Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 21 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 21 : Tekad Yang Diperbaharui


Baca Light Novel Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 Bahasa Indonesia



Chapter 21 : Tekad Yang Diperbaharui.

Ketika dia membuka matanya, hal pertama yang Subaru rasakan adalah sesuatu yang berdebu telah masuk ke dalam mulutnya.
Bercampur dengan air liur yang ada di dalam mulutnya, dia tanpa sadar menyentuhnya dengan ujung lidah.... Merasakan rasa tanah dan kerikil, dia langsung meludahkannya secepat yang dia bisa. Dan kemudian, melompat...

"Ueggh! Pftephtoo! Kerikil aneh masuk ke dalam mulutku ...... ooueeghh."

Meludah sambil membersihkan dirinya dari debu, Subaru menoleh ke sekitar, matanya berusaha keras untuk melihat ke dalam kegelapan.
Ruang yang telah kehilangan sumber cahayanya dipenuhi dengan udara dingin.... di sana, dia ingat kalau dia sedang berada di dalam Makam yang menguji orang-orang yang berhasil masuk. Dan di saat yang sama,

"Oh iya, aku mengikuti Ujian ......"

Setelah berlari masuk ke dalam Makam, Subaru kehilangan kesadarannya dan dibawa masuk ke dunia mimpi. Di masa lalu yang disebut dengan Ujian pertama... meskipun ia tidak yakin apakah "masa lalu" adalah kata yang tepat, Subaru menghadapi tempat asalnya, mengucapkan perpisahan pada mereka yang ia tinggalkan, dan, terakhir, mengetahui bahwa segalanya ada di dalam genggaman tangan Penyihir, Subaru pun dibawa kembali ke sini.

Satu persatu, mengingat semua yang terjadi setelah ia pingsan, Subaru memastikan bahwa ingatannya masih jelas. Kepada orang tuanya yang ada di dalam mimipi tersebut, yang mana tidak akan pernah ia temui lagi, ia menyampaikan semua ucapan maaf, terima kasih, dan perpisahannya.
Dan, di tempat yang penuh dengan kenangan dan kesedihan itu, mereka memberinya keberanian dan tekad.

"Jangan khawatir. Aku tidak lupa. Aku masih ingat semua yang kita bicarakan satu sama lain."

Dia khawatir, jika dalam kasus terburuk, ingatannya rusak karena sudah dimasuki seenaknya, tapi untungnya dia masih mengingat semuanya.
Selesai memeriksa tubuhnya, hal berikutnya yang terlintas di pikiran Subaru adalah,

"Benar juga...... Alasan aku datang ke sini adalah.... Emilia!"

Memarahi dirinya karena begitu lambat untuk menyadarinya, Subaru berbalik kembali ke dalam ruangan ---dan mendapati Emilia yang terbaring miring di lantai, sama seperti dia tadi.
Bergegas mendekatinya, kulit putih dan rambut perak Emilia bersinar lebih jelas di dalam kegelapan, melihat dia masih bernapas, Subaru dipenuhi dengan perasaan lega. Tapi, hanya sampai ia melihat ekspresinya,

"...... h ...... .ah, tidak ...... hentikan......"

"......"

Wajah Emilia terlihat begitu menderita, keringat muncul di dahinya.
Tapi tak peduli betapa menyakitkan ekspresinya, tubuhnya tetap tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku seakan membeku, dan hanya wajahnya yang memperlihatkan corak penderitaannya.
Jika dia melalui jenis Ujian yang sama seperti Subaru, maka,

"Ini pasti masa lalu yang tidak ingin kau lihat ...... tidak, ini harusnya masa lalu yang harus kau selesaikan, apapun alasannya ......?"

Dia tidak tahu berapa lama waktu telah berlalu, tapi Emilia memasuki Makam 30 menit sebelum dia masuk. Namun meski demikian, Subaru kembali lebih dulu, yang artinya, Subaru hanya bisa membayangkan betapa sulitnya Ujian yang harus Emilia hadapi.
Membenarkan pemikiran tersebut, ekspresi Emilia terlihat mengerang kesakitan.
Awalnya, Subaru berpikir kalau dia harus mempercayainya dan menunggunya kembali dengan selamat dari Ujian, tapi--

"Melihat ekspresi ini, pria macam apa yang bisa mengatakan sesuatu seperti itu!"

Mengamati sisi wajah Emilia yang tampak ingin menangis, Subaru mengulurkan jarinya, berharap bisa meringankan sedikit rasa sakitnya. Tapi, saat jarinya menyentuh pipi Emilia,

"......"

Anggota badan emilia yang sebelumnya membeku, mulai kejang tak terkendali. Melihat wajah Emilia yang sebelumnya mengernyit kesakitan menjadi kaku, Subaru buru-buru mengulurkan tangannya untuk menahan kepala Emilia, dan memeluk erat tubuhnya yang gemetar di dadanya, tanpa melepaskannya.

"Emilia !? Hei, bertahanlah ...... Emilia!"

Mengusap punggung Emilia saat sedang memeluknya, Subaru mati-matian menyebut nama Emilia yang gemetar.
Pemandangan kejang Emilia yang parah membuat hati Subaru dipenuhi kengerian, tapi, sedikit demi sedikit, tubuhnya yang gemetar mulai tenang,

"...huu, Baru."

"...!! Ah, aahah, ya. Apa kau baik baik saja? Kau ingat aku, kan? Aku orang yang kau sumpah mengisi kehidupan masa depanmu, Natsuki Subaru."

"Aku tidak, ingat sudah sejauh itu ......"

Memberikan sebuah kejutan pada ingatan Emilia saat ia terbangun, Subaru memastikan bahwa Emilia sudah sadar dan ingatannya tidak kacau. Saat Subaru melepaskan tubuh Emilia, mata ungunya perlahan fokus ke arah Subaru.

"Um ...... Huh? Kenapa aku……"

"Tenanglah, Emilia-tan. Kesampingkan hal-hal yang sedikit membingungkan ini dan ambilah napas dalam-dalam. Kemudian gerakan lengan dan kakimu sedikit, lihat apakah mati rasa, dan cobalah untuk berdiri jika kau merasa bisa berdiri."

"Ah, e-enn baiklah......"

Merasakan kekhawatiran dalam kata-kata Subaru, Emilia mengambil napas dalam seperti yang Subaru katakan. Kemudian, menggerakkan tangannya mulai dari ujung jari hingga bahunya, Emilia pun berdiri dengan bantuan tangan Subaru, dan dengan penasaran melihat kegelapan di sekelilingnya,

"Di tempat yang gelap ...... sendirian dengan Subaru dan ......"

"Ketika kau mengatakannya seperti itu, hal ini terdengar seperti situasi yang menggoda, meskipun tempat yang kotor ini benar-benar menghilangkan moodnya."

Melihat Emilia berusaha untuk memahami situasi, Subaru menggaruk wajahnya dengan sebuah senyum kecut. Bagaimanapun, fakta bahwa ini adalah Makam Penyihir, sudah merusak mood setiap pasangan yang berencana untuk menyelinap kesini.
Tapi, mendengar kata-kata Subaru, Emilia tiba-tiba memeluk bahunya sendiri. Melihat reaksi ini, Subaru merasa ngeri sendiri, "Sial, aku mungkin sudah berlebihan...."

"Itu, benar ...... aku mengikuti Ujian, dan kemudian ......"

"Oh, aah, benar. Ini adalah bagian dalam Makam Penyihir. Maksudku, aku benar-benar khawatir. Sesaat setelah Emilia-tan masuk, cahaya di Makam tiba-tiba mati. Jadi aku panik dan berlari menyusulmu, tapi....."

"...... tapi ... ...tidak, itu, aku, tidak ...... aku tidak bermaksud, aku tidak ......"

"Emilia?"

Sepertinya tak ada yang salah dengan tubuh Emilia.... tapi saat Subaru ingin melanjutkannya, ia menyadari bahwa suara Emilia menjadi gemetar, dan sikapnya pun aneh.
Memeluk bahunya sendiri seolah-olah sedang kedinginan, giginya bergemeretak saat ia menggelengkan kepalanya dengan lemah.

"Aku ...... aku tidak ...... ini tidak seperti itu .... hal-hal semacam itu ...... aku tidak ...... aku benar-benar tidak ...... kubilang ini tidak seperti itu ...... ini...."

"Emilia. Tunggu, Emilia? Tenang, apa .....".

"...... Jangan ... aku ...... dengan mata seperti itu  ...... tidak, tidak tidak ...... tidak ini tidak seperti itu ...... kenapa ... meninggalkanku sendirian ...... tidak..."

Tanpa mendengar panggilan Subaru, Emilia menutupi wajahnya dengan menggunakan telapak tangannya dan jatuh ke tanah. Suara dan isak tangisnya, terdengar jelas seperti lonceng perak, yang akan menenggelamkan para pendengarnya ke dalam jurang sakit hati dan kesedihan.
Pemandangan ketika Emilia ambruk di atas lantai, membuat Subaru terdiam, tak dapat mengucapkan sepatah kata pun. Kecuali,

"Tak apa. Tak apa. Aku ada disini. Aku ada disini bersamamu. Aku tidak akan meninggalkanmu sendiri."

Hanya saja, menghibur gadis yang sedang gemetar dan menangis itu, melindunginya, menjaganya, memeluk seluruh tubuhnya, Subaru terus mengusap punggung gadis itu dengan lembut.
Sementara itu, seolah-olah tidak mendengar suara Subaru sama sekali, Emilia menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangannya,

"...... tolong, ayah. tolong, Aku ...... Puck, Puck ...... .pu ... ck ......"

Nama yang terus dia panggil bukanlah pria di sampingnya yang sedang mengkhawatirkannya, melainkan nama Roh yang menolak untuk menunjukkan wajahnya bahkan saat ia meneteskan air mata.


XxxxX


"... Dia sudah tenang dan sedang beristirahat sekarang."

Melihat Subaru menatapnya dengan tatapan penasaran saat ia keluar dari kamar, Ram balik menatapnya seperti melihat anjing yang kurang terlatih, dan mengatakan hal tersebut.
Tanpa memberikan satupun komentar terhadap tatapan yang merendahkan dirinya itu, Subaru dengan pelan menjawab "Begitukah?". Melihat dia seperti ini, Ram pun menghela napas kecil,

"Wajah itu tidak seperti dirimu yang biasanya, Barusu. Wajahmu biasanya memang lemah, tapi jika kau menaruh bayangan di atasnya, wajah itu akan jadi lebih tidak bisa ditoleransi lagi untuk dilihat."

"Lemah atau apa pun itu, bukanlah urusanmu ...... Tapi, maaf membuatmu khawatir."

"...... Padahal kau hanya Barusu, tapi sejak kapan kau mulai menjadi begitu baik dalam menyadari kekhawatiran orang lain?"

Melihat Ram yang terlihat seolah benar-benar terkejut, Subaru menjulurkan lidahnya dan menyembunyikan rasa terima kasihnya untuk saat ini. Dia mengatakan bagian pertama hal tesebut dengan mata yang tertutup rapat hanya untuk menyerang balik Ram, tapi bagain keduanya adalah perasaannya yang sebenarnya.
Mengalihkan pandangannya dari Ram, Subaru melihat ke belakang Ram... melihat pintu kamar dimana Ram baru saja keluar. Di baliknya, saat ini, Emilia harusnya sedang tertidur.

"Tetap saja, maaf atas apa yang terjadi dua hari berturut-turut ini, Lewes-san. Ini pasti juga sangat merepotkanmu."

"Tak perlu khawatir soal merepotkanku. Hal ini terjadi karena keinginan egois kami kalau dia harus mengikuti Ujian itu."

Menolehkan kepalanya, suara Lewes menjawab Subaru dari belakang.
Di luar kamar tidur, ruang tempat mereka berada saat ini dapat dianggap sebagai ruang tamu atau semacamnya. Selain dua ruangan ini, hanya ada satu ruangan lain untuk perpustakaan, dan ketiga ruangan ini membentuk rumah Lewes.
Subaru hanya bisa merasa kalau ini adalah kehidupan yang sangat sederhana bagi seseorang yang menjadi pemimpin di Sanctuary. Tapi sekali lagi, melihat gadis kecil itu menyeruput teh di sudut ruangan, tempat ini mungkin sudah lebih dari cukup baginya untuk tinggal.
Bagaimanapun,

"Hah, melihat nenek merawat mereka. Jujur saja bagiku terasa seperti 'Gouzun lancang yang tak punya tempat tinggal'."

"Aku masih tidak tahu perasaan apa yang kau bicarakan..... tapi, setidaknya, fakta bahwa itu bukanlah hal yang bagus, terlintas dalam pikiranku."

Duduk di seberang Lewes, juga meneguk teh dari cangkir tehnya, Garfiel memamerkan giginya saat mengatakan hal tersebut. Itu merupakan idiom lain yang tak dapat dipahami.... tapi kalau dilihat dari situasi saat ini, Subaru menduga kalau itu mungkin sebuah bentuk kekecewaan. Dan, mengungkap maksud di balik kata-kata Garfiel,

"Asal kau tahu, jika kau hendak mengkritik Emilia, kau harus membuat janji dulu melewatiku. Dan hanya jika aku menyetujui hal itu sebagai Manajernya."

"Aku tidak tertarik mengkritik orang di belakang mereka. Hanya orang tak punya penis yang akan melakukan sesuatu seperti itu. Jika ada sesuatu yang ingin kukatakan, aku akan mengatakannya langsung didepan wajah mereka. Atau, aku hanya akan menggunakan tinjuku, ya?"

Melambaikan tangannya yang tidak memegang cangkir teh, Garfiel menepis provokasi Subaru dengan senyum yang terlihat jahat. Sikap itu sama sekali tidak mengurangi ketegangan Subaru sedikitpun, dan pada saat inilah orang yang terus diam sampai sekarang.... Otto, mengangkat tangannya dengan "Jadi, um ..."

"Dalam hal ini, bolehkah aku bertanya apa sebenarnya yang terjadi? Sejujurnya aku tidak ingin terlalu terlibat, tapi aku benar-benar lebih suka jika semuanya tidak mengarah kearah yang berbahaya, jadi ku pikir aku sebaiknya bertindak sebagai penengah untuk membantu menengahi masalah ini."

"Oh benar, maaf. Sebenarnya, kau sangat sempurna untuk pekerjaan itu. Bagaimanapun, kau tidak punya hubungan yang mendalam dengan siapapun yang ada disini, kau nyaris tak ada hubungannya dengan apa yang terjadi di sini, dan kau hanyalah karakter minor dalam komik yang tidak membawa tanggung jawab apapun di saat-saat penting. Jadi aku akan membiarkanmu mengambil alih dari sini."

"Apa-apaan penilaian kasar itu? Apakah itu sesuatu yang seharusnya dikatakan ketika kau membiarkan orang lain mengambil alih !?"

Ketika Otto mulai berteriak karena deskripsi Subaru, Subaru mengangkat satu jarinya ke arah bibir sebagai isyarat yang bermaksud mengatakan "jangan keras-keras!". Melihat hal ini, Otto buru-buru menutup mulutnya. Masih belum cukup tenang, ia menggelengkan kepalanya,

"Aah ~ meskipun aku masih tidak setuju dengan hal itu, ayo kita kembali ke topiknya sekarang. Hal pertama yang ingin ku tanyakan adalah, Natsuki-san, apa yang terjadi setelah kau pergi kedalam Makam?"

"Bahkan jika kau bertanya padaku apa yang terjadi ......"

Dimulai seperti ini, Subaru memegang dagunya dan mendongak ke arah langit-langit.
Dalam pikirannya, ia mengingat semua hal yang telah terjadi di dalam Makam, Ujian, dan  perilaku aneh Emilia setelahnya; pemandangan saat ia menangis, meminta maaf, seakan mengigau dalam tidurnya dan memanggil nama Roh tersebut.

"Ujian berlangsung di dalam Makam. Setelah aku berlari menyusul Emilia, hal yang sama juga terjadi padaku. Pada dasarnya, aku berhasil melewati Ujian itu tanpa masalah, tapi Emilia nampaknya mengalami beberapa kesulitan. Dia terlihat begitu kesakitan, jadi aku memanggilnya ...... dan setelah dia terbangun dan sadar, dia menjadi seperti ini."

"Tidaktidaktidaktidaktidak, tunggu sebentar."

Menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah untuk menghentikan jawaban cepat Subaru, Otto menatapnya dengan ekspresi bingung. Subaru balas menatapnya dengan wajah yang seperti mengatakan "apa?", ketika Otto mulai mengatakan "Tidaktidaktidaktidaktidak" sekali lagi,

"Aku hampir mengangguk ketika kau dengan santainya melewatkan bagian yang benar-benar perlu penjelasan ...... Natsuki-san, kau mengikuti Ujian itu juga?"

"Ah, uh-huh, yeah, aku mengikutinya. Seorang teman mendaftarkanku, mau bagaimana lagi."

"Tapi, Natsuki-san tidak mungkin bisa punya teman, tolong tanggapi ini dengan serius!"

"Ada beberapa hal yang benar-benar tidak boleh dikatakan pada orang lain!"

Subaru mulai menatap tajam ke arah Otto seakan-akan itu adalah deklarasi perang saat sebuah tangan tiba-tiba menyela di antara mereka. Memisahkan mereka, Ram menatap ke arah Subaru,

"Lalu, Barusu, berarti kau sudah melewati Ujian itu. Apa itu benar?"

"Ah, ya. Benar. Aku diseret paksa saat aku masuk ke dalam. Itu benar-benar tingkat di mana aku tidak bisa mengatakan tidak."

"Bagaimana kau memulai itu sudah tidak relevan. Pertanyaan yang lebih penting lagi adalah...... Barusu sudah lulus Ujian."

Ram meletakkan satu jarinya ke bibir dan menutup matanya berpikir. Lalu, menoleh ke arah Lewes,

"Itulah yang dikatakan bocah pembantu rumah tangga kami, apa kau merasakan adanya perubahan? Jika Ujian benar-benar telah berakhir, segel pada Sanctuary seharusnya sudah hilang."

"...... Tidak, tubuhku tidak merasakan apapun. Jika kita mencoba pergi keluar Sanctuary, itu mungkin sudah lain cerita."

"Begitu ya. Seharusnya ini sederhana. Maukah kau pergi dengan Ram, kita bisa memeriksa apa tak masalah meninggalkan Sanctuary. Jika kita bisa, maka .....".

"Oyoyoy, jangan terbawa suasana. Kau langsung mengambil kesimpulannya begitu saja. Yah, aku memang tidak menjelaskan dengan cukup baik, tapi mengambil keputusan dalam sekejap seperti ini itu sangatlah berlebihan."

Tepat ketika Ram hendak menarik Lewes pergi, Subaru dengan cepat memegang bahu gadis itu, mengatakan hal tersebut. Alis gadis berambut merah muda itu berkerut tidak puas saat ia berbalik, dan dengan "Ada apa?", dia segera memulihkan ekspresinya,

"Jika kau berhasil mengakhiri Ujian itu, maka kita harus memeriksa apakah para penduduk di sini sudah terbebas sesuai dengan Perjanjian yang ada. Jika kata-kata Barusu benar, maka besok, para penduduk desa Arlam sudah bisa kembali ke desa, dan luka Roswaal-sama dapat dirawat dengan lebih baik di Mansion ......"

"Setelah motivasimu yang sesungguhnya keluar di akhir kalimatmu, aku bisa melihat kenapa kau begitu bersemangat untuk pergi..... tapi, maaf aku harus mengecewakanmu, tapi kita belum bisa meninggalkan Sanctuary. Ujiannya masih belum sepenuhnya berakhir."

Usai diberitahu hal tersebut, mata Ram terbuka sedikit lebih lebar. Lalu ia berpaling, memikirkan maksud kata-kata Subaru, dan seolah tiba pada satu-satunya kesimpulan yang mungkin, dia mengangguk,

"Kau berbohong kepadaku, bersiaplah untuk mati!"

"Kesimpulan dan vonis itu terlalu cepat !!"

Dengan cepat menarik keluar sebuah tongkat kecil dari suatu tempat, Ram siap untuk melakukan eksekusi. Mengangkat kedua tangan tanda menyerah, Subaru dengan panik menggeleng,

"Aku tidak berbohong! Aku memang berhasil lulus Ujian pertama! Tapi masih ada dua Ujian yang tersisa! Ada total tiga Ujian, jadi sayangnya Lewes-san dan yang lainnya masih belum terbebas."

"Bahkan pernyataan yang tidak bertanggung jawab ini pun, harusnya ada batasnya..... bagaimana kau tahu tentang hal ini?"

"Karena, aku mendengarnya dari orang yang datang bersama dengan Ujian itu, yaitu... "

"Penyihir", adalah kata yang ingin Subaru katakan, ketika ia merasa ada angin dingin yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Membatu, anggota tubuhnya terasa berat seolah-olah dibebani dengan timah, pikirannya menjadi tumpul seolah otaknya tenggelam ke dalam lumpur, dan pembuluh darahnya membeku seolah-olah disuntik dengan es.
Sementara itu, di dalam pikiran Subaru, tidak ada apapun selain kehampaan yang konyol.

Isi dari ujian, dan fakta bahwa masih ada dua ujian lagi yang menunggunya; dia tahu bahwa seseorang telah memberitahunya. Dia tahu kalau orang itu adalah Penyihir. Tapi,

"Orang itu seperti apa ya, aku tidak ingat sama sekali......"

Menekan pelipisnya, Subaru tidak bisa percaya celah yang ada dalam ingatannya.
Dia bisa mengingat semua percakapan dengan orang tuanya, kehangatan dari air matanya, dan kehangatan dari setiap kata yang ia ucapkan dalam perpisahan mereka.
Tapi ingatannya tentang Penyihir yang mengikat semua ingatannya yang lain, tiba-tiba menghilang seperti sebuah lubang yang menganga.

Melihat Subaru menutup mulutnya dan berdiri kaget, Ram, yang baru saja siap untuk menciptakan kehancuran, melepaskan mode bertempurnya. Meletakkan tongkat yang dia keluarkan kembali ke pinggulnya, Ram melirik ke arah Subaru yang terdiam, dan menghela napas. Lalu, memperhatikan mereka dari samping,

"AEH? Ketika semuanya mulai menjadi mnarik, apa kau tidak ingin melanjutkannya? Setelah sekian lama, aku hanya memikirkan saat aku bisa melihat Ram melakukan kekerasan lagi!"

"Seolah Ram yang anggun dan lembut ini bisa melakukan hal-hal yang kasar seperti itu. Selain itu, aku kurang lebih bisa paham berdasarkan sikap Barusu tadi, jadi tak perlu melakukan hal itu."

"Paham... Soal apa?"

Dengan enteng mengabaikan lelucon Garfiel, Ram nampak tidak menghiraukannya sama sekali. Tapi, mendengar pertanyaan Subaru, Ram sedikit memiringkan kepalanya.

"Kalau Barusu tidak berbohong, itu saja. Jika kita bisa menerima perkataanmu sebagai sumber yang dapat dipercaya, maka untuk saat ini hal itu sudah cukup bagus. Barusu, teruslah menjawab pertanyaan Otto!"

"Ah, aah ...... baiklah tapi..."

Memang masih sedikit sulit untuk menenangkan kepalanya saat sini, tapi di depan paksaan Ram, Subaru hanya bisa menganggukkan kepalanya. Dan Otto yang menyaksikan percakapan mereka, berdeham pelan dengan "Dalam hal ini",

"Meskipun kita telah sedikit menyimpang, ayo kita kembali ke topik. Rincian dari Ujian tersebut bisa dikesampingkan untuk saat ini..... Apa kau tahu apa yang bisa membuat Emilia-sama begitu putus asa?"

"..... Aku tahu. Itu mungkin ada hubungannya dengan isi Ujian tersebut. Meskipun rincian dari ujian yang kuikuti berbeda dengan Emilia, kupikir tema utamanya masih sama."

"Isinya...... Um, apa tak masalah menanyakan hal itu?"

Otto nampak khawatir, tapi Subaru mengangkat telapak tangannya mengisyaratkan bahwa itu tak apa. Melihat Ram dan Garfiel juga mengalihkan pandangan mereka ke arahnya, Subaru pun mengangguk,

"Ujian pertama adalah menghadapi masa lalumu. Pada dasarnya, ini artinya berhadapan langsung dengan ikatan dan penyesalanmu di masa lalu, dan mendapatkan sebuah penyelesaian."

"Be-begitu ya...... dan itulah kenapa rinciannya bisa berbeda."

Tentu saja, setiap orang punya masa lalu yang berbeda.
Jadi, tergantung pada orangnya, Ujian ini bisa sulit bisa juga sederhana. Dan Subaru kebetulan berhasil melewatinya, sedangkan Emilia mengalami kemunduran yang gawat...

"Tidak, jika kita mengikutkan Kualifikasi dalam hal ini, maka isi Ujian tersebut jelas-jelas hanya sebuah dataran bahaya."

Bagaimanapun, Kualifikasi Subaru adalah sesuatu yang diberikan secara khusus, sedangkan para darah campuran memilikinya sejak lahir. Meskipun ia tidak tahu tujuan sebenarnya Ujian tersebut, kisah di balik para darah campuran pasti ditentukan oleh berbagai kondisi dan batasan yang telah melekat sejak kelahiran mereka.
Mereka pasti dianiaya oleh ras lain dan oleh ras mereka sendiri, diteror dan dijauhi, dan jika seorang darah campuran bisa menahan kondisi semacam itu terpilih untuk mengikuti ujian, maka, tentu saja, Makam akan dengan mudah menemukan masa lalu mereka yang paling menyakitkan untuk menguji mereka.

"Mengumpulkan sekelompok orang di sini yang pasti akan kesulitan melewati Ujian. Ini benar-benar kejam."

"Sekarang, bahkan jika kita terus memanggil penguji itu dengan sebutan jahat, kita tetap tidak akan dapat apa-apa. Lebih penting lagi ...... akan sulit untuk menjelaskan hal ini padanya, alasan kenapa Emilia-sama begitu putus asa."

Otto menggumam sambil mengalihkan pandangannya ke arah kamar di mana Emilia sedang tertidur. Memperhatikannya, semua yang ada di sana kurang lebih bisa mengerti apa yang coba ia katakan, dan, jauh di dalam hatinya, Subaru sangat menghargai perhatian Otto yang tak terucap.

---Penampilan Emilia memang begitu mirip dengan deskripsi Penyihir Kecemburuan dalam berbagai hal, terutama karena dia adalah seorang Half-Elf. Dari situ saja, kau seharusnya bisa menyimpulkan cemooh tak berdasar dan penganiayaan yang harus ia tahan.

Dan sangatlah wajar, karena tidak pernah benar-benar berada di posisinya, apa yang Subaru dan yang lainnya bisa bayangkan hanyalah seperti menggores permukaan.
Dan itulah sebabnya kenapa mereka tidak bisa membicarakan topik ini dengan enteng. Kau bisa menyebut penilaian Otto itu sangat manusiawi, atau, di sisi lain, kepribadiannya ini sangat tidak cocok untuk seorang pedagang.

"Meskipun kau tidak akan pernah menjadi seorang pedagang yang hebat, aku benar-benar berterimakasih padamu."

"Kenapa kau tiba-tiba menghancurkan impianku??"

"Aku biasanya terlalu malu untuk mengungkapkan rasa terima kasihku secara langsung tanpa menambahkan sedikit lelucon, cobalah untuk mengerti!"

"Bagaimana jika kau mencoba memahamahi seberapa dalam hatiku telah terluka !!??"

Dengan Otto yang mengeluarkan kemarahannya sambil menghentak lantai, semua orang di ruangan tersebut langsung meletakkan jari-jari mereka di bibir, mengisyaratkan “jangan terlalu keras!”. Melihat hal ini, Otto buru-buru menutup mulutnya sendiri, tapi sudah terlambat.

Pada awalnya, hanya ada sebuah suara kecil.
Di rumah yang benar-benar telah jatuh ke dalam kesunyian setelah Otto menutup mulutnya, suara langkah kaki kecil yang menginjak lantai terdengar semakin keras, dan semakin keras. Semua orang mengalihkan pandangan mereka ke arah suara tersebut... ke arah kamar tidur.
Dan sebelum seseorang bisa membuka mulutnya, pintu itu terbuka, dan,

"Um ...... Maafkan aku, aku sudah merepotkan kalian."

Mengatakan permintaan maaf tersebut dengan pelan, Emilia, dengan rambut perak yang terurai di punggungnya, muncul dari dalam kamar.
Semua orang menghela napas lega ketika melihat tidak ada lagi jejak kesedihan dalam kata-katanya. Dan Subaru, dengan cepat berlari ke sampingnya,

"Syukurlah, selamat pagi, Emilia-tan. Apakah kau merasa lebih baik sekarang?"

"Ah. En, Aku baik- baik saja. Tubuhku terasa baik-baik saja sekarang. Maaf membuatmu khawatir."

"Begitu ya, baguslah. Kau tahu, karena aku tidak bersamamu saat kau jatuh, aku benar-benar khawatir jika kau membentur sesuatu. Jadi kau lihat, satu-satunya cara agar kita tidak perlu khawatir satu sama lain adalah jika aku tidak pernah meninggalkan sisimu."

"---Yeah, Kurasa kau benar."

"Yeah."

Sudah menyiapkan posturnya untuk menerima balasan dari leluconnya, Subaru sedikit mengerutkan alisnya menanggapi balasan Emilia yang tak terduga. Matanya mengarah ke bawah, dan menatap tangan Subaru. Bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, Subaru memiringkan kepalanya, dan mengulurkan tangannya ke arah Emilia.

"Ada apa? Mungkinkah kau tiba-tiba merindukan sensasi dari telapak tanganku? Jika itu masalahnya, aku bisa memegang tanganmu sepanjang malam jika kau mau."

"Eh, ah ...... ak-aku baik-baik saja. Bukan begitu, Aku hanya, masih setengah tertidur."

Tepat sebelum menyentuh telapak tangan yang diulurkan Subaru, seakan tiba-tiba mengingat sesuatu, Emilia menggelengkan kepalanya. Dan saat kata-kata terakhirnya terdengar, gadis berseragam maid berjalan mendekat,

"Emilia-sama. Lebih dari apapun, syukurlah anda bangun dengan selamat. Jika memungkinkan, tolong jangan memaksakan diri, dan beritahu saya bagaimana perasaan Anda yang sebenarnya."

"Oy. Kau membuatnya terdengar seolah-olah Emilia ragu untuk menceritakan padaku yang sebenarnya atau semacamnya."

"Di depan seseorang yang bukan sesama wanita, atau harus ku katakan seorang pria yang selalu berusaha untuk pamer, ada hal-hal tertentu yang sulit untuk dikatakan. Tolong tunjukkan sedikit kepekaan untuk melihat hal itu dan keluar dari ruangan ini!"

"Aku berharap aku bisa menunjukkan kepekaan seperti itu, tapi ......"

Saat Ram memberinya tatapan tajam, kata-kata Subaru mendadak terhenti saat ia menurunkan pandangannya. Ram mengernyitkan alisnya menanggapi hal tersebut, tetapi tak lama ia nampak mengerti ketika mengikuti pandangan Subaru kebawah....
... melihat ujung jari putih Emilia ----dengan takut memegang tangan Subaru yang menjuntai di sampingnya.

"Eh, ah?"

Terlambat menyadari tatapan penuh arti dari Subaru dan Ram, Emilia dengan cepat melepaskan tangan Subaru. Pipinya merona merah cerah seolah-olah semua yang dia lakukan barusan itu tidak sadar, dia pun mulai panik,

"Bu-bukan seperti itu. Ini benar-benar aneh, kan? Aku, benar-benar tidak bermaksud melakukannya...... karena, aku sudah memutuskan kalau aku tidak akan melakukannya, kau tahu."

"Ya pada awalnya kau memang mundur, dan kemudian memegang tanganku lagi. Aku sangat menyukainya jadi aku tidak akan mengeluh, tapi, apa kau benar baik-baik saja, Emilia-tan?"

Menanyakan pertanyaan tersebut masih dengan keinginan untuk berlama-lama memegang jari yang telah menjauh itu, Subaru melihat Emilia menganggukan kepalanya dengan tegas. Pipinya masih merona merah, tapi bahkan Subaru pun bisa merasakan bahwa itu bukan lagi karena rasa malu.
Bagaimanapun, Emilia nampak tidak menyadari kalau ada sesuatu yang aneh dengan dirinya,

"Aku minta maaf karena sudah mengganggu percakapan kalian. Tapi, aku sungguh tidak merasa ada yang salah dengan tubuhku. Aku memang setengah tertidur tadi, tapi aku sudah benar-benar sadar dan segar bugar sekarang."

"Sudah sangat lama semenjak terakhir kali aku mendengar seseorang berkata 'segar bugar'."

"Hmph, Subaru selalu saja begitu."

Usai kembali ke percakapan lama mereka, seperti biasa, Emilia menggembungkan pipinya cemberut. Melihat Emilia berperilaku seperti biasanya, Subaru bertanya-tanya apakah ia memang hanya terlalu memikirkannya, dan mengesampingkan kecemasannya untuk sementara. Tapi,

"Emilia-sama. Maaf langsung mengungkit hal ini setelah anda terbangun, tapi, tentang Ujian itu....."

"......eh."

Meskipun Emilia terlihat sudah pulih lebih cepat dari yang diperkirakan, saat Ram menyebutkan soal Ujian, wajah Emilia langsung menjadi tegang. Subaru yang memperhatikannya dengan serius menyadari perubahan tersebut, namun segera setelahnya, Emilia langsung menyembunyikan hal itu di balik senyumnya.

"Jadi ... ..um, semua orang sudah tahu tentang isi Ujian itu?"

"Kami mendengarnya dari Barusu. Tentu saja, kami tidak menanyakan detailnya. Emilia-sama, kami sadar pasti ada hal-hal yang kau ingin agar tidak ditanyakan."

"Be-begitu ya, Subaru ...... eh? Bagaimana bisa Subaru ...? Maksudku, Subaru bukanlah darah campuran, bagaimana bisa dia mengikuti ujian itu.....?"

Terkejut, Emilia menatap ke arah Subaru, dan, seolah-olah dengan pertanyaan yang sama, semuanya juga mengalihkan tatapan mereka ke arah Subaru. Sangat wajar jika mereka menanyakan hal tersebut, dan menerima tatapan mereka, Subaru berpikir sejenak tentang bagaimana ia harus menjawab,

"Kuberitahu kalian, sebelum aku masuk aku sudah mendapatkan Kualifikasi. Dari siapa Kualifikasi itu memang sedikit sulit untuk dijelaskan, tapi aku bisa memberitahu kalian dari mana asal Kualifikasi itu..... itu mungkin saat aku masuk ke dalam Makam di sore hari sebelumnya."

"Sore, maksudmu ketika tiba-tiba kau pingsan dan aku harus menyeretmu ke sini?"

"Ya, itu benar. Aku tidak yakin bagaimana atau kenapa aku mendapatkannya ...... tapi itu sudah terjadi. Mungkin ketika seorang pria tanpa Kualifikasi berjalan masuk ke dalam, dia akan dibaptis atau semacamnya, dan setelah itu dia akan diizinkan untuk masuk. Bukankah ini  akan jadi sebuah kejutan jika Roswaal bisa masuk juga?"

"Ayo kita kirim Roswaal masuk untuk memeriksanya, akan sangat lucu jika kita bisa melihatnya melompat keluar. Seperti memeriksa apakah 'Tetesan darah Purinpas sama dengan bayangan merah'."

Garfiel membuka mulutnya tertawa, tetapi segera setelah dia melihat tatapan dingin Ram, dia membuat wajah “kau tidak menyenangkan” dan menutup mulutnya. Dan kemudian, meski Ram masih nampak tidak yakin dengan jawaban Subaru,

"Bagaimanapun juga, Barusu masuk dan membawa Emilia-sama keluar adalah sebuah fakta, dan selama waktu itu, dia juga mengikuti Ujian yang sama seperti yang diikuti oleh Emilia-sama, dan, jika kata-katanya itu bukan sebuah delusi, dia telah berhasil lulus."

"Delusi... sakit, oy!!"

"Berhasil lulus ...... Subaru, lulus Ujian?"

Ketika Subaru mengeluh soal pemilihan kata Ram yang begitu kejam, telinga Emilia nampaknya tidak menangkap sisa percakapan tersebut. Dengan mata berkedip, dia memandang Subaru, dan,

"Kau benar-benar lulus, Subaru? Soal..... Masa lalu itu?"

"Apa yang aku lihat pasti berbeda dengan Emilia-tan. Di samping itu, aku ...... tidak melakukannya sendiri."

Ibu dan ayahnya, yang seharusnya menjadi rintangan di jalan yang ia lalui, pada akhirnya malah memberinya dorongan terbesar. Dan, yang lebih penting lagi, bahkan sebelum menantang Ujian ini, hati Subaru sudah memiliki jawabannya.
Meskipun tidak adil bagi Emilia, tapi mereka masuk ke dalam Ujian mereka dengan kondisi yang sangat berbeda.

"Aku hanya beruntung dan mendapat hasil tes yang bagus, itu saja. Meski aku lebih khawatir soal Emilia-tan. Kelihatannya, Ujianmu tidak berjalan lancar..."

"E-en. Benar sekali ...... Aku sudah berusaha yang terbaik, tapi tiba-tiba aku berhenti ditengah jalan."

"Itu mungkin karena aku membangunkanmu, maaf...... Tapi, apakah mungkin untuk kembali mengikuti Ujian itu? Kalau situasiku, bukannya melanjutkan dua Ujian sisanya, tapi aku malah dikirim kembali ke sini."

Mendengarkan kata-kata bimbang Emilia, Subaru berpaling ke arah Lewes dan menanyakan pertanyaan tersebut. Duduk dengan tenang di sudut, perempuan tua yang nampak seperti gadis kecil itu menyentuhkan tangan ke pipinya.

"Tidak ada banyak kasus seperti ini sebelumnya, tapi...... kau seharusnya bisa menantangnya berulang kali. Aku sendiri tidak lulus di Ujian pertama, tapi aku menantangnya dua kali. Apa yang paling menggangguku , kupikir, adalah Su-bo, yang menerima Kualifikasi."

"Aku?"

"Tiba-tiba memiliki Kualifikasi itu seharusnya tidak mungkin. Setidaknya, sejauh yang kutahu, semenjak berada di sini saat Makam pertama kali dibangun...... itu seharusnya tidak mungkin. Tapi aku punya gambaran kasar kenapa hal ini terjadi."

 (T/N : Lewes dulu bilang kalau dia belum ada saat Makam dibangun, tapi sekarang dia bilang, semenjak pertama kali dibangun? Aneh, mencurigakan)

Setelah itu, Lewes terdiam. Meskipun Subaru merasa ada sesuatu yang tidak beres mengenai kata-kata dan sikap Lewes, Subaru menyimpannya sendiri untuk saat ini, dan menoleh ke arah Emilia,

"Bagaimanapun, sudah dipastikan secara resmi kalau menantang kembali Ujian itu bisa dilakukan. Jadi sekarang, pertanyaan hanya ada di Emilia-tan."

"A-aku?"

"Ya, benar. Aku hanya perlu bertanya.... Emilia-tan, apa kau masih memiliki tekad untuk menantang Ujian itu lagi?"

".....h"

Mendengar pertanyaan itu, tenggorokan Emilia tersumbat dan matanya terbuka lebar.
Jika dia menjadi marah karena tekadnya dipertanyakan, atau jika dia merasa terhina dan geram, Subaru sudah siap untuk diteriaki dan menerima kekesalan Emilia.
Namun, di dalam mata ungunya yang gemetar, hanya ada kilau lemah dari kecemasan dan ketakutan.
Hatinya dimakan habis oleh emosi negatif tersebut sehingga dia tidak bisa memberikan balasan dengan segera.

"Jika kau tidak bisa mengikuti Ujiannya, aku akan mengikuti Ujian itu untukmu."

"- !? Tapi Subaru, itu ......"

"Setidaknya aku sudah menyelesaikan Ujian pertama. Itu artinya, menyelesaikan dua Ujian sisanya tidak akan mustahil. Jadi, jika kau masih pikir-pikir untuk kembali mengikuti Ujian itu, aku pasti akan melakukannya untukmu. Bagaimanapun, Itulah alasanku ada di sini."

"Untuk alasan seperti itu ...... untukku.....?"

"Tentu saja!"

Emilia terlihat ragu-ragu seolah dia sudah siap untuk ditolak, namun Subaru menjawabnya dengan  keras dan jelas.
Memperhatikan mata Emilia melebar saat emosinya menjadi semakin kuat, Subaru menatap lurus mata Emilia.

"Aku ada di sini untukmu, dan jika kau takut, aku akan melakukannya untukmu. Bahkan jika Roswaal atau siapapun itu mengatakan kalau Emilia-tan harus menjadi orang yang membebaskan Sanctuary, atau itu harus jadi prestasimu..... Apapun yang kucapai, pujian apapun yang mungkin aku terima, aku akan mencurahkan semuanya untukmu. Jadi aku tidak keberatan sama sekali."

"Kenapa kau ...... melakukan sampai segitunya untukku....."

"Bukankah aku sudah memberitahumu sebelumnya? Karena aku jatuh cinta denganmu, karena aku super jatuh cinta denganmu."

Napas Emilia terhenti, dan wajah semua orang yang di ruangan itu, menunjukkan berbagai macam reaksi.
Subaru tidak menanggapi mereka sedikitpun, dan hanya menatap Emilia yang terguncang, lalu mengangkat bahunya,

"Itulah sebabnya, aku berencana untuk menantang Ujian tersebut. Bagaimana denganmu, Emilia-tan? Jika itu benar-benar terlalu sulit, tak masalah jika kau ingin tidur di rumah."

"-----Subaru kau, bodoh."

Melihat sudut bibir Subaru terangkat ke atas, Emilia sedikit memanyunkan bibirnya.
Kemudian, mengangkat wajahnya yang tertunduk, dia dengan paksa mengusap matanya, dan membentuk bibirnya menjadi sebuah bentuk senyuman.

"Saat kau mengatakannya seperti itu, bagaimana bisa aku hanya berdiam diri di kamar dan menunggu. Kau tahu ...... kau beeenaaar-beeenaaar tidak adil. Beeenaaar-beeenaaar bodoh. Dan aku beeenaaar-beeenaaar ...... berterima kasih."

"Eh? Wha? Apa-apaan yang terakhir itu? Apa kau beeenaaar-beeenaaar mencintaiku juga?"

"Benar-benar salah! Aku hanya ingin mengatakan kalau aku benar-benar berterima kasih dan ......."

"Oh, begitu. Meskipun aku sudah mendengarnya kali ini, bisakah aku mendengarnya sekali lagi kumohon!"

"Subaru kau bodoh !!"

Terbawa suasana, Subaru mendekatkan telinganya ke arah Emilia, ketika gadis itu berteriak sekeras-kerasnya.
Meskipun suaranya seindah lonceng perak, dengan serangan langsung pada gendang telinga Subaru dengan volume seperti ini, hal itu tidak kurang dari sebuah senjata sonik. Subaru terlihat seperti akan pingsan, tapi dia masih mampu menyunggingkan sebuah senyum ke arah Emilia saat ia menggerakkan bahunya ke atas dan ke bawah.

"Lihat, seperti itulah kira-kira. Baikl, kalau begitu, ayo kita lakukan yang terbaik. Aku akan mulai di tahap 2, Emila-tan di tahap 1."

"Hrmph. Aku pasti akan menyusulmu sebelum kau menyadarinya, kemudian aku akan terus maju, dan akan kupastikan untuk meninggalkanmu jauh di belakang dengan kepulan debu. Prestasi Subaru atau apapun itu, aku tidak akan menyisakanmu satu pun."

"Tidak satu pun? Tapi aku butuh setidaknya satu kesempatan untuk datang mengganggu Emilia-tan, meminta satu atau dua hadiah sesudahnya."

Melihat Subaru masih belum memahami pelajarannya, Emilia memanyunkan bibirnya dan menjulurkan lidahnya.
Selama percakapan di antara mereka, Subaru bertanya-tanya apakah ia berhasil sedikit membantu Emilia kembali bangkit berdiri.
Bagaimanapun caranya, Ujian yang sebenarnya baru saja dimulai.

"Dengan diriku dan kekuatan cinta Emilia-tan, Ujian atau apapun itu hanya akan jadi sepotong kue."

Menjentikkan jarinya dan menunjukan kilau giginya, Subaru menyatakan resolusinya dengan sebuah acungan jempol.
Mendengar kata-katanya, Emilia hanya menjulurkan lidahnya, dan,

"Hanya aku saja sudah lebih dari cukup. Besok akan kutunjukan padamu, kalau aku bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan Subaru."

Dan, begitulah, Emilia terus menunjukan sosoknya yang kuat di hadapan Subaru.


XxxxX


Memperhatikan Subaru dan Emilia saling mengejek dan saling menyemangati satu sama lain, Lewes membawa tehnya yang sudah dingin ke bibirnya.
Berlama-lama merasakan kehangatan samar di ujung lidahnya, dia dengan penuh kasih sayang menyaksikan percakapan antara Half-Elf berambut perak dan pemuda berambut hitam itu.

"Aku penasaran, akan ke arah mana semua ini...... Akankah semuanya benar-benar terjadi seperti yang diinginkan Penyihir-sama?"

"Kheh. Siapa yang tahu. Tidak peduli akan jadi apa nantinya, aku sudah tahu kalau itu pasti sesuatu yang akan membuatku ingin muntah."

Mendengarkan gumaman Lewes, Garfiel menjawab dengan suara yang sama sekali tidak berniat menyembunyikan ketidaksenangannya.
Melihat sisi wajah pemuda itu, Lewes diam-diam menghela napas dengan cara yang tidak akan disadari siapapun.

"Membebankan beban semacam ini pada anak-anak seperti mereka. Sungguh mengerikannya dosa diri ini...... Kami berada jauh dari pengampunan..... Setidaknya, aku berharap ini semua tidak berakhir seperti itu."

Mencondongkan teh ke bibirnya, kata-kata itu terlontar tanpa mencapai siapapun, dan hanya menimbulkan gelombang kecil di permukaan teh hangat berwarna kuning tersebut...  yang mana, akhirnya juga menghilang tanpa jejak.


---End---


Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4


Translator : Dimas Kuncoro Jati
Editor : Zhi End Translation
Previous
Next Post »
5 Komentar
avatar

Mantap min :-bd
Ini yg di tunggu2

Balas
avatar

Waduh lama lama ceritanya makin luar biasa gan
Tolong kalau bisa dicepatin uploadnya ya gan
Makin ngak sabar ceritanya kayak apa keep going ganπŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘ŒπŸ‘Œ

Balas
avatar

Gan kapan rilisnya tiap chapter kalo boleh tau?

Balas
avatar

Tergantung sumber dan tergantung kesibukan saya . :3

Balas
avatar

yo spoiler. alert!, di scantury lewes itu tidak satu, ntar ada lewes yang lain yang di sebut teta, gamma, alpa, beta dll .. bisa di bilang kuncinya dah ...

Balas