Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 9 - Chapter 4 (Part 1) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 9 - Chapter 4 : Raja Iblis, Kisah Masa Lalu Dan Masa Kini -1


Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 9 - Chapter 4 Bahasa Indonesia



Chapter 4 : Raja Iblis, Kisah Masa Lalu Dan Masa Kini.

Emi pernah bermimpi.

Dia terbangun di mimpi itu dengan panik. Jam menunjukan pukul 8 pagi. Dia benar-benar kesiangan.

Dia dengan panik bangun dari tempat tidurnya untuk bersiap bekerja, dan tanpa sengaja menendang jam alarm yang ada di tempat tidurnya, sebuah sensasi rasa sakit yang begitu kuat terasa di ujung kakinya, membuat dia berjongkok karena rasa sakit tersebut.

"Emi, ada apa?"

Ketika dia mendongak, dia mendapati Rika yang duduk di sebelahnya, sedang menatap ke arah mejanya.

Emi yang muncul dari bawah meja dengan berbalut seragam kerjanya, tersenyum malu.

"Pulpenku jatuh di antara lantai dan sekat pemisah, aku tidak bisa meraihnya."

"Begitu ya. Ngomong-ngomong, aku menemukan restoran ramen yang cukup bagus kemarin, siang ini, ayo kita ke sana?"

"Baiklah. Kita sudah lama tidak makan bersama...... ah, maaf, Rika, ponselku berbunyi.... hello!"

"Hello, Yusa-san!"

Orang yang berada di ujung sambungan telepon itu adalah Chiho. Emi, mengenakan baju santainya, duduk di atas sofa yang ada di rumahnya, dan mendengarkan Chiho berbicara.

Dia memang akan menelepon Chiho beberapa kali tiap minggunya untuk mendapatkan informasi tentang situasi pekerjaan Maou sambil berbincang-bincang.

Meski itu nampak seperti kesan yang diberikan oleh seorang gadis yang sedang jatuh cinta, tapi berkat Chiho, waktu yang harus Emi habiskan untuk mengawasi Maou secara diam-diam, menjadi semakin berkurang.

Dengan dalih ingin mengetahui keadaan Emi, Chiho juga beriteraksi dengannya sebagai seorang teman.

“Yusa-san, maafkan aku, besok aku harus mengurus beberapa urusan di klub, jadi aku tidak bisa pergi ke rumah Maou-san untuk makan malam.”

“Begitu ya. Meski sangat disayangkan, tapi mau bagaimana lagi kalau itu adalah tugas sekolah. Tapi jika ibumu tidak keberatan, tak masalah kok jika kau datang sedikit terlambat? Yeah, kabari aku lagi jika kau bisa datang. Ba-baiklah..... Bell, Chiho-chan bilang dia mungkin tidak bisa datang hari ini.”

Emi yang menyelesaikan teleponnya, tiba-tiba berada di kamar nomor 202 Villa Rosa Sasazuka, dan sedang berbicara dengan Suzuno yang bekerja di dapur.

“Begitu ya? Sayang sekali. Padahal aku sudah memasak nasi omelet yang Chiho-dono ajarkan padaku, aku ingin dia mencobanya.”

Jawab Suzuno dengan sedikit rasa sesal sambil membuka kulkas.

“.... Astaga?”

“Ada apa?”

“Ceroboh sekali aku ini.... aku lupa membeli saus tomat.”

“Kalau hanya itu, aku bisa membantumu membelikannya? Uh. Seingatku tomat saus itu.....”

Emi mendongak dan berbalik, dia berjalan di dalam supermaket Seiyu di depan stasiun Sasazuka, mencari barang yang ingin dia beli.

“.... Alsiel, Lucifer, kenapa kalian membawa banyak sekali telur?”

Dan dia bertemu dengan Ashiya dan Urushihara di supermarket.

“Aku ingin mencoba membuat puding yang Sasaki-san ajarkan padaku sebelumnya.”

“Karena ada diskon, bahkan aku pun juga dibawa-bawa.... ah~ merepotkan sekali. Oh benar juga, apa yang kau lakukan di sini?”

“Bell memintaku membeli sesuatu. Oh iya, Chiho-chan bilang dia tidak bisa datang hari ini.”

“Benarkah? Ugh.... lalu siapa yang harus kumintai tolong untuk menilai ini....?”

“Sasaki Chiho tidak bisa datang ya~, kalau seperti itu, tidak akan ada karaage hari ini, tsk.”

Tak disangka, pengaruh Chiho juga sangat kuat di sini. Sepertinya makan malam hari ini akan penuh dengan hidangan telur.

Para iblis itu nampak terpukul ketika mereka tahu Chiho tidak akan datang, Emi pun berjalan pulang dari supermarket berdampingan dengan mereka sambil....

“Tapi tak masalah. Karena Alas Ramus juga menyukai telur. Ya kan Alas Ramus?”

… berbicara dengan Alas Ramus yang melangkahkan kakinya dengan bersemangat.

“Mama, aku ingin cepat bertemu papa!”

“Baik baik, kita hampir sampai.”

Ketika dia tersadar, mereka ternyata sudah sampai di tangga umum Villa Rosa Sasazuka, Emi menggendong Alas Ramus dan menaiki tangga yang masih agak terlihat mengerikan bahkan setelah direnovasi, dan setelah membuka pintu menuju koridor umum, dia dengan cepat sampai di beranda Kastil Iblis.

Papan kayu dengan tulisan pulpen 'MAOU' di atasnya, digunakan sebagai pengganti plat pintu. Kenapa mereka tidak menggantinya saja? Pikir Emi.

“Raja Iblis, kau ada di rumah kan? Aku masuk!”

Semua ini seperti biasanya.

Saat Emi menekan bel pintu seperti biasanya dan membuka pintu....

“Eh?”

Dia mendapati tak ada siapapun di ruangan itu.

Tidak hanya itu, semua furnitur dan perangkat elektronik juga ikut menghilang, tidak terlihat satupun tanda-tanda seseorang tinggal di sana.

“Alsiel, Lucifer, di mana Raja Iblis..... Alsiel, Lucifer?”

Dua orang yang sampai beberapa saat lalu berada di sampingnya, juga tidak bisa ditemukan di manapun. Apa mereka terpisah saat dalam perjalanan pulang?

Emi dengan cepat berlari dan mengetuk pintu kamar sebelah.

“Bell? Hey, Bell? Raja Iblis menghilang, apa kau tahu ke mana dia pergi.....”

Namun di kamar 202, di mana Suzuno tadi memasak, juga sepenuhnya kosong.

“Eh, a-apa yang terjadi? Tu-tunggu....”

Emi dengan panik mengeluarkan HPnya dan menelepon Chiho.

Sekolah seharusnya sudah selesai di jam seperti ini, namun.....

'Nomor yang anda tuju tidak terdaftar, cobalah telepon kembali setelah memeriksa.....'

…. panggilan tersebut tidak bisa tersambung. Tidak hanya itu, bahkan nomor telepon yang digunakan untuk menelepon Chiho juga menghilang.

Meski dia berganti menelepon Rika, Suzuno, atau bahkan komputer Urushihara, tetap tak ada satupun yang menjawab.

Emi yang tiba-tiba merasa kesal, berlari kembali ke Kastil Iblis dan mencoba membuka pintunya.

Tapi pintu tidak bisa terbuka.

Meskipun tadi pintu itu terbuka dengan sangat mudahnya, sekarang, tak peduli betapa kuatnya Emi menarik ataupun mendorongnya, dia tidak bisa membuka pintu kamar nomor 201.

“Raja Iblis, kau ada di rumah kan? Buka pintunya!”

Emi berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar 201, tapi tak ada satupun respon dari dalam.

“Apa maksudnya ini? Cepat dan buka pintunya! Hey, ada apa? Apa kau baik-baik saja?”

Tingkat kecemasan terus meningkat melawan kehendak Emi.

Ada apa ini? Chiho, Rika, Ashiya, dan Urushihara telah menghilang.

Mungkinkah sesuatu juga terjadi pada Maou?

“Semua orang menghilang, apa kau tahu apa yang terjadi? Tolong, buka pintunya. Apa yang terjadi? Kau sudah kembali kan? Ini gawat, dengarkan aku! Raja Iblis!”

Kali ini, pintu yang sebelumnya tidak bergeser sedikitpun, tiba-tiba terbuka. Emi pun jatuh ke dalam kamar karena seseorang membuka pintunya dari dalam.

Usai mendongak dengan bingung, Emi menarik napasnya.

“??”

Tempat ini adalah Kastil Iblis.

Kastil di mana para iblis tinggal di Benua Utama Ente Isla.

Ini juga merupakan aula di mana Emi dan Raja Iblis bertarung, tempat di mana dia tinggal selangkah lagi menusukkan pedang sucinya menembus jantung Raja Iblis.

Sebuah bayangan yang penampilannya tidak bisa dilihat, menghalangi jalannya.

Bayangan besar itu membawa pedang dengan penampilan yang sama persis seperti pedang suci Emi, dia dengan santainya mendekati tempat Emi.

Emi secara alami bermaksud memasang kuda-kuda bertarung dengan pedang sucinya. Namun, karena alasan yang tak diketahui, Alas Ramus yang sampai beberapa saat lalu ada di tangannya, juga ikut mengilang.

Dan 'Evolving Holy Sword, One Wing' tidak bisa muncul.

Emi mulai khawatir.

Bayangan besar itu pasti Raja Iblis.

Itu adalah Raja Iblis yang harus dia bunuh.

Tapi meski begitu, karena alasan yang tidak diketahui, Emi tetap bernapas lega.

“Baguslah.... jadi kau di sini. Kalau kau ada di sini...... meresponlah sedikit!'

Walau ia merasa takut dengan aura membunuh yang tak terukur dari bayangan hitam itu, Emi terus berbicara,

“Aku tidak bisa menelepon Chiho-chan.... Bell juga, meskipun dia memintaku untuk membeli sesuatu, aku tidak tahu ke mana dia pergi, ditambah lagi Alsiel dan Lucifer yang bersama denganku saat dalam perjalanan pulang, mereka juga tiba-tiba menghilang..... tidakkah kau berpikir kalau mereka itu benar-benar kasar?”

Bayangan hitam itu menarik pedang suci dan perlahan mendekati Emi.

“Alas Ramus juga ikut menghilang setelah aku berpaling sebentar.... jika kau menghilang juga.... aku tidak akan tahu apa yang harus kulakukan, ke mana mereka semua pergi?”

Bayangan hitam itu berjalan ke arah Emi dan menatap wajahnya.

Meskipun jarak mereka begitu dekat, Emi masih tidak bisa melihat wajah orang itu.

“Hey, meski Chiho-chan bilang dia tidak akan datang hari ini.... anehnya Bell dan Alsiel terlihat termotivasi, kenapa kita tidak menunggu Chiho-chan bersama? A-aku tak masalah dengan apapun, hanya saja jika kita melakukan itu, Alas Ramus akan lebih senang......”

Bayangan hitam itu mengayunkan pedang sucinya ke bawah.

Jejak cahaya berwarna ungu yang dilukis oleh bilah pedang suci, terpantul oleh cahaya merah yang masuk melalui jendela, membuat wajah bayangan hitam itu bisa terlihat dalam kegelapan.

“Jadi.....”

Ekspresi Maou Sadao yang terlihat dari dalam kegelapan, karena alasan yang tak diketahui, adalah sebuah senyum hangat.

“....semuanya..... bisa makan bersama lagi.....”

"Ugh!!"

Emi tersentak bangun oleh suaranya sendiri dan melompat dari ranjang.

Walaupun dia bercucuran keringat, dia tetap menyentuh bagian tengah dadanya.

".... Apa.... itu?"

Jantungnya berdebar-debar, dan napasnya tidak menentu.

Emi terbangun ketika dadanya ditusuk oleh pedang suci bercahaya ungu yang diayunkan oleh bayangan hitam berwajah Maou.

Mimpi yang terlihat realistis itu, terasa sangat mengerikan dan memberikan rasa sakit aneh pada mimpinya.

Meski begitu, mimpi itu juga memberi Emi sebuah perasaan damai yang mengusir semua itu.

Dia, Rika, Chiho, Suzuno, Ashiya, Urushihara, Alas Ramus, dan.....

Meski itu sangat berisik, panas, dan merepotkan, waktu di mana dia tidak perlu menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya, seperti di mimpi itu, memang ada di 'kehidupan normal' Emi.

".... Rasanya.... aku benar-benar bodoh, situasinya pun juga tidak gawat."

Emi menggumam, mencemooh dirinya sendiri.

Meskipun saat berada di Jepang dia selalu bermimpi tentang kehidupan damai di Ente Isla bersama ayahnya, ketika ia tersadar, hari-hari di sini, Emi malah memimpikan tentang Jepang.

"Aku memang selalu mengejar hal yang tidak kumiliki."

Suara ombak yang menabrak pelabuhan Fangan, armor dan pedang yang diletakkan oleh para pengkhianat di sudut ruangan, dan hati Emi yang terkurung sampai ia tak bisa mengambil tindakan, adalah realita Emi saat ini.

"Uu pu mu pu.... pwah."

Setelah dengan lembut mengelus rambut Alas Ramus yang sedang mengigau, Emi sekali lagi berbaring di tempat tidurnya.

Mulai besok dan seterusnya, Emi akan terus melanjutkan hidup terpenjara yang tidak meyenangkan ini. Sekarang dia tidak bisa mengurangi waktu tidurnya karena bingung dengan mimpi yang tak berarti itu.

Namun, karena alasan yang tak diketahui, Emi merasa seperti tidak perlu mengusap air matanya yang jatuh sebelum dia terbangun.

Itu adalah air mata yang jatuh karena perasaan lega saat ia melihat sosok Raja Iblis.

Keesokan paginya.

"..... Jadi, apa yang kalian rencanakan?"

Hanya satu kali ini, Emi bertanya sebelum kebenciannya muncul.

Orang yang datang bersama Olba, adalah pasukan kesatria yang dikenal sebagai 'Pasukan Kesatria Hakin dari Afashan', dan mereka semua adalah para kesatria berpangkat tinggi.

Dengan grup pertama yaitu Kesatria Seisokin yang bertugas menjaga istana kerajaan dan mengawal Unifying Azure Emperor, Pasukan Kesatria Hakin juga dibagi menjadi Josokin, Seisuikin,
Josuikin, Seitokin, Jotokin, Seikokin and Jokokin, totalnya ada 8 pasukan. Urusan pemerintahan, wilayah, dan perlengkapan mereka semuanya sangat berbeda.

Tidak semua orang yang menjadi bagian Pasukan Kesatria adalah prajurit, ada juga posisi seperti polisi ataupun sarjana, tapi para Kesatria yang saat ini mengunjungi kamar Emi bersama Olba, adalah para wakil pemimpin ataupun panglima yang terpilih untuk menyapa dan menerima tamu dari luar.

"Apa kau tidak menyukai armormu?"

Olba tidak menjawab pertanyaan Emi dan malah menoleh ke arah satu set armor dan pedang yang belum tersentuh.

"Aku sudah punya Armor Pengusir Kejahatan. Meski aku merasa tidak enak karena kau sudah menyiapkan armor mahal seperti itu, tapi aku tidak sebegitu bodohnya sampai mau memakai sesuatu yang mungkin sudah disabotase."

"Oh, begitu ya."

Olba menunjukan senyum agak kurang tertarik, dan sekali lagi, mengucapkan sesuatu yang sulit diartikan.

"Tapi maafkan aku, Emilia, jika kami mengizinkanmu menggunakan terlalu banyak kekuatan sekarang, kami juga akan kerepotan. Ini juga untuk kebaikanmu sendiri, bisakah kami memintamu untuk memakai armor ini?"

"Ugh...."

Emi menggertakkan giginya dengan penuh rasa sesal, hingga membuat ekspresinya berubah.

Dengan kata lain, dia tidak diizinkan untuk menolaknya.

Emi tidak mengerti tujuan Olba, namun Olba juga pasti tidak berencana menjelaskannya.

Olba, menilai bahwa Emi sudah menerima permintaannya, mengangguk puas.

"Kalau begitu, minta pelayan untuk datang dan membantumu memakaikan perlengkapan. Setelah itu, kau dan aku, sekaligus elit dari Kesatria Hakin ini akan bertolak dari Fangan menuju Azure Sky Canopy di timur. Ayo pergi, Emilia. Sementara untuk pedang suci..."

Olba tiba-tiba mengalihkan pandangannya dari Emilia, mengangguk puas setelah melihat sekeliling kamar, dan mengatakan,

"Sepertinya kau melindunginya dengan baik. Bagus bagus."

"Ugh....."

Tidak melihat Alas Ramus, itu berarti dia sedang bergabung dengan Emi.

Emi tidak bisa menentang Olba.

Emi menatap tajam ke arah punggung Olba, tapi yang bisa dia lakukan hanyalah meninggalkan kamar dengan desakan para Kesatria Hakin, untuk mengganti bajunya.

"Mama...."

Suara gelisah Alas Ramus terdengar dari dalam pikiran Emi.

".... Jangan khawatir, tidak akan terjadi apa-apa."

Emi menggumam pelan tanpa ada sifat meyakinkan dalam suaranya.

10 menit kemudian, walaupun Emi merasa kalau Armor mengkilap, pedang di pinggangnya, dan helm yang dia bawa di sekitaran pinggangnya, memiliki bobot yang berbahaya, dia tetap berjalan dengan penuh rasa malu di sepanjang koridor markas pelabuhan militer Fangan, dengan dikelilingi oleh Olba dan para Kesatria Hakin.

Berat seperti ini memang bukan apa-apa bagi Emi, tapi entah kenapa rasanya seolah beban di hatinya menjadi semakin bertambah dengan berat tersebut.

"Hm?"

Hati Emi tiba-tiba dipenuhi dengan perasaan menakjubkan yang aneh.

"Ini...."

Meskipun itu lemah, rasanya seakan tubuhnya dipenuhi kekuatan.

Tentu saja, selama beberapa minggu semenjak dia kembali ke Ente Isla, sihir suci Emi telah pulih ke level terkuatnya, tapi rasanya selain itu, kehangatan lain juga mengalir dalam tubuhnya.

"A-apa ini?"

"Kau menyadarinya?"

Kata Olba yang berjalan di depan tanpa menolehkan kepalanya.

"Apa kau dengar suara yang penuh harapan itu?"

".....?"

Ada sebuah pintu di ujung koridor di mana kota bisa dicapai dari halaman markas militer. Sepertinya Olba menuju tempat itu.

"Ada sebuah kota setelah wilayah ini."

"Benar."

"Aku mendengar, suara....."

Itu adalah suara sekumpulan besar orang yang membuat kebisingan.

Emi yang punya perasaan tidak enak, mengernyit.

Begitu mereka keluar dari halaman, bisa terlihat sekumpulan Kesatria Hakin berarmor dan kereta kuda yang berisi persedian menunggu mereka.

Di antara mereka, Emi mendapati seekor kuda berwarna putih yang kuat, anggun, nan cantik menunggu sang pemilik untuk menungganginya.

"Emilia, ini adalah kudamu. Kau harusnya ingat cara menungganginya, kan?"

Dalam sekali lihat, Emi bisa tahu kalau itu adalah kuda yang dirawat dengan baik.

Setidaknya itu bukanlah kuda yang diperuntukan prajurit biasa, melainkan tunggangan untuk prajurit setingkat jenderal, dan pada dasarnya, bahkan selama perjalanannya memerangi Raja Iblis, Emi tidak pernah menunggangi kuda yang bagus seperti itu.

"Emilia, bawa helm mu, biarkan semua orang melihat wajahmu!"

Meski tidak bisa dibandingkan dengan tunggangan Emi, usai berkata demikian, Olba menaiki kuda cantik dengan ekor berwarna Chestnut. Dia terlebih dulu menyampaikan beberapa patah kata kepada para Kesatria Hakin....

"Baiklah, ayo berangkat!"

Lalu berbicara dengan senyum licik di wajahnya.

"Kita akan memulai perjalanan kedua Pahlawan Emilia untuk bertempur merebut Azure Sky Canopy!"

"K-kau bilang merebut.... eh?"

Sebelum Emi sempat menanyakan maksud di balik kata-kata Olba, gerbang utama dari markas militer Fangan pun mulai terbuka.

Dibarengi sinyal untuk membuka pintu, berbagai sorakan terdengar dari luar.

"A-ada apa ini?"

Jalan utama yang memotong melewati kota dipenuhi orang-orang yang memandang ke arah Emi dengan mata penuh harapan.

Rombongan mereka mulai bergerak maju di bawah instruksi pemimpin rombongan, dan orang-orang yang hadir pun bersorak ceria.

"Oh, jadi itu Pahlawan dari Pedang Suci!"

"Jadi isu kalau dia masih hidup itu benar!"

"Itu benar! Aku pernah melihatnya ketika dia mengunjungi Fangan!"

Emi tidak bisa menekan detak jantungnya yang menjadi semakin kencang.

Penduduk Fangan tahu kalau dia adalah Emilia sang Pahlawan.

Dan sambil mengetahuinya, mereka juga menyematkan harapan mereka padanya.

"Tuhan belum meninggalkan kita!"

"Sang Pahlawan telah datang ke Benua Timur dan bergerak untuk menyelamatkan Afashan."

Kali ini, Emilia menyadari sesuatu yang aneh.

Dari informasi yang Emilia dengar, meski dia tidak tahu apakah Afashan melakukannya secara sukarela ataukah ditaklukan setelah melakukan perlawanan, bukankah mereka saat ini dikendalikan oleh faksi Barbariccia dan menyatakan perang terhadap keempat Benua lain karena Evolving Holy Sword, One Wing?

Walaupun Emi tidak tahu skala faksi Barbariccia, dari jumlah pasukan yang dibawa ke Choshi oleh Ciriatto, jika mereka tidak berjumlah puluhan kali lipat lebih dari itu, mereka tidak mungkin bisa membentuk sebuah pasukan.

Fangan bisa dianggap sebagai salah satu markas militer besar di Afashan, dan merupakan sebuah kota dengan banyak konsulat dan bisnis dari luar negeri.

Namun, setelah datang ke kota ini, Emi tak pernah sekalipun melihat tanda-tanda Malebranche, ataupun merasakan sihir iblis.

"Olba.... boleh aku bertanya sesuatu?"

"Apa?"

"Tanpa memikirkan prosesnya, bukankah Afashan itu bekerja sama dengan Barbariccia... dengan Malebranche? Itulah kenapa mereka menyatakan perang terhadap dunia, benar?"

"....."

"Ini semua berkat kau menarik benang di belakang mereka, kan? Kalau begitu, Malebranche... atau lebih tepatnya Barbariccia, seharusnya tahu tentang aksi ini kan? Apa maksudnya melakukan semua ini?"

Penyelidik dengan pangkat tertinggi di Gereja, salah satu anggota dari enam Uskup Agung, Olba Meyers, berbalik untuk menjawab pertanyaan Emi dengan ekspresi seperti seorang ayah.

"Emilia."

Nada bicaranya....

"Sejarah mengulangi dirinya sendiri."

Di area pelabuhan Fangan yang dipenuhi dengan harapan dan sihir suci, terdapat sebuah niat jahat yang begitu gelap.

"Kalimat ini tidaklah buruk, 'Jangan berpegang pada harapan, bergerak maju, hanya pelopor yang bisa bertahan'. Lihat, para penduduk Fangan tak berguna yang hanya bisa bergantung pada harapan ini....."

Olba menengadah ke arah langit. Di antara langit biru pucat siang hari, bulan berwarna merah bisa sedikit terlihat.

"..... mirip sekali dengan para Malebranche di hari itu.... mirip seperti kepala suku Malebranche bodoh yang sangat yakin kalau mereka bisa melakukan balas dendam untuk Raja Iblis Satan dan para Jenderal Iblis."

"....Ugh!"

"Emilia, kau pasti bisa mendengar sorakan mereka. Sorakan para penduduk menyedihkan yang menyematkan harapan mereka padamu, dan meminta untuk diselamatkan tanpa bertindak sama sekali."

"Olba... Kau....."

Suara Emi dipenuhi dengan kutukan, hingga mencapai titik di mana dia khawatir apabila amarah, kesedihan, dan kebencian yang tumpah dari hatinya, malah akan mengotori Alas Ramus yang ada di dalam dirinya.

"Karena kau sudah memperlihatkan wajahmu di hadapan para penduduk ini dan menaikkan harapan mereka, maka hanya ada satu jalan yang bisa kau ambil. Pahlawan Emilia, kau akan menyelamatkan bendera Afashan yang telah dikuasai dan dikendalikan oleh Pasukan Raja Iblis. Jangan khawatir, aku tidak akan memintamu untuk melakukan sesuatu yang menentang moral manusia. Kau dan aku hanya akan....."

Kalimat itu benar-benar melukiskan apa yang disebut keputusasaan dan kehampaan, itu mirip seperti suara yang Emi dengar di kampung halamannya, sebuah suara yang berasal dari kegelapan.

".... membunuh iblis-iblis mengerikan yang merusak Afashan."


XxxxX


"Hey, Suzuno."

Ucap Maou kepada Suzuno dengan tatapan seolah dia telah melihat sesuatu yang tak dapat dipercaya.

"Ada apa?"

"Apa kau tidak punya pertanyaan mengenai pakaianmu saat ini?"

"Apa sih yang ingin kau katakan?"

"..... Tidak, lupakan. Tapi anggap saja ini sebagai permintaan dariku. Tolong jangan berjalan di depanku dengan pakaian seperti itu."

"Kasar sekali. Bagian mana yang tidak kau sukai?"

"Ini bukan masalah suka atau tidak suka... tapi, lupakan sajalah!"

Maou duduk di atas rerumputan dan menarik napas dalam.

Ini adalah hari berkemah pertama bagi mereka berdua di Afashan, di Benua Timur Ente Isla.

Suzuno, Maou, dan Acies berhasil melewati gate dengan aman, dan tiba di Afashan, Benua Timur Ente Isla.

Dari dua bulannya, mataharinya, dan pemandangannya, tempat mereka mendarat adalah wilayah hutan sebelah selatan dari ibukota kekaisaran, Azure Sky Canopy, tepatnya di tepi sebuah sungai besar yang berawal dari wilayah utama benua, melewati ibukota kekaisaran, Azure Sky Canopy, dan mengalir ke laut di sebelah selatan.

Pintu keluar gate yang berada di pinggir sungai adalah situasi yang sangat menguntungkan. Tidak hanya tidak harus khawatir mengenai air minum, kemungkinan tersesat pun juga menurun. Selain itu, di sepanjang tepi sungai ini, terdapat populasi yang cukup padat, jadi jika mereka ingin mengumpulkan informasi, mereka akan bisa dengan mudah melakukannya.

Dari penjelasan Suzuno, karena 'Gate of Hell' awalnya memang tidak dibuat untuk keperluan penguat mantra, gate yang terbuka dengan patung itu sebagai penguatnya, tidak akan bisa menunjuk lokasi tujuannya dengan akurat. Jadi kali ini, mereka yang muncul di tempat yang tidak ada orangnya, bisa dikatakan sepenuhnya karena keberuntungan.

Tanpa tahu apakah itu perbedaan waktu dengan bumi ataukah Ente Isla memiliki perbedaan waktu tersendiri, meski Maou dan yang lainnya berangkat saat malam hari, mereka tiba di Benua Timur saat sore hari.

Setelah menunggu bintang-bintang bermunculan, Suzuno mulai menggunakan posisi bintang dan dua bulan yang ada di langit untuk menentukan lokasi mereka.

Kemudian dia menyarankan untuk bergerak 10 km ke selatan dari pintu keluar gate, dan memasang tenda mereka untuk yang pertama kalinya.

Meski begitu....

“Hey, bukankah terlalu awal berpakaian seperti itu sekarang?”

Meskipun sebelumnya Maou sudah pasrah, ketika dia menyaksikan Suzuno menancapkan tenda kemahnya ke tanah dengan pasak, dia kembali menyuarakan pendapatnya.

“Itu kan kebebasan pribadiku.”

Namun, Suzuno tidak menghiraukannya.

“Aku harus menggunakan kesempatan ketika masih aman-aman saja untuk membiasakan diri bergerak dengan pakaian ini. Ini juga termasuk latihan.”

“Walau begitu....”

“Hey~ Maou, lihat, lihat!”

“Hm~? Ada apa, Aci pwah~”

Setelah dipanggil oleh Acies dari belakang, Maou yang awalnya memasang ekspresi tidak senang, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

“Sama seperti Suzuno!!”

“Ja-jadi seperti yang kubilang.....”

Maou merasa bingung.

Itu karena Suzuno dan Acies memakai kantong tidur untuk bergerak ke sana sini.

Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 9 - Chapter 4 Bahasa Indonesia


Kantong tidur model Mummy ini adalah kantong tidur berkualitas bagus yang bisa mempertahankan panas dari kepala sampai kaki, fitur lainnya adalah, ketika resleting di sebelah samping dan bawah dibuka, orang yang memakainya akan bisa mengeluarkan tangan dan kaki mereka sambil tetap terbungkus kantong tidur tersebut.

Sepertinya itu untuk tujuan kenyamanan, seperti saat bagian tangannya dibuka, kau akan menjadi bisa membaca di dalam tenda ataupun mengatur lampu, dan untuk bagian kakinya, itu akan membuatmu bisa segera kabur ketika kau merasakan adanya binatang besar yang mendekat.

Karena itu adalah peralatan kemah yang dijual di Jepang, bagi Maou dan yang lainnya, yang sudah tahu kegunaan barang-barang ini, seharusnya tidak perlu aktif menggunakannya bahkan saat memasang tenda.

Dari samping, mereka nampak seperti kepompong gaksasa berwarna cerah dengan tangan dan kaki yang bergerak-gerak dengan kaku, itu benar-benar aneh.

Dan karena Suzuno dan Acies memiliki penampilan yang cukup cantik, pakaian ini jelas-jelas tidak sesuai.

Terutama di mata Maou yang sudah selesai memasang tendanya, alasan kenapa Suzuno dan Acies kerepotan memasang tenda mereka, adalah karena mereka bergerak seperti kepompong raksasa.

“Kalian ini.... sebenarnya hanya ingin mencobanya, kan?”

“Yeah!”

“A-apa yang kau katakan? I-ini tidak seperti itu!”

Maou menegur mereka dengan kalem. Acies menjawab dengan jujur, namun Suzuno malah terguncang.

“Jadi, kau.....”

“Ti-tidak! I-itu benar, aku berencana untuk ganti baju nanti! Agar tidak terlihat olehmu, aku ingin melakukannya di dalam kantong tidur ini..... ah!”

Suzuno tergagap, mencari alasan sambil melambaikan tangannya yang terjulur keluar dari kantong tidur, dan karena dia terlalu bersemangat, dia malah menendang pasak yang belum tertancap cukup dalam di tanah.

“Ah~ jadi rubuh.”

“Oh, oh tidak.... Ra-Raja Iblis, ini semua salahmu!”

Mungkin karena pasak lain juga belum tertancap cukup dalam, begitu salah satunya mengendur, keseluruhan tenda pun mulai condong.

“Cukup, aku akan membantumu memasang tenda, jika kau ingin ganti baju, maka gunakanlah kesempatan ini untuk menemukan tempat berganti baju yang tidak bisa kutemukan.”

“Ugh~~”

Usai mengambil pasak dari Suzuno, Maou melambai dan mengusir kepompong raksasa tersebut.

Meskipun ekspresi Suzuno nampak berubah karena rasa malu, dia tetap membawa pakaiannya dan berjalan menuju hutan di sebelah sungai.

“Ah, hey, kau lupa membawa semprotan pengusir serangga!”

“Berisik! Aku tahu!”

Walaupun Suzuno baru saja meluapkan amarahnya, ia tetap saja berusaha bersembunyi ke tempat yang tidak bisa Maou lihat dengan punggung gemetar (meski itu tidak terlihat jelas karena bagian belakang kantong tidur itu melengkung).

“Hey, Acies, bantu aku memalu pasak yang ada di sana ke tanah.”

“Baik baik.”

Kepompong warna-warni yang satunya lagi berlari ke samping Maou dengan pergerakan yang aneh.

“Oh ya, Acies.”

“Hm?”

Acies memalu pasak ke dalam tanah dengan gerakan yang berbahaya sembari menjawab.

“Kapan kau dan Nord datang ke bumi..... datang ke Jepang?”

“Kapan ya..... yaa! Seingatku itu sudah lama.”

“Lama? Apa itu sekitar setengah tahun yang lalu?”

Itu adalah saat di mana Maou dan Emi kembali bertemu dengan Urushihara, dan kekacauan mulai terjadi di sekitar mereka.

“Setengah tahun itu apa maksudnya setengah dari satu tahun?”

Namun jawaban Acies benar-benar di luar ekspektasi Maou.

“Karena aku lahir kurang dari setahun yang lalu, aku tidak yakin apa yang terjadi sebelum itu.”

“Serius ini?”

Mengabaikan Maou yang terkejut, Acies, masih dengan penampilan seperti kepompong, mengikatkan tali pada pasak.

“Yeah, semenjak aku lahir, aku sudah tinggal di Jepang bersama ayah, aku tidak yakin dengan hal-hal yang terjadi sebelum itu.”

Bagi Maou, ini adalah fakta yang tak terduga.

Jika penjelasan Acies bisa dipercaya, maka dia adalah adik Alas Ramus.

Dan, karena ada perbedaan dalam perkembangan tubuh mereka, Maou pun berpikir kalau Acies mendapatkan wujud manusianya lebih dulu daripada Alas Ramus.

Kelahiran yang Acies bicarakan, pasti mengacu pada saat mereka mendapatkan wujud yang sekarang, dari wujud buah fragmen Yesod seperti Alas Ramus.

Belum ada tiga bulan semenjak Alas Ramus lahir, meskipun perbedaan di antara keduanya saat mendapatkan wujud manusia masih kurang dari setahun, sudah ada perbedaan yang begitu besar dalam perkembangan tubuh mereka.

“Dan juga, kenapa Acies yang mendapatkan wujud manusia lebih dulu, malah menjadi adik? Peraturan macam apa ini?”

“Hm?”

“Tidak.... kita bisa membicarakan masalah ini setelah Alas Ramus kembali.... tapi itu artinya, Nord datang ke Jepang lebih awal dari yang kuduga.”

“Mungkin~~”

Mungkin karena inilah Acies hanya bisa berbicara bahasa Jepang.

“Huuh, merepotkan sekali.”

“Sepertinya.....”

“Hm?”

Maou menatap tenda yang dengan cantiknya terpasang ketika mereka sedang berbicara dan mengangguk puas.

“.... Setelah kekacauan ini berakhir, kita perlu mengadakan sebuah pertemuan keluarga besar.”

“Pertemuan keluarga?”

“Haah, kita akan membicarakannya ketika sudah waktunya. Ngomong-ngomong, si Suzuno lama sekali. Apa dia diserang oleh beruang atau semacamnya.....”

“Aku tidak akan kalah dengan beruang!”

“Ugoh!”

Maou terkejut karena tiba-tiba ada suara yang terdengar dari belakang.

“A-apa! Katakanlah sesuatu jika kau sudah kembali....!!”

Maou menoleh sambil memprotes....

“Itu karena punggungmu terbuka lebar. Meski terkadang aku sudah merasakannya, tapi kau itu benar-benar terlalu meremehkan kemampuanku.... ada apa?”

Namun, setelah menatap Suzuno dengan ekspresi tidak senang di wajahnya, dia tiba-tiba terdiam.

Suzuno, melihat hal tersebut, sekali lagi berbicara dengan nada tegas.

“Ada apa, apa kau ingin komplain lagi soal pakaianku?”

Maou menggelengkan kepalanya dengan panik.

“Jadi kau bisa berpakaian seperti ini juga ya?”

“Apa?”

Menurut akal sehat, tidaklah aneh bagi Maou merasa terkejut.

Suzuno yang tadi terlihat seperti kepompong warna warni, setelah mengganti pakaiannya dan kembali, ternyata tidak memakai kimono yang biasanya ia pakai.

Di atas sepatu kulit Suzuno, terdapat pakaian panjang milik Penyelidik Gereja yang mencapai pergelangan kakinya, dia juga mengenakan jubah berwarna nakal dengan sebuah selempang kepala yang terlihat sudah dipakai untuk waktu yang lama.

Bagian logam yang mengamankan jubah ke bahu, memiliki dekorasi permata yang terlihat seperti penguat mantra.

Suzuno yang saat ini mengenakan jubah, bukan lagi tetangga cerewet di apartemen tiga tatami, dia memiliki aura dan kemisteriusan seorang Penyelidik peringkat atas dari Dewan Pembenaran Ajaran Gereja, Crestia Bell.

“Ini adalah jubah dari Departemen Penyebaran Ajaran Luar milik Gereja. Gereja juga mengirimkan sekumpulan besar biarawan dan utusan ke Afashan, meskipun aku tidak pernah berinteraksi dengan orang-orang itu karena pekerjaanku dulu, ketika kami melewati desa-desa di sepanjang perjalanan, hanya jubah inilah yang tidak akan dicurigai oleh orang lain..... jadi, tatapan macam apa itu?”

Kata-kata Suzuno memang masuk akal, tapi itu akan lebih baik lagi jka dia memegang sesuatu seperti kitab. Dengan membawa kantong tidur model mummy yang dia pakai hingga beberapa saat lalu, itu semua terdengar tidak meyakinkan sedikitpun.

“Ah, aku mengerti, ini berganti kulit kan?”

“Maou, apa itu berganti kulit?”

“Raja Iblis.... berani-beraninya kau menyamakanku dengan ular dan udang karang.....”

“Ti-tidak tidak! Kenapa kau harus menyebutkan hewan-hewan aneh seperti itu? Karena kau itu gadis, seharusnya itu seperti kupu-kupu atau semacamnya!”

Suzuno memiringkan kepala dengan ekspresi buas di wajahnya....

“...... Kupu-kupu?”

Tapi setelah memahami maksud contoh tersebut, ekspresinya berubah menjadi terkejut.

“Ka-kau bilang kupu-kupu? Ra-Raja Iblis, apa yang kau bicarakan.....?”

“Hey, Maou, apa itu berganti kulit?”

Suzuno pun mulai panik, tapi sebelum dia bisa bertanya maksud Maou yang sesungguhnya, Acies yang masih terlihat seperti kepompong, menyelanya dan mengganggu Maou dengan bertanya sebuah pertanyaan.

“Yeah, Acies, berganti kulit adalah saat di mana ular, udang, dan kepiting menggugurkan dan meninggalkan kulit di tubuh mereka supaya mereka bisa tumbuh lebih besar. Di sisi lain, dalam kasus kupu-kupu dan jangkrik, itu merujuk pada larva yang berubah menjadi kepompong, dan dari kepompong menjadi serangga dewasa, mereka menanggalkan kulit luar mereka dan mendapatkan penampilan yang benar-benar berbeda. Proses itu disebut berganti kulit.”

“.... Lupakan, siapa yang peduli dengan berganti kulit dan hal-hal semacam itu?”

Setelah Maou menyelesaikan penjelasan biologikal tersebut, Suzuno malah memperlihatkan ekspresi terluka karena alasan yang tak diketahui, dan meringkuk sambil memeluk kantong tidurnya.

“Oh~ kupu-kupu ya. Kalau begitu, Suzuno itu berganti kulit yang cantik, ya kan?”

“Hm? Yeah, sesuatu seperti itu.”

“Suzuno! Maou bilang kalau kau itu cantik!”

“Begitu ya. Raja Iblis ini memang suka bercanda!”

Acies dengan ceria berlari ke arah Suzuno, tapi Suzuno malah memasang wajah tanpa ekspresi, seolah tidak peduli dengan hal tersebut.

“Tunggu dulu, apa maksudmu dengan suka bercanda? Aku ini selalu serius!”

Di sisi lain, Maou berbicara dengan wajah terkejut.

“Bukankah Emi dan Chi-chan sudah menyebutkan hal ini sejak awal? Meski tak ada yang salah dengan kimono, cobalah sekali-sekali memakai pakaian ala barat. Jubah itu benar-benar cocok denganmu, kau tahu?”

“Apa.... apa yang kau katakan?”

Ucap Maou dengan serius secara tiba-tiba, membuat Suzuno membelalakkan matanya, dan tidak tahu harus melakukan apa.

“Hm? Uh, karena biasanya aku hanya melihatmu memakai kimono, jadi aku sedikit terkejut karena itu terasa menyegarkan. Tapi kenyataannya, memakai pakaian barat itu lebih mudah dan lebih murah, dan itu juga cukup cocok denganmu.”

“Be-be-be-benarkah....?”

“Hm? Suzuno, ada apa denganmu?”

Nada bicara Suzuno mendadak menjadi aneh, membuat kepompong Acies terkejut.

“Se-sejujurnya, aku... dari dulu selalu melakukan pelayanan keagamaan, jadi aku terbiasa memakai jubah panjang berat seperti ini, soal rok dan baju lengan pendek yang biasanya Emilia atau Chiho-dono pakai, a-aku sedikit menentangnya..... me-meskipun aku tahu kalau kimono itu bukan pakaian normal, alasanku tetap menyukai mereka adalah karena mereka terasa berat, panjang lengan bajunya pun juga seperti jubah, jadi akan lebih mudah bagiku untuk memakainya, erhm....”

“Eh?”

Maou memperhatikan kelakuan Suzuno yang menggelar kantong tidur yang sudah dia lipat dengan susah payah, dan melipatnya kembali dengan bingung.

“Kau......”

“Kau?”

“Wajah Suzuno memerah pwoh!”

Mencengkeram pipi Acies dan menyumbat mulutnya saat dia mendekat dari samping secara refleks dengan satu tangannya, Suzuno menggenggam pinggiran jubahnya dengan gelisah dan bertanya pelan,

“Kau.... pikir.... itu cocok denganku?”

“A-apa kau merasa terganggu karena itu?”

Dari sudut pandang Maou, dia tidak pernah menyangka kalau keengganan Suzuno untuk memakai pakaian ala barat, akan sebegitu kuatnya sampai-sampai dia menunjukan ekspresi seperti itu. Hal itu membuat Maou yang tahu kalau dia telah mengatakan sesuatu yang tidak pantas, mengucurkan keringat dingin.

“Bukan seperti itu! Ha-hanya saja i-i-ini pertama kalinya seseorang, mengatakan hal seperti itu..... padaku......”

Pandangan Suzuno mulai berpindah-pindah, yang mana tidak sesuai dengan gaya tegasnya yang biasa.

“Menurutku sejak awal semuanya ingin kau memakai pakaian ala barat.... yeah, menurutku itu juga akan sangat cocok.”

“Ra.... Raja Iblis, ada apa denganmu, kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal seperti itu, meskipun kau memujiku..... tidak ada hal bagus yang akan datang, kau tahu?”

“Kuzuno, wayahku sakittt!”

Acies yang wajahnya terus dicengkeram sepanjang waktu, berteriak kesakitan karena kekuatan yang Suzuno gunakan untuk mencengkeram pipinya menjadi semakin kuat, tapi, Suzuno sama sekali tidak menyadarinya.

“Uh, tapi apa yang kukatakan itu benar. Dan Ashiya bilang saat mencuci baju, melempar pakaian biasa ke dalam mesin cuci itu tak masalah.”

“....Hm?”

“Aku memang sering membeli baju di UNIxLo, tapi ada juga kok toko baju murah lain di pusat perbelanjaan, jika kau melihat baju yang kau sukai, kau bisa membeli baju dengan model dan ukuran yang sama dalam jumlah besar.”

“...Hmmm?”

“Puubowabapwohpwoh.”

“Meski aku tidak pernah memakai kimono, memikirkan gaya hidup kita, keuntungan memakai pakaian ala barat itu lebih tinggi, serius.”

“.....”

“Dan aku pernah dengar kalau kimono itu memiliki aturan khusus untuk pola mereka berdasarkan musim dan suasananya, benar? Dalam hal ini, untuk pakaian ala barat itu tidak terlalu merepotkan, dan kau hanya perlu memilih jenis kain yang kau butuhkan. Karena itu benar-benar mudah, jadi aku menyarankanmu untuk mencobanya sekali-sekali.”

"Yeah, itu benar, itu juga yang kupikirkan."

"Hm? Ada apa?"

".... Tidak, tidak ada apa-apa. Hanya saja, aku merasa begitu bodoh membiarkan hatiku dibingungkan oleh seorang iblis. Aku ingin bermeditasi sebentar setelah ini, supaya aku bisa menyingkirkan pikiran jahat di hatiku."

"Pwah!!"

Suzuno yang terlihat sedikit depresi, akhirnya melepaskan Acies.

"O-oh? A-apa aku mengatakan sesuatu yang buruk?"

"Itu benar. Kata-kata yang membingungkan hati manusia dan menggoda manusia untuk jatuh ke dalam kegelapan itu, memang kata-kata seorang iblis."

Ketika Suzuno mengatakan hal tersebut dengan lesu dan hendak memasuki tenda...

"Ah, er, erhm, tapi apa yang tadi kukatakan soal bagaimana pakaian itu cocok dengamu itu serius lho."

Meski dia tidak tahu alasannya, Maou yang sadar kalau dia telah membuat Suzuno bad mood, dengan tidak natural menambahkan kalimat tersebut, mengatakannya pada sosok Suzuno yang terlihat lesu.

Namun....

"......"

Kalimat tersebut, layaknya pasak, membuat Suzuno berhenti bergerak. Lalu....

"A-aku tidak akan bingung lagi!"

Dalam sekejap, Suzuno berbalik dengan wajah memerah dan membentak Maou, dia kemudian menunduk masuk ke dalam tenda yang dipasangkan oleh Maou dengan aura yang mengerikan.

Ngomong-ngomong, dalam perjalanan ini, mereka sudah sepakat kalau laki-laki dan perempuan akan tidur di tenda yang berbeda.

"Hm~ apa aku sudah mengatakan sesuatu yang buruk?"

Setelah melihat Suzuno membuat kehebohan besar di dalam tenda, Maou menggumam pada dirinya sendiri, merasa gelisah.

"Augh... sakit...."

Di sisi lain, Acies yang matanya berkaca-kaca, mengelus pipinya yang memerah dan berteriak ke arah tenda.

"Suzuno, apa yang kau lakukan?"

Tidak takut dengan Surga maupun Bumi, seharusnya memang seperti ini. Maou memandang Acies yang mempertahankan wujud kepompong warna-warninya dan memasuki tenda yang diselimuti badai.

".... I-ini sudah waktunya untuk tidur."

Meski sebelumnya mereka bilang kalau mereka akan mendiskusikan urutan jaga malam setelah makan malam, percakapan yang tenang tidak mungkin bisa dilakukan di situasi seperti sekarang ini.

"Sepertinya.... akan ada banyak masalah di masa yang akan datang."

Maou menghela napas sambil menengadah menatap langit berbintang Ente Isla.

---End of Part 1---





Translator : Zhi End Translation..
Previous
Next Post »
0 Komentar