[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 10 - Chapter 1 : Raja Iblis, Kehilangan Pijakannya -3
Kembali ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 10 - Chapter 1 Part 2
Chapter 1 : Raja Iblis, Kehilangan Pijakannya.
Sesaat sebelum Maou dan Acies meluncur bagaikan roket.
“... Ternyata, tidak semengesankan itu.”
Sebuah tenda berdiri di bukit Area Komersial ibukota kerajaan Afashan, Emi mengamati Menara Kastil Azure Sky Canopy yang nampak di cakrawala sebelah timur dan menggumamkan hal tersebut pada dirinya sendiri.
“Apanya?”
Setelah Olba yang berdiri di sampingnya mendengar hal tersebut, dia menolehkan kepalanya dan bertanya, Emi mengangkat bahunya dan menjawab,
“Azure Sky Canopy. Padahal mereka katanya memiliki parit yang indah dan kota yang menutupi langit luas, dan aku mempercayainya ketika aku pertama kali datang ke sini, tapi sekarang ketika aku melihatnya lagi, kurasa mereka tidak seindah itu.”
“Begitukah? Meskipun sedikit tidak pantas bagiku mengatakan ini, tapi jika bangunan tertinggi di Benua Barat adalah Saint Ignord, maka di Benua Timur adalah Azure Sky Canopy.”
Olba benar, bahkan jika dilihat dari jarak yang sangat jauh pun, area yang membentang dengan Area Pusat dan kastil tower sebagai pusatnya ini, masih bisa terlihat dengan jelas, namun, meski pemandangan ini terlihat seperti sebuah lukisan yang menggambarkan pegunungan menjulang, hal tersebut sama sekali tidak bisa menyentuh hati Emi.
“Kau memang tidak punya hak untuk mengucapkan kata-kata itu.”
Emi begitu terkejut ketika mendengar Olba yang mengkhianati Gereja dan bahkan menggunakan seluruh Benua Timur dan iblis dari Dunia Iblis ke dalam rencana liciknya, ternyata masih memiliki minat untuk membicarakan pemandangan indah seperti itu.
“Meskipun aku tidak pernah melihat tempat aslinya, setelah melihat foto bunga Sakura mekar saat musim semi di Kyoto dan Kastil Himeji, aku merasa tempat ini sama sekali tidak bisa dibandingkan.”
“Hm, Emilia, jika kau tidak puas dengan pemandangan di sini, ketika kita menyelamatkan Unifying Azure Emperor nanti, kau bisa memberinya saran mengenai pemandangan di Azure Sky Canopy."
Emi menatap Olba dengan emosi gelap, kemudian ia berbalik dan berjalan menuju tenda yang berdiri di atas bukit, yang mana dipakai sebagai tenda operasi utama.
Setelah ini, para anggota Milita, termasuk Emi akan mengadakan rapat militer membahas 'Rencana Pembebasan Ibukota Kerajaan.'
Menurut rencananya, Pasukan Pembebas Benua Timur yang dipimpin oleh Pahlawan Emilia... yang mana di kenal dengan nama Fangan Milita, akan mengusir Pasukan Raja Iblis yang menduduki Azure Sky Canopy dan Area Pusat.
Tapi, sebenarnya, penjahat yang membawa Malebranche ke benua Timur adalah Olba sendiri, dan alasan kenapa Emilia tetap berada di Ente Isla, juga karena Olba menunjukan tanda-tanda bekerja sama dengan para Malebranche itu.
Namun, dia kini berencana menggunakan kekuatan Emi untuk memusnahkan para Malebranche tersebut.
Dan sebelum mencapai batas antara Area Komersial dan Area Pertanian, Milita sudah berhasil mengalahkan dua Kepala Suku Malebranche.
Meski sebelum datang ke Jepang Emi sangat ingin membunuh para iblis tersebut, ketika ia mendengar bahwa dua Malebranche yaitu Draghignazzo dan Scarmiglione gugur dalam pertarungan, sebuah rasa bersalah yang tak bisa dijelaskan malah muncul di benaknya.
Emi memandangi telapak tangannya, dan mengingat kembali saat-saat di mana dulu ia membunuh para iblis seperti orang-orang di Milita kini. Dia keheranan oleh rasa teror tersebut dan fakta bahwa hatinya yang keras merasakan teror itu, Emi pun mengepalkan tangannya.
“Mama, Kyoto itu apa? Apa itu sama dengan Tokyo?”
Kali ini, sebuah suara terdengar di pikiran Emi.
“... Tidak, itu adalah salah satu kota besar di Jepang. Meski itu mirip dengan Tokyo, mereka adalah kota dengan nama yang berbeda.”
“Kyoto.... Tokyo.... Tokyoto?”
Alas Ramus yang mencampuradukan Tokyo dan Kyoto, mengucapkan kedua nama kota itu berulang kali.
Emi yang sedikit mendapatkan kembali kehangatan di hatinya karena Alas Ramus, mengatur tali pengikat sederhana yang ada di pinggangnya dan terus berjalan.
Sampai sekarang, Emi tidak pernah memunculkan Evolving Holy Sword, One Wing. Tidak hanya itu, dia bahkan tidak pernah bertarung melawan musuh di garis depan.
Bagi Olba, daripada membuat Emi menggunakan kekuatannya secara langsung, menempatkannya di satu tempat sebagai simbol Milita tentunya akan lebih menguntungkan, selama Emi tidak bertindak melebihi batas, Olba tidak akan menahan pergerakan Emi di Milita.
Berkat itu, pedang suci di mana Alas Ramus berada pun tidak perlu mengambil nyawa para musuh, tapi meski begitu, tindakan Olba sudah melebihi level pemahaman Emi.
“E-Emilia-sama!”
Seorang Kesatria Hakin yang berjaga di tenda operasi utama berlari ke arah Emilia dengan wajah pucat.
“Ada apa?”
“Ada kabar dari pasukan yang menyusup ke dalam Azure Sky Canopy. To-tolong tetaplah tenang dan dengarkan!”
“Ada apa, cepat bicara!”
Meski kebanyakan Kesatria Hakin tak ada hubungannya dengan perang yang terpaksa diikuti Emi ini, dia tetap tak bisa memperlakukan mereka dengan baik.
Awalnya, banyak Kesatria Hakin yang takut dengan tingkah abnormal Emi, tapi informasi kali ini nampaknya bisa membuat mereka mengabaikan fakta tersebut.
“Wa-walau ini tak bisa dipercaya.....”
Si tentara pembawa pesan melapor dengan wajah pucat dan suara gemetar,
“Pasukan kami telah melihat Jenderal Iblis Alsiel di Azure Sky Canopy Detached Palace!”
“Apa katamu? Ashiya?”
Dengan begini, Emi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
“Ashi-Ashiya?”
“......Ah, tidak, bukan apa-apa.”
Emi secara tak sengaja menggunakan nama bahasa Jepang yang merujuk pada Alsiel di Jepang di depan orang dari Ente Isla, dari hal ini, bisa dilihat betapa terkejutnya dia mendengar kabar itu.
“La-lalu, apa itu benar-benar Alsiel?”
Emi menekan hatinya yang sedang terguncang dan bertanya, si pembawa pesan mengangguk beberapa kali dengan cara yang sangat mencolok.
“Sepertinya begitu, Jenderal Iblis Alsiel tiba-tiba muncul beberapa hari yang lalu untuk memimpin para Malebranche, dia memanggil para Kesatria Hakin milik Azure Sky Canopy dan yang tersebar ke seluruh Afashan untuk kembali ke kota bersiap mengahadapi Fangan Milita....!”
Emi sama sekali tak mengerti kenapa Ashiya bisa ada di Azure Sky Canopy.
Tapi karena Ashiya ada di sana, Emi harus menanyakan hal ini,
“Lalu Raja Iblis? Apa Raja Iblis juga ada di sana?”
Dulu, Emi dan Suzuno begitu khawatir kalau Maou dan Ashiya bergabung dengan pasukan Malebranche untuk membentuk Pasukan Raja Iblis yang baru.
Pengalaman Emi hingga saat ini membuatnya menyangkal kemungkinan tersebut di suatu tempat di hatinya, tapi meski begitu, dia tetap harus bersiap menghadapi skenario terburuk.
Lalu, si pembawa pesan....
“Eh? Ti-tidak, Raja Iblis Satan? Kami tidak menerima laporan seperti itu.... dan bukankah Raja Iblis Satan sudah Emilia-sama kalahkan?”
…. menjawab demikian.
Ketika dia berangkat dari Fangan, Emi menemukan berbagai versi yang berbeda-beda di setiap daerah mengenai informasi tentang takdir Pahlawan Emilia, tapi hanya fakta bahwa Raja Iblis Satan telah dikalahkan oleh Pahlawan Emilia saja yang menyebar luas.
Karena itulah si tentara pembawa pesan merasa bingung kenapa nama Raja Iblis Satan bisa muncul kali ini.
“..... I-itu benar. Jadi di sana hanya ada Alsiel ya....”
Emi mengernyit dan menggumam.
Meskipun Emi tidak dapat memikirkan alasan kenapa Ashiya bisa ada di Azure Sky Canopy sendirian, dari bagaimana dia tidak menyukai tindakan para Malebranche, setidaknya bisa dipastikan kalau situasi saat ini bukanlah apa yang Ashiya inginkan.
Jika demikian, siapa yang membawanya ke Azure Sky Canopy dan untuk tujuan apa?
“Apapun alasannya....”
“Ugh...”
“Ah, O-Olba-sama....”
Olba yang datang dari belakang Emi tanpa diketahui, berbicara bahkan tanpa memberi waktu bagi Emilia untuk berpikir,
“Karena itu hanya Alsiel, dia seharusnya bukanlah tandingan bagi Emilia yang sekarang. Apa yang harus kita lakukan tidaklah berubah. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.”
“A-anda benar. Dan dalam pertarungan besar sebelumnya, Alsiel juga mundur dari Benua Utama karena dia takut terhadap Emilia-sama.....”
Wajah pucat milik si pembawa pesan perlahan memulihkan kembali coraknya setelah mendengar kata-kata Olba.
Emi yang menyaksikan seluruh kejadian itu dengan sebuah lirikan, mulai menunjukan ekspresi suram.
Dengan kata lain....
“.... Inikah peran yang telah ditetapkan untukku?”
Dalam Milita, orang yang bisa bertarung melawan Jenderal Iblis Alsiel atau bahkan mengalahkannya, hanyalah Emilia dan Olba.
Olba berencana menggunakan Alsiel dan Malebranche untuk membangkitkan kembali situasi di mana Pahlawan Emilia menyelamatkan Benua Timur.
Walau Emilia masih tidak bisa memahami tujuan asli Olba, satu-satunya hal yang sudah bisa dipastikan adalah, jika Emilia tidak menyelesaikan tugas yang Olba berikan padanya, impiannya pasti akan dihancurkan.
“Kalau begitu ayo kita mulai rapat militer untuk membicarakan strategi perang guna menaklukan Area Pusat dan menyelamatkan Unifying Azure Emperor!”
Olba memasuki tenda dan setelah ragu beberapa saat, Emi mengikuti di belakangnya.
Tenda terlihat gelap segelap hati suram Emi, dan kali ini......
“Apa benar Alsiel datang?”
Sebuah suara lemah terdengar di pikiran Emi.
“Karena Alsiel datang....”
Suara Alas Ramus memancarkan cahaya yang sangat berbeda dengan hati Emi.
“..... apakah itu artinya Papa juga ada di sini?”
“....... Papa itu maksudnya Raja Iblis kan......???"
Emi mematung karena rasa syok yang dialaminya dan berhenti berjalan.
“Hm? Ada apa, Emilia?”
Tanya Olba setelah melihat Emi tiba-tiba berhenti, tapi meski begitu, Emi tetap tak bisa bergerak.
“..... Ah.”
Apa yang barusan kupikirkan?
Kata-kata Alas Ramus, membuatku memikirkan sesuatu.
“Aku.....”
Mustahil aku berpikir seperti ini.
Aku tidak boleh berpikir seperti ini.
Hal semacam ini, tidak boleh terjadi.
“.... Maafkan aku, aku tidak bisa menghadiri rapat militer ini. Aku merasa tidak enak badan. Tak peduli siapapun lawannya, tak masalah kan selama aku bertarung dengan musuh terkuat?”
Setelah mengucapkan hal tersebut, Emi berlari keluar tenda tanpa menunggu jawaban siapapun.
“Em-Emilia-sama?”
Meskipun suara pembawa pesan tadi terdengar di belakangnya, Emi terus berlari memasuki tenda tempat dia tinggal, dan menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur sederhana di dalam.
Rasanya sulit untuk bernapas.
Jantungnya berdetak begitu kencang.
“.... Ada... ada apa denganku... tsk!”
Emi memukul-mukul ranjang seolah ingin menghancurkannya.
"Apapun yang terjadi..... apapun yang terjadi... pria itu.... adalah milikku dan milik ayahku.....!!"
'Akan kutunjukan padamu sebuah dunia baru!'
Emi masih bisa mengingat dengan jelas wajah tersenyum yang sedang membicarakan impian bodoh tersebut di suatu sore di Shinjuku.
"...... Pria itu.... padahal dia seharusnya adalah musuh....."
Meskipun dia tidak begitu kuat, setiap kali Emi berada dalam masalah, dia akan selalu muncul dengan ekspresi angkuh di wajahnya, dan pada akhirnya, semua masalah akan terselesaikan ketika dia mengucapkan kata-kata bodohnya.
"Ke.... Kenapa......"
"Mama, papa pasti akan datang dan menemukan kita! Jadi aku akan bersikap baik, okay!"
Dia hampir mencapai batasnya.
".... Kau benar... dia pasti akan datang.... untuk menemukan kita...."
Emi tidak berniat menggunakan keadaan mentalnya yang lemah sebagai alasan.
Tapi dia tidak bisa lagi menipu siapapun.
Di suatu tempat di hati Emi, dia selalu berharap kalau Maou Sadao, yang selalu mengatakan lelucon dan keluhan yang membosankan sekaligus membereskan bahaya yang mengintai Emi dan orang yang penting bagi Emi, akan datang untuk menyelamatkannya.
Dia tidak ingin mengakui hal ini.
Dan dia juga menganggap hal itu mustahil.
Bagaimanapun, sampai saat ini, bahkan Emerada dan Alberto yang merupakan rekan Emi di Ente Isla pun, sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda pergerakan.
Mustahil mereka sebegitu tidak pekanya sampai tidak merasakan situasi aneh yang menimpa Emi, tapi karena keduanya tidak mengambil tindakan, maka tidak mungkin Maou dan yang lainnya, yang mana berada di dunia lain, punya alasan untuk bergerak.
Dia tidak memberikan informasi penting apapun ketika dia menggunakan Idea Link pada Rika, jadi meski Rika benar-benar membuat kontak dengan Maou dan Suzuno, mereka tidak mungkin bisa memahami situasi Emi.
Karena Ashiya berada di Ente Isla, Maou seharusnya akan mencari keberadaannya, dan ketika Emi memikirkan hal tersebut, bagian lemah yang ada jauh di dalam hatinya pun mulai berteriak.
Jika Maou datang ke Ente Isla untuk mengejar Ashiya, bukankah dia akan mengetahui keadaan sulit Emi dan menyelamatkannya juga?
Pemikiran licik semacam itu mulai menunjukan wajahnya.
Namun, itu terlalu menggelikan.
Jika dia ingin menyelesaikan situasi yang menjerat Emi, hanya melindungi Emi dan Alas Ramus serta membawa mereka kembali ke Jepang saja tidaklah cukup.
Bertempat di Benua Barat yang jauh, ladang gandum yang ayahnya tinggalkan kini menahan hati Emi, dan karena dia tidak bisa meninggalkan impian tersebut, Emi dipaksa untuk ikut serta dalam perang ini.
Meski Maou mendapatkan kembali wujud Raja Iblisnya dan datang ke sini, mengalahkan Olba dan Raguel di saat yang sama tetaplah sangat sulit.
Jika seseorang tahu bahwa Maou sedang bergerak untuk melindungi Emi dan memberi perintah pada bawahan Olba yang ada di Benua Barat, ladang gandum itu pasti akan berakhir dengan kondisi yang mengerikan.
Kalau semua orang yang mengetahui keadaan Emi lenyap dari dunia ini, atau jika seluruh Ente Isla tidak lagi peduli dengan 'Pahlawan Emilia', meskipun dia kembali ke Jepang, Emi takkan pernah bisa menemukan kedamaian.
Kabar bahwa Pahlawan Emilia masih hidup, sudah mulai menyebar di Benua Timur, dan para Kesatria Hakin serta Olba, cepat atau lambat pasti akan mengumumkan kabar tersebut ke seluruh dunia.
Dan pada saat itu, tak peduli ke manapun Emi pergi, orang-orang yang ingin menggunakan identitas dan nama 'Pahlawan Emilia' di Ente Isla, pasti akan mengirimkan pasukannya.
Namun, jika Emi mengabaikan ladang milik ayahnya sekaligus impiannya dan kabur ke Jepan, pasti akan ada orang-orang seperti Lucifer, Suzuno, Sariel, ataupun Ciriatto, Farfarello, dan Olba yang pergi ke Jepang untuk menemukannya tanpa mempedulikan bahaya apa yang mungkin mereka sebabkan di Jepang.
Jika sudah begitu, untuk menyingkirkan para pengejarnya, Emi terpaksa harus mengayunkan pedangnya ke arah orang-orang Ente Isla, orang-orang yang seharusnya dia lindungi.
Keseluruhan situasi ini hanya memperlihatkan keputusasaan.
Bagaimanapun caranya, mustahil untuk sepenuhnya menyelamatkan Emi yang sekarang.
Meski begitu....
“Sialan.... kenapa.... kenapa kau harus memasuki hatiku seperti ini? Hentikan omong kosong ini!”
Suara Emi nampak tertahan.
Dia tidak beranggapan kalau Ashiya kembali untuk menaklukan Afashan ataupun Ente Isla.
Karena Emi tahu Maou tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Dan dia tahu, jika Maou tidak setuju, maka Ashiya tidak akan menentang keinginan tuannya.
Waktu yang Emi habiskan bersama Maou sudah begitu lama sehingga dia sangat mempercayai hal ini dari dasar lubuk hatinya.
“..... Raja Iblis.... Raja.... Iblis!”
Emi memanggil si pemilik wajah yang sedikit demi sedikit muncul di suatu bagian di dasar hatinya.... wajah seorang pemuda yang tinggal di Sasazuka dan disukai oleh banyak orang di sekitarnya.
“....... selamatkan... selamatkan aku.......”
Air matanya tidak mau berhenti.
Ketakutan, penyesalan, rasa sakit, dan perasaan aman yang aneh. Emi yang tidak bisa memahami keadaan mentalnya, hanya bisa terus menangis.
Seketika, Emi merasa kalau amarah dan rasa keadilan yang telah menyokongnya hingga kini serta pengakuan sebagai Pahlawan yang menyelamatkan dunia dan seluruh umat manusia, telah menghilang tanpa jejak.
Alasan kemunduran di hati Emi bukanlah karena rakyat Ente Isla, dengan dipimpin oleh Olba, telah melakukan hal yang mengerikan pada sang Pahlawan.
Melainkan karena dia bukanlah manusia yang memiliki jiwa dan impian yang mulia sejak awal.
“..... Em, Al.... maafkan aku, maafkan aku.... ayah.... maaf, aku tidak bisa lagi, bertarung sendirian....”
“Mama.”
Tak peduli darah ataupun kelahiran macam apa yang dimiliki Emilia Justina sang Pahlawan, hingga beberapa tahun yang lalu, dia hanyalah anak tunggal dari seorang petani yang menjalani kehidupan normal, seorang gadis biasa yang bisa dilihat di manapun.
Tekad Sang Pahlawan yang terlahir dari kebencian seorang gadis berusia kurang dari 18 tahun, baru saja telah hancur.
“Aku tidak tahu, apa yang harus kulakukan.... ayah, Em, Raja Iblis.... seseorang kumohon datanglah....”
“Mama.”
Kali ini,
Meskipun tidak dipanggil, Alas Ramus muncul di atas ranjang seperti seorang dewa yang ingin menyembuhkan hati Emi yang terluka.
Di dahi gadis kecil itu, sebuah tanda berbentuk bulan sabit bercahaya seperti ketika pedang suci aktif ataupun ketika dia memanggil fragmen Yesod lain.
Alas Ramus, dengan tangan hangat nan halus miliknya, mengangkat wajah Emi yang dipenuhi air mata dan tersenyum.
Senyum hangat dan cahaya ungu itu sangatlah menyilaukan, Emi mendekat ke arah tangan tersebut, rasanya seolah mereka mampu menyinari kegelapan di hati Emi.
“..... Ahh, maaf, Alas Ramus.... kurasa aku akan segera hancur.....”
Ini sangat menyedihkan.
Meskipun dia merasa terluka karena tahu bahwa 'ibu asli' Alas Ramus adalah Laila, dia kini malah menangis di depan 'putri' yang seharusnya dia lindungi.
Tapi walau dengan keadaan Emi sekarang, Alas Ramus tetap berbicara dengan kondisi mental yang semurni kulit lembutnya,
“Dulu, aku juga selalu sendiri.”
“....?”
“Tapi sekarang aku bersama dengan mama.”
“Alas Ramus....?”
“Mama selalu bersama dengan papa. Chi nee-chan, Suzu nee-chan, Lucifer, Em nee-chan, semuanya akan selalu bersama dengan mama.”
Setelah itu, Alas Ramus menolehkan kepalanya, ia mengalihkan pandangannya dari Emi menuju ke kekejauhan dan berbicara dengan pelan,
“Acies, pasti juga begitu.”
“Alas Ramus.....?”
“Jadi jangan khawatir, okay? Semuanya pasti akan berkumpul bersama lagi.”
“Semuanya.... bersama.....”
Emi mengusap matanya yang memerah dan menghela napas dengan gemetar.
“.... Yeah, kau benar, semuanya akan selalu bersama...”
Emi baru menyadari hal ini sekarang.
Memang Maou dan yang lainnya dulu adalah musuh.
Tapi ketika berada di Jepang, mereka telah melampaui batas-batas sebagai musuh, batas antara manusia dan iblis, dan melanjutkan kehidupan mereka bersama.
Tak peduli seberapa serius kesalahan ini.
“Tapi ini sudah terlambat. Aku terlambat menyadari fakta ini. Di sini, bahkan jika aku menyerah terhadap ladang gandum milik ayah, aku sudah tak bisa lagi bersama dengan Raja Iblis dan yang lainnya...”
“Kenapa?”
“Karena.....”
Emi menatap tangan kanannya.
“Agar tidak kehilangan impianku, aku mendengarkan kata-kata Olba.... dan bahkan membunuh mereka yang berasal dari Dunia Iblis, membunuh rakyat Raja Iblis.”
Ini bukanlah pertarungan yang Emi inginkan, dan musuh tidak sepenuhnya bersalah.
Bagaimanapun, Emi masih merasa kalau tindakannya itu tak ada bedanya dengan tindakan yang dia lakukan saat melawan Pasukan Raja Iblis yang dia anggap jahat.
Meskipun dia tahu bahwa iblis bukanlah monster yang hanya tahu cara membunuh dan tidak bisa diajak berkomunikasi.
Tapi karena impiannya, Emi tidak bisa menghentikan Fangan Milita yang menggunakan namanya, dan, tanpa tahu berapa banyak kejahatan yang telah musuh perbuat, Fangan Milita membunuh para Kepala Suku Malebranche.
Jika Emi bersikeras bahwa itu adalah untuk melindungi impiannya dan secara pribadi bertempur mengayunkan pedangnya, hasilnya mungkin akan berbeda.
Tapi, Emi tidak melawan dan bahkan tidak melakukan apa-apa, dan hanya menyaksikan semuanya terjadi.
Pahlawan yang membunuh para iblis, sebagai pemimpin Milita, telah mengotori tangan orang lain.
“Raja Iblis sangat membenci hal-hal yang tak beralasan. Apapun alasannya, dia tidak mungkin akan memaafkan tindakan egoisku. Alsiel seharusnya juga sama. Jadi.....”
Ketika Emi mengatakan hal tersebut dengan gelisah....
“.....?”
Terdapat keributan di luar tenda.
Seluruh tentara yang memiliki pangkat tinggi seharusnya pergi menghadiri rapat militer, tapi saat Emi memperhatikannya, terdapat keributan besar seolah telah terjadi sebuah serangan.
Sekumpulan besar tentara berkeliling dan nampak mendebatkan sesuatu.....
“E-Emilia-sama, maaf mengganggu anda.”
Kali ini, sebuah suara gelisah milik pembawa pesan tadi terdengar dari pintu masuk tenda.
“Erhm, apa anda baik-baik saja? Saya dengar anda merasa tidak enak badan....”
“.... Maaf, aku tak apa.”
Barusan Emi menangis begitu keras dan tidaklah aneh jika seseorang mendengarnya.
Dengan semuanya yang sudah seperti sekarang ini, Emi sama sekali tak punya energi untuk menyembunyikannya, jadi dia sedikit mengusap sudut matanya, berdiri, dan menemui si pembawa pesan.
Cahaya di dahi Alas Ramus menghilang bersama suasana aneh barusan tanpa disadari siapapun, dan ketika perhatian Emi teralih pada si pembawa pesan, Alas Ramus sudah melompat-lompat di atas ranjang dan mulai berguling-guling.
“Erhm, maaf mengganggu anda saat anda sedang sibuk.....”
Meskipun si pembawa pesan nampak sedikit terguncang setelah melihat wajah menangis Emi, tentara itu tetap menyampaikan perintah yang mengharapkan Emi bisa bergegas menuju tenda operasi di mana rapat militer dilangsungkan.
“Kami mendapat surat dari Jenderal Iblis Alsiel yang dikirim dari Azure Sky Canopy.”
"Surat dari Alsiel?”
“Itu benar. Dan surat itu dia tujukan pada Emilia-sama, jadi Olba-sama berharap anda bisa segera menuju ke sana....”
Setelah mendengus dan menghela napas dalam, Emi mengangguk dan keluar dari tenda.
Ngomong-ngomong, situasi ini terasa sedikit aneh.
Bagaimana Ashiya... Alsiel bisa tahu kalau Emi ada di dalam pasukan ini??
Setelah bergabung dengan Alas Ramus, Emi dengan cepat berjalan menuju tenda operasi utama.
Olba yang terlihat tidak senang dan para pejabat yang terlihat gugup, menunggu Emi di sana.
“Kau datang, Emilia.”
Terdapat sebuah kertas kulit domba yang membentang di depan Olba, itu seharusnya adalah surat yang Alsiel kirim.
“Kudengar surat itu ditujukan padaku... boleh aku melihatnya?”
“Apa boleh buat.”
Ada alasan kenapa Olba menggunakan nada enggan seperti itu.
Karena dia tahu bahwa Alsiel telah melewati garis yang memisahkan dia dan mereka, para musuh, lalu berinteraksi dengan Emi sebagai Ashiya Shirou, identitasnya di Jepang.
Dari bagaimana Olba tidak terlalu terkejut dengan kemunculan Alsiel, dia pasti sudah tahu sebelumnya kalau Alsiel akan kembali ke Ente Isla.
Namun, si uskup agung itu kini memasang ekspresi tegang, yang mana bisa dilihat kalau surat tersebut adalah situasi yang benar-benar tak terduga baginya.
Olba nampaknya tidak bisa menghancurkan surat yang dikirim oleh komandan musuh dan ditujukan kepada sang Pahlawan di depan para Kesatria Hakin begitu saja, tapi apapun alasannya, dia sepertinya tidak menyangka kalau Ashiya akan melakukan kontak.
Dari kesan yang Emi miliki, semenjak mereka bertemu kembali di kaki gunung Benua Barat, Olba sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda telah pergi ke Jepang. Itu artinya Alsiel dibawa kembali oleh kaki tangan Olba (atau mungkin Olba lah si kaki tangan itu).
Tanpa menghiraukan 'Ashiya Shirou', karena Olba yakin bisa menahan gerakan 'Alsiel', maka bisa disimpulkan bahwa Olba didukung oleh sosok kuat dari balik bayangan.
Mengingat bahwa Raguel bergerak bersama Olba, tinggi kemungkinan kalau si pendukung itu adalah malaikat dari Surga, jadi meski surat dari Alsiel ini benar-benar ditulis oleh Alsiel, logikanya itu tak akan bisa sampai ke tangan Emi.
"Ada apa ini.....?"
Emi mengernyit karena merasa ada orang lain yang terlibat selain Olba, dan sosok kuat yang mendukungnya.
"Emilia-sama, berhati-hatilah! Surat ini ditulis dengan huruf yang tidak bisa kami baca, mungkin ada kutukan iblis di dalamnya."
Tidak tahu bagaimana para Kesatria Hakin mengartikan ekspresi Emi, wajah ketakutan mereka benar-benar diluar akal sehat, tapi bagaimanapun, Emi harus membacanya sebelum memberikan penilaian.
Emi menerima kertas kulit domba dari Olba, dan mulai membaca isinya usai menelan ludah.
Tanda tangan Jenderal Iblis Alsiel dan nama Emilia tertulis dalam bahasa Pusat Perdagangan di atasnya, dan......
"...... Hmmm?"
Usai memastikan isinya, Emi mengeluarkan suara kebingungan.
"Apa yang tertulis di sana?"
Bahkan kali ini, suara cemas Olba tidak bisa membuat Emi merasa jengkel.
"Uh... pokoknya ini bukan huruf dari Dunia Iblis ataupun sebuah kutukan. O-Olba? Kau tidak bisa membaca surat ini?"
Olba menjawab pertanyaan Emi dengan tidak senang.
"Aku tahu ini adalah kata-kata dari dunia itu. Bahkan aku bisa menggunakan Idea Link untuk kurang lebih memahami bahasa di sana, tapi waktu yang kuhabiskan di sana tidaklah cukup lama untuk memahami kata-katanya secara penuh."
Olba menunjuk ke arah sudut kertas kulit domba di tangan Emi.
“Selain tulisan Hiragananya, kata ini berarti 'dingin', sementara yang ini adalah 'barang bawaan'. Adapun tulisan di belakangnya, aku hanya tahu kalau itu biasa digunakan untuk mengungkapkan keinginan balas dendam.”
“.... Ye-yeah, memang seperti itu....”
Emi mengangguk dengan ekspresi rumit di wajahnya, dan memandang surat itu sekali lagi.
Ini adalah surat yang Alsiel tulis untuk menyampaikan sebuah pesan pada Emi.
Dan Emi kurang lebih tahu bahwa Alsiel tidak ingin menjadi musuhnya.
Namun, dia masih tidak mengerti apa yang ingin Ashiya sampaikan.
“Apa yang tertulis di sana? Jangan-jangan Alsiel ingin memberitahu kita untuk tidak mengirim barang bawaan pada Emilia?”
“Uh... tidak, kurasa bukan begitu maksudnya....”
Jawab Emi sembari berpikir keras.
Ashiya yang memilih kata-kata ini, pasti ada suatu alasan tertentu.
Pesan apa yang coba Ashiya sampaikan padanya?
“Apa yang sebenarnya tertulis di sana!?”
“Uh... tunggu dulu, aku benar-benar tidak tahu apa maksudnya ini. Kenapa hal seperti ini tertulis......”
Tidaklah aneh bagi Olba menjadi kacau dan Emi menjadi bingung. Bagaimanapun, surat milik Jenderal Iblis ini....
“Suatu hari nanti, aku pasti akan membalas dendam untuk tahu dan acar jahe itu.”
(T/N : Ada di volume 8)
Satu-satunya kalimat yang dia tulis dengan rapi hanyalah kalimat sederhana tersebut.
“Apa maksudnya kalimat ini?”
“Uh, bagaimana aku mengatakannya ya....?”
Meskipun sedang kebingungan, Emi tetap menjawab pertanyaan Olba dengan jujur,
“Kata ini dibaca 'tahu', dan jika digabungkan, bacanya menjadi 'tahu dingin'.”
Tapi isinya benar-benar membuat Emi merasa kalau penjelasan konyolnya sama sekali tidak sesuai dengan suasana tegang saat ini.
“Tahu? Apa itu tahu?”
Emi secara refleks hampir saja ingin menjawab 'itu sangat enak ketika ditambahkan ke dalam sup miso', namun dia berhasil menahannya.
“Uh, eto, bagaimana aku menjelaskannya ke dalam istilah kita ya, tahu itu adalah makanan putih dan lembut yang berukuran kecil kira-kira seukuran bata kecil, mengandung kandungan air yang tinggi dan lembek.... tapi mereka tidak memiliki rasa.”
“Ti-tidak ada rasanya? Penduduk dunia lain biasanya memakan benda aneh seperti itu?”
Para pejabat Kesatria Hakin menoleh satu sama lain dan berbisik, dan ketika Emi menjelaskan, dia juga merasa ada sesuatu yang tidak sesuai.
“A-aneh... yeah, mungkin ada benarnya bilang begitu.”
Emi masih mengingat kombinasi tersebut.
Dan maksud yang hanya diketahui olehnya, tersembunyi di dalam.
Sebenarnya, situasi macam apa yang dialami Emi ketika ia memakan makanan ini?
Bahkan jika ia merasa frustasi seperti tidak bisa mengingat apa yang dia makan dua hari yang lalu, Emi terus berbicara,
“Dan yang ini dibaca 'acar jahe', bentuk makanan ini terlihat seperti umbi merah keunguan, dan ini adalah tanaman yang akan memberikan rasa pahit yang kuat pada rongga hidungmu ketika kau mengginggitnya....”
“I-itu terdengar seperti bahan makanan iblis.”
“Aku tidak pernah menyangka kalau makanan di dunia lain akan sangat aneh....”
Meskipun makanan-makanan ini tidak begitu penting, tapi ada pula sesuatu yang salah dalam penjelasan Emi.
Tentunya itu karena Emi tidak tahu makanan apa di Ente Isla yang bisa dibandingkan dengan mereka.
“Biasanya mereka memotong-motong makanan ini dan meletakannya di atas..... tahu dingin......”
Untuk menjelaskan hidangan ini pada orang-orang Benua Timur yang tidak tahu apa itu tahu ataupun acar jahe, Emi tanpa sadar melakukan gerakan memotong jahe dengan sebuah pisau dan meletakkannya ke atas tahu yang tak terlihat....
“......Ah.”
Seketika, hati dan tubuh Emi kembali pada momen itu.
Itu adalah apa yang selalu dia lihat dalam mimpinya, meskipun tempat itu sudah tua dan berisik, di sana selalu dipenuhi dengan suasana damai yang aneh.... sebuah suasana makan yang ada di apartemen Jepang.
Apa yang ada di hadapan Emi pada waktu itu adalah, Maou yang mengernyit dan tumpukan besar acar jahe, termasuk milik Emi, yang ada di atas semangkok tahu dingin.
“Ada apa, Emilia?”
“.... Ugh.”
Emi kembali tersadar karena suara Olba.
Para pejabat kesatria Hakin menatap Emi dengan gelisah, namun situasinya jauh lebih serius.
Di hati Emi, sebuah gelombang frustasi yang berbeda dengan apa yang dia rasakan ketika menangis di tenda, meluap.
Wajahnya memerah, perut dan sudut matanya berlahan menjadi semakin hangat.
Emi akhirnya mengerti apa yang ingin Alsiel sampaikan.
Dan saat dia memahami hal itu, gelombang rasa lega dan kebahagiaan menyebar di hati Emi, membuatnya merasa kaget meskipun masih berada dalam kekacauan.
Hal yang dia harapkan beberapa menit yang lalu dan keputusasaan yang dia rasakan ketika memastikan kalau hal itu tidak akan terpenuhi, kembali berubah menjadi sebuah harapan di depan mata Emi.
“O-Olba.”
Meski begitu, dia harus menekan perasaan yang hampir meluap tersebut, dan mulai berpikir dengan segenap kemampuannya.
“A-ada apa?”
Nada bicara Emi yang mendesak, membuat jawaban Olba terdengar tegang.
“Kita harus secepatnya menuju Azure Sky Canopy, kita tidak boleh menundanya lagi.”
“Apa katamu?”
“Kita harus bertindak cepat, terlepas dari keinginanmu ataupun keinginanku, Ente Isla akan diselimuti kegelapan sekali lagi. Alsiel telah menemukan rahasia yang bisa melawan diriku yang berkekuatan penuh secara langsung, dia menggunakan bahasa Jepang untuk menulis kode ini dan memintaku mundur jika aku masih sayang nyawa.”
Karena hal itu, Emi tidak bisa terus mengucapkan rangkaian kalimat tak jujur tersebut.
“K-kau tidak hanya sedang membual, kan?”
Dengan penuh tekad, Emi menoleh ke arah Olba yang tidak bisa berbicara terlalu kasar di hadapan para Kesatria Hakin Milita, dan berbicara dengan nada yang lebih tegas,
“Apa yang kukatakan ini adalah kenyataannya. Jika dia menggunakan 'tahu dingin' dan 'acar jahe' ini, Jenderal Iblis Alsiel bisa mendapatkan kekuatan yang jauh melebihi Jenderal Iblis Lucifer, atau bahkan Raja Iblis Satan.”
“A-apa katamu?”
Emi sama sekali tidak berbohong.
Dia melihat sekeliling ruang rapat, dan berbisik pada Olba.
“Alsiel pernah membalik perbedaan kekuatan antara dirinya dan Raja Iblis Satan di depanku menggunakan 'tahu dingin' dan 'acar jahe'. Aku juga hampir saja kalah. Kau seharusnya tahu apa artinya kan?”
“.... Uh.... mu-mungkinkah.....”
“Alasan kenapa aku tiba-tiba kembali ke sini dari Jepang terutama juga karena hal ini. Jika Satan tidak menahan 'acar jahe' itu menggantikanku, aku benar-benar tidak tahu akan jadi apa semua ini.”
“Ne-negara yang disebut Jepang itu, bagaimana bisa mereka memiliki kekuatan hebat seperti itu.....”
'Bukankah kau mendapatkan sihir iblis bersama Lucifer ketika berada di Jepang? Dunia itu juga memiliki kekuatan yang tidak kita ketahui, dan Alsiel yang awalnya tidak bisa menandingi Raja Iblis, kini telah mendapatkan kekuatan yang lebih kuat dibandingkan sihir iblis, kekuatan yang jauh melebihi Raja Iblis.... melalui 'tahu dingin' dan 'acar jahe'!'
Emi sengaja mengucapkan hal tersebut kepada Olba menggunakan bahasa Jepang, bahasa yang tidak bisa dipahami para Kesatria Hakin.
Demi menyampaikan maksudnya yang sebenarnya pada Olba seorang.
Demi menyampaikan sebagian kebenaran tanpa adanya kebohongan.
“Bagaimana mungkin.....?”
'Meski aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, jika kita tidak segera bergerak, semuanya akan berakhir. Jika kau meremehkan kekuatan Alsiel yang sekarang, bahkan aku pun tidak akan bisa lari tanpa tergores.'
“Ugh..... ti-tidak ada pilihan lain.”
Olba menoleh dan memberikan perintah pada para Kesatria Hakin.
Olba awalnya berencana menggunakan Emi untuk melawan Alsiel di Azure Sky Canopy.
Namun, situasi yang berubah dengan kedatangan surat Alsiel yang hanya bisa dibaca Emi ini, membuatnya merasa gelisah.
Olba, sebagai seorang ahli strategi, seharusnya tahu bahwa satu faktor tidak pasti saja, bisa merubah seluruh hasil menjadi sesuatu yang tak diketahui.
Memperhatikan punggung Olba, Emi dengan panik mengusap air matanya yang tidak bisa dia tahan, dan berbicara,
“Dia ternyata bukan hanya sekedar pria yang ingin terus membeli telur satu box per orang.”
Meski Emi tidak tahu bagaimana Ashiya mengirimkan surat itu pada Milita, cara dan pemikirannya yang mampu merubah situasi di sekitar Emi hanya dengan satu surat saja, tetap membuat Emi merasa kagum padanya.
Hanya ada satu orang di dunia ini yang akan mencari Emi demi balas dendam dikarenakan 'tahu dingin dan acar jahe'.
“Raja Iblis..... sedang menuju ke sini.”
Siapakah orang yang sekiranya akan membalas dendam untuk tahu dingin dan jahe?
Orang yang akan mencari Emi untuk membalas dendam karena jahe yang diletakkan di atas tahu dingin miliknya, sudah pasti adalah Maou.
Emi, tidak bisa menahan senyumnya yang tanpa sadar tersimpul, dengan panik menekan dadanya.
Semuanya tidak akan selesai hanya karena ini.
Meski Maou mendapatkan kembali wujud iblisnya dan bersedia membantu Emi, ladang gandum milik ayahnya tentu tetap berada di bawah kendali Olba serta Raguel, dan sedang berada dalam keadaan bahaya.
Meski begitu, Emi tetap merasa kalau pandangannya yang tadi ditutupi oleh keputusasaan yang suram, kini tiba-tiba bisa kembali melihat cahaya.
Emi tidak berpikir kalau Maou akan meninggalkannya dan hanya menyelamatkan Ashiya seorang.
Walau memiliki pemikiran semacam itu sedikit keras kepala, bahkan jika pria itu terus mengeluh, Maou tidak mungkin akan melakukan sesuatu seperti itu; walau dia tidak menyukai Emi, cintanya terhadap Alas Ramus adalah nyata.
Terlebih lagi, jika Maou hendak mengabaikan Emi, maka Ashiya tidak mungkin mengirimkan surat tersebut untuk memberi petunjuk bahwa Maou akan datang.
Jika Maou benar muncul di Ente Isla, dia pasti akan bertindak untuk membawa Ashiya, Emi, dan Alas Ramus kembali ke Jepang.
'Maou Sadao' yang Emi lihat dalam beberapa bulan ini, adalah pria seperti itu.
Tentu saja, situasinya tidaklah seoptimis itu.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahkan jika Maou memulihkan kembali wujud Raja Iblisnya dan membantu Emi, dia tidak akan bisa membawa Emi, Alas Ramus, dan Ashiya kembali ke Jepang begitu saja.
Ditambah lagi, dari bagaimana Ashiya menggunakan kata 'suatu hari nanti' di suratnya, dia mungkin juga tidak bisa memastikan kapan Maou akan datang.
Meski begitu....
“Raja Iblis..... bersedia untuk datang.”
Hati Emi hanya memikirkan fakta ini.
Asalkan Maou datang ke Ente Isla, tak peduli ke arah mana dia berbicara, situasi pasti akan berkembang pesat.
Namun Emi tidak yakin hasil macam apa yang akan terjadi setelah perkembangan tersebut.
Meski dia tidak yakin, karena alasan yang tak diketahui, dia bisa dengan mudah menebak bagaimana Maou akan berpikir setelah tahu bahwa Ashiya dan Emi diseret ke dalam situasi ini.
Maou tidak akan pernah menerima situasi tersebut.
Baik itu Olba, orang di belakangnya yang merencanakan semua ini, atau bahkan impian Emi, Maou pasti akan bertindak untuk mengancurkan semua komponen dalam sandiwara ini.
Emi tidak tahu bagaimana situasi ini akan berkembang setelahnya.
Walau dia tidak menyadarinya, saat ini, termasuk ladang gandum milik ayahnya dan kehidupan damainya di Jepang, Emi sudah pasrah terhadap semua itu.
Emi sudah menyerah untuk berpikir apa yang akan terjadi setelah Maou muncul.
Menyerah untuk memikirkan impiannya, masa depan ladang gandum milik ayahnya, dan seluruh masa depan 'Yusa Emi' yang tertinggal di Jepang.
Emi tidak tahu kapan Maou akan datang, kapan Maou akan bergerak, dan apa yang dia rencanakan.
Meski dia tidak tahu, Emi setidaknya tahu bahwa dia harus bertindak menurut peran yang sudah ditetapkan untuknya oleh Olba dan orang-orang yang merencanakan semua ini di balik bayangan .
Walaupun sang dalang di balik bayangan tersebut berencana bergerak sendiri setelah lelah dengan semua ini, Emi tidak bisa menghentikan aksinya.
Sampai saat ketika si 'tokoh utama' yang tak disangka oleh 'penonton' muncul untuk menciptakan klimaks dalam sandiwara ini, Emi harus terus bekerja keras.
“Satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh diriku yang bodoh, adalah ini.”
Itu bukanlah kalimat untuk menghina dirinya sendiri.
Itu adalah kalimat jujur dari Emi yang sekarang.
Karena ia tidak memaksakan dirinya, kalimat tersebut terdengar sangat jelas dan gamblang, dan mungkin karena menyadari hal tersebut, Alas Ramus, dalam keadaan bergabungnya, berbicara dengan ceria,
“Mama? Apa kau sudah kembali ceria?”
“... Yeah, kurasa aku sudah menjadi sedikit lebih senang.”
Emi sendiri juga merasa kalau dirinya adalah orang yang realistis dan keras kepala.
Jadi jika semuanya berjalan lancar dan dia bisa melihat tuan dari meja makan hangat itu sekali lagi....
“Walaupun mungkin dia tidak akan memaafkanku, dan benar-benar menjadi musuhku, meski begitu....”
Emi ingin melupakan kejadian-kejadian yang telah lalu, dan dengan jujur meminta maaf atas kejadian yang terjadi beberapa minggu terakhir.
Emi dengan tegas membulatkan tekadnya.
“... Ternyata, tidak semengesankan itu.”
Sebuah tenda berdiri di bukit Area Komersial ibukota kerajaan Afashan, Emi mengamati Menara Kastil Azure Sky Canopy yang nampak di cakrawala sebelah timur dan menggumamkan hal tersebut pada dirinya sendiri.
“Apanya?”
Setelah Olba yang berdiri di sampingnya mendengar hal tersebut, dia menolehkan kepalanya dan bertanya, Emi mengangkat bahunya dan menjawab,
“Azure Sky Canopy. Padahal mereka katanya memiliki parit yang indah dan kota yang menutupi langit luas, dan aku mempercayainya ketika aku pertama kali datang ke sini, tapi sekarang ketika aku melihatnya lagi, kurasa mereka tidak seindah itu.”
“Begitukah? Meskipun sedikit tidak pantas bagiku mengatakan ini, tapi jika bangunan tertinggi di Benua Barat adalah Saint Ignord, maka di Benua Timur adalah Azure Sky Canopy.”
Olba benar, bahkan jika dilihat dari jarak yang sangat jauh pun, area yang membentang dengan Area Pusat dan kastil tower sebagai pusatnya ini, masih bisa terlihat dengan jelas, namun, meski pemandangan ini terlihat seperti sebuah lukisan yang menggambarkan pegunungan menjulang, hal tersebut sama sekali tidak bisa menyentuh hati Emi.
“Kau memang tidak punya hak untuk mengucapkan kata-kata itu.”
Emi begitu terkejut ketika mendengar Olba yang mengkhianati Gereja dan bahkan menggunakan seluruh Benua Timur dan iblis dari Dunia Iblis ke dalam rencana liciknya, ternyata masih memiliki minat untuk membicarakan pemandangan indah seperti itu.
“Meskipun aku tidak pernah melihat tempat aslinya, setelah melihat foto bunga Sakura mekar saat musim semi di Kyoto dan Kastil Himeji, aku merasa tempat ini sama sekali tidak bisa dibandingkan.”
“Hm, Emilia, jika kau tidak puas dengan pemandangan di sini, ketika kita menyelamatkan Unifying Azure Emperor nanti, kau bisa memberinya saran mengenai pemandangan di Azure Sky Canopy."
Emi menatap Olba dengan emosi gelap, kemudian ia berbalik dan berjalan menuju tenda yang berdiri di atas bukit, yang mana dipakai sebagai tenda operasi utama.
Setelah ini, para anggota Milita, termasuk Emi akan mengadakan rapat militer membahas 'Rencana Pembebasan Ibukota Kerajaan.'
Menurut rencananya, Pasukan Pembebas Benua Timur yang dipimpin oleh Pahlawan Emilia... yang mana di kenal dengan nama Fangan Milita, akan mengusir Pasukan Raja Iblis yang menduduki Azure Sky Canopy dan Area Pusat.
Tapi, sebenarnya, penjahat yang membawa Malebranche ke benua Timur adalah Olba sendiri, dan alasan kenapa Emilia tetap berada di Ente Isla, juga karena Olba menunjukan tanda-tanda bekerja sama dengan para Malebranche itu.
Namun, dia kini berencana menggunakan kekuatan Emi untuk memusnahkan para Malebranche tersebut.
Dan sebelum mencapai batas antara Area Komersial dan Area Pertanian, Milita sudah berhasil mengalahkan dua Kepala Suku Malebranche.
Meski sebelum datang ke Jepang Emi sangat ingin membunuh para iblis tersebut, ketika ia mendengar bahwa dua Malebranche yaitu Draghignazzo dan Scarmiglione gugur dalam pertarungan, sebuah rasa bersalah yang tak bisa dijelaskan malah muncul di benaknya.
Emi memandangi telapak tangannya, dan mengingat kembali saat-saat di mana dulu ia membunuh para iblis seperti orang-orang di Milita kini. Dia keheranan oleh rasa teror tersebut dan fakta bahwa hatinya yang keras merasakan teror itu, Emi pun mengepalkan tangannya.
“Mama, Kyoto itu apa? Apa itu sama dengan Tokyo?”
Kali ini, sebuah suara terdengar di pikiran Emi.
“... Tidak, itu adalah salah satu kota besar di Jepang. Meski itu mirip dengan Tokyo, mereka adalah kota dengan nama yang berbeda.”
“Kyoto.... Tokyo.... Tokyoto?”
Alas Ramus yang mencampuradukan Tokyo dan Kyoto, mengucapkan kedua nama kota itu berulang kali.
Emi yang sedikit mendapatkan kembali kehangatan di hatinya karena Alas Ramus, mengatur tali pengikat sederhana yang ada di pinggangnya dan terus berjalan.
Sampai sekarang, Emi tidak pernah memunculkan Evolving Holy Sword, One Wing. Tidak hanya itu, dia bahkan tidak pernah bertarung melawan musuh di garis depan.
Bagi Olba, daripada membuat Emi menggunakan kekuatannya secara langsung, menempatkannya di satu tempat sebagai simbol Milita tentunya akan lebih menguntungkan, selama Emi tidak bertindak melebihi batas, Olba tidak akan menahan pergerakan Emi di Milita.
Berkat itu, pedang suci di mana Alas Ramus berada pun tidak perlu mengambil nyawa para musuh, tapi meski begitu, tindakan Olba sudah melebihi level pemahaman Emi.
“E-Emilia-sama!”
Seorang Kesatria Hakin yang berjaga di tenda operasi utama berlari ke arah Emilia dengan wajah pucat.
“Ada apa?”
“Ada kabar dari pasukan yang menyusup ke dalam Azure Sky Canopy. To-tolong tetaplah tenang dan dengarkan!”
“Ada apa, cepat bicara!”
Meski kebanyakan Kesatria Hakin tak ada hubungannya dengan perang yang terpaksa diikuti Emi ini, dia tetap tak bisa memperlakukan mereka dengan baik.
Awalnya, banyak Kesatria Hakin yang takut dengan tingkah abnormal Emi, tapi informasi kali ini nampaknya bisa membuat mereka mengabaikan fakta tersebut.
“Wa-walau ini tak bisa dipercaya.....”
Si tentara pembawa pesan melapor dengan wajah pucat dan suara gemetar,
“Pasukan kami telah melihat Jenderal Iblis Alsiel di Azure Sky Canopy Detached Palace!”
“Apa katamu? Ashiya?”
Dengan begini, Emi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
“Ashi-Ashiya?”
“......Ah, tidak, bukan apa-apa.”
Emi secara tak sengaja menggunakan nama bahasa Jepang yang merujuk pada Alsiel di Jepang di depan orang dari Ente Isla, dari hal ini, bisa dilihat betapa terkejutnya dia mendengar kabar itu.
“La-lalu, apa itu benar-benar Alsiel?”
Emi menekan hatinya yang sedang terguncang dan bertanya, si pembawa pesan mengangguk beberapa kali dengan cara yang sangat mencolok.
“Sepertinya begitu, Jenderal Iblis Alsiel tiba-tiba muncul beberapa hari yang lalu untuk memimpin para Malebranche, dia memanggil para Kesatria Hakin milik Azure Sky Canopy dan yang tersebar ke seluruh Afashan untuk kembali ke kota bersiap mengahadapi Fangan Milita....!”
Emi sama sekali tak mengerti kenapa Ashiya bisa ada di Azure Sky Canopy.
Tapi karena Ashiya ada di sana, Emi harus menanyakan hal ini,
“Lalu Raja Iblis? Apa Raja Iblis juga ada di sana?”
Dulu, Emi dan Suzuno begitu khawatir kalau Maou dan Ashiya bergabung dengan pasukan Malebranche untuk membentuk Pasukan Raja Iblis yang baru.
Pengalaman Emi hingga saat ini membuatnya menyangkal kemungkinan tersebut di suatu tempat di hatinya, tapi meski begitu, dia tetap harus bersiap menghadapi skenario terburuk.
Lalu, si pembawa pesan....
“Eh? Ti-tidak, Raja Iblis Satan? Kami tidak menerima laporan seperti itu.... dan bukankah Raja Iblis Satan sudah Emilia-sama kalahkan?”
…. menjawab demikian.
Ketika dia berangkat dari Fangan, Emi menemukan berbagai versi yang berbeda-beda di setiap daerah mengenai informasi tentang takdir Pahlawan Emilia, tapi hanya fakta bahwa Raja Iblis Satan telah dikalahkan oleh Pahlawan Emilia saja yang menyebar luas.
Karena itulah si tentara pembawa pesan merasa bingung kenapa nama Raja Iblis Satan bisa muncul kali ini.
“..... I-itu benar. Jadi di sana hanya ada Alsiel ya....”
Emi mengernyit dan menggumam.
Meskipun Emi tidak dapat memikirkan alasan kenapa Ashiya bisa ada di Azure Sky Canopy sendirian, dari bagaimana dia tidak menyukai tindakan para Malebranche, setidaknya bisa dipastikan kalau situasi saat ini bukanlah apa yang Ashiya inginkan.
Jika demikian, siapa yang membawanya ke Azure Sky Canopy dan untuk tujuan apa?
“Apapun alasannya....”
“Ugh...”
“Ah, O-Olba-sama....”
Olba yang datang dari belakang Emi tanpa diketahui, berbicara bahkan tanpa memberi waktu bagi Emilia untuk berpikir,
“Karena itu hanya Alsiel, dia seharusnya bukanlah tandingan bagi Emilia yang sekarang. Apa yang harus kita lakukan tidaklah berubah. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.”
“A-anda benar. Dan dalam pertarungan besar sebelumnya, Alsiel juga mundur dari Benua Utama karena dia takut terhadap Emilia-sama.....”
Wajah pucat milik si pembawa pesan perlahan memulihkan kembali coraknya setelah mendengar kata-kata Olba.
Emi yang menyaksikan seluruh kejadian itu dengan sebuah lirikan, mulai menunjukan ekspresi suram.
Dengan kata lain....
“.... Inikah peran yang telah ditetapkan untukku?”
Dalam Milita, orang yang bisa bertarung melawan Jenderal Iblis Alsiel atau bahkan mengalahkannya, hanyalah Emilia dan Olba.
Olba berencana menggunakan Alsiel dan Malebranche untuk membangkitkan kembali situasi di mana Pahlawan Emilia menyelamatkan Benua Timur.
Walau Emilia masih tidak bisa memahami tujuan asli Olba, satu-satunya hal yang sudah bisa dipastikan adalah, jika Emilia tidak menyelesaikan tugas yang Olba berikan padanya, impiannya pasti akan dihancurkan.
“Kalau begitu ayo kita mulai rapat militer untuk membicarakan strategi perang guna menaklukan Area Pusat dan menyelamatkan Unifying Azure Emperor!”
Olba memasuki tenda dan setelah ragu beberapa saat, Emi mengikuti di belakangnya.
Tenda terlihat gelap segelap hati suram Emi, dan kali ini......
“Apa benar Alsiel datang?”
Sebuah suara lemah terdengar di pikiran Emi.
“Karena Alsiel datang....”
Suara Alas Ramus memancarkan cahaya yang sangat berbeda dengan hati Emi.
“..... apakah itu artinya Papa juga ada di sini?”
“....... Papa itu maksudnya Raja Iblis kan......???"
Emi mematung karena rasa syok yang dialaminya dan berhenti berjalan.
“Hm? Ada apa, Emilia?”
Tanya Olba setelah melihat Emi tiba-tiba berhenti, tapi meski begitu, Emi tetap tak bisa bergerak.
“..... Ah.”
Apa yang barusan kupikirkan?
Kata-kata Alas Ramus, membuatku memikirkan sesuatu.
“Aku.....”
Mustahil aku berpikir seperti ini.
Aku tidak boleh berpikir seperti ini.
Hal semacam ini, tidak boleh terjadi.
“.... Maafkan aku, aku tidak bisa menghadiri rapat militer ini. Aku merasa tidak enak badan. Tak peduli siapapun lawannya, tak masalah kan selama aku bertarung dengan musuh terkuat?”
Setelah mengucapkan hal tersebut, Emi berlari keluar tenda tanpa menunggu jawaban siapapun.
“Em-Emilia-sama?”
Meskipun suara pembawa pesan tadi terdengar di belakangnya, Emi terus berlari memasuki tenda tempat dia tinggal, dan menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur sederhana di dalam.
Rasanya sulit untuk bernapas.
Jantungnya berdetak begitu kencang.
“.... Ada... ada apa denganku... tsk!”
Emi memukul-mukul ranjang seolah ingin menghancurkannya.
"Apapun yang terjadi..... apapun yang terjadi... pria itu.... adalah milikku dan milik ayahku.....!!"
'Akan kutunjukan padamu sebuah dunia baru!'
Emi masih bisa mengingat dengan jelas wajah tersenyum yang sedang membicarakan impian bodoh tersebut di suatu sore di Shinjuku.
"...... Pria itu.... padahal dia seharusnya adalah musuh....."
Meskipun dia tidak begitu kuat, setiap kali Emi berada dalam masalah, dia akan selalu muncul dengan ekspresi angkuh di wajahnya, dan pada akhirnya, semua masalah akan terselesaikan ketika dia mengucapkan kata-kata bodohnya.
"Ke.... Kenapa......"
"Mama, papa pasti akan datang dan menemukan kita! Jadi aku akan bersikap baik, okay!"
Dia hampir mencapai batasnya.
".... Kau benar... dia pasti akan datang.... untuk menemukan kita...."
Emi tidak berniat menggunakan keadaan mentalnya yang lemah sebagai alasan.
Tapi dia tidak bisa lagi menipu siapapun.
Di suatu tempat di hati Emi, dia selalu berharap kalau Maou Sadao, yang selalu mengatakan lelucon dan keluhan yang membosankan sekaligus membereskan bahaya yang mengintai Emi dan orang yang penting bagi Emi, akan datang untuk menyelamatkannya.
Dia tidak ingin mengakui hal ini.
Dan dia juga menganggap hal itu mustahil.
Bagaimanapun, sampai saat ini, bahkan Emerada dan Alberto yang merupakan rekan Emi di Ente Isla pun, sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda pergerakan.
Mustahil mereka sebegitu tidak pekanya sampai tidak merasakan situasi aneh yang menimpa Emi, tapi karena keduanya tidak mengambil tindakan, maka tidak mungkin Maou dan yang lainnya, yang mana berada di dunia lain, punya alasan untuk bergerak.
Dia tidak memberikan informasi penting apapun ketika dia menggunakan Idea Link pada Rika, jadi meski Rika benar-benar membuat kontak dengan Maou dan Suzuno, mereka tidak mungkin bisa memahami situasi Emi.
Karena Ashiya berada di Ente Isla, Maou seharusnya akan mencari keberadaannya, dan ketika Emi memikirkan hal tersebut, bagian lemah yang ada jauh di dalam hatinya pun mulai berteriak.
Jika Maou datang ke Ente Isla untuk mengejar Ashiya, bukankah dia akan mengetahui keadaan sulit Emi dan menyelamatkannya juga?
Pemikiran licik semacam itu mulai menunjukan wajahnya.
Namun, itu terlalu menggelikan.
Jika dia ingin menyelesaikan situasi yang menjerat Emi, hanya melindungi Emi dan Alas Ramus serta membawa mereka kembali ke Jepang saja tidaklah cukup.
Bertempat di Benua Barat yang jauh, ladang gandum yang ayahnya tinggalkan kini menahan hati Emi, dan karena dia tidak bisa meninggalkan impian tersebut, Emi dipaksa untuk ikut serta dalam perang ini.
Meski Maou mendapatkan kembali wujud Raja Iblisnya dan datang ke sini, mengalahkan Olba dan Raguel di saat yang sama tetaplah sangat sulit.
Jika seseorang tahu bahwa Maou sedang bergerak untuk melindungi Emi dan memberi perintah pada bawahan Olba yang ada di Benua Barat, ladang gandum itu pasti akan berakhir dengan kondisi yang mengerikan.
Kalau semua orang yang mengetahui keadaan Emi lenyap dari dunia ini, atau jika seluruh Ente Isla tidak lagi peduli dengan 'Pahlawan Emilia', meskipun dia kembali ke Jepang, Emi takkan pernah bisa menemukan kedamaian.
Kabar bahwa Pahlawan Emilia masih hidup, sudah mulai menyebar di Benua Timur, dan para Kesatria Hakin serta Olba, cepat atau lambat pasti akan mengumumkan kabar tersebut ke seluruh dunia.
Dan pada saat itu, tak peduli ke manapun Emi pergi, orang-orang yang ingin menggunakan identitas dan nama 'Pahlawan Emilia' di Ente Isla, pasti akan mengirimkan pasukannya.
Namun, jika Emi mengabaikan ladang milik ayahnya sekaligus impiannya dan kabur ke Jepan, pasti akan ada orang-orang seperti Lucifer, Suzuno, Sariel, ataupun Ciriatto, Farfarello, dan Olba yang pergi ke Jepang untuk menemukannya tanpa mempedulikan bahaya apa yang mungkin mereka sebabkan di Jepang.
Jika sudah begitu, untuk menyingkirkan para pengejarnya, Emi terpaksa harus mengayunkan pedangnya ke arah orang-orang Ente Isla, orang-orang yang seharusnya dia lindungi.
Keseluruhan situasi ini hanya memperlihatkan keputusasaan.
Bagaimanapun caranya, mustahil untuk sepenuhnya menyelamatkan Emi yang sekarang.
Meski begitu....
“Sialan.... kenapa.... kenapa kau harus memasuki hatiku seperti ini? Hentikan omong kosong ini!”
Suara Emi nampak tertahan.
Dia tidak beranggapan kalau Ashiya kembali untuk menaklukan Afashan ataupun Ente Isla.
Karena Emi tahu Maou tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Dan dia tahu, jika Maou tidak setuju, maka Ashiya tidak akan menentang keinginan tuannya.
Waktu yang Emi habiskan bersama Maou sudah begitu lama sehingga dia sangat mempercayai hal ini dari dasar lubuk hatinya.
“..... Raja Iblis.... Raja.... Iblis!”
Emi memanggil si pemilik wajah yang sedikit demi sedikit muncul di suatu bagian di dasar hatinya.... wajah seorang pemuda yang tinggal di Sasazuka dan disukai oleh banyak orang di sekitarnya.
“....... selamatkan... selamatkan aku.......”
Air matanya tidak mau berhenti.
Ketakutan, penyesalan, rasa sakit, dan perasaan aman yang aneh. Emi yang tidak bisa memahami keadaan mentalnya, hanya bisa terus menangis.
Seketika, Emi merasa kalau amarah dan rasa keadilan yang telah menyokongnya hingga kini serta pengakuan sebagai Pahlawan yang menyelamatkan dunia dan seluruh umat manusia, telah menghilang tanpa jejak.
Alasan kemunduran di hati Emi bukanlah karena rakyat Ente Isla, dengan dipimpin oleh Olba, telah melakukan hal yang mengerikan pada sang Pahlawan.
Melainkan karena dia bukanlah manusia yang memiliki jiwa dan impian yang mulia sejak awal.
“..... Em, Al.... maafkan aku, maafkan aku.... ayah.... maaf, aku tidak bisa lagi, bertarung sendirian....”
“Mama.”
Tak peduli darah ataupun kelahiran macam apa yang dimiliki Emilia Justina sang Pahlawan, hingga beberapa tahun yang lalu, dia hanyalah anak tunggal dari seorang petani yang menjalani kehidupan normal, seorang gadis biasa yang bisa dilihat di manapun.
Tekad Sang Pahlawan yang terlahir dari kebencian seorang gadis berusia kurang dari 18 tahun, baru saja telah hancur.
“Aku tidak tahu, apa yang harus kulakukan.... ayah, Em, Raja Iblis.... seseorang kumohon datanglah....”
“Mama.”
Kali ini,
Meskipun tidak dipanggil, Alas Ramus muncul di atas ranjang seperti seorang dewa yang ingin menyembuhkan hati Emi yang terluka.
Di dahi gadis kecil itu, sebuah tanda berbentuk bulan sabit bercahaya seperti ketika pedang suci aktif ataupun ketika dia memanggil fragmen Yesod lain.
Alas Ramus, dengan tangan hangat nan halus miliknya, mengangkat wajah Emi yang dipenuhi air mata dan tersenyum.
Senyum hangat dan cahaya ungu itu sangatlah menyilaukan, Emi mendekat ke arah tangan tersebut, rasanya seolah mereka mampu menyinari kegelapan di hati Emi.
“..... Ahh, maaf, Alas Ramus.... kurasa aku akan segera hancur.....”
Ini sangat menyedihkan.
Meskipun dia merasa terluka karena tahu bahwa 'ibu asli' Alas Ramus adalah Laila, dia kini malah menangis di depan 'putri' yang seharusnya dia lindungi.
Tapi walau dengan keadaan Emi sekarang, Alas Ramus tetap berbicara dengan kondisi mental yang semurni kulit lembutnya,
“Dulu, aku juga selalu sendiri.”
“....?”
“Tapi sekarang aku bersama dengan mama.”
“Alas Ramus....?”
“Mama selalu bersama dengan papa. Chi nee-chan, Suzu nee-chan, Lucifer, Em nee-chan, semuanya akan selalu bersama dengan mama.”
Setelah itu, Alas Ramus menolehkan kepalanya, ia mengalihkan pandangannya dari Emi menuju ke kekejauhan dan berbicara dengan pelan,
“Acies, pasti juga begitu.”
“Alas Ramus.....?”
“Jadi jangan khawatir, okay? Semuanya pasti akan berkumpul bersama lagi.”
“Semuanya.... bersama.....”
Emi mengusap matanya yang memerah dan menghela napas dengan gemetar.
“.... Yeah, kau benar, semuanya akan selalu bersama...”
Emi baru menyadari hal ini sekarang.
Memang Maou dan yang lainnya dulu adalah musuh.
Tapi ketika berada di Jepang, mereka telah melampaui batas-batas sebagai musuh, batas antara manusia dan iblis, dan melanjutkan kehidupan mereka bersama.
Tak peduli seberapa serius kesalahan ini.
“Tapi ini sudah terlambat. Aku terlambat menyadari fakta ini. Di sini, bahkan jika aku menyerah terhadap ladang gandum milik ayah, aku sudah tak bisa lagi bersama dengan Raja Iblis dan yang lainnya...”
“Kenapa?”
“Karena.....”
Emi menatap tangan kanannya.
“Agar tidak kehilangan impianku, aku mendengarkan kata-kata Olba.... dan bahkan membunuh mereka yang berasal dari Dunia Iblis, membunuh rakyat Raja Iblis.”
Ini bukanlah pertarungan yang Emi inginkan, dan musuh tidak sepenuhnya bersalah.
Bagaimanapun, Emi masih merasa kalau tindakannya itu tak ada bedanya dengan tindakan yang dia lakukan saat melawan Pasukan Raja Iblis yang dia anggap jahat.
Meskipun dia tahu bahwa iblis bukanlah monster yang hanya tahu cara membunuh dan tidak bisa diajak berkomunikasi.
Tapi karena impiannya, Emi tidak bisa menghentikan Fangan Milita yang menggunakan namanya, dan, tanpa tahu berapa banyak kejahatan yang telah musuh perbuat, Fangan Milita membunuh para Kepala Suku Malebranche.
Jika Emi bersikeras bahwa itu adalah untuk melindungi impiannya dan secara pribadi bertempur mengayunkan pedangnya, hasilnya mungkin akan berbeda.
Tapi, Emi tidak melawan dan bahkan tidak melakukan apa-apa, dan hanya menyaksikan semuanya terjadi.
Pahlawan yang membunuh para iblis, sebagai pemimpin Milita, telah mengotori tangan orang lain.
“Raja Iblis sangat membenci hal-hal yang tak beralasan. Apapun alasannya, dia tidak mungkin akan memaafkan tindakan egoisku. Alsiel seharusnya juga sama. Jadi.....”
Ketika Emi mengatakan hal tersebut dengan gelisah....
“.....?”
Terdapat keributan di luar tenda.
Seluruh tentara yang memiliki pangkat tinggi seharusnya pergi menghadiri rapat militer, tapi saat Emi memperhatikannya, terdapat keributan besar seolah telah terjadi sebuah serangan.
Sekumpulan besar tentara berkeliling dan nampak mendebatkan sesuatu.....
“E-Emilia-sama, maaf mengganggu anda.”
Kali ini, sebuah suara gelisah milik pembawa pesan tadi terdengar dari pintu masuk tenda.
“Erhm, apa anda baik-baik saja? Saya dengar anda merasa tidak enak badan....”
“.... Maaf, aku tak apa.”
Barusan Emi menangis begitu keras dan tidaklah aneh jika seseorang mendengarnya.
Dengan semuanya yang sudah seperti sekarang ini, Emi sama sekali tak punya energi untuk menyembunyikannya, jadi dia sedikit mengusap sudut matanya, berdiri, dan menemui si pembawa pesan.
Cahaya di dahi Alas Ramus menghilang bersama suasana aneh barusan tanpa disadari siapapun, dan ketika perhatian Emi teralih pada si pembawa pesan, Alas Ramus sudah melompat-lompat di atas ranjang dan mulai berguling-guling.
“Erhm, maaf mengganggu anda saat anda sedang sibuk.....”
Meskipun si pembawa pesan nampak sedikit terguncang setelah melihat wajah menangis Emi, tentara itu tetap menyampaikan perintah yang mengharapkan Emi bisa bergegas menuju tenda operasi di mana rapat militer dilangsungkan.
“Kami mendapat surat dari Jenderal Iblis Alsiel yang dikirim dari Azure Sky Canopy.”
"Surat dari Alsiel?”
“Itu benar. Dan surat itu dia tujukan pada Emilia-sama, jadi Olba-sama berharap anda bisa segera menuju ke sana....”
Setelah mendengus dan menghela napas dalam, Emi mengangguk dan keluar dari tenda.
Ngomong-ngomong, situasi ini terasa sedikit aneh.
Bagaimana Ashiya... Alsiel bisa tahu kalau Emi ada di dalam pasukan ini??
Setelah bergabung dengan Alas Ramus, Emi dengan cepat berjalan menuju tenda operasi utama.
Olba yang terlihat tidak senang dan para pejabat yang terlihat gugup, menunggu Emi di sana.
“Kau datang, Emilia.”
Terdapat sebuah kertas kulit domba yang membentang di depan Olba, itu seharusnya adalah surat yang Alsiel kirim.
“Kudengar surat itu ditujukan padaku... boleh aku melihatnya?”
“Apa boleh buat.”
Ada alasan kenapa Olba menggunakan nada enggan seperti itu.
Karena dia tahu bahwa Alsiel telah melewati garis yang memisahkan dia dan mereka, para musuh, lalu berinteraksi dengan Emi sebagai Ashiya Shirou, identitasnya di Jepang.
Dari bagaimana Olba tidak terlalu terkejut dengan kemunculan Alsiel, dia pasti sudah tahu sebelumnya kalau Alsiel akan kembali ke Ente Isla.
Namun, si uskup agung itu kini memasang ekspresi tegang, yang mana bisa dilihat kalau surat tersebut adalah situasi yang benar-benar tak terduga baginya.
Olba nampaknya tidak bisa menghancurkan surat yang dikirim oleh komandan musuh dan ditujukan kepada sang Pahlawan di depan para Kesatria Hakin begitu saja, tapi apapun alasannya, dia sepertinya tidak menyangka kalau Ashiya akan melakukan kontak.
Dari kesan yang Emi miliki, semenjak mereka bertemu kembali di kaki gunung Benua Barat, Olba sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda telah pergi ke Jepang. Itu artinya Alsiel dibawa kembali oleh kaki tangan Olba (atau mungkin Olba lah si kaki tangan itu).
Tanpa menghiraukan 'Ashiya Shirou', karena Olba yakin bisa menahan gerakan 'Alsiel', maka bisa disimpulkan bahwa Olba didukung oleh sosok kuat dari balik bayangan.
Mengingat bahwa Raguel bergerak bersama Olba, tinggi kemungkinan kalau si pendukung itu adalah malaikat dari Surga, jadi meski surat dari Alsiel ini benar-benar ditulis oleh Alsiel, logikanya itu tak akan bisa sampai ke tangan Emi.
"Ada apa ini.....?"
Emi mengernyit karena merasa ada orang lain yang terlibat selain Olba, dan sosok kuat yang mendukungnya.
"Emilia-sama, berhati-hatilah! Surat ini ditulis dengan huruf yang tidak bisa kami baca, mungkin ada kutukan iblis di dalamnya."
Tidak tahu bagaimana para Kesatria Hakin mengartikan ekspresi Emi, wajah ketakutan mereka benar-benar diluar akal sehat, tapi bagaimanapun, Emi harus membacanya sebelum memberikan penilaian.
Emi menerima kertas kulit domba dari Olba, dan mulai membaca isinya usai menelan ludah.
Tanda tangan Jenderal Iblis Alsiel dan nama Emilia tertulis dalam bahasa Pusat Perdagangan di atasnya, dan......
"...... Hmmm?"
Usai memastikan isinya, Emi mengeluarkan suara kebingungan.
"Apa yang tertulis di sana?"
Bahkan kali ini, suara cemas Olba tidak bisa membuat Emi merasa jengkel.
"Uh... pokoknya ini bukan huruf dari Dunia Iblis ataupun sebuah kutukan. O-Olba? Kau tidak bisa membaca surat ini?"
Olba menjawab pertanyaan Emi dengan tidak senang.
"Aku tahu ini adalah kata-kata dari dunia itu. Bahkan aku bisa menggunakan Idea Link untuk kurang lebih memahami bahasa di sana, tapi waktu yang kuhabiskan di sana tidaklah cukup lama untuk memahami kata-katanya secara penuh."
Olba menunjuk ke arah sudut kertas kulit domba di tangan Emi.
“Selain tulisan Hiragananya, kata ini berarti 'dingin', sementara yang ini adalah 'barang bawaan'. Adapun tulisan di belakangnya, aku hanya tahu kalau itu biasa digunakan untuk mengungkapkan keinginan balas dendam.”
“.... Ye-yeah, memang seperti itu....”
Emi mengangguk dengan ekspresi rumit di wajahnya, dan memandang surat itu sekali lagi.
Ini adalah surat yang Alsiel tulis untuk menyampaikan sebuah pesan pada Emi.
Dan Emi kurang lebih tahu bahwa Alsiel tidak ingin menjadi musuhnya.
Namun, dia masih tidak mengerti apa yang ingin Ashiya sampaikan.
“Apa yang tertulis di sana? Jangan-jangan Alsiel ingin memberitahu kita untuk tidak mengirim barang bawaan pada Emilia?”
“Uh... tidak, kurasa bukan begitu maksudnya....”
Jawab Emi sembari berpikir keras.
Ashiya yang memilih kata-kata ini, pasti ada suatu alasan tertentu.
Pesan apa yang coba Ashiya sampaikan padanya?
“Apa yang sebenarnya tertulis di sana!?”
“Uh... tunggu dulu, aku benar-benar tidak tahu apa maksudnya ini. Kenapa hal seperti ini tertulis......”
Tidaklah aneh bagi Olba menjadi kacau dan Emi menjadi bingung. Bagaimanapun, surat milik Jenderal Iblis ini....
“Suatu hari nanti, aku pasti akan membalas dendam untuk tahu dan acar jahe itu.”
(T/N : Ada di volume 8)
Satu-satunya kalimat yang dia tulis dengan rapi hanyalah kalimat sederhana tersebut.
“Apa maksudnya kalimat ini?”
“Uh, bagaimana aku mengatakannya ya....?”
Meskipun sedang kebingungan, Emi tetap menjawab pertanyaan Olba dengan jujur,
“Kata ini dibaca 'tahu', dan jika digabungkan, bacanya menjadi 'tahu dingin'.”
Tapi isinya benar-benar membuat Emi merasa kalau penjelasan konyolnya sama sekali tidak sesuai dengan suasana tegang saat ini.
“Tahu? Apa itu tahu?”
Emi secara refleks hampir saja ingin menjawab 'itu sangat enak ketika ditambahkan ke dalam sup miso', namun dia berhasil menahannya.
“Uh, eto, bagaimana aku menjelaskannya ke dalam istilah kita ya, tahu itu adalah makanan putih dan lembut yang berukuran kecil kira-kira seukuran bata kecil, mengandung kandungan air yang tinggi dan lembek.... tapi mereka tidak memiliki rasa.”
“Ti-tidak ada rasanya? Penduduk dunia lain biasanya memakan benda aneh seperti itu?”
Para pejabat Kesatria Hakin menoleh satu sama lain dan berbisik, dan ketika Emi menjelaskan, dia juga merasa ada sesuatu yang tidak sesuai.
“A-aneh... yeah, mungkin ada benarnya bilang begitu.”
Emi masih mengingat kombinasi tersebut.
Dan maksud yang hanya diketahui olehnya, tersembunyi di dalam.
Sebenarnya, situasi macam apa yang dialami Emi ketika ia memakan makanan ini?
Bahkan jika ia merasa frustasi seperti tidak bisa mengingat apa yang dia makan dua hari yang lalu, Emi terus berbicara,
“Dan yang ini dibaca 'acar jahe', bentuk makanan ini terlihat seperti umbi merah keunguan, dan ini adalah tanaman yang akan memberikan rasa pahit yang kuat pada rongga hidungmu ketika kau mengginggitnya....”
“I-itu terdengar seperti bahan makanan iblis.”
“Aku tidak pernah menyangka kalau makanan di dunia lain akan sangat aneh....”
Meskipun makanan-makanan ini tidak begitu penting, tapi ada pula sesuatu yang salah dalam penjelasan Emi.
Tentunya itu karena Emi tidak tahu makanan apa di Ente Isla yang bisa dibandingkan dengan mereka.
“Biasanya mereka memotong-motong makanan ini dan meletakannya di atas..... tahu dingin......”
Untuk menjelaskan hidangan ini pada orang-orang Benua Timur yang tidak tahu apa itu tahu ataupun acar jahe, Emi tanpa sadar melakukan gerakan memotong jahe dengan sebuah pisau dan meletakkannya ke atas tahu yang tak terlihat....
“......Ah.”
Seketika, hati dan tubuh Emi kembali pada momen itu.
Itu adalah apa yang selalu dia lihat dalam mimpinya, meskipun tempat itu sudah tua dan berisik, di sana selalu dipenuhi dengan suasana damai yang aneh.... sebuah suasana makan yang ada di apartemen Jepang.
Apa yang ada di hadapan Emi pada waktu itu adalah, Maou yang mengernyit dan tumpukan besar acar jahe, termasuk milik Emi, yang ada di atas semangkok tahu dingin.
“Ada apa, Emilia?”
“.... Ugh.”
Emi kembali tersadar karena suara Olba.
Para pejabat kesatria Hakin menatap Emi dengan gelisah, namun situasinya jauh lebih serius.
Di hati Emi, sebuah gelombang frustasi yang berbeda dengan apa yang dia rasakan ketika menangis di tenda, meluap.
Wajahnya memerah, perut dan sudut matanya berlahan menjadi semakin hangat.
Emi akhirnya mengerti apa yang ingin Alsiel sampaikan.
Dan saat dia memahami hal itu, gelombang rasa lega dan kebahagiaan menyebar di hati Emi, membuatnya merasa kaget meskipun masih berada dalam kekacauan.
Hal yang dia harapkan beberapa menit yang lalu dan keputusasaan yang dia rasakan ketika memastikan kalau hal itu tidak akan terpenuhi, kembali berubah menjadi sebuah harapan di depan mata Emi.
“O-Olba.”
Meski begitu, dia harus menekan perasaan yang hampir meluap tersebut, dan mulai berpikir dengan segenap kemampuannya.
“A-ada apa?”
Nada bicara Emi yang mendesak, membuat jawaban Olba terdengar tegang.
“Kita harus secepatnya menuju Azure Sky Canopy, kita tidak boleh menundanya lagi.”
“Apa katamu?”
“Kita harus bertindak cepat, terlepas dari keinginanmu ataupun keinginanku, Ente Isla akan diselimuti kegelapan sekali lagi. Alsiel telah menemukan rahasia yang bisa melawan diriku yang berkekuatan penuh secara langsung, dia menggunakan bahasa Jepang untuk menulis kode ini dan memintaku mundur jika aku masih sayang nyawa.”
Karena hal itu, Emi tidak bisa terus mengucapkan rangkaian kalimat tak jujur tersebut.
“K-kau tidak hanya sedang membual, kan?”
Dengan penuh tekad, Emi menoleh ke arah Olba yang tidak bisa berbicara terlalu kasar di hadapan para Kesatria Hakin Milita, dan berbicara dengan nada yang lebih tegas,
“Apa yang kukatakan ini adalah kenyataannya. Jika dia menggunakan 'tahu dingin' dan 'acar jahe' ini, Jenderal Iblis Alsiel bisa mendapatkan kekuatan yang jauh melebihi Jenderal Iblis Lucifer, atau bahkan Raja Iblis Satan.”
“A-apa katamu?”
Emi sama sekali tidak berbohong.
Dia melihat sekeliling ruang rapat, dan berbisik pada Olba.
“Alsiel pernah membalik perbedaan kekuatan antara dirinya dan Raja Iblis Satan di depanku menggunakan 'tahu dingin' dan 'acar jahe'. Aku juga hampir saja kalah. Kau seharusnya tahu apa artinya kan?”
“.... Uh.... mu-mungkinkah.....”
“Alasan kenapa aku tiba-tiba kembali ke sini dari Jepang terutama juga karena hal ini. Jika Satan tidak menahan 'acar jahe' itu menggantikanku, aku benar-benar tidak tahu akan jadi apa semua ini.”
“Ne-negara yang disebut Jepang itu, bagaimana bisa mereka memiliki kekuatan hebat seperti itu.....”
'Bukankah kau mendapatkan sihir iblis bersama Lucifer ketika berada di Jepang? Dunia itu juga memiliki kekuatan yang tidak kita ketahui, dan Alsiel yang awalnya tidak bisa menandingi Raja Iblis, kini telah mendapatkan kekuatan yang lebih kuat dibandingkan sihir iblis, kekuatan yang jauh melebihi Raja Iblis.... melalui 'tahu dingin' dan 'acar jahe'!'
Emi sengaja mengucapkan hal tersebut kepada Olba menggunakan bahasa Jepang, bahasa yang tidak bisa dipahami para Kesatria Hakin.
Demi menyampaikan maksudnya yang sebenarnya pada Olba seorang.
Demi menyampaikan sebagian kebenaran tanpa adanya kebohongan.
“Bagaimana mungkin.....?”
'Meski aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, jika kita tidak segera bergerak, semuanya akan berakhir. Jika kau meremehkan kekuatan Alsiel yang sekarang, bahkan aku pun tidak akan bisa lari tanpa tergores.'
“Ugh..... ti-tidak ada pilihan lain.”
Olba menoleh dan memberikan perintah pada para Kesatria Hakin.
Olba awalnya berencana menggunakan Emi untuk melawan Alsiel di Azure Sky Canopy.
Namun, situasi yang berubah dengan kedatangan surat Alsiel yang hanya bisa dibaca Emi ini, membuatnya merasa gelisah.
Olba, sebagai seorang ahli strategi, seharusnya tahu bahwa satu faktor tidak pasti saja, bisa merubah seluruh hasil menjadi sesuatu yang tak diketahui.
Memperhatikan punggung Olba, Emi dengan panik mengusap air matanya yang tidak bisa dia tahan, dan berbicara,
“Dia ternyata bukan hanya sekedar pria yang ingin terus membeli telur satu box per orang.”
Meski Emi tidak tahu bagaimana Ashiya mengirimkan surat itu pada Milita, cara dan pemikirannya yang mampu merubah situasi di sekitar Emi hanya dengan satu surat saja, tetap membuat Emi merasa kagum padanya.
Hanya ada satu orang di dunia ini yang akan mencari Emi demi balas dendam dikarenakan 'tahu dingin dan acar jahe'.
“Raja Iblis..... sedang menuju ke sini.”
Siapakah orang yang sekiranya akan membalas dendam untuk tahu dingin dan jahe?
Orang yang akan mencari Emi untuk membalas dendam karena jahe yang diletakkan di atas tahu dingin miliknya, sudah pasti adalah Maou.
Emi, tidak bisa menahan senyumnya yang tanpa sadar tersimpul, dengan panik menekan dadanya.
Semuanya tidak akan selesai hanya karena ini.
Meski Maou mendapatkan kembali wujud iblisnya dan bersedia membantu Emi, ladang gandum milik ayahnya tentu tetap berada di bawah kendali Olba serta Raguel, dan sedang berada dalam keadaan bahaya.
Meski begitu, Emi tetap merasa kalau pandangannya yang tadi ditutupi oleh keputusasaan yang suram, kini tiba-tiba bisa kembali melihat cahaya.
Emi tidak berpikir kalau Maou akan meninggalkannya dan hanya menyelamatkan Ashiya seorang.
Walau memiliki pemikiran semacam itu sedikit keras kepala, bahkan jika pria itu terus mengeluh, Maou tidak mungkin akan melakukan sesuatu seperti itu; walau dia tidak menyukai Emi, cintanya terhadap Alas Ramus adalah nyata.
Terlebih lagi, jika Maou hendak mengabaikan Emi, maka Ashiya tidak mungkin mengirimkan surat tersebut untuk memberi petunjuk bahwa Maou akan datang.
Jika Maou benar muncul di Ente Isla, dia pasti akan bertindak untuk membawa Ashiya, Emi, dan Alas Ramus kembali ke Jepang.
'Maou Sadao' yang Emi lihat dalam beberapa bulan ini, adalah pria seperti itu.
Tentu saja, situasinya tidaklah seoptimis itu.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahkan jika Maou memulihkan kembali wujud Raja Iblisnya dan membantu Emi, dia tidak akan bisa membawa Emi, Alas Ramus, dan Ashiya kembali ke Jepang begitu saja.
Ditambah lagi, dari bagaimana Ashiya menggunakan kata 'suatu hari nanti' di suratnya, dia mungkin juga tidak bisa memastikan kapan Maou akan datang.
Meski begitu....
“Raja Iblis..... bersedia untuk datang.”
Hati Emi hanya memikirkan fakta ini.
Asalkan Maou datang ke Ente Isla, tak peduli ke arah mana dia berbicara, situasi pasti akan berkembang pesat.
Namun Emi tidak yakin hasil macam apa yang akan terjadi setelah perkembangan tersebut.
Meski dia tidak yakin, karena alasan yang tak diketahui, dia bisa dengan mudah menebak bagaimana Maou akan berpikir setelah tahu bahwa Ashiya dan Emi diseret ke dalam situasi ini.
Maou tidak akan pernah menerima situasi tersebut.
Baik itu Olba, orang di belakangnya yang merencanakan semua ini, atau bahkan impian Emi, Maou pasti akan bertindak untuk mengancurkan semua komponen dalam sandiwara ini.
Emi tidak tahu bagaimana situasi ini akan berkembang setelahnya.
Walau dia tidak menyadarinya, saat ini, termasuk ladang gandum milik ayahnya dan kehidupan damainya di Jepang, Emi sudah pasrah terhadap semua itu.
Emi sudah menyerah untuk berpikir apa yang akan terjadi setelah Maou muncul.
Menyerah untuk memikirkan impiannya, masa depan ladang gandum milik ayahnya, dan seluruh masa depan 'Yusa Emi' yang tertinggal di Jepang.
Emi tidak tahu kapan Maou akan datang, kapan Maou akan bergerak, dan apa yang dia rencanakan.
Meski dia tidak tahu, Emi setidaknya tahu bahwa dia harus bertindak menurut peran yang sudah ditetapkan untuknya oleh Olba dan orang-orang yang merencanakan semua ini di balik bayangan .
Walaupun sang dalang di balik bayangan tersebut berencana bergerak sendiri setelah lelah dengan semua ini, Emi tidak bisa menghentikan aksinya.
Sampai saat ketika si 'tokoh utama' yang tak disangka oleh 'penonton' muncul untuk menciptakan klimaks dalam sandiwara ini, Emi harus terus bekerja keras.
“Satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh diriku yang bodoh, adalah ini.”
Itu bukanlah kalimat untuk menghina dirinya sendiri.
Itu adalah kalimat jujur dari Emi yang sekarang.
Karena ia tidak memaksakan dirinya, kalimat tersebut terdengar sangat jelas dan gamblang, dan mungkin karena menyadari hal tersebut, Alas Ramus, dalam keadaan bergabungnya, berbicara dengan ceria,
“Mama? Apa kau sudah kembali ceria?”
“... Yeah, kurasa aku sudah menjadi sedikit lebih senang.”
Emi sendiri juga merasa kalau dirinya adalah orang yang realistis dan keras kepala.
Jadi jika semuanya berjalan lancar dan dia bisa melihat tuan dari meja makan hangat itu sekali lagi....
“Walaupun mungkin dia tidak akan memaafkanku, dan benar-benar menjadi musuhku, meski begitu....”
Emi ingin melupakan kejadian-kejadian yang telah lalu, dan dengan jujur meminta maaf atas kejadian yang terjadi beberapa minggu terakhir.
Emi dengan tegas membulatkan tekadnya.
---End---
Lanjut ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 10 - Chapter 2 Part 1
Baca Semua Volume -> Index Hataraku Maou-Sama All Volume
Tranalator : Zhi End Translation..
1 Komentar
Ditunggu chapter selanjutnya yah! Sankyu min!
Balas