[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 52 : Perubahan Kecil
Kembali ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 51
Chapter 52 : Perubahan Kecil.
Hal pertama yang Subaru pastikan setelah terbangun adalah apakah ini realita atau bukan.
Setelah berkali-kali menyeberang antara mimpi dan kenyataan, batasnya ternyata bisa menjadi sedikit buram. Apalagi karena biasanya Return by Death mengembalikannya dalam keadaan otak masih bingung, seolah baru bangun dari tidur.
".....uu, uogh."
Dengan kesadarannya yang kini telah kembali, hal pertama yang Subaru rasakan adalah rasa tanah di dalam mulutnya.
Meludahkan rasa tak enak tersebut bersama dengan air liurnya, Subaru pun duduk dan melihat sekitar. Ruangan gelap dengan udara yang lembab nan dingin, dan keheningan yang mencekam... dia berada di dalam Makam.
"Aku kembali, ya...."
Membuka dan menutup genggaman tangannya, Subaru memastikan sensasi indera peraba di tubuhnya.
Di saat yang sama, Subaru juga ingat bagaimana dia mati.
"Sedikit penasaran apa yang akan terjadi jika aku ikut tertelan... tapi kurasa aksi bunuh diri itu berhasil."
Mengingat rasa sakit ketika tenggorokannya tertusuk, Subaru menyentuh lehernya dan menghela napas lega.
Rasa sakit ketika darah menyumbat tenggorokan dan menenggelamkan paru-parunya dari dalam, serta rasa kehilangan ketika kesadarannya terenggut, meski ia sudah mengalaminya berkali-kali, sensasi kematian tersebut tetap terasa begitu nyata.
Tak peduli berapa kalipun dia mengalaminya, kematian selalu memberikan penderitaan yang baru dalam diri Subaru. Tapi meski begitu,
"Itu masih lebih baik ketimbang tak bisa hidup kembali... dan hancur tak bersisa."
Memberikan selamat pada dirinya sendiri karena berhasil kembali setelah tanpa ragu memilih untuk mati, Subaru pun memutuskan untuk mengesampingkan hal tersebut.
Masih terlalu dini untuk menyebut apakah dia benar-benar berhasil kembali dengan selamat atau tidak.
"Ini bukan saatnya untuk bersantai-santai. Sebaiknya aku memikirkan apa rencanaku selanjutnya, apa yang perlu kulakukan, dan......"
Memastikan kembali ketetapan hatinya..
Menutup matanya, Subaru menghirup napas dalam. Ketika dia membukanya kembali, tak ada lagi keraguan di sana, yang ada hanya tekad apa yang harus dia lakukan.
Berdiri dan membersihkan debu yang ada pada tubuhnya, dia melihat ke sekitar ruangan dan menemukan seorang gadis berbaring miring tak jauh dari dirinya.
Itu adalah Emilia. Ekspresi menderita yang ada di wajahnya kemungkinan besar adalah karena masa lalu yang sedang dia hadapi dalam Ujiannya.
Subaru berlari ke arahnya dan mengulurkan tangannya untuk membangunkan gadis itu. Dia akan membawanya keluar, bertemu dengan Ram dan Otto di luar Makam, dan memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah itu.
Tapi di sana, tepat sebelum tangannya bisa menyentuh Emilia, Subaru menyadari jarinya sedang gemetar.
"..... apa?"
Mata Subaru terbuka lebar melihat jarinya gemetar saat dia mengangkat tangan ke depan wajahnya. Otaknya memerintahkan gemetar itu untuk berhenti, tapi, masih gemetar dengan sendirinya, jari-jari Subaru mengabaikan perintah tersebut. Dan kemudian, Subaru menyadarinya.
Giginya ternyata juga ikut bergemeretak, tak bisa berhenti.
"Tangan dan gigiku gemetaran.... apa-apaan ini....."
Meskipun terkejut dengan keanehan yang terjadi pada tubuhnya, jauh di dalam lubuk hatinya, Subaru tahu kenapa hal ini bisa terjadi.
Penyebabnya tak lain adalah sosok yang terlintas dalam pikirannya saat Subaru hendak menyentuh Emilia.
..... Itu adalah, wajah tanpa ekspresi Emilia yang menatapnya ketika ia berada di pinggir jurang kematian.
Penyihir Kecemburuan memang mengunjungi Sanctuary dan entah apa alasannya, juga membungkus tubuh Emilia di dalam bayangan. Di saat-saat terakhirnya, Subaru melihat hal ini dengan mata kepalanya sendiri.
Kemungkinan besar, sang Penyihir merasuki tubuh Emilia saat dia berbaring tak berdaya di dalam Makam.
Subaru pernah melihat kemampuan Petelgeuse untuk merasuki tubuh orang lain, jadi menerima kemungkinan tersebut tidaklah sulit.
Di samping itu, alasan sang Penyihir memilih tubuh Emilia sangatlah sederhana.
Subaru sudah mengungkap banyak informasi terlarang di dalam pesta teh Echidona. Meskipun sosok sang Penyihir termanifestasi untuk menghukumnya, dia tak bisa menginjakkan kakinya ke tempat itu. Jadi sebagai gantinya, dia mengalihkan perhatiannya pada Emilia yang berada dalam keadaan tidak sadar di samping Subaru.
Kemudian, sang Penyihir mengambil alih tubuhnya, menyelimuti Sanctuary dengan bayangan, membunuh Garfiel, dan menelan Subaru... kira-kira begitulah yang terjadi di pengulangan sebelumnya.
"Bahkan setelah mengetahui semua itu.... kenapa tubuhku masih saja gemetar....?"
Meskipun dia bisa dengan tenang mengingat apa yang telah terjadi, hatinya yang lemah tidak bisa melupakan teror tersebut.
Jika spekulasi Subaru benar adanya, maka penyebab dari bencana itu adalah pesta teh yang dia hadiri setelah Return by Death. Yang artinya, karena kali ini dia tidak hadir ke pesta teh itu, maka dia tidak menginjak ranjau apapun.
... Jadi, 90% dia yakin kalau kalau sang Penyihir saat ini tidak berada dalam tubuh Emilia.
Fakta bahwa hati Subaru masih menyuarakan penyangkalannya pada dasarnya adalah karena rasa takut.
Tapi tetap saja, dia tidak bisa mengesampingkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
Dan itu adalah.... akankah Penyihir Kecemburuan benar-benar menyerah untuk mengejar Subaru hanya karena dia telah melewati kematian?
"......?"
Sang Penyihir Kecemburuan lah yang membuat Subaru bisa kembali dari kematian.
Subaru menyimpulkan hal tersebut, dan Echidona telah mengkonfirmasinya. Kemunculan sang Penyihir di masa lalu serta di akhir pengulangan sebelumnya, membuat kesimpulan itu jadi sulit untuk diragukan.
Entah apa alasannya, sang Penyihir tidak ingin kematian Subaru menjadi sebuah akhir. Untuk hal itu, Subaru benar-benar berterima kasih. Hanya untuk hal itu saja.
Dan sekarang pertanyaannya, apakah Penyihir yang sangat pencemburu dan sangat kuat itu, akan melepaskan Subaru?
"........"
Jika sang Penyihir Kecemburuan punya kemampuan untuk mengulang waktu, berpikir kalau dia akan membiarkan Subaru menggunakannya tanpa bisa menggunakannya sendiri adalah hal yang terlalu optimistis.
Jika Subaru bisa mengulang dunia melalui kematian, bagaimana dia bisa tahu kalau sang Penyihir tidak akan memutar balik waktu untuk mengejarnya?
Hatinya yang ketakutan tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut..... meskipun jawabannya tepat ada di depannya.
"....."
Semuanya akan jadi jelas jika dia menyentuh Emilia dan membangunkannya dari Ujian.
Jika dia bangun dan memanggil Subaru dengan suaranya yang bagaikan lonceng perak, Subaru pasti akan langsung terbebas dari cengkeraman rasa takut ini.
Tapi bagaimana jika tidak?
"... maka semuanya akan berakhir."
Jika sang Penyihir muncul setiap kali dia kembali dari kematian, maka benar-benar tak ada yang bisa dia lakukan. Kekuatan Penyihir Kecemburuan adalah mutlak, dan Subaru tidak dapat membayangkan satupun skenario di mana mereka bisa menang melawan makhluk dengan kekuatan yang mampu menenggelamkan Sanctuary ke dalam bayangan seperti itu.
Menghadapi sebuah mimpi buruk yang dengan entengnya mengantar Garfiel menuju makamnya, serangan balasan apa yang bisa dia lakukan?
Dengan kata lain, ini adalah batasnya.
“Pertama aku tidak yakin apakah aku benar-benar kembali dari kematian.... dan sekarang aku tidak yakin apakah Emilia benar-benar Emilia? Aku ini bodoh atau apa sih?”
Sekali lagi mencoba memahami situasinya, Subaru mengeluarkan helaan napas pendek.
Gemetar di jarinya dan gemeretak di giginya kini telah tiada. Dia pun sadar,
Semua ketidakpastian ini....
“Hal ini bisa terjadi pada siapa saja, kan?”
Tidak mengetahui masa depan, resah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, semuanya adalah siklus alami kehidupan.
Meskipun ada kemungkinan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya, apa yang perlu ditakutkan? Ketakutan yang bodoh itu sama saja dengan takut akan kehidupan itu sendiri.
“.....h, tidak.....”
Dibandingkan dengan gadis yang saat ini sedang disiksa oleh sang masa lalu tepat di depan matanya, keraguan Subaru sungguh sangatlah sepele dan konyol.
“.....Emilia.”
Memanggil namanya, Subaru menyentuh pipi gadis itu dengan jarinya yang sudah tidak lagi gemetar.
Putih dan halus. Sentuhan lembut dari kulit gadis itu memberikan kehangatan yang cukup untuk melelehkan ujung jari Subaru. Ada sedikt getaran di kelopak matanya yang tertutup saat bulu matanya bergerak, dan di bawahnya, sebuah cahaya yang redup bersinar dari mata ungunya.
Kembali ke alam realita, Emilia berkedip beberapa kali dan menyadari Subaru ada di depan matanya.
“....subar....ru?”
Iris matanya yang bergetar menangkap sosok Subaru, dan saat sosok Subaru menjadi semakin jelas, Emilia pun memanggil namanya. Suaranya, sikapnya, dan warna matanya, semuanya adalah milik Emilia yang Subaru kenal.
“.... Yeah, ini aku.”
Seluruh keraguan yang tadi membebani Subaru, yang tadi menjuntai di tubuhnya, kini menghilang tanpa jejak.
Mendengar jawaban dari Emilia, Subaru menghela napas panjang dan membangunkan Emilia dengan tangan di belakang punggungnya, ia merasa seolah tubuhnya menjadi lemas.
Berbanding terbalik dengan Subaru, Emilia bangkit dari posisinya dan dengan cepat melihat sekeliling. Setelah memastikan di mana keberadaannya, mungkin karena kepalanya masih sedikit berat, Emilia memegangi kepalanya dan berbisik, “Umm....”
“Tadi.... aku....”
Bingung dengan rasa sakit yang ia rasakan, Emilia menutup matanya dan mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum ia jatuh tertidur.... dan apa yang terjadi saat ia tertidur.
Saat ingatan itu kembali, Emilia membuka matanya dan menoleh ke arah Subaru dengan bibir gemetar.
Gelombang emosi bergejolak di pupil ungunya. Pikirannya mungkin sedang kacau karena mengingat masa lalunya. Tapi Subaru sudah tahu kalau Emilia akan terpuruk setelah terbangun dari Ujiannya. Itulah kenapa Subaru bisa dengan tenang melihat Emilia ketika dia berada di ujung jurang keterpurukan.
Apa yang harus ia lakukan adalah memeluknya dengan lembut, mencari kata-kata yang tepat untuk menghiburnya dan memberitahu kalau semuanya baik-baik saja.
“......Subaru?”
Tapi saat Subaru hendak melakukan hal tersebut, Emilia justru bereaksi berbeda dari apa yang dia bayangkan.
Matanya yang tadi gelisah kini telah menenang, dan bibirnya yang gemetar sekarang dipenuhi dengan sebuah emosi yang bahkan lebih kuat. Kemudian, Emilia mengulurkan tangannya ke arah Subaru,
“Kenapa... kau terlihat seperti ingin menangis?”
“....Eh?”
Ujung jari Emilia mengusap dahi Subaru dan menyusur menuju sisi matanya. Jari putihnya dengan lembut menangkap bulir air mata yang hendak jatuh. Dan barulah, Subaru sadar kalau dia hampir menangis.
Tapi tak ada waktu untuk bertanya pada dirinya sendiri apa alasannya.
“a....u.... eh?”
Tanpa peringatan apapun, tiba-tiba gemetar datang begitu saja.
Gemetar tak terkontrol yang seperti berasal dari dunia lain mengguncang jari dan gigi Subaru.
Seluruh tubuh Subaru gemetar, merenggut semua tenaganya. Berlutut di samping Emilia, Subaru hanya bisa meringkuk, memeluk tubuhnya sendiri.
Dan barulah kemudian, genggamannya mulai melonggar ketika dia mengerti alasannya.
Jika gemetar yang Subaru rasakan sebelum menyentuh Emilia adalah karena dia takut jikalau Emilia digantikan oleh sang Penyihir, maka....
“Tak apa, Subaru, tak apa. Semuanya akan baik-baik saja. Aku di sini bersamamu....”
Mengucapkan hal tersebut, Emilia memeluk tubuh Subaru yang gemetar dari samping.
Melalui kain tipis dari baju mereka, mereka bisa merasakan kehangatan satu sama lain. Detak jantung dan kehangatan yang berasal dari tubuh Emilia kini memenuhi hati Subaru.
…...ketika rasa takut akan kemungkinan tersebut sudah tiada dan ketika dia tahu kalau kemungkinan itu sudah hilang, Subaru benar-benar dipenuhi dengan perasaan lega.
Meskipun hatinya ingin agar ia tetap kuat, tubuhnya sama sekali tidak mau mematuhinya.
Apalagi, dia tidak punya hati baja maupun tubuh kuat untuk melindunginya.
Merasakan kehangatan, detak jantung, dan pelukan lembut Emilia, sebesar apapun dia membenci kelemahannya yang menyedihkan, Subaru tetap merasa lega.
Tenang, diam, tanpa bersuara, keduanya terus memeluk satu sama lain di dalam Makam.
XxxxX
“Sudah tenang sekarang?”
“Ah, ye-yeah... um, maaf. Tak tahu apa yang merasukiku.”
Emilia terus mendekap Subaru hingga dia berhenti gemetar.
Pertanyaan Emilia membuat Subaru meminta maaf dengan wajah memerah. Mendengar hal tersebut, Emilia menggelengkan kepalanya dengan, “Tak apa”,
“Baguslah. Akhir-akhir ini aku terus merasa kalau aku selalu bergantung pada Subaru. Jika sesekali kau juga menunjukan sisi lemahmu.... aku pasti akan merasa sedikit lebih lega.”
“Aku tak bisa membantahnya.... tapi kalau bisa, aku tidak ingin menunjukan sisi lemahku pada Emilia.”
“Kenapa memangnya?”
“Karena aku hanya ingin Emilia-tan melihat sisi kuatku. Aku tidak ingin kau tahu betapa lemah dan menyedihannya aku ini.”
“Meskipun aku melihat sedikit sisi lemahmu, aku tidak akan berpikir begitu, kau tahu.”
Kata-kata Emilia sangat lembut, tapi harga diri Subaru tidak mengizinkannya untuk menerima hal tersebut.
'Dia tidak akan menyukainya' atau 'Dia pasti akan kecewa melihat kelemahan semacam itu' bukanlah inti masalah dalam hal ini.
Ini hanya sekedar masalah Subaru.... masalah anak laki-laki.
“Tidak menyembunyikan kelemahannya, selalu menunjukan dirinya yang sebenarnya.... aku bukan tipe orang yang suka mencari simpati seperti itu kok.”
“Mencari simpati?”
“Itu istilah dari kampung halamanku. Jadi aku hanya ingin menunjukan sisi kuatku kepada Emilia-tan. Itu namanya pendirian seorang pria, kau tahu.”
Ketika kecanggungan yang sebelumnya terasa disapu bersih oleh topik tidak penting ini, Subaru pun tersenyum kecut pada Emilia yang memiringkan kepalanya. Tapi segera setelahnya, ekspresi Subaru kembali menjadi tegang,
“Kalau begitu sekarang.... aku ingin tanya soal Ujiannya....”
“... ok.”
Mendengar pertanyaan Subaru yang terdengar ragu-ragu, Emilia terdiam sejenak sebelum mengangguk dan menjawabnya.
Melihat reaksinya, untuk sesaat, Subaru merasa sedikit kaget. Itu karena, reaksi Emilia terhadap kata-kata Ujian terasa sangat berbeda dengan sebelum-sebelumnya.
Kemungkinan besar, itu karena, setelah ia terbangun dan hendak dihantam oleh kenyataan bahwa ia tidak berhasil melewati Ujiannya.... Subaru tanpa sadar malah menunjukan sisi menyedihkannya.
Momen berpelukan mereka sangat singkat, tapi hal itu memberikan waktu pada Emilia untuk pulih dari keterkejutan akan kegagalannya.
Itu mungkin adalah alasan kenapa dia saat ini bisa sangat tenang.
“Tak kusangka spontanitasku akan sangat berguna....”
“Tapi Subaru, kenapa kau ada di sini? Kupikir hanya aku yang bisa masuk ke sini.....”
“Tidak, aku.....”
Sebelum dia bisa memberikan jawaban jujurnya, Subaru tiba-tiba menghentikan perkataannya.
Dan kemudian, dia mulai berpikir..... apa ya jawaban yang tepat untuk situasi ini?
Kenyataannya, Subaru bisa dengan mudah memberitahu Emilia kalau dia mendapatkan Kualifikasi dan berhasil lulus Ujian. Tapi Subaru punya firasat, jika dia melakukan hal ini, Emilia pasti akan menyalahkan dirinya sendiri karena gagal melewati Ujian tersebut dan merasa kalah dari Subaru.
Kemudian, perasaan kalah tersebut akan berubah menjadi kekhawatiran, dan Emilia akan terjebak dalam perasaan bersalah dan rendah diri. Jika hal itu terjadi, kemampuannya untuk tetap tenang seperti saat ini, akan jadi sia-sia.
Jika ada kesempatan bagi Emilia untuk menghadapi Ujiannya dengan cara yang berbeda, maka Subaru semestinya menghargai kemungkinan itu.
Meskipun, entah Emilia bisa mengalahkan 'Masa Lalunya' atau tidak, adalah cerita yang berbeda.
…. Itu pantas dicoba, pikir Subaru.
“Aku khawatir saat kau tak keluar-keluar. Awalnya aku bisa tetap sadar.... tapi begitu aku masuk ke sini, sepertinya apa yang terjadi siang tadi terjadi lagi.”
“Begitu ya... maaf, aku membuatmu khawatir.”
“Nah, sebenarnya kalau dipikir-pikir, aku juga langsung tumbang setelah aku berlari masuk ke sini, jadi saat ini orang-orang di luar sana pasti sangat khawatir.”
Tak mendengar apapun setelah menyaksikan Subaru masuk ke dalam Makam pasti membuat yang lainnya cemas.
Menyadari hal ini, Emilia mengangkat wajahnya dengan, “Ah,”
“Be-benar juga, jika kita tidak segera kembali.... mereka pasti juga akan sangat khawatir padamu, Subaru.”
“Hidup atau matiku tidaklah penting, tapi sebaiknya kita memberikan kabar kalau Emilia-tan baik-baik saja, kalau tidak, sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi.”
“.... bagaimana bisa kau mengatakan hal itu?”
Mendengar kata-kata Subaru, Emilia memberinya tatapan tidak setuju. Dilihat dengan tatapan seperti itu, Subaru mengatakan "Maaf", dan mengangkat bahunya ketika mereka mulai berjalan keluar Makam.
Di tengah perjalanan, Subaru melanjutkan pertanyaannya, “Jadi,”
“Bisakah kau memberitahuku? Um, soal Ujian itu?”
“....Maaf. Sepertinya... aku gagal.”
“Benarkah....mn, yah kurasa aku bisa sedikit menebaknya dari reaksimu.”
Emilia mengalihkan pandangannya dan meminta maaf. Melihat dia seperti ini, Subaru berpura-pura kalau dia baru tahu mengenai hal ini.
Meskipun hal itu memberinya rasa bersalah yang cukup besar, dia hanya menggelengkan kepalanya dan meluruskan lagi keragu-raguannya.
“Jadi apakah itu artinya... sekarang semuanya sudah berakhir?”
“Kurasa kita masih belum bisa bilang begitu.... Kau diperbolehkan menantang Ujian itu sebanyak yang kau mau. Aku tidak tahu alasannya, tapi aku tahu hal itu. Yaah....”
Echidona sudah menjelaskan soal Ujian itu dengan jelas. Tapi di saat Subaru sudah mengetahui hal ini, Emilia sepertinya hanya mengetahuinya tanpa sadar.
Kata-kata Emilia terdengar semakin pelan, dan setelah sedikit ragu-ragu,
“Lupakan, bukan apa-apa kok. Kurasa semuanya sudah selesai hari ini. Akan kucoba lagi besok.”
“Apa kau yakin? Jika ini terlalu berat, tak masalah kok menunggu beberapa hari lagi.... dengan begitu, kita bisa mencari lebih banyak petunjuk dan cara menghadapi Ujian itu untuk menaikkan tingkat keberhasilan kita.”
“Terima kasih.... tapi aku tahu kalau itu tidak akan memecahkan masalah. Aku tahu itu.
“...Kau mungkin akan merasa lebih baik jika kau mau membicarakannya.... bukan berarti aku tahu apa yang kubicarakan.”
Subaru melirik ke arah Emilia, dan mendapati Emilia sedang menatapnya dengan bibir gemetar. Tapi tepat ketika emosi yang menggantung itu hendak meluap, Emilia menutup matanya, seolah melupakan pemikiran tersebut.
“.....Maafkan aku. Aku.... tidak mau kau melihat apa yang kurasakan saat ini.”
“Tak peduli bagian mana yang kulihat dari Emilia-tan, aku tidak akan pernah membencimu karena hal itu, kau tahu.”
“Ini bukan berarti aku takut dengan apa yang Subaru pikirkan. Tidak, mungkin hanya sedikit.... tapi aku takut dengan sesuatu yang lebih dari itu.”
Emilia terdiam. Tapi meski begitu, Subaru bisa melihat kekuatan di dalam mata ungu Emilia nampak tidak goyah, yang mana mengkonfirmasi kalau dukungannya berhasil.
Asalkan Subaru bisa terus mendukungnya seperti ini, pada akhirnya Emilia pasti akan menyerah dan menunjukan kelemahannya. Tapi itu bukanlah pemikiran yang seharusnya dia pikirkan sekarang,
Bertingkah seolah tahu segalanya dan memainkan hati Emilia di atas telapak tangannya, hal menjijikkan semacam itu benar-benar membuatnya ingin muntah.
….. Meskipun, semuanya akan baik-baik saja jika dia menjelaskannya sebagai sesuatu yang perlu untuk dilakukan.
“....Emilia-sama!”
Menekan perasaan benci pada dirinya sendiri saat ia terus melangkah maju, apa yang menariknya kembali ke alam nyata adalah cahaya bulan yang menyilaukan, dibarengi dengan suara yang memanggil gadis di sampingnya.
Cahaya bulan berwarna biru pucat yang menyinari pintu masuk Makam, serta angin dingin yang menyegarkan, menyapa mereka saat meraka keluar dari Makam. Melihat ke depan, Subaru bisa melihat wajah-wajah lega yang menunggu Emilia kembali.
Sepertinya yang memanggil Emilia tadi adalam Ram. Setelah memastikan kalau Emilia baik-baik saja, Ram menghela napas lega sebelum menoleh ke arah Subaru yang berdiri di samping Emilia.
“Dan Barusu, kerja bagus.”
“Ooohhh... aku tidak menyangka kau akan mengucapkan kata-kata manis seperti itu, aku benar-benar kaget. Apa-apaan sikapmu ini? Ini sama sekali tidak seperti dirimu?”
“Jika kau sesekali melakukan tugasmu dengan baik, aku pasti akan memujimu seperti ini. Paling tidak kau sudah berhasil membawa Emilia-sama kembali dengan selamat, jadi aku akan memberimu penilaian yang sesuai. Roswaal-sama pun juga akan senang.”
Meskipun sebenarnya bisa melaporkan hal ini kepada masternya adalah alasan utama Ram merasa lega, tetap saja adalah sesuatu yang baru bagi Subaru menerima pujian yang jujur seperti ini dari Ram.
Sembari tersenyum seperti orang bodoh, Subaru dengan santai mengalihkan pandangannya ke arah orang di sebelah Ram..... ke arah seorang pemuda berambut pirang yang berdiri sedikit lebih jauh.
Garfiel yang tadinya bersandar pada batang sebuah pohon, kini meluruskan tangannya dan berjalan ke arah Subaru dengan santai. Subaru tidak merasakan sesuatu yang mencurigakan dari sikap maupun gerakannya, tapi tetap saja, Garfiel bisa memperpendek jarak di antara mereka dengan singkat jika dia mau.
Keluar dari Makam tepat setelah kembali dari kematian dua kali berturut-turut, ada lebih dari cukup alasan untuk merasa khawatir di sini. Meskipun dia tidak bisa mengkur kekuatan 'Bau' yang terpancar dari tubuhnya, memikirkan hal itu saja sudah cukup membuat Subaru bersiaga penuh.
Kemudian, ketika Garfiel tiba di hadapan Subaru, hal pertama yang keluar dari mulutnya adalah,
“Sempat penasaran dengan apa yang akan terjadi ketika tadi kau berlari masuk seperti seorang idiot. Tapi baguslah kau kembali dengan selamat. Sepanjang waktu aku terus berpikir 'Kacang Gafugaron tidak akan jatuh karena angin', tapi hal itu memang membuatku khawatir.”
“Ow! Oy hen... ow! Sakit!”
Mengucapkan hal tersebut dengan sebuah senyum, Garfiel berulang kali memukul bahu Subaru dengan keras.
Karena pukulan itu, untuk sesaat Subaru sempat berpikir, 'Apa Garfiel sedang melakukan percobaan pembunuhan yang terkesan tak disengaja?', tapi melihat caranya tersenyum menunjukan gigi-giginya, Subaru tidak merasakan niat buruk semacam itu darinya.
Hal itu benar-benar terlihat seolah dia menyambut kepulangan mereka. Menghadapi reaksi yang tak disangka ini, Subaru tidak bisa menyembunyikan ketidakpercayaannya lebih lama lagi,
“Hanya..... ini?”
“Hah? Apaan? Kau ingin aku mengelus kepalamu karena melakukan pekerjaan yang bagus juga?”
“Jika itu Emilia, aku pasti akan sangat senang, tapi siapa yang mau dielus olehmu? Tidak, maksudku....”
Subaru hendak bertanya kenapa semuanya jadi sangat berbeda, tapi ia berhenti ketika ia sadar kalau membangunkan singa yang tertidur, adalah tindakan yang sangat tidak perlu. Terlepas dari apa yang sebenarnya dirasakan oleh Garfiel, untunglah dia tidak punya niat untuk menyerang.
Dalam hal ini, Subaru mulai mengerti kondisi seperti apa yang bisa membuat Garfiel menunjukan taring-taringnya. Jika dia bisa menghindari kondisi terburuk yang membuat Garfiel membencinya, dia seharusnya akan baik-baik saja.
"Kau tahu, kepalaku pusing memikirkan bagaimana caranya menghadapimu."
"Apa maksudnya itu, oy?"
"Itu istilah dari kampung halamanku. Pokoknya, ayo kita kembali sebelum membicarakan semua detailnya. Aku juga ingin Emilia beristirahat lebih dulu. Kita bisa membicarakan rencana selanjutnya setelah itu."
Tak ada satupun orang yang menolak usulan Subaru.
Emilia meminta maaf dengan "Maafkan aku", Ram pun memegang tangannya dan memimpin semua orang kembali ke Sanctuary.... memilih untuk beristirahat di rumah Lewes.
Emilia tidak merasa terpuruk. Dan Garfiel tetap jadi orang yang bersahabat meskipun ia baru saja kembali dari kematian.
Menghadapi kondisi yang sepenuhnya berbeda dari sebelumnya, otak Subaru terus berputar mencari langkah selanjutnya sekaligus cara terbaik untuk menyambut 'Kematian'.
Ada banyak hal yang perlu dia ketahui, banyak hal yang harus dia coba.
Berapa besar pengorbanan yang harus dia buat untuk menggapai kemungkinan masa depan terbaik?
Memulai perhitungannya, Subaru tidak sadar kalau dia lupa memasukkan hidupnya sendiri ke dalam pertimbangan tersebut.
"....."
Dia juga tidak sadar dengan cara Lewes menatapnya dari belakang.
Dan hanya terus berjalan tanpa menyadarinya.
---End---
Lanjut ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 53
Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4
Translator : Zhi End Translation...
3 Komentar
nice min thanks
BalasSukses min, semoga panjang umur & sehat wal afiat
Balasakhir nya yg di tunggu ....
Balassankyu min..
tetap semangat