[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 10 - Chapter 3 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Menyaksikan Revolusi di Ente Isla -3
Kembali ke - > Hataraku Maou-Sama Volume 10 - Chapter 3 Part 2
Chapter 3 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Menyaksikan Revolusi di Ente Isla.
“Kalian benar-benar sembrono~ kastil Azure Sky Canopy jadi hancur~~”
“Benar sekali!”
Orang yang berbicara kepada Maou dan Emilia ketika mereka mendarat di tanah adalah Emerada dan Bell.
“Dalam beberapa artian~ dampak yang disebabkan oleh insiden ini terhadap dunia itu jauh lebih serius dibanding ketika Isla Centrum jatuh ke tangan Pasukan Raja Iblis dulu~”
“Ma-maaf.”
Si Raja Iblis sendiri meminta maaf dengan canggung, tapi meski begitu, Maou masih tidak bisa mengerti satu hal.
“Oh, oh ya, Emerada, bukankah kau sedang menjalani sidang keagamaan? Kenapa kau bisa muncul di sini?”
“Si-sidang keagamaan?”
Emilia yang tidak tahu menahu soal keadaan Emerada, memekik kaget, sementara Emerada menoleh ke arah Bell yang ada di sampingnya dengan sikap santai dan mengatakan,
“Nona Bell dan Nona Lumark lah yang membebaskanku~~”
“Suzuno dan Jenderal Lumark?”
“Itu tidak sehebat membebaskan sih. Kami hanya mengurus beberapa binatang pengerat yang mendiami negara.”
Si kesatria wanita yang memakai armor khusus.... Heather Lumark, mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh ketika namanya disebutkan.
“Ketika nona Lumark~ tahu kalau aku akan menjalani sidang keagamaan~~ dia secara khusus kembali ke Saint Aire dari Benua Utama~~”
“Itu karena aku merasa Emerada tidak mungkin melakukan kesalahan yang sampai membuatnya harus menjalani pengadilan atas tuduhan menjadi pengkhianat Gereja. Jika itu dia, dia pasti akan menghadapinya dengan lebih cerdas. Dan seperti yang diduga, insiden ini disebabkan oleh Pepin.”
“Gezz~~ membuatnya terdengar seolah aku memiliki sifat yang jahat~~”
Lumark mengangkat bahunya menanggapi protes Emerada,
“Memang kenyataannya seperti itu.”
“Tidak~~!”
Emerada menggembungkan pipinya dan cemberut merasa tidak puas, tapi sayangnya, tak ada yang mau membantunya membantah kata-kata Lumark.
“Hanya dengan kekuatanku saja, aku tidak akan mampu membebaskan Emerada secepat ini. Ini semua berkat bantuan dari Alberto-sama dan Penyelidik Bell.”
“Aku benar-benar tidak mengerti, Suzuno, apa kau pergi ke Benua Barat dan kembali ke sini? Bagaimana caramu pergi ke sana?”
Seingat Maou, Suzuno dan Alberto meninggalkan dia dan Acies di penginapan, lalu menyusup masuk ke dalam ibukota kerajaan setengah hari yang lalu.
Jika demikian, bagaimana cara mereka pergi ke Saint Aire di Benua Barat yang jauh untuk membantu Emerada dan Lumark?
“Kami gagal menyusup ke dalam Cloud Detached Palace.... dan kemudian kami dilempar ke Ibukota Kekaisaran Saint Aire oleh Gabriel.”
“Yeah, aku sudah dengar dari Libicocco kalau kalian berdua dikirim ke suatu tempat....”
Maou menoleh ke arah Gabriel yang melayang di udara karena kekuatan Shiba secara refleks.
“Jujur saja, kupikir aku sudah tidak bisa kembali. Tapi begitu aku ingat kalau Emerada-dono berada di Ibukota Saint Aire, jika aku memintanya menggunakan 'Pena Bulu Malaikat', pasti masih ada harapan.”
“Ketika aku melihat Nona Bell~ Alberto dan Nona Lumark memasuki tempat sidang~ kupikir aku sedang bermimpi~~”
“Sidang keagamaan.... ah!”
Maou langsung mengingatnya begitu ia mendengar hal ini.
Posisi asli Kamazuki Suzuno alias Crestia Bell sebagai seorang pendeta.
“Melakukan sidang keagamaan kepada orang penting di Saint Aire sekaligus salah satu pahlawan yang menyelamatkan dunia tanpa persetujuan dariku, ketua Penyelidik Dewan Pembenaran Ajaran Gereja, adalah masalah yang sangat serius. Karena orang yang memiliki posisi lebih tinggi dariku hanyalah Uskup Agung Robertio-dono, akupun berpikir siapa orang yang memberikan izin memulai sidang tersebut.”
Karena itu adalah sidang keagamaan, tentu itu dinilai dari bagaimana terdakwa melakukan penistaan terhadap ajaran Gereja.
Dan badan yang bisa menilai hal itu adalah Dewan Pemeriksaan Tak Lazim, yang sekarang bernama Dewan Pembenaran Ajaran.
“Pejabat yang bertugas dalam sidang tersebut dan Jenderal Pepin yang menjadi saksi langsung lemas ketika mereka melihat wajahku.”
“Dan ketika Bell menghentikan sidang tersebut, Nona Lumark memaksa Pepin untuk memeriksa kembali semua bukti-bukti kejahatan Em.”
Alberto melanjutkan penjelasannya, sementara Emilia hanya mendengarkan pertarungan besar yang terjadi di sisi dunia yang lain setengah hari ini dalam diam.
“Tapi~ walau aku tidak bertindak gegabah~~ aku masih bisa diskakmat oleh Pepin~~ itu benar-benar menjengkelkan... ya kan, Olba~~?”
Emerada tiba-tiba melempar obrolan ini kepada Olba.
Meskipun hanya dirinya sendiri, Maou, dan beberapa orang lain yang tahu akan kebenarannya, setelah Raguel dan Kamael menghilang, serta dengan pingsannya Gabriel, Olba yang berada di belakang Maou, Alsiel, dan para Malebranche, kini benar-benar sendiri dan tak berdaya.
Emerada, dengan tatapan seperti seekor ular, menatap Olba yang gemetar sampai-sampai tidak bisa berdiri tegak.
“A-ada apa?”
“Percuma saja kau berpura-pura bodoh~~ tujuanmu memang jahat~ tapi sepertinya kau sudah merancang situasi di semua tempat dengan baik~~”
Wajah Olba terlihat pucat, dan bahkan bagian atas kepala botaknya sudah kehilangan warnanya.
“Bukankah kau meminta pendeta dari gereja kota Cassius yang tidak tahu apa-apa untuk mengambil uang warga~ dan menyuap tentara si busuk Pepin~ lalu menggunakannya untuk mengelola area di sekitar desa Sloan~ sehingga si tikus pengerat Pepin itu terlihat sangat senang setelah menerima uangmu~~?”
“Itu....”
“Aku yang menyelidiki area di dekat desa Sloan~ mungkin adalah sebuah halangan baginya~~ dan ketika dia menggunakan sidang keagamaan untuk menahanku di Ibukota Kekaisaran dan merasa begitu senang~~ Nona Bell seketika membalik situasinya~ lalu saat Nona Lumark mengarahkan sebuah pedang ke arahnya dari belakang~ dia membuang banyak bukti yang begitu kotor sampai-sampai orang bahkan tidak tega untuk muntah di atasnya~~”
“Ah... ah....”
“Setelah Nona Lumark membawa bukti-bukti itu ke tempat sidang~ dan Nona Bell mengatakan banyak hal menakutkan kepada para penyidik yang dikirim oleh Gereja~ bahkan Uskup Agung Albertio-sama pun sampai menggunakan Tangga Surga untuk datang dari Saint Ignord~ dan berlutut memohon penghentian sidangku~ Tapi hal itu sudah bisa diduga, benar~? Bagaimanapun~ tidak hanya ada Uskup Agung yang menghilang~ terlibat dalam skandal lain dan memiliki banyak bukti nyata yang memberatkannya~ bahkan tindakan ilegal para pendeta gereja di kota Cassius pun terbongkar~~”
Emerada, seakan menyiksa Olba yang sudah pucat pasi, mengucapkan setiap kalimatnya secara perlahan.
“Para prajurit Gereja dan penjaga yang ada di daerah desa Sloan sekarang berada dalam kendali kami~ kau berencana melakukan hal buruk terhadap kampung halaman sahabatku, kan~~?”
“E-Em? Ka-kalau begitu....”
Setelah mendengar kata-kata Emerada, Emilia pun berseru.
Karena para bawahan Olba yang berada di sekitar desa Sloan sudah dikendalikan oleh Emerada dan Lumark, itu artinya....
“Emilia... karena kami tidak memiliki kekuatan yang cukup, kau sepertinya sangat menderita. Tapi sekarang sudah tak apa. Ladang ayahmu sekarang dilindungi oleh Institut Pengawasan Sihir.”
Ucap Emerada dengan hangat.
Emilia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan menghela napas pelan.
Usai melihat Emilia melepas ketegangannya, Emerada dengan tegas membuat sebuah pernyataan yang sesuai dengan gelarnya sebagai Penyihir Istana Kerajaan Saint Aire.
“Olba Meyers. Kau harus mempertanggung jawabkan tindakanmu yang sudah membodohi masyarakat, menodai ajaran Gereja, membahayakan seluruh umat manusia, dan merendahkan posisi penyelamat dunia, Emilia.”
Olba menundukan kepalanya sedih dan diam mendengarkan pernyataan tersebut.
Dosa-dosanya sudah terungkap pada dunia.
“Namun, jika kau masih memiliki sisa-sisa hati nurani.... dan bersedia berbicara tentang kegelapan yang saat ini menyelimuti Ente Isla, Kekaisaran Suci Saint Aire mungkin akan memberimu kesempatan untuk bertobat. Olba, impian bodohmu sudah berakhir.”
“Ugh....”
Alberto mencengkeram lengan Olba seperti ingin menahannya, sedangkan Olba membiarkan Alberto melakukannya tanpa perlawanan sedikitpun.
Setelah memastikan bahwa Olba sudah menyerah sepenuhnya, Emerada pun mengela napas dalam.
“Huuuuh~ melelahkan sekali~~”
“Di sinilah kau bisa jadi jahat....”
Ucap Lumark sambil menghela napas ketika ia melihat Emerada bersantai, tapi dalam sekejap dia langsung mengatur ekspresinya dan setelah memastikan situasi, dia berbalik menghadap para kesatria Hakin dari Fangan Milita,
“Lalu... kepada para Kesatria Hakin. Namaku adalah Heather Lumark, wakil dari Benua Barat di Aliansi Kesatria Lima Benua. Alasanku datang ke sini adalah untuk bertemu Unifying Azure Emperor.”
Jika ini adalah negosiasi normal, tak seorangpun akan melakukannya dengan cara seperti itu.
Hanya menggunakan gate seperti orang penting dan memasuki area pusat sebuah negara saja sudah cukup untuk menyebabkan masalah internasional yang serius, dan meminta untuk bertemu kaisar tanpa janji terlebih dahulu adalah tindakan yang sangat kasar.
Namun....
“Katakan.... apa yang ingin kau katakan.”
Orang bersuara serak yang menepikan para kesatria adalah Unifying Azure Emperor sendiri, dia adalah orang yang tidak akan bisa ditemui dalam keadaan normal, jika orang yang menemuinya bukan duta besar dengan status keluarga raja.
"Kali ini, adalah pengecualian... di bawah langit biru, entah kau maupun diriku, kita semua.... hanyalah manusia."
"Terima kasih."
Lumark mengikuti adat Afashan dan berlutut di hadapan Unifying Azure Emperor, Emerada juga mengikutinya sebagai salah satu petinggi di Saint Aire.
"Yang mulia. Hamba mewakili Aliansi Kesatria Lima Benua, datang untuk meminta anda menarik kembali pasukan."
".... Hm."
Lumark melanjutkan perkataannya,
"Tragedi yang menimpa ibukota kerajaan, Azure Sky Canopy, hanyalah sebagian tragedi yang menyelimuti seluruh Ente Isla. Jika manusia bertarung satu sama lain sebelum pulih sepenuhnya dari luka yang ditinggalkan oleh Pasukan Raja Iblis, menghindari bahaya sebenarnya yang mengintai dunia ini pasti akan sulit. Bahkan sejarah agung dari negara anda mungkin juga akan tamat, hamba yakin yang mulia tidak ingin melihat hal itu terjadi."
".... Hm."
"Bolehkah hamba meminta anda mengirim seorang wakil menuju lokasi Aliansi Kesatria Lima Benua untuk menyaksikan perjanjian gencatan senjata ini? Meski hanya dalam waktu yang singkat, kami masih berharap orang-orang dari timur, barat, selatan, dan utara untuk menikmati kedamaian setelah penyerangan Pasukan Raja Iblis. Hamba harap yang mulia mengizinkan hal itu."
Setelah mendengar penjelasan Lumark, Emilia melirik ke arah Maou secara refleks.
"Eh...?"
Kemudian, dia mulai bertanya-tanya kenapa dia melakukan hal seperti itu.
Apa yang Emilia khawatirkan adalah, apakah Maou akan terganggu oleh kata-kata Lumark yang terdengar seolah konflik di seluruh dunia adalah tanggung jawab Pasukan Raja Iblis.
Ente Isla sebelum penyerangan Pasukan Raja Iblis bukanlah tempat di mana semua orang bisa bekerja sama, sebuah dunia yang damai di mana hari-harinya terlewati dalam kebahagiaan.
Manipulasi negara-negara besar di balik bayangan adalah hal yang wajar, dan bahkan perang di antara negara-negara kecil adalah kejadian yang umum. Selain Afashan, negeri Harlan di Benua Selatan juga dipenuhi dengan perang sipil.
Tentu apa yang Lumark katakan adalah demi kemudahan dalam negosiasi, dan semua orang tak harus menerimanya begitu saja, tapi Emilia yang tidak pernah mempertimbangkan perasaan Maou, tetap merasa tidak enak.
Di sisi lain, Unifying Azure Emperor yang menanggapi kata-kata tersebut, tak disangka menyetujui permintaan Lumark.
".... Baik. Deklarasi perang... sebelumnya... adalah kesalahan penilaianku.... jadi aku akan mengirim pemimpin kesatria Seisokin ke sana."
"..... Terima kasih banyak."
Lumark menundukkan kepalanya dalam-dalam untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya.
Meski sudah rusak di sana sini, setelah bernegosiasi dengan Lumark, Unifying Azure Emperor pun kembali ke kastil Azure Sky Canopy yang bangunannya masih selamat di bawah perlindungan para kesatria Hakin Milita.
Setelah Emerada dan Lumark melihat sang kaisar pergi, keduanya pun menuju ke sisi Emilia.
"Soal masalah ke depannya~ kau tidak perlu khawatir~~"
"Aku memang tak bisa mendapatkan kepercayaanmu untuk mengucapkan kata-kata itu sekarang... tapi seluruh Ente Isla perlahan sudah mulai mengerti makna di balik beban yang dipikul Pahlawan Emilia sendirian."
"Em.... Nona Lumark."
"Setelah ini~~ Emilia juga harus bertarung demi dirimu sendiri kan~~ aku dan Alber~ pasti akan selalu mendukungmu seperti sebelumnya~~"
"Yeah.. terima kasih."
Emilia mengangguk dengan kuat, dan memeluk erat sahabatnya itu.
Emerada mungkin tahu kalau selama ini Emilia selalu bertarung demi dirinya sendiri.
Meski begitu, dia akan selalu berada di samping Emilia, seperti sekarang ini.
Emilia sungguh berharap dia bisa membalas pertemanan ini suatu hari nanti.
Lumark menyaksikan pelukan hangat di antara keduanya, beralih ke ekspresi tegasnya, dan menoleh ke arah pemuda yang menyembunyikan sihir iblisnya yang meluap-luap di dalam tubuh manusianya.
"Aku tidak menyangka kalau kau adalah Raja Iblis yang menyerang Ente Isla sebelumnya, ini benar-benar mengejutkan. Bahkan, kita yang bisa berbicara santai begini saja adalah hal yang aneh."
"Aku tahu itu lebih dari siapapun."
"Tapi.... anehnya keberadaanmu menjadi sangat penting bagi Emerada, Alberto, dan Emilia yang sekarang. Ditambah lagi, jika bukan karena kekuatanmu dan Bell, kami tidak akan bisa menyelamatkan Emerada, mengungkap dosa-dosa Olba, ataupun membuat Benua Timur berada di panggung negosiasi dengan keempat benua lainnya. Kami memang tidak akan melupakan semuanya, dan kami pasti akan membalas kalian para iblis atas dosa-dosa kalian.... meski begitu, untuk saat ini, kami benar-benar berterima kasih."
Lumark memberikan hormat dengan matanya, Alsiel menunjukan ekspresi rumit, sementara Bell menganggukkan kepalanya, dan hanya Maou seorang yang tersenyum.
"Lupakan! Tak peduli jadi seberapa menyedihkannya aku ini, aku tetaplah Raja Iblis, dan mereka-mereka ini adalah para iblis. Meski kami gagal sebelumnya, itu bukan berarti aku menyerah untuk menguasai Ente Isla. Jika kalian masih mengatakan kata-kata naif seperti itu, kalian pasti akan menyesalinya suatu hari nanti."
"Aku akan berdoa supaya hari itu tidak pernah datang... lalu..."
Lumark menerima tantangan Maou dengan senyum tak gentar, dan beralih menatap Barbariccia, Farfarello, dan Libicocco yang menunggu perintah di belakang Maou.
"Mengabaikan insiden kali ini, jika kami membiarkan kalian kembali ke tempat bernama Jepang itu begitu saja, kami pasti akan sangat keusulitan. Jika kau tidak melakukan sesuatu terhadap para Malebranche ini, kami secepatnya pasti akan bertarung lagi."
"Aku tahu itu. Aku sudah memberitahu mereka beberapa kali, meminta mereka untuk kembali ke Dunia Iblis."
Maou mengernyit...
"Hah!"
Dan kemudian, tanpa mengubah ekspresi seperti sedang membuka jendela kamar, Maou membuka sebuah gate di samping Lumark.
"Barbariccia."
"Ya..."
Seru Maou ke arah belakangnya, pemimpin kepala suku Malebranche pun langsung menjawab.
"Ciriatto seharusnya sudah kembali lebih dulu. Jika kau sudah paham kesalahanmu kali ini, maka menurutlah!"
".... Hamba mengerti..."
"Maou-sama."
"Hm."
Mengikuti Barbariccia, Farfarello juga berlutut di samping Maou.
"Semuanya seperti yang Maou-sama katakan..... dan hamba berharap anda bersedia memaafkan kebodohan kami."
"Apa kau sudah sedikit menghormatiku sekarang? Ingat, bawa semua Malebranche kembali, okay?"
"Yaa....."
"..... Hey."
Di sisi lain, Libicocco menoleh dan berbicara kepada Bell.
"Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan nantinya... tapi sebaiknya kau jangan sampai mati."
"Aku tidak pernah menyangka kalau akan ada hari di mana seorang Malebranche mengkhawatirkanku."
Bell tersenyum kecut, tapi itu tidak seperti dia tidak senang mengenai hal itu.
Dia menggerakkan tangannya ke arah lengan Libicocco yang terpotong.
"Ketika kita bertemu lagi nanti, kuharap hubungan kita akan membaik sehingga kita tidak perlu lagi berkomunikasi dengan pedang, melainkan dengan kata-kata."
"Terserah apa katamu. Serius ini, kenapa semua manusia itu sangat aneh."
"Sama halnya denganku, akhir-akhir ini aku semakin tidak paham dengan kalian para iblis."
Ini adalah pemandangan yang tidak mungkin terjadi dua tahun yang lalu. Pemandangan yang seharusnya hanya ada di kamar 201 di Villa Rosa Sasazuka Jepang ini, sekarang bisa disaksikan di Ente Isla.
Percakapan antara manusia dan iblis.
Melihat realita yang tidak pernah terpikirkan oleh manusia dan iblis terjadi, Emilia tanpa sadar menggigit bibirnya.
Barbariccia dan Farfarello memerintahkan semua Malebranche yang ada di Azure Sky Canopy untuk berkumpul, dan kemudian, Pasukan Raja Iblis yang baru, di bawah pengawasan Jenderal Lumark yang gelisah karena tidak terbiasa dengan jumlah iblis yang begitu besar, kembali ke Dunia Iblis melalui gate yang dibuka oleh Maou.
"Hey.... Raja Iblis."
"Hm?"
Emilia alias Yusa Emi yang tidak memiliki Evolving Holy Sword, One Wing ataupun Armor Pengusir Kejahatannya, berbicara ke arah punggung Maou saat dia memperhatikan para Malebranche pergi.
"Aku punya sesuatu yang harus kumintai maaf, seperti yang kukatakan sebelumnya... erhm....."
"Maksudmu soal Malebranche ini?"
"... Yeah, aku....."
Emi menjelaskan apa yang terjadi hingga saat ini dengan tergagap.
Apa yang terjadi ketika dia kembali ke Ente Isla, fakta bahwa ladang ayahnya ternyata masih bertahan, sekaligus tentang dia yang membiarkan para kepala suku Malebranche terbunuh oleh Milita karena ladang gandum tersebut.
Dia menjelaskan semuanya secara detail sejujur-jujurnya.
Maou sama sekali tidak menyela Emi, dan hanya diam mendengarkan pengakuannya.
"Jadi.... aku sudah tidak punya hak untuk menyalahkanmu..."
"Sampai peduli hal-hal semacam ini. Apa kau ini idiot?"
"Eh?"
"Memang sih bilang begini itu terkesan tak berperasaan, tapi jujur saja, aku tidak terlalu peduli soal itu."
"A-apa maksudmu dengan tak terlalu peduli.... bukankah Malebranche itu juga iblis bawahanmu?"
"Itu benar, tapi ketika Farfarello datang ke Jepang, aku sudah berkali-kali memerintahkan mereka untuk mundur dari Ente Isla. Baik Barbariccia maupun kepala suku lain, mereka itu tidak mau mendengarkan perintahku, jadi iblis-iblis yang kurang beruntung dan salah membaca situasi itu pasti akan mati. Itu saja."
".... Ta-tapi ...."
"Terus, kenapa kau terguncang karena hal semacam ini? Jika kau membunuh para iblis demi dirimu sendiri, bukankah itu sama seperti sebelumnya?"
"....Ugh!"
Itu benar.
Tapi meski begitu, jika keadaan mental sudah kehilangan stabilitasnya, mengembalikan keseimbangannya tentu tidak akan mudah.
Mungkin karena merasakan kegoyahan Emi, Maou pun menghela napas dengan kuat, menggelengkan kepalanya, dan mengatakan,
"Orang yang memaksamu menjadi Pahlawan adalah aku, Raja Iblis. Kau tak perlu memaksa mencari alasan untuk merubah fakta ini. Untuk menjelaskannya dengan cara yang lebih ekstrim, hubungan antara kau dan aku itu tidak pernah berubah sejak awal."
Kali ini, Maou menolehkan kepalanya ke arah Emi untuk yang pertama kalinya.
Emi, entah kenapa, tidak bisa menatap wajah Maou, dia dengan panik menunduk untuk menghindari tatapan Maou.
Maou yang tentu saja tidak terganggu dengan hal ini, berbicara dengan lantang,
"Jika benar-benar ada perubahan, itu mungkin aku yang seenaknya membuat keputusan memberimu gelar sebagai Jenderal."
"Wh....."
Emi seketika mendongak.
Diberi gelar sebagai Jenderal Iblis di depan banyak orang, bukankah itu akan menyebabkan masalah?
Ketika insiden saat dia diangkat menjadi Jenderal Iblis terlintas dalam pikirannya, Emi seketika memerah.
"I-itu kan sesuatu yang kau bilang atas keinginanmu sendiri! A-aku tidak pernah menyetujuinya...."
"Itulah kenapa aku bilang seenaknya membuat keputusan... Oh ya Emi, jangan bilang kau lupa kalau ada orang lain yang harus kau mintai maaf lebih ketimbang diriku?"
Maou mengabaikan kebimbangan Emi dan mengernyit.
"Soal Chi-chan dan Suzuki Rika. Itu tidak akan selesai bahkan jika kau berlutut."
"..... Ah."
Kalimat tak terduga itu sesaat membuat Emi terdiam.
"Chi-chan setiap hari menangis karena cemas kau tidak kembali, dan Suzuki Rika, karena Idea Link-mu yang sembrono, dia melihat kejadian saat Gabriel menculik Ashiya."
"Ah.... Itu...."
"Ah, ngomong-ngomong aku sudah membeli hadiah ulang tahun untuk Chi-chan. Kau pasti tidak menyiapkan apapun, kan? Padahal kau sudah membuat Chi-chan sangat sedih."
"...... Augh."
Emi menerima syok hebat karena kenyataan yang Maou ungkapkan akibat bagaimana dia memperlakukan temannya dengan dangkal, dia pun mengerang lantas terdiam.
"Huuuh~ serius ini, apa yang terjadi denganmu? Kau terlihat seperti sudah memakan sesuatu yang benar-benar buruk."
Maou nampak tidak bisa memaklumi sikap Emi yang menggenggam tangannya sendiri merasa bimbang dan malu, dia pun menepuk pundak Emi seolah sedang menghiburnya.
"Huft~ itu artinya apa yang kau alami itu sangat sulit. Ketika kau kembali ke Jepang, minta maaflah dengan benar dan katakan apapun yang kau bisa kau katakan secara perlahan sejak awal. Karena kalian adalah teman, dia pasti akan mengerti."
"..... Yeah."
Emi menempatkan tangannya di atas bahu yang barusan Maou sentuh secara refleks, dan mengangguk pelan.
Kabar itu datang dengan sangat tiba-tiba.
Chiho yang baru pulang dari sekolah, meletakkan tasnya di atas meja yang ada di kamarnya, dia sangat terkejut ketika mendengar HPnya tiba-tiba berbunyi.
"Chiho? Apa kau ingin keluar?"
Chiho yang baru saja pulang sekolah, seketika berlari keluar dari rumah seperti angin, dan membuat ibunya yang terkejut bertanya, namun hati Chiho sangat cemas sampai-sampai dia tidak punya waktu untuk menjawab.
Begitu keluar dari rumah, ia berlari menuju Sasazuka dengan sekuat tenaganya.
Jalan pusat perbelanjaan ke-100 sangat sulit dilewati karena dipenuhi banyak orang yang berbelanja dan murid yang pulang dari lesnya.
Meski begitu, Chiho berhasil melewati kerumunan dengan sigap dan terus berlari.
"Ahh, yang benar saja!"
Namun, kali ini, lampu lalu lintas yang ada di depan pemberhentian bus sedang menyala merah.
Tanpa ragu, Chiho berlari menaiki tangga jembatan layang di bawah jalan tol Shuto.
Meski waktu yang diperlukan untuk menyeberangi jembatan dan menunggu lampu merah berganti, sebenarnya hampir sama, Chiho tetap berlari dengan sekuat tenaganya.
Bersamaan dengan bunyi sinyal lampu yang berganti menjadi hijau, Chiho sudah melewati bawah jembatan layang di Jalur Keio, stasiun Sasazuka.
Masih ada banyak sepeda yang terparkir di sana, tapi Chiho sama sekai tidak memperhatikannya.
Dia berbelok melewati tempat perbelanjaan di jalan Bosatsu dan berlari lurus di sepanjang selokan, dan setelah melewati beberapa jalan kecil, dia akhirnya melihat tujuannya.
Itu adalah apartemen kayu tua berlantai dua.
Tempat paling berharga milik Chiho.
Tempat di mana orang-orang yang penting baginya berkumpul.
"Ah!"
Saat ia berlari, Chiho melihatnya.
Di halaman belakang yang dikelilingi oleh dinding, ada sebuah cahaya yang begitu familiar.
Chiho mengusap keringat yang masuk ke dalam matanya, fokus pada pintu masuk yang di atasnya terdapat tanda Villa Rosa Sasazuka, dan bergegas menuju halaman belakang.
"Maou-san!!"
Chiho memanggil nama orang yang tadi muncul di layar HPnya, kakinya melangkah melewati tanah dan rumput liar yang tumbuh tinggi karena sudah lama tidak dibersihkan, dan orang-orang yang ada di sana menoleh ketika mendengar suara Chiho.
"Oh, Chi-chan. Cepat sekali kau datang."
"Ah."
"Oh."
"Ya ampun?"
"Ah, itu Chiho."
"Chi-nee chan!"
Ada banyak orang yang berkumpul di sana.
Beberapa dari mereka terlihat tenang dan santai, beberapa lagi terlihat sangat lelah, ada yang terlihat lega, dan ada pula yang pingsan dan harus digotong, ekspresi semua orang berbeda-beda.
Tapi hanya satu orang yang menundukkan kepalanya merasa malu, lantas memanggil nama Chiho.
".... Chiho-chan..."
"Yusa.... san...."
Seketika, air mata Chiho tumpah bak air terjun.
Dia tidak bisa mengendalikan dirinya.
Chiho mengikuti hasrat dalam dirinya, dia pun melangkah dengan kuat dan berlari menuju lengan orang itu.
"Yusa-saaaaaaaan! Syukurlah~~!"
"Chi Chiho-chan....."
"A-aku sangat cemas denganmu! A-a-aku sangat, sangat, sangat cemas, apa yang harus kulakukan, jika aku tidak bisa bertemu Yusa-san lagi, uu, hu, uu, uwaaaah!"
"Chiho-chan... terima kasih... sudah mengkhawatirkanku, aku benar-benar minta maaf."
Emi dengan gugup memeluk pundak Chiho saat dia bersandar dalam dekapannya.
"Chi-nee chan, aku pulang! Wahpu?"
"Alas Ramus-chan...."
Chiho merasa ada sepasang tangan kecil yang menarik kaosnya, dia pun terperangah begitu melihat wajah polos gadis itu.
Tapi seketika dia langsung membungkuk, menggendong gadis kecil itu dan memeluknya erat.
“Syukurlah.... kau baik-baik saja...! Syukurlah....!”
“Ahum, Chi-nee chan, jangan menangis!”
“Uwaaaahhh!”
Alas Ramus yang anehnya mulai bertingkah seperti seorang kakak semenjak bertemu dengan Acies, kini sedang mengusap rambut Chiho.
Usai menangis selama beberapa saat, Chiho akhirnya menenang dan mengamati semua orang.
Dia sangat terkejut ketika ia mendapati Gabriel yang sedang dibawa oleh Ashiya, dan setelah melihat pria asing yang dibawa oleh Maou, dia kembali menatap ke arah Emi.
“Yusa-san! Mungkinkah....!”
“Itu benar. Setelah dia bangun nanti, akan kuperkenalkan kau dengannya.”
Emi tersipu malu dan tersenyum tipis.
“Dia adalah ayahku.”
“Yusa-san!”
Chiho, begitu tersentuh, menurunkan Alas Ramus dan langsung melompat ke arah Emi.
“Oh! Itu pasti pertemuan yang mengharukan.”
Kali ini, Amane membuka jendela kamar 202 dan melihat keluar dari sana.
“Selamat datang kembali Ashiya-kun, syukurlah kau baik-baik saja. Aku sudah menyampaikan pesanmu dengan benar.”
“Terima kasih banyak.”
Seorang manusia yang tidak memakai armor jenderal, melainkan hanya memakai sepasang T-shirt longgar dan celana usang merk UNIxLO... Ashiya Shirou melihat ke arah Amane dengan sebuah senyum kecut.
“Amane-dono, apa terjadi sesuatu ketika kau berjaga di sini?”
Ketika Suzuno yang masih memakai jubah pendetanya menanyakan hal tersebut, Amane menggerakkan dagunya sambil tersenyum kecut.
“Bibi Mi-chan pergi ke tempat kalian, seharusnya itu adalah hal yang sangat tidak normal, kan?”
“Amane.”
Si pemilik kontrakan Shiba yang kembali bersama Maou dan yang lainnya menyela ucapan keponakannya dengan nada yang tegas.
“Aku yakin kamar Maou-san dan Kamazuki-san pasti tidak cocok untuk merawat ayah Yusa-san. Dan dengan keadaan seperti sekarang ini, dia tidak bisa dibawa ke rumah sakit ataupun naik taksi untuk pulang ke rumah Yusa-san, jadi izinkan aku membuka pintu kamar 101 terlebih dahulu. Yusa-san, tolong pindahkan ayahmu ke sana, jangan khawatir, kamar itu sudah dibersihkan kok.”
“Ah, ba-baik, terima kasih atas bantuannya.”
Emi, dengan Chiho yang masih memeluknya, berterima kasih kepada Shiba atas kebaikannya.
“Ashiya-san, maafkan aku, tapi bisakah aku merepotkanmu untuk membawa pria tampan itu ke rumahku? Aku akan mengambil kunci kamar 101 sekarang, tolong ikutlah denganku.”
“Ba-baik....”
Jangankan Ashiya, bahkan ekspresi Maou juga menjadi kaku karena kata-kata Shiba.
Setelah ini, tragedi macam apa ya yang akan menanti Gabriel? Dan meski Ashiya akhirnya kembali ke Jepang, akankah dia bisa kembali setelah memasuki rumah Shiba? Pemikiran gelisah semacam itu kini memenuhi pikiran mereka berdua.
“Uh, erhm, pokoknya ayo kita kembali ke kamar dulu, barang bawaan kita akan dikirim nanti, sekarang ini sangat sangat melelahkan. Aku ingin beristirahat dulu.”
Maou melihat keadaan Chiho dan yang lainnya, dia mengatur kembali pegangannya pada Nord dan mengatakan hal tersebut.
“Kau bilang... barang bawaan?”
Tanya Chiho yang masih memeluk Emi, Suzuno menjawabnya dengan sebuah senyum kecut,
“Huft~ banyak hal yang terjadi. Kami menyebabkan banyak masalah untuk Emerada-dono.... benar juga...”
Kali ini, Suzuno nampak menyadari sesuatu, dan mendongak ke arah Amane.
“Ngomong-ngomong, Amane-dono, di mana Lucifer?”
Pertanyaan ini membuat Amane mengalihkan pandangannya dari Suzuno merasa malu karena alasan yang tak dikatahui.
“Uh, erhm, Urushihara-kun.... beberapa hal terjadi, dan dia sekarang ada di rumah sakit.”
“Eh? Dia masih belum pulang?”
Orang yang bereaksi paling cepat terhadap kata-kata mengejutkan Amane tidak lain adalah Chiho.
Karena Chiho yang selama ini berada di Jepang berkata demikian, berarti Urushihara memang masuk rumah sakit.
“Huuuh... kupikir di sini tidak akan terjadi apa-apa.”
Meski Maou menjadi sedikit suram karena kalimat tersebut...
“Tapi akhirnya kita berhasil melewati satu rintangan.”
Setelah mengatakan hal itu, Maou menoleh ke arah Chiho yang masih memeluk Emi dan menangis, kemudian dengan sebuah senyum lebar, dia mengatakan,
“Aku pulang, Chi-chan.”
Chiho, dengan senyum yang tak kalah dari Maou....
“Maou-san, Yusa-san, Alas Ramus-chan, Ashiya-san, Suzuno-san, Acies-chan....”
Jawabnya dengan energik,
“Selamat datang kembali~”
“Benar sekali!”
Orang yang berbicara kepada Maou dan Emilia ketika mereka mendarat di tanah adalah Emerada dan Bell.
“Dalam beberapa artian~ dampak yang disebabkan oleh insiden ini terhadap dunia itu jauh lebih serius dibanding ketika Isla Centrum jatuh ke tangan Pasukan Raja Iblis dulu~”
“Ma-maaf.”
Si Raja Iblis sendiri meminta maaf dengan canggung, tapi meski begitu, Maou masih tidak bisa mengerti satu hal.
“Oh, oh ya, Emerada, bukankah kau sedang menjalani sidang keagamaan? Kenapa kau bisa muncul di sini?”
“Si-sidang keagamaan?”
Emilia yang tidak tahu menahu soal keadaan Emerada, memekik kaget, sementara Emerada menoleh ke arah Bell yang ada di sampingnya dengan sikap santai dan mengatakan,
“Nona Bell dan Nona Lumark lah yang membebaskanku~~”
“Suzuno dan Jenderal Lumark?”
“Itu tidak sehebat membebaskan sih. Kami hanya mengurus beberapa binatang pengerat yang mendiami negara.”
Si kesatria wanita yang memakai armor khusus.... Heather Lumark, mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh ketika namanya disebutkan.
“Ketika nona Lumark~ tahu kalau aku akan menjalani sidang keagamaan~~ dia secara khusus kembali ke Saint Aire dari Benua Utama~~”
“Itu karena aku merasa Emerada tidak mungkin melakukan kesalahan yang sampai membuatnya harus menjalani pengadilan atas tuduhan menjadi pengkhianat Gereja. Jika itu dia, dia pasti akan menghadapinya dengan lebih cerdas. Dan seperti yang diduga, insiden ini disebabkan oleh Pepin.”
“Gezz~~ membuatnya terdengar seolah aku memiliki sifat yang jahat~~”
Lumark mengangkat bahunya menanggapi protes Emerada,
“Memang kenyataannya seperti itu.”
“Tidak~~!”
Emerada menggembungkan pipinya dan cemberut merasa tidak puas, tapi sayangnya, tak ada yang mau membantunya membantah kata-kata Lumark.
“Hanya dengan kekuatanku saja, aku tidak akan mampu membebaskan Emerada secepat ini. Ini semua berkat bantuan dari Alberto-sama dan Penyelidik Bell.”
“Aku benar-benar tidak mengerti, Suzuno, apa kau pergi ke Benua Barat dan kembali ke sini? Bagaimana caramu pergi ke sana?”
Seingat Maou, Suzuno dan Alberto meninggalkan dia dan Acies di penginapan, lalu menyusup masuk ke dalam ibukota kerajaan setengah hari yang lalu.
Jika demikian, bagaimana cara mereka pergi ke Saint Aire di Benua Barat yang jauh untuk membantu Emerada dan Lumark?
“Kami gagal menyusup ke dalam Cloud Detached Palace.... dan kemudian kami dilempar ke Ibukota Kekaisaran Saint Aire oleh Gabriel.”
“Yeah, aku sudah dengar dari Libicocco kalau kalian berdua dikirim ke suatu tempat....”
Maou menoleh ke arah Gabriel yang melayang di udara karena kekuatan Shiba secara refleks.
“Jujur saja, kupikir aku sudah tidak bisa kembali. Tapi begitu aku ingat kalau Emerada-dono berada di Ibukota Saint Aire, jika aku memintanya menggunakan 'Pena Bulu Malaikat', pasti masih ada harapan.”
“Ketika aku melihat Nona Bell~ Alberto dan Nona Lumark memasuki tempat sidang~ kupikir aku sedang bermimpi~~”
“Sidang keagamaan.... ah!”
Maou langsung mengingatnya begitu ia mendengar hal ini.
Posisi asli Kamazuki Suzuno alias Crestia Bell sebagai seorang pendeta.
“Melakukan sidang keagamaan kepada orang penting di Saint Aire sekaligus salah satu pahlawan yang menyelamatkan dunia tanpa persetujuan dariku, ketua Penyelidik Dewan Pembenaran Ajaran Gereja, adalah masalah yang sangat serius. Karena orang yang memiliki posisi lebih tinggi dariku hanyalah Uskup Agung Robertio-dono, akupun berpikir siapa orang yang memberikan izin memulai sidang tersebut.”
Karena itu adalah sidang keagamaan, tentu itu dinilai dari bagaimana terdakwa melakukan penistaan terhadap ajaran Gereja.
Dan badan yang bisa menilai hal itu adalah Dewan Pemeriksaan Tak Lazim, yang sekarang bernama Dewan Pembenaran Ajaran.
“Pejabat yang bertugas dalam sidang tersebut dan Jenderal Pepin yang menjadi saksi langsung lemas ketika mereka melihat wajahku.”
“Dan ketika Bell menghentikan sidang tersebut, Nona Lumark memaksa Pepin untuk memeriksa kembali semua bukti-bukti kejahatan Em.”
Alberto melanjutkan penjelasannya, sementara Emilia hanya mendengarkan pertarungan besar yang terjadi di sisi dunia yang lain setengah hari ini dalam diam.
“Tapi~ walau aku tidak bertindak gegabah~~ aku masih bisa diskakmat oleh Pepin~~ itu benar-benar menjengkelkan... ya kan, Olba~~?”
Emerada tiba-tiba melempar obrolan ini kepada Olba.
Meskipun hanya dirinya sendiri, Maou, dan beberapa orang lain yang tahu akan kebenarannya, setelah Raguel dan Kamael menghilang, serta dengan pingsannya Gabriel, Olba yang berada di belakang Maou, Alsiel, dan para Malebranche, kini benar-benar sendiri dan tak berdaya.
Emerada, dengan tatapan seperti seekor ular, menatap Olba yang gemetar sampai-sampai tidak bisa berdiri tegak.
“A-ada apa?”
“Percuma saja kau berpura-pura bodoh~~ tujuanmu memang jahat~ tapi sepertinya kau sudah merancang situasi di semua tempat dengan baik~~”
Wajah Olba terlihat pucat, dan bahkan bagian atas kepala botaknya sudah kehilangan warnanya.
“Bukankah kau meminta pendeta dari gereja kota Cassius yang tidak tahu apa-apa untuk mengambil uang warga~ dan menyuap tentara si busuk Pepin~ lalu menggunakannya untuk mengelola area di sekitar desa Sloan~ sehingga si tikus pengerat Pepin itu terlihat sangat senang setelah menerima uangmu~~?”
“Itu....”
“Aku yang menyelidiki area di dekat desa Sloan~ mungkin adalah sebuah halangan baginya~~ dan ketika dia menggunakan sidang keagamaan untuk menahanku di Ibukota Kekaisaran dan merasa begitu senang~~ Nona Bell seketika membalik situasinya~ lalu saat Nona Lumark mengarahkan sebuah pedang ke arahnya dari belakang~ dia membuang banyak bukti yang begitu kotor sampai-sampai orang bahkan tidak tega untuk muntah di atasnya~~”
“Ah... ah....”
“Setelah Nona Lumark membawa bukti-bukti itu ke tempat sidang~ dan Nona Bell mengatakan banyak hal menakutkan kepada para penyidik yang dikirim oleh Gereja~ bahkan Uskup Agung Albertio-sama pun sampai menggunakan Tangga Surga untuk datang dari Saint Ignord~ dan berlutut memohon penghentian sidangku~ Tapi hal itu sudah bisa diduga, benar~? Bagaimanapun~ tidak hanya ada Uskup Agung yang menghilang~ terlibat dalam skandal lain dan memiliki banyak bukti nyata yang memberatkannya~ bahkan tindakan ilegal para pendeta gereja di kota Cassius pun terbongkar~~”
Emerada, seakan menyiksa Olba yang sudah pucat pasi, mengucapkan setiap kalimatnya secara perlahan.
“Para prajurit Gereja dan penjaga yang ada di daerah desa Sloan sekarang berada dalam kendali kami~ kau berencana melakukan hal buruk terhadap kampung halaman sahabatku, kan~~?”
“E-Em? Ka-kalau begitu....”
Setelah mendengar kata-kata Emerada, Emilia pun berseru.
Karena para bawahan Olba yang berada di sekitar desa Sloan sudah dikendalikan oleh Emerada dan Lumark, itu artinya....
“Emilia... karena kami tidak memiliki kekuatan yang cukup, kau sepertinya sangat menderita. Tapi sekarang sudah tak apa. Ladang ayahmu sekarang dilindungi oleh Institut Pengawasan Sihir.”
Ucap Emerada dengan hangat.
Emilia menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan menghela napas pelan.
Usai melihat Emilia melepas ketegangannya, Emerada dengan tegas membuat sebuah pernyataan yang sesuai dengan gelarnya sebagai Penyihir Istana Kerajaan Saint Aire.
“Olba Meyers. Kau harus mempertanggung jawabkan tindakanmu yang sudah membodohi masyarakat, menodai ajaran Gereja, membahayakan seluruh umat manusia, dan merendahkan posisi penyelamat dunia, Emilia.”
Olba menundukan kepalanya sedih dan diam mendengarkan pernyataan tersebut.
Dosa-dosanya sudah terungkap pada dunia.
“Namun, jika kau masih memiliki sisa-sisa hati nurani.... dan bersedia berbicara tentang kegelapan yang saat ini menyelimuti Ente Isla, Kekaisaran Suci Saint Aire mungkin akan memberimu kesempatan untuk bertobat. Olba, impian bodohmu sudah berakhir.”
“Ugh....”
Alberto mencengkeram lengan Olba seperti ingin menahannya, sedangkan Olba membiarkan Alberto melakukannya tanpa perlawanan sedikitpun.
Setelah memastikan bahwa Olba sudah menyerah sepenuhnya, Emerada pun mengela napas dalam.
“Huuuuh~ melelahkan sekali~~”
“Di sinilah kau bisa jadi jahat....”
Ucap Lumark sambil menghela napas ketika ia melihat Emerada bersantai, tapi dalam sekejap dia langsung mengatur ekspresinya dan setelah memastikan situasi, dia berbalik menghadap para kesatria Hakin dari Fangan Milita,
“Lalu... kepada para Kesatria Hakin. Namaku adalah Heather Lumark, wakil dari Benua Barat di Aliansi Kesatria Lima Benua. Alasanku datang ke sini adalah untuk bertemu Unifying Azure Emperor.”
Jika ini adalah negosiasi normal, tak seorangpun akan melakukannya dengan cara seperti itu.
Hanya menggunakan gate seperti orang penting dan memasuki area pusat sebuah negara saja sudah cukup untuk menyebabkan masalah internasional yang serius, dan meminta untuk bertemu kaisar tanpa janji terlebih dahulu adalah tindakan yang sangat kasar.
Namun....
“Katakan.... apa yang ingin kau katakan.”
Orang bersuara serak yang menepikan para kesatria adalah Unifying Azure Emperor sendiri, dia adalah orang yang tidak akan bisa ditemui dalam keadaan normal, jika orang yang menemuinya bukan duta besar dengan status keluarga raja.
"Kali ini, adalah pengecualian... di bawah langit biru, entah kau maupun diriku, kita semua.... hanyalah manusia."
"Terima kasih."
Lumark mengikuti adat Afashan dan berlutut di hadapan Unifying Azure Emperor, Emerada juga mengikutinya sebagai salah satu petinggi di Saint Aire.
"Yang mulia. Hamba mewakili Aliansi Kesatria Lima Benua, datang untuk meminta anda menarik kembali pasukan."
".... Hm."
Lumark melanjutkan perkataannya,
"Tragedi yang menimpa ibukota kerajaan, Azure Sky Canopy, hanyalah sebagian tragedi yang menyelimuti seluruh Ente Isla. Jika manusia bertarung satu sama lain sebelum pulih sepenuhnya dari luka yang ditinggalkan oleh Pasukan Raja Iblis, menghindari bahaya sebenarnya yang mengintai dunia ini pasti akan sulit. Bahkan sejarah agung dari negara anda mungkin juga akan tamat, hamba yakin yang mulia tidak ingin melihat hal itu terjadi."
".... Hm."
"Bolehkah hamba meminta anda mengirim seorang wakil menuju lokasi Aliansi Kesatria Lima Benua untuk menyaksikan perjanjian gencatan senjata ini? Meski hanya dalam waktu yang singkat, kami masih berharap orang-orang dari timur, barat, selatan, dan utara untuk menikmati kedamaian setelah penyerangan Pasukan Raja Iblis. Hamba harap yang mulia mengizinkan hal itu."
Setelah mendengar penjelasan Lumark, Emilia melirik ke arah Maou secara refleks.
"Eh...?"
Kemudian, dia mulai bertanya-tanya kenapa dia melakukan hal seperti itu.
Apa yang Emilia khawatirkan adalah, apakah Maou akan terganggu oleh kata-kata Lumark yang terdengar seolah konflik di seluruh dunia adalah tanggung jawab Pasukan Raja Iblis.
Ente Isla sebelum penyerangan Pasukan Raja Iblis bukanlah tempat di mana semua orang bisa bekerja sama, sebuah dunia yang damai di mana hari-harinya terlewati dalam kebahagiaan.
Manipulasi negara-negara besar di balik bayangan adalah hal yang wajar, dan bahkan perang di antara negara-negara kecil adalah kejadian yang umum. Selain Afashan, negeri Harlan di Benua Selatan juga dipenuhi dengan perang sipil.
Tentu apa yang Lumark katakan adalah demi kemudahan dalam negosiasi, dan semua orang tak harus menerimanya begitu saja, tapi Emilia yang tidak pernah mempertimbangkan perasaan Maou, tetap merasa tidak enak.
Di sisi lain, Unifying Azure Emperor yang menanggapi kata-kata tersebut, tak disangka menyetujui permintaan Lumark.
".... Baik. Deklarasi perang... sebelumnya... adalah kesalahan penilaianku.... jadi aku akan mengirim pemimpin kesatria Seisokin ke sana."
"..... Terima kasih banyak."
Lumark menundukkan kepalanya dalam-dalam untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya.
Meski sudah rusak di sana sini, setelah bernegosiasi dengan Lumark, Unifying Azure Emperor pun kembali ke kastil Azure Sky Canopy yang bangunannya masih selamat di bawah perlindungan para kesatria Hakin Milita.
Setelah Emerada dan Lumark melihat sang kaisar pergi, keduanya pun menuju ke sisi Emilia.
"Soal masalah ke depannya~ kau tidak perlu khawatir~~"
"Aku memang tak bisa mendapatkan kepercayaanmu untuk mengucapkan kata-kata itu sekarang... tapi seluruh Ente Isla perlahan sudah mulai mengerti makna di balik beban yang dipikul Pahlawan Emilia sendirian."
"Em.... Nona Lumark."
"Setelah ini~~ Emilia juga harus bertarung demi dirimu sendiri kan~~ aku dan Alber~ pasti akan selalu mendukungmu seperti sebelumnya~~"
"Yeah.. terima kasih."
Emilia mengangguk dengan kuat, dan memeluk erat sahabatnya itu.
Emerada mungkin tahu kalau selama ini Emilia selalu bertarung demi dirinya sendiri.
Meski begitu, dia akan selalu berada di samping Emilia, seperti sekarang ini.
Emilia sungguh berharap dia bisa membalas pertemanan ini suatu hari nanti.
Lumark menyaksikan pelukan hangat di antara keduanya, beralih ke ekspresi tegasnya, dan menoleh ke arah pemuda yang menyembunyikan sihir iblisnya yang meluap-luap di dalam tubuh manusianya.
"Aku tidak menyangka kalau kau adalah Raja Iblis yang menyerang Ente Isla sebelumnya, ini benar-benar mengejutkan. Bahkan, kita yang bisa berbicara santai begini saja adalah hal yang aneh."
"Aku tahu itu lebih dari siapapun."
"Tapi.... anehnya keberadaanmu menjadi sangat penting bagi Emerada, Alberto, dan Emilia yang sekarang. Ditambah lagi, jika bukan karena kekuatanmu dan Bell, kami tidak akan bisa menyelamatkan Emerada, mengungkap dosa-dosa Olba, ataupun membuat Benua Timur berada di panggung negosiasi dengan keempat benua lainnya. Kami memang tidak akan melupakan semuanya, dan kami pasti akan membalas kalian para iblis atas dosa-dosa kalian.... meski begitu, untuk saat ini, kami benar-benar berterima kasih."
Lumark memberikan hormat dengan matanya, Alsiel menunjukan ekspresi rumit, sementara Bell menganggukkan kepalanya, dan hanya Maou seorang yang tersenyum.
"Lupakan! Tak peduli jadi seberapa menyedihkannya aku ini, aku tetaplah Raja Iblis, dan mereka-mereka ini adalah para iblis. Meski kami gagal sebelumnya, itu bukan berarti aku menyerah untuk menguasai Ente Isla. Jika kalian masih mengatakan kata-kata naif seperti itu, kalian pasti akan menyesalinya suatu hari nanti."
"Aku akan berdoa supaya hari itu tidak pernah datang... lalu..."
Lumark menerima tantangan Maou dengan senyum tak gentar, dan beralih menatap Barbariccia, Farfarello, dan Libicocco yang menunggu perintah di belakang Maou.
"Mengabaikan insiden kali ini, jika kami membiarkan kalian kembali ke tempat bernama Jepang itu begitu saja, kami pasti akan sangat keusulitan. Jika kau tidak melakukan sesuatu terhadap para Malebranche ini, kami secepatnya pasti akan bertarung lagi."
"Aku tahu itu. Aku sudah memberitahu mereka beberapa kali, meminta mereka untuk kembali ke Dunia Iblis."
Maou mengernyit...
"Hah!"
Dan kemudian, tanpa mengubah ekspresi seperti sedang membuka jendela kamar, Maou membuka sebuah gate di samping Lumark.
"Barbariccia."
"Ya..."
Seru Maou ke arah belakangnya, pemimpin kepala suku Malebranche pun langsung menjawab.
"Ciriatto seharusnya sudah kembali lebih dulu. Jika kau sudah paham kesalahanmu kali ini, maka menurutlah!"
".... Hamba mengerti..."
"Maou-sama."
"Hm."
Mengikuti Barbariccia, Farfarello juga berlutut di samping Maou.
"Semuanya seperti yang Maou-sama katakan..... dan hamba berharap anda bersedia memaafkan kebodohan kami."
"Apa kau sudah sedikit menghormatiku sekarang? Ingat, bawa semua Malebranche kembali, okay?"
"Yaa....."
"..... Hey."
Di sisi lain, Libicocco menoleh dan berbicara kepada Bell.
"Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan nantinya... tapi sebaiknya kau jangan sampai mati."
"Aku tidak pernah menyangka kalau akan ada hari di mana seorang Malebranche mengkhawatirkanku."
Bell tersenyum kecut, tapi itu tidak seperti dia tidak senang mengenai hal itu.
Dia menggerakkan tangannya ke arah lengan Libicocco yang terpotong.
"Ketika kita bertemu lagi nanti, kuharap hubungan kita akan membaik sehingga kita tidak perlu lagi berkomunikasi dengan pedang, melainkan dengan kata-kata."
"Terserah apa katamu. Serius ini, kenapa semua manusia itu sangat aneh."
"Sama halnya denganku, akhir-akhir ini aku semakin tidak paham dengan kalian para iblis."
Ini adalah pemandangan yang tidak mungkin terjadi dua tahun yang lalu. Pemandangan yang seharusnya hanya ada di kamar 201 di Villa Rosa Sasazuka Jepang ini, sekarang bisa disaksikan di Ente Isla.
Percakapan antara manusia dan iblis.
Melihat realita yang tidak pernah terpikirkan oleh manusia dan iblis terjadi, Emilia tanpa sadar menggigit bibirnya.
Barbariccia dan Farfarello memerintahkan semua Malebranche yang ada di Azure Sky Canopy untuk berkumpul, dan kemudian, Pasukan Raja Iblis yang baru, di bawah pengawasan Jenderal Lumark yang gelisah karena tidak terbiasa dengan jumlah iblis yang begitu besar, kembali ke Dunia Iblis melalui gate yang dibuka oleh Maou.
"Hey.... Raja Iblis."
"Hm?"
Emilia alias Yusa Emi yang tidak memiliki Evolving Holy Sword, One Wing ataupun Armor Pengusir Kejahatannya, berbicara ke arah punggung Maou saat dia memperhatikan para Malebranche pergi.
"Aku punya sesuatu yang harus kumintai maaf, seperti yang kukatakan sebelumnya... erhm....."
"Maksudmu soal Malebranche ini?"
"... Yeah, aku....."
Emi menjelaskan apa yang terjadi hingga saat ini dengan tergagap.
Apa yang terjadi ketika dia kembali ke Ente Isla, fakta bahwa ladang ayahnya ternyata masih bertahan, sekaligus tentang dia yang membiarkan para kepala suku Malebranche terbunuh oleh Milita karena ladang gandum tersebut.
Dia menjelaskan semuanya secara detail sejujur-jujurnya.
Maou sama sekali tidak menyela Emi, dan hanya diam mendengarkan pengakuannya.
"Jadi.... aku sudah tidak punya hak untuk menyalahkanmu..."
"Sampai peduli hal-hal semacam ini. Apa kau ini idiot?"
"Eh?"
"Memang sih bilang begini itu terkesan tak berperasaan, tapi jujur saja, aku tidak terlalu peduli soal itu."
"A-apa maksudmu dengan tak terlalu peduli.... bukankah Malebranche itu juga iblis bawahanmu?"
"Itu benar, tapi ketika Farfarello datang ke Jepang, aku sudah berkali-kali memerintahkan mereka untuk mundur dari Ente Isla. Baik Barbariccia maupun kepala suku lain, mereka itu tidak mau mendengarkan perintahku, jadi iblis-iblis yang kurang beruntung dan salah membaca situasi itu pasti akan mati. Itu saja."
".... Ta-tapi ...."
"Terus, kenapa kau terguncang karena hal semacam ini? Jika kau membunuh para iblis demi dirimu sendiri, bukankah itu sama seperti sebelumnya?"
"....Ugh!"
Itu benar.
Tapi meski begitu, jika keadaan mental sudah kehilangan stabilitasnya, mengembalikan keseimbangannya tentu tidak akan mudah.
Mungkin karena merasakan kegoyahan Emi, Maou pun menghela napas dengan kuat, menggelengkan kepalanya, dan mengatakan,
"Orang yang memaksamu menjadi Pahlawan adalah aku, Raja Iblis. Kau tak perlu memaksa mencari alasan untuk merubah fakta ini. Untuk menjelaskannya dengan cara yang lebih ekstrim, hubungan antara kau dan aku itu tidak pernah berubah sejak awal."
Kali ini, Maou menolehkan kepalanya ke arah Emi untuk yang pertama kalinya.
Emi, entah kenapa, tidak bisa menatap wajah Maou, dia dengan panik menunduk untuk menghindari tatapan Maou.
Maou yang tentu saja tidak terganggu dengan hal ini, berbicara dengan lantang,
"Jika benar-benar ada perubahan, itu mungkin aku yang seenaknya membuat keputusan memberimu gelar sebagai Jenderal."
"Wh....."
Emi seketika mendongak.
Diberi gelar sebagai Jenderal Iblis di depan banyak orang, bukankah itu akan menyebabkan masalah?
Ketika insiden saat dia diangkat menjadi Jenderal Iblis terlintas dalam pikirannya, Emi seketika memerah.
"I-itu kan sesuatu yang kau bilang atas keinginanmu sendiri! A-aku tidak pernah menyetujuinya...."
"Itulah kenapa aku bilang seenaknya membuat keputusan... Oh ya Emi, jangan bilang kau lupa kalau ada orang lain yang harus kau mintai maaf lebih ketimbang diriku?"
Maou mengabaikan kebimbangan Emi dan mengernyit.
"Soal Chi-chan dan Suzuki Rika. Itu tidak akan selesai bahkan jika kau berlutut."
"..... Ah."
Kalimat tak terduga itu sesaat membuat Emi terdiam.
"Chi-chan setiap hari menangis karena cemas kau tidak kembali, dan Suzuki Rika, karena Idea Link-mu yang sembrono, dia melihat kejadian saat Gabriel menculik Ashiya."
"Ah.... Itu...."
"Ah, ngomong-ngomong aku sudah membeli hadiah ulang tahun untuk Chi-chan. Kau pasti tidak menyiapkan apapun, kan? Padahal kau sudah membuat Chi-chan sangat sedih."
"...... Augh."
Emi menerima syok hebat karena kenyataan yang Maou ungkapkan akibat bagaimana dia memperlakukan temannya dengan dangkal, dia pun mengerang lantas terdiam.
"Huuuh~ serius ini, apa yang terjadi denganmu? Kau terlihat seperti sudah memakan sesuatu yang benar-benar buruk."
Maou nampak tidak bisa memaklumi sikap Emi yang menggenggam tangannya sendiri merasa bimbang dan malu, dia pun menepuk pundak Emi seolah sedang menghiburnya.
"Huft~ itu artinya apa yang kau alami itu sangat sulit. Ketika kau kembali ke Jepang, minta maaflah dengan benar dan katakan apapun yang kau bisa kau katakan secara perlahan sejak awal. Karena kalian adalah teman, dia pasti akan mengerti."
"..... Yeah."
Emi menempatkan tangannya di atas bahu yang barusan Maou sentuh secara refleks, dan mengangguk pelan.
XxxxX
Kabar itu datang dengan sangat tiba-tiba.
Chiho yang baru pulang dari sekolah, meletakkan tasnya di atas meja yang ada di kamarnya, dia sangat terkejut ketika mendengar HPnya tiba-tiba berbunyi.
"Chiho? Apa kau ingin keluar?"
Chiho yang baru saja pulang sekolah, seketika berlari keluar dari rumah seperti angin, dan membuat ibunya yang terkejut bertanya, namun hati Chiho sangat cemas sampai-sampai dia tidak punya waktu untuk menjawab.
Begitu keluar dari rumah, ia berlari menuju Sasazuka dengan sekuat tenaganya.
Jalan pusat perbelanjaan ke-100 sangat sulit dilewati karena dipenuhi banyak orang yang berbelanja dan murid yang pulang dari lesnya.
Meski begitu, Chiho berhasil melewati kerumunan dengan sigap dan terus berlari.
"Ahh, yang benar saja!"
Namun, kali ini, lampu lalu lintas yang ada di depan pemberhentian bus sedang menyala merah.
Tanpa ragu, Chiho berlari menaiki tangga jembatan layang di bawah jalan tol Shuto.
Meski waktu yang diperlukan untuk menyeberangi jembatan dan menunggu lampu merah berganti, sebenarnya hampir sama, Chiho tetap berlari dengan sekuat tenaganya.
Bersamaan dengan bunyi sinyal lampu yang berganti menjadi hijau, Chiho sudah melewati bawah jembatan layang di Jalur Keio, stasiun Sasazuka.
Masih ada banyak sepeda yang terparkir di sana, tapi Chiho sama sekai tidak memperhatikannya.
Dia berbelok melewati tempat perbelanjaan di jalan Bosatsu dan berlari lurus di sepanjang selokan, dan setelah melewati beberapa jalan kecil, dia akhirnya melihat tujuannya.
Itu adalah apartemen kayu tua berlantai dua.
Tempat paling berharga milik Chiho.
Tempat di mana orang-orang yang penting baginya berkumpul.
"Ah!"
Saat ia berlari, Chiho melihatnya.
Di halaman belakang yang dikelilingi oleh dinding, ada sebuah cahaya yang begitu familiar.
Chiho mengusap keringat yang masuk ke dalam matanya, fokus pada pintu masuk yang di atasnya terdapat tanda Villa Rosa Sasazuka, dan bergegas menuju halaman belakang.
"Maou-san!!"
Chiho memanggil nama orang yang tadi muncul di layar HPnya, kakinya melangkah melewati tanah dan rumput liar yang tumbuh tinggi karena sudah lama tidak dibersihkan, dan orang-orang yang ada di sana menoleh ketika mendengar suara Chiho.
"Oh, Chi-chan. Cepat sekali kau datang."
"Ah."
"Oh."
"Ya ampun?"
"Ah, itu Chiho."
"Chi-nee chan!"
Ada banyak orang yang berkumpul di sana.
Beberapa dari mereka terlihat tenang dan santai, beberapa lagi terlihat sangat lelah, ada yang terlihat lega, dan ada pula yang pingsan dan harus digotong, ekspresi semua orang berbeda-beda.
Tapi hanya satu orang yang menundukkan kepalanya merasa malu, lantas memanggil nama Chiho.
".... Chiho-chan..."
"Yusa.... san...."
Seketika, air mata Chiho tumpah bak air terjun.
Dia tidak bisa mengendalikan dirinya.
Chiho mengikuti hasrat dalam dirinya, dia pun melangkah dengan kuat dan berlari menuju lengan orang itu.
"Yusa-saaaaaaaan! Syukurlah~~!"
"Chi Chiho-chan....."
"A-aku sangat cemas denganmu! A-a-aku sangat, sangat, sangat cemas, apa yang harus kulakukan, jika aku tidak bisa bertemu Yusa-san lagi, uu, hu, uu, uwaaaah!"
"Chiho-chan... terima kasih... sudah mengkhawatirkanku, aku benar-benar minta maaf."
Emi dengan gugup memeluk pundak Chiho saat dia bersandar dalam dekapannya.
"Chi-nee chan, aku pulang! Wahpu?"
"Alas Ramus-chan...."
Chiho merasa ada sepasang tangan kecil yang menarik kaosnya, dia pun terperangah begitu melihat wajah polos gadis itu.
Tapi seketika dia langsung membungkuk, menggendong gadis kecil itu dan memeluknya erat.
“Syukurlah.... kau baik-baik saja...! Syukurlah....!”
“Ahum, Chi-nee chan, jangan menangis!”
“Uwaaaahhh!”
Alas Ramus yang anehnya mulai bertingkah seperti seorang kakak semenjak bertemu dengan Acies, kini sedang mengusap rambut Chiho.
Usai menangis selama beberapa saat, Chiho akhirnya menenang dan mengamati semua orang.
Dia sangat terkejut ketika ia mendapati Gabriel yang sedang dibawa oleh Ashiya, dan setelah melihat pria asing yang dibawa oleh Maou, dia kembali menatap ke arah Emi.
“Yusa-san! Mungkinkah....!”
“Itu benar. Setelah dia bangun nanti, akan kuperkenalkan kau dengannya.”
Emi tersipu malu dan tersenyum tipis.
“Dia adalah ayahku.”
“Yusa-san!”
Chiho, begitu tersentuh, menurunkan Alas Ramus dan langsung melompat ke arah Emi.
“Oh! Itu pasti pertemuan yang mengharukan.”
Kali ini, Amane membuka jendela kamar 202 dan melihat keluar dari sana.
“Selamat datang kembali Ashiya-kun, syukurlah kau baik-baik saja. Aku sudah menyampaikan pesanmu dengan benar.”
“Terima kasih banyak.”
Seorang manusia yang tidak memakai armor jenderal, melainkan hanya memakai sepasang T-shirt longgar dan celana usang merk UNIxLO... Ashiya Shirou melihat ke arah Amane dengan sebuah senyum kecut.
“Amane-dono, apa terjadi sesuatu ketika kau berjaga di sini?”
Ketika Suzuno yang masih memakai jubah pendetanya menanyakan hal tersebut, Amane menggerakkan dagunya sambil tersenyum kecut.
“Bibi Mi-chan pergi ke tempat kalian, seharusnya itu adalah hal yang sangat tidak normal, kan?”
“Amane.”
Si pemilik kontrakan Shiba yang kembali bersama Maou dan yang lainnya menyela ucapan keponakannya dengan nada yang tegas.
“Aku yakin kamar Maou-san dan Kamazuki-san pasti tidak cocok untuk merawat ayah Yusa-san. Dan dengan keadaan seperti sekarang ini, dia tidak bisa dibawa ke rumah sakit ataupun naik taksi untuk pulang ke rumah Yusa-san, jadi izinkan aku membuka pintu kamar 101 terlebih dahulu. Yusa-san, tolong pindahkan ayahmu ke sana, jangan khawatir, kamar itu sudah dibersihkan kok.”
“Ah, ba-baik, terima kasih atas bantuannya.”
Emi, dengan Chiho yang masih memeluknya, berterima kasih kepada Shiba atas kebaikannya.
“Ashiya-san, maafkan aku, tapi bisakah aku merepotkanmu untuk membawa pria tampan itu ke rumahku? Aku akan mengambil kunci kamar 101 sekarang, tolong ikutlah denganku.”
“Ba-baik....”
Jangankan Ashiya, bahkan ekspresi Maou juga menjadi kaku karena kata-kata Shiba.
Setelah ini, tragedi macam apa ya yang akan menanti Gabriel? Dan meski Ashiya akhirnya kembali ke Jepang, akankah dia bisa kembali setelah memasuki rumah Shiba? Pemikiran gelisah semacam itu kini memenuhi pikiran mereka berdua.
“Uh, erhm, pokoknya ayo kita kembali ke kamar dulu, barang bawaan kita akan dikirim nanti, sekarang ini sangat sangat melelahkan. Aku ingin beristirahat dulu.”
Maou melihat keadaan Chiho dan yang lainnya, dia mengatur kembali pegangannya pada Nord dan mengatakan hal tersebut.
“Kau bilang... barang bawaan?”
Tanya Chiho yang masih memeluk Emi, Suzuno menjawabnya dengan sebuah senyum kecut,
“Huft~ banyak hal yang terjadi. Kami menyebabkan banyak masalah untuk Emerada-dono.... benar juga...”
Kali ini, Suzuno nampak menyadari sesuatu, dan mendongak ke arah Amane.
“Ngomong-ngomong, Amane-dono, di mana Lucifer?”
Pertanyaan ini membuat Amane mengalihkan pandangannya dari Suzuno merasa malu karena alasan yang tak dikatahui.
“Uh, erhm, Urushihara-kun.... beberapa hal terjadi, dan dia sekarang ada di rumah sakit.”
“Eh? Dia masih belum pulang?”
Orang yang bereaksi paling cepat terhadap kata-kata mengejutkan Amane tidak lain adalah Chiho.
Karena Chiho yang selama ini berada di Jepang berkata demikian, berarti Urushihara memang masuk rumah sakit.
“Huuuh... kupikir di sini tidak akan terjadi apa-apa.”
Meski Maou menjadi sedikit suram karena kalimat tersebut...
“Tapi akhirnya kita berhasil melewati satu rintangan.”
Setelah mengatakan hal itu, Maou menoleh ke arah Chiho yang masih memeluk Emi dan menangis, kemudian dengan sebuah senyum lebar, dia mengatakan,
“Aku pulang, Chi-chan.”
Chiho, dengan senyum yang tak kalah dari Maou....
“Maou-san, Yusa-san, Alas Ramus-chan, Ashiya-san, Suzuno-san, Acies-chan....”
Jawabnya dengan energik,
“Selamat datang kembali~”
---End---
Lanjut ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 10 - Final Chapter
Baca Semua Volume -> Index Hataraku Maou-Sama All Volume
Translator : Zhi End Translation..
2 Komentar
Akhirnya back to japan
BalasHappy end smemntara.. haha
Balas