[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 4 : Kerja! Gadis SMA -beberapa hari yang lalu -1
Kembali ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 3 Part 2
Cerita 4 : Kerja! Gadis SMA -beberapa hari yang lalu-
Hembusan angin dingin bertiup dari jendela yang terbuka, menyebabkan kertas yang ada di sebelah tangan seseorang jatuh ke lantai.
"Ah!"
Pemilik kertas tersebut buru-buru ingin mengambilnya.
Isinya bukanlah sesuatu yang merepotkan jika dilihat oleh orang lain, dan itu juga sesuatu yang bisa ditunjukan kepada orang lain dengan santai.
Diikuti oleh suara pelan dari kursi yang bergeser di lantai kayu, pemilik kertas tersebut berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah lantai....
"Ah!"
Gadis itu mendongak ketika menyadari seseorang telah memungut kertas itu terlebih dahulu.
Orang yang muncul di hadapannya....
"Hm~~"
.... adalah teman gadis tersebut, dan teman itu saat ini sedang melihat isi kertas tersebut sambil mengernyit dengan ekspresi serius di wajahnya.
"H-hey, Kao-chan! Jangan lihat!"
Gadis itu memanggil nama panggilan temannya, dan buru-buru mencoba mengambil kertas itu kembali.
"Tidak, aku tidak akan mengembalikannya!"
Jawab si teman dengan kekanakan.
"Kao-chan!!"
"Sasa, apa-apaan ini?"
"Apa maksudmu?"
Bersekolah di SMA Sasahata Utara kelas 2-A, teman dekat gadis tersebut, baik di kelas maupun di klub.... Tokairin Kaori, menyerahkan kertas itu kembali kepada 'Sasa' dengan tidak senang.
"Semuanya di atas 85!"
"Wah! Jangan keras-keras!"
"Tidak akan terjadi apapun jika nilai-nilai ini didengar oleh yang lainnya! Tidak sepertiku, nilai rata-rataku ada di bawah 60!"
Kaori berteriak dengan serius, dia berpura-pura memeluk bahu 'Sasa', dan melingkar di belakangnya, bercanda mencekik leher gadis itu.
"Mendapatkan nilai bagus seperti itu dengan wajah yang tenang, dasar siswa teladan! Bagi otakmu denganku!"
"Wah, ugh, hey, Kao-chan, Kao-chan?"
"Oh?"
"... Bukankah ini aneh? Aku seharusnya sudah membaginya denganmu, kan?"
"... O-oh?"
Gadis itu tidak menyia-nyiakan kesempatan yang Kaori tunjukan saat ia memalingkan pandangannya merasa bersalah.
Dia merebut hasil dari ujian yang diberikan tanpa ampun setelah liburan musim semi, dan menunduk untuk membebaskan dirinya dari lengan yang melingkar di lehernya.
Gadis itu dengan cepat berputar ke belakang Kaori, memegang lengan kiri Kaori dan mengangkatnya, kemudian dia menekankan tubuhnya pada punggung temannya, dan,
"Wah, hee hee hee! Ugh, tunggu Sasa, dilarang menggelitik! Itu dilarang!"
Gadis itu menahan pergerakan pundak Kaori sambil menggelitiknya.
"Bagian yang mungkin keluar saat ujian, aku harusnya kan sudah mengajarkannya padamu, bukankah aku sudah membagi waktu belajarku denganmu? Setelah kegiatan klub saat liburan musim semi, apa saja yang sudah kau lakukan?"
"Ahahaahaha, er, erhm, aku menyerah, jangan gelitik lagi!"
Kaori yang tidak bisa menahan serangan gelitik tersebut, memukul pahanya, menyatakan kalau dia sudah menyerah.
Karena gadis itu pada awalnya memang tidak serius, dia dengan cepat melepaskan Kaori.
"Fu, fu, astaga, aku sudah belajar, cara mengajar Sasa itu mudah dipahami, tapi, itu, aku hanya tidak punya banyak waktu."
Kaori tersenyum kaku, dan mengatakan alasannya sambil memutar-mutar rambutnya dengan jari.
Hasil Kaori yang biasanya, sebenarnya tidak dianggap buruk, tapi karena Kaori saja sudah seperti itu, bagaimana dengan orang lain?
Ketika perasaan tidak enak ini melintas di pikiran gadis itu.....
"Oh, luar biasa, Sasaki, statistikmu lebih dari 60!"
Seseorang mengambil hasil ujian yang gadis itu ambil dari Kaori dengan susah payah, dan berteriak kaget, gadis itu pun menoleh....
"Emura-kun."
Dan mendapati kalau orang itu adalah Emura Yoshiya, murid yang berada satu nomor bangku di depannya.
Tokairin Kaori dan Emura Yoshiya adalah temannya sejak kelas satu, mereka juga teman dari klub panahan.
Karena nomor bangku di sekolah terdiri dari campuran anak laki-laki dan anak perempuan, serta disusun oleh 50 pola, jadi di awal semester saat tempat duduk belum berubah, ketiga orang itu dengan nomor berurutannya, pasti akan duduk bersama dalam satu baris.
"Yoshiya, bagaimana denganmu?"
Tanya Kaori pada Yoshiya.
"Ah aku? Gagal di bahasa Inggris dan bahasa Jepang, mata pelajaran lain sih hampir melebihi 50."
Balas Yoshiya dengan cuek.
"Yeah, aku menang Yoshiya!"
"..... Emura-kun....."
Dibandingkan dengan Kaori yang mengepalkan tangannya dengan riang, bahu gadis itu malah merosot dan mendesah.
"Oh, Chi-chan depresi lagi."
"Mungkin karena Emura gagal lagi? Nampaknya tidak ada banyak orang di klub panahan, rasanya sedikit menyedihkan."
Komentar dari orang-orang di sekeliling mereka yang memahami ketiga orang itu dengan sangat baik sejak tahun lalu pun terdengar.
"Sasaki, apa Sasaki Chiho ada?"
Tiba-tiba mendengar seseorang memanggil namanya, gadis itu.... Sasaki Chiho, mendongak dengan ekspresi lelah di wajahnya.
Melihat dengan seksama, guru yang mengajar Kanji, yaitu Andou, saat ini sedang melambai ke arahnya dari pintu.
"Aku minta maaf, tolong bagikan ini."
Chiho bukanlah ketua kelas ataupun menyandang posisi lain di kelas, tapi karena alasan yang tidak diketahui, dia sering diminta oleh guru-guru untuk melakukan berbagai macam hal.
Apa yang Andou-sensei serahkan pada Chiho adalah setumpuk dokumen yang terdiri dari 3 kertas yang distaples menjadi satu.
Judul yang tertulis di atasnya adalah 'Untuk Wali Murid; Pembicaraan Tiga Arah Kelas Dua, Hal-Hal yang Perlu Dicatat'.
Bulan April adalah bulan di mana ia naik ke kelas 2 SMA.
Sebuah musim di mana nuansa musim semi sudah bisa dirasakan, tapi angin masih saja dingin, membuat orang-orang tidak ingin melepaskan baju musim dingin mereka.
Kehidupan sekolah seorang gadis SMA kelas 2, Sasaki Chiho, sebuah kehidupan normal yang tidak jauh berbeda dari saat SMP pun mulai mengangkat tirainya.
"Bahkan jika Yoshiya mendapat hasil yang buruk, Sasa tidak perlu kan menjadi begitu depresi? Dia bahkan tidak bersiap-siap untuk ujian kan? Huuh, tapi aku yang sudah belajar tapi tetap mendapatkan nilai yang biasa saja, sebenarnya tidak punya hak untuk bilang begini."
Kaori menghibur Chiho yang terlihat khawatir.
Namun, terlepas dari Yoshiya yang tanpa malu mengatakan bahwa dia gagal di dua mata pelajaran, apa yang Chiho khawatirkan sebenarnya adalah hal yang berbeda.
"... Ketika aku memikirkan ujian tengah semester yang akan datang, aku tidak bisa menganggapnya sebagai masalah orang lain. Meskipun aku benar-benar ingin percaya kalau dia baik-baik saja."
Chiho mendesah dengan nada yang berat, Kaori menatap wajah Chiho, dan berbicara seolah menemukan sesuatu.
"Hm, itu benar..... ah, Sasa, ada saus tomat di wajahmu, di sini."
Kaori menunjuk area di sebelah mulut Chiho, Chiho yang menyadari kalau di sudut mulutnya terdapat sisa saus tomat dari hamburger yang dia makan, dengan cepat mengambil tisu untuk membersihkannya.
Kedua orang itu saat ini berada di sebuah tempat yang akan mereka lewati saat perjalanan pulang dari sekolah, yaitu MgRonald di depan jalur Keio stasiun Hatagaya.
Setelah kegiatan klub atau saat dalam perjalanan pulang, Kaori dan Chiho sering sekali mampir ke tempat ini.
Meskipun sulit menilainya hanya dari snack yang dibeli oleh seorang gadis SMA, Chiho selalu berpikir kalau produk-produk ini, yang mana seharusnya tidak jauh berbeda dari restoran lain ataupun MgRonald lain, entah kenapa produk di restoran ini terasa lebih lezat.
"Jika itu ujian umum, kalau Emura-kun mengikuti kelas remidi, maka dia harus menghentikan aktifitas klubnya kan? Jika seperti ini, semua orang di klub pasti akan kesusahan."
"Betul sekali. Setelah hanya ada kita bertiga sebagai anggota kelas 2, meski nanti ada junior yang akan ikut bergabung, jika satu-satunya anggota cowok kita seperti ini, maka kita tidak akan bisa menjadi contoh bagi mereka."
Kaori memakan kentang gorengnya seraya menyetujui kecemasan Chiho.
SMA Sasahata di mana Chiho dan yang lainnya bersekolah, adalah sebuah tempat yang lebih menekankan pada edukasi yang lebih tinggi dibandingkan sekolah-sekolah yang ada di sekitarnya, dan dulu, pernah ada satu orang yang masuk ke Universitas Todai.
Karena itulah sekolah ini secara khusus menenkankan kalau peran siswa adalah untuk belajar, kalau mereka gagal di lebih dari tiga mata pelajaran dalam ujian umum, jika tidak ada keadaan khusus seperti ikut berpartisipasi dalam kompetisi nasional, mereka akan dilarang mengikuti aktifitas klub selama beberapa waktu.
Klub panahan yang diikuti oleh Chiho, Kaori, dan Yoshiya, adalah klub yang tidak memiliki banyak anggota, untungnya, karena mereka bertiga bergabung tahun lalu, mereka berhasil menghindari pembubaran klub.
Meski tidak ada banyak SMA yang memiliki dojo panahan khusus di negara ini, serta lingkungan yang cukup bagus dalam segi fasilitas, tapi jumlah atlet panahan SMA di Jepang, sejak awal memang tidak banyak, dan di antara kondisi para murid, perlengkapan dasar untuk olahraga ini memang dikategorikan sebagai perlangkapan yang lumayan mahal.
Sekarang, selain ketiga orang itu termasuk Chiho, hanya ada satu cowok dan satu cewek senior di kelas tiga, guru pembimbingnya juga tidak berguna, tanpa adanya pengalaman apapun dalam olahraga memanah.
Oleh sebab itu, dalam hal instruksi, mereka hanya bisa mengandalkan senior mereka, lulusan, dan pekerja sukarela dari tingkat 'Dan' di dekat sini beberapa kali dalam sebulan, namun, meski begitu, tetap ada batasan seberapa banyak mereka bisa berkembang.
Dengan begini, jika mereka tidak bisa mendapatkan lebih dari 3 junior cowok tahun ini, maka kelompok pria tidak akan bisa mendaftar untuk kompetisi resmi.
Karena situasinya begini, SMA Sasahata bukanlah sekolah yang kuat, lupakan soal kompetisi nasional, hasil terbaik yang mereka peroleh adalah 16 besar di kompetisi kota lebih dari 10 tahun lalu.
Jadi jika Yoshiya gagal di tiga mata pelajaran pada ujian tengah semester selanjutnya, dia pasti akan langsung dipaksa untuk menghentikan aktifitas klubnya.
Jika sudah seperti ini, itu pasti akan berefek pada moral Chiho, Kaori dan para anggora baru, jika kegiatan klub dihentikan saat mendekati kompetisi, mereka tidak akan bisa berlatih dengan benar.
Chiho sama sekali tidak berpikir untuk mencurahkan seluruh kehidupan SMA-nya dalam panahan seperti yang ada di manga sports, tapi karena dia cukup bagus dalam olahraga, dia pastinya berharap bisa ikut bersaing dengan persiapan penuh.
Karena inilah, Chiho menjadi sangat terkejut ketika hasil Kaori sama sekali tidak berkembang selama ini.
Logikanya, Kaori bukanlah tipe orang yang akan menyibukkan dirinya sendiri sampai-sampai harus menelantarkan aktifitas sehari-harinya.....
"Aku juga merasa tidak enak, ini bukan seperti aku mencari-cari alasan, tapi alasanku membiarkan ajaran Sasa menjadi sia-sia sebagian memang karena kegiatan klub."
"Eh?"
Kaori cemberut, menjatuhkan diri di atas meja, dan mengatakan,
"Aku bekerja selama liburan musim semi ini."
"Eh? Bekerja?"
Kata Chiho dengan kaget.
Karena SMA Sasahata tidak melarang muridnya bekerja, jadi Chiho pernah mendengar kalau teman sekelasnya ada yang bekerja.
Tapi subyek kali ini adalah Kaori, hal ini membuat Chiho merasa tertarik.
"Eh, pekerjaan apa yang kau lakukan? Kenapa tiba-tiba kau ingin bekerja?"
Chiho mendekat ke arah Kaori dan bertanya, Kaori pun tersenyum dengan ekspresi agak kesulitan.
"Yah, kemampuan memanahku tidak sebaik Sasa, jadi panahku sering melengkung, dan juga, mengganti busur itu perlu uang yang lumayan banyak kan?"
"Ugh, ke-kemampuan memanahku tidak sebaik itu....."
Chiho tidak mencoba menjadi rendah hati, tapi dia memang sungguh-sungguh merasa seperti itu. Belakangan ini, Chiho memang bisa membuat panahnya terbang lurus dan menyentuh jarak kompetisi yang disebut 'dekat target', tapi dia merasa kalau dia masih belum bisa mencapai tingkatan 'tepat sasaran'.
Meski mereka adalah anggota kelas 2, tapi mereka bertiga termasuk Yoshiya, masihlah seorang pemula seperti saat mereka mulai belajar tahun lalu, jadi perbedaan skill di antara mereka tidaklah terlalu jauh.
"Ugh, tapi ketika Sasa memanah target latihan, panahmu hampir sama sekali tidak melengkung."
Kaori menggunakan tangan kanannya untuk nenirukan postur saat memanah target latihan sambil berbicara.
Meskipun target latihan terlihat lebih sederhana untuk dipanah daripada target biasa, jika mereka tidak membidiknya dengan akurat, maka panah yang murah pasti akan melengkung dengan mudah.
"Dan busur latihan yang disiapkan oleh klub, panjangnya sama sekali tidak cocok denganku. Jadi aku mulai bekerja karena aku ingin membeli peralatan yang cocok denganku.... Maaf, bahkan kau secara khusus sudah meluangkan waktu saat revisi hanya untuk mengajariku."
"Begitu ya.... aku merasa agak menyesal karena tidak tahu apa-apa."
Chiho yang tidak lagi merasa kaget, kali ini merasa kagum pada Kaori.
Di mata Chiho yang belum pernah bekerja sebelumnya, Kaori terlihat sudah dewasa.
"Tidak apa-apa kok, lagipula itu masalahku sendiri. Sasa bisa berkembang hanya dengan menggunakan panah latihan, jadi kau jauh lebih mampu dibandingkan denganku."
"Ini bukan seperti itu....."
Itu bukan sebuah lelucon, mempelajari panahan memang membutuhkan banyak uang.
Bahkan perlengkapan dasar untuk siswa pun membutuhkan paling tidak 50.000 untuk satu set penuh, Chiho awalnya juga merasa ragu karena hal ini.
Dengan situasi Chiho, jika dia tidak meminta orang tuanya untuk membantu membelikannya, dia pasti tidak akan bisa memiliki perlengkapan untuk memasuki klub.
Namun, ayah Chiho.... yaitu Senichi yang merupakan seorang polisi, merasa sangat senang karena anaknya memilih klub bela diri yang bisa melatih hati dan fisiknya, dan bagi Chiho yang memutuskan untuk membicarakan hal ini dengan ayahnya, langsung diizinkan untuk memasuki klub panahan tanpa protes apapun, mereka pun segera pergi ke toko perlengkapan panahan untuk membeli satu set perlengkapan memanah.
Meski Chiho bilang 'Yang murah saja tidak apa-apa kok', tapi ayahnya, sebagai seorang polisi dengan gelar 'Dan' di panahan, mengatakan,
"Jika kau menggunakan sesuatu yang terlalu murah di awal, perkembanganmu nanti pasti akan melambat."
Kemudian ia pun membantu anaknya menyiapkan satu set perlengkapan yang bisa dianggap kelas atas dalam kategori peralatan latihan.
Berkat perhatian ayahnya, Chiho tidak hanya sangat menyukai peralatannya, dia juga menjadi selalu ingat untuk merawatnya.
Tapi seperti yang Kaori katakan, benang busur dan panah adalah barang konsumtif, dan biaya perawatannya juga mahal.
Meskipun ada anak panah tahan lama yang terbuat dari aluminium alloy, tapi kekuatan tarik dari busur, postur pemanah, maupun berat anak panah itu sendiri, berbeda-beda untuk setiap orang, jadi mengumpulkan set perlengkapan panah yang murah, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
"..... Tapi itu luar biasa lo."
"Apanya?"
"Aku tidak pernah menyangka kalau kau akan bekerja demi perlengkapan yang cocok denganmu."
Alasan kenapa Chiho memilih untuk memasuki klub panahan adalah karena dia pikir itu keren.
Tentu saja, salah satu alasan utamanya adalah karena SMA Sasahata tidak memiliki klub paduan suara yang Chiho ikuti saat SMP, ditambah lagi, saat dia masih kelas satu di mana klub-klub merekrut anggota baru, Chiho sangat tersentuh ketika melihat si ketua klub, anak kelas tiga memperagakan postur dasar untuk memanah, yaitu 'Kai'.
Pada waktu itu, busur milik senior klub yang digunakan dalam pertunjukannya, tidak terbuat dari karbon fiber seperti apa yang Chiho dan yang lainnya gunakan, melainkan sebuah busur bambu cantik yang terlihat seperti bahan putih yang bisa merembes keluar dari kedalaman busur.
"Jangan terlalu memuji orang itu. Pada akhirnya aku juga mengundurkan diri."
Chiho sedikit mengenang kejadian masa lalu itu, sementara Kaori berbicara dengan tidak senang,
"Apa itu kerja jangka pendek, atau kerja yang bayarannya harian?"
Chiho yang tidak paham seperti apa dunia kerja, mencoba bertanya dengan kata-kata yang dia ingat secara samar,
"Bukan keduanya. Aku bekerja di sebuah restoran keluarga, tapi kemudian aku mengundurkan diri karena terlalu melelahkan."
Kaori menyeruput jus jeruknya dan membalas dengan wajah dingin.
"Restoran keluarga?"
Meskipun dikategorikan sebagai restoran keluarga, selain waralaba besar di sekitar Hatagaya dan Sasazuka, sebenarnya ada begitu banyak restoran yang lain.
"Aku tidak ingin orang lain mengatakan kalau aku ini tidak tahan banting, tapi pekerjaannya memang benar-benar parah. Dan pelanggannya juga menakutkan."
"Begitukah?"
"Huft, meski tidak ada banyak waktu untuk mempelajari apapun, aku secara resmi sudah harus mulai bekerja saat kedatanganku yang ketiga kalinya. Bukankah di sana ada terminal yang secara khusus digunakan untuk memesan makanan? Di sana tuh ada banyak tombol di atasnya, dan empat opsi akan muncul untuk setiap tombolnya. Karena ada promosi musim semi di hari pertama dan hari ketiga, jadi pilihannya semua berubah, hal itu membuatku harus bersusah payah hanya untuk membantu pelanggan membuat pesanan."
"Oh.... tapi di awal-awal, bukankah seharusnya ada nametag 'Training' untuk dipakai oleh anak baru sepertimu?"
Chiho ingat pernah melihat hal semacam itu di restoran keluarga dulu sekali.
Kaori menggelengkan kepalanya, dengan ekspresi berlebihan di wajahnya.
"Pelanggan tidak akan peduli dengan hal-hal semacam itu. Ketika tadi Sasa memesan, kau tidak melihat dengan seksama nametag milik karyawan di sini kan?"
"Tidak, aku membacanya kau tahu? Meski aku tidak tahu bagaimana cara membacanya, tapi nama belakang milik pria berambut hitam itu adalah, kata pertamanya ditulis 'Ma' dan belakangnya ditulis 'Ou'. Dan bahkan ada tulisan 'Karyawan Kelas B' di atasnya."
Chiho melihat ke arah karyawan pria berambut hitam yang membantunya membuat pesanan. Dari kejauhan, dia terlihat seperti model karyawan 'MgRonald' yang biasanya muncul di iklan televisi.
".... Sasa memang berbeda. Orang normal tidak akan melihatnya sama sekali."
Kaori menatap Chiho dengan frustasi karena alasan yang tidak diketahui.
"Pokoknya, bahkan jika kau bertanya padaku yang masih dalam tahap pelatihan, pertanyaan seperti, apa saja yang ditambahkan ke dalam sphagetti, atau berapa banyak kalori yang ada di dalam sundae, aku tidak mungkin bisa menjawabnya kan? Aku tidak membacanya."
"Tapi biasanya, bukankah informasi ini sudah ada di menu?"
Tanya Chiho dengan santai, dan setelah itu Kaori tiba-tiba berdiri, membentangkan tangannya di atas meja, menunjuk ke arah hidung Chiho dengan sombong, dan mengatakan,
"Benar! Kau berpikir seperti itu juga kan? Mereka tidak mau membaca sama sekali! Mereka tidak membaca menu dan langsung bertanya 'apa yang restoran ini miliki?', aku sama sekali tidak tahu apa yang dipikirkan orang-orang ini."
"Oh... Aku mengerti. Tapi apa ada banyak orang seperti itu? Ketika aku membeli sesuatu atau makan, aku tidak pernah melihat mereka....."
Chiho yang tidak bisa memahami kebenaran yang Kaori katakan, bahkan belum sempat menyelesaikan apa yang dia katakan, ketika Kaori membungkuk lagi dan mengatakan,
"Pernahkan kau melihatnya selama 6 jam terus menerus? Ada orang-orang seperti itu tiap harinya. Dan pelanggan semacam itu masih bisa dianggap bagus, di sana bahkan ada orang yang menggunakan bar minuman selayaknya barang gratis, dan langsung kehilangan kesabarannya ketika kau mengingatkan mereka; ada juga orang yang mengeluh kalau piring yang mereka gunakan kali ini, berbeda dengan piring yang mereka gunakan sebelumnya, bahkan jika kau menanyaiku hal-hal seperti itu, mana mungkin aku bisa tahu!!"
Aura Kaori tidak menunjukan tanda akan menghilang, dan Chiho pun hanya bisa terus mengikutinya,
"Hal yang paling menyusahkan dari semuanya adalah, ketika restoran itu penuh dengan pelanggan saat makan siang dan ada sekumpulan orang yang menunggu di luar, aku pun memberitahu pekerja kantoran yang masuk ke dalam, 'restorannya sudah penuh sekarang, silakan tunggu sesuai antriannya'. Tapi orang itu malah bertanya padaku 'Aku harus menunggu? Kenapa?' Bukankah menurutmu ini aneh?"
".... Sepertinya di luar sana memang begitu."
Chiho merasa sulit untuk mempercayainya, tapi karena Kaori bukanlah tipe orang yang suka melebih-lebihkan sesuatu, harusnya memang ada pekerja kantoran seperti mereka.
"Benar kan? Karena orang itu tidak paham bahasa Jepang, aku jadi tidak tahu apa yang harus kulakukan, aku pun hanya bisa diam, dan pada akhirnya dia memintaku untuk 'memanggil manager' dengan suara yang sangat kesal. Tanpa ada pilihan lain, aku hanya bisa meminta si manager untuk datang, dan karena waktu itu sangat sibuk, bahkan manager pun juga memarahiku."
"Eh?"
"Dan ketika si manager tidak ada, yang ada di aula hanyalah aku dan seorang senior. Ketika ada aku dan senior itu, makanan penutupnya tidak dibuat di dapur melainkan dibuat oleh karyawan di aula. Tapi, meski dia tidak mengajariku apa-apa, dia tiba-tiba saja melempar sebuah buku manual padaku dan memintaku membuat sebuah sundae, mana mungkin aku bisa membuatnya? Aku bahkan tidak tahu di mana letak bahan-bahannya!"
Kaori terus mengeluh. Seperti saat diminta mengerjakan hal yang tidak pernah dia pelajari sebelumnya, dimarahi setelah gagal melakukannya; atau saat seniornya yang jahat itu sedang nganggur, dia tidak akan datang untuk membantu, pokoknya, ia tidak memiliki kenangan yang indah dari pekerjaan itu sama sekali.
Meski dia tahu kalau temannya memilih keluar karena tidak bisa mentoleransi hal tersebut, Chiho yang tiba-tiba memikirkan sebuah pertanyaan, tetap bertanya pada temannya,
"Lalu, apa mereka memberikan gajimu? Bukankah kau keluar setelah bekerja kurang dari sebulan?"
"Setidaknya mereka masih memberikannya padaku! Tapi karena itu dihitung dengan bayaran perjam untuk seorang trainee dan aku keluar setelah kira-kira setengah bulan, jadi aku tidak mendapat banyak! Ah! Pokoknya, itu benar-benar parah!"
Kaori mendorong nampan MgRonald yang sudah dia habiskan makanannya ke samping, dan merosot kembali ke sofa dengan berlebihan.
Kali ini....
"Miss, jika kau sudah menghabiskan makananmu, bolehkah aku membantu membersihkan mejanya?"
Sebuah suara terdengar dari samping tempat di mana mereka berdua duduk.
Setelah Chiho dan Kaori mendongak secara refleks, mereka sesaat menahan napasnya,
Seseorang yang memakai seragam berbeda dengan karyawan lain, yang mana hanya bisa digambarkan sebagai 'wanita cantik' sedang berdiri di hadapan mereka.
Wanita itu memiliki tubuh yang lentur dan kulit putih, ditambah dengan suara rendah penuh karisma, dia terlihat seperti seorang model yang fashionable.
Chiho melihat nametag yang tergantung di dada wanita itu seperti yang dia bicarakan dengan Kaori sebelumnya, kata 'Manager : Kisaki' tertulis di atasnya.
Chiho memikirkan cara membaca nama belakang wanita itu.
Selanjutnya, manager yang memiliki postur cantik itu, usai dengan sopan mengambil nampan saat Kaori mengangguk dengan bengong, dia pun pergi setelah membungkuk sebentar.
Karena beberapa kentang goreng dan minuman masih ada di nampan Chiho, bahkan jika mereka masih menetap di sini untuk sementara waktu, mereka tidak perlu merasa tidak enak.
"Wah~ cantik sekali orang itu!"
Kaori masih menatap punggung manager tersebut.
"Kalau aku bisa bertemu dengan menager seperti itu, aku pasti akan menetap lebih lama. Manager restoran tempatku bekerja sebelumnya, tidak akan bekerja ketika dia melihat kalau mereka bukan pelanggan. Dan dia masih menyuruhku untuk mencoba mencari sesuatu yang harus dikerjakan ketika aku memiliki waktu luang. Dialah yang seharusnya bekerja dengan benar!"
Hanya setelah manager wanita itu menghilang di belakang konter, Kaori akhirnya memalingkan wajahnya kembali ke arah Chiho.
Chiho menjawab dengan sebuah senyum kecut.
"Tapi aku sering dengar sebelumnya kalau bekerja di restoran dan minimarket itu sangat sulit, tapi bagaimanapun, bekerja adalah melakukan sesuatu yang belum kau kenal. Tapi bagi diriku yang tidak pernah bekerja sebelumnya, mengatakan hal itu rasanya terdengar sedikit aneh!"
"Benar sekali. Tapi kurasa jika kau dimarahi oleh manager atau seseorang karena hal-hal yang sepele, kau pasti tetap akan kehilangan motivasi kan? Ah, itu sangat menjengkelkan! Aku tidak akan pernah bekerja di restoran keluarga lagi!"
Setelah menyatakan hal itu dengan keras, Kaori perlahan mengeluarkan setumpuk dokumen dari dalam tas sekolahnya.
"Dan juga, meski seseorang bilang untuk memikirkan masa depan kita sekarang, kita seharusnya tidak punya banyak ide kan?"
Itu adalah dokumen yang Andou-sensei minta kepada Chiho untuk dibagikan, isinya adalah pemberitahuan pembicaraan tiga arah antara murid, wali kelas, dan wali murid. Dan survey-nya distaples di belakangnya.
Karena itu adalah survey tentang rencana masa depan, jadi bisa diperkirakan kalau isinya bertanya pada siswa tentang apakah mereka akan memilih melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi setelah lulus SMA ataukah mencari pekerjaan, mereka juga harus memberikan alasan di bawahnya. Form survey ini sepertinya akan digunakan sebagai referensi selama pembicaraan tiga arah di akhir bulan nanti.
"Sasa harusnya ingin masuk ke universitas kan?"
"Yeah.... mungkin...."
Chiho mengangguk dan menjawab pertanyaan Kaori dengan samar.
Harus memikirkan rencana masa depan setelah lulus padahal baru saja naik ke kelas 2, membuat Chiho merasa sedikit bimbang.
"Yoshiya pasti tidak akan memenuhi syarat untuk masuk ke universitas, jadi dia mungkin akan lulus langsung, apa yang harus kulakukan? Aku sudah memutuskan kalau aku tidak akan memilih restoran keluarga. Tapi alasan..... bahkan jika aku ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, aku tidak tahu apa yang ingin kupelajari."
Perasaan Chiho sama persis dengan perasaan Kaori.
Berbicara soal universitas, selain universitas terkenal seperti Todai dan Kyodai, Chiho juga ingin mendapatkan nama sekolah yang mendapat tempat pertama di kompetisi lari estafet, yang mana ingin ayahnya tonton selama tahun baru.
Namun, meski begitu, bagi Chiho yang bahkan tidak memiliki pengalaman bekerja, masuk ke dalam dunia kerja adalah sebuah area yang bahkan lebih asing daripada universitas.
"Ah, tapi kan dada Sasa sangat besar, dan kau juga manis, kalau kau berjalan di sekitar Shinjuku, mungin kau akan direkrut oleh agensi bakat kan? Kenapa kau tidak bergabung saja ke bisnis pertunjukan?"
Kaori tiba-tiba mengatakan sebuah lelucon.
"Begitulah....."
Kaori sering menggoda Chiho soal dadanya, jadi Chiho sudah terbiasa.
Meskipun banyak teman wanita yang iri dengan ukuran dada Chiho, tapi dia benar-benar berpikir kalau memiliki dada yang besar sama sekali tidak ada keuntungannya.
Hal itu tidak hanya bisa mengacaukan posturnya saat memanah ataupun terkena benang panah, bahkan pakaian dalam yang ibunya belikan untuknya, harganya sangat mahal sampai-sampai dia merasa tidak enak, atau terkadang itu adalah sesuatu yang tidak manis sama sekali.
Chiho memang tidak pernah mengalami pundak kaku, bahkan jika dia melihat baju atasan yang dia sukai dengan area bahu dan lengan baju yang pas, dia selalu harus menyerah karena mereka tidak bisa dikancingkan di area sekitar dadanya, atau dadanya terlihat di antara kancing bajunya.
"Mana mungkin. Lebih serius sedikit! Ini harus ditunjukan pada orang tua kita!"
Chiho mengabaikan lelucon Kaori dengan ekspresi serius di wajahnya, dia kemudian mengambil dokumen yang sama dari dalam tasnya dan mulai membaliknya.
"Aku benar-benar lupa kalau ini harus ditunjukan pada keluarga! Kalau begitu aku tidak tahu lagi apa yang harus kutulis!"
Kaori memegangi kepalanya, merasa sangat gelisah.
Kotak ambisi yang ada di form survey tersebut sangatlah besar. Melihatnya, Chiho berpikir kalau essay tersebut, jumlah katanya paling tidak harus 80% dari jumlah kata yang ditentukan, hal ini membuatnya mulai khawatir.
Chiho memiliki perasaan yang sama ketika dia masih SMP, istilah samar seperti rencana masa depan ini selalu membuat emosinya menjadi ambigu.
Alasan kenapa Chiho ingin mendaftar ke SMA Sasahata pada awalnya adalah hanya karena seolah ini sesuai dengan kemampuan akademisnya dan juga dekat dengan rumahnya, bukan karena ia ingin mempelajari sesuatu yang khusus di SMA ini.
Dalam survey rencana masa depan saat SMP, Chiho dengan jujur menulis hal tersebut di formnya, tapi akhirnya dia diminta oleh wali kelasnya untk menulis alasan yang lebih formal.
Meski ini bukan apa yang Kaori katakan, tapi Chiho ingat kalau ada murid yang mengatakan bahwa mereka ingin bergabung ke bisnis pertunjukan ataupun menjadi atlet di form survey mereka, tapi pada akhirnya, orang tua dan guru mereka pun bilang pada mereka 'Jangan memimpikan mimpi yang tidak berguna'.
Tapi sebaliknya...
"Jika pekerjaan yang seseorang ingin kerjakan adalah menjadi PNS, rasanya seperti orang itu tidak punya mimpi sama sekali."
Layaknya sebuah ucapan yang beredar di khalayak ramai, benar-benar tidak bisa disetujui.
Bahkan seseorang bisa dilihat sebagai orang idiot karena mengajar mimpinya.
Ayah Chiho adalah seorang PNS yang dikenal sebagai polisi, jadi dari sudut pandangnya, Chiho merasa kalau 'menjadi PNS berarti tidak punya mimpi'. Kata-kata ini seperti meremehkan orang-orang yang tujuannya adalah memiliki pekerjaan seperti ayahnya, tapi hal ini membuat Chiho menjadi semakin bingung tentang apa yang orang dewasa maksud dengan 'rencana masa depan'.
"Meski begitu, aku tidak memiliki hal khusus yang ingin aku lakukan nanti."
"Hm? Ada apa?"
"Bu-bukan apa-apa kok."
Meski dia merasa marah dengan betapa tidak masuk akalnya kata-kata orang dewasa, jika ia ditanyai 'Lalu apa kau punya ambisi yang hebat?', Chiho tidak akan tahu bagaimana menjawabnya.
Karena pada kenyataannya, dia tidak punya satupun.
Semua orang mengatakan kalau kau bisa masuk ke perusahaan yang bagus ketika kau lulus dari universitas, tapi semenjak Televisi terus menyiarkan berita tentang buruknya ekonomi dan sulitnya mencari pekerjaan setiap hari layaknya perangkap, bahkan jika itu seorang gadis SMA, dia pasti juga tahu kalau pekerjaan itu tidak akan bisa dicari hanya dari hasilnya saja.
Di Internet, bisa dilihat kalau beberapa orang dengan arogannya mengatakan bahwa belajar di universitas itu percuma ketika sudah terjun ke masyarakat.
Jika demikian, kenapa banyak perusahaan menginginkan lulusan dari universitas kelas atas, memikirkan hal ini, membuat Chiho semakin bingung dengan apa rencana masa depan itu.
Chiho meletakkan form survey-nya di tepi meja dan mengangkat cangkir plastik yang berisi minumannya, ketika dia berpikir kalau dia mungkin terlihat tidak manis saat mengernyit, Chiho pun berencana untuk meminum minuman yang ada di cangkirnya.
Kali ini, ia menyadari iklan yang ada di bawah form survey, diletakkan di atas nampan.
"..... Mencari rekan bekerja."
Jika itu adalah nampan plastik milik MgRonald, iklan untuk lowongan pekerjaan pasti akan tercetak di atasnya.
"Sasa?"
"..... Kao-chan, melalui bekerja, kau mempelajari beberapa hal yang ada hubungannya dengan masyarakat dan tidak diajarkan di sekolah kan?"
"Bukan seperti itu. Aku hanya tahu kalau bekerja itu sangat melelahkan dan merepotkan....."
Kaori memang tidak salah, tapi bagi Chiho yang tidak memiliki kecemasan apapun dalam hidupnya karena bantuan orang tuanya, meski itu hanya untuk waktu yang singkat, temannya, yang sudah berinteraksi dengan dunia yang tidak ia ketahui, terlihat seolah lebih dekat dengan dunia orang dewasa dibandingkan dengan dirinya.
"Lihat ini, jika aku juga mulai bekerja, aku mungkin akan mengerti hal-hal yang berhubungan dengan rencana masa depan ataupun bekerja."
Melihat Chiho menunjuk ke arah iklan lowongan MgRonald, Kaori pun berseru kaget,
"Eh? Jangan bercanda, lebih baik kau tidak melakukan hal semacam itu! Apa kau tidak mendengar apa yang kukatakan tadi?"
"Uh, tapi.... Bukan itu saja alasannya, seperti yang Kao-chan katakan, aku juga ingin membeli perlengkapan memanah yang lebih bagus....."
"Meski membiarkan orang tuamu membelikan panah itu bisa membuatmu merasa tidak enak, tapi mau bagaimana lagi, dengan hasil ujian Sasa, bahkan jika kau menunggu sampai masuk universitas sebelum kau mulai bekerja, menurutku itu tidak akan terlambat."
"Hm, benar juga....."
Busur dan panah bambu putih yang digunakan oleh senior yang sudah lulus itu, terlintas di pikiran Chiho.
Tentunya senior itu tidak akan menggunakan busur dan panah itu setiap saat, tapi jika Chiho juga mulai bekerja dan mendapatkan uang, dia mungkin bisa lebih dekat dengan busur cantik itu.
Dan jika dia juga mengambil kesempatan ini untuk memahami sedikit tentang dunia kerja, itu bisa dianggap seperti membunuh dua burung dengan satu batu.
"Sasa tidak hanya punya otak yang cerdas, kau juga tidak boros kan? Kau biasanya tidak akan menghabiskan banyak uang."
Kaori mencoba membujuk Chiho dengan serius.
"Meski ini bukan karena aku merasa cemas....."
Akan tetapi, meski hasil ujiannya dipuji oleh Kaori dan Yoshiya, itu bukan berarti dia sampai di tingkatan 5 besar di seluruh sekolah.
Chiho tidak bisa menyangkal kalau sebenarnya ada keingingan untuk menantang hal-hal baru yang bersemayam di hatinya.
Di saat seperti ini...
"Ah!"
Chiho yang sedang berpikir dan tidak memperhatikan sekitarnya, hanya bisa berteriak.
Seorang karyawan kantoran yang melewati mereka berdua, karena ia tidak mengatur tali bahunya dengan benar, tas pria itu pun jatuh di meja mereka, mengenai cangkir plastik yang Chiho pegang.
Meskipun itu tidak sakit, Chiho masih menjatuhkan cangkirnya karena terkejut dan benturannya.
Karena mereka sudah ada di sini untuk waktu yang cukup lama, tutup cangkir plastik yang menjadi lembek itu pun, mengendur karena jatuh dari ketinggian, cola yang tumpah seketika menyebar ke sudut meja, dan membasahi dokumen Chiho.
"Oh!"
Pria itu nampak menyadari kesalahannya, dan hal yang lebih mengejutkan lagi, masih akan datang,
Ketika mereka berdua mendongak, mereka menyadari kalau orang yang ada di depan mereka bukanlah orang Jepang.
Seorang pria kekar berjenggot dan berkulit putih, saat ini sedang mengatakan sesuatu kepada mereka berdua, tapi Chiho, karena dokumen pentingnya menjadi kotor, ia tidak bisa bereaksi sedikitpun.
"A-a-a-apa yang kita lakukan?"
"Sa, Sasa, apa kau baik-baik saja? Uh, itu....."
Kaori yang cemas dengan Chiho, juga tidak mengerti apa yang orang asing itu katakan.
"Uwah, dokumennya kotor.... Apa yang harus kita lakukan, dan juga, bagaimana kau menangani situasi ini?"
"...............!"
Chiho, Kaori, dan pria itu tahu kalau ini adalah situasi yang buruk, tapi hal yang menyulitkan mereka adalah fakta bahwa mereka tidak bisa berkomunikasi.
Setelah pria itu untuk sesaat merasa bingung, dia pun mengeluarkan sapu tangannya dan menyerahkannya pada Chiho. Tidak masalah jika hanya baju Chiho yang kotor, tapi jika dokumennya sudah basah karena terkena cola, hal itu akan percuma bahkan jika mereka menggunakan sapu tangan untuk membersihkannya.
Ketika Chiho dan yang lainnya tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan membeku di tempat mereka karena tidak tahu urutan untuk menangani situasi yang ada di hadapan mereka.....
"Nona, boleh aku tahu apa yang terjadi?"
Suara seorang pemuda menyelamatkan situasi ini.
Chiho yang mendongak karena ingat suara itu, menyadari kalau pria berambut hitam yang membantu membuat pesanannya di konter, sudah ada di meja mereka. Seorang karyawan restoran yang ada di antara orang asing tadi dan Kaori, terlihat agak terkejut ketika mendapati genangan cola yang ada di meja, dan bertanya pada Chiho dengan penuh perhatian,
"Apa kau baik-baik saja? Apa bajumu kotor.........?"
"E, erhm, aku baik-baik saja...."
"Ugh, Sasa, mana mungkin ini bisa disebut baik, apa yang akan kau lakukan dengan dokumenmu?"
Kali ini, Kaori akhirnya mengambil dokumen Chiho dari genangan cola.
"T-tapi mau bagaimana lagi, karena itu sudah basah, meskipun kita meminjam handuk dari karyawan....."
Ketika Chiho menatap kertas yang sudah melembek dan menjadi kotor karena meresap air.....
".......!"
Pria berkulit putih itu mulai mengatakan sesuatu. Tapi meski mereka tahu kalau pria itu berbicara dengan bahasa Inggris, Chiho dan yang lainnya yang tidak memiliki kemampuan untuk berbicara bahasa Inggris, tetap tidak memahami apa yang coba dikatakan oleh pria itu. Percuma saja bahkan jika pria itu ingin meminta maaf, dan ketika Chiho ingin mengatakan 'tidak apa-apa' kepada pria itu.....
"Pria ini ingin meminta maaf padamu....."
Karyawan dengan nametag 'Maou', dengan nama belakang yang tidak diketahui bagaimana cara membacanya, tiba-tiba mengatakan hal tersebut pada Chiho.
"Eh......?"
"..........!!"
"Maafkan aku, itu karena aku tidak berhati-hati. Pria ini bilang ingin memberikan kompensasi padamu. Dokumen ini, apakah mereka diberikan oleh sekolah?"
"Yeah, itu adalah dokumen yang berhubungan dengan konseling rencana masa depan."
Kaori menjawabnya untuk Chiho, yang terlalu terkejut untuk mengatakan sesuatu, dan setelah karyawan itu melihat wajah Chiho dan Kaori secara bergantian dengan ekspresi agak terkejut....
"That is her school document which is guidance counselling."
(Itu adalah dokumen sekolah miliknya yang berisi panduan konseling.)
(T/N : Di raw Jepangnya, katanya juga tertulis dalam bahasa Inggris, seperti yang ada di vol 5, saat Maou bertemu dengan Raguel.)
Dia tiba-tiba berbicara dengan pria itu menggunakan bahasa Inggris yang fasih.
"Oh.... Really?"
Ketika pria berkulit putih itu mendengarnya, dia langsung menutupi wajahnya dengan cara yang berlebihan.
"Maafkan aku, boleh aku tahu apakah dokumen yang temanmu miliki juga memiliki isi yang sama?"
"Eh? Ah, itu, itu benar, bagaimana kau tahu?"
Jawab karyawan itu seraya meminta maaf.
"Maafkan aku, karena suara kalian berdua bisa terdengar dari konter..... sejujurnya, aku mendengar semuanya."
"M-maaf, mengganggumu seperti itu."
Setelah mendengar penjelasan karyawan itu, Chiho yang merasa malu, menundukan kepalanya meminta maaf.
Karyawan itu menggelengkan kepalanya dengan sebuah senyum hangat dan mengatakan,
"Bagaimana kalau begini? Dari apa yang kulihat, dokumen ini terlihat seperti kertas percetakan biasa. Jika dokumen temanmu belum ada tulisannya, kau bisa meminjamnya dan membawanya ke toko serba ada terdekat untuk memfotokopinya...."
"Ah..."
"Ah....."
Chiho pun mengangguk dengan mulut terbuka, berpikir lebih teliti lagi, ini adalah hal yang mudah untuk dilakukan, tapi mereka bahkan tidak memikirkan cara ini untuk menangani situasinya. Dari hal ini, bisa dilihat betapa paniknya mereka karena insiden tersebut.
"Sir, her friend has a blank document. Would you copy this by a pay copier?" (Sir, teman gadis ini memiliki dokumen kosong. Maukah kau mengkopinya dengan mesin fotokopi?)
Setelah karyawan itu mengatakan beberapa kata, si pria berkulit putih mengangkat kedua tangannya dan mengatakan sesuatu.
"Karena dia takut mengotorinya lagi, pria ini ingin temanmu ikut bersamanya ke toko serba ada. Aku akan ikut juga, jika kau tidak keberatan, bolehkan aku meminta gadis ini untuk ikut?"
"Ah, okay, tidak masalah."
Kaori yang terlihat sudah tenang, usai mengangguk, dia pun mengambil dokumennya dan berdiri.
"Paman ini akan membantu membayar biaya fotokopinya kan?"
"Dia bilang, bahkan jika kau ingin mencetak 100 salinan, itu tidak masalah buat dia."
Bahkan Chiho pun bisa tahu, kalau apa yang diterjemahkan oleh karyawan itu adalah sebuah candaan yang sangat cocok dengan orang luar negeri.
"Kalau begitu aku akan segera kembali, tunggu di sini sebentar."
"Manager, aku ingin menemani pelanggan ini keluar sebentar."
Setelah Kaori dan karyawan itu berbicara pada Chiho dan kemudian kepada manager yang ada di belakang konter, mereka bertiga pun berjalan keluar dari restoran.
Berkat karyawan dengan pelafalan nama belakang yang tidak diketahui, 'Maou', kekacauan itu pun dapat diselesaikan dengan lancar. Meski Chiho sudah bernapas lega karena dokumennya bisa diselamatkan, insiden tersebut masih belum berakhir di sana.
"Nona, maaf mengganggumu."
Si manager cantik datang untuk berbicara dengan Chiho, dan membungkuk dengan sudut yang cantik.
"Boleh aku tahu apakah bajumu kotor?"
"Ah, hm, bajuku tidak apa-apa kok."
"Syukurlah. Meski begitu, maafkan aku atas insiden yang terjadi saat kau sedang asyik makan. Jika kau tidak keberatan, aku bisa memberimu satu set minuman dan kentang goreng baru, maukah kau menerimanya?"
"Eh, ti-tidak usah."
Kali ini, Chiho benar-benar terkejut.
Bagaimanapun juga, sebenarnya pihak restoran tidak perlu meminta maaf.
Daripada itu, karena ada si 'Maou'-san, Chiho bisa tahu kalau pria berkulit putih itu ingin meminta maaf, dan berhasil menyelamatkan dokumennya, jadi Chiho pikir, orang yang seharusnya berterimakasih adalah dia.
Jika ia membiarkan si manager mengganti minuman dan kentang gorengnya dengan yang baru, Chiho pasti akan merasa sangat tidak enak.
Setelah Chiho mengatakan pemikirannya, si manager pun menggelengkan kepalanya dengan sebuah senyum hangat dan mengatakan,
"Pekerjaan kami adalah untuk menciptakan suasana di mana para pelanggan bisa makan dengan nyaman di dalam restoran. Jadi sudah seharusnya kami mencoba yang terbaik untuk mencegah masalah di antara pelanggan, itu tidak hanya pekerjaan kami, tapi juga tanggung jawab kami. Jadi Maou.... Si karyawan tadi, memang sudah seharusnya membantu pelanggan untuk menyelesaikan masalah mereka."
Jadi nama karyawan pria tadi dibaca, MAOU. Chiho kembali melihat ke arah pintu yang ketiga orang tadi lewati sebelumnya.
"Sebenarnya, memberikan masalah pada temanmu, adalah hal yang membuatku merasa tidak enak. Jika kalian berdua sudah ingin pulang hari ini, selama kalian menunjukan tanda terima hari ini, lain kali kalau kalian datang kembali, kalian bisa mendapatkan item yang sama, bagaimana?"
Manager wanita itu dengan lancar mengucapkan kata-kata tulus tersebut.
Bagi Chiho saat ini, dibandingkan kekacauan yang terjadi sebelumnya, kepribadian dari karyawan restoran yang membaca situasinya dengat akurat dan menyelesaikan masalahnya dengan bahasa Inggris yang fasih, serta manager yang meminta maaf padanya dengan tulus, sebenarnya adalah hal yang lebih menggerakkan Chiho.
Meski dia tidak ingin mengkritik tempat kerja Kaori yang sebelumnya, tapi rasanya, jika itu adalah restoran di mana kedua orang ini bekerja, suasananya harusnya tidak sama dengan apa yang sudah Kaori lalui, yang mana membuat rekan kerja memiliki kenangan yang tidak menyenangkan.
Apalagi, bagi Chiho yang sebelumnya berpikir kalau pekerjaan karyawan MgRonald itu hanyalah membuat hamburger, penjelasan dari manager yang mengatakan 'pekerjaan kami adalah untuk menciptakan suasana', benar-benar terasa menyegarkan.
"Tanda terima...."
Chiho mengeluarkan tanda terima yang dia taruh ke dalam dompetnya tanpa sadar, dan melihat isi yang tercetak di atasnya.
Dan menenukan sebuah informasi yang tertulis di atasnya.
"Itu benar. Lain kali, selama kau membawa tanda terima itu, tidak peduli kapanpun....."
Meski si manager masih ingin melanjutkan penjelasan tentang tanda terima Chiho, ketika Chiho sadar, dia sudah menanyakan pertanyaan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan tanda terima tersebut.
Sebuah nomor telepon tertulis di bawah tanda terima tersebut, sekaligus kata-kata lowongan pekerjaan.
"Erhm...."
"Ya, ada apa?"
Jika memang harus dilebih-lebihkan, apa yang Chiho katakan pada si manager pada waktu itu, sebenarnya akan sangat merubah takdirnya nanti.
"Boleh aku tahu apakah ini nomor telepon restoran ini?"
"Ah!"
Pemilik kertas tersebut buru-buru ingin mengambilnya.
Isinya bukanlah sesuatu yang merepotkan jika dilihat oleh orang lain, dan itu juga sesuatu yang bisa ditunjukan kepada orang lain dengan santai.
Diikuti oleh suara pelan dari kursi yang bergeser di lantai kayu, pemilik kertas tersebut berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah lantai....
"Ah!"
Gadis itu mendongak ketika menyadari seseorang telah memungut kertas itu terlebih dahulu.
Orang yang muncul di hadapannya....
"Hm~~"
.... adalah teman gadis tersebut, dan teman itu saat ini sedang melihat isi kertas tersebut sambil mengernyit dengan ekspresi serius di wajahnya.
"H-hey, Kao-chan! Jangan lihat!"
Gadis itu memanggil nama panggilan temannya, dan buru-buru mencoba mengambil kertas itu kembali.
"Tidak, aku tidak akan mengembalikannya!"
Jawab si teman dengan kekanakan.
"Kao-chan!!"
"Sasa, apa-apaan ini?"
"Apa maksudmu?"
Bersekolah di SMA Sasahata Utara kelas 2-A, teman dekat gadis tersebut, baik di kelas maupun di klub.... Tokairin Kaori, menyerahkan kertas itu kembali kepada 'Sasa' dengan tidak senang.
"Semuanya di atas 85!"
"Wah! Jangan keras-keras!"
"Tidak akan terjadi apapun jika nilai-nilai ini didengar oleh yang lainnya! Tidak sepertiku, nilai rata-rataku ada di bawah 60!"
Kaori berteriak dengan serius, dia berpura-pura memeluk bahu 'Sasa', dan melingkar di belakangnya, bercanda mencekik leher gadis itu.
"Mendapatkan nilai bagus seperti itu dengan wajah yang tenang, dasar siswa teladan! Bagi otakmu denganku!"
"Wah, ugh, hey, Kao-chan, Kao-chan?"
"Oh?"
"... Bukankah ini aneh? Aku seharusnya sudah membaginya denganmu, kan?"
"... O-oh?"
Gadis itu tidak menyia-nyiakan kesempatan yang Kaori tunjukan saat ia memalingkan pandangannya merasa bersalah.
Dia merebut hasil dari ujian yang diberikan tanpa ampun setelah liburan musim semi, dan menunduk untuk membebaskan dirinya dari lengan yang melingkar di lehernya.
Gadis itu dengan cepat berputar ke belakang Kaori, memegang lengan kiri Kaori dan mengangkatnya, kemudian dia menekankan tubuhnya pada punggung temannya, dan,
"Wah, hee hee hee! Ugh, tunggu Sasa, dilarang menggelitik! Itu dilarang!"
Gadis itu menahan pergerakan pundak Kaori sambil menggelitiknya.
"Bagian yang mungkin keluar saat ujian, aku harusnya kan sudah mengajarkannya padamu, bukankah aku sudah membagi waktu belajarku denganmu? Setelah kegiatan klub saat liburan musim semi, apa saja yang sudah kau lakukan?"
"Ahahaahaha, er, erhm, aku menyerah, jangan gelitik lagi!"
Kaori yang tidak bisa menahan serangan gelitik tersebut, memukul pahanya, menyatakan kalau dia sudah menyerah.
Karena gadis itu pada awalnya memang tidak serius, dia dengan cepat melepaskan Kaori.
"Fu, fu, astaga, aku sudah belajar, cara mengajar Sasa itu mudah dipahami, tapi, itu, aku hanya tidak punya banyak waktu."
Kaori tersenyum kaku, dan mengatakan alasannya sambil memutar-mutar rambutnya dengan jari.
Hasil Kaori yang biasanya, sebenarnya tidak dianggap buruk, tapi karena Kaori saja sudah seperti itu, bagaimana dengan orang lain?
Ketika perasaan tidak enak ini melintas di pikiran gadis itu.....
"Oh, luar biasa, Sasaki, statistikmu lebih dari 60!"
Seseorang mengambil hasil ujian yang gadis itu ambil dari Kaori dengan susah payah, dan berteriak kaget, gadis itu pun menoleh....
"Emura-kun."
Dan mendapati kalau orang itu adalah Emura Yoshiya, murid yang berada satu nomor bangku di depannya.
Tokairin Kaori dan Emura Yoshiya adalah temannya sejak kelas satu, mereka juga teman dari klub panahan.
Karena nomor bangku di sekolah terdiri dari campuran anak laki-laki dan anak perempuan, serta disusun oleh 50 pola, jadi di awal semester saat tempat duduk belum berubah, ketiga orang itu dengan nomor berurutannya, pasti akan duduk bersama dalam satu baris.
"Yoshiya, bagaimana denganmu?"
Tanya Kaori pada Yoshiya.
"Ah aku? Gagal di bahasa Inggris dan bahasa Jepang, mata pelajaran lain sih hampir melebihi 50."
Balas Yoshiya dengan cuek.
"Yeah, aku menang Yoshiya!"
"..... Emura-kun....."
Dibandingkan dengan Kaori yang mengepalkan tangannya dengan riang, bahu gadis itu malah merosot dan mendesah.
"Oh, Chi-chan depresi lagi."
"Mungkin karena Emura gagal lagi? Nampaknya tidak ada banyak orang di klub panahan, rasanya sedikit menyedihkan."
Komentar dari orang-orang di sekeliling mereka yang memahami ketiga orang itu dengan sangat baik sejak tahun lalu pun terdengar.
"Sasaki, apa Sasaki Chiho ada?"
Tiba-tiba mendengar seseorang memanggil namanya, gadis itu.... Sasaki Chiho, mendongak dengan ekspresi lelah di wajahnya.
Melihat dengan seksama, guru yang mengajar Kanji, yaitu Andou, saat ini sedang melambai ke arahnya dari pintu.
"Aku minta maaf, tolong bagikan ini."
Chiho bukanlah ketua kelas ataupun menyandang posisi lain di kelas, tapi karena alasan yang tidak diketahui, dia sering diminta oleh guru-guru untuk melakukan berbagai macam hal.
Apa yang Andou-sensei serahkan pada Chiho adalah setumpuk dokumen yang terdiri dari 3 kertas yang distaples menjadi satu.
Judul yang tertulis di atasnya adalah 'Untuk Wali Murid; Pembicaraan Tiga Arah Kelas Dua, Hal-Hal yang Perlu Dicatat'.
Bulan April adalah bulan di mana ia naik ke kelas 2 SMA.
Sebuah musim di mana nuansa musim semi sudah bisa dirasakan, tapi angin masih saja dingin, membuat orang-orang tidak ingin melepaskan baju musim dingin mereka.
Kehidupan sekolah seorang gadis SMA kelas 2, Sasaki Chiho, sebuah kehidupan normal yang tidak jauh berbeda dari saat SMP pun mulai mengangkat tirainya.
XxxxX
"Bahkan jika Yoshiya mendapat hasil yang buruk, Sasa tidak perlu kan menjadi begitu depresi? Dia bahkan tidak bersiap-siap untuk ujian kan? Huuh, tapi aku yang sudah belajar tapi tetap mendapatkan nilai yang biasa saja, sebenarnya tidak punya hak untuk bilang begini."
Kaori menghibur Chiho yang terlihat khawatir.
Namun, terlepas dari Yoshiya yang tanpa malu mengatakan bahwa dia gagal di dua mata pelajaran, apa yang Chiho khawatirkan sebenarnya adalah hal yang berbeda.
"... Ketika aku memikirkan ujian tengah semester yang akan datang, aku tidak bisa menganggapnya sebagai masalah orang lain. Meskipun aku benar-benar ingin percaya kalau dia baik-baik saja."
Chiho mendesah dengan nada yang berat, Kaori menatap wajah Chiho, dan berbicara seolah menemukan sesuatu.
"Hm, itu benar..... ah, Sasa, ada saus tomat di wajahmu, di sini."
Kaori menunjuk area di sebelah mulut Chiho, Chiho yang menyadari kalau di sudut mulutnya terdapat sisa saus tomat dari hamburger yang dia makan, dengan cepat mengambil tisu untuk membersihkannya.
Kedua orang itu saat ini berada di sebuah tempat yang akan mereka lewati saat perjalanan pulang dari sekolah, yaitu MgRonald di depan jalur Keio stasiun Hatagaya.
Setelah kegiatan klub atau saat dalam perjalanan pulang, Kaori dan Chiho sering sekali mampir ke tempat ini.
Meskipun sulit menilainya hanya dari snack yang dibeli oleh seorang gadis SMA, Chiho selalu berpikir kalau produk-produk ini, yang mana seharusnya tidak jauh berbeda dari restoran lain ataupun MgRonald lain, entah kenapa produk di restoran ini terasa lebih lezat.
"Jika itu ujian umum, kalau Emura-kun mengikuti kelas remidi, maka dia harus menghentikan aktifitas klubnya kan? Jika seperti ini, semua orang di klub pasti akan kesusahan."
"Betul sekali. Setelah hanya ada kita bertiga sebagai anggota kelas 2, meski nanti ada junior yang akan ikut bergabung, jika satu-satunya anggota cowok kita seperti ini, maka kita tidak akan bisa menjadi contoh bagi mereka."
Kaori memakan kentang gorengnya seraya menyetujui kecemasan Chiho.
SMA Sasahata di mana Chiho dan yang lainnya bersekolah, adalah sebuah tempat yang lebih menekankan pada edukasi yang lebih tinggi dibandingkan sekolah-sekolah yang ada di sekitarnya, dan dulu, pernah ada satu orang yang masuk ke Universitas Todai.
Karena itulah sekolah ini secara khusus menenkankan kalau peran siswa adalah untuk belajar, kalau mereka gagal di lebih dari tiga mata pelajaran dalam ujian umum, jika tidak ada keadaan khusus seperti ikut berpartisipasi dalam kompetisi nasional, mereka akan dilarang mengikuti aktifitas klub selama beberapa waktu.
Klub panahan yang diikuti oleh Chiho, Kaori, dan Yoshiya, adalah klub yang tidak memiliki banyak anggota, untungnya, karena mereka bertiga bergabung tahun lalu, mereka berhasil menghindari pembubaran klub.
Meski tidak ada banyak SMA yang memiliki dojo panahan khusus di negara ini, serta lingkungan yang cukup bagus dalam segi fasilitas, tapi jumlah atlet panahan SMA di Jepang, sejak awal memang tidak banyak, dan di antara kondisi para murid, perlengkapan dasar untuk olahraga ini memang dikategorikan sebagai perlangkapan yang lumayan mahal.
Sekarang, selain ketiga orang itu termasuk Chiho, hanya ada satu cowok dan satu cewek senior di kelas tiga, guru pembimbingnya juga tidak berguna, tanpa adanya pengalaman apapun dalam olahraga memanah.
Oleh sebab itu, dalam hal instruksi, mereka hanya bisa mengandalkan senior mereka, lulusan, dan pekerja sukarela dari tingkat 'Dan' di dekat sini beberapa kali dalam sebulan, namun, meski begitu, tetap ada batasan seberapa banyak mereka bisa berkembang.
Dengan begini, jika mereka tidak bisa mendapatkan lebih dari 3 junior cowok tahun ini, maka kelompok pria tidak akan bisa mendaftar untuk kompetisi resmi.
Karena situasinya begini, SMA Sasahata bukanlah sekolah yang kuat, lupakan soal kompetisi nasional, hasil terbaik yang mereka peroleh adalah 16 besar di kompetisi kota lebih dari 10 tahun lalu.
Jadi jika Yoshiya gagal di tiga mata pelajaran pada ujian tengah semester selanjutnya, dia pasti akan langsung dipaksa untuk menghentikan aktifitas klubnya.
Jika sudah seperti ini, itu pasti akan berefek pada moral Chiho, Kaori dan para anggora baru, jika kegiatan klub dihentikan saat mendekati kompetisi, mereka tidak akan bisa berlatih dengan benar.
Chiho sama sekali tidak berpikir untuk mencurahkan seluruh kehidupan SMA-nya dalam panahan seperti yang ada di manga sports, tapi karena dia cukup bagus dalam olahraga, dia pastinya berharap bisa ikut bersaing dengan persiapan penuh.
Karena inilah, Chiho menjadi sangat terkejut ketika hasil Kaori sama sekali tidak berkembang selama ini.
Logikanya, Kaori bukanlah tipe orang yang akan menyibukkan dirinya sendiri sampai-sampai harus menelantarkan aktifitas sehari-harinya.....
"Aku juga merasa tidak enak, ini bukan seperti aku mencari-cari alasan, tapi alasanku membiarkan ajaran Sasa menjadi sia-sia sebagian memang karena kegiatan klub."
"Eh?"
Kaori cemberut, menjatuhkan diri di atas meja, dan mengatakan,
"Aku bekerja selama liburan musim semi ini."
"Eh? Bekerja?"
Kata Chiho dengan kaget.
Karena SMA Sasahata tidak melarang muridnya bekerja, jadi Chiho pernah mendengar kalau teman sekelasnya ada yang bekerja.
Tapi subyek kali ini adalah Kaori, hal ini membuat Chiho merasa tertarik.
"Eh, pekerjaan apa yang kau lakukan? Kenapa tiba-tiba kau ingin bekerja?"
Chiho mendekat ke arah Kaori dan bertanya, Kaori pun tersenyum dengan ekspresi agak kesulitan.
"Yah, kemampuan memanahku tidak sebaik Sasa, jadi panahku sering melengkung, dan juga, mengganti busur itu perlu uang yang lumayan banyak kan?"
"Ugh, ke-kemampuan memanahku tidak sebaik itu....."
Chiho tidak mencoba menjadi rendah hati, tapi dia memang sungguh-sungguh merasa seperti itu. Belakangan ini, Chiho memang bisa membuat panahnya terbang lurus dan menyentuh jarak kompetisi yang disebut 'dekat target', tapi dia merasa kalau dia masih belum bisa mencapai tingkatan 'tepat sasaran'.
Meski mereka adalah anggota kelas 2, tapi mereka bertiga termasuk Yoshiya, masihlah seorang pemula seperti saat mereka mulai belajar tahun lalu, jadi perbedaan skill di antara mereka tidaklah terlalu jauh.
"Ugh, tapi ketika Sasa memanah target latihan, panahmu hampir sama sekali tidak melengkung."
Kaori menggunakan tangan kanannya untuk nenirukan postur saat memanah target latihan sambil berbicara.
Meskipun target latihan terlihat lebih sederhana untuk dipanah daripada target biasa, jika mereka tidak membidiknya dengan akurat, maka panah yang murah pasti akan melengkung dengan mudah.
"Dan busur latihan yang disiapkan oleh klub, panjangnya sama sekali tidak cocok denganku. Jadi aku mulai bekerja karena aku ingin membeli peralatan yang cocok denganku.... Maaf, bahkan kau secara khusus sudah meluangkan waktu saat revisi hanya untuk mengajariku."
"Begitu ya.... aku merasa agak menyesal karena tidak tahu apa-apa."
Chiho yang tidak lagi merasa kaget, kali ini merasa kagum pada Kaori.
Di mata Chiho yang belum pernah bekerja sebelumnya, Kaori terlihat sudah dewasa.
"Tidak apa-apa kok, lagipula itu masalahku sendiri. Sasa bisa berkembang hanya dengan menggunakan panah latihan, jadi kau jauh lebih mampu dibandingkan denganku."
"Ini bukan seperti itu....."
Itu bukan sebuah lelucon, mempelajari panahan memang membutuhkan banyak uang.
Bahkan perlengkapan dasar untuk siswa pun membutuhkan paling tidak 50.000 untuk satu set penuh, Chiho awalnya juga merasa ragu karena hal ini.
Dengan situasi Chiho, jika dia tidak meminta orang tuanya untuk membantu membelikannya, dia pasti tidak akan bisa memiliki perlengkapan untuk memasuki klub.
Namun, ayah Chiho.... yaitu Senichi yang merupakan seorang polisi, merasa sangat senang karena anaknya memilih klub bela diri yang bisa melatih hati dan fisiknya, dan bagi Chiho yang memutuskan untuk membicarakan hal ini dengan ayahnya, langsung diizinkan untuk memasuki klub panahan tanpa protes apapun, mereka pun segera pergi ke toko perlengkapan panahan untuk membeli satu set perlengkapan memanah.
Meski Chiho bilang 'Yang murah saja tidak apa-apa kok', tapi ayahnya, sebagai seorang polisi dengan gelar 'Dan' di panahan, mengatakan,
"Jika kau menggunakan sesuatu yang terlalu murah di awal, perkembanganmu nanti pasti akan melambat."
Kemudian ia pun membantu anaknya menyiapkan satu set perlengkapan yang bisa dianggap kelas atas dalam kategori peralatan latihan.
Berkat perhatian ayahnya, Chiho tidak hanya sangat menyukai peralatannya, dia juga menjadi selalu ingat untuk merawatnya.
Tapi seperti yang Kaori katakan, benang busur dan panah adalah barang konsumtif, dan biaya perawatannya juga mahal.
Meskipun ada anak panah tahan lama yang terbuat dari aluminium alloy, tapi kekuatan tarik dari busur, postur pemanah, maupun berat anak panah itu sendiri, berbeda-beda untuk setiap orang, jadi mengumpulkan set perlengkapan panah yang murah, bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
"..... Tapi itu luar biasa lo."
"Apanya?"
"Aku tidak pernah menyangka kalau kau akan bekerja demi perlengkapan yang cocok denganmu."
Alasan kenapa Chiho memilih untuk memasuki klub panahan adalah karena dia pikir itu keren.
Tentu saja, salah satu alasan utamanya adalah karena SMA Sasahata tidak memiliki klub paduan suara yang Chiho ikuti saat SMP, ditambah lagi, saat dia masih kelas satu di mana klub-klub merekrut anggota baru, Chiho sangat tersentuh ketika melihat si ketua klub, anak kelas tiga memperagakan postur dasar untuk memanah, yaitu 'Kai'.
Pada waktu itu, busur milik senior klub yang digunakan dalam pertunjukannya, tidak terbuat dari karbon fiber seperti apa yang Chiho dan yang lainnya gunakan, melainkan sebuah busur bambu cantik yang terlihat seperti bahan putih yang bisa merembes keluar dari kedalaman busur.
"Jangan terlalu memuji orang itu. Pada akhirnya aku juga mengundurkan diri."
Chiho sedikit mengenang kejadian masa lalu itu, sementara Kaori berbicara dengan tidak senang,
"Apa itu kerja jangka pendek, atau kerja yang bayarannya harian?"
Chiho yang tidak paham seperti apa dunia kerja, mencoba bertanya dengan kata-kata yang dia ingat secara samar,
"Bukan keduanya. Aku bekerja di sebuah restoran keluarga, tapi kemudian aku mengundurkan diri karena terlalu melelahkan."
Kaori menyeruput jus jeruknya dan membalas dengan wajah dingin.
"Restoran keluarga?"
Meskipun dikategorikan sebagai restoran keluarga, selain waralaba besar di sekitar Hatagaya dan Sasazuka, sebenarnya ada begitu banyak restoran yang lain.
"Aku tidak ingin orang lain mengatakan kalau aku ini tidak tahan banting, tapi pekerjaannya memang benar-benar parah. Dan pelanggannya juga menakutkan."
"Begitukah?"
"Huft, meski tidak ada banyak waktu untuk mempelajari apapun, aku secara resmi sudah harus mulai bekerja saat kedatanganku yang ketiga kalinya. Bukankah di sana ada terminal yang secara khusus digunakan untuk memesan makanan? Di sana tuh ada banyak tombol di atasnya, dan empat opsi akan muncul untuk setiap tombolnya. Karena ada promosi musim semi di hari pertama dan hari ketiga, jadi pilihannya semua berubah, hal itu membuatku harus bersusah payah hanya untuk membantu pelanggan membuat pesanan."
"Oh.... tapi di awal-awal, bukankah seharusnya ada nametag 'Training' untuk dipakai oleh anak baru sepertimu?"
Chiho ingat pernah melihat hal semacam itu di restoran keluarga dulu sekali.
Kaori menggelengkan kepalanya, dengan ekspresi berlebihan di wajahnya.
"Pelanggan tidak akan peduli dengan hal-hal semacam itu. Ketika tadi Sasa memesan, kau tidak melihat dengan seksama nametag milik karyawan di sini kan?"
"Tidak, aku membacanya kau tahu? Meski aku tidak tahu bagaimana cara membacanya, tapi nama belakang milik pria berambut hitam itu adalah, kata pertamanya ditulis 'Ma' dan belakangnya ditulis 'Ou'. Dan bahkan ada tulisan 'Karyawan Kelas B' di atasnya."
Chiho melihat ke arah karyawan pria berambut hitam yang membantunya membuat pesanan. Dari kejauhan, dia terlihat seperti model karyawan 'MgRonald' yang biasanya muncul di iklan televisi.
".... Sasa memang berbeda. Orang normal tidak akan melihatnya sama sekali."
Kaori menatap Chiho dengan frustasi karena alasan yang tidak diketahui.
"Pokoknya, bahkan jika kau bertanya padaku yang masih dalam tahap pelatihan, pertanyaan seperti, apa saja yang ditambahkan ke dalam sphagetti, atau berapa banyak kalori yang ada di dalam sundae, aku tidak mungkin bisa menjawabnya kan? Aku tidak membacanya."
"Tapi biasanya, bukankah informasi ini sudah ada di menu?"
Tanya Chiho dengan santai, dan setelah itu Kaori tiba-tiba berdiri, membentangkan tangannya di atas meja, menunjuk ke arah hidung Chiho dengan sombong, dan mengatakan,
"Benar! Kau berpikir seperti itu juga kan? Mereka tidak mau membaca sama sekali! Mereka tidak membaca menu dan langsung bertanya 'apa yang restoran ini miliki?', aku sama sekali tidak tahu apa yang dipikirkan orang-orang ini."
"Oh... Aku mengerti. Tapi apa ada banyak orang seperti itu? Ketika aku membeli sesuatu atau makan, aku tidak pernah melihat mereka....."
Chiho yang tidak bisa memahami kebenaran yang Kaori katakan, bahkan belum sempat menyelesaikan apa yang dia katakan, ketika Kaori membungkuk lagi dan mengatakan,
"Pernahkan kau melihatnya selama 6 jam terus menerus? Ada orang-orang seperti itu tiap harinya. Dan pelanggan semacam itu masih bisa dianggap bagus, di sana bahkan ada orang yang menggunakan bar minuman selayaknya barang gratis, dan langsung kehilangan kesabarannya ketika kau mengingatkan mereka; ada juga orang yang mengeluh kalau piring yang mereka gunakan kali ini, berbeda dengan piring yang mereka gunakan sebelumnya, bahkan jika kau menanyaiku hal-hal seperti itu, mana mungkin aku bisa tahu!!"
Aura Kaori tidak menunjukan tanda akan menghilang, dan Chiho pun hanya bisa terus mengikutinya,
"Hal yang paling menyusahkan dari semuanya adalah, ketika restoran itu penuh dengan pelanggan saat makan siang dan ada sekumpulan orang yang menunggu di luar, aku pun memberitahu pekerja kantoran yang masuk ke dalam, 'restorannya sudah penuh sekarang, silakan tunggu sesuai antriannya'. Tapi orang itu malah bertanya padaku 'Aku harus menunggu? Kenapa?' Bukankah menurutmu ini aneh?"
".... Sepertinya di luar sana memang begitu."
Chiho merasa sulit untuk mempercayainya, tapi karena Kaori bukanlah tipe orang yang suka melebih-lebihkan sesuatu, harusnya memang ada pekerja kantoran seperti mereka.
"Benar kan? Karena orang itu tidak paham bahasa Jepang, aku jadi tidak tahu apa yang harus kulakukan, aku pun hanya bisa diam, dan pada akhirnya dia memintaku untuk 'memanggil manager' dengan suara yang sangat kesal. Tanpa ada pilihan lain, aku hanya bisa meminta si manager untuk datang, dan karena waktu itu sangat sibuk, bahkan manager pun juga memarahiku."
"Eh?"
"Dan ketika si manager tidak ada, yang ada di aula hanyalah aku dan seorang senior. Ketika ada aku dan senior itu, makanan penutupnya tidak dibuat di dapur melainkan dibuat oleh karyawan di aula. Tapi, meski dia tidak mengajariku apa-apa, dia tiba-tiba saja melempar sebuah buku manual padaku dan memintaku membuat sebuah sundae, mana mungkin aku bisa membuatnya? Aku bahkan tidak tahu di mana letak bahan-bahannya!"
Kaori terus mengeluh. Seperti saat diminta mengerjakan hal yang tidak pernah dia pelajari sebelumnya, dimarahi setelah gagal melakukannya; atau saat seniornya yang jahat itu sedang nganggur, dia tidak akan datang untuk membantu, pokoknya, ia tidak memiliki kenangan yang indah dari pekerjaan itu sama sekali.
Meski dia tahu kalau temannya memilih keluar karena tidak bisa mentoleransi hal tersebut, Chiho yang tiba-tiba memikirkan sebuah pertanyaan, tetap bertanya pada temannya,
"Lalu, apa mereka memberikan gajimu? Bukankah kau keluar setelah bekerja kurang dari sebulan?"
"Setidaknya mereka masih memberikannya padaku! Tapi karena itu dihitung dengan bayaran perjam untuk seorang trainee dan aku keluar setelah kira-kira setengah bulan, jadi aku tidak mendapat banyak! Ah! Pokoknya, itu benar-benar parah!"
Kaori mendorong nampan MgRonald yang sudah dia habiskan makanannya ke samping, dan merosot kembali ke sofa dengan berlebihan.
Kali ini....
"Miss, jika kau sudah menghabiskan makananmu, bolehkah aku membantu membersihkan mejanya?"
Sebuah suara terdengar dari samping tempat di mana mereka berdua duduk.
Setelah Chiho dan Kaori mendongak secara refleks, mereka sesaat menahan napasnya,
Seseorang yang memakai seragam berbeda dengan karyawan lain, yang mana hanya bisa digambarkan sebagai 'wanita cantik' sedang berdiri di hadapan mereka.
Wanita itu memiliki tubuh yang lentur dan kulit putih, ditambah dengan suara rendah penuh karisma, dia terlihat seperti seorang model yang fashionable.
Chiho melihat nametag yang tergantung di dada wanita itu seperti yang dia bicarakan dengan Kaori sebelumnya, kata 'Manager : Kisaki' tertulis di atasnya.
Chiho memikirkan cara membaca nama belakang wanita itu.
Selanjutnya, manager yang memiliki postur cantik itu, usai dengan sopan mengambil nampan saat Kaori mengangguk dengan bengong, dia pun pergi setelah membungkuk sebentar.
Karena beberapa kentang goreng dan minuman masih ada di nampan Chiho, bahkan jika mereka masih menetap di sini untuk sementara waktu, mereka tidak perlu merasa tidak enak.
"Wah~ cantik sekali orang itu!"
Kaori masih menatap punggung manager tersebut.
"Kalau aku bisa bertemu dengan menager seperti itu, aku pasti akan menetap lebih lama. Manager restoran tempatku bekerja sebelumnya, tidak akan bekerja ketika dia melihat kalau mereka bukan pelanggan. Dan dia masih menyuruhku untuk mencoba mencari sesuatu yang harus dikerjakan ketika aku memiliki waktu luang. Dialah yang seharusnya bekerja dengan benar!"
Hanya setelah manager wanita itu menghilang di belakang konter, Kaori akhirnya memalingkan wajahnya kembali ke arah Chiho.
Chiho menjawab dengan sebuah senyum kecut.
"Tapi aku sering dengar sebelumnya kalau bekerja di restoran dan minimarket itu sangat sulit, tapi bagaimanapun, bekerja adalah melakukan sesuatu yang belum kau kenal. Tapi bagi diriku yang tidak pernah bekerja sebelumnya, mengatakan hal itu rasanya terdengar sedikit aneh!"
"Benar sekali. Tapi kurasa jika kau dimarahi oleh manager atau seseorang karena hal-hal yang sepele, kau pasti tetap akan kehilangan motivasi kan? Ah, itu sangat menjengkelkan! Aku tidak akan pernah bekerja di restoran keluarga lagi!"
Setelah menyatakan hal itu dengan keras, Kaori perlahan mengeluarkan setumpuk dokumen dari dalam tas sekolahnya.
"Dan juga, meski seseorang bilang untuk memikirkan masa depan kita sekarang, kita seharusnya tidak punya banyak ide kan?"
Itu adalah dokumen yang Andou-sensei minta kepada Chiho untuk dibagikan, isinya adalah pemberitahuan pembicaraan tiga arah antara murid, wali kelas, dan wali murid. Dan survey-nya distaples di belakangnya.
Karena itu adalah survey tentang rencana masa depan, jadi bisa diperkirakan kalau isinya bertanya pada siswa tentang apakah mereka akan memilih melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi setelah lulus SMA ataukah mencari pekerjaan, mereka juga harus memberikan alasan di bawahnya. Form survey ini sepertinya akan digunakan sebagai referensi selama pembicaraan tiga arah di akhir bulan nanti.
"Sasa harusnya ingin masuk ke universitas kan?"
"Yeah.... mungkin...."
Chiho mengangguk dan menjawab pertanyaan Kaori dengan samar.
Harus memikirkan rencana masa depan setelah lulus padahal baru saja naik ke kelas 2, membuat Chiho merasa sedikit bimbang.
"Yoshiya pasti tidak akan memenuhi syarat untuk masuk ke universitas, jadi dia mungkin akan lulus langsung, apa yang harus kulakukan? Aku sudah memutuskan kalau aku tidak akan memilih restoran keluarga. Tapi alasan..... bahkan jika aku ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, aku tidak tahu apa yang ingin kupelajari."
Perasaan Chiho sama persis dengan perasaan Kaori.
Berbicara soal universitas, selain universitas terkenal seperti Todai dan Kyodai, Chiho juga ingin mendapatkan nama sekolah yang mendapat tempat pertama di kompetisi lari estafet, yang mana ingin ayahnya tonton selama tahun baru.
Namun, meski begitu, bagi Chiho yang bahkan tidak memiliki pengalaman bekerja, masuk ke dalam dunia kerja adalah sebuah area yang bahkan lebih asing daripada universitas.
"Ah, tapi kan dada Sasa sangat besar, dan kau juga manis, kalau kau berjalan di sekitar Shinjuku, mungin kau akan direkrut oleh agensi bakat kan? Kenapa kau tidak bergabung saja ke bisnis pertunjukan?"
Kaori tiba-tiba mengatakan sebuah lelucon.
"Begitulah....."
Kaori sering menggoda Chiho soal dadanya, jadi Chiho sudah terbiasa.
Meskipun banyak teman wanita yang iri dengan ukuran dada Chiho, tapi dia benar-benar berpikir kalau memiliki dada yang besar sama sekali tidak ada keuntungannya.
Hal itu tidak hanya bisa mengacaukan posturnya saat memanah ataupun terkena benang panah, bahkan pakaian dalam yang ibunya belikan untuknya, harganya sangat mahal sampai-sampai dia merasa tidak enak, atau terkadang itu adalah sesuatu yang tidak manis sama sekali.
Chiho memang tidak pernah mengalami pundak kaku, bahkan jika dia melihat baju atasan yang dia sukai dengan area bahu dan lengan baju yang pas, dia selalu harus menyerah karena mereka tidak bisa dikancingkan di area sekitar dadanya, atau dadanya terlihat di antara kancing bajunya.
"Mana mungkin. Lebih serius sedikit! Ini harus ditunjukan pada orang tua kita!"
Chiho mengabaikan lelucon Kaori dengan ekspresi serius di wajahnya, dia kemudian mengambil dokumen yang sama dari dalam tasnya dan mulai membaliknya.
"Aku benar-benar lupa kalau ini harus ditunjukan pada keluarga! Kalau begitu aku tidak tahu lagi apa yang harus kutulis!"
Kaori memegangi kepalanya, merasa sangat gelisah.
Kotak ambisi yang ada di form survey tersebut sangatlah besar. Melihatnya, Chiho berpikir kalau essay tersebut, jumlah katanya paling tidak harus 80% dari jumlah kata yang ditentukan, hal ini membuatnya mulai khawatir.
Chiho memiliki perasaan yang sama ketika dia masih SMP, istilah samar seperti rencana masa depan ini selalu membuat emosinya menjadi ambigu.
Alasan kenapa Chiho ingin mendaftar ke SMA Sasahata pada awalnya adalah hanya karena seolah ini sesuai dengan kemampuan akademisnya dan juga dekat dengan rumahnya, bukan karena ia ingin mempelajari sesuatu yang khusus di SMA ini.
Dalam survey rencana masa depan saat SMP, Chiho dengan jujur menulis hal tersebut di formnya, tapi akhirnya dia diminta oleh wali kelasnya untk menulis alasan yang lebih formal.
Meski ini bukan apa yang Kaori katakan, tapi Chiho ingat kalau ada murid yang mengatakan bahwa mereka ingin bergabung ke bisnis pertunjukan ataupun menjadi atlet di form survey mereka, tapi pada akhirnya, orang tua dan guru mereka pun bilang pada mereka 'Jangan memimpikan mimpi yang tidak berguna'.
Tapi sebaliknya...
"Jika pekerjaan yang seseorang ingin kerjakan adalah menjadi PNS, rasanya seperti orang itu tidak punya mimpi sama sekali."
Layaknya sebuah ucapan yang beredar di khalayak ramai, benar-benar tidak bisa disetujui.
Bahkan seseorang bisa dilihat sebagai orang idiot karena mengajar mimpinya.
Ayah Chiho adalah seorang PNS yang dikenal sebagai polisi, jadi dari sudut pandangnya, Chiho merasa kalau 'menjadi PNS berarti tidak punya mimpi'. Kata-kata ini seperti meremehkan orang-orang yang tujuannya adalah memiliki pekerjaan seperti ayahnya, tapi hal ini membuat Chiho menjadi semakin bingung tentang apa yang orang dewasa maksud dengan 'rencana masa depan'.
"Meski begitu, aku tidak memiliki hal khusus yang ingin aku lakukan nanti."
"Hm? Ada apa?"
"Bu-bukan apa-apa kok."
Meski dia merasa marah dengan betapa tidak masuk akalnya kata-kata orang dewasa, jika ia ditanyai 'Lalu apa kau punya ambisi yang hebat?', Chiho tidak akan tahu bagaimana menjawabnya.
Karena pada kenyataannya, dia tidak punya satupun.
Semua orang mengatakan kalau kau bisa masuk ke perusahaan yang bagus ketika kau lulus dari universitas, tapi semenjak Televisi terus menyiarkan berita tentang buruknya ekonomi dan sulitnya mencari pekerjaan setiap hari layaknya perangkap, bahkan jika itu seorang gadis SMA, dia pasti juga tahu kalau pekerjaan itu tidak akan bisa dicari hanya dari hasilnya saja.
Di Internet, bisa dilihat kalau beberapa orang dengan arogannya mengatakan bahwa belajar di universitas itu percuma ketika sudah terjun ke masyarakat.
Jika demikian, kenapa banyak perusahaan menginginkan lulusan dari universitas kelas atas, memikirkan hal ini, membuat Chiho semakin bingung dengan apa rencana masa depan itu.
Chiho meletakkan form survey-nya di tepi meja dan mengangkat cangkir plastik yang berisi minumannya, ketika dia berpikir kalau dia mungkin terlihat tidak manis saat mengernyit, Chiho pun berencana untuk meminum minuman yang ada di cangkirnya.
Kali ini, ia menyadari iklan yang ada di bawah form survey, diletakkan di atas nampan.
"..... Mencari rekan bekerja."
Jika itu adalah nampan plastik milik MgRonald, iklan untuk lowongan pekerjaan pasti akan tercetak di atasnya.
"Sasa?"
"..... Kao-chan, melalui bekerja, kau mempelajari beberapa hal yang ada hubungannya dengan masyarakat dan tidak diajarkan di sekolah kan?"
"Bukan seperti itu. Aku hanya tahu kalau bekerja itu sangat melelahkan dan merepotkan....."
Kaori memang tidak salah, tapi bagi Chiho yang tidak memiliki kecemasan apapun dalam hidupnya karena bantuan orang tuanya, meski itu hanya untuk waktu yang singkat, temannya, yang sudah berinteraksi dengan dunia yang tidak ia ketahui, terlihat seolah lebih dekat dengan dunia orang dewasa dibandingkan dengan dirinya.
"Lihat ini, jika aku juga mulai bekerja, aku mungkin akan mengerti hal-hal yang berhubungan dengan rencana masa depan ataupun bekerja."
Melihat Chiho menunjuk ke arah iklan lowongan MgRonald, Kaori pun berseru kaget,
"Eh? Jangan bercanda, lebih baik kau tidak melakukan hal semacam itu! Apa kau tidak mendengar apa yang kukatakan tadi?"
"Uh, tapi.... Bukan itu saja alasannya, seperti yang Kao-chan katakan, aku juga ingin membeli perlengkapan memanah yang lebih bagus....."
"Meski membiarkan orang tuamu membelikan panah itu bisa membuatmu merasa tidak enak, tapi mau bagaimana lagi, dengan hasil ujian Sasa, bahkan jika kau menunggu sampai masuk universitas sebelum kau mulai bekerja, menurutku itu tidak akan terlambat."
"Hm, benar juga....."
Busur dan panah bambu putih yang digunakan oleh senior yang sudah lulus itu, terlintas di pikiran Chiho.
Tentunya senior itu tidak akan menggunakan busur dan panah itu setiap saat, tapi jika Chiho juga mulai bekerja dan mendapatkan uang, dia mungkin bisa lebih dekat dengan busur cantik itu.
Dan jika dia juga mengambil kesempatan ini untuk memahami sedikit tentang dunia kerja, itu bisa dianggap seperti membunuh dua burung dengan satu batu.
"Sasa tidak hanya punya otak yang cerdas, kau juga tidak boros kan? Kau biasanya tidak akan menghabiskan banyak uang."
Kaori mencoba membujuk Chiho dengan serius.
"Meski ini bukan karena aku merasa cemas....."
Akan tetapi, meski hasil ujiannya dipuji oleh Kaori dan Yoshiya, itu bukan berarti dia sampai di tingkatan 5 besar di seluruh sekolah.
Chiho tidak bisa menyangkal kalau sebenarnya ada keingingan untuk menantang hal-hal baru yang bersemayam di hatinya.
Di saat seperti ini...
"Ah!"
Chiho yang sedang berpikir dan tidak memperhatikan sekitarnya, hanya bisa berteriak.
Seorang karyawan kantoran yang melewati mereka berdua, karena ia tidak mengatur tali bahunya dengan benar, tas pria itu pun jatuh di meja mereka, mengenai cangkir plastik yang Chiho pegang.
Meskipun itu tidak sakit, Chiho masih menjatuhkan cangkirnya karena terkejut dan benturannya.
Karena mereka sudah ada di sini untuk waktu yang cukup lama, tutup cangkir plastik yang menjadi lembek itu pun, mengendur karena jatuh dari ketinggian, cola yang tumpah seketika menyebar ke sudut meja, dan membasahi dokumen Chiho.
"Oh!"
Pria itu nampak menyadari kesalahannya, dan hal yang lebih mengejutkan lagi, masih akan datang,
Ketika mereka berdua mendongak, mereka menyadari kalau orang yang ada di depan mereka bukanlah orang Jepang.
Seorang pria kekar berjenggot dan berkulit putih, saat ini sedang mengatakan sesuatu kepada mereka berdua, tapi Chiho, karena dokumen pentingnya menjadi kotor, ia tidak bisa bereaksi sedikitpun.
"A-a-a-apa yang kita lakukan?"
"Sa, Sasa, apa kau baik-baik saja? Uh, itu....."
Kaori yang cemas dengan Chiho, juga tidak mengerti apa yang orang asing itu katakan.
"Uwah, dokumennya kotor.... Apa yang harus kita lakukan, dan juga, bagaimana kau menangani situasi ini?"
"...............!"
Chiho, Kaori, dan pria itu tahu kalau ini adalah situasi yang buruk, tapi hal yang menyulitkan mereka adalah fakta bahwa mereka tidak bisa berkomunikasi.
Setelah pria itu untuk sesaat merasa bingung, dia pun mengeluarkan sapu tangannya dan menyerahkannya pada Chiho. Tidak masalah jika hanya baju Chiho yang kotor, tapi jika dokumennya sudah basah karena terkena cola, hal itu akan percuma bahkan jika mereka menggunakan sapu tangan untuk membersihkannya.
Ketika Chiho dan yang lainnya tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan membeku di tempat mereka karena tidak tahu urutan untuk menangani situasi yang ada di hadapan mereka.....
"Nona, boleh aku tahu apa yang terjadi?"
Suara seorang pemuda menyelamatkan situasi ini.
Chiho yang mendongak karena ingat suara itu, menyadari kalau pria berambut hitam yang membantu membuat pesanannya di konter, sudah ada di meja mereka. Seorang karyawan restoran yang ada di antara orang asing tadi dan Kaori, terlihat agak terkejut ketika mendapati genangan cola yang ada di meja, dan bertanya pada Chiho dengan penuh perhatian,
"Apa kau baik-baik saja? Apa bajumu kotor.........?"
"E, erhm, aku baik-baik saja...."
"Ugh, Sasa, mana mungkin ini bisa disebut baik, apa yang akan kau lakukan dengan dokumenmu?"
Kali ini, Kaori akhirnya mengambil dokumen Chiho dari genangan cola.
"T-tapi mau bagaimana lagi, karena itu sudah basah, meskipun kita meminjam handuk dari karyawan....."
Ketika Chiho menatap kertas yang sudah melembek dan menjadi kotor karena meresap air.....
".......!"
Pria berkulit putih itu mulai mengatakan sesuatu. Tapi meski mereka tahu kalau pria itu berbicara dengan bahasa Inggris, Chiho dan yang lainnya yang tidak memiliki kemampuan untuk berbicara bahasa Inggris, tetap tidak memahami apa yang coba dikatakan oleh pria itu. Percuma saja bahkan jika pria itu ingin meminta maaf, dan ketika Chiho ingin mengatakan 'tidak apa-apa' kepada pria itu.....
"Pria ini ingin meminta maaf padamu....."
Karyawan dengan nametag 'Maou', dengan nama belakang yang tidak diketahui bagaimana cara membacanya, tiba-tiba mengatakan hal tersebut pada Chiho.
"Eh......?"
"..........!!"
"Maafkan aku, itu karena aku tidak berhati-hati. Pria ini bilang ingin memberikan kompensasi padamu. Dokumen ini, apakah mereka diberikan oleh sekolah?"
"Yeah, itu adalah dokumen yang berhubungan dengan konseling rencana masa depan."
Kaori menjawabnya untuk Chiho, yang terlalu terkejut untuk mengatakan sesuatu, dan setelah karyawan itu melihat wajah Chiho dan Kaori secara bergantian dengan ekspresi agak terkejut....
"That is her school document which is guidance counselling."
(Itu adalah dokumen sekolah miliknya yang berisi panduan konseling.)
(T/N : Di raw Jepangnya, katanya juga tertulis dalam bahasa Inggris, seperti yang ada di vol 5, saat Maou bertemu dengan Raguel.)
Dia tiba-tiba berbicara dengan pria itu menggunakan bahasa Inggris yang fasih.
"Oh.... Really?"
Ketika pria berkulit putih itu mendengarnya, dia langsung menutupi wajahnya dengan cara yang berlebihan.
"Maafkan aku, boleh aku tahu apakah dokumen yang temanmu miliki juga memiliki isi yang sama?"
"Eh? Ah, itu, itu benar, bagaimana kau tahu?"
Jawab karyawan itu seraya meminta maaf.
"Maafkan aku, karena suara kalian berdua bisa terdengar dari konter..... sejujurnya, aku mendengar semuanya."
"M-maaf, mengganggumu seperti itu."
Setelah mendengar penjelasan karyawan itu, Chiho yang merasa malu, menundukan kepalanya meminta maaf.
Karyawan itu menggelengkan kepalanya dengan sebuah senyum hangat dan mengatakan,
"Bagaimana kalau begini? Dari apa yang kulihat, dokumen ini terlihat seperti kertas percetakan biasa. Jika dokumen temanmu belum ada tulisannya, kau bisa meminjamnya dan membawanya ke toko serba ada terdekat untuk memfotokopinya...."
"Ah..."
"Ah....."
Chiho pun mengangguk dengan mulut terbuka, berpikir lebih teliti lagi, ini adalah hal yang mudah untuk dilakukan, tapi mereka bahkan tidak memikirkan cara ini untuk menangani situasinya. Dari hal ini, bisa dilihat betapa paniknya mereka karena insiden tersebut.
"Sir, her friend has a blank document. Would you copy this by a pay copier?" (Sir, teman gadis ini memiliki dokumen kosong. Maukah kau mengkopinya dengan mesin fotokopi?)
Setelah karyawan itu mengatakan beberapa kata, si pria berkulit putih mengangkat kedua tangannya dan mengatakan sesuatu.
"Karena dia takut mengotorinya lagi, pria ini ingin temanmu ikut bersamanya ke toko serba ada. Aku akan ikut juga, jika kau tidak keberatan, bolehkan aku meminta gadis ini untuk ikut?"
"Ah, okay, tidak masalah."
Kaori yang terlihat sudah tenang, usai mengangguk, dia pun mengambil dokumennya dan berdiri.
"Paman ini akan membantu membayar biaya fotokopinya kan?"
"Dia bilang, bahkan jika kau ingin mencetak 100 salinan, itu tidak masalah buat dia."
Bahkan Chiho pun bisa tahu, kalau apa yang diterjemahkan oleh karyawan itu adalah sebuah candaan yang sangat cocok dengan orang luar negeri.
"Kalau begitu aku akan segera kembali, tunggu di sini sebentar."
"Manager, aku ingin menemani pelanggan ini keluar sebentar."
Setelah Kaori dan karyawan itu berbicara pada Chiho dan kemudian kepada manager yang ada di belakang konter, mereka bertiga pun berjalan keluar dari restoran.
Berkat karyawan dengan pelafalan nama belakang yang tidak diketahui, 'Maou', kekacauan itu pun dapat diselesaikan dengan lancar. Meski Chiho sudah bernapas lega karena dokumennya bisa diselamatkan, insiden tersebut masih belum berakhir di sana.
"Nona, maaf mengganggumu."
Si manager cantik datang untuk berbicara dengan Chiho, dan membungkuk dengan sudut yang cantik.
"Boleh aku tahu apakah bajumu kotor?"
"Ah, hm, bajuku tidak apa-apa kok."
"Syukurlah. Meski begitu, maafkan aku atas insiden yang terjadi saat kau sedang asyik makan. Jika kau tidak keberatan, aku bisa memberimu satu set minuman dan kentang goreng baru, maukah kau menerimanya?"
"Eh, ti-tidak usah."
Kali ini, Chiho benar-benar terkejut.
Bagaimanapun juga, sebenarnya pihak restoran tidak perlu meminta maaf.
Daripada itu, karena ada si 'Maou'-san, Chiho bisa tahu kalau pria berkulit putih itu ingin meminta maaf, dan berhasil menyelamatkan dokumennya, jadi Chiho pikir, orang yang seharusnya berterimakasih adalah dia.
Jika ia membiarkan si manager mengganti minuman dan kentang gorengnya dengan yang baru, Chiho pasti akan merasa sangat tidak enak.
Setelah Chiho mengatakan pemikirannya, si manager pun menggelengkan kepalanya dengan sebuah senyum hangat dan mengatakan,
"Pekerjaan kami adalah untuk menciptakan suasana di mana para pelanggan bisa makan dengan nyaman di dalam restoran. Jadi sudah seharusnya kami mencoba yang terbaik untuk mencegah masalah di antara pelanggan, itu tidak hanya pekerjaan kami, tapi juga tanggung jawab kami. Jadi Maou.... Si karyawan tadi, memang sudah seharusnya membantu pelanggan untuk menyelesaikan masalah mereka."
Jadi nama karyawan pria tadi dibaca, MAOU. Chiho kembali melihat ke arah pintu yang ketiga orang tadi lewati sebelumnya.
"Sebenarnya, memberikan masalah pada temanmu, adalah hal yang membuatku merasa tidak enak. Jika kalian berdua sudah ingin pulang hari ini, selama kalian menunjukan tanda terima hari ini, lain kali kalau kalian datang kembali, kalian bisa mendapatkan item yang sama, bagaimana?"
Manager wanita itu dengan lancar mengucapkan kata-kata tulus tersebut.
Bagi Chiho saat ini, dibandingkan kekacauan yang terjadi sebelumnya, kepribadian dari karyawan restoran yang membaca situasinya dengat akurat dan menyelesaikan masalahnya dengan bahasa Inggris yang fasih, serta manager yang meminta maaf padanya dengan tulus, sebenarnya adalah hal yang lebih menggerakkan Chiho.
Meski dia tidak ingin mengkritik tempat kerja Kaori yang sebelumnya, tapi rasanya, jika itu adalah restoran di mana kedua orang ini bekerja, suasananya harusnya tidak sama dengan apa yang sudah Kaori lalui, yang mana membuat rekan kerja memiliki kenangan yang tidak menyenangkan.
Apalagi, bagi Chiho yang sebelumnya berpikir kalau pekerjaan karyawan MgRonald itu hanyalah membuat hamburger, penjelasan dari manager yang mengatakan 'pekerjaan kami adalah untuk menciptakan suasana', benar-benar terasa menyegarkan.
"Tanda terima...."
Chiho mengeluarkan tanda terima yang dia taruh ke dalam dompetnya tanpa sadar, dan melihat isi yang tercetak di atasnya.
Dan menenukan sebuah informasi yang tertulis di atasnya.
"Itu benar. Lain kali, selama kau membawa tanda terima itu, tidak peduli kapanpun....."
Meski si manager masih ingin melanjutkan penjelasan tentang tanda terima Chiho, ketika Chiho sadar, dia sudah menanyakan pertanyaan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan tanda terima tersebut.
Sebuah nomor telepon tertulis di bawah tanda terima tersebut, sekaligus kata-kata lowongan pekerjaan.
"Erhm...."
"Ya, ada apa?"
Jika memang harus dilebih-lebihkan, apa yang Chiho katakan pada si manager pada waktu itu, sebenarnya akan sangat merubah takdirnya nanti.
"Boleh aku tahu apakah ini nomor telepon restoran ini?"
---End of Part 1---
Lanjut ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 7 - Cerita 4 Part 2
Baca Semua Volume -> Index Hataraku Maou-Sama All Volume
Translator : Zhi End Translation..
0 Komentar