[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 33 : Jalur Angin
Kembali ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 32
Chapter 33 : Jalur Angin.
Merendahkan pandangannya, Frederica bercerita tentang adik laki-lakinya.
Tertanam dalam kata-kata itu adalah rasa kasih sayang dan sesuatu yang sangat rumit.
Mungkin itu adalah perasaan yang lazim dimiliki untuk seorang anggota keluarga.
“Secara fisik dia bisa melewati barrier, tapi dia tidak melakukannya karena masalah perasaan.... apa itu inti dari apa yang kau bicarakan?”
“Faktanya adalah dia menolak ketika aku, kakaknya, meminta hal itu darinya. Dia sudah mengikutiku hingga mencapai perbatasan barrier, tapi pada akhirnya, dia memilih untuk tetap berada di sana bersama nenek daripada pergi denganku.”
“Nenek..... maksudmu Lewes-san?”
“Anak itu mungkin kasar dan bermulut kotor, tapi dia sungguh menyayangi nenek. Kalau impian panjang nenek belum terpenuhi, dia tidak akan pernah meninggalkan Sanctuary.”
Meski dia terus memanggil Lewes dengan sebutan “nenek sihir” ataupun “nek” saja, Garfiel justru memiliki rasa sayang yang dalam terhadap Lewes. Subaru pernah menyebutnya tsundere, dan gambaran itu ternyata cukup akurat.
Namun, informasi itu takkan membantu banyak dalam situasi ini.
“Pada akhirnya, itu tidak merubah fakta bahwa melewati Ujian dan membebaskan Sanctuary adalah syarat kunci dalam situasi ini. Ini sangat mengecewakan.”
“Maafkan aku, aku tidak bisa memenuhi ekspektasimu.... jika ada hal lain yang ingin kau tanyakan....”
“Asalkan itu berada dalam wewenangmu, kan?”
“Aku minta maaf.”
Menanggapi penegasan singkat Frederica, Subaru menghela napas melalui hidungnya dan membuat daftar pertanyaan dalam kepalanya. Tapi, mempertimbangkan arus percakapan sejauh ini, kemungkinan besar,
“Apakah tujuan asli Roswaal boleh ditanyakan?”
“Master bertujuan mendukung Emilia-sama dan menjadikannya raja Lugunica yang selanjutnya. Sejauh itulah yang bisa kutegaskan tanpa keraguan sedikitpun.”
“Aku bertanya tujuan dia yang sebenarnya. Aku yakin bahkan kau pun akan setuju kalau tindakan Roswaal bertentangan dengan apa yang barusan kau katakan, benar?”
“Cara beliau itu tidak langsung dan misterius. Kupikir, aku ataupun Ram tidak akan membantah hal itu.”
Mengatakan hal tersebut dengan maksud bahwa dia dan Ram memiliki pendapat yang sama soal tindakan Roswaal, wajah Frederica terlihat sedih.
Walau dia menerima keraguan Subaru sebagai hal yang wajar, dia pasti dilarang memberikan kunci kepada Subaru untuk membuka semua itu. Pada akhirnya,
“Kau tidak bisa memberitahuku lebih jauh tanpa izin dari Roswaal, ya?”
“Aku benar-beanr minta maaf. Tapi hanya mengetahui hal itu saja.... master tak diragukan lagi adalah sekutu Emilia-sama dan Subaru-sama. Asalkan kalian berdua memiliki niat untuk menang dalam pemilihan Raja, itu saja sudah cukup.”
“Caramu menyusun kalimatmu benar-benar menggangguku.... tapi tak apa. Lupakan soal Roswaal untuk saat ini. Sejauh ini, kurasa aku bisa mempercayaimu, Frederica. Tapi jika kau menjadi tergila-gila terhadap Roswaal seperti halnya Ram, aku pasti akan memikirkan kembali hubungan kita dengan serius.”
Subaru menyukai Ram sebagai seorang individu, tapi itu tidak berarti Subaru bisa mutlak mempercayainya. Itu adalah hubungan yang rumit. Setidaknya, Subaru tahu bahwa Roswaal memiliki tempat yang paling tinggi dan tak tergantikan di hati Ram, dan karena dia tidak bisa sepenuhnya mempercayai Roswaal, maka Subaru juga tidak punya pilihan lain selain menahan penilaiannya terhadap Ram.
“Jika kau tidak bisa memberitahuku tujaun Roswaal yang sebenarnya.... bisakah kau memberitahuku apa makna ketika mereka menyebut Sanctuary sebagai Tanah Percobaan? Aku dengar Garfiel menyebutnya seperti itu.”
“Tanah Percobaan..... ya?”
“Juga tumpukan kotoran bagi mereka yang tidak punya tempat tujuan, dia juga memanggilnya begitu. Setelah kita membicarakan tentang Perang Demihuman, aku sedikit bisa membayangkan bagian tidak punya tujuannya. Jadi Roswaal memiliki fetish Demihuman atau apalah itu namanya, dan mengumpulkan Darah Campuran yang tak punya tempat tujuan untuk tinggal di sana. Tapi....”
Hanya dari kata 'Tanah Percobaan' saja sudah memberikan kesan tidak enak, dan tidaklah berlebihan menyebut para Darah Campuran yang berkumpul di sana itu diculik. Siapa yang tahu kenapa Roswaal melakukan hal itu? Dengan kata lain, Emilia mungkin bersekutu dengan seseorang yang tidak seharusnya dia ajak bersekutu.
“.... meski itu bukan Penyihir Kecemburuan, jika orang-orang tahu bahwa keluarga Roswaal bertugas mengurusi fasilitas yang berhubungan dengan Penyihir, konsekuensinya pasti sangat besar. Kudengar tak ada catatan yang tersisa mengenai hal ini, tapi kenyataannya, Makam itu masih ada di sana.”
“Makna kata 'Penyihir' sejak dulu memang membawa konotasi buruk. Bahkan hubungan kontrak antara master dan Penyihir Keserakahan pun pasti akan dianggap tidak pantas oleh orang yang ada di sekitarnya. Aku yakin, pemikiran ini juga sejalan dengan pemikiran Subaru-sama.”
“Aku senang kita bisa setuju bahwa keberadaan Sanctuary itu merupakan suatu masalah. Sekarang, bukankah julukan seperti 'Tanah Percobaan' malah membuat masalah itu semakin memburuk?”
“.... Awalnya, tempat itu adalah desa tersembunyi di mana para Darah Campuran berkumpul sehingga Penyihir Keserakahan bisa melakukan suatu eksperimen. Tak jelas negosiasi macam apa yang terjadi pada waktu itu antara si Penyihir dan pemilik lahan, yaitu keluarga Mathers, tapi karena kontrak tersebut, generasi penerus dari keluarga Mathers harus mengurus dan merawat Sanctuary.”
Menganggukan kepalanya, Subaru mencerna isi dari kata-kata Frederica dan menata informasi di dalam kepalanya. Dia sudah tahu hal itu dengan menghubungkan potongan-potongan informasi yang diisyaratkan oleh orang-orang di Sanctuary. Kalau begitu, maka pertanyaannya adalah,
“Eksperimen macam apa yang Penyihir lakukan dengan para Darah Campuran itu, dan kenapa Roswaal terus menjaga kontrak itu bahkan setelah kematian si Penyihir....?”
“Alasan untuk yang kedua seharusnya sangat sederhana. Kontraknya kemungkinan besar berisi perjanjian; 'Sampai saat terbebasnya Sanctuary, patuhilah kontrak dengan Penyihir'. Jika orang-orang tidak dibawa ke dalam Sanctuary secara berkala, prasyarat untuk terpenuhinya kontrak itu tidak akan ada.”
“Jadi, dia sekarang membuatnya menjadi tempat pengungsian untuk para Darah Campuran? Dari kedengarannya sih, orang-orang mungkin akan berpikir kalau Roswaal sedang menjalankan sejenis projek amal.”
Karena diskriminasi terhadap Darah Campuran adalah sesuatu yang nyata, memastikan bahwa ada tempat di mana mereka bisa hidup dengan damai sangatlah diperlukan. Jika Roswaal memang memenuhi peran itu, maka Subaru harus merubah penilannya terhadap Roswaal. Tapi,
“Sepertinya tidak semua Darah Campuran ingin tinggal di sana. Faktanya, pendukung Lewes-san yang ingin Sanctuary terbebas adalah mayoritas di sana, benar?”
“... Prasangka umum terhadap Demihuman memang sudah berkurang. Dibandingkan darah kami, alasan kenapa aku dan adikku memasuki Sanctuary adalah lebih karena kami tidak punya tempat tinggal. Suatu hari nanti, Sanctuary akan terbebas..... itulah kenapa, aku.....”
Menutup matanya rapat-rapat, Frederica memotong ucapannya. Melihat gadis itu, Subaru terdiam, dan setelah beberapa saat terlewati, dia pun akhirnya kembali berbicara dengan ragu,
“Aku mungkin hanya berandai-andai.... tapi, mungkinkah alasan kenapa kau meninggalkan Sanctuary adalah karena kau khawatir dengan apa yang akan terjadi setelah Sanctuary terbebas?”
“.... Apa yang membuatmu berpikir begitu?”
“Kalau kau tanya kenapa.... wajahmu selalu terlihat sedikit sedih ketika kau membicarakan Sanctuary. Tapi meski begitu, kau meninggalkan rumahmu, entah itu demi dirimu atapun demi orang lain. Kalau begitu...”
Menggaruk pipinya, Subaru teringat dinding penghalang yang dimiliki pemuda berambut emas itu. Seperti gadis baik hati di depan matanya ini, pria itu hanya sekedar omong saja dan tidak akan mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
“Jika kau sama dengan adikmu dalam hal menyembunyikan perasaan, aku takkan terkejut jika ada beberapa alasan memalukan di balik perginya dirimu. Kutebak, kau..... mungkin pergi untuk membuat tempat bagi mereka setelah Sanctuary terbebas, entah di mana yang sekiranya mereka tidak akan takut, benar? Tentu saja, kau bekerja di sini untuk membalas kebaikan Roswaal, tapi bukan hanya itu saja, kan?.... begitulah tebakanku.”
Sadar kalau dia sudah membuat lompatan besar logika dalam spekulasinya, Subaru menahan rasa malunya dan mencuri pandang ke arah Frederica. Jika dia menertawakannya, maka itu artinya Subaru terlalu percaya diri, tapi,
“Ketika tiba saatnya pintu dunia baru terbuka untuk mereka.... aku ingin menjadi orang yang menuntun mereka melewatinya.”
Menggumamkan hal tersebut dengan pelan, sebuah senyum merekah di wajah Frederica.
Itu bukanlah senyum mengejek menanggapi sebuah tebakan aneh, melainkan senyum lepas ketika menunjukan hatinya yang tanpa beban kepada orang lain.
“Aku dibesarkan di tempat itu, tapi sekarang aku ingin menempa lingkungan yang akan membuat mereka berniat meninggalkan tempat itu. Jika aku bisa membantu membuat lingkungan semacam itu meski hanya sedikit saja, maka.... kelahiranku yang tak diinginkan ini pasti memiliki arti.”
“Tak diinginkan, itu......”
“Tak perlu menghiburku. Memang begitu adanya. Aku tidak bisa membayangkan ibuku mengandungku dengan keinginan demikian. Kenyataannya, dia pergi dan meninggalkanku serta adikku di Sanctuary. Itulah jawabannya... tapi aku tidak ingin ceritaku berakhir hanya dengan jawaban tersebut, dan itulah alasan kenapa aku ada di sini sekarang.”
Pertanyaannya adalah apakah Frederica sudah mencapai jawaban itu.
Hanya memahami garis besarnya saja, Subaru tidak mungkin bisa memberikan simpatinya kepada gadis itu.
Menyimpan jawaban yang sudah dia dapatkan untuk dirinya sendiri, dia pasti akan menghadapi pilihan tak terbatas hanya dengan jawaban itu sebagai pemandunya.
…..'Dia kuat', pikir Subaru. Itu adalah keyakinan yang cukup kuat untuk dikagumi.
“.... Apa Garfiel tahu bagaimana perasaanmu yang sebenarnya? Jika dia tahu dan masih tidak ikut denganmu, maka....”
“Adikku adalah satu-satunya orang yang kuberitahu semuanya. Tapi meski begitu, dia tidak ikut denganku.... itulah pilihan yang dia buat. Daripada pergi untuk memperoleh sesuatu yang sulit untuk diraih, adikku memilih tinggal untuk melindungi sesuatu yang bisa lenyap dengan mudah. Kami masing-masing memilih jalan yang berbeda... sesederhana itulah ceritanya.”
“Melindungi.... melindungi ya? Hanya dari penampilan luarnya saja, aku tidak pernah menyangka kalau dia adalah karakter yang akan membuat pilihan seperti itu. Yaah, memang hati seseorang takkan bisa dipahami hanya dari penampilan luarnya sih.”
Menggosok dagunya, Subaru memiringkan cangkirnya dan meminum semua teh di dalamnya dalam sekali tegukan, sebelum menahan sebuah cegukan. Mengusap bibir dengan punggung tangannya, Subaru memulai lagi dengan, “Kalau dipikir-pikir”,
“Kita sepertinya sudah keluar topik, jadi ayo kembali ke topik awal. Soal nama 'Tanah Percobaan'. Bisakah kau mengatakan eksperimen macam apa yang mereka lakukan?.... atau, apa kau tahu isinya?”
“Sayangnya, aku tidak tahu isi maupun tujuan mereka. Faktanya, sejak saat Penyihir Keserakahan tiada, kelanjutan eksperimen itu menjadi mustahil. Hanya fasilitasnya saja yang tersisa dan Keluarga Mathers terus merawatnya.”
“Itu bahkan jadi semakin sulit dipahami. Aku pribadi paham betapa pentingnya menepati janji, tapi apa gunanya terus menjaga janji ketika pihak kedua sudah mati selama 400 tahun?”
“Setidaknya, jika bukan karena keluarga master yang terus menjaga janji itu, aku ragu aku dan adikku akan melewati masa kecil kami dengan damai.”
“Ah.... itu... aku tidak memikirkannya. Maaf.”
Melihat Subaru meminta maaf dengan tulus, Frederica tidak bisa menahan tawanya.
Kemudian, dia mengosongkan cangkirnya dan mengumpulkan cangkir Subaru yang sudah kosong, sebelum akhirnya berdiri dari kursinya,
“Kita sudah mengobrol cukup lama. Kita bicarakan yang lainnya lain kali. Apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Subaru-sama?”
“Awalnya sih aku hanya mengantar para penduduk pulang. Sekarang karena aku sudah menanyakan apa yang ingin kutanyakan, aku seharusnya segera kembali.... tapi melakukannya hari ini rasanya sedikit sulit, jadi kurasa aku akan kembali besok pagi.”
“Begitu ya. Jika demikian, kurasa malam ini dan besok pagi Petra akan sangat bersemangat. Tapi memikirkan betapa tidak fokusnya dia nanti, sulit menyebut apakah ini hal yang bagus atau tidak.”
“Lebih dari apapun, baguslah pembelajaran Petra berjalan lancar.... ngomong-ngomong, di mana dia sekarang?”
“Sekarang, aku yakin dia pulang ke desa menyapa semua warga yang baru saja kembali. Aku menyuruhnya begitu.”
Sesuai dugaan, Frederica sudah mengetahui keinginan Petra bahkan sebelum dia memintanya.
Memperhatikan punggung Frederica saat dia membawa cangkir teh yang bergemerincing, Subaru juga berdiri dari kursi, dan menggunakan jarinya untuk menghitung hal-hal yang harus dia lakukan.
Apa yang berhasil dia dengar dari Frederica hanyalah setengah dari apa yang ingin dia dengar. Tapi walau begitu, hal tersebut sudah cukup untuk membuatnya melangkah maju dengan spekulasinya.
Yang tersisa sekarang hanyalah, menemukan orang terakhir yang mungkin tahu lebih banyak.
“Ini mungkin akan makan waktu, tapi sekaranglah saatnya menyisir seluruh mansion....”
Menanggapi pekerjaan berat yang ada di hadapannya, Subaru merosotkan bahunya.
Memandang sekilas punggung Subaru saat dia meninggalkan kamar, Frederica berbisik dengan suara pelan,
“Aku memang tidak tahu isi maupun tujuan mereka.... tapi, aku tahu hasil dari Tanah Percobaan itu. Ketika kau menemukannya, ketika kau memahaminya.... apa yang akan kau pikirkan ya?”
Namun, isi dari bisikannya tidak mencapai telinga Subaru yang sedang berpikir keras.
Semua orang yang ada di mansion, tahu bahwa 'Door Crossing' milik Beatrice adalah hal yang sangat merepotkan untuk dihadapi, tapi Subaru benar-benar baru merasakan hal itu setelah kembali dari ibukota.
Kemampuan intuitif alami untuk memilih satu dari sekian banyak pilihan.... atau lebih tepatnya, nyali yang dia miliki, adalah salah satu dari beberapa hal tentang dirinya yang bisa Subaru banggakan.
Karakterisik khusus Subaru yang bisa memilih pilihan dengan tepat tanpa petunjuk atau alasan apapun, dalam beberapa hal, sama menjengkelkannya dengan karakteristik khususnya yang lain, yaitu 'Tidak bisa membaca suasana'. Dan hal itu tidak hanya memberikan kontribusi kecil dalam berbagai kesempatannya menemukan Beatrice.
Tapi semenjak kembali dari Ibukota, intuisi itu tidak lagi bekerja dengan baik.
“Ini aneh. Seharusnya ini sudah semua pintu yang ada di mansion....”
Itu adalah pintu yang terakhir. Menutup pintu kamar mandi terakhir di mana dia menempatkan seluruh harapannya, Subaru mengungkapkan kekecewaannya dengan memiringkan kepala diikuti sebuah helaan napas.
Semenjak kembali dari Ibukota, dia terus menerus gagal dalam kuis 'Tebak di mana Beako berada'. Memikirkan bagaimana keberhasilannya yang dulu hampir mencapai 100%, dia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan catatan buruk ini. Di sini, Subaru harus mengakui kalau tak ada hal lain yang bisa dia lakukan.
“Gezz, dia pasti serius berusaha menghindariku.”
Jika Beatrice benar-benar fokus pada hal itu, takkan ada satupun orang yang bisa menembus 'Door Crossing' miliknya, Ram pernah menyebutkan hal ini. Namun, entah bagaimana Subaru selalu bisa menentang akal sehat itu.
Dan setelah beberapa waktu, Subaru pun menumbuhkan rasa superioritas terhadap Beatrice.... dalam kasus ini, itu bukan karena dia bisa menembus 'Door Crossing' miliknya, melainkan karena dia memiliki keuntungan lebih besar terhadap Beatrice dibandingkan siapapun di mansion.
"Meski kita berpisah seperti itu, aku tidak berpikir kau akan jadi full-Hikikomori karenanya... Jika kau bahkan tidak mau menunjukkan wajahmu, aku tidak akan bisa mengajakmu bertengkar, meminta maaf atau semacamnya."
Subaru tidak tahu apa yang sudah dia katakan sampai membuat Beatrice kekeuh menolak bertemu dengannya. Dia tidak tahu, dan jika dia terus terpisah secara fisik seperti ini, dia akan terus tidak tahu. Dan dia benci itu.
Terlepas dari apa yang ingin Subaru ketahui darinya, dan terlepas dari semua masalah yang mengikatnya, apa yang Subaru inginkan sekarang hanyalah bertemu dan berbicara dengannya.
Tak masalah bahkan jika itu artinya dia harus dicaci ataupun dipandang rendah seperti seorang idiot. Tapi hari-hari bahagia itu telah hilang. Dan setelah menyadari hal itu, Subaru merasa tidak bisa membendungnya sama sekali. Meskipun dia tahu kalau ini adalah pemikiran yang egois.
"Puck dan Beako, mereka bahkan tidak mau mengintip di saat-saat kritis."
Entah itu Puck yang masih bersembunyi entah di mana, ataupun Beatrice yang mengurung diri di dalam ruangannya, keduanya tidak ada saat Subaru dan Emilia begitu membutuhkan mereka.
Tak bisa diandalkan saat ada masalah, mereka hampir sama buruknya dengan dewa-dewa yang ada di langit.
Tapi situasi ini jauh terlalu darurat untuk dihabiskan dalam kesakitan. Tahu bahwa Elsa tengah mendekati mansion, tapi tidak punya cara untuk mengusirnya, prioritas tertinggi Subaru adalah mengevakuasi semua orang yang ada di mansion.
Tak peduli bagaimanapun dia memikirkannya, Elsa mungkin tak punya alasan untuk melayangkan pedang mematikannya pada penduduk desa Arlam yang sama sekali tak berkaitan. Jadi melindungi nyawa mereka yang ada di mansion adalah tugasnya yang paling penting.
Membawa Rem dan Petra tidak akan sulit. Jika dia memohon kepada rasa profesionalisme Frederica, seharusnya dia juga bisa membujuk gadis itu. Masalahnya adalah Beatrice yang tidak ingin menemuinya.
Sebelumnya, dalam pengulangan yang dimulai di ibukota, Subaru sudah gagal membawanya pergi dari mansion. Waktu itu, Subaru menyerah mencoba membujuknya untuk meninggalkan mansion karena dia tahu sasaran Pemuja Penyihir bukanlah mansion.
Tapi kali ini berbeda, Elsa akan menyerang mansion, dan tidak akan ragu menyarangkan pedangnya pada semua orang. Meskipun targetnya, Emilia, tidak ada, dia mungkin sudah memantapkan pikirannya untuk membelah setiap perut yang ada di mansion.
Meskipun Subaru tidak tahu seperti apa kekuatan bertarung Beatrice, Elsa berhasil bertahan dalam pertarungan sengit melawan kekuatan gabungan Puck dan Emilia, dan Subaru merasa mungkin wanita itu mampu menyaingi kekuatan Wilhelm.
Jika Beatrice dan Elsa berhadapan langsung, Subaru tidak bisa membayangkan Beatrice akan menang melawannya.
"Mungkin, aku saja yang terlalu khawatir ketika itu menyangkut Elsa.... tapi setelah dibunuh oleh satu orang sebanyak tiga kali, wajar jika aku merasa seperti itu.... Oh."
Mengelus-elus rasa sakit ilusi yang terasa di perutnya sambil berjalan di sepanjang lorong, kaki Subaru tiba-tiba berhenti. Matanya terpaku pada pintu mahal yang terlihat mencurigakan, sebuah pintu yang menuju ruangan di tengah lantai teratas mansion... yaitu kantor Roswaal.
Subaru tahu, menginjakan kaki di kantor masternya saat sang master tidak ada, adalah sebuah tindakan yang lancang, tapi...
"Benar, ada sesuatu di ruangan ini yang harus kuperiksa."
Mengatakan hal tersebut, dia membuka pintu dan memasukinya tanpa antusiasme khusus.
Tentunya, pemandangan yang terpampang di hadapannya saat melangkah masuk ke dalam kantor, tak begitu berbeda dengan saat dia membuka setiap pintu yang ada di mansion. Karena Roswaal belum kembali, ruangan ini masih sama seperti saat Subaru membuat Otto merapikannya dulu.
Dokumen yang berantakan, rak buku yang dirapikan oleh Otto, dan sekarang ada kesan pada ruangan ini seolah baru saja dibersihkan. Subaru melihat-lihat sebelum berjalan menuju bagian belakang ruang, di mana dua rak buku berdiri berdampingan di samping meja kayu ebony.
"Di belakang rak buku ini.... ada lorong tersembunyi ya."
Dua kali, dia sudah memastikan keberadaan lorong tersembunyi ini.... mungkin lorong ini disediakan sebagai jalur pelarian dalam keadaan darurat, tapi bagaimana mengaktifkannya dan menuju ke arah mana lorong ini, Subaru sama sekali tidak mengetahuinya.
"Lorong ini aktif saat Elsa menyerang, jadi kupikir lorong ini pasti membawamu kabur ke suatu tempat.... meskipun terakhir kali aku memasukinya aku dibekukan sampai mati."
Ingatan itu berakhir ketika dia membeku menjadi patung es bersamaan dengan para Pemuja Penyihir yang membuat Puck marah. Dia ingat saat jari-jarinya patah serta saat kedua tangan dan kakinya hancur, mati hampir tanpa rasa sakit sama sekali, tapi ingatan itu terasa samar sehingga mengingatnya tidak akan memberikan apapun selain rasa ngeri. Tapi kematian tetaplah kematian. Dia tidak bermakud menganggapnya enteng.
Bagaimanapun,
"Kalau aku tidak tahu menuju ke mana lorong ini, aku tidak akan tahu apa yang harus kulakukan saat situasinya memburuk. Mungkin jalan keluarnya ada di suatu tempat di mansion.... meski kurasa mungkin bukan seperti itu."
Jika memastikan keselamatan adalah prioritas tertinggi, maka mengkonfirmasi rute pelarian adalah langkah yang harus dilakukan. Kemungkinan besar lorong ini membawa ke suatu tempat di pegunungan di belakang mansion. Dan, mempertimbangkan bagaimana terowongan untuk kabur biasanya bekerja, jika ada bekal darurat di tengah perjalanan nanti, itu pasti akan sangat membantu.
"Agar lebih yakin lagi, aku akan sedikit melihatnya.... tapi meski aku ingin melihatnya....."
Di mana sih perangkat yang digunakan untuk mengaktifkan benda ini?
Kali ini, Subaru mencoba menyeret rak buku itu sekuat tenaganya, tapi rak buku yang padat itu takkan bergeming hanya dengan kekuatan tangan Subaru seorang. Mungkin jika dia mengeluarkan semua buku-bukunya dan hanya menyisakan raknya saja, dia mungkin saja bisa sedikit menggerakannya, tapi...
"Tak mungkin ada waktu untuk itu dalam keadaan darurat yang sebenarnya... pasti ada tombol untuk mengaktifkannya di suatu tempat."
Menanggapi pemikiran tersebut, Subaru mulai mencari di belakang rak buku, tapi dia tak menemukan mekanisme rahasia apapun. Meskipun, ketika dia menarik laci nomor dua dari bawah, dia sesaat terpaku oleh timbunan permata yang ada di dalamnya.
"Waktunya untuk menyerah, ya... atau mungkin itu tidak berada dalam ruangan ini?"
"Apanya yang tidak ada dalam ruangan?"
"Yaah, biasanya itu seperti tombol rahasia atau semacamnya. Aku ingin melihat lorong tersembunyi di sisi lain rak buku ini, tapi tak mungkin aku bisa melakukannya kalau aku tidak menemukan tombolnya."
"Ooh, jalan kabur toh. Itu ada di patung sebelah sana."
Petra menarik bagian bawah lengan baju Subaru, dan Subaru melihat ke arah yang Petra tunjuk, menganggukan kepalanya ke atas dan ke bawah dengan "Ehhhh",
"Ditempatkan di pojok ruangan, seperti patung biasa.... mungkinkah itu perangkatnya?"
Itu adalah patung kecil berbentuk orang duduk di kursi, cukup kecil sehingga bisa diletakkan di atas meja. Melihat sesuatu seperti itu di ruangan yang tak memiliki hiasan, memang terasa agak aneh, tapi Petra berjalan ke arahnya tanpa rasa takut sedikitpun, dan,
"Tykh."
Dengan sebuah suara pelan, kepala patung itu berputar.
Seolah akan terlepas, kepalanya berputar 180°. Melihat tulang leher pria itu patah dengan sangat brutal, Subaru mengernyitkan dahinya. Dan, di momen berikutnya,
"Ooo, ooo, ooo......"
Suara dari sebuah benda berat yang bergeser di lantai, menggema ke seluruh ruangan. Berbalik, Subaru melihat rak buku terpisah, menunjukan jalan masuk gelap gulita yang cukup lebar untuk dilewati satu orang.
Melihat wujud jalur pelarian tersebut, Subaru mengepalkan tangannya dan menunjukan pose kemenangan.
"Ini dia ini dia ini dia!!! Inilah yang kucari-cari! Aku terselamatkan!"
"Huhuu~ aku sangat membantu, kan~. Onee-sama memberitahuku soal ini sebelumnya, ini adalah rute kabur jika terjadi keadaan darurat, dia memberitahuku untuk mengingatnya."
"Oho, terima kasih terima kasih. Sekarang aku hanya.... Petra, kapan kau sampai ke sini!?"
"Kau baru sadar?"
Petra membaur dengan begitu sempurna sehingga butuh waktu bagi Subaru yang sedang merenung menyadari keberadaannya. Menanggapi respon Subaru yang tidak bisa diterima, Petra memanyunkan bibirnya,
"Bahkan setelah aku berlari pulang dan membantumu.... Subaru-sama, kupikir itu sedikit kasar."
“Tidak tidak, aku baru sadar kalau aku berbicara dengan seseorang ketika kupikir sedang sendiri. Dan kemudian aku jadi terlalu bersemangat karena aku berhasil memenuhi tujuanku, itulah kenapa aku sedikit lambat menyadari keberadaanmu. Maafmaaf.”
Gadis kecil itu memalingkan wajahnya seolah menyatakan kalau dia masih marah, Subaru pun menepuk kepala Petra sembari meminta maaf. Kemudian, mengalihkan pandangannya ke arah lorong tersebut,
“Ngomong-ngomong Petra, apa Frederica memberitahumu menuju ke mana terowongan ini?”
“Yup, Frederica onee-sama bilang kalau lorong ini menuju pondok kecil di pegunungan belakang mansion. Ada barrier lain di sana yang berbeda dengan barrier Mabeast, jadi barrier itu tidak bisa ditemukan dari luar.”
“Begitu ya. Jadi ini memang lorong tersembunyi. Tapi aku sebaiknya memeriksanya sendiri.”
Sudah dipastikan kalau lorong ini menuju pegunungan, tapi itu juga berarti terowongan ini bisa menjadi rute melarikan diri maupun rute penyerangan. Subaru menggulung lengan bajunya dan menyemangati dirinya sendiri, melangkah menuju pintu masuk. Dan kemudian, langkah kaki Petra mengikutinya dari belakang.
“Oh, kau ikut juga, Petra?”
“Apa tidak boleh?”
“Bukannya tidak boleh, tapi mungkin di sana tidak ada yang menarik, lo. Aku masuk hanya karena penasaran menuju ke mana lorong ini, dan setelahnya aku akan langsung kembali.”
“Sekarang ini adalah waktu istirahatku, jadi aku bebas melakukan apa yang kuinginkan. Kau tidak keberatan kan jika aku ikut?”
Menarik keliman bajunya, Petra mendongak menatap Subaru dengan mata anak anjing. Tidak sampai hati untuk meninggalkannya seperti ini, Subaru menghela napas dan memberikan sebuah senyum kecut, dan,
“Kita benar-benar hanya akan masuk dan langsung kembali, kau tahu. Kau pasti sangat penasaran ya, Petra.”
“Jika aku tidak penasaran, aku tidak akan ada di sini, jadi.... aku senang aku penasaran.”
Mendengar jawaban Petra, Subaru tidak yakin dengan apa yang coba dia katakan. Meski begitu, menutupinya dengan sebuah senyum, Subaru memegang tangan Petra yang terulur dan melangkah masuk menuju lorong.
Lorong tersembunyi yang gelap dihubungkan dengan tangga berbentuk spiral, sementara dindingnya sendiri terbuat dari bahan yang bersinar biru pucat. Meskipun mereka tidak akan kehilangan pandangan terhadap anak tangga, melihat jalur itu menuju bawah tanah, Subaru menoleh ke belakang,
“Tangga ini sangat panjang dan gelap, berhati-hatilah agar tidak terpeleset.”
“Jika aku terpeleset, apakah kau akan menyelamatkanku?”
“Aku akan memelukmu ketika jatuh ke bawah di sepanjang tangga, kau tahu.... jika aku berakhir koma dan tidak bisa berjalan lagi, itu akan jadi pemandangan yang sangat menyedihkan.”
“Kalau itu terjadi, aku akan merawat Subaru-sama sepanjang sisa hidupmu.”
“Aku senang, tapi prosesnya terlalu menakutkan.”
Dengan percakapan seperti itu, Subaru mengambil pimpinan ketika keduanya mulai menuruni tangga. Angin dingin menyapu dari bawah, mengirimkan pemikiran tentang Puck yang pastinya tak ada di sana ke dalam pikiran Subaru seperti angin dingin yang menjalari tulang belakangnya.
Ini tidak seperti dia takut mati membeku, yang mana seharusnya tidak mungkin akan terjadi, tapi,
“Turun ke bawah sambil diam saja rasanya tidak menyenangkan, dan Petra mungkin saja ketakutan, jadi ayo kita bicarakan sesuatu.”
“Subaru-sama, kau tahu, telapak tanganmu sedikit berkeringat?”
“Petra pasti takut jadi ayo kita bicarakan sesuatu! Bagaimana kabar semuanya di desa?”
Melihat Subaru sungguh ingin mendengar cerita seorang gadis kecil, Petra memberinya tatapan kasihan dan mengikuti keinginannya. Dan begitulah, melanjutkan berbagai macam percakapan agar keheningan tidak menyerang, mereka sampai di sebuah jalan sempit yang terasa familiar.
Lebih jauh ke bawah dari jalan ini, akan ada sebuah pintu, dan di balik pintu itu adalah zona yang belum pernah Subaru jajaki.
“Rasanya, kita masih ada tepat di bawah mansion. Jika jalan ini memang menuju belakang pegunungan, pasti ini terowongan yang cukup panjang.”
“Rute pelarian, jalur pelarian, terowongan, tidak bisakah kita menyebutnya dengan satu nama?”
“Kau benar... karena angin mungkin berasal dari Mexico, kita sebut saja SANTUNNEL.”
“Ah, hati-hati jatuh, ada benjolan di sana.”
Dan begitulah, Petra dengan cantiknya mengabaikan komentar acak Subaru. Melihat kecakapan anti-Subaru milik Petra berkembang pesat dalam jangkan waktu yang singkat, Subaru merasa senang sekaligus sedikit kesepian.
Mempartahankan perasaan nostalgia ini saat mereka menyusuri jalur bawah tanah, mereka pun sampai di sebuah area yang sedikit lebih luas. Lurus ke depan, sebuah pintu terlihat dari kegelapan, memastikan kalau ini adalah sebuah ruangan. Dulu, di dalam ruang sempit inilah sosok beku para Pemuja Penyihir berbaris, tapi tentu tak ada bekas dari saat-saat itu. Memastikan hal tersebut, Subaru mengeluarkan sebuah helaan napas lega.
“Tanpa perlu disebut pun, syukurlah tak ada trauma yang terpicu, ya. Ngomong-ngomong, sejauh ini kita seharusnya sudah sampai sepertiga perjalanan menuju pondok gunung, kan?”
“Anginnya sangat dingin.... itu pasti berasal dari belakang pintu ini.”
Ketika Subaru sedang sibuk merasa lega, di sampingnya, Petra menunggu dengan penuh antisipasi terhadap STAGE BARU yang ada di balik pintu ini. Dengan “Yeah” Subaru mengangguk setuju,
“Terakhir kali aku menyentuh pintu ini aku langsung mengalami GAME OVER. Jadi segala sesuatu setelah ini masih tidak diketahui.... yaah, kurasa kita akan mengetahuinya saat kita pergi ke sana.”
Membulatkan tekad, Subaru begitu saja meletakkan tangannya di pintu.
Dan, mendorong pintunya agar terbuka, dia merasakan angin dingin menerpa wajahnya, membanjiri ruangan kecil tadi.....
“....Ah?”
Bersamaan dengan suara hening, Subaru merasa ada sesuatu yang menghantam perutnya.
Memandang ke bawah, dia menatap sisi kiri pinggangnya yang tadi terkena hantaman. Sesuatu seperti tusuk daging menancap di sana, dan untuk membuktikan kalau hal itu baru saja terjadi, ujung benda itu masih bergetar.
…... Menyaksikan saat darah sedikit demi sedikit meresap ke dalam bajunya, kerongkongan Subaru terasa membeku.
“Yyaaa.....h!?”
Menggantikan Subaru yang tercekat, Petra, menyadari luka yang sama, menjerit sekeras-kerasnya. Suara nyaringnya menggema di seluruh lorong, memukul gendang telinga Subaru.
Begitu rasa sakitnya mulai terasa, masih tidak mengerti apa yang terjadi, otak Subaru berputar dengan segenap kemampuannya, mencoba memikirkan apa yang harus dilakukan.
Jeritan Petra melemah. Lorong yang menggema menghilangkan semua suara, hingga hanya suara Petra yang bisa didengar. Di dunia di mana dia seharusnya tidak mendengar apa-apa, Subaru mendengar suara itu.
Suara langkah kaki, dan suara pisau yang ditarik dari wadahnya....
“Sekarang, ayo kita tepati janji itu......”
Menjilat bibir dengan lidah merahnya, itu adalah suara monster pembunuh yang bergetar menandakan firasat pembantaian.
Tertanam dalam kata-kata itu adalah rasa kasih sayang dan sesuatu yang sangat rumit.
Mungkin itu adalah perasaan yang lazim dimiliki untuk seorang anggota keluarga.
“Secara fisik dia bisa melewati barrier, tapi dia tidak melakukannya karena masalah perasaan.... apa itu inti dari apa yang kau bicarakan?”
“Faktanya adalah dia menolak ketika aku, kakaknya, meminta hal itu darinya. Dia sudah mengikutiku hingga mencapai perbatasan barrier, tapi pada akhirnya, dia memilih untuk tetap berada di sana bersama nenek daripada pergi denganku.”
“Nenek..... maksudmu Lewes-san?”
“Anak itu mungkin kasar dan bermulut kotor, tapi dia sungguh menyayangi nenek. Kalau impian panjang nenek belum terpenuhi, dia tidak akan pernah meninggalkan Sanctuary.”
Meski dia terus memanggil Lewes dengan sebutan “nenek sihir” ataupun “nek” saja, Garfiel justru memiliki rasa sayang yang dalam terhadap Lewes. Subaru pernah menyebutnya tsundere, dan gambaran itu ternyata cukup akurat.
Namun, informasi itu takkan membantu banyak dalam situasi ini.
“Pada akhirnya, itu tidak merubah fakta bahwa melewati Ujian dan membebaskan Sanctuary adalah syarat kunci dalam situasi ini. Ini sangat mengecewakan.”
“Maafkan aku, aku tidak bisa memenuhi ekspektasimu.... jika ada hal lain yang ingin kau tanyakan....”
“Asalkan itu berada dalam wewenangmu, kan?”
“Aku minta maaf.”
Menanggapi penegasan singkat Frederica, Subaru menghela napas melalui hidungnya dan membuat daftar pertanyaan dalam kepalanya. Tapi, mempertimbangkan arus percakapan sejauh ini, kemungkinan besar,
“Apakah tujuan asli Roswaal boleh ditanyakan?”
“Master bertujuan mendukung Emilia-sama dan menjadikannya raja Lugunica yang selanjutnya. Sejauh itulah yang bisa kutegaskan tanpa keraguan sedikitpun.”
“Aku bertanya tujuan dia yang sebenarnya. Aku yakin bahkan kau pun akan setuju kalau tindakan Roswaal bertentangan dengan apa yang barusan kau katakan, benar?”
“Cara beliau itu tidak langsung dan misterius. Kupikir, aku ataupun Ram tidak akan membantah hal itu.”
Mengatakan hal tersebut dengan maksud bahwa dia dan Ram memiliki pendapat yang sama soal tindakan Roswaal, wajah Frederica terlihat sedih.
Walau dia menerima keraguan Subaru sebagai hal yang wajar, dia pasti dilarang memberikan kunci kepada Subaru untuk membuka semua itu. Pada akhirnya,
“Kau tidak bisa memberitahuku lebih jauh tanpa izin dari Roswaal, ya?”
“Aku benar-beanr minta maaf. Tapi hanya mengetahui hal itu saja.... master tak diragukan lagi adalah sekutu Emilia-sama dan Subaru-sama. Asalkan kalian berdua memiliki niat untuk menang dalam pemilihan Raja, itu saja sudah cukup.”
“Caramu menyusun kalimatmu benar-benar menggangguku.... tapi tak apa. Lupakan soal Roswaal untuk saat ini. Sejauh ini, kurasa aku bisa mempercayaimu, Frederica. Tapi jika kau menjadi tergila-gila terhadap Roswaal seperti halnya Ram, aku pasti akan memikirkan kembali hubungan kita dengan serius.”
Subaru menyukai Ram sebagai seorang individu, tapi itu tidak berarti Subaru bisa mutlak mempercayainya. Itu adalah hubungan yang rumit. Setidaknya, Subaru tahu bahwa Roswaal memiliki tempat yang paling tinggi dan tak tergantikan di hati Ram, dan karena dia tidak bisa sepenuhnya mempercayai Roswaal, maka Subaru juga tidak punya pilihan lain selain menahan penilaiannya terhadap Ram.
“Jika kau tidak bisa memberitahuku tujaun Roswaal yang sebenarnya.... bisakah kau memberitahuku apa makna ketika mereka menyebut Sanctuary sebagai Tanah Percobaan? Aku dengar Garfiel menyebutnya seperti itu.”
“Tanah Percobaan..... ya?”
“Juga tumpukan kotoran bagi mereka yang tidak punya tempat tujuan, dia juga memanggilnya begitu. Setelah kita membicarakan tentang Perang Demihuman, aku sedikit bisa membayangkan bagian tidak punya tujuannya. Jadi Roswaal memiliki fetish Demihuman atau apalah itu namanya, dan mengumpulkan Darah Campuran yang tak punya tempat tujuan untuk tinggal di sana. Tapi....”
Hanya dari kata 'Tanah Percobaan' saja sudah memberikan kesan tidak enak, dan tidaklah berlebihan menyebut para Darah Campuran yang berkumpul di sana itu diculik. Siapa yang tahu kenapa Roswaal melakukan hal itu? Dengan kata lain, Emilia mungkin bersekutu dengan seseorang yang tidak seharusnya dia ajak bersekutu.
“.... meski itu bukan Penyihir Kecemburuan, jika orang-orang tahu bahwa keluarga Roswaal bertugas mengurusi fasilitas yang berhubungan dengan Penyihir, konsekuensinya pasti sangat besar. Kudengar tak ada catatan yang tersisa mengenai hal ini, tapi kenyataannya, Makam itu masih ada di sana.”
“Makna kata 'Penyihir' sejak dulu memang membawa konotasi buruk. Bahkan hubungan kontrak antara master dan Penyihir Keserakahan pun pasti akan dianggap tidak pantas oleh orang yang ada di sekitarnya. Aku yakin, pemikiran ini juga sejalan dengan pemikiran Subaru-sama.”
“Aku senang kita bisa setuju bahwa keberadaan Sanctuary itu merupakan suatu masalah. Sekarang, bukankah julukan seperti 'Tanah Percobaan' malah membuat masalah itu semakin memburuk?”
“.... Awalnya, tempat itu adalah desa tersembunyi di mana para Darah Campuran berkumpul sehingga Penyihir Keserakahan bisa melakukan suatu eksperimen. Tak jelas negosiasi macam apa yang terjadi pada waktu itu antara si Penyihir dan pemilik lahan, yaitu keluarga Mathers, tapi karena kontrak tersebut, generasi penerus dari keluarga Mathers harus mengurus dan merawat Sanctuary.”
Menganggukan kepalanya, Subaru mencerna isi dari kata-kata Frederica dan menata informasi di dalam kepalanya. Dia sudah tahu hal itu dengan menghubungkan potongan-potongan informasi yang diisyaratkan oleh orang-orang di Sanctuary. Kalau begitu, maka pertanyaannya adalah,
“Eksperimen macam apa yang Penyihir lakukan dengan para Darah Campuran itu, dan kenapa Roswaal terus menjaga kontrak itu bahkan setelah kematian si Penyihir....?”
“Alasan untuk yang kedua seharusnya sangat sederhana. Kontraknya kemungkinan besar berisi perjanjian; 'Sampai saat terbebasnya Sanctuary, patuhilah kontrak dengan Penyihir'. Jika orang-orang tidak dibawa ke dalam Sanctuary secara berkala, prasyarat untuk terpenuhinya kontrak itu tidak akan ada.”
“Jadi, dia sekarang membuatnya menjadi tempat pengungsian untuk para Darah Campuran? Dari kedengarannya sih, orang-orang mungkin akan berpikir kalau Roswaal sedang menjalankan sejenis projek amal.”
Karena diskriminasi terhadap Darah Campuran adalah sesuatu yang nyata, memastikan bahwa ada tempat di mana mereka bisa hidup dengan damai sangatlah diperlukan. Jika Roswaal memang memenuhi peran itu, maka Subaru harus merubah penilannya terhadap Roswaal. Tapi,
“Sepertinya tidak semua Darah Campuran ingin tinggal di sana. Faktanya, pendukung Lewes-san yang ingin Sanctuary terbebas adalah mayoritas di sana, benar?”
“... Prasangka umum terhadap Demihuman memang sudah berkurang. Dibandingkan darah kami, alasan kenapa aku dan adikku memasuki Sanctuary adalah lebih karena kami tidak punya tempat tinggal. Suatu hari nanti, Sanctuary akan terbebas..... itulah kenapa, aku.....”
Menutup matanya rapat-rapat, Frederica memotong ucapannya. Melihat gadis itu, Subaru terdiam, dan setelah beberapa saat terlewati, dia pun akhirnya kembali berbicara dengan ragu,
“Aku mungkin hanya berandai-andai.... tapi, mungkinkah alasan kenapa kau meninggalkan Sanctuary adalah karena kau khawatir dengan apa yang akan terjadi setelah Sanctuary terbebas?”
“.... Apa yang membuatmu berpikir begitu?”
“Kalau kau tanya kenapa.... wajahmu selalu terlihat sedikit sedih ketika kau membicarakan Sanctuary. Tapi meski begitu, kau meninggalkan rumahmu, entah itu demi dirimu atapun demi orang lain. Kalau begitu...”
Menggaruk pipinya, Subaru teringat dinding penghalang yang dimiliki pemuda berambut emas itu. Seperti gadis baik hati di depan matanya ini, pria itu hanya sekedar omong saja dan tidak akan mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
“Jika kau sama dengan adikmu dalam hal menyembunyikan perasaan, aku takkan terkejut jika ada beberapa alasan memalukan di balik perginya dirimu. Kutebak, kau..... mungkin pergi untuk membuat tempat bagi mereka setelah Sanctuary terbebas, entah di mana yang sekiranya mereka tidak akan takut, benar? Tentu saja, kau bekerja di sini untuk membalas kebaikan Roswaal, tapi bukan hanya itu saja, kan?.... begitulah tebakanku.”
Sadar kalau dia sudah membuat lompatan besar logika dalam spekulasinya, Subaru menahan rasa malunya dan mencuri pandang ke arah Frederica. Jika dia menertawakannya, maka itu artinya Subaru terlalu percaya diri, tapi,
“Ketika tiba saatnya pintu dunia baru terbuka untuk mereka.... aku ingin menjadi orang yang menuntun mereka melewatinya.”
Menggumamkan hal tersebut dengan pelan, sebuah senyum merekah di wajah Frederica.
Itu bukanlah senyum mengejek menanggapi sebuah tebakan aneh, melainkan senyum lepas ketika menunjukan hatinya yang tanpa beban kepada orang lain.
“Aku dibesarkan di tempat itu, tapi sekarang aku ingin menempa lingkungan yang akan membuat mereka berniat meninggalkan tempat itu. Jika aku bisa membantu membuat lingkungan semacam itu meski hanya sedikit saja, maka.... kelahiranku yang tak diinginkan ini pasti memiliki arti.”
“Tak diinginkan, itu......”
“Tak perlu menghiburku. Memang begitu adanya. Aku tidak bisa membayangkan ibuku mengandungku dengan keinginan demikian. Kenyataannya, dia pergi dan meninggalkanku serta adikku di Sanctuary. Itulah jawabannya... tapi aku tidak ingin ceritaku berakhir hanya dengan jawaban tersebut, dan itulah alasan kenapa aku ada di sini sekarang.”
Pertanyaannya adalah apakah Frederica sudah mencapai jawaban itu.
Hanya memahami garis besarnya saja, Subaru tidak mungkin bisa memberikan simpatinya kepada gadis itu.
Menyimpan jawaban yang sudah dia dapatkan untuk dirinya sendiri, dia pasti akan menghadapi pilihan tak terbatas hanya dengan jawaban itu sebagai pemandunya.
…..'Dia kuat', pikir Subaru. Itu adalah keyakinan yang cukup kuat untuk dikagumi.
“.... Apa Garfiel tahu bagaimana perasaanmu yang sebenarnya? Jika dia tahu dan masih tidak ikut denganmu, maka....”
“Adikku adalah satu-satunya orang yang kuberitahu semuanya. Tapi meski begitu, dia tidak ikut denganku.... itulah pilihan yang dia buat. Daripada pergi untuk memperoleh sesuatu yang sulit untuk diraih, adikku memilih tinggal untuk melindungi sesuatu yang bisa lenyap dengan mudah. Kami masing-masing memilih jalan yang berbeda... sesederhana itulah ceritanya.”
“Melindungi.... melindungi ya? Hanya dari penampilan luarnya saja, aku tidak pernah menyangka kalau dia adalah karakter yang akan membuat pilihan seperti itu. Yaah, memang hati seseorang takkan bisa dipahami hanya dari penampilan luarnya sih.”
Menggosok dagunya, Subaru memiringkan cangkirnya dan meminum semua teh di dalamnya dalam sekali tegukan, sebelum menahan sebuah cegukan. Mengusap bibir dengan punggung tangannya, Subaru memulai lagi dengan, “Kalau dipikir-pikir”,
“Kita sepertinya sudah keluar topik, jadi ayo kembali ke topik awal. Soal nama 'Tanah Percobaan'. Bisakah kau mengatakan eksperimen macam apa yang mereka lakukan?.... atau, apa kau tahu isinya?”
“Sayangnya, aku tidak tahu isi maupun tujuan mereka. Faktanya, sejak saat Penyihir Keserakahan tiada, kelanjutan eksperimen itu menjadi mustahil. Hanya fasilitasnya saja yang tersisa dan Keluarga Mathers terus merawatnya.”
“Itu bahkan jadi semakin sulit dipahami. Aku pribadi paham betapa pentingnya menepati janji, tapi apa gunanya terus menjaga janji ketika pihak kedua sudah mati selama 400 tahun?”
“Setidaknya, jika bukan karena keluarga master yang terus menjaga janji itu, aku ragu aku dan adikku akan melewati masa kecil kami dengan damai.”
“Ah.... itu... aku tidak memikirkannya. Maaf.”
Melihat Subaru meminta maaf dengan tulus, Frederica tidak bisa menahan tawanya.
Kemudian, dia mengosongkan cangkirnya dan mengumpulkan cangkir Subaru yang sudah kosong, sebelum akhirnya berdiri dari kursinya,
“Kita sudah mengobrol cukup lama. Kita bicarakan yang lainnya lain kali. Apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Subaru-sama?”
“Awalnya sih aku hanya mengantar para penduduk pulang. Sekarang karena aku sudah menanyakan apa yang ingin kutanyakan, aku seharusnya segera kembali.... tapi melakukannya hari ini rasanya sedikit sulit, jadi kurasa aku akan kembali besok pagi.”
“Begitu ya. Jika demikian, kurasa malam ini dan besok pagi Petra akan sangat bersemangat. Tapi memikirkan betapa tidak fokusnya dia nanti, sulit menyebut apakah ini hal yang bagus atau tidak.”
“Lebih dari apapun, baguslah pembelajaran Petra berjalan lancar.... ngomong-ngomong, di mana dia sekarang?”
“Sekarang, aku yakin dia pulang ke desa menyapa semua warga yang baru saja kembali. Aku menyuruhnya begitu.”
Sesuai dugaan, Frederica sudah mengetahui keinginan Petra bahkan sebelum dia memintanya.
Memperhatikan punggung Frederica saat dia membawa cangkir teh yang bergemerincing, Subaru juga berdiri dari kursi, dan menggunakan jarinya untuk menghitung hal-hal yang harus dia lakukan.
Apa yang berhasil dia dengar dari Frederica hanyalah setengah dari apa yang ingin dia dengar. Tapi walau begitu, hal tersebut sudah cukup untuk membuatnya melangkah maju dengan spekulasinya.
Yang tersisa sekarang hanyalah, menemukan orang terakhir yang mungkin tahu lebih banyak.
“Ini mungkin akan makan waktu, tapi sekaranglah saatnya menyisir seluruh mansion....”
Menanggapi pekerjaan berat yang ada di hadapannya, Subaru merosotkan bahunya.
Memandang sekilas punggung Subaru saat dia meninggalkan kamar, Frederica berbisik dengan suara pelan,
“Aku memang tidak tahu isi maupun tujuan mereka.... tapi, aku tahu hasil dari Tanah Percobaan itu. Ketika kau menemukannya, ketika kau memahaminya.... apa yang akan kau pikirkan ya?”
Namun, isi dari bisikannya tidak mencapai telinga Subaru yang sedang berpikir keras.
XxxxX
Semua orang yang ada di mansion, tahu bahwa 'Door Crossing' milik Beatrice adalah hal yang sangat merepotkan untuk dihadapi, tapi Subaru benar-benar baru merasakan hal itu setelah kembali dari ibukota.
Kemampuan intuitif alami untuk memilih satu dari sekian banyak pilihan.... atau lebih tepatnya, nyali yang dia miliki, adalah salah satu dari beberapa hal tentang dirinya yang bisa Subaru banggakan.
Karakterisik khusus Subaru yang bisa memilih pilihan dengan tepat tanpa petunjuk atau alasan apapun, dalam beberapa hal, sama menjengkelkannya dengan karakteristik khususnya yang lain, yaitu 'Tidak bisa membaca suasana'. Dan hal itu tidak hanya memberikan kontribusi kecil dalam berbagai kesempatannya menemukan Beatrice.
Tapi semenjak kembali dari Ibukota, intuisi itu tidak lagi bekerja dengan baik.
“Ini aneh. Seharusnya ini sudah semua pintu yang ada di mansion....”
Itu adalah pintu yang terakhir. Menutup pintu kamar mandi terakhir di mana dia menempatkan seluruh harapannya, Subaru mengungkapkan kekecewaannya dengan memiringkan kepala diikuti sebuah helaan napas.
Semenjak kembali dari Ibukota, dia terus menerus gagal dalam kuis 'Tebak di mana Beako berada'. Memikirkan bagaimana keberhasilannya yang dulu hampir mencapai 100%, dia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan catatan buruk ini. Di sini, Subaru harus mengakui kalau tak ada hal lain yang bisa dia lakukan.
“Gezz, dia pasti serius berusaha menghindariku.”
Jika Beatrice benar-benar fokus pada hal itu, takkan ada satupun orang yang bisa menembus 'Door Crossing' miliknya, Ram pernah menyebutkan hal ini. Namun, entah bagaimana Subaru selalu bisa menentang akal sehat itu.
Dan setelah beberapa waktu, Subaru pun menumbuhkan rasa superioritas terhadap Beatrice.... dalam kasus ini, itu bukan karena dia bisa menembus 'Door Crossing' miliknya, melainkan karena dia memiliki keuntungan lebih besar terhadap Beatrice dibandingkan siapapun di mansion.
"Meski kita berpisah seperti itu, aku tidak berpikir kau akan jadi full-Hikikomori karenanya... Jika kau bahkan tidak mau menunjukkan wajahmu, aku tidak akan bisa mengajakmu bertengkar, meminta maaf atau semacamnya."
Subaru tidak tahu apa yang sudah dia katakan sampai membuat Beatrice kekeuh menolak bertemu dengannya. Dia tidak tahu, dan jika dia terus terpisah secara fisik seperti ini, dia akan terus tidak tahu. Dan dia benci itu.
Terlepas dari apa yang ingin Subaru ketahui darinya, dan terlepas dari semua masalah yang mengikatnya, apa yang Subaru inginkan sekarang hanyalah bertemu dan berbicara dengannya.
Tak masalah bahkan jika itu artinya dia harus dicaci ataupun dipandang rendah seperti seorang idiot. Tapi hari-hari bahagia itu telah hilang. Dan setelah menyadari hal itu, Subaru merasa tidak bisa membendungnya sama sekali. Meskipun dia tahu kalau ini adalah pemikiran yang egois.
"Puck dan Beako, mereka bahkan tidak mau mengintip di saat-saat kritis."
Entah itu Puck yang masih bersembunyi entah di mana, ataupun Beatrice yang mengurung diri di dalam ruangannya, keduanya tidak ada saat Subaru dan Emilia begitu membutuhkan mereka.
Tak bisa diandalkan saat ada masalah, mereka hampir sama buruknya dengan dewa-dewa yang ada di langit.
Tapi situasi ini jauh terlalu darurat untuk dihabiskan dalam kesakitan. Tahu bahwa Elsa tengah mendekati mansion, tapi tidak punya cara untuk mengusirnya, prioritas tertinggi Subaru adalah mengevakuasi semua orang yang ada di mansion.
Tak peduli bagaimanapun dia memikirkannya, Elsa mungkin tak punya alasan untuk melayangkan pedang mematikannya pada penduduk desa Arlam yang sama sekali tak berkaitan. Jadi melindungi nyawa mereka yang ada di mansion adalah tugasnya yang paling penting.
Membawa Rem dan Petra tidak akan sulit. Jika dia memohon kepada rasa profesionalisme Frederica, seharusnya dia juga bisa membujuk gadis itu. Masalahnya adalah Beatrice yang tidak ingin menemuinya.
Sebelumnya, dalam pengulangan yang dimulai di ibukota, Subaru sudah gagal membawanya pergi dari mansion. Waktu itu, Subaru menyerah mencoba membujuknya untuk meninggalkan mansion karena dia tahu sasaran Pemuja Penyihir bukanlah mansion.
Tapi kali ini berbeda, Elsa akan menyerang mansion, dan tidak akan ragu menyarangkan pedangnya pada semua orang. Meskipun targetnya, Emilia, tidak ada, dia mungkin sudah memantapkan pikirannya untuk membelah setiap perut yang ada di mansion.
Meskipun Subaru tidak tahu seperti apa kekuatan bertarung Beatrice, Elsa berhasil bertahan dalam pertarungan sengit melawan kekuatan gabungan Puck dan Emilia, dan Subaru merasa mungkin wanita itu mampu menyaingi kekuatan Wilhelm.
Jika Beatrice dan Elsa berhadapan langsung, Subaru tidak bisa membayangkan Beatrice akan menang melawannya.
"Mungkin, aku saja yang terlalu khawatir ketika itu menyangkut Elsa.... tapi setelah dibunuh oleh satu orang sebanyak tiga kali, wajar jika aku merasa seperti itu.... Oh."
Mengelus-elus rasa sakit ilusi yang terasa di perutnya sambil berjalan di sepanjang lorong, kaki Subaru tiba-tiba berhenti. Matanya terpaku pada pintu mahal yang terlihat mencurigakan, sebuah pintu yang menuju ruangan di tengah lantai teratas mansion... yaitu kantor Roswaal.
Subaru tahu, menginjakan kaki di kantor masternya saat sang master tidak ada, adalah sebuah tindakan yang lancang, tapi...
"Benar, ada sesuatu di ruangan ini yang harus kuperiksa."
Mengatakan hal tersebut, dia membuka pintu dan memasukinya tanpa antusiasme khusus.
Tentunya, pemandangan yang terpampang di hadapannya saat melangkah masuk ke dalam kantor, tak begitu berbeda dengan saat dia membuka setiap pintu yang ada di mansion. Karena Roswaal belum kembali, ruangan ini masih sama seperti saat Subaru membuat Otto merapikannya dulu.
Dokumen yang berantakan, rak buku yang dirapikan oleh Otto, dan sekarang ada kesan pada ruangan ini seolah baru saja dibersihkan. Subaru melihat-lihat sebelum berjalan menuju bagian belakang ruang, di mana dua rak buku berdiri berdampingan di samping meja kayu ebony.
"Di belakang rak buku ini.... ada lorong tersembunyi ya."
Dua kali, dia sudah memastikan keberadaan lorong tersembunyi ini.... mungkin lorong ini disediakan sebagai jalur pelarian dalam keadaan darurat, tapi bagaimana mengaktifkannya dan menuju ke arah mana lorong ini, Subaru sama sekali tidak mengetahuinya.
"Lorong ini aktif saat Elsa menyerang, jadi kupikir lorong ini pasti membawamu kabur ke suatu tempat.... meskipun terakhir kali aku memasukinya aku dibekukan sampai mati."
Ingatan itu berakhir ketika dia membeku menjadi patung es bersamaan dengan para Pemuja Penyihir yang membuat Puck marah. Dia ingat saat jari-jarinya patah serta saat kedua tangan dan kakinya hancur, mati hampir tanpa rasa sakit sama sekali, tapi ingatan itu terasa samar sehingga mengingatnya tidak akan memberikan apapun selain rasa ngeri. Tapi kematian tetaplah kematian. Dia tidak bermakud menganggapnya enteng.
Bagaimanapun,
"Kalau aku tidak tahu menuju ke mana lorong ini, aku tidak akan tahu apa yang harus kulakukan saat situasinya memburuk. Mungkin jalan keluarnya ada di suatu tempat di mansion.... meski kurasa mungkin bukan seperti itu."
Jika memastikan keselamatan adalah prioritas tertinggi, maka mengkonfirmasi rute pelarian adalah langkah yang harus dilakukan. Kemungkinan besar lorong ini membawa ke suatu tempat di pegunungan di belakang mansion. Dan, mempertimbangkan bagaimana terowongan untuk kabur biasanya bekerja, jika ada bekal darurat di tengah perjalanan nanti, itu pasti akan sangat membantu.
"Agar lebih yakin lagi, aku akan sedikit melihatnya.... tapi meski aku ingin melihatnya....."
Di mana sih perangkat yang digunakan untuk mengaktifkan benda ini?
Kali ini, Subaru mencoba menyeret rak buku itu sekuat tenaganya, tapi rak buku yang padat itu takkan bergeming hanya dengan kekuatan tangan Subaru seorang. Mungkin jika dia mengeluarkan semua buku-bukunya dan hanya menyisakan raknya saja, dia mungkin saja bisa sedikit menggerakannya, tapi...
"Tak mungkin ada waktu untuk itu dalam keadaan darurat yang sebenarnya... pasti ada tombol untuk mengaktifkannya di suatu tempat."
Menanggapi pemikiran tersebut, Subaru mulai mencari di belakang rak buku, tapi dia tak menemukan mekanisme rahasia apapun. Meskipun, ketika dia menarik laci nomor dua dari bawah, dia sesaat terpaku oleh timbunan permata yang ada di dalamnya.
"Waktunya untuk menyerah, ya... atau mungkin itu tidak berada dalam ruangan ini?"
"Apanya yang tidak ada dalam ruangan?"
"Yaah, biasanya itu seperti tombol rahasia atau semacamnya. Aku ingin melihat lorong tersembunyi di sisi lain rak buku ini, tapi tak mungkin aku bisa melakukannya kalau aku tidak menemukan tombolnya."
"Ooh, jalan kabur toh. Itu ada di patung sebelah sana."
Petra menarik bagian bawah lengan baju Subaru, dan Subaru melihat ke arah yang Petra tunjuk, menganggukan kepalanya ke atas dan ke bawah dengan "Ehhhh",
"Ditempatkan di pojok ruangan, seperti patung biasa.... mungkinkah itu perangkatnya?"
Itu adalah patung kecil berbentuk orang duduk di kursi, cukup kecil sehingga bisa diletakkan di atas meja. Melihat sesuatu seperti itu di ruangan yang tak memiliki hiasan, memang terasa agak aneh, tapi Petra berjalan ke arahnya tanpa rasa takut sedikitpun, dan,
"Tykh."
Dengan sebuah suara pelan, kepala patung itu berputar.
Seolah akan terlepas, kepalanya berputar 180°. Melihat tulang leher pria itu patah dengan sangat brutal, Subaru mengernyitkan dahinya. Dan, di momen berikutnya,
"Ooo, ooo, ooo......"
Suara dari sebuah benda berat yang bergeser di lantai, menggema ke seluruh ruangan. Berbalik, Subaru melihat rak buku terpisah, menunjukan jalan masuk gelap gulita yang cukup lebar untuk dilewati satu orang.
Melihat wujud jalur pelarian tersebut, Subaru mengepalkan tangannya dan menunjukan pose kemenangan.
"Ini dia ini dia ini dia!!! Inilah yang kucari-cari! Aku terselamatkan!"
"Huhuu~ aku sangat membantu, kan~. Onee-sama memberitahuku soal ini sebelumnya, ini adalah rute kabur jika terjadi keadaan darurat, dia memberitahuku untuk mengingatnya."
"Oho, terima kasih terima kasih. Sekarang aku hanya.... Petra, kapan kau sampai ke sini!?"
"Kau baru sadar?"
Petra membaur dengan begitu sempurna sehingga butuh waktu bagi Subaru yang sedang merenung menyadari keberadaannya. Menanggapi respon Subaru yang tidak bisa diterima, Petra memanyunkan bibirnya,
"Bahkan setelah aku berlari pulang dan membantumu.... Subaru-sama, kupikir itu sedikit kasar."
“Tidak tidak, aku baru sadar kalau aku berbicara dengan seseorang ketika kupikir sedang sendiri. Dan kemudian aku jadi terlalu bersemangat karena aku berhasil memenuhi tujuanku, itulah kenapa aku sedikit lambat menyadari keberadaanmu. Maafmaaf.”
Gadis kecil itu memalingkan wajahnya seolah menyatakan kalau dia masih marah, Subaru pun menepuk kepala Petra sembari meminta maaf. Kemudian, mengalihkan pandangannya ke arah lorong tersebut,
“Ngomong-ngomong Petra, apa Frederica memberitahumu menuju ke mana terowongan ini?”
“Yup, Frederica onee-sama bilang kalau lorong ini menuju pondok kecil di pegunungan belakang mansion. Ada barrier lain di sana yang berbeda dengan barrier Mabeast, jadi barrier itu tidak bisa ditemukan dari luar.”
“Begitu ya. Jadi ini memang lorong tersembunyi. Tapi aku sebaiknya memeriksanya sendiri.”
Sudah dipastikan kalau lorong ini menuju pegunungan, tapi itu juga berarti terowongan ini bisa menjadi rute melarikan diri maupun rute penyerangan. Subaru menggulung lengan bajunya dan menyemangati dirinya sendiri, melangkah menuju pintu masuk. Dan kemudian, langkah kaki Petra mengikutinya dari belakang.
“Oh, kau ikut juga, Petra?”
“Apa tidak boleh?”
“Bukannya tidak boleh, tapi mungkin di sana tidak ada yang menarik, lo. Aku masuk hanya karena penasaran menuju ke mana lorong ini, dan setelahnya aku akan langsung kembali.”
“Sekarang ini adalah waktu istirahatku, jadi aku bebas melakukan apa yang kuinginkan. Kau tidak keberatan kan jika aku ikut?”
Menarik keliman bajunya, Petra mendongak menatap Subaru dengan mata anak anjing. Tidak sampai hati untuk meninggalkannya seperti ini, Subaru menghela napas dan memberikan sebuah senyum kecut, dan,
“Kita benar-benar hanya akan masuk dan langsung kembali, kau tahu. Kau pasti sangat penasaran ya, Petra.”
“Jika aku tidak penasaran, aku tidak akan ada di sini, jadi.... aku senang aku penasaran.”
Mendengar jawaban Petra, Subaru tidak yakin dengan apa yang coba dia katakan. Meski begitu, menutupinya dengan sebuah senyum, Subaru memegang tangan Petra yang terulur dan melangkah masuk menuju lorong.
Lorong tersembunyi yang gelap dihubungkan dengan tangga berbentuk spiral, sementara dindingnya sendiri terbuat dari bahan yang bersinar biru pucat. Meskipun mereka tidak akan kehilangan pandangan terhadap anak tangga, melihat jalur itu menuju bawah tanah, Subaru menoleh ke belakang,
“Tangga ini sangat panjang dan gelap, berhati-hatilah agar tidak terpeleset.”
“Jika aku terpeleset, apakah kau akan menyelamatkanku?”
“Aku akan memelukmu ketika jatuh ke bawah di sepanjang tangga, kau tahu.... jika aku berakhir koma dan tidak bisa berjalan lagi, itu akan jadi pemandangan yang sangat menyedihkan.”
“Kalau itu terjadi, aku akan merawat Subaru-sama sepanjang sisa hidupmu.”
“Aku senang, tapi prosesnya terlalu menakutkan.”
Dengan percakapan seperti itu, Subaru mengambil pimpinan ketika keduanya mulai menuruni tangga. Angin dingin menyapu dari bawah, mengirimkan pemikiran tentang Puck yang pastinya tak ada di sana ke dalam pikiran Subaru seperti angin dingin yang menjalari tulang belakangnya.
Ini tidak seperti dia takut mati membeku, yang mana seharusnya tidak mungkin akan terjadi, tapi,
“Turun ke bawah sambil diam saja rasanya tidak menyenangkan, dan Petra mungkin saja ketakutan, jadi ayo kita bicarakan sesuatu.”
“Subaru-sama, kau tahu, telapak tanganmu sedikit berkeringat?”
“Petra pasti takut jadi ayo kita bicarakan sesuatu! Bagaimana kabar semuanya di desa?”
Melihat Subaru sungguh ingin mendengar cerita seorang gadis kecil, Petra memberinya tatapan kasihan dan mengikuti keinginannya. Dan begitulah, melanjutkan berbagai macam percakapan agar keheningan tidak menyerang, mereka sampai di sebuah jalan sempit yang terasa familiar.
Lebih jauh ke bawah dari jalan ini, akan ada sebuah pintu, dan di balik pintu itu adalah zona yang belum pernah Subaru jajaki.
“Rasanya, kita masih ada tepat di bawah mansion. Jika jalan ini memang menuju belakang pegunungan, pasti ini terowongan yang cukup panjang.”
“Rute pelarian, jalur pelarian, terowongan, tidak bisakah kita menyebutnya dengan satu nama?”
“Kau benar... karena angin mungkin berasal dari Mexico, kita sebut saja SANTUNNEL.”
“Ah, hati-hati jatuh, ada benjolan di sana.”
Dan begitulah, Petra dengan cantiknya mengabaikan komentar acak Subaru. Melihat kecakapan anti-Subaru milik Petra berkembang pesat dalam jangkan waktu yang singkat, Subaru merasa senang sekaligus sedikit kesepian.
Mempartahankan perasaan nostalgia ini saat mereka menyusuri jalur bawah tanah, mereka pun sampai di sebuah area yang sedikit lebih luas. Lurus ke depan, sebuah pintu terlihat dari kegelapan, memastikan kalau ini adalah sebuah ruangan. Dulu, di dalam ruang sempit inilah sosok beku para Pemuja Penyihir berbaris, tapi tentu tak ada bekas dari saat-saat itu. Memastikan hal tersebut, Subaru mengeluarkan sebuah helaan napas lega.
“Tanpa perlu disebut pun, syukurlah tak ada trauma yang terpicu, ya. Ngomong-ngomong, sejauh ini kita seharusnya sudah sampai sepertiga perjalanan menuju pondok gunung, kan?”
“Anginnya sangat dingin.... itu pasti berasal dari belakang pintu ini.”
Ketika Subaru sedang sibuk merasa lega, di sampingnya, Petra menunggu dengan penuh antisipasi terhadap STAGE BARU yang ada di balik pintu ini. Dengan “Yeah” Subaru mengangguk setuju,
“Terakhir kali aku menyentuh pintu ini aku langsung mengalami GAME OVER. Jadi segala sesuatu setelah ini masih tidak diketahui.... yaah, kurasa kita akan mengetahuinya saat kita pergi ke sana.”
Membulatkan tekad, Subaru begitu saja meletakkan tangannya di pintu.
Dan, mendorong pintunya agar terbuka, dia merasakan angin dingin menerpa wajahnya, membanjiri ruangan kecil tadi.....
“....Ah?”
Bersamaan dengan suara hening, Subaru merasa ada sesuatu yang menghantam perutnya.
Memandang ke bawah, dia menatap sisi kiri pinggangnya yang tadi terkena hantaman. Sesuatu seperti tusuk daging menancap di sana, dan untuk membuktikan kalau hal itu baru saja terjadi, ujung benda itu masih bergetar.
…... Menyaksikan saat darah sedikit demi sedikit meresap ke dalam bajunya, kerongkongan Subaru terasa membeku.
“Yyaaa.....h!?”
Menggantikan Subaru yang tercekat, Petra, menyadari luka yang sama, menjerit sekeras-kerasnya. Suara nyaringnya menggema di seluruh lorong, memukul gendang telinga Subaru.
Begitu rasa sakitnya mulai terasa, masih tidak mengerti apa yang terjadi, otak Subaru berputar dengan segenap kemampuannya, mencoba memikirkan apa yang harus dilakukan.
Jeritan Petra melemah. Lorong yang menggema menghilangkan semua suara, hingga hanya suara Petra yang bisa didengar. Di dunia di mana dia seharusnya tidak mendengar apa-apa, Subaru mendengar suara itu.
Suara langkah kaki, dan suara pisau yang ditarik dari wadahnya....
“Sekarang, ayo kita tepati janji itu......”
Menjilat bibir dengan lidah merahnya, itu adalah suara monster pembunuh yang bergetar menandakan firasat pembantaian.
---End---
Lanjut ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 34
Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4
Translator : Zhi End Translation..
7 Komentar
mati lgi si subaru... lanjut min kejar garapan re zero nya yng English udh sampai 38.. ganb.. min..
BalasAkhirnya update juga minmin.. makasih banyaaaaaaakkk
BalasElsa muncul lagi, jangan jangan Subaru mati lagi nih hhhhhh
Balassetelah sekian lama~
BalasAkhirnya update..
BalasTernyata elsa masuk dari lorong... Gila qok bisa?
Balassi maniak usus
Balas