika aku pergi, akan lebih baik kalau kau pergi dan mati sekarang!!"

"Bukan kebiasaanku kalau hanya duduk diam disini dan membiarkan waktu berlalu... Terlebih lagi, orang waras macam apa yang akan mengatakan hal seperti itu saat dia baru saja kembali? Kau tau, itu terasa sangat tidak menyenangkan ketika kau selalu mengarahkan kemarahanmu kepadaku?"

"J-jangan berbicara seolah-olah kau mengerti!! Segera setelah aku membeli minyakmu dan memenuhi janjiku, semua diantara kita akan segera berakhir! Jadi jangan salah paham!" (Subaru berbicara dengan suara wanita)

"Bisakah kau tidak berbicara seolah-olah ada sesuatu diantara kita yang bisa menyebabkan kesalahpahaman?"

Seketika, hal itu berhasil membuat Otto berteriak kearah Subaru yang bertingkah seperti seorang Tsundere, sementara Subaru, seolah kehilangan minatnya, menoleh ke arah Emilia.

Emilia tidak ikut ambil bagian dalam perbincangan tersebut, dia menunggu Subaru dan Otto selesai berbicara. Melihat Subaru yang menatap kearahnya, dia pun menatapnya balik dan bertanya.

"..... Apa kau sudah bertemu dengan Beatrice?"

Sungguh sebuah pertanyaan yang sulit. Di satu sisi jawaban dari pertanyaan itu adalah YA, tapi di sisi lain, jawaban untuk pertanyaan yang sebenarnya dia tanyakan lebih mengarah ke TIDAK.

Meskipun Subaru berhasil bertemu dengannya, namun dia tidak benar-benar berhasil membicarakan topik yang paling penting. Dia hampir saja tertawa melihat betapa lemah, tidak tegas, dan pengecutnya dia sebagai Main Chara di sebuah Adventure RPG.

"Tidak, itu tidak terjadi!"

"Oh.. well, kurasa hal itu memang sudah bisa diperkirakan. Ketika Beatrice bersembunyi menggunakan 'Door Crossing' kurasa tidak mungkin untuk menemukannya. Lagi pula, Ram dan aku juga tidak berhasil menemuinya, jadi...."

"Ehm, sebenarnya aku berhasil menemukannya, tapi dia, hmm bagaimana mengatakannya ya... Kurasa dia sedang bad mood, dia sedikit suram.. Yah bagaimanapun, aku tidak berhasil mendapatkan jawaban dari dia, bodoh kan?"

"Kau... menemukannya?"

Setelah pada awalnya berpikiran kalau Subaru tidak berhasil menemuinya, mata Emilia pun kini melebar dengan penuh keheranan. Merasa sedikit terkejut oleh reaksi Emilia, Subaru pun mengatakan 'Ah?' dan kemudian menganggukan kepalanya.

"Aku telah memikirkan hal ini sampai sekarang, tapi... Kau dan Beatrice itu benar-benar akrab ya?"

Emilia menggumam dengan suara pelan, dia pun menyentuh bibir bagian bawahnya dengan menggunakan jarinya seakan-akan sedang merenungkan sesuatu.

Sebagai responnya, Subaru pun menunjukkan ekspresi ketidaksetujuannya, dia berusaha keras membuat ekspresi yang membentuk wajahnya menjadi sesuatu yang tidak mungkin akan disalahartikan oleh orang lain.

"Aku dan Beako, berteman? Ayolah... dia itu sudah seperti musuh besarku sejak pertama kali kami bertemu. Saat pertama kali kami bertemu, dia sudah menguras habis Mana-ku, kau tahu? Kupikir waktu yang tersisa di dunia ini tidak akan cukup untuk menghilangkan kesan pertama yang buruk seperti itu!"

"Meskipun kau sudah baikan dengan Julius? Pada akhirnya, itu terjadi diantara kalian kan? Subaru, terkadang kau selalu saja seperti ini, menjadi begitu keras kepala terhadap hal-hal yang tidak berarti."

"Menjadi keras kepala adalah tolak ukur bagi seorang pria! Aku adalah tipe pria yang akan terus membawa pemikiran seperti itu, meskipun aku tahu kalau itu adalah omong kosong belaka. Ditambah lagi, aku TIDAK baikan dengan Julius. Aku, benci, orang itu, SE-LA-MA-NYA!!"

"Iya, iya."

Emilia menepis bantahan Subaru dengan sebuah tawa kecil. Melihat hal ini, Subaru pun menunjukan ekspresi ketidakpuasan. Meski begitu, di dalam hatinya dia juga merasa lega karena topik pembicaraan itu telah berakhir.

Subaru masih belum bisa memikirkan percakapannya dengan Beatrice. Ekspresi sedih yang dia tunjukan pada akhir pertemuan mereka, Subaru bahkan tidak tahu bagaimana harus mulai memikirkannya.

"Ngomong-ngomong, kemana Frederica pergi? Bagaimana bisa dia meninggalkan Emilia-tan ku bersama dengan Otto...."

"Mengabaikan masalah diriku yang dianggap sebagai milik orang lain.... Tadi Frederica pergi untuk menyiapkan salah satu kamar tamu. Kita akan butuh tempat untuk Rem-san beristirahat, kan?"

"Ah, begitu ya."

Subaru meresponnya dengan sebuah bisikan. Emilia terlihat sedih dan menyipitkan matanya.

Sambil membenci dirinya sendiri karena menyebabkan ekspresi tersebut di wajah Emilia, disaat yang bersamaan Subaru juga tidak sanggup menahan rasa sakit yang menyayat hatinya setiap kali dia mengingat Rem.

Akan tetapi, dengan sebuah kedipan dan gelengan kepala, Subaru pun memadamkan duka dari ekspresinya agar tidak mencapai Emilia. Sambil me rileks kan bibirnya dia pun berbicara,

"Kalau begitu, akan lebih baik kalau aku segera menjemput Rem di kereta. Dia tidak seharusnya dibaringkan disana sendirian.... Oh, maaf untuk apa yang telah aku katakan sebelumnya Otto."

"Tidak, tidak, aku tidak akan menyalahkanmu. Lagi pula aku bisa merasakannya.... banyak hal yang telah terjadi diantara kau dan dia, Natsuki-san. Aku tidak bisa memintamu untuk terus menjaga emosimu di kondisi seperti ini."

"Itulah yang kupikirkan ketika kau ingin menyentuh Rem dengan tangan kotor mu itu, aku tidak bisa melakukan apa-apa..... Aku benar-benar minta maaf."

"Tidak mungkin kau akan berkata seperti itu jika kau benar-benar merasa bersalah!! Aku juga tidak berpikir kalau itu adalah kata-kata yang seharusnya diucapkan oleh seseorang yang baru saja menganggap seorang gadis yang benar-benar berbeda sebagai miliknya."

"Itu hanyalah rencanaku untuk membuat Emilia-tan cemburu padaku. Jangan membuatku mengatakannya keras-keras, idiot!"

"Kau baru saja mengatakannya sendiri!"

Sambil menyeringai pada reaksi meledak-ledak milik Otto, Subaru pun melirik kearah wajah Emilia. Setelah mengamati percakapan mereka dengan seksama, bibir Emilia tampak sedikit melembut dan kesedihan yang terlihat beberapa saat lalu telah menghilang. Memastikan hal ini, Subaru pun bernapas lega.

"Subaru dan Otto-kun terlihat sangaaaaat dekat, meskipun kalian baru saja bertemu akhir-akhir ini."

"Huh, kau cemburu pada hal itu? Dibandingkan perasaanku padamu, Otto itu hanyalah sebuah mainan, sebuah mainan di pinggir lapangan. Aku ini benar-benar ingin punya hubungan yang nyata dan bergairah denganmu, Emilia-tan!"

"Kenapa aku selalu menjadi orang yang dicampakkan? Meskipun semua hal ini tidak ada hubungannya dengan kenyataan, tetap saja aku sangat tidak menyukainya."

Melihat kedua pria itu semakin memanas, Emilia tiba-tiba saja tertawa keras. Sambil menutupi mulutnya dengan menggunakan tangannya, pundaknya juga ikut bergetar karena gelak tawa tersebut. Emilia berhasil memaksa keluar kata 'maafkan aku' dari mulutnya, sebelum akhirnya benar-benar mampu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Kupikir ini bukanlah situasi dimana aku seharusnya tertawa seperti ini, tapi yah, mau bagaimana lagi.... Apa kalian yakin kalian ini belum saling mengenal untuk waktu yang sangat lama?"

"Dia itu pedagang yang melakukan perjalanan, kau tahu? Ketika urusannya sudah selesai, dia pasti akan segera pergi dari sini bahkan sebelum kau mengetahuinya.... Sebenarnya, hanya memikirkan ada karakter pria lain selain diriku di dekat Emilia-tan saja, aaahh, aku tidak tahan melihatnya."

"Aku tidak tahu apa maksudnya itu, tapi setelah mengenalmu, aku bisa tahu kalau itu adalah sesuatu yang benar-benar mengerikan, jadi aku tidak menyukainya...."

Melihat Otto meletakkan tangan di kepalanya sambil memasang ekspresi trauma di wajahnya, Subaru pun mendengus keras dan memutar mulutnya.

Paling tidak, pernyataan itu memanglah perasaannya yang sebenarnya. Semenjak menyerahkan hatinya kepada Emilia, Subaru telah mengejarnya dengan sangat gigih, dan hatinya juga sudah diatur supaya cemburu ketika ada pria lain yang mendekatinya.

Ini semua bisa terjadi dikarenakan dalamnya keposesifan dan kecemburuannya. Kedua hal itu berkali-kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan orang normal pada umumnya.


XxxxX


Percakapan yang mengarah kemana-mana di ruang tamu itu pun selesai ketika Frederica kembali setelah menyiapkan sebuah kamar tamu.

"Kupikir aku akan memeriksa bagaimana situasi di desa. Karena aku memegang sertifikat untuk pedagang lain mengenai pembelian kargo mereka, aku bisa mengurusi pendistribusian berbagai macam hal ke desa. Tentu saja, Margrave harus membayarnya nanti."

Setelah mengatakan hal ini, Otto pun langsung pergi menuju ke desa, seolah-olah kelelahan karena baru saja melakukan perjalanan jauh sama sekali tidak berefek padanya.

Tidak peduli bagaimana dia menunjukan wajah seorang pedagangnya, meskipun ketika 60% pengungsi belum kembali, penawarannya untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada desa Arlam yang masih belum pulih, sama sekali tidak berkurang sedikitpun.

Menyaksikan Otto menyembunyikan semua ini dibalik sikap gila-uangnya, Subaru pun dengan cepat menutupi rasa terima kasihnya dengan berpura-pura meludah.

"Aku sudah menyiapkan sebuah kamar di area pelayan seperti yang telah diperintahkan.... Anehnya, ada sebuah kamar yang kelihatannya seperti telah dikosongkan."

"Dikosongkan.....? Sebuah kamar paling dalam di lantai dua?"

"... Ya benar sekali, hanya kamar itu yang terlihat bersih, seolah-olah semuanya telah dibuang kecuali kasurnya... Apa kau tahu sesuatu?"

Ketika Frederica berbicara mengenai kamar yang baru saja disiapkannya, Subaru pun berusaha keras untuk menahan kesedihannya agar tidak terlihat di matanya.

Kamar yang dia bicarakan..... sebuah kamar di bagian paling dalam lantai dua Mansion yang terletak di sayap timur, kamar itu adalah kamar yang dulu digunakan Rem. Mendengar kalau semua yang ada di kamar itu telah dibersihkan, Subaru pun dengan jelas bisa merasakan kekuatan dari 'Kekuasaan Dosa Kerakusan : Penghapusan Keberadaan'.

"Tidak... Hanya firasatku saja. Sama sekali tidak ada maksud di baliknya."

Frederica yang tahu kebenaran di balik kata-kata Subaru, sama sekali tidak berkata apa-apa.

Dia sepertinya juga punya sikap yang dibutuhkan sebagai seorang Maid. Sepertinya, Rem dan Frederica lah yang terus membuat mansion Roswaal ini terus berfungsi.... Ram tidak masuk dalam hitungan.

Sambil melihat kembali ke arah mansion, sebuah suara dengusan kecil pun menyapa Subaru ketika dia berjalan menuju kereta naga.

Melihat dimana kereta itu terparkir, Subaru bisa menyaksikan sebuah bangunan yang tampak seperti rumah penyimpanan..... Lebih tepatnya itu adalah tempat yang digunakan untuk menaungi kereta naga, seperti sebuah garasi. Dia melihat bangunan itu serta Patrasche yang berada di dekatnya.

Seekor naga tanah dengan kulit hitam itu pun meringkik dan menjulurkan lehernya kearah Subaru dengan lembut.

Sambil meletakkan ujung jarinya pada lubang hidung yang mendekat itu, Subaru pun menggelitiki kulit keras tersebut.

"Maaf karena aku tidak pernah berterima kasih dengan benar padamu, Patrasche. Banyak hal yang telah terjadi, dan aku tahu ini sudah terlambat, tapi, mulai dari sekarang sampai seterusnya, aku akan terus mengandalkanmu, kawan."

"......"

Sebagai jawaban untuk kata-kata Subaru, Patrasche pun menjilat telapak tangan Subaru dengan lidah kasarnya. Melihat interaksi di antara mereka, Frederica pun memiringkan kepalanya.

"Dia benar-benar menyukaimu. Dalam sekali lihat, siapapun pasti tahu kalau dia adalah naga tanah yang kompeten, namun melihat dia bisa dijinakkan seperti itu.... Itu sangatlah mencengangkan."

"Aku belum pernah melakukan sesuatu seperti menjinakkanya. Jika naga tanah lain sulit untuk dipeluk dan dijinakkan, kurasa itu hanya karena Patrasche punya emosi yang lebih dalam daripada naga tanah lainnya. Atau, mungkin aku terlalu lemah, jadi dia tidak bisa meninggalkanku."

Itu bukanlah seperti Subaru yang bersikap rendah hati, itu hanya caranya untuk menghargai kasih sayang Patrasche.

Hanya dalam 3, 4 hari semenjak bertemu dengannya, sudah berapa kali hidup Subaru diselamatkan oleh naga tanah ini?

Sebaliknya, Subaru sama sekali belum melakukan apapun untuk membalasnya. Mau tidak mau dia mulai berpikir kalau pertemuannya dengan naga ini adalah sebuah berkah.

Seolah-olah memahami pikiran Subaru, Patrasche pun menjulurkan kepala yang sebelumnya digunakan untuk menjilat tangan Subaru dan menggosok-gosokan moncongnya pada pipi Subaru. Terkejut dengan serangan tiba-tiba ini, Subaru pun tersenyum kecut sambil merasakan sensasi kasar di wajahnya.

"Kurasa, aku mengerti orang seperti apa Subaru-sama itu... Kau punya kesulitanmu sendiri."

"....."

Menggantikan Subaru yang kedua tangannya sibuk dengan Patrasche, kata-kata Frederica dan tatapannya kini terarah langsung pada Patrasche yang sedang bermain-main dengan Subaru.

Patrasche menghentikan pergerakannya sebentar menanggapi perasaan mendalam dibalik kata-kata Frederica. Dia pun melihat kearah Frederica dengan mata seekor reptil sebelum lanjut bermain-main dengan Subaru.

Pada saat itu, entah bagaimana kadua wanita itu seolah mengerti satu sama lain, sementara Subaru sama sekali tidak menyadarinya.

Bagaimanapun,

"Maaf membuatmu menunggu Rem. Aku yakin disini sangat sempit dan gelap. Aku akan membawamu ke kamarmu sekarang, okay?"

Setelah beberapa saat menghabiskan waktu bermain dengan Patrasche, Subaru pun pergi menuju tempat dimana kereta naga itu terparkir..... dengan kata lain, ketempat dimana Rem tertidur.

Tidak ada sedikitpun perubahan, Rem masih saja tertidur dengan lelap. Dia sama sekali tidak menunjukan keberatannya, ngambek karena ditinggalkan, memalingkan wajahnya, menggembungkan pipinya, mengatakan 'Subaru-kun, kau sangat kejam', ataupun tertawa melihat permintaan maaf Subaru...... Tidak ada satupun dari hal-hal itu yang terjadi.

"..... Aku sudah mendengarnya tadi, tapi aku masih saja terkejut."

Dari arah belakang Subaru yang tenggelam dalam perasaan nostalgianya, Frederica yang baru pertama kali melihat Rem, sama sekali tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Ketika Subaru memiringkan kepalanya menanggapi keterkejutannya, Frederica pun menggelengkan kepalanya.

"Tidak ada. Hanya saja, wajahnya benar-benar mirip seperti Ram yang kukenal. Perbedaanya yang kulihat hanyalah warna rambutnya.... Kembar, tepat seperti apa yang kau katakan."

"Aku yakin itu pasti sulit untuk dipercaya dengan hilangnya ingatanmu dan semuanya, tapi aku senang kau percaya padaku. Itu akan membuatku lebih senang lagi jika kau mengingatnya, tanpa berpikir kalau itu adalah sejenis lelucon yabg kejam."

Sambil mengangguk pada alasan keterkejutan Frederica, Subaru pun mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Rem.

Entah bagaimana, Subaru sama sekali tidak merasakan kehangatan ataupun dinginnya pipi Rem. Tidak diragukan lagi kalau semua tanda-tanda kehidupannya masih ada, akan tetapi tidak ada yang tertinggal di dalamnya.

Memastikan apa yang telah dia periksa berkali-kali, Subaru lagi-lagi mendapatkan sebuah luka yang tak dapat di sembuhkan di hatinya. Meskipun dia mengetahui hal ini, dia masih saja ingin memeriksanya.

"Subaru-sama. Akan lebih baik kalau aku yang membawanya...."

"Aku ingin melakukannya. Tolong biarkan aku melakukannya. Aku ingin menjadi seseorang yang membawa Rem ke Mansion.... ke kamarnya. Maafkan keegoisanku ini."

"Tidak apa-apa, itu sangat menyentuh. Matamu terlihat seperti seorang pembunuh, tapi kau sangat baik."

"Aku juga punya punya hati yang akan terasa sakit jika mendengar sesuatu seperti itu."

Sambil merespon kata-kata Frederica, Subaru pun memeluk tubuh Rem dengan menggunakan tangannya. Dia telah membawa Rem berkali-kali untuk memindahkannya, tapi meski begitu, dia masih saja kaget mengingat betapa ringannya dia. Ini adalah tubuh yang Rem gunakan untuk berdiri dihadapannya, tubuh yang Rem gunakan untuk bertarung melindungi dirinya yang tidak berguna. Semakin dia memikirkan hal ini, perasaanya menjadi semakin menyadari betapa berharganya Rem bagi dirinya.

"Aku akan membangunkanmu secepat yang kubisa. Jadi, kumohon, marahlah kepadaku karena telah merasakan kelembutan tubuhmu dengan jari-jariku ini."

"Itu tadi adalah sesuatu yang hebat, sampai saat kau mengacaukannya."

Subaru pun keluar dari kereta naga, dan mengabaikan kata-kata Frederica. Dia menganggukan kepalanya untuk mengucapkan selamat tinggal pada Patrasche yang menjulurkan kepalanya dari dalam kandang. Kemudian dia memasuki mansion dengan dipandu oleh Frederica.

Dia dipandu kearah kamar pelayan di timur.... Sebuah kamar yang pernah menjadi milik Rem.

"Kau telah berbicara dengan Beatrice-sama ya?"

Pertanyaan tersebut tiba-tiba terlontar ketika mereka sedang berjalan.

Subaru yang menaiki tangga dengan hati-hati, melihat kearah punggung Frederica.  Dia menyipitkan pupil matanya dan melihat kearah Subaru dengan tatapan yang hanya berisi sebuah intimidasi. 

Meski begitu, Subaru mengerti kalau itu hanyalah sebuah kesalahpahaman, karena dia juga memiliki mata yang sama dengan area berwarna putih yang lebih besar daripada biasanya.

Mengasumsikan kalau diamnya Subaru sebagai persetujuan untuk pertanyaannya, Frederica pun berbicara,

"Apakah dia baik-baik saja? Aku bertanya karena, semenjak kembalinya diriku ke mansion, aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya."

"Aku sudah mengatakannya pada Emilia-tan, tapi dia baik-baik saja.... kurasa, meskipun aku tidak berbicara dengannya sebanyak biasanya karena dia sedang dalam mood yang buruk sih."

"Hmm.... Begitu ya?"

Seolah-olah merasa cemas, Ekspresi Frederica terhadap kata-kata Subaru pun tidak terlihat ceria.

Melihat tatapan itu, Subaru pun hanya bisa merasa penasaran terhadap sesuatu. Dia bertanya-tanya sebenarnya apa peran dari gadis bernama Beatrice itu di mansion.

Sampai sekarang ini, dia masih belum tahu posisi serta latar belakang Beatrice yang sebenarnya.

Gadis yang berada di mansion Margrave Roswaal, lebih tepatnya tinggal di suatu ruangan misterius yang disebut Perpustakaan Terlarang. Dia juga diperlakukan oleh Ram dan Rem sebagai tamu sekaligus kaum bangsawan.

Dia juga terlihat begitu manja dengan Puck; roh yang mempunyai kontrak dengan Emilia yang menjadi salah satu kandidat pemilihan raja, seolah-olah Puck adalah kakaknya. Ditambah lagi, tingkahnya terhadap Subaru terlihat sangat cocok dengan usianya mengesampingkan tindakannya pada saat pertemuan terakhir mereka..... Itu semua adalah misteri bagi Subaru.

"Umm, Frederica, berapa lama kau sudah bekerja di mansion ini?"

"Oh, apa kau tertarik? Emilia-sama, gadis di pelukanmu.... dan Beatrice-sama, sepertinya kau punya banyak sekali ketertarikan."

"Jangan mengikutsertakan Beako dengan begitu mudahnya, aku sama sekali tidak tertarik dengan gadis kecil. Kau bisa melihat kalau kedua tanganku sudah penuh dengan Emilia-tan dan Rem kan? Kalau kau.... Hmm, sejujurnya, ini memang baru sebentar, tapi kau bukanlah tipeku."

"Oh, aku dibenci."

"Itu sama sekali tidak bagus, apa kau mencoba mencabut rantai dan menyerangku seperti yang dilakukan salah satu Maid Roswaal? Oh, sebenarnya itu hanya masalah selera pribadi, aku tidak membencimu ataupun semacamnya." 

Mata Frederica pun menari-nari, dan dia tertawa menanggapi komentar Subaru sambil menutupi mulutnya yang dipenuhi oleh taring.

"Aku tidak terlalu memikirkan hal itu. Kau nampaknya telah menjadi seorang yang mempunyai rasa cemas berlebihan."

"Itu karena aku sudah menyakitimu ketika kita pertama kali bertemu, meskipun kau tertawa, itu masih saja sedikit sakit kan?"

"....."

Menganggapi kata-kata Subaru, mata Frederica pun berkedip dengan sebuah ekspresi keterkejutan. Senyumnya menghilang dari wajahnya, dia menatap kearah Subaru. Warna emas di matanya terlihat berkilau. Dia mengarahkan tatapannya agar bisa bertemu dengan tatapan Subaru dan membuat Subaru merasakan sebuah sensasi yang terasa seolah Frederica sedang mencoba memeriksanya.

Sambil menghembuskan napas pelan, Frederica pun berbicara.

"Jarang sekali ada orang yang bisa melihat isi hatiku. Aku akan sangat menghargainya jika kau bisa menahan diri agar tidak melakukan hal itu lagi."

"Aku hanya mencoba menyimpulkan apa yang telah aku tapaki. Di samping itu, bisa dibilang mataku ini memang punya tatapan yang jahat... Well, seluruh anggota keluargaku memang begitu sih."

Karena kedua orang tua Subaru mempunyai ekspresi yang jahat, maka anaknya pun juga mempunyainya. Selama makan malam, mereka semua memasang ekspresi yang sama ketika sedang mengeluarkan mayonnaise dari wadahnya masing-masing. Itu mungkin akan terlihat seolah-olah mereka sedang mencoba mengeluarkan Sihir Hitam diatas meja makan.

Mengerutkan keningnya ketika melihat Subaru memikirkan kenangannya sendiri, Frederica pun menghela napas.

"Kau itu bukanlah pria yang tidak menyenangkan, hanya saja kau itu benar-benar sangat aneh. Kurasa aku mengerti kenapa Emilia-sama bertingkah seperti sekarang ini."

"Emilia-tan? Apa?"

"Bukan apa-apa. Kali ini Emilia-sama akan benar-benar marah padaku. Ngomong-ngomong, apa yang akan kau lakukan ketika sudah tahu berapa lama aku bekerja disini?"

Sambil menggelengkan kepalanya, Frederica pun mengalihkan topik pembicaraannya.

Meskipun Subaru tidak paham dengan kata-kata itu, dia akhirnya juga kembali ke topik awalnya.

"Jadi begini, aku ingin membicarakan tentang Beako.. Beatrice. Jika kau sudah bekerja disini sebagai maid untuk waktu yang lama, aku hanya ingin tahu berapa lama dia sudah berada di mansion ini."

Subaru tidak menyuarakan hal itu sebagai sebuah pertanyaan ataupun semacamnya, tapi menurut perkiraan Subaru, Frederica itu berusia beberapa tahun lebih tua darinya... sekitar 23 atau 24 tahun. Jika dia adalah Maid senior yang telah bekerja selama 10 tahun, sementara Beatrice berusia kira-kira sekitar 12 tahun, apa yang perlu dia lakukan hanyalah menghitung dan dia pasti akan berhasil mendapatkan sebuah kesimpulan.

Namun, untuk menjawab pertanyaan Subaru, Frederica pun menggelengkan kepalanya.

"Maafkan aku, aku tidak tahu. Beatrice-sama selalu mengurung dirinya di dalam perpustakaan sepanjang waktu, bahkan sebelum aku mulai bekerja di mansion ini."

"Ah, well, mau bagaimana lagi. Latar belakangmu sebagai seorang Maid sepertinya tidak ada hubungannya dengan berapa lama kau telah bekerja di Mansion Ros-chi. Jadi kau datang kesini sebagai Maid yang sudah berpengalaman ya..."

"Tidak, bukan begitu Subaru-sama."

Frederica memotong kata-kata Subaru yang merasa kalau kesimpulannya telah di sangkal oleh sebuah alasan yang agak kurang masuk akal.

Ketika Subaru mengernyitkan dahinya, Frederica pun meluruskan punggungnya, kemudian dengan dibarengi oleh wajah jahat serta kekhawatirannya, dia berbicara,

"Satu-satunya tempat dimana aku bekerja sebagai Maid adalah disini, di Mansion ini. Dan ketika pertama kali aku dipekerjakan sebagai Maid adalah saat aku berusia 12 tahun. Itu sudah lebih dari 10 tahun yang lalu."

".... Tunggu, bukankah itu aneh?? Kalau dihitung-hitung, itu berarti Beako sudah mengurung dirinya di ruangan buluk itu semenjak dia balita."

"Bukankah kau sudah tahu?"

Seolah mengkritik sifat keras kepala Subaru, Frederica pun mengelengkan kepalanya.

Dengan sikap Frederica itu, Subaru pun memastikan keraguan yang selama ini ada di dalam hatinya. Dia akhirnya mengerti apa yang selalu coba dia hindari dari pemikirannya.

Dengan kata lain, gadis di dalam perpustakaan itu....

"Penampilannya tidak berubah..... Aku rasa dia memang benar-benar bukan manusia."

"Seorang penjaga perpustakaan yang telah bersumpah untuk terus mengawasi Perpustakaan Terlarang semenjak awal mula keluarga Mathers.... itulah siapa dia yang sebenarnya, Roh Agung, Beatrice-sama."

Tidak mampu menemukan tanda-tanda kebohongan dalam kata-katanya, Subaru pun hanya punya pilihan untuk menerima bahwa identitas sebenarnya dari gadis yang telah berinteraksi dengannya selama ini adalah makhluk dari dimensi yang benar-benar berbeda.

"Roh Agung... julukan itu sama dengan julukan Puck, tapi dia terlihat sangat berbeda."

"Hal itu berhubungan dengan kontrak dan sumpah mereka.... tidak, aku seharusnya tidak mengatakan lebih dari ini. Tolong lupakan saja."

"Mustahil, benar-benar mustahil."

Sudah berapa kali ketidaktahuan Subaru menyebabkan dia terseret oleh apa yang orang lain ketahui tapi tidak mau mereka bagi?

Frederica sama sekali tidak peduli dengan tatapan sinis Subaru dan menutup mulutnya rapat-rapat. Sepertinya dia tidak berniat untuk menyinggung masalah itu lagi. Melihat sikap dan prilakunya, Subaru pun menghela napas dan menyadari kalau dia tidak akan bisa memaksa pembicaraan mengenai Beatrice lagi.

Ketika Subaru ingat kalau pembicaraan mereka terus berlanjut dengan kaki mereka yang berhenti bergerak...

"Frederica.."

"Maafkan aku Subaru-sama. Lidahku ini sedikit kehilangan kendali. Aku hanya merasa senang ada seseorang yang begitu peduli dengan Beatrice-sama. Kumohon, maafkan aku."

"Tidak masalah, tapi lenganku ini sudah sampai pada batasnya.

Lengan bagian atasnya bergetar, dia menatap Frederica dengan ekspresi kaku di wajahnya.

Subaru hanya bertingkah sok kuat dengan mengucapkan kata-kata "Ini tubuh yang sangat ringan" ataupun "Semuanya bisa terjadi dengan adanya cinta", tapi hal-hal seperti kekuatan lengan, stamina otot dan lain sebagainya benar-benar mengabaikan semua kata-kata tadi dan menyerangnya dengan paksa.

"Oh, oh."

"Jadi berjalanlah, kumohon!"

Subaru telah bersumpah kepada dirinya sendiri kalau dia tidak akan pernah melakukan hal bodoh seperti menjatuhkan Rem ke lantai ataupun menyerahkannya pada Frederica, oleh karena itu, dia pun melewati Frederica dan menolak tawarannya untuk gantian. Dia berjalan menuju kamar tamu tersebut dengan langkah yang begitu cepat.

Suara langkah kaki menggema di belakangnya, sepertinya Frederica juga mengikutinya dari belakang. Ketika Subaru merenungkan betapa buruknya dia mengakhiri pembicaraan mereka, Subaru pun akhirnya sampai di depan kamar Rem.

".... Kau benar-benar menikmati waktumu ya."

Kata Emilia, ekspresinya menunjukkan betapa bosannya dia menunggu Subaru.


XxxxX


Setelah membaringkan Rem di kasur, Subaru pun menyelimutinya sampai pada dadanya. Detak jantungnya dan kembang kempis dadanya ketika dia bernapas memberikan bukti kalau dia masih hidup. Sampai pada hari ketika matanya terbuka kembali, Subaru bertanya-tanya berapa lama waktu yang akan dia habiskan seperti ini.

"Kurasa itu akan bergantung pada seberapa keras aku berusaha ya..."

Menjadikan perasaan ini sebagai sumpahnya yang baru, Subaru dengan lembut mengusap rambut Rem yang ada di dahinya, dan kemudian berbalik untuk menghadap Emilia yang sedari tadi berdiri diam di belakangnya.

"Maaf membuatmu menunggu. Frederica dan aku berbicara banyak sekali hal tadi, dan aku berakhir dengan memproduksi asam laktat serius di bisepku."

"Itu sangat luar biasa jika kau bisa terus berada di dalam jalur percakapanmu. Apa yang kau dan Frederica bicarakan?"

"Aku memulai dengan bertanya beberapa pertanyaan yang berhubungan rehabilitasi gadis kecil yang suka mengurung diri. Berapa lama dia sudah mengurung diri, kapan itu dimulai, bagaimana dia memperlakukan orang lain setelah itu terjadi... Dan semua hal yang berhubungan dengan pemulihannya."

"Hmmm, aku mengerti. Subaru, kau benar-benar tahu banyak jika berhubungan dengan mengurung diri. Itu sangat luar biasa."

"Emilia-tan, aku yakin kau memang tidak bermaksud mengatakannya, tapi.... kata-katamu terkadang mengenai tepat pada intinya. Seperti sekarang ini."

Hal itu terasa sedikit membingungkan bagaimana Emilia bisa setulus itu memuji Subaru. Emilia dengan ekspresi polosnya memiringkan kepalanya dan memandang kearah Subaru yang kini sedang mengerutkan keningnya. Subaru pun membalasnya dengan sebuah senyum kecut dan mengangkat bahunya.

"Jadi, kau tidak berhasil membuat Beatrice mengatakan semuanya padamu ya, lalu?"

"Mulutnya tertutup rapat dan dia sama sekali tidak mau mengalah. Ngomong-ngomong aku sudah sering menanyakan hal ini, tapi..... dimana Puck?"

"... Sayang sekali, masih tidak ada respon. Ini terkadang memang terjadi, tapi timing kali ini benar-benar sangat buruk. Gezz, ini benar-benar menyusahkan."

Meraih bagian dalam bajunya, Emilia pun mengeluarkan sebuah batu kristal berwarna hijau. Lebih cocok menjadi sebuah pendan, batu tersebut bersinar lemah. Di dalamnya, seberkas cahaya yang mempesona berputar-putar tepat dimana Si Roh Agung itu berada. 

Itu adalah penghubung yang menyegel kontrak antara Emilia dan Puck. Dan Subaru yang telah melihat perwujudan dari kristal itu hampir setiap hari, tahu betul mengenai hal ini. Hanya saja, seperti yang bisa disimpulkan dari percakapan mereka, tidak ada tanda-tanda dari dirinya di dalam batu kristal itu selama beberapa hari belakangan ini. Dia telah menghilang..... sulit untuk mempercayainya, tapi dia sama sekali tidak merespon panggilan mereka.

"Hal seperti ini kadang-kadang terjadi? Itu pasti akan sangat menjengkelkan buatmu."

"Kapanpun aku benar-benar butuh bantuan Puck, dia selalu saja datang membantu. Jadi kupikir, tidak mungkin dia tidak menyaksikan semua ini... Aku sudah bertanya padanya tentang apa yang dia lakukan ketika dia tidak ada di sampingku, tapi dia tidak pernah memberitahuku."

Mendengarkan kata-kata Emilia, Subaru pun menggaruk-garuk kepalanya dan mengatakan, "Itu....". Dia tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya pada fakta bahwa Puck, yang biasanya waspada terhadap semuanya, lebih memilih untuk diam kali ini. Dengan ini, semua sosok penting yang dia andalkan untuk dimintai pertolongan, tidak diragukan lagi telah memilih untuk tetap diam.

"Puck dan Beako, keduanya berhenti berbicara padaku disaat yang bersamaan... Ini seperti sebuah tamparan bagi kita."

"Aku tahu.... Hey, Subaru, apa yang harus kita lakukan?"

Subaru meletakkan tangannya di atas dahinya dan tenggelam dalam pemikirannya ketika Emilia menanyakan keputusannya kali ini.

Dia pun menundukan tatapannya menanggapi panggilan Emilia. Melihat kepercayaan dan keyakinan yang terlihat di dalam tatapannya, Subaru merasa sangat membenci dirinya sendiri karena merasa senang di saat-saat seperti ini. Menyadari kalau Emilia sangat mengandalkannya terlepas dari perasaan yang mencekik itu, akhirnya dia mengerti apa yang harus dia lakukan.

"Karena kedua orang yang seharusnya tahu sesuatu tiba-tiba menjadi diam, maka kita tidak punya pilihan lain selain terus bergerak maju... Meski begitu, jika kita berhasil menemukan pria itu, entah dia akan memberikan informasi atau tidak itu sudah menjadi masalah yang berbeda."

"Maksudmu Roswaal, kan?"

"Yeah, kurasa ini sudah waktunya bagi dia menumpahkan isi perutnya dan memberitahu kita semuanya."

Melihat Emilia yang paham akan situasinya, Subaru pun menganggukkan kepalanya. Karena dia sudah mengerti bagaimana jalan pikiran Subaru, dia mungkin juga berpikiran hal yang sama.

Emilia menempatkan tangannya diatas dadanya dan terlihat lega karena mereka sependapat.

"Aku sangat senang Subaru setuju denganku. Aku bertanya-tanya apa yang harus aku lakukan jika kau menolak usulan ku seperti yang selalu dilakukan oleh Roswaal dan Ram."

"Aku mungkin tidak akan setuju tergantung dari detailnya, tapi aku sepenuhnya 100% ada di belakangmu Emilia-tan. Meskipun aku tidak setuju denganmu, hal itu tidak akan berubah karena cintaku padamu Emilia-tan. Aku harap kau percaya padaku."

"Cinta...... Subaru, kau benar-benar tahu bagaimana cara mengambil kesempatan untuk merayu."

Rayuan tak bertanggung jawab Subaru membuat Emilia terkejut, dan dengan cepat memalingkan mukanya. Pipi Subaru juga sedikit memerah ketika dia mengepalkan tangannya. Sementara itu, Emilia yang masih menolak untuk melihat kearahnya pun mengatakan,

"Kalau begitu, aku punya permintaan untukmu Subaru, karena kau selalu berada di pihakku."

"Baiklah, mari kita dengarkan apapun yang kau inginkan."

Subaru meletakkan tangannya di atas dadanya dengan sikap patuh. Melihat hal ini, Emilia pun menutup salah satu matanya dan mengatakan "Karena kau mengatakannya dengan begitu baik...". Kemudian dia mengerutkan bibirnya dan menengok kearah Subaru.

Setelah menghembuskan napas panjang, Emilia pun menatap lekat-lekat pada pupil gelap milik Subaru.

"Ada banyak hal yang perlu kita bicarakan dengan Roswaal, dan kita juga harus tahu apa yang terjadi dengan para penduduk desa kan? Itulah kenapa, aku ingin pergi ke 'Sanctuary'.."

"Sanctuary....."

Itu adalah nama sebuah tempat yang telah dia dengar berkali-kali di Mansion Roswaal. Sayangnya, Subaru tidak bisa menemukan dimana letaknya, akan tetapi para pengungsi yang dipimpin oleh Ram telah bergerak menuju kesana untuk menghindari para Pemuja Penyihir. Setidaknya, karena Pemuja Penyihir yang dipimpin oleh Betelgeuse sudah berhasil dikalahkan, tingkat ancaman di 'Sanctuary' seharusnya tidak lebih baik dari mansion.

"Aku sudah diberitahu kalau itu adalah sebuah tempat yang terkadang harus aku kunjungi, jadi kupikir ini adalah waktu yang tepat. Aku sudah memutuskannya kali ini. Aku akhirnya bisa berbicara dengan Roswaal mengenai semua ini."

"T-tu-tu-tunggu dulu!! Kau tidak berpikir akan meninggalkanku kan?"

"Eh?"

Menahan tangannya di depan tubuhnya sendiri sambil menanggapi kata-kata antusias Emilia, Subaru pun terlihat begitu depresi dengan pernyataan tegas Emilia. Tapi meskipun begitu, dia harus mengatakannya.

"Emilia-tan, aku tahu kau sangat bersemangat, dan aku juga setuju, tapi kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja. Aku tahu aku ini lemah dan bodoh, tapi aku sangat benci jika aku tidak bisa berusaha yang terbaik di sisimu. Aku tahu ini egois, tapi kumohon mengertilah."

Mendengar kata-kata penuh tekad Subaru, mata Emilia pun melebar.

Tapi mereka salah paham dengan pemikiran Subaru yang sebenarnya. Dia memang ingin terus berada di sisi Emilia. Jika dia tidak bersama dengan Emilia, maka dia tidak mungkin bisa melindunginya dan tidak mungkin bisa melakukan sesuatu untuknya. Tidak ada kepura-puraan dalam perasaannya. Singkatnya, kehadirannya sangat diperlukan untuk membantu Emilia. Itu tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang dia inginkan sebagai balasannya, sederhananya itulah apa yang ingin dia lakukan.

Ekspresi Emilia masih menunjukan keheranan pada kata-kata Subaru. Memutuskan kalau sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengacaukan keseimbangan Emilia, Subaru pun melanjutkan,

"Tidak ada gunanya jika kau mencoba menghentikanku. Aku akan ikut denganmu. Aku tidak berniat ingin ditinggalkan. Entah itu 'Sanctuary' ataupun Roswaal yang akan kita hadapi, tidak akan ada yang bisa menghalangi cinta membaraku untuk......."

"Tidak mungkin aku akan meninggalkanmu. Ikutlah bersamaku."

"Aku tidak ingin ditinggalkan, tidak, tidak, TIDAK!! ..... Tunggu, apa yang kau katakan?"

Subaru yang masih setengah berada di lantai dan hampir siap untuk memohon dan meminta-minta, menanyakan hal tersebut pada Emilia.

Melihat penampilan Subaru, Emilia meletakkan tangannya pada bibirnya, wajahnya pun sedikit memerah.

"Seperti yang kubilang, ikutlah bersamaku. Aku akan sangat cemas, jika aku kesana sendirian."

"Eh, Emilia-tan....."

"Subaru, aku mengandalkanmu. Aku tidak berpikir kalau kau itu lemah ataupun bodoh. Aku butuh kekuatanmu."

Kata-kata itu sangat melebihi gambaran Subaru. Mulut Subaru menganga, sementara itu, wajah Emilia dihiasi dengan ketidakpastian melihat diamnya Subaru. Sambil mengangkat tangannya seolah-olah bingung apakah harus menyentuhnya atau tidak, Emilia pun berbicara...

"Ah, uhm, a-ada apa? Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh lagi?"

"Tombol untuk motivasiku berada di tanganmu. Entah itu dalam posisi on ataupun off, itu semua bergantung pada kata-katamu. Aku tidak bisa melakukan apa-apa terhadap tombol itu."

Sambil menutupi wajahnya dengan menggunakan tangannya, Subaru pun berbicara dengan nada menggoda kepada Emilia. "Eh eh? Apa maksudmu?", tidak bisa membaca maksud dari kata-kata Subaru, Emilia pun bingung bagaimana harus membalasnya. 

Menyaksikan Emilia yang terlihat begitu bingung, Subaru hampir saja ingin mengusapkan tangannya pada wajah Emilia. Namun pada akhirnya dia hanya bisa memegang tangan Emilia, dan menikmati setiap bagian dari momen itu.

"..... Kedengarannya kalian sudah membuat kesepakatan."

"Gya...?"

Interaksi mereka yang terlihat seperti dua orang yang sedang bercumbu, secara tragis dipotong oleh ketukan di pintu dan disusul dengan kedatangan Frederica.

Emilia sama sekali tidak terkejut dengan kedatangan Frederica, akan tetapi, Subaru yang berusaha keras untuk menyembunyikan jantungnya yang berdetak keras, menatap tajam kearah Frederica. Meskipun Frederica pasti bisa dengan mudah melihat perasaan Subaru, tapi hal itu sama sekali tidak terlihat dalam ekspresi tenang namun jahat miliknya.

"Aku tidak keberatan jika kalian berdua ingin pergi ke 'Sanctuary'. Akan tetapi, persiapannya akan membutuhkan waktu dua hari."

"Persiapan? Apakah itu artinya kau juga akan ikut bersama kami?"

"Tidak. Karena aku masih mempunyai pekerjaan disini, aku tidak akan bisa menemani kalian. Meski begitu, aku akan menunjukkan jalan menuju 'Sanctuary' kepada naga tanah yang kau bawa kemari bersamamu."

"Maksudmu Patrasche?"

Subaru membelalakkan matanya menanggapi bagian yang tidak terduga itu. Responnya mendapatkan jawaban "Kenapa ya?" dari Frederica yang melanjutkan kalimatnya seolah-olah itu sudah jelas.

"Naga tanah adalah makhluk yang cerdas. Jika kau menginstruksikan mereka dengan benar, mereka bisa tahu jalan mana yang harus diambil, sehingga pengarahan dari kusir sama sekali tidak diperlukan. Karena dia tampaknya sangat cerdas, kurasa itu tidak akan jadi masalah."

"Patrasche, kau terus saja menjadi semakin hebat! Serius ini, apa yang membuatmu menjadi seperti ini?"

"Yang lebih penting lagi, ada beberapa hal yang harus aku katakan pada kalian berdua."

Subaru memiringkan kepalanya mencoba untuk memahami partnernya, namun Frederica mengabaikan pertanyaan tersebut. Sambil meluruskan tubuh penuh ototnya, Frederica pun menatap kearah mereka berdua.

"Jika kalian ingin pergi ke 'Sanctuary', ada beberapa hal yang kuharapkan terus kalian ingat. Terutama Emilia-sama, aku ingin kau berhati-hati terhadap masalah kelahiran dan penampilanmu."

"... Ya, aku sudah mempersiapkan diriku. Lagi pula aku sudah mendengar kalau itu adalah tempat yang dipenuhi berbagai masalah."

Menanggapi peringatan Frederica, Emilia pun merapatkan rahangnya, tatapan di matanya terlihat penuh tekad. Untuk menunjukan kalau dia menghargai keputusan Emilia, Subaru pun berjalan ke samping Emilia.

"Sejujurnya, aku tidak tahu apa-apa mengenai tempat itu, selain tempat itu bernama 'Sanctuary' ..... Tapi, tujuanku yang paling penting adalah mendukung Emilia-tan, jadi aku akan mendengarkan apapun yang kau katakan."

"Sebenarnya, aku merasakan sebuah motif tulus dan tersembunyi di sana."

Kejengkelan dan rasa takjub terlihat pada mata Frederica, kemudian, setelah berkedip sekali, dia pun menekan sentimennya itu dan mengangkat jarinya.

"Kalau begitu, akan kuceritakan pada kalian mengenai 'Sanctuary'. Tapi sebelum itu, ada satu hal yang harus kalian ingat."

"Harus kami....."

"..... Ingat?"

Subaru dan Emilia memiringkan kepalanya di saat yang bersamaan. Melihat hal ini, Frederica pun menganggukkan kepalanya, dan dengan kata-kata "Ya", dia memelankan suaranya,

"..... Berhati-hatilah pada seseorang yang bernama Garfiel. Di dalam 'Sanctuary', kalian harus sangat berhati-hati jika bertemu dengan pria itu."



---End of Chapter 4---



Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4


Translated by : Me..
Previous
Next Post »
3 Komentar