Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 3 (Part 2) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 3 : Raja Iblis Dan Pahlawan Membeli Futon Bersama -2




Cerita 3 : Raja Iblis Dan Pahlawan Membeli Futon Bersama.

"Ya ampun, manis sekali anak ini! Boleh aku tahu berapa usianya sekarang?"

"......"

"Se-sekitar dua tahunan. Ahahaha."

Setelah keluar dari loket tiket, Maou dan Emi berjalan menuju outlet produk bayi yang ada di pusat perbelanjaan Seiseki-sakuragaoka.

Emi membeku setelah mendengar pertanyaan polos dari seorang karyawan wanita di toko tersebut, jadi Maou hanya bisa buru-buru menjawab pertanyaan itu dengan senyum kaku di wajahnya.

"H-hey, kendalikan dirimu!"

"....ah!"

Maou mengguncang pundak Emi yang memiliki sorotan lemah di matanya dengan tangannya yang bebas, dan untungnya semuanya tidak menjadi semakin buruk.

Saat ini, Alas Ramus sedang bersandar di lengan Maou dan beristirahat.

"Boleh aku tahu produk apa yang anda berdua cari hari ini?"

"Uh, erhm, kami mencari futon yang bisa dipakai oleh anak ini...."

Karena Emi yang seharusnya menjadi pemandu, belum juga pulih, Maou pun tidak punya pilihan lain selain menjawabnya.

"Begitu ya, aku mengerti. Sebelumnya apa dia tidur di ranjang bayi atau semacamnya?"

Maou tidak bisa menjawab kalau anak ini tidur di atas tatami....

"Uh, dia tidur bersama dengan ibunya...."

"..... Ugh!"

Dan Emi pun kembali membeku...

"Hey!! Jangan bengong setiap kali kau menyadari makna dari kata 'keluarga'!"

"Maaf....?"

Teguran Maou, kali ini membuat karyawan tersebut menjadi curiga.

"Ah, erhm, bukan apa-apa. Biasanya, dia tidur di futon yang sama dengan ibunya."

"Be-begitu ya.... bersama dengan ibunya. Kalau begitu, anak anda pasti adalah tipe yang tidak banyak bergerak saat tidur kan?"

"... Benar, dia agak tenang ketika dia sedang tidur."

Sebenarnya, menurut Maou, meski Alas Ramus sering menangis saat malam hari ketika dia tinggal di Kastil Iblis, posisi tidurnya tidak begitu buruk sampai berguling-guling.

"Tapi, memangnya ada masalah apa ya...."

"Ah ya. Setelah anak-anak tidak memakai lagi box bayi yang memiliki ruang terbatas, posisi tidur mereka biasanya akan banyak berubah. Jadi ada kasus di mana seorang ibu yang terkejut karena anak mereka yang awalnya sangat tenang saat tidur, tiba-tiba menjadi sangat aktif."

"Begitu ya."

"Tapi ada juga orang tua yang tidak memakai box bayi,  jadi untuk masalah ini, tiap orang akan berbeda-beda. Jika anak anda tidak banyak bergerak bahkan ketika beristirahat, kupikir menyiapkan futon dengan kualitas yang bagus tidak akan jadi masalah. Silakan lewat sini, aku akan mengenalkan produk kami kepada anda!"

"Yeah. Hey Emi!"

"... Ah yeah."

Emi yang masih belum tersadar, dengan patuh mengikuti mereka setelah Maou menarik lengan bajunya.

Karyawan itu membawa Maou ke tempat lemari plastik berukuran besar, dan di sana dipamerkan beberapa set futon yang terlihat sangat cocok dengan anak kecil.

"Ada boneka kainnya juga?"

"Ini untuk anak-anak yang suka memeluk sesuatu saat tidur. Ketika mereka memiliki sesuatu untuk dipeluk, mereka pasti akan merasa lebih tenang."

Setelah karyawan itu mengangguk dan menjawab, dia menunjuk ke arah salah satu set futon.

"Harga untuk satu set ini adalah 29.800 yen...."

"20.000......"

Kali ini, giliran Maou yang membeku seketika.

"Itu sudah termasuk matrass yang memiliki keunggulan untuk mengatur isian futon, bantal yang berdasarkan pada musim dan sarungnya, sekaligus tambahan handuk non iritasi dan boneka kain untuk anak-anak. Semua itu adalah satu set. Produk yang saling berhadapan di atas rak, terbagi menjadi dua tipe futon yang dipakai untuk musim panas dan musim dingin sekaligus penutupnya. Harga untuk set ini adalah 35.800 yen."

"Tiga....."

"Apakah set ini bisa dicuci menggunakan mesin cuci di rumah?"

Kali ini, daripada bilang kalau Emi sudah mendapatkan kembali akal sehatnya dan membantu Maou menanyakan pertanyaan, ini lebih seperti kesadaran Emi mengintip dari sudut matanya kalau Maou saat ini sedang membuka dan menutup mulutnya layaknya ikan mas yang kekurangan oksigen, dan terpaksa meneruskan interaksi untuk mempertahankan suasana saat ini.

"Tentu saja."

Karyawan itu mengangguk dan melihat Alas Ramus yang tertidur di lengan Maou.

"Menurut ayahnya...."

Saat ini, Emi berusaha semampunya untuk mentoleransi hal tersebut agar dia tidak kehilangan kesadaran lagi.

"Anak anda sepertinya tidak terlalu banyak bergerak saat tidur."

"..... Yeah, kurasa tidurnya bisa dianggap cukup tenang."

"Untuk anak-anak seusia anak anda, karena mereka masih berada dalam tahap pertumbuhan, tubuh mereka pun juga sangat lemah. Jika posisi tidur mereka tidak bagus, itu akan menyebabkan beban pada tulang dan otot mereka. Bahkan untuk orang dewasa pun, mempertahankan posisi tidur yang sama saat tidur bisa menyebabkan tubuh menjadi kaku, dan untuk anak-anak, hal ini mungkin akan berpengaruh pada perkembangannya. Jadi agar posisi tidur si anak semakin baik, kami sangat merekomendasikan futon yang terbuat dari bahan yang empuk."

"Perkembangan ya...."

Emi dengan sungguh-sungguh memikirkan apa yang dikatakan oleh karyawan tersebut dan memandang ke arah Alas Ramus yang digendong oleh Maou.

Dan Emi mengambil kesempatan itu untuk mendorong bahu Maou dengan pelan saat ia sedang menatap harga yang tertera pada rak dengan keadaan linglung.

"Hey, lebih baik kau tidak menjatuhkan Alas Ramus karena kau sedang bengong!"

Maou nampaknya bisa kembali sadar dan dengan buru-buru menguatkan pegangannya pada Alas Ramus.

"O,oh! Meski aku bisa mengerti apa yang karyawan itu katakan, tapi 35.000........."

"Sepertinya kau masih menyimaknya...... Boleh kutanya sesuatu?"

"Silakan!"

Setelah Emi bernapas dengan pelan, dia berbalik ke arah karyawan tersebut.

"Mungkin ini pertanyaan yang mendasar, tapi untuk futon anak-anak, sampai usia berapa mereka bisa menggunakannya?"

"...... Sejujurnya...."

Karyawan itu menjawab dengan sebuah senyum kecut.

"Pada suatu keadaan tertentu, hal itu hanya bisa ditentukan oleh pekembangan anak itu sendiri. Namun, bagi anak-anak yang suka banyak bergerak ketika tidur, tanpa mempertimbangkan futonnya, akan lebih baik kalau membeli matrass yang lebih besar. Pada dasarnya produk di sini ditargetkan untuk anak-anak yang memiliki tinggi sekitar 100 cm..."

"Ditentukan oleh perkembangan anak itu sendiri ya...."

".... Emi?"

Maou menyetujui penjelasan karyawan tersebut sambil merasa bingung dengan Emi, yang menatap Alas Ramus dengan ekspresi kaku di wajahnya.

".... Aku mengerti, terima kasih. Kami masih mau melihat-lihat dulu. Bisakah aku mendapatkan katalognya sebagai referensi?"

"Tentu saja. Silakan lihat-lihat dulu dan cari tahu dengan teliti. Izinkan saya pergi sebentar dan memgambilkan katalog untuk kalian."

Setelah melihat karyawan itu masuk ke dalam toko sambil tersenyum, Emi dengan pelan berbicara,

"Hey, Raja Iblis....."

"Ah?"

Ekspresi kesepian yang Emi tunjukan saat berbalik, seharusnya tidak bisa menipu otak Maou.

"Apakah Alas Ramus akan tumbuh layaknya anak normal?"

"....."

Apa yang ingin Emi tanyakan harusnya bukan masalah tubuh Alas Ramus yang menjadi dewasa.

Dia pasti tidak ingin lari dari tanggung jawab.

Tapi bagi Alas Ramus yang memiliki orang tua seperti Pahlawan dan Raja Iblis, yang mana sebenarnya tidak memiliki hubungan darah dengannya.....

"Akan lebih baik kalau dia tumbuh dewasa....."

Di belakang Emi, si karyawan sedang membawa tas belanja yang berisi katalog dengan senyum di wajahnya. Tapi di mata Maou, pemandangan ini benar-benar tidak biasa.


XxxxX


"Bagaimana mengatakannya ya, rasanya itu benar-benar sangat ekstrim!"

Maou menggumam sambil berjalan di sepanjang lorong yang ada di pusat perbelanjaan keempat.

"Kupikir 30.000 yen itu terlalu berlebihan, tapi harga di toko sebelahnya tiba-tiba turun menjadi 3.000 yen, hal ini benar-benar meninggalkan kesan buruk... Kenapa kita tidak mengambil yang tengah-tengah dan memilih futon yang memiliki harga 15.000 yen?"

"Futon 3.000 yen itu adalah satu set futon tidur siang yang digunakan oleh pusat penitipan bayi kan? Itu benar-benar berbeda dengan futon untuk anak-anak tidur di malam hari. Dan lagi, meski kau selau menjadi orang yang pelit, kenapa kau tiba-tiba menjadi murah hati begini?"

Maou menjawab pertanyaan Emi tanpa ragu.

"Aku hanya bingung karena melihat harga setinggi itu di awal tadi. Memang akan menyusahkan jika harganya terlalu mahal, tapi membeli yang terlalu murah juga bisa membuat seseorangmerasa tidak nyaman...."

Setelah mengatakan itu, Maou melihat ke arah sebelah kakinya.

"Papa, ada apa?"

".... Abaikan saja orang dewasa seperti aku, Ashiya, dan Urushihara, jika itu untuk Alas Ramus, tentu saja aku ingin membeli sesuatu yang lebih bagus."

Emi, seperti Maou, juga melihat ke arah sebelah kakinya.

Alas Ramus yang baru bangun dari tidur siangnya yang pendek, saat ini sedang memegang tangan papa dan mamanya, dan menggerakkan kakinya dengan seluruh tenaganya untuk mengimbangi Maou dan Emi.

"Yah, Alas Ramus, ada tangga di depan, kau harus memegang tangan mama dengan erat, okay?"

"Oh!"

"Eh? Tunggu....."

Alas Ramus menggenggam tangan mamanya dengan erat, dan Emi balik menggenggamnya secara refleks.

"Yo-sha!!"

"Ye~~~ah!!"

Maou dan Emi menarik Alas Ramus yang ada di tengah mereka menaiki tangga.

Alas Ramus menggenggam tangan papa mamanya, dan berseru, kemudian dia mendarat dengan mulus di puncak tangga.

".... Ugh!"

"Hey, Emi kau harusnya sudah terbiasa sekarang. Kita akan terus seperti ini sepanjang hari."

Kata Maou dengan santai kepada Emi yang berlutut di tempatnya berdiri.

"Mama, apa kau baik-baik saja? Apa kau kepanasan?"

Ditambah lagi dengan Alas Ramus yang khawatir dengannya, hal ini menjadi semakin sulit untuk diterima.

"Baik, Alas Ramus, karena mama kelihatannya sangat capek, ayo kita makan!"

"Makan!!"

Alas Ramus memegang tangan orang tuanya dan menganyun-ayunkannya dengan gembira.

"MgRonron!!"

"Hm? MgRonald, masih terlalu awal untuk Alas Ramus."

"Tidak, aku mau MgRonron!".

Meski tidak diketahui apa yang Alas Ramus maksud dengan MgRonron, gadis kecil ini nampaknya sangat keras kepala jika ada sesuatu yang berhubungan dengan MgRonald.

"Hey, apa kau membiarkannya makan MgRonald sebelumnya?"

"Tidak, tapi itu tidak hanya MgRonald, gadis ini nampaknya sangat sensitif dengan semua bau makanan cepat saji."

"Bau ya......"

Maou ingat saat Alas Ramus bertemu dengan Kisaki...

'Baunya sama dengan papa.'

Dia mengatakan hal itu,

"Hey, Alas Ramus."

"Ada apa?"

"Kenapa kau ingin MgRonald?"

Maou yang tiba-tiba merasa penasaran, bertanya, dan Alas Ramus menjawabnya dengan ceria.

"Baunya papa!!"

""..... ""

Maou dan Emi hanya bisa saling menatap satu sama lain.

"Ne, mama, kita akan tidur di rumah papa hari ini, kan?"

"........... Ayo kita makan dulu ya?"

Emi merubah topik pembicaraan untuk menghindari tatapan Alas Ramus, dan merendahkan kepalanya dengan aura kesepian.

".... Hey, Emi."

"Ada apa...."

"Apa kau merasa depresi?"

"Hah?"

Maou tiba-tiba menanyakan hal tersebut dengan asal-asalan, dan membuat Emi benar-benar bingung.

Maou yang tidak menduga Emi akan bereaksi seperti ini, tiba-tiba merasa tidak enak.

"Uh, erhm, aku hanya berpikir apa kau merasa iri atau semacamnya karena Alas Ramus hanya peduli denganku."

".... Aku tidak seegois itu. Ah lihat, ada peta di sana. Kenapa kita tidak melihat-lihat untuk mencari tahu di mana kita bisa makan siang?"

"Ye-yeah!"

Arah yang Emi tunjuk adalah panduan restoran yang ada di dalam pusat perbelanjaan, dan di saat yang sama, terdapat pula beberapa keluarga yang dengan senang mendiskusikan apa yang akan mereka makan hari ini.

"Dia awalnya tinggal di rumahmu, jadi merindukanmu adalah hal yang sangat wajar."

"O-oh......"

"Aku hanya kesulitan apakah aku harus memprioritaskan menjadi 'Pahlawan' atau menjadi 'Ibu'..... Biar kulihat apa yang bisa Alas Ramus makan...."

Di depan papan panduan tersebut, Emi melihat foto makanan yang direkomendasikan oleh setiap restoran, dan menjawab dengan santai,

"Aku merasa tidak enak jika seperti ini. Pihak manapun yang mengambil haknya, bagiku tidak ada bedanya.... Bagaimana kalau soba?"

"Kau tidak perlu merasa tidak enak. Bukankah sudah kukatakan sebelumnya..... Soba di restoran itu terlalu mahal, karena ada tempuranya."

"Apa maksudnya itu?? Hm...... Tempura ya."

"Bukan apa-apa... Oh iya, apa tidak masalah kalau kau makan di luar?? Apa kau punya uang?"

"Hm, aku mungkin terlihat seperti ini, tapi aku punya uang sendiri. Setiap bulan, aku bisa menggunakan gajiku dengan bebas, dan setiap hari kerja, aku bisa mendapat 300 yen uang tunjangan. Selama aku tidak menggunakannya di hari itu, aku pasti bisa menabung 300 yen perhari, jadi tidak masalah meskipun aku memakan tempura dengan Alas Ramus.... Eh, apa barusan kita membicarakan topik ini?"

"Kita berbicara tentang apa yang akan kita makan, kan?"

"Uh, aku ingat kalau kita sedang membicarakan topik yang serius...."

"Oh, masalah itu. Aku hanya merasa kalau percuma saja kita membicarakannya, jadi lebih baik kita tidak membicarakannya..... Spaghetti, aku sedikit mual memakannya."

"Apa? Kalau begitu, coba bicarakan!!"

"MgRonron!"

Di antara daftar restoran yang ada, Alas Ramus, dengan mata yang tajam, menunjuk simbol MgRonald dan berteriak dengan ruang, untuk alasan yang tidak diketahui, Emi memperlihatkan ekspresi bahagia dan melirik ke arah Maou.

"Jika selain menjadi 'Raja Iblis', kau bersedia memprioritaskan diri sebagai seorang 'ayah', lalu menyerah pada ambisimu untuk menaklukan dunia, dan tinggal di Jepang untuk seumur hidupmu, maka aku tidak akan jadi begitu keras kepala."

Pemandangan di hari itu, tiba-tiba terlintas di pikiran Maou.

Usai menyelasaikan jadwal kerja sorenya, di persimpangan Sasazuka.

Pada waktu itu, Emi, perasaan macam apa yang dia rasakan saat mengatakan hal ini pada musuh yang telah membunuh ayahnya, yang mana dia kejar dengan mempertaruhkan nyawanya....

'Jika kau bersedia menghabiskan seluruh sisa hidupmu di negeri ini, maka aku tidak perlu lagi menganggapmu sebagai musuh.'

Pada waktu itu, Alas Ramus tidak ada di sana. Dan Raja Iblis dan Pahlawan hanyalah musuh bagi satu sama lain.

Pada kenyataannya, dengan takdir baru di antara mereka, apa yang sebenarnya Emi pikirkan?

Tidak, apapun yang dia pikirkan, bisa dipastikan kalau Emi sama sekali tidak ingin orang lain berpikir kalau dia dan Maou adalah sepasang suami istri.

Tapi, bagaimana dengan masalah menjadi 'ibu untuk anak ini'...?

"Hey..."

"Apa?"

"Untuk kentang goreng MgRonald, kalau sebelumnya kau memberitahu karyawannya, kau bisa meminta mereka untuk tidak menambahkan garam. Kenapa kita tidak membiarkan Alas Ramus memakannya sedikit?"

"Eh? Kenapa mendadak begini?"

"Selain itu, harusnya sudah ada banyak orang di setiap restoran, kalau begitu, kenapa kita tidak membawanya ke sana?"

Maou tidak menjawab pertanyaan Emi dan malah menunjuk ke suatu titik di peta area sekitar Seiseki-sakuragaoka yang terletak di sebelah panduan restoran.

"Ne, Alas Ramus."

"Ada apa?"

Maou perlahan mengangkat Alas Ramus yang mendongak dan menjawab panggilannya, setelah pandangan mereka saling bertemu, Maou mengatakan,

"Ayo kita piknik!"


XxxxX


"Anginnya kuat sekali!"

Emi secara refleks memegangi rambutnya yang tertiup angin.

"Sungai!!"

"Oh, tempat ini lumayan luas."

Mereka bertiga saat ini berada di pinggir sungai Tama.

Di bawah jembatan layang jalur Keio yang ada di sisi kanan, terdapat sebuah taman, lapangan sepak bola, dan lapangan tenis. Pemandangannya benar-benar terlihat sangat indah.

"Kenapa area rerumputan di sebelah sana adalah satu-satunya area yang tidak dijadikan taman?"

"Kulihat ada orang yang memanggang daging di sisi sana, tapi sepertinya hal itu tidak bisa dilakukan di sisi taman yang ini, kriteria macam apa yang mereka gunakan untuk membedakan mereka?"

Ada sebuah jembutan besar di sisi kiri, dan sekelompok orang yang sedang memanggang daging bisa terlihat di dekat tiang jembatan.

"Papa! Taman! Taman!"

Setelah melihat berbagai aktifitas santai yang ada di pinggir sungai, mata Alas Ramus seketika berbinar-binar.

"Yeah, tapi ayo kita makan terlebih dahulu. Kursi itu nampaknya belum terpakai, ayo kita ke sana."

Maou, menggendong Alas Ramus, berjalan di depan Emi dan menuruni tanggul sungai.

Tempat tujuan Maou adalah sebuah bangku kayu tua yang sangat pas digunakan oleh sebuah keluarga.

Untungnya, bangku itu berada di bawah pohon besar, jadi di sana juga bisa dijadikan tempat berteduh.

".... Alas Ramus sudah tahu taman ya."

Kata Emi dengan kaget.

"Aku belum pernah mengajaknya selama ini...."

"Ketika dia masih tinggal di rumahku, Ashiya dan Suzuno nampaknya pernah membawa Alas Ramus ke taman dekat apartemen kami beberapa kali."

"Mama! Ayunan! Aku ingin bermain ayunan!"

Adapun untuk Alas Ramus, dia mengulurkan tubuhnya menjauh dari pundak Maou seolah sudah tidak sabar lagi ingin berlari.

"Karena kami selalu bergabung.... rasanya setiap kali aku pergi keluar dengannya, ya cuma saat bekerja..."

Alas Ramus tidak bisa diam dan memandangi tanggul sungai luas yang ada di sekitarnya. Dia berseru pada setiap hal yang dia lihat, melihat adegan ini, Emi merasakan sedikit rasa sakit di hatinya.

"Dia pasti menumpuk banyak stress. Sepertinya aku memang harus mengurangi jadwal kerjaku...."

"Selama situasi sekarang ini masih bisa diatasi, kurasa lebih baik kau tidak perlu melakukan hal semacam itu."

Setelah membiarkan Alas Ramus duduk di bangku incaran mereka, Maou memberikan kantong dari MgRonald kepada gadis kecil itu.

Usai menerima bungkusan itu dengan kedua tangannya, Alas Ramus memeluknya dengan mata yang berbinar-binar.

"MgRonron!!"

"Tentu saja akan lebih baik kalau terus bersamanya selama 24 jam. Tapi bagi kita, kita masih harus bekerja untuk mendapatkan uang. Ketika Alas Ramus masih tinggal di Kastil Iblis, aku juga tidak memiliki banyak waktu untuk bermain dengannya. Aku menyerahkan semuanya pada Ashiya dan Suzuno... Hey, Alas Ramus, ulurkan tanganmu. Kau harus membersihkan tanganmu sebelum makan."

Maou berjongkok di depan bangku tersebut, dan ketika dia sedang menggunakan tisu yang dia beli dari minimarket untuk membersihkan tangan kecil Alas Ramus, dia mendongak ke arah Emi dan mengatakan,

"Duduklah, kau juga ingin makan, kan?"

"Yeah...."

Emi mematuhi kata-kata Maou dan duduk di samping Alas Ramus.

"Yo-sha.... Baik, Alas Ramus, apa yang harus kau lakukan sebelum makan?"

Maou duduk di sisi lain Alas Ramus, dan memandang gadis kecil itu.

"Oh! Mari makan!"

Bahkan sebelum menyelesaikan kalimatnya, Alas Ramus sudah membuka kantong kertas kecil dari MgRonald dan mengeluarkan beberapa kentang goreng.

"MgRonron!"

Di dalam kantong tersebut, hanya ada sebuah kotak kecil berisi kentang goreng.

Sisanya adalah onigiri berbagai rasa yang dipilih oleh Emi dari restoran yang menyediakan layanan bungkus makanan.

"Emi, ini tehnya."

Apa yang Maou serahkan pada Emi adalah sebotol teh yang dia beli dari toko 100 yen.

Emi menerimanya setelah beberapa saat merasa ragu, dan setelah membukanya, dia pun langsung meminumnya.

".... Ah, ini enak...."

Setelah memastikan merknya, Emi menyadari kalau dia tidak pernah melihat nama pabrik dan merk itu sebelumnya.

"Aku lumayan suka dengan merk ini. Meskipun biasanya minimarket menjualnya di awal musim semi, mungkin karena mereka tidak terlalu laku, mereka pun langsung dikeluarkan dari raknya. Dan baru-baru ini toko 100 yen menjualnya dengan harga 100 yen untuk dua botol. Huft, tapi sebelum akhir musim panas, mereka mungkin akan menghilang lagi."

Maou tertawa dan di saat yang sama, membuka botol teh dengan merk yang sama dan mulai meminumnya.

"Hey, Alas Ramus, kau akan kehausan kalau kau hanya makan kentang goreng saja, nih minum teh juga!"

"Gluk.... Oh."

Alas Ramus yang sedang memakan kentang goreng tanpa garamnya, meletakkan botol yang Maou beri ke mulutnya, dan setelah meminum teh tersebut dengan mulut kecilnya, dia pun menelan semuanya.

".... Dengan kalian berdua yang seperti ini, kalian terlihat seperti ayah dan anak sungguhan."

Di bawah sinar matahari musim panas, seorang papa muda yang duduk di sebuah bangku di bawah bayangan pohon, sedang meminumkan teh pada anaknya.

Selain itu, Emi tidak bisa menemukan kata lain yang bisa menggambarkan adegan ini.

"Baguslah kalau aku bisa menjadi seperti itu."

"..... Eh?"

Tidak bisa menilai apa yang Maou katakan, Emi sesaat merasa bimbang.

"Ketika biasanya kau berpura-pura menjadi seorang ibu, bukankah kau juga berperilaku seperti ibu sungguhan?"

"Eh.... Er erhm, itu...."

Dapatkah kalimat ini dianggap sebagai pujian?

"Aku tidak pernah memikirkan ini sebelumnya, tentang berapa lama aku bisa bersama dengan Alas Ramus..... dan Alas Ramus......"

Rasanya, suara dari sekumpulan keluarga yang sedang bermain di pinggir sungai tiba-tiba menjadi sangat jauh.

"... apa dia bisa selalu ada di samping kita?"

".... Raja Iblis..."

"Pwah!! Mama! Onigiri!!"

"Ah, eh, yeah."

Mengikuti permintaan Alas Ramus yang sudah menelan teh dan kentang gorengnya, Emi meletakkan kotak berisi onigiri dan hadiah acar lobak di depan Alas Ramus.

"Oh, memakan acar lobak duluan, Alas Ramus ternyata sudah besar."

"Aku suka acar lobak."

Alas Ramus memakan acar lobak tersebut dengan suara mengunyah yang keras.

".... Sepertinya selama ada warna 'Malkuth', dia pasti akan menyukainya."

".... Begitu ya."

Maou menjawab penjelasan Emi dengan sebuah senyum kecut.

Alas Ramus sangat menyukai sesuatu yang berwarna kuning.

Inti dari eksistensi Alas Ramus adalah Yesod Sephirah yang menciptakan dunia, dan kuning adalah warna temannya, yaitu Malkuth.

Ibunya adalah seorang Pahlawan yang memiliki darah campuran antara malaikat dan manusia, ayahnya adalah raja dari para iblis, sementara Alas Ramus, dia adalah perwujudan dari salah satu Sephirah.

Dengan hubungan seperti ini, akan mustahil melanjutkan hidup sempurna layaknya keluarga normal lainnya, hal ini adalah sebuah kebenaran yang sudah sangat jelas.

"Tapi, itu akan percuma jika kita menjalani hidup dengan ragu setiap hari karena masalah ini. Saat ini, kita tidak mungkin mengabaikan Alas Ramus, dan....."

Kali ini, Maou menatap mata Emi dengan mantap dan mengatakan,

"Karena kau tidak memiliki rencana untuk membunuhku dengan menggunakan pedang suci, berpikir tentang memisahkan diri dari Alas Ramus, sebenarnya adalah hal tidak diperlukan. Kembali memikirkannya hanya akan menjasi sia-sia."

".... Ugh."

Meski hal itu dinyatakan dengan sangat jelas, Emi masih tidak bisa membantahnya.

Keahlian berpedang yang Emi latih untuk melawan Raja Iblis, dan pedang suci yang dia miliki,

Serta Alas Ramus yang berada di dalam pedang suci.

Jika dia menggunakan pedang suci untuk membunuh Maou sekarang, itu sama saja dengan membiarkan Alas Ramus berlumuran darah 'Papa'-nya.

"Me-meski begitu..... ini bukan berarti aku sudah menyerah untuk membunuhmu.....!"

Ini bukan berarti Emi sudah memaafkan Maou, dan juga bukan berarti dia sudah menyerah pada tujuannya untuk memerangi Raja Iblis.

Meski Emi menggunakan nada yang lebih berat untuk menekankan hal itu, senyum tenang Maou masih tidak berubah sama sekali.

"Jangan khawatir. Aku juga tidak berencana mengambil keuntungan dari hal ini untuk melakukan hal-hal yang buruk. Hey, Alas Ramus, jangan mencengkeramnya terlalu keras... Ah, kau sudah menghancurkannya!"

"Ah, ah, Bonito Flakes-nya jatuh semua."

(T/N : Bonito Flakes : nama sejenis makanan, nama Jepangnya sih Katsuobushi.)

Ketika mereka berdua mengalihkan pandangannya untuk membicarakan topik yang serius, semuanya sudah terlambat.

Alas Ramus meremas onigiri bonito flakes-nya, dan onigiri tersebut pun jatuh begitu saja.

"Ah, ini lengket. Ayo, Alas Ramus, berikan onigirinya oada papa. Hey, Emi, kau seharusnya punya sumpit sekali pakai kan?"

"Ah, yeah. Hey, Alas Ramus, bagaimana bisa kau membuat kekecauan seperti ini dengan menggunakan onigiri? Ayo, buka mulutmu!"

"Ah!"

Emi meletakkan onigiri hancur yang berhasil dia selamatkan kembali ke dalam kotak, dan menggunakan sumpit sekali pakai untuk menyuapi Alas Ramus sedikit demi sedikit.

".... Huft, ketika kita sibuk mengurusi hal seperti ini, kita sebenarnya sudah tidak bisa lagi disebut sebagai Raja Iblis dan Pahlawan."

"....."

Emi berpura-pura fokus menyuapi Alas Ramus, dan bermaksud mengabaikan Maou.

Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 3 Bahasa Indonesia


Jika dia setuju dengan kata-kata Maou, itu pasti akan membuatnya merasa kalah.

Maou juga terlihat tidak terlalu memikirkan reaksi Emi, dan ketika dia mengambil butiran nasi yang ada di baju Alas Ramus dan memasukkannya ke dalam mulutnya, dia berteriak dengan keras.

"Cuacanya sangat bagus!"

Maou tidak berbicara pada siapapun, dia hanya mengatakan apa yang dia rasakan sambil menatap ke arah langit.


XxxxX


"Ah~ capeknya, hey!!"

"....."

Meskipun sekarang sudah jam 6 sore, langit musim panas masih saja terlihat terang.

Maou yang turun di stasiun Sasazuka, menguap lebar dan menggumam dengan pelan.

Sementara Alas Ramus, saat ini dia sedang tertidur di lengan Emi.

Setelah makan siang, secara tidak sengaja melupakan tujuan awalnya, Alas Ramus yang bermain di taman pinggir sungai sampai kelelahan, langsung tertidur ketika dia menaiki kereta dalam perjalanan pulang.

Bahkan jika ada angin yang bertiup di pinggir sungai, itu tetap tidak bisa merubah kenyataan bahwa mereka piknik di bawah sinar matahari, Maou dan Emi yang sangat kelelahan, menaiki berbagai macam kereta di stasiun dan pulang menuju Sasazuka.

"Huft, hey Emi, maafkan aku, bisakah aku memintamu membawa katalog itu ke rumahku? Aku ingin menjelaskan situasinya pada Ashiya."

"......"

Emi harusnya bisa berganti kereta di stasiun Meidaime dan pulang ke rumahnya.

Tapi karena diminta oleh Maou, dia pun secara khusus datang ke Sasazuka.

Pada akhirnya, ketika berada stasiun Seiseki-sakuragaoka, mereka berdua masih belum bisa memilih futon untuk Alas Ramus. Setelah memikirkannya, bagaimanapun juga, mereka tetap ingin memilih set futon yang mahal, namun karena mereka berdua harus berbagi separuh harganya, Maou bilang jika dia tidak berkonsultasi dengan Ashiya terlebih dahulu, sesuatu yang buruk pasti akan terjadi.

Meskipun Emi tidak bisa mentolerir si Raja Iblis yang harus menyesuaikan mood bawahannya ketika membeli sesuatu, karena dia memang tidak berencana untuk mengambil keputusan secepatnya, dia pun setuju untuk membicarakannya terlebih dahulu.

Tapi saat berada di kereta, Maou menjadi sangat kelelahan sampai membuatnya tertidur.

Dan semenjak bangun di Sasazuka, mood Emi sudah menjadi sangat buruk, membuat Maou terus-terusan memikirkannya.

Lagipula, tidak peduli apa yang Maou katakan, Emi tetap tidak bereaksi sama sekali.

"Hey, wajahmu sangat merah, jangan-jangan kau lupa memakai tabir surya?"

Maou melihat ke arah Emi dengan santai dan menyadari bahwa di bawah sinar matahari sore, wajah Emi menjadi sangat merah karena alasan yang tidak diketahui.

Maou yang ingat sinar matahari terik di pinggir sungai, bertanya dengan acuh tak acuh....

".... Kubilang...."

Tapi tatapan Emi yang dingin dan tajam, membuat Maou segera menutup mulutnya.

"Kau.... Berani-beraninya kau....."

"O-oh?"

Emi terlihat gemetar untuk alasan yang tidak diketahui.

Dan amarah terpancar di kedua matanya.

Emi membuka mulutnya yang nampak seperti bisa menyemburkan api kapanpun, mendekati Maou secara tiba-tiba dan mengatakan,

"Berani-beraninya kau terus bersandar ke arahku? Haaaah?"

"Ooooh? Eh? Be-benarkah?"

Meski Maou yang tertidur dengan posisi duduk tidak mengingat apapun, Emi tidak mungkin akan mengatakan kebohongan tak berguna semacam itu.

"Kau masih berani bertanya padaku!?? Bagaimana kau akan mengganti rugi atas penghinaan yang kuterima ketika seorang wanita tua yang naik di stasiun Sakurajosui bertanya 'Seluruh keluarga pergi jalan-jalan bersama ya? Hubunganmu dengan suamimu pasti sangat baik!'?"

"Uh, itu...."

Meskipun wajah Emi begitu memerah, dia tetap berteriak dengan pelan agar tidak membangunkan Alas Ramus.

Melihat auranya, jika Emi tidak membawa Alas Ramus, dia mungkin saja sudah mencengkeram bagian depan baju Maou.

"Be-beberapa kali aku menggunakan pundakku untuk mendorongmu, tapi setiap kali kereta berhenti, kau akan bersandar ke pundakku lagi... Se-serius, kupikir aku akan mati karena wajahku terasa sangat panas!"

"O,oh, aku benar-benar minta maaf...."

"Sebenarnya aku ingin berganti kereta di stasiun Meidaime, tapi karena kau dan Alas Ramus sedang tidur, tidak ada yang bisa kulakukan, ini benar-benar.... aku benci ini, dasar idiot!!"

"H-hey, semuanya melihat kita!"

Emi menceramahi Maou dengan wajah memerah, suaranya menjadi semakin keras.

"Li-lihat, Alas Ramus jadi terbangun gara-gara kau. H-hey, tenang sedikit, biar kubantu menggendong Alas Ramus, tarik napas dalam-dalam!"

"A-aku selalu tenang.....!!"

Meski begitu, Emi tetap menyerahkan Alas Ramus pada Maou, dan mengehembuskan napas dalam di saat yang bersamaan.

Meskipun mereka bisa duduk di dalam kereta, Emi yang tidak bisa tenang sama sekali, tetap mencoba menggerakkan tubuhnya yang kaku, dan melakukan peregangan agar bisa menenangkan dirinya, tepat ketika dia mengalihkan pandangannya untuk menghindari Maou,

"Ah."

"Ah."

".... Ah."

Matanya bertemu dengan seseorang yang sedang lewat, dan setalahnya, baik itu Emi, Maou, dan orang tersebut, semuanya membeku seketika.

"Maou-san, Yusa-san, Alas Ramus?"

Orang itu adalah Chiho.

Sasaki Chiho, memakai seragam sekolahnya, melihat mereka bertiga dengan kaget.

"Chi, Chi-chan?"

"He-hello, Chiho...."

Maou dan Emi tidak menyangka akan bertemu Chiho di saat seperti ini.

"Ada apa ini? Kenapa semuanya ada di sini?"

Tanya Chiho dengan tenang.

"Ah, yeah, erhm, kami barusan pergi untuk membeli sesuatu."

"Membeli sesuatu?"

"B-benar. Ini adalah sesuatu yang Alas Ramus butuhkan, t-tapi aku tidak bisa memutuskannya sendiri."

"Begitu ya. Benar juga. Bagaimanapun, lingkungan Alas Ramus jadi berubah setelah ia pindah ke rumah Yusa-san."

Chiho, yang tahu identitas asli Maou dan Emi, juga tahu identitas dan kondisi Alas Ramus yang sebenarnya.

Jadi dia tidak bereaksi berlebihan saat melihat Maou dan Emi yang pergi bersama.

"Fwah.... Un.."

Kali ini, Alas Ramus terbangun saat berada di lengan Maou.

"Ah, Chi nee-chan, pagi."

Alas Ramus, dengan matanya yang masih kabur, menangkap sosok Chiho di sudut penglihatannya.

Untuk alasan yang tidak diketahui, Maou dan Emi tiba-tiba memikirkan hal yang sama dan memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya, hal itu membuat mereka merasa seperti ada angin dingin yang menjalari tulang belakang mereka.

"Selamat pagi, Alas Ramus-chan. Hari ini kau pergi ke mana?"

Tanya Chiho dengan santai, dan Alas Ramus yang sangat menyukai Papa dan Mamanya, menjawab dengan jujur.

"Aku pergi piknik dengan Papa dan Mama."

"Eh, Pik.... Piknik... Eh?"

Chiho secara refleks menatap wajah Maou dan emi.

"Fwah.... Aku bermain sangat lama, dan hari ini aku akan tidur.... bareng Papa dan Mama.... Fwah!"

Alas Ramus yang masih belum bangun sepenuhnya, dengan kata-kata yang dia pilih secara asal-asalan, membuat Chiho membeku di tempat.

"Eh! Maou-san, dengan Yusa-san....??"

"Ti-tidak, Chiho. Ini bukan seperti itu!!"

"Te-tenang sedikit Chi-chan! Coba pikir, mana mungkin aku tidur dengan Emi."

Penjelasan panik dari Maou dan Emi, sama sekali tidak bisa mencapai telinga Chiho karena kalimat yang dikatakan oleh Alas Ramus sebelumnya, dan hal itu berhasil melayangkan sebuah serangan fatal.

".... Kami pergi untuk membeli futon... fu!"

"Fu... Futon.."

"Chiho! Chiho, bangun!!"

"Yu-Yusa-san.... apa kau benar-benar akan menjadi keluarga dengan Maou-san?"

"Mana mungkin!! Siapa juga yang mau menjadi keluarga dengan orang seperti ini...."

"Aku juga tidak mau!!"

"Eh? Papa? Mama?"

"A Alas Ramus? Ti-tidak, Papa dan Mama tidak bertengkar..."

"Ti-tiga orang pergi membeli futon bersama.... apakah Yusa-san berencana pindah ke apartemen itu? A-apa kalian semua berencana menjadi sebuah keluarga?"

"Chiho, tenanglah! Tenang dulu! Aku akan menjelaskannya dari awal!"

"Aku tidak mau Papa bertengkar dengan Mama.... Waaahhhhh!!"

"T-tapi... J-j-jika kalian berdua sudah memutuskan ini... maka aku tidak akan berkata apa-apa lagi."

"Kau itu salah paham! Chiho, tenanglah sedikit!!"

"A-Alas Ramus! Ja-jangan menangis!! Ini tidak seperti apa yang kau pikirkan, ah! Yang benar saja!!"

Situasi kacau di mana Raja Iblis dan Pahlawan tidak tahu sisi mana yang harus ditangani terlebih dahulu, terus berlangsung selama 10 menit.

".... Maou-sama, Emilia, Sasaki-san.... apa yang membuat kalian ribut-ribut di stasiun begini?"

Setelah Ashiya yang tiba-tiba muncul menyela mereka dengan suara lelah, kekacauan itu pun bisa ditekan.

"Begitu ya, jadi kalian membeli futon untuk saat Alas Ramus-chan menginap....."

Usai mendengarkan penjelasan dari Ashiya tentang aktifitas Maou hari ini saat dalam perjalanan dari stasiun ke Kastil Iblis, kecurigaan Chiho pun akhirnya bisa lenyap.

Maou dan Emi, merendahkan kepalanya dengan letih, mengikuti di belakang Ashiya dan Chiho.

Sementara Alas Ramus, dia sedang duduk di tempat duduknya di Dullahan 2 yang didorong oleh Ashiya.

"Tapi aku benar-benar terkejut karena Maou-san dan yang lainnya benar-benar terlihat seperti keluarga...."

"Jangan bicarakan itu lagi!!"

"Jangan bicarakan itu lagi....."

".... Kalian berdua memang punya hubungan seperti itu."

Suara pelan yang terdengar dari belakang membuat Chiho dan Ashiya tersenyum kecut.

"Maou-sama, bolehkah aku tahu apakah kalian sudah membeli futon Alas Ramus?"

"Ah... Aku meminta Emi ke sini karena aku ingin mendiskusikannya denganmu."

".... Dengan kata lain, itu pasti tidak murah."

Meski Ashiya langsung mengernyit.....

"Tapi karena itu adalah futon untuk anak-anak, memang lebih baik untuk membeli futon yang kualitasnya bagus. Kudengar posisi tidur saat anak-anak itu akan mempengaruhi tulang dan berbagai area lainnya."

"Huft, termasuk hal itu juga lebih baik kita membicarakannya secara rinci saat kita sudah sampai.."

Namun, setelah Chiho yang sudah membantu Kastil Iblis dengan berbagai cara memberikan alasan kepadanya, sikap Ashiya pun juga ikut melunak.

"Oh iya, Ashiya, siapa yang kau telepon tadi?"

Maou bertanya pada Ashiya seolah tiba-tiba mengingat hal tersebut.

Itu bukan merupakan kebetulan saat Ashiya muncul di tengah-tengah konflik Maou dan yang lainnya. Dia nampaknya pergi untuk menggunakan telepon umum yang ada di stasiun.

"Aku hanya pergi untuk memastikan rencana dengan seseorang yang kukenal, itu bukan sesuatu yang terlalu penting."

Ashiya berbelok setelah menjawabnya, dan lampu Villa Rosa berada di depan sana.

"Bell sangat khawatir kau tahu. Dia takut kalau Maou-sama dan Emilia akan bertengkar saat membeli futon."

Sebelum Emi dan Maou bisa menjawab....

"Papa dan Mama tidak akan bertengkar, okay?"

Alas Ramus, terduduk di tempat duduknya di Dullahan 2, sudah menengok dan melihat mereka berdua dengan ekspresi tegas.

"Huft."

"Huft....."

Si Papa dan si Mama, menghela napas dengan ekspresi rumit di wajahnya.

"Alas Ramus-chan benar. Akan lebih baik jika semuanya bisa terus akrab."

"Ini... Meskipun itu adalah pendapat Sasaki-san, aku tetap sulit menerimanya dengan sudut pandangku."

Seorang gadis SMA dan seorang Jenderal Iblis berjalan berdampingan di jalan di bawah sinar matahari sore, membicarakan topik-topik yang kurang penting.


XxxxX


".... Aku tidak ingin pergi bekerja....."

Emi memberikan sebuah keluhan yang tidak cocok dengan gayanya yang biasa, dia saat ini sedang berjalan di antara keramaian pagi di Shinjuku.

Pada akhirnya, semua orang berkumpul di kamar Suzuno untuk makan malam, lalu Alas Ramus sekali lagi menyatakan bahwa dia ingin tidur di Kastil Iblis, sehingga membuat Emi harus berusaha keras untuk membujuknya dan pulang.

Ashiya memang merasa bimbang mengenai harga futon Alas Ramus, tapi dengan bujukan dari Chiho, dia akhirnya memutuskan untuk membeli futon buatan Nishikawa.

Ketika Emi berpikir tentang menceritakan pengalamannya kepada Rika yang sudah memberinya informasi, hal itu pasti sama saja dengan membuat masalah bagi dirinya sendiri, sehingga dia pun sama sekali tidak memiliki motivasi untuk melakukannya.

'Tidak bisakah topik tentang futon dihindari seperti tidak terjadi apa-apa', dengan pikiran negatif itu, Emi duduk di kursinya.

".... Ri-Rika?"

Tapi Emi langsung terkejut ketika mendapati Rika yang duduk di sebelahnya, saat ini memiliki ekspresi linglung yang tidak biasa di wajahnya.

Rika biasanya sangat energik di pagi hari, dan jarang sekali dia bengong dengan mulut yang separuh terbuka seperti sekarang ini.

"Rika? Ada apa?"

"........ Ah, Emi, selamat pagi."

Reaksi Rika sangat amat lambat.

Apa yang terjadi? Dibandingkan kemarin, hari ini Rika seolah-olah sudah menjadi orang yang berbeda.

"E-erhm, Rika, soal futonnya...."

"Futon....? Apa maksudnya itu?"

Sepertinya Rika memang memiliki kondisi yang parah.

Meski kemarin dia sangat tertarik dengan topik ini, tapi saat ini, ia terlihat seperti tidak peduli sama sekali.

"Ada apa? Apa kau sakit?"

Kali ini, Emi bertanya dengan cemas.

Rika yang biasanya energik, kenapa dia bisa menjadi depresi seperti sekarang ini?

"Ku..... Kupikir aku sudah tidak memahami diriku lagi."

"Eh?"

"Ne, Emi."

"A-ada apa?"

Suara Rika begitu pelan, seakan-akan suara itu bisa menghilang di antara suara dering tanda dimulainya bekerja.

"Orang yang tidak memiliki HP sebelumnya, apa mereka akan merasakan perasaan cemas sepertiku?"

"A-aku tidak paham apa yang kau katakan...."

"Yeah, maaf, bukan apa-apa kok, waktunya bekerja!"

Rika yang mencoba menyemangati dirinya, mengenakan headphone-nya dengan kurang yakin.

"Meskipun keadaan Emi juga sangat rumit....."

"Y-yeah......"

"Tapi bisa berbicara dengan bebas kapanpun kita mau, sebenarnya adalah hal yang sangat penting."

Masalah yang membuat Rika gelisah, pasti semuanya tercurahkan dalam kalimat tersebut.

Akan tetapi, Emi tidak memiliki waktu untuk memikirkan makna di balik kalimat tersebut.....

"... Terima kasih sudah menelepon, Call Center Docodemo di sini, namaku Yusa, akulah yang akan membantu anda!"


Sebuah panggilan telepon tiba-tiba masuk ke mesin Emi, dan perasaan aneh yang dia rasakan di pagi yang cerah ini, dengan cepat tertelan oleh kesibukannya dan menghilang tanpa jejak.


---End---





Translator : Zhi End Translation..

Previous
Next Post »
1 Komentar
avatar

fokus aja sama -hataraku-maou-sama dulu min seru !

Balas