Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 34 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 34 : Dunia Yang Tengah Berakhir


Baca Web Novel Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 Bahasa Indonesia


Chapter 34 : Dunia Yang Tengah Berakhir.

Dia merasakan pertanda rasa sakit yang datang menyerang.
Itu adalah sensasi yang tidak menyenangkan, tapi semenjak datang ke dunia ini, kehidupannya tidak pernah kekurangan luka yang mengancam nyawanya seperti ini. Sensasi itu memberitahunya; beberapa detik selanjutnya akan menentukan kemenangan ataupun kekalahan.

Ketika jeritan Petra menggema di ruang sempit tersebut, Subaru mengulurkan tangannya pada dua benda seperti tusuk daging yang menancap di pinggang kirinya. Dia tahu, saat dia menyentuhnya, itu akan dimulai. Dan, sebelum itu, dia memaksa otaknya untuk berputar dengan kecepatan yang begitu luar biasa.

Dua logam kecil, bukan luka yang fatal. Masih ada beberapa detik sebelum rasa sakitnya menyerang. Petra membeku di tempatnya berada. Dari mana serangan ini datang? Tangannya masih menyentuh pintu. Gema yang nyaring terus terdengar. Dan, di tengah-tengah gema tersebut, suara pembunuh menyelinap ke dalam telinga Subaru.

.... Suara Elsa.

Di depan matanya, dia melihat bayangan yang mengintai dalam ruang kosong tanpa cahaya. Perawakannya pendek, hampir seperti merangkak, seolah sedang menyeimbangkan diri untuk menyerang. Itu adalah Elsa.
Proyektil yang menembus pinggangnya dilempar dari ujung lorong ini. Menjijikkannya, proyektil itu memiliki kontrol yang akurat, mengincar langsung perutnya. Subaru hampir ingin bertepuk tangan.

Pemikiran yang bodoh, ide yang konyol. Kenapa Elsa bisa ada di sini sekarang? Seharusnya masih ada waktu. Kenapa dia bersembunyi di lorong rahasia yang seharusnya tidak diketahui siapapun? Dan bagaimana dia tahu? Semua itu bisa menunggu. Pertanyaan itu bisa dipikirkan nanti. Saat ini yang terpenting hanyalah fokus untuk bertahan hidup dan memaksa semua sel-sel otaknya untuk bekerja....!

"..... SHAMAAAACCCCC!!"

Tanpa senjata, tanpa ada niat untuk menyergap, dan sama sekali tidak siap.
Dihadapkan dengan situasi genting ini, hanya ada satu hal yang bisa Subaru lakukan.... atau lebih tepatnya dia sudah memutuskan dalam hatinya kalau dia akan melakukan hal itu ketika menemui Elsa, terlepas dari penampilannya.

Menjawab teriakan Subaru, Gate-nya yang rusak mengumpulkan Mana dalam tubuhnya menanggapi rapalan tersebut. Asap hitam menyembur keluar dari tangan kanannya yang terulur.... menyelimuti lorong dalam kegelapan.
Kegelapan yang lebih gelap dibandingkan bayangan yang dihasilkan oleh cahaya menyelimuti ruang sempit itu, seketika memisahkan Subaru dengan ancaman yang ada di depannya. Asap yang keluar ini sebenarnya tidak punya efek menahan pergerakan. Merangsek maju ke depan, dan asap itu hanya akan menjadi kabut yang rapuh, tapi,

"DINDING YANG TAK BISA DIMENGERTI, KALAU KAU PIKIR KAU BISA MELEWATI ITU, AKU AKAN SENANG MELIHA.... Gaaahhhh!"

Sebelum Subaru bisa menyelesaikan ejekannya, serbuan rasa sakit yang tertunda menyerang Subaru. Dimulai dari panggul kirinya, panas yang membakar mengalir ke seluruh tubuhnya, dan teriakannya terdengar seolah otak dan pinggang bagian bawahnya ditusuk oleh logam panas. Puncak dari hal ini adalah akibat perapalan mantra di kondisinya yang tidak bagus.
Menarik Mana lebih dari yang bisa ditahan tubuhnya, dia merasakan kekuatan tubuhnya tersedot, dan, dikuasai oleh rasa lelah dan letih, dia jatuh berlutut.
Namun, ada sesuatu yang menariknya dari pinggir jurang ketidaksadaran,

"Subaru....!!"

Sensasi dari sesuatu yang kecil dan lembut menggenggam tangannya yang lemas. Subaru mendongak, dan melihat Petra yang sedang mencemaskannya, bulu matanya yang panjang bergetar, dan hendak meneteskan air mata.
Di dalam matanya, terdapat rasa takut akan situasi yang berada di luar pemahamannya, sekaligus penolakan terhadap ancaman yang tak masuk akal di hadapannya. Tapi di atas semua itu, mereka menyimpan rasa cemas yang begitu dalam terhadap keselamatan Subaru.

Saat Subaru menyadarinya, rasa sakit dari syarafnya yang terpotong dan perasaan kalah yang mengoyak jiwanya terlupakan dalam sekejap. Dan sebelum efeknya memudar, dia mengenggam tangan Petra.

"Pokoknya, ayo cepat ke atas....!!"

Karena mereka tidak bisa maju ke depan, satu-satunya jalan kabur adalah kembali ke jalan yang sama arah mereka datang. Bahkan Subaru sendiri tidak yakin berapa lama Shamac akan bertahan. Sejauh ini, satu-satunya kemajuan adalah tubuhnya tidak langsung pingsan setelah menyemburkan seluruh Mananya, tubuhnya pasti sudah terbiasa setelah menggunakannya berkali-kali.
Terlepas dari semua itu, dia tidak boleh melewatkan kesempatan yang diberikan oleh asap hitam itu.....

"Gukh.... agahh!?"

Saat dia melangkah maju untuk berlari, lagi-lagi dia diserang oleh rasa sakit dari sesuatu yang tajam menembus dagingnya. 
Mengalihkan pandangannya ke sumber rasa sakit tersebut, dia menemukan empat panah logam yang menusuk punggungnya, dari bahu kanan hingga tengkuknya. Untungnya, luka tusukan tersebut tidak terlalu dalam, tapi rasa sakit dari panah-panah setebal jari kelingking yang menembus dagingnya, malah semakin parah ketika dilihat.

"Dia bisa melihat...!?"

Dia bisa melihat menembus asap Shamac? Sesaat, Subaru memikirkan hal tersebut, tapi dia langsung menyadari kalau bukan begitu kenyataannya. Secara intuitif, dia paham apa yang Elsa lakukan di ujung asap ini.
Menilai asap hitam ini sebagai ancaman dan memutuskan kalau menyelaminya akan sangat berbahaya, Elsa melempar panahnya melewati asap tanpa mengincar apapun.

Lorong ini cukup sempit untuk diisi tiga Subaru yang saling berdampingan. Jika Elsa bisa membidik bagian tengah terowongan ini, ada kemungkinan dia berhasil mengenai suatu tempat di punggung Subaru.
Saat dia menyadari hal ini, Subaru menarik lengan Petra dan mendekapnya di depan dada. "Hya!" Petra memekik, dan saat dia selesei, logam yang sama seperti yang menancap pada tubuh Subaru mendesing melewatinya.
Jika Subaru tidak menariknya, logam-logam kecil itu pasti sudah berbaris tepat di kepala Petra.

"Sial.....!"

Memuntahkan ludah yang bercampur dengan darah, Subaru menggelengkan kepalanya sambil berlari menyusuri lorong menuju mansion, menarik lengan Petra yang tertinggal dan memaksanya untuk maju.
Pandangannya berkedip penuh rasa sakit. Dunia berkelip dengan warna hitam dan merah. Cahaya biru muda bersinar di dalam lorong yang redup. Dan, warna merah dan hitam yang saling berganti, kini bercampur menjadi satu ketika dunia menjadi semakin tidak jelas.

Serangan dan pertahanan sekali saja, sudah benar-benar menguras tenaga dan stamina Subaru.
Meskipun dia berhasil kembali ke mansion dengan kondisi demikian, dia tidak akan bisa segera melepaskan diri dari situasi ini. Dan, mengandalkan harapan yang ada di depan matanya, dia menggertakkan rahangnya dan terus berlari.
Teror yang menjalari lehernya saat ini mungkin adalah sensasi kematian yang sedang mendekat, yang hanya bisa dirasakan karena pengalamannya yang sudah tak terhitung dengan kata 'Sekarat'.

".......!!"

Dengan dibimbing oleh ketakutan tersebut, leher Subaru menoleh, pupil hitamnya melihat jalur menuju kematian.
"Mengiris udara" adalah penjelasan yang terlalu sederhana untuk pedang yang membelah udara, yang mana kini sedang mendekat. Pedang melengkung yang merupakan senjata paling hebat dan paling jahat di gudang senjata Elsa.... pisau Kukri, bergerak dengan momentumnya sendiri, berputar secara vertikal dengan kecepatan yang mengerikan menuju punggung Subaru dan Petra.

Sebuah kecepatan yang membuat reaksi menjadi mustahil. Menangkis kekuatan pisau itu adalah sesuatu yang tak terpikirkan.
Menghadapi hal seperti itu, fakta bahwa Subaru bisa membuat gerakan tiba-tiba dengan tangannya, tidak lain merupakan sebuah keajaiban.

Dia mengulurkan tangan kanannya untuk menangkap ujung pisau itu dengan jari-jarinya, memang dia berhasil menjepitnya di antara jari telunjuk dan jari tengahnya.... tapi tanpa mengurangi sedikitpun kekuatan atau kecepatan pisau itu, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking di tangan kanan Subaru tersebar ke udara.
Pisau itu terus melaju memotong tangan Subaru lurus secara vertikal mulai dari pergelangan tangan menuju sikunya, membelahnya menjadi dua. Bagian lengan yang terpotong menghantam dinding ketika semburan darah mewarnai lorong sekaligus Subaru dengan warna merah. Berteriak. Menjerit. Mengeluarkan suara yang membuat orang lain bertanya-tanya apakah tenggorokannya akan pecah, robek, dan hancur.
Pandangannya dipenuhi dengan warna merah, gerahamnya patah karena kekuatan rahangnya yang sedang mengatup kuat. Dia mengangkat tangannya yang separuh terpotong. Merah. Hanya warna merah. Dia sebenarnya melihat sesuatu berwarna putih. Tapi seketika itu langsung berubah menjadi merah. Dia tidak bisa menganggap benda itu sebagai miliknya lagi. Itu hanyalah benda yang tak diperlukan, benda yang hanya memberikan rasa sakit.

Hentikan. Enyah. Aku tidak memerlukan organ yang hanya memberikan rasa sakit. Aku tidak menginginkanmu. Pergilah, enyahlah, pergi. Bangsat. Mati. Mati. Mati!!! 
Sebuah sentuhan.

Terdapat sebuah sentuhan dari tangan yang menggenggam tangan Subaru. Berseberangan dengan anggota tubuh yang hanya memberikan rasa sakit, masih ada kehangatan di sana. Saat dia menyadari hal itu, teriakan Subaru berhenti. Tenggorokannya pecah. Sel-sel otaknya yang sudah melampaui kapasitas mereka untuk merasakan rasa sakit, hancur. Dia melupakan rasa sakitnya. Tapi tidak dengan kehangatan itu.

Menarik tangannya, Subaru mengayunkan langkahnya dan menggetarkan tenggorokannya yang sudah kehilangan suara, dia berlari melewati lorong yang diwarnai dengan darah. Kaki. Sangat berat. Tangan. Sangat berat. Apakah dia yang menggerakkan mereka? Ataukah mereka yang menggerakkannya? Dia bahkan tidak tahu. Tidak tahu. Tidak tahu. Dan tidak ingin tahu.

Ujung lorong. Kembali ke tangga. Berlari di tangga spiral ini dan dia akan kembali ke mansion. Apa yang akan dia lakukan begitu kembali ke mansion? Siapa yang akan, siapa yang mampu, siapa yang bisa membantunya di sana, Emilia, Rem....!?

"...a...ku... tidak akan...!"

Tidak akan membiarkannya berakhir di sini. Ini belum berakhir. Ini belum boleh berakhir.
Dia tidak bisa melihat jalan keluar. Dia tidak bisa menemukan apapun. Dia berusaha menjangkau, tapi tidak bisa meraih apapun. Tapi bagaimana bisa dia membuang semuanya di sini?

Dia mendongak. Menuju puncak tangga spiral ini adalah jalan yang sangat panjang. Kakinya goyah. Lidahnya kelu. Nyawanya mengalir keluar di setiap darah yang menetes dari lengannya. Terkikis, memudar, dia mulai kehilangan kehangatan di tangan kirinya, dan,

"......baru-sama!!"

Teriakan seekor binatang liar. Dan suara sebuah benda berat yang mendarat dari atas. Di atas anak tangga yang ada di depan mata Subaru, dia melihat punggung yang lebar. Terbungkus dalam asap dan debu adalah apron hitam yang mahal. Rambut emasnya melambai dalam angin yang dingin, dia lantas bangkit dari posisi jongkoknya,
Merembes melalui wajah tegang yang sedang menoleh itu.... adalah emosi khawatir.

"frede..ric..."

"Jangan bicara! Luka itu... terlalu parah."

Saat Subaru mengenali orang itu dan mencoba memanggil namanya, wajah Frederica menjadi pucat melihat luka-luka Subaru. Dia melihat lengan kanan Subaru yang separuh terbelah, dan mengarahkan pandangannya pada darah yang menyelimuti sebagian tubuh Subaru,

"a......"

Dengan sebuah hembusan napas yang begitu pelan seolah akan lenyap, dia menelan napasnya. Itu mungkin karena betapa mengerikan dan mengejutkannya keadaan Subaru. Saat ini, karena obat bius endogin yang membanjiri otaknya, Subaru mungkin sudah kehilangan sensitivitasnya terhadap rasa sakit. Bernapas tak teratur, terdapat air liur yang terus mengalir melalui sudut bibirnya. Mengeluarkan busa bercampur darah dari mulutnya, Subaru mencoba memberitahu Frederica sesuatu,

"auagghh!"

"...... Awas!!"

Dari seberang kegelapan, pisau Kukri sekali lagi datang menebas.
Pisau yang berputar membawa kematian mengincar langsung kepala Frederica. Melihat kilau logam, Subaru menaikkan suaranya, sementara Frederica bereaksi dengan menarik sesuatu dari pinggangnya. Dengan sebuah kilauan.... kegelapan lorong dipenuhi kilatan cahaya, dan pedang melengkung membelok dibarengi sebuah bunyi nyaring. Apa yang berhasil melakukan hal itu adalah,

"Sepertinya kita punya penyusup."

Menyilangkan tangannya sambil mengatakan hal tersebut... kini ada gauntlet bercakar terpasang di tangan Frederica. Dari reaksi itu, dia nampak sedang menghadapi mangsa yang sudah dia kenal akrab.
Sedikit banyak, perlengkapan berat itu begitu cocok untuk seseorang seperti Frederica. Mengoyak udara saat menyiagakan tangan di depan tubuhnya, Frederica menoleh ke arah Subaru,

"Kembalilah ke mansion. Beri tanda ketika kau sampai di atas. Akan kususul!"

"ta...pi..."

"Dengan luka-lukamu itu, kau hanya akan menghalangi... Tolong urus Petra!"

Meski dia ingin tetap berada di sana, permohonan Frederica mendorong Subaru dari belakang. Menelan kembali apa yang ingin dia katakan, Subaru menarik tubuh kecil Petra mendekat. Daripada menyeret lengannya sambil berlari, Subaru pasti bisa lebih cepat jika dia mendekapnya. Petra memasuki dekapan lengannya tanpa perlawanan, dan Subaru mundur menuju tangga,

"..jang..an... mati.."

"Tentu saja tidak.... Aku bahkan belum sampai setengah jalan."

Menyeret kakinya, enggan untuk pergi, Subaru berlari menuju tangga dengan pandangan terfokus ke puncak. Berlari di tangga spiral, suara pedang beradu dengan pedang mengikutinya dari belakang. Ruang yang sempit menahan mobilitas Elsa, jadi dalam konfrontasi langsung seperti ini, itu akan jadi pertarungan kekuatan tubuh. Kalau begitu, Frederica mungkin punya kesempatan untuk menang... paling tidak, itulah harapan yang dia pegang.

Meludahkan gerahamnya yang hancur, Subaru mengumpat pada kakinya yang tak berguna. Lebih cepat, lebih tangkas, setiap detik yang dia habiskan menaiki tangga akan membawa Frederica sedetik semakin dekat dengan takdirnya. Lebih cepat, lebih cepat, menuju puncak, menuju puncak....

"a...ku... sampai..."

Sampai di puncak, terengah-engah dengan napas yang tidak teratur, lutut Subaru jatuh di atas karpet. Merangkak dengan kondisi jatuh seperti itu, dia menjulurkan kepalanya ke lorong dan berteriak melewati tangga,

"fre, derica! Sekarang...!"

Dia bisa mengunci jalur itu untuk menghentikan Elsa segera setelah Frederica mencapai puncak tangga. Menyadari hal itu saat dia berteriak, Subaru berbalik dan berguling menuju patung yang mengendalikan pintu. 
Memegangi kepala patung itu dengan tangannya, Subaru menunggu Frederica naik. Tapi....

".....wh"

Suara benturan dan keruntuhan yang begitu keras menyerang telinga Subaru. Bahan bangunan yang jatuh menimpa satu sama lain mengeluarkan pusaran asap dan mengirimkan getaran ke seluruh mansion.
Apa yang terjadi... Subaru meninggalkan sisi patung dan kembali ke depan jalur bawah tanah tadi. Mengintip ke dalam, dia melihat tangga spiral yang berkelok runtuh bagaikan lenyap ke dalam udara yang tipis.

"ini...."

Kehancuran ini bukan disebabkan oleh arsitektur yang jelek. Hancur dengan begitu bersih tanpa menyebabkan sedikitpun kerusakan pada lorongnya, bukanlah keruntuhan yang tidak diantisipasi. Sepertinya tangga ini didesain untuk runtuh dengan sendirinya ketika suatu mekanisme diaktifkan.
Mungkin itu dimaksudkan untuk menutupi jejak seseorang setelah kabur, atau seperti sekarang ini, untuk menjaga lorong agar tidak digunakan sebagai rute penyerangan, meskipun dia tidak yakin mana yang benar. Satu-satunya yang bisa dia pastikan adalah,

.... Di sini, Frederica tidak akan bisa lagi kembali ke atas.

Kemungkinan Elsa datang dari tangga telah lenyap, namun itu juga berarti Frederica mengubur dirinya sendiri di sana. Mungkin dia bisa mengalahkan Elsa murni melalui pertarungan kekuatan dan kembali lewat pegunungan, tapi Subaru tahu, jauh dalam lubuk hatinya, hal itu adalah mustahil.

Di momen ketika Subaru memikirkan hal tersebut, lukanya yang terlupakan berdenyut kesakitan saat dia memuntahkan darah. Logam-logam kecil yang menancap di leher, bahu, dan pinggangnya mulai memakan daging Subaru. Dia mencoba menarik mereka, tapi jarinya terus meleset, dan rasa takut akan pendarahan hebat membuat jarinya gemetar.

"sekarang... bukanlah... saatnya melakukan hal ini... bodoh, aku...."

Tak ada waktu menghentikan kaki maupun pemikirannya. Entah Frederica berhasil bertahan atau tidak, tergantung pada tindakan Subaru selanjutnya.
Menahan rasa sakit dan menyangga tubuh dengan lututnya, Subaru mencoba berdiri. Tapi tiba-tiba, dia ingat Petra yang seharusnya masih berada di lengannya. Dia masih membawa Petra ketika melarikan diri menuju kantor, tapi di mana dia.....

"Pe...tra!?"

Menolehkan kepalanya, Subaru menemukan Petra di ujung seberang ruangan.... Petra kini berada di dekat patung. Dia berbaring miring seolah sedang tertidur. Subaru pasti tidak sengaja menjatuhkannya tadi. Mungkin dia kehilangan kesadaran karena kelelahan, dan tidak bisa merespon panggilan Subaru. Kemungkinan besar, dalam situasi yang sangat mengerikan dan melelahkan ini, dia pasti pingsan.

Sebesar dia mencemaskan keselamatan Frederica, dia juga harus mengikuti perintahnya dan membuat Petra tetap aman. Memaksa lututnya yang gemetar untuk berdiri, Subaru menyeret kakinya menuju tempat Petra berbaring. Dan, mengangkat gadis itu dari lantai,

..... Dia melihat pedang melengkung menancap di belakang kepala gadis itu sampai ke tengkuknya.

Darah merembes keluar dari luka tersebut, sebagian otaknya tumpah dari retakan yang terbuka di belakang kepalanya. Rambut chestnut-nya yang lembut diwarnai oleh darah berwarna gelap, dan telapak tangannya yang hangat tidak akan pernah bergerak lagi.
Subaru mengangkat tangan kanannya. Sebuah gumpalan daging yang telah kehilangan tiga jarinya. Ketika dia mengulurkannya untuk menghentikan pedang melengkung tadi, pedang tersebut melewati tangannya dan menghantam Petra. Bahkan setelah berkorban sebanyak itu, dia tidak bisa melindungi apapun.

"AaaaAAAAAAHHHHHHHHHHH!!"

Dari tenggorokannya yang telah hancur, Subaru mengeluarkan jeritan penuh darah.


XxxxX


Berjalan dengan pincang di sepanjang karpet mansion, Subaru menuju Sayap Barat dengan ekspresi seperti seorang hantu. Apa yang dipeluk tangannya adalah mayat Petra. Subaru sudah menutupinya dengan kain putih, jadi takkan ada yang melihat kematiannya.

Ekspresi kaget masih nampak di wajahnya yang tak bernyawa, yang mana memberikan pelipur lara bahwa kematiannya terjadi secara instan. Akan sangat kejam kalau dia mengalami rasa sakit yang sama dengan Subaru sebelum ia kehilangan nyawanya. Tapi Subaru tak bisa menyelamatkannya. Tak ada pelipur lara di manapaun.

"ilii...."

Bukankah dia kembali sehingga bisa menyelamatkan semua orang yang ada di mansion? Bukankah dia bertekad untuk mengerahkan segalanya agar bisa menyelematkan mereka? 
Sekali lagi, dia membiarkan Petra terjebak dalam putaran kematian. Ini sudah ketiga kalinya Subaru melihat Petra mati.... ketiga-tiganya, dia seharusnya bisa melakukan sesuatu untuk mencegah semuanya berakhir.

Tapi tidak seperti terakhir kali ketika semuanya dimulai oleh Pemuja Penyihir, kali ini ada perbedaan mutlak.
Jika Subaru tidak ingin Petra terjebak dalam putaran ini, dia seharusnya bisa menentang keputusan Frederica untuk menjadikannya murid.
Dia seharusnya tahu bahayanya berada di sisinya dan Emilia.

"ji...jika saja.... tak ada akhir untuk mereka."

Jika dia membicarakan apa yang bisa atau apa yang seharusnya dia lakukan, itu akan berlangsung selamanya. Subaru tahu hal ini. Tapi meskipun dia tahu, kelemahan Subaru membuatnya terus memikirkan mereka.

Sejalan dengan pemikiran yang telah hancur tersebut, langkahnya terus dia seret dengan begitu berat. Aliran darah yang tak mau berhenti meninggalkan jejak merah gelap di atas karpet, dan setiap langkahnya memberikan rasa sakit yang menggerinda setiap syaraf.
Selangkah demi selangkah, suara dari daging dan pikirannya dibabat habis, sakit. Bahkan menerima hukuman seperti ini adalah sebuah anugerah. Jika Subaru berdosa, maka dia layak mendapatkan hukuman.
Jadi gadis di lengannya, wanita yang menetap di sini, sekaligus Subaru bisa lari, dan....

"Rem...."

Di ujung jalannya, ada seorang gadis yang terus tertidur.... tak boleh ada bencana yang menyentuhnya.

Sayap Barat. Akhirnya, dia mencapai bagian pelayan. Meski sudah memilih jalan yang paling dekat dari kantor di lantai teratas, rasanya butuh waktu seumur hidup untuk menyeret tubuh penuh lukanya ke sini. Ruangan yang coba dia capai berada di seberang tangga, di ujung paling jauh lorong.
Apa yang akan dia lakukan begitu sampai di sana bahkan tidak ada dalam pikirannya sekarang. Tujuannya hanyalah untuk sampai di sana. Tujuannya hanyalah menyentuh gadis yang ada di sana.... tujuan bagi dia yang sudah kehilangan tekad untuk hidup.
Dia sudah kehilangan banyak darah, dan bersama dengan aliran darahnya, tekad dan determinasinya juga terkuras habis dari tubuhnya. Kali ini dia sudah kalah begitu banyak. Terbungkus rasa pahit kekalahan, dia bahkan tidak bisa mengangkat wajahnya saat berjalan.

Jadi setidaknya, biarkan ini semua berakhir di sampingnya.
Di samping satu-satunya wanita yang bisa Subaru tunjukan semua kelemahannya.

Menyeret jejak darah di belakangnya, setengah bersandar pada dinding, mengubah niatan yang begitu lemah menjadi obsesi, tubuh Subaru sampai di depan kamar yang ditakdirkan untuknya... di depan kamar Rem.
Menyandarkan Petra ke dinding, dia menarik kain yang membungkus Petra dan menutup kelopak matanya. Hanya itulah yang bisa dia lakukan untuk mendandani penampilannya saat dalam kematian. Menyentuh pipi dan membelai bibir gadis itu, Subaru menundukan kepalanya di hadapan cangkang kosong tersebut.

"maaf....maafkan aku... aku begitu bodoh...tak berguna..."

Seharusnya ada cara, tapi kebodohan Subaru sendiri tidak membiarkan dia melihatnya. Alhasil Petra menjadi korban, dan kata-kata maafnya tak bisa lagi mencapai gadis itu.
Air matanya jatuh menetes di lutut Petra. Subaru menggelengkan kepalanya, dan sekali lagi menaikkan kain untuk menutup wajah Petra yang tak bernyawa. Kemudian, berdiri, dia menoleh,

".... Meninggalkanku di sana seperti itu kupikir agak kasar, lo."

Di ujung lorong, menginjak tangga yang barusan dijajaki Subaru, berdiri seorang wanita cantik berambut hitam. Bermain-main dengan ujung rambut panjang menggunakan jari di tangan satunya, dia membawa pisau Kukri penuh darah di tangannya yang lain.
Sebuah mantel hitam di atas gaun one-piece hitam. Wanita itu mengenakan pakaian yang sama seperti yang Subaru lihat di Ibukota. Dia seharusnya tadi bertarung dengan Frederica, tapi tak ada satupun bekas pertarungan yang terlihat. Entah itu luka maupun rasa lelah.

Fakta bahwa dia muncul di sini... dan cara dia muncul, tak diragukan lagi adalah bukti bahwa sesuatu pasti terjadi pada Frederica.
Bertambah satu lagi daftar orang yang tidak akan bisa digapai oleh permintaan maafnya, yang bisa Subaru lakukan hanyalah mendongak menatap langit-langit, mengutuk ketidakmampuannya.

"Kau bahkan berhasil sampai ke sini dengan luka-luka itu. Aku sangat terkesan."

"apa.... ada hadiah untuk itu? nyawamu juga boleh."

"Bolehkah aku menganggapnya sebagai pernyataan cinta? Bahwa nyawaku adalah apa yang hatimu inginkan?"

"akan kuinjak-injak hingga menjadi bubur... berikan...."

Ingin muntah ketika mendengar jawaban tak masuk akal Elsa, Subaru menatap tajam si pembunuh itu saat ia berdiri bersandar pada dinding. Mengangkat kepalanya, dia mengunci pandangannya pada wajah Elsa. Sementara mata Elsa naik turun mengamati tubuh Subaru yang penuh luka.

"Aroma darah, bau kemarahan, wangi kematian... ahh, kau benar-benar sempurna dalam segala hal. Ususmu juga kesukaanku, aku terlalu senang untuk berbicara."

"wanita gila... apa-apaan yang kau bicarakan!?"

Memeluk dirinya sendiri dengan ekspresi bahagia di wajahnya, Elsa menatap Subaru dengan tatapan penuh gairah. Meskipun dia adalah wanita yang cantik, mata yang gila dan aneh itu hanya memberikan rasa jijik dan ngeri pada Subaru.
Melihat emosi penolakan di wajah Subaru, Elsa mempertahankan pesona menyimpang yang ada di pipinya.

"Berbicara denganmu sangatlah menyenangkan, tapi.... aku tidak ingin dimarahi karena melupakan tujuanku. Si roh dan gadis Half-Witch yang kutemui di Ibukota, apa kebetulan mereka ada di rumah?"

"kau seharusnya menelepon dulu sebelum datang, agar kau tidak perlu repot-repot. kami pasti akan menyewa beberapa tentara bayaran dan mengadakan acara penyambutan yang meriah."

"Kau tidak mau menjawab. Kalau begitu, sebaiknya kutanya perutmu."

Membuka bibir merahnya dan dengan penuh gairah membasahinya menggunakan lidah berwarna peach, Elsa mengangkat pisaunya dan tersenyum sambil menjilat darah yang tertinggal di bilahnya.
Kemudian, merendahkan posturnya, dia membuat bilahnya berteriak saat ia melompat maju seperti laba-laba. Terlalu cepat. Tak bisa memikirkan cara untuk menahannya. Tapi...

"mana mungkin aku akan mati di tanganmu....!"

Mengatakan hal tersebut, Subaru membuka pintu kamar Rem.
Elsa mengernyitkan dahinya saat melihat tindakan Subaru, tak bisa mengerti. Subaru merasa sedikit puas melihat reaksi itu.

Dia sudah pasrah terhadap fakta bahwa tak ada jalan kabur. Luka-lukanya begitu dalam, dan dia tidak bisa menghentikan nyawanya yang semakin memudar. Takdir pengulangan ini sudah seperti api lilin di tengah-tengah angin. Kalau begitu, setidaknya dia takkan memberi Elsa kepuasan.
Dia tidak ingin mati oleh pedang-pedang itu. Jika dia akan jatuh ke tangan Elsa, dia lebih baik mati terlebih dahulu. Tapi sebelum itu, Subaru tidak akan membiarkan 'dia' dilukai.

Menyebutnya 'pilihan pahit' adalah sebuah eufemisme, tapi hal ini tak ada bedanya dengan tindakan bunuh diri sepasang kekasih secara sepihak.
Jika pilihannya adalah mati dengan pedang Elsa seperti halnya Petra, dan Frederica...
Maka, di dunia yang sedang menuju akhir ini, dia akan membunuh gadis itu dengan tangannya sendiri....

(T/N : Eufemisme, majas untuk mengganti kata-kata yang kasar menjadi kata-kata yang lebih sopan.)

"dan mengikutimu tepat setelahnya...."

Gadis itu akan pergi lebih dulu, dan dia akan mengikutinya dari belakang. Dengan tekad tersebut, Subaru masuk ke kamar Rem....

".....Huh?"

.......Rak buku berjajar baris demi baris, Perpustakaan Terlarang menyambut Subaru ketika dia bersiap menghadapi akhir dunia.

---End---



Baca Semua Volume -> Index Re:Zero Arc 4


Translator : Zhi End Translation..
Previous
Next Post »
4 Komentar
avatar

Lanjut min.... kirain udah mau mati tapi nemu hikikomori door hehehehe

Balas
avatar

Akhirnya berlanjut..
makasih loh

Balas
avatar

subaru kasihan amat udah berantakan tuh tubuh

Balas
avatar

Baca chapter ini, bikin ngilu sendiri..
Tp thanks translate y' min, ganbatte..

Balas