Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 3 (Part 1) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 3 : Raja Iblis Dan Pahlawan Membeli Futon Bersama -1


Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 3 Bahasa Indonesia




Cerita 3 : Raja Iblis Dan Pahlawan Membeli Futon Bersama.

"Bell, maafkan aku, bisakah aku minta tolong padamu untuk mengawasi Alas Ramus sebentar?"

"Ya ampun, Emilia, kau ada di sini. Ada apa?"

Sore yang normal ketika matahari musim panas mulai meredup. Suzuno berada di dalam kamarnya sedang membaca katalog kimono, dan Emi, yang dia pikir datang untuk mengunjungi tetangganya, ternyata datang ke kamarnya dengan ekspresi berbahaya di wajahnya.

"Suzu nee-chan."

Gadis yang dipercayakan padanya oleh Emi, yaitu Alas Ramus, dengan patuh membiarkan Suzuno menggendongnya.

"Aku akan segera kembali."

Setelah mengatakan hal tersebut, Emi kembali pergi tanpa menjelaskan alasan apapun.

"Suzu nee-chan, apakah ini buku seni?"

"....Hm? Ah, ini adalah buku yang menampilkan banyak kimono cantik...."

Suzuno memang merasa kalau Emi terlihat aneh, tapi dia tetap membuka katalog tersebut untuk menjawab pertanyaan Alas Ramus, dan kali ini....

"Ditolak!!"

"Oh?"

"Uu?"

Sebuah teriakan marah yang cukup keras untuk meniup dinding apartemen yang tipis, tiba-tiba terdengar dari kamar sebelah. Suzuno pun mau tidak mau harus menaikkan kewaspadaannya, dan Alas Ramus membuka lebar matanya merasa ingin tahu.

Ditambah lagi, di sisi lain dinding di mana lemari milik tetangga berada, sebuah suara seperti tikus besar yang sedang berlari dengan panik bisa terdengar, kemudian  keheningan singkat pun melanda.

".... Alas Ramus."

"Ya, Suzu nee-chan."

Alas Ramus dengan patuh mengangkat tangannya untuk menjawab Suzuno.

Suara keras tadi, pasti berasal dari Emi.

Adapun alasan yang bisa membuat Sang Pahlwan dari dunia asing, yaitu Yusa Emi, alias Emilia Justina berteriak seperti itu di Kastil Iblis yang berada di sebelah kamar Suzuno... di sebuah apartemen kayu berukuran 6 tatami Villa Rosa Sasazuka kamar nomor 201 di kota Tokyo, Shibuya distrik Sasazuka....

"Apa Mama.... bertengkar lagi dengan Papa?"

Selain itu, tidak ada kemungkinan lain lagi.

Mungkin 'Papa' Alas Ramus, Raja Iblis Maou Sadao, mengatakan sesuatu yang membuat 'Mama' Emi marah lagi.

Namun, berbeda dengan prediksi Suzuno, Alas Ramus menggelengkan kepalanya dan mengatakan,

"Erhm, hari ini, aku bilang ingin tidur di rumah Papa, kemudian Mama memintaku untuk bermain dengan Suzu nee-chan...."

"Ah....."

Alas Ramus mencoba yang terbaik untuk mengungkapkan isi kejadian tersebut dengan kosakata yang terbatas, membuat bahu Suzuno merosot dengan lemah.

"..... Aku harap hal ini tidak menyebabkan badai."


XxxxX


"Ja-jangan tiba-tiba berteriak!!"

Tuan di kamar nomor 201 Kastil Iblis, Maou Sadao, menenangkan hatinya yang gelisah dan memprotes Emi.

"Bagaimana bisa ini disebut tiba-tiba! Melihatku menitipkan Alas Ramus pada Suzuno, kau harusnya sudah tahu kalau hal ini tidak akan selesai dengan damai."

Di dalam kamar 6 tatami di bawah sinar matahari, Emi menatap Maou dengan tatapan tajam yang sesuai dengan gelarnya sebagai Pahlawan.

"Mengenai fakta bahwa aku membiarkan Alas Ramus bertemu denganmu setiap beberapa hari sekali, aku hanya bisa menerimanya dengan enggan. Tapi toleransiku sudah mencapai batasnya! Aku tidak akan mengizinkan dia menginap di rumahmu!"

"Kau itu Pahlawan, bagaimana bisa kau menjadi sangat pelit?"

Orang lain yang berdiri di samping Maou, seorang pria kurus, juga mulai ikut memprotes.

"Apa, Alsiel? Apa kau ingin mengatakan sesuatu?"

Si pria kurus itu, satu kepala lebih tinggi dibandingkan Maou, dia adalah Jenderal Iblis Alsiel, Ashiya Shirou.

Di saat yang sama, dia juga merupakan jenderal yang bertugas mengurusi semua pekerjaan rumah tangga dan keuangan Kastil Iblis.

"Bagaimanapun, kau hanya berdasar pada alasan dangkal seperti 'Kalian para iblis adalah kutukan bagi pertumbuhan Alas Ramus' untuk melarangnya menginap di sini!"

Maou dan Ashiya adalah Raja dan Jenderal dari Dunia Iblis, karena itulah, Emi sebagai Pahlawan, melihat para musuh yang pernah bertarung melawannya itu dengan rasa benci.

Melalui lensa berwarna 'Iblis', Emi sudah mengatakan banyak hal kasar dan komentar beracun pada Maou dan yang lainnya.

"Apa dengan seperti ini kau masih bisa dianggap sebagai 'ibu'? Kau dengan kejam sudah menolak keinginan seorang anak yang ingin bersama dengan 'ayah'nya, lupakan soal Pahlawan, tidak ada satupun orang di dunia ini yang sedingin dan tidak punya hati seperti dirimu. Soal Alas Ramus, bukankah seharusnya kita memikirkannya dengan sungguh-sungguh, mengabaikan semua dendam masa lalu?"

Gadis yang Emi percayakan pada Kamazuki Suzuno, alias Dewan Penyelidik dari Gereja Ente Isla Crestia Bell... yaitu Alas Ramus, sebenarnya bukanlah anak biasa.

Gadis itu merupakan perwujudan dari pecahan bola yang membentuk dunia asing Ente Isla.... Yesod Sephirah.

Alas Ramus mempercayai kalau Sang Pahlawan Emi dan Raja Iblis Maou, adalah Mama dan Papanya, dan ketika dia pertama kali datang ke Jepang, dia pernah tinggal di Kastil Iblis sebagai makhluk yang bebas.

Setelah itu, untuk mencegah Alas Ramus dan Pedang Suci agar tidak jatuh ke tangan malaikat dari Ente Isla, Alas Ramus hanya bisa bergabung dengan Pedang Suci Emi 'Evolving Holy Sword, One Wing', dan akibatnya, dia harus pindah ke apartemen Emi.

Setelah rentetan kekacauan tersebut, agar bisa melindungi Alas Ramus, sehubungan dengan kehidupan Alas Ramus di Jepang, Maou dan Emi pun membuat perjanjian untuk tidak menyentuh masa lalu masing-masing sebisa mungkin.

Namun, Emi menyeringai mendengar pernyataan Ashiya.

"Dendam masa lalu~? Alsiel, apa kau benar-benar berpikir aku mengatakan ini karena alasan semacam itu? Meskipun ini bukan berarti hal itu tidak terlibat sama sekali."

"Jadi memang ada pengaruh seperti itu?"

Emi mengabaikan bantahan Maou dan terus berbicara,

"Tapi, meskipun aku mengabaikan fakta bahwa kalian itu adalah iblis, aku tetap tidak akan mengizinkan Alas Ramus tinggal di kamar ini."

Setelah mengucapkan hal itu, Emi berjalan menuju lemari tanpa ragu dan langsung membuka pintu gesernya.

"Uwaah!"

Sebuah teriakan memalukan terdengar dari dalam lemari yang terbuka, dan seorang pemuda bertubuh kecil terguling keluar di saat yang sama.

Pemuda itu adalah orang yang berlari ke dalam lemari untuk bersembunyi ketika Emi berteriak di awal tadi, dia kemudian terus bersembunyi di dalam sambil menguping, dia adalah Jenderal Iblis Lucifer alias Urushihara Hanzo.

"I-itu sangat berbahaya! Apa yang kau lakukan?"

Urushihara, yang hampir tidak bisa menggunakan tangannya untuk menahan dirinya di atas tatami agar tidak membenturkan kepalanya, memprotes, namun Emi mengabaikannya.

Emi berbicara ke arah lemari yang sudah kosong setelah dikosongkan oleh Urushihara.

"Jika kalian semua ingin Alas Ramus menginap di sini, apapun alasannya, setidaknya belilah sebuah futon."

Ketiga iblis itu hanya bisa diam karena tidak memiliki hal lain yang bisa dipakai untuk membantah.

Tidak hanya Ashiya, Emi juga ingin melakukan yang terbaik untuk memenuhi keinginan Alas Ramus.

Lagipula, bagi Alas Ramus, Kastil Iblis yang pernah ditempatinya selama seminggu adalah rumahnya yang sebenarnya, jika dia tidak bergabung dengan Pedang Suci Emi, mungkin dia akan tetap tinggal di sini.

Tapi dari hasilnya, setelah dibawa oleh Emi, lingkungan hidup Alas Ramus pun banyak berubah.

Lagipula, apartemen Emi memiliki pendingin udara.

Hal ini sangatlah penting bagi seorang anak kecil.

Beberapa hari ini, suhu tertinggi di kota Tokyo bisa di atas 35 derajat. Meskipun keadaan ventilasi Villa Rosa Sasazuka cukup bagus, hal itu masih bisa membuat Emi, yang diam memelototi para iblis itu, mulai menghasilkan keringat di dahinya, karena itulah ventilasi tersebut tidak akan bisa membantu banyak mengenai suhunya.

Dan poin kedua yang membuat Emi marah adalah futonnya.

Emi tidak kenal dengan budaya tidur di lantai, jadi meskipun dia tinggal di Jepang, dia juga tidur di atas ranjang.

Sampai sekarang, Emi tidak akan bisa melupakan adegan ketika Alas Ramus pertama kali tidur di kamar Emi.

"Empuk! Empuk sekali!"

Pada saat itu, Alas Ramus memukul matras Emi dengan sangat senang.

Emi tahu, dulu, Alas Ramus pernah tidur di atas tatami hanya dengan beralaskan handuk.

Dibandingkan dengan Jepang, Ente Isla sebenarnya sama sekali tidak bisa dianggap bagus, baik dalam budaya maupun ekonomi mereka, namun, meski mereka adalah negeri yang kurang makmur, setiap keluarga di sana pasti punya ranjang sendiri. Sebaliknya, Jepang adalah kelompok ekonomi dengan rentang komoditas yang luas, dan Maou hidup dengan kehidupan sosial yang normal di sini, jadi Emi tidak bisa membayangkan kenapa dia tidak membeli satupun futon.

"Aku tidak akan meminta kalian untuk membeli futon yang menggunakan bahan lembut seperti sebuah selimut dengan 100% kapas. Tapi apapun alasannya, meminta anak kecil untuk tidur secara langsung di atas tatami saat malam hari, itu sudah sangat berlebihan. Anak-anak di usia ini memiliki struktur tulang yang sangat lemah, bagaimana jika tubuhnya mendapat kebiasaan yang buruk karena posisi tidur yang aneh?"

Sebenarnya, lingkungan yang mengharuskan ketiga iblis itu untuk tidur di atas tatami dengan pola 川 di musim panas seperti ini, sudah tidak bisa ditoleransi.

Meski Maou dan yang lainnya adalah tipe orang yang memperhatikan pakaian dan kebersihan mereka, kecuali ada anti bau, dan semprotan anti bakteri di dekat sini, Emi bahkan tidak akan mau menginjak tatami tanpa alas kaki.

Maou dan Ashiya benar-benar tidak bisa membantah kata-kata tegas Emi yang memiliki rasa keadilan tinggi. Sementara Urushihara, dia memperlihatkan tampang acuh tak acuh dan ingin kembali ke dalam lemari, tapi setelah dipelototi oleh Emi, dia dengan panik langsung berlari menuju area di samping jendela.

".... Aku sudah merasa bingung sejak lama, kenapa kalian tidak membeli futon? Jangan-jangan kau tidak punya uang untuk membelinya?"

Jika mereka membeli satu selimut untuk satu orang, meski mereka harus berjalan menuju toko untuk membeli seluruh set peralatan tidur, mereka sebenarnya tidak akan terlalu banyak menghabiskan uang.

Selama mereka tidak terlalu rewel, mereka pasti bisa membeli produk dengan kualitas yang cukup layak untuk setahun penuh dengan anggaran sekitar 15.000 yen.

"Meski kau memiliki tempat penyimpanan yang lengkap, itu akan percuma jika kau tidak memanfaatkannya. Bukankah ini akan menjadi kamar pribadi Lucifer kalau seperti ini?"

Emi melihat ke arah lemari yang terbuka dan menghela napas dalam.

"Aku sebenarnya sudah menyerah dan mulai menganggap tempat itu sebagai tempat penyimpanan Lucifer."

"Ashiya, apakah tadi kau bilang kalau aku adalah beban di sini?"

Meski Urushihara memprotes gumaman Ashiya, Emi sebenarnya sebagian menyetujui pendapat Ashiya.

".... Dan, tanpa memperhatikan lapisan atasnya, lapisan bawah nampaknya tidak memiliki apapun selain kotak kardus... Selama itu dibersihkan, seharusnya tempat itu bisa digunakan."

"Emilia, bisakah kau tidak mengatakan kalau ini sudah dipastikan bahwa aku akan terus berada di lapisan atas?"

Emi mengabaikan protes Urushihara dan menoleh ke arah Maou.

"... Meski begitu, sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini."

Karena itu, Maou hanya bisa merendahkan kepalanya seolah sudah menyerah, berganti ke posisi duduk yang lebih santai dan mengatakan,

"Sebelum aku menjawabnya, Emi, biar kutanya sesuatu dulu padamu, setelah kau kembali ke Ente Isla, apa yang akan kau lakukan dengan peralatan rumah tangga yang kau miliki?"

"Peralatan rumah tangga? Maksudmu barang-barang elektronik yang kumiliki di rumah?"

Emi tanpa sengaja menoleh ke arah dapur Kastil Iblis dan menunjuk ke arah kulkas dan microwave, Maou pun mengangguk menanggapinya.

"Meskipun ini bergantung pada keadaannya, tapi barang elektronik seperti kulkas dan microwave, selama mereka dimodifikasi menggunakan mantra dengan cara mengalirkan arus listrik, barang-barang itu mungkin bisa dibawa kembali untuk dipakai."

"Tapi membawa sesuatu dari dunia asing mungkin bukanlah hal yang bagus. Bukankah hal seperti ini sudah sering terjadi? Keselarasan teknologi menjadi kacau karena barang-barang berteknologi maju dibawa pulang atau semacamnya?"

Meski Emi kurang lebih bisa memahami apa yang coba Maou ungkapkan, dia tetap saja mengangkat bahu dan mengatakan,

"Aku sudah berkelana ke seluruh Ente Isla untuk memerangi Raja Iblis, dan bahkan akhirnya aku datang ke dunia asing ini. Meskipun aku membawa pulang beberapa peralatan yang bisa membuat hidupku lebih nyaman, aku mungkin tidak akan diperlakukan secara kejam oleh Surga...."

".... Aku benar-benar tidak tahu apakah tindakanmu ini bisa dianggap serakah atau tidak..."

Untuk mencegah Emi agar tidak mengkritiknya, Ashiya mengatakan hal tersebut dengan pelan.

Hanya dari pernyataan tersebut, orang-orang mungkin akan berpikir kalau pikiran Emi untuk memonopoli teknologi bumi di Ente Isla adalah semacam arogansi.

Tapi di sisi lain, berkelana ke seluruh dunia, dan mempertaruhkan nyawanya untuk mengalahkan Raja Iblis, ternyata hadiah yang dia inginkan karena telah membawa kedamaian ke seluruh dunia adalah microwave dan kulkas yang mana bisa dimenangkan dari lotre di toko, maka, Emi sudah bisa disebut tidak banyak menuntut.

"Tapi sejujurnya, aku juga pernah memikirkan hal yang sama sebelumnya. Aku juga ingin membawa pulang microwave, dan ingin rumahku memiliki dua atau tiga kulkas, tapi...."

Sembari berbicara, Maou mulai melihat lemari yang ada di belakang Emi.

"Sebuah futon... tidak bisa digunakan seperti itu. Coba pikir, kami ini iblis, kau tahu."

"Eh??"

"Urushihara sih masih tidak masalah, meski dia kembali ke wujud aslinya, dia tidak akan banyak berubah. Tapi dengan tinggi Ashiya saat ini, dia bahkan tidak cukup masuk ke dalam selimut panjang, kau tahu? Keadaanku pun juga sama."

Ketika Maou mencapai poin ini, Emi pun akhirnya paham.

Wujud manusia mereka saat ini, hanyalah wujud sementara.

Wujud yang sebenarnya dari Maou, Ashiya, dan Urushihara adalah iblis yang berasal dari Dunia Iblis, terutama penampilan wujud iblis Maou dan Ashiya, tubuh mereka jauh melebihi tubuh manusia biasa.

"Pu......!"

Setelah berpikir sampai ke poin ini, Emi pun tertawa.

Dan Maou, seperti sudah menduga reaksi Emi, memalingkan wajahnya dengan sebuah kernyitan.

"A-apa itu penting, pu! Kau itu Raja Iblis yang setiap hari berjalan di jalan yang sama dengan orang normal! Ahahah!! Begini, agar tandukmu yang kupotong tidak sakit, kau seharusnya membeli bantal yang lebih empuk.... Ahahahahaha!"

"Jangan tertawa! Jangan tertawa sambil membayangkan Maou-sama dengan wujud iblisnya tidur di dalam futon berukuran manusia!"

Membayangkan Maou dengan wujud iblisnya berbaring di futon yang sangat kecil, Emi pun tertawa sampai dia tidak bisa menutup mulutnya, sementara Ashiya yang memprotes, terlihat tersipu.

"Hey, Ashiya, membayangkannya sedetail itu, benar-benar membuatku marah."

"Eh?"

".... Pokoknya, futon akan jadi tidak berguna jika dibawa pulang, dan....."

Maou menyilangkan tangannya, memandang Emi dengan sombong dan mengatakan,

"Jika aku mempersiapkan ranjang untuk tidur, rasanya seperti aku akan menetap di dunia ini. Jadi ini murni karena aku memang tidak mau membelinya. Bagiku, Jepang adalah tempat tinggal sementara."

"Ahahaha... ha..."

Setelah tertawa beberapa saat, Emi meletakkan tangan di pinggangnya dan berbicara dengan kesal,

"Seorang Raja Iblis mempercayai hal sepele semacam ini, kau memang sudah tidak tertolong lagi. Dan lagi, sebaiknya kau tidak pernah mengatakan hal seperti itu di depan Chiho."

"....."

Emi menyebutkan nama seorang gadis yang saat ini tidak ada di sini untuk memperingatkan Maou.

Seorang gadis SMA yang menjadi satu-satunya orang yang tahu identitas Maou dan Emi sekaligus keadaan Ente Isla, dia adalah Sasaki Chiho. Meskipun dia tahu kalau Maou adalah seorang Raja Iblis, gadis itu tetap menyukainya.

Jika Maou mengatakan kalau Jepang hanyalah tempat tinggalnya sementara dihadapan Chiho, gadis itu pasti akan merasa depresi.

Bagi Emi, Chiho adalah teman yang sangat penting.

".... Huft, masalahnya, membeli futon untuk tiga orang itu membutuhkan uang yang cukup banyak kan? Apapun alasannya, kami tidak akan melakukan pemborosan semacam itu, dan saat ini, hal itu juga tidak terlihat terlalu dibutuhkan."

"Yeah, bukannya aku tidak mengerti."

Meskipun Emi tidak ingin terlalu jauh ikut campur ke dalam masalah ekonomi orang lain, sebenarnya ada hal lain yang tidak dia pahami.

"Tapi kau datang ke Jepang sudah hampir setahun kan? Dengan situasi seperti ini, bagaimana caranya kau melewati musim dingin?"

Di musim panas, mereka paling tidak bisa melewatinya dengan membuat alas di lantai.

Tapi ketika musim dingin datang, tidak memakai selimut di dalam kamar yang tidak memiliki penghangat saja, rasanya sudah seperti bunuh diri....

"Ketika pertama kali kami membeli kotatsu, mereka memberi kami selimut tipis. Setelah itu kami memakai beberapa lapis baju, dan Ashiya akan masuk dari arah yang berlawanan untuk tidur."

"Eh...."

Maou meletakkan tangannya di atas kotatsu yang berada di tengah ruangan yang mana juga digunakan sebagai meja makan, meja kerja, maupun kegunaan yang lain, dia mengatakan hal tersebut dengan bangga, sementara Urushihara yang tidak pernah melewati musim dingin di Jepang, mengerang dengan wajah tanpa ekspresi.

".... Huh, kalau kalian memang berencana ingin membeku selama musim dingin tahun ini, maka aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi...."

Tidak ada gunanya menentang mereka, dari bagaimana cara Raja Iblis dan yang lainnya hidup, mereka mungkin akan mati dengan sendirinya jika Emi mengabaikannya.

"Kalian ini, benar-benar..."

Meskipun Emi ingin terus membicarakannya, hal ini mungkin tidak akan ada akhirnya.

"Baik, seperti yang barusan Alsiel katakan, aku pun juga menyayangi Alas Ramus.... uang untuk membeli futon, aku akan ikut menyumbangnya."

"Serius ini?"

"Apa katamu?"

"Benarkah?"

Ketiga iblis itu tiba-tiba melihat Emi dengan mata yang berbinar-binar.

Melihat pandangan mereka, mata Emi pun menyipit dan meluruskan kesalahpahaman yang mereka bertiga miliki.

"Aku berbicara tentang futon Alas Ramus, kau tahu? Kenapa aku harus membantu membeli futon untuk kalian? Ngomong-ngomong, kau ini papanya kan? Tentu saja kau harus membayar setengahnya."

Dalam sekejap, ekspresi Maou dan yang lainnya menjadi sangat suram, sampai-sampai bisa membuat orang lain untuk memvideokan mereka.

"Kenapa aku terburu-buru mengatakannya??"

Keesokan harinya, di dalam kereta yang bergoyang, Emi segera menyesali kata-kata yang dia ucapkan kemarin di Kastil Iblis.

Tidak, memikirkan keadaan Alas Ramus, Emi masih tidak bisa melarang anak itu untuk bertemu Maou, mengenai hal ini, dia sudah bisa menerimanya.

Masalahnya adalah, Emi dan Alas Ramus selalu terhubung melalui pedang suci.

Emi dan Alas Ramus yang bergabung karena pedang suci, sebenarnya tidak bisa berpisah terlalu jauh.

Dengan kata lain, jika Alas Ramus tinggal di Kastil Iblis, maka Emi harus berada di dekatnya.

Emi tahu kalau hal ini akan menyebabkan masalah bagi orang lain, tapi ini masih bisa diatasi selama dia menginap di kamar Suzuno, masalahnya adalah, apakah Alas Ramus bersedia jika kondisinya seperti itu atau tidak.

Dulu, selama kekacauan di mana Surga ingin mendapatkan Alas Ramus, Emi, Maou, serta Alas Ramus, pernah menghabiskan malam bersama secara eksklusif sebagai sebuah keluarga.

Kalau Alas Ramus masih mengingat kejadian itu, dia pasti ingin mereka bertiga tidur bersama lagi.

Meskipun pada waktu itu, situasi di mana Maou dan Emi saling berbagi bantal yang sama karena mereka tidak punya futon untuk orang dewasa tidak terjadi, tapi dalam beberapa hal, ada masalah yang lebih sederhana dan lebih realistis dibandingkan keadaan mental Emi.

"Alsiel dan Lucifer tidak bisa diusir....."

Hal itu adalah, Kastil Iblis saat ini tidak memiliki ruang bagi Emi untuk tidur.

Situasi saat ini, berbeda dengan saat Emi menginap sebelumnya.

Tidak peduli betapa kecilnya Urushihara, tiga orang berbaring di dalam Kastil Iblis yang berukuran enam tatami saja, sebenarnya sudah melebihi batasnya. Meskipun dipaksa seperti sebelumnya, harusnya hanya ada ruang yang cukup bagi Alas Ramus.

Meskipun mereka mencoba memindahkan meja komputer dan kotatsu, Emi masih harus berada di posisi yang berdekatan dengan para iblis yang tidur dengan Alas Ramus.

Meskipun ini demi Alas Ramus, Emi masih memiliki beberapa hal yang tidak bisa dia lakukan, baik sebagai Pahlawan, maupun sebagai wanita.

"Lucifer yang ada di dalam lemari.... sudah tidak bisa diapa-apakan, kan?"

Jika Lucifer dibiarkan membuat keributan di dalam lemari seperti Zashiki Warashi, Alas Ramus mungkin akan ketakutan dan menangis.

Meskipun saat insiden dulu, Ashiya dan Urushihara menginap di kamar Suzuno, tapi hal itu merupakan sebuah pengecualian di antara pengecualian.

"Aku harus mencari cara agar Alas Ramus mau menerimanya...."

Kenapa dia harus merasa kesulitan dengan masalah layaknya suami istri yang bercerai dan memperebutkan hak asuh anak?

".... Dan aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara memilih futon anak-anak.... Aku memang terlalu tergesa-gesa."

Emi menggunakan internet browser di HPnya dengan suram.

Emi pernah pergi ke pusat berbelanjaan pakaian terdekat untuk membeli futonnya sendiri, tapi sayangnya, ketika dia mengambil jalan memutar sebelum pulang ke rumah kemarin, dia menyadari kalau futon untuk anak-anak tidak dijual di sana.

Meski Emi berencana mencari lewat internet, tapi futon itu tetaplah futon untuk Alas Ramus yang akan dia gunakan saat tidur.

Emi sebenarnya ingin membeli sesuatu yang dia sukai dan memiliki kualitas yang bagus, tapi karena dia sudah setuju dengan Maou untuk membayar separuh harganya, Emi tidak bisa membeli barang tersebut seenaknya sendiri tanpa menyesuaikan keuangan Maou, dan akhirnya mendapat omelan dari para iblis itu.

Futon jenis apa ya yang bagus?

Di Jepang, Emi sudah memiliki kebiasaan bertanya secara langsung pada orang lain ketika ada sesuatu yang tidak dia pahami.

Jadi meskipun dia merasa kesulitan dengan banyak hal kemarin malam, siang ini, dia dengan santai tetap bertanya pada temannya, Suzuki Rika.

"Hey, apa kau tahu di mana aku bisa membeli futon untuk anak-anak?"

"Eh?"

Salah satu rekan kerja Emi di pusat layanan pelanggan di perusahaan HP Docodemo, Suzuki Rika, setelah mendengar pertanyaan Emi, dia tidak hanya membuka matanya lebar, dia bahkan menjatuhkan garpu yang ingin dia gunakan untuk memakan spaghetti.

"H-hey, Rika, ada apa?"

Meski Emi sangat terkejut dengan reaksi Rika....

"T-tentu saja aku akan sangat terkejut. Itu karena Emi tiba-tiba mengatakan sesuatu tentang futon untuk anak-anak.... Eh? Kenapa kau ingin membeli benda semacam itu?"

"Yeah, bukankah sebelumnya aku sudah pernah bilang kalau Maou membantu kerabatnya merawat seorang anak kecil?"

Sebelumnya, Emi sudah pernah mencari Rika untuk membicarakan soal Alas Ramus.

Karena itulah, kali ini Emi mengatakannya dengan sangat natural.

"Y-yeah."

"Sebenarnya anak itu sekarang.........."

Kali ini Emi mematung.

Ini benar-benar sebuah kesalahan.

Akan tetapi, meskipun kata-kata yang barusan dia ucapkan tidak dipikirkan dengan baik, Emi tetap tidak bisa menarik kata-katanya kembali.

"Apa? Anak kerabat Maou-san? Apakah dia anak yang kau bilang menganggapmu sebagai ibunya itu?"

"Yeah, dia, dan sekarang, anak itu...."

Tinggal di rumahku.

Emi harusnya sudah mempertimbangkan bagaimana reaksi Rika jika dia memberitahunya hal ini.

Meskipun Rika adalah teman baik Emi, tapi tidak seperti Sasaki Chiho, dia tidak tahu identitas Maou dan Emi yang sebenarnya.

Meskipun dia tahu keberadaan Alas Ramus, Rika masih tidak tahu identitas gadis itu, jadi sebelumnya, Emi hanya bisa memberitahu Rika kalau gadis itu adalah kerabat Maou.

"... terkadang mengunjungi rumahku... Dan, sesekali dia juga menginap di tempatku...."

Meski dia tahu kalau penjelasan ini terasa sedikit dipaksakan, tidak bisa mengganti topik, Emi pun hanya bisa membuat pengakuan ini.

"Me-menginap di rumahmu? Apa-apaan itu? Anak yang dipanggil Alas atau Silas itu, sekarang diurusi oleh Emi?"

"Alas Ramus!!"

Alas Ramus masihlah 'anak' Emi, Emi pun dengan serius membenarkan cara penyebutan Rika yang salah, tapi hal itu bukanlah sesuatu yang terlalu dia pedulikan.

"Anak itu merupakan kerabat Maou-san kan? Kenapa dia dirawat oleh Emi? Bukankah ini sangat aneh?"

Benar, meskipun Rika tidak menjelaskannya, Emi pun tahu kalau situasi ini sangatlah aneh.

Hingga beberapa hari yang lalu, selain kesalahpahaman Alas Ramus, seharusnya tidak ada hubungan apapun antara Emi dan Alas Ramus.

"Apa.... Meski menurutku ini agak mustahil, tapi saat Maou-san melihat anak itu sangat dekat dengan Emi, apakah dia mengambil kesempatan ini untuk menyerahkan pekerjaan mengasuhnya pada Emi?"

Rika sudah mengambil garpu yang dia jatuhkan, tatapan tegasnya dipenuhi dengan kecurigaan.

Setelah berkedip sekali, Emi mengatakan,

"I-ini bukan seperti itu! Dia tidak menyerahkan pekerjaan mengasuh padaku...."

"Lalu kenapa? Tergantung situasinya, aku bisa membantumu memberi pelajaran pada Maou-san, kau tahu?"

Rasanya topik ini menjadi semakin serius.

"Tidak akan ada gunanya walaupun kau mengenalkan pengacara dari Kobe kepadaku, Rika, tenanglah sedikit. Maou benar-benar tidak menyerahkan tanggung jawab mengurusi anak itu kepadaku!"

Dari aura Rika, jika dia tidak segera dihentikan, dia mungkin akan kehilangan kendalinya, mendatangi Maou, dan memukulnya.

Dan sangat disesalkan, Emi juga merasa kesulitan mengenai hal ini.

Terlepas dari sikap Maou, hal itu tidak akan merubah fakta bahwa Emi dan Alas Ramus adalah keberadaan yang tidak bisa dipisahkan.

"Erhm, bagaimana mengatakannya ya, dengan usia anak itu, dia pasti akan merindukan ibunya, dan sayangnya, di tempat Maou hanya ada pria saja, iya kan? Suzuno yang berada di kamar sebelah pun nampaknya tidak bisa menanganinya, dan Maou dan aku, kami berdua sangat menyukai anak itu, jadi kapanpun dirasa perlu, anak itu terkadang datang dan menginap di tempatku. Te-tentunya kami juga sudah menjelaskannya pada kerabat Maou!"

"Oh... Meskipun ini terasa sedikit aneh.... karena situasinya seperti itu, nampaknya aku bisa mengerti."

"Ditambah lagi, meskipun anak itu juga menyukai Chiho, apapun alasannya, kita tidak bisa meninggalkan anak itu di rumah seorang gadis SMA kan?"

"Kurasa menyerahkannya pada wanita yang bahkan bukan pacarmu, itu sudah cukup aneh bagiku."

Rika nampak seperti masih belum bisa menerimanya, namun akhirnya dia bersedia untuk mundur.

"Lalu, soal futon untuk anak itu, jangan-jangan Emi yang membayarnya?"

"Soal biayanya, itu akan dibayar oleh Maou."

Sebenarnya, Maou hanya membayar setengahnya, meski Emi memberitahu Rika hal ini, itu tetap akan percuma.

Rika dengan kasar mengunyah makanannya, dan setelah berpikir beberapa saat, dia mengatakan,

"Futon itu termasuk tempat tidur kan? Berbicara soal tempat tidur, Nishikawa Bedding adalah hal pertama yang terlintas di pikiranku, tapi mempertimbangkan kondisi keuangan Maou-san, mungkin itu sedikit sulit."

".... Nishikawa ya."

Nishikawa Bedding sudah berdiri lebih dari 400 tahun, itu adalah nama merk yang sudah tua, dan merupakan pabrik tempat tidur terbesar di Jepang. Katanya, ketika berbicara tentang tempat tidur, orang-orang pasti akan langsung kepikiran Nishikawa.

"Mempertimbangkan periode waktu anak itu bisa menggunakannya, mereka mungkin sedikit terlalu mahal. Kenapa kau tidak menggunakan kesempatan ini dan membeli futon yang lebih besar? Namanya Alas Ramus kan? Anak itu pasti sudah cukup besar kan?"

"Benar... Eh, Rika, apa kau sudah pernah bertemu Alas Ramus?"

Emi, yang tidak ingat pernah membiarkan Alas Ramus bertemu dengan Rika, menanyakan hal tersebut dengan bingung.

".... Oh, tidak, aku hanya menyimpulkannya dari kata-katamu."

Meski untuk sesaat Rika terlihat ragu-ragu, harusnya itu hanyalah perasaan Emi.

"Ah, benar juga, pergi ke toko khusus mungkin akan sedikit mahal, tapi jika kau pergi ke toko produk anak-anak seperti Ryomatsuya, mungkin kau bisa mendapatkan diskon meskipun itu buatan Nishikawa, iya kan? Sebenarnya, jika kau benar-benar ingin membeli sesuatu yang lebih murah, kau harusnya membeli online, tapi karena itu adalah sesuatu yang digunakan tidur oleh anak kecil, pastinya ada pertimbangan juga mengenai sensasi tidur di atasnya."

"Ryomatsuya?"

"Eh? Kau tidak tahu? Itu adalah tempat penjualan khusus pakaian dan produk sehari-hari untuk anak-anak."

"Aku tidak tahu, meskipun aku mencoba mencari di internet kemarin, apa yang aku temukan hanyalah website perbelanjaan."

Emi mengeluarkan HPnya dan mencari toko bernama Ryomatsuya.

"Ah... aku tidak pernah melihat toko itu di pusat kota. Rasanya toko semacam ini hanya akan buka di daerah perumahan di pinggiran kota."

Rika meminum es kopinya, dan meletakkannya kembali seolah tiba-tiba memikirkan sesuatu.

"Benar juga, stasiun paling dekat dengan rumah Emi dan Maou-san adalah Jalur Keio kan?"

"Eh? Y-yeah."

Rika berteriak dengan keras, dan Emi yang sedang menggunakan HPnya untuk mencari toko tersebut, merasa ketakutan dan hampir menjatuhkan HPnya.

"Karena mereka buka di daerah perumahan di pinggiran kota, apa kau ingin mencoba pergi ke Seiseki-Sakuragaoka atau Minami-Osawa untuk mencarinya?"

"Eh? Kenapa?"

Emi sudah pernah melihat nama-nama itu di rute peta di dalam kereta. Dia ingat kalau Seiseki-Sakuragaoka adalah sebuah stasiun kereta Express yang terbatas, sementara Minami-Osawa adalah stasiun yang berada di depan rute simpangan kereta.

Stasiun yang paling dekat dengan rumah Emi adalah Jalur Keio, tapi itu adalah stasiun Eifukucho di jalur Jalur Keio Inokashira.

Dari Shinjuku, setelah melewati tiga pemberhentian di jalur Keio, Emi akan berganti kereta di stasiun Meidaime, jadi dia tidak tahu stasiun apa yang ada setelah stasiun Meidaime di Jalur Keio.

"Di sekitar Minami-Osawa, terdapat sebuah outlet khusus yang cukup besar. Bahkan barang-barang bermerk pun dijual sangat murah di sana. Eh, ditambah lagi, meski nampaknya di sana tidak ada sesuatu yang berhubungan dengan futon, tapi di depan Seiseki-Sakuragaoka, terdapat banyak pusat perbelanjaan di bawah Keio, dan ada banyak pula produk yang murah-murah. Untuk jalan-jalan pun di sana cukup menyenangkan."

"Pusat perbelanjaan di pinggir kota ya...."

Emi sedikit menggumam, kemudian dia mencari nama-nama stasiun yang Rika sebutkan.


XxxxX


"Hey, Alas Ramus, lepaskan sepatumu!"

"Ah-um, tidak~"

"Tidak boleh, kau akan mengotori kursi kereta kalau seperti ini."

"Uu--"

Emi memegang kaki kecil Alas Ramus yang ingin melihat keluar jendela dari tempat duduknya, dia berencana melepaskan sepatu Alas Ramus dengan paksa.

Meskipun Alas Ramus sedikit melawan....

"Hey, Alas Ramus, bersikap baiklah dan dengarkan kata-kata mama."

".... Uu~okay."

Tapi setelah ditegur oleh Maou yang duduk di sisi lainnya, gadis itu pun dengan patuh mengangguk dan menuruti Emi, ketika kakinya sudah bebas, dia langsung berlutut di atas kursi untuk melihat ke luar jendela.

"Serius ini.... Kenapa dia sangat patuh dengan kata-kata papanya...."

Emi memegang sepatu yang telah dia lepas dari kaki Alas Ramus, dan menoleh untuk melihat pemandangan yang saat ini sedang dilihat oleh Alas Ramus.

"Inilah yang dinamakan perbedaan otoritas."

"Raja Iblis yang memakai t-shirt, celana pendek, dan sandal, seharusnya tidak berhak berbicara tentang otoritas dan hal-hal semacam itu."

"Hari ini sangat panas. Dan seorang ayah di hari libur seharusnya seperti ini kan?"

Setelah mengatakan hal tersebut, Maou mengamati bagian dalam kereta, Emi pun juga meniru tingkahnya.

".... Menggunakan penampilan mudamu untuk berbicara seperti itu, rasanya sedikit aneh."

Percuma saja jika mereka terus membicarakan topik ini.

Pengumuman di dalam kereta menyebutkan kalau pemberhentian selanjutnya adalah Chofu, dan setelah mendengar hal itu, Emi pun mendesah seolah sudah menyerah.

Mereka berada di Jalur Keio pada saat akhir pekan, mereka saat ini berada di dalam kereta Express terbatas yang menuju stasiun Keio-Hachioji.

Ketika sebuah kereta berangkat dari Shinjuku pada saat akhir pekan, kereta biasanya tetap akan ramai. Tidak diketahui apakah ini sebuah keberuntungan atau kesialan, Emi, Alas Ramus, dan Maou duduk bersama dalam satu baris.

Maou hanya tahu dari Emi kalau saat akhir pekan nanti, mereka akan pergi ke sebuah tempat yang dinamakan stasiun Seiseki-Sakuragaoka untuk membeli futon Alas Ramus.

Jika mereka berangkat dari Sasazuka, mereka harus berganti ke kereta Express terbatas di stasiun Meidaime, tapi pada awalnya, Maou sedikit ragu dengan perjalanan ini.

Lagipula, hanya dari rutenya saja, sudah diketahui kalau tempat itu sangat jauh dari Sasazuka.

Meskipun Emi mengatakan kalau produk di sana memiliki banyak pilihan, terlepas dari kualitas atau harganya, Maou masih tidak bisa mengerti dengan baik.

'Aku ingin jalan-jalan dengan papa!'

Akan tetapi, setelah Alas Ramus mengatakan hal itu melalui telepon, ketika Maou tersadar, ternyata dia sudah menyetujui semuanya.

Tepat setelah Maou menutup teleponnya, dia baru berpikir, jika dia pergi dengan Alas Ramus, maka Emi juga pasti akan ikut.

".... Catatan apa itu?"

Maou yang tidak membawa apapun selain dompet dan HPnya, saat ini sedang memegang sepotong kertas di tangannya. Emi pun bertanya setelah melihat catatan tersebut,

"Hm, ini daftar belanjaan, Ashiya berpesan untuk membeli mereka kalau harganya murah."

Emi mengambil kertas yang Maou serahkan melewati Alas Ramus secara refleks.

Ketika Emi melihat isinya.....

"Satu kantong bawang, kecap, natto, isi ulang cairan pencuci piring.... meskipun di sana lebih murah, tidak perlu juga kan secara khusus naik kereta hanya untuk membeli mereka?"

"Benar. Rasanya dia sudah keliru mengenai suatu hal."

Setelah Maou memasukkan catatan yang Emi kembalikan ke dalam sakunya, dia tiba-tiba membungkuk ke arah Alas Ramus dan berkata,

"Alas Ramus, apa ada sesuatu di luar sana?"

"Yeah, ada pesawat!"

"Oh? Oh benar, tinggi sekali!"

"Dan MgRonron."

"Hm?"

"MgRonron!"

"Hm? Apa itu?"

Alas Ramus menoleh dan menghadap ke arah Maou yang tidak bisa mendengar dengan baik dan mencoba menjelaskannya,

"Uh........"

".... Maksudnya adalah tanda MgRonald."

Emi yang tidak bisa terus diam saja, berbicara untuk membantu Alas Ramus.

"Apa katamu?"

"Ketika kau naik kereta, bukankah biasanya kau mellihat tanda-tanda di pinggir jalan sepanjang perjalanan?"

"... Yeah, benar."

Ketika Maou mengatakan hal tersebut, Alas Ramus yang melihat MgRonald di plaza di depan stasiun....

"Papa!! MgRonron!!"

"Oh, benar!"

Sambil meneriakkan nama yang tidak bisa orang lain ketahui apakah itu burung atau ikan, layaknya spesies baru, Alas Ramus melapor pada papanya,

"Lagi pula, nama MgRonald itu susah dilafalkan."

"Akhir-akhir ini, dia terus rewel ingin makan di sana. Meski aku sudah memberitahunya kalau itu terlalu awal baginya."

"Begitukah?"

Ketika Maou bertanya, Emi, dengan perasaan jijik, berbicara dengan wajah dingin dari posisi yang tidak bisa dilihat Alas Ramus,

"Dia bilang tempat itu 'memiliki bau yang sama dengan papa'."

"... Alas Ramus memang anak yang baik!"

Mengabaikan ekspresi tidak senang Emi, Maou mendekat dan berencana menyentuh Alas Ramus.

"Auuu."

Namun, Alas Ramus yang menyandarkan dahinya ke arah jendela untuk melihat keluar, terbentur karena guncangan keras dari jendela sebagai reaksi adanya tekanan angin yang berasal dari kereta yang berjalan di arah yang berlawanan.

"U uwaahhhhhh!!!"

Alas Ramus yang terkejut, mulai menangis dengan keras.

"Oh, ohh, apa barusan itu sakit? Apa kau baik-baik saja Alas Ramus?"

Maou dengan panik menggunakan tangan yang sebelumnya ingin dia pakai untuk menyentuh Alas Ramus, untuk menggendongnya dan mencoba menenangkannya.

"Maaf, maaf."

Emi diam-diam meminta maaf pada orang-orang yang ada di sekelilingnya, dan karena ada kursi kosong setelah Maou menggendong Alas Ramus....

"............... Serius ini?"

Emi pun hanya bisa memaklumi tatapan dingin yang ada di sekelilingnya, mendekat ke arah Maou, dan berdesakan dengannya.

"............ Huft!"

Maou dan Emi turun di peron Seiseki-Sakuragaoka setelah belokan besar dan saling menatap satu sama lain dengan letih.

".... Meski dia bisa menghadapi seorang malaikat agung, kenapa dia masih menangis karena dahinya terbentur jendela yang berguncang karena tekanan angin...?"

"Aku juga.... tidak tahu."

"Fu..... Fu......"

Alas Ramus, yang kelelahan usai menangis, saat ini sedang tertidur di lengan Maou.

Meskipun mereka berjalan dari dalam kereta yang berpendingin udara menuju ke luar ruangan yang dipenuhi dengan kelembaban, gadis kecil itu masih belum menunjukan tanda-tanda akan bangun.

"Anak-anak memang penuh dengan kejutan...."

"Tidak khawatir kalau dia akan tersesat, sebenarnya sudah dianggap cukup bagus..... Ya ampun?"

Ketika mereka berjalan, sepasang muda mudi yang mendorong sebuah kereta bayi untuk membawa seorang anak kecil yang terlihat sedikit lebih muda daripada Alas Ramus, secara kebetulan melewati mereka.

"... Jadi benda itu bisa digunakan seperti itu ya."

"Tapi kan tempat aktivitas kita memiliki banyak tangga dan perbedaan tinggi permukaan, jadi rasanya itu tidak akan cocok, ditambah lagi, dengan usia Alas Ramus, dia seharusnya sudah tidak muat di kereta bayi lagi, kan?"

"Model itu biasanya ada di toko, ada juga pelanggan yang membiarkan anak mereka, yang mana sudah hampir memasuki usia TK untuk duduk di atas kereta bayi..... Oh!"

Ketika Alas Ramus hampir melorot, Maou menggoyangkan tubuhnya untuk membenarkan pegangannya pada tubuh Alas Ramus.

"Aku juga terkadang melihat orang-orang seperti itu. Tapi membeli kereta bayi yang sesuai dengan ukuran anak ini, sepertinya tidak akan murah...."

Emi pun tersadar, entah sejak kapan, dia sudah berada di samping Maou untuk melihat wajah Alas Ramus yang sedang tertidur, dan berbicara dengan Maou di saat yang bersamaan.

Ketika dia mengingat apa yang terjadi di dalam kereta....

"He-hey, ada apa?"

"..... Ugh!"

Emi pun terduduk di bangku yang ada di sebelahnya dengan letih.

"Apa kau terkena serangan panas? Atau kau merasa tidak enak badan?"

Emi, terduduk di atas bangku, mendongak dan menatap tajam ke arah Maou yang terlihat panik...

Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 3 Bahasa Indonesia


"Kalau seperti ini, kita....... nampak seperti sepasang suami istri...."

Dia dengan kesal mengucapkan hal itu layaknya helaan napas kesal yang berasal dari dalam lubuk hatinya.

"..... Hah?"

Maou tanpa sadar memasang ekspresi berbahaya dan mengernyit,

"Benar!"

"Apa?"

"Ketika seorang gadis mengatakan itu, mereka harusnya sedikit lebih malu-malu."

Kali ini, Emi benar-benar berharap kalau dia pingsan karena terkena serangan panas.

"Apa kau ingin aku bereaksi seperti itu?"

"Mana mungkin."

".... Aku pasti akan membunuhmu... Huft."

Meskipun wajahnya masih terlihat sangat muak, Emi tetap bangkit dari bangkunya.

".... Untuk mencegah agar hal seperti ini tidak terjadi lagi nanti, ayo cepat selesaikan tujuan kita dan pulang. Serius, mengacaukan diriku seperti ini."

"Itu harusnya kata-kataku!"

Mereka mungkin mengatakan hal tersebut, tapi karena di sini juga ada Alas Ramus, Maou dan Emi tetap berjalan menuruni tangga berdampingan.

".... Kalau kejadian ini dilihat oleh Chiho, pasti akan susah menanganinya."

"Hm?"

"... Bukan apa-apa!"


---End of Part 1---





Translator : Zhi End Translation..

Previous
Next Post »
0 Komentar