Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 49 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 49 : CINTACINTACINTACINTACINTACINTACINTAKAMU~~




Chapter 49 : CINTACINTACINTACINTACINTACINTACINTAKAMU~~

.... Dengan suara langkah kaki yang menggema di gendang telinga, Subaru merasakan sebuah kegelisahan di dalam kulitnya.

Angin dingin yang berhembus ke dalam Makam diikuti oleh kelembaban yang tidak menyenangkan. Seolah-olah, tanah yang menempel di kakinya saat ia berlari, membuat tenaga Subaru terus terkuras di setiap langkahnya.
Merasakan sensasi tajam nan menggetarkan di seluruh kulitnya yang terlihat, tubuh Subaru serasa dipukuli oleh benda-benda yang muncul dari udara kosong. Rupanya, itu adalah perasaan yang membuatnya ragu untuk melangkah maju.

..... Subaru tahu sensasi yang sangat mirip dengan hal ini.

Tapi, didorong oleh firasat buruknya, Subaru mengesampingkan rasa tidak nyaman tersebut saat ia berlari menuju pintu masuk Makam.
Melewati lorong yang disinari cahaya rembulan dan pintu masuk dipenuhi tumbuhan menjalar, dengan sensasi seolah menembus selaput udara, Subaru keluar dari Makam.
Dan di sana, dia melihatnya.

"..... Kau pasti bercanda kan, oy!?"

Kaki Subaru membuat tanah sedikit berlubang ketika ia tiba-tiba berhenti.
Hampir terjungkal akibat momentumnya, apa yang terhampar di hadapan Subaru adalah sesuatu yang tak bisa dijelaskan.
Sangat tidak masuk akal adalah adegan yang ada di depan matanya.

"Bayangan....?"

Sebuah gumaman yang meluncur dari bibirnya ini, menyimpulkan semua yang ada di hadapannya.
Bayangan... adalah satu-satunya cara untuk menjelaskan apa yang dia lihat.

Sanctuary yang seharusnya bisa dilihat dari pintu masuk Makam, kini sama sekali tak terlihat. Meskipun memang area yang berpenghuni berada cukup jauh dari Makam, sejauh apa yang Subaru ketahui, mustahil dia tidak bisa melihat satupun bangunan dari sini.

Selain itu, bulan masih terlihat jelas di langit, menyirami bumi dengan cahaya peraknya. Namun, dunia yang Subaru lihat begitu gelap, seolah tenggelam ke dalam sebuah bayangan.

"......"

Menelan kembali napasnya, Subaru menguatkan tekadnya untuk menuju Sanctuary yang kini gelap gulita. Mengangkat sol sepatunya dari lempengan batu, Subaru menginjak tanah dan rumput... Atau, begitulah seharusnya.
Dia merasakan sensasi seolah menginjak kebun dengan rerumputan yang tumbuh tinggi, tapi pandangannya yang ditutupi kegelapan, tidak bisa memastikan hal tersebut. Sensasi lengket di kulitnya pun masih tidak berubah.

"E-Emilia...!"

Tidak tahan dengan situasi yang sangat aneh ini, Subaru memanggil nama pertama yang muncul di dalam kepalanya.
Setelah memanggil nama gadis yang selalu ada di ingatannya, otak Subaru kembali berputar, begitu berbagai nama dan wajah terlintas di pikirannya.

"Ram! Lewas-san! Dan Otto! Apa kalian di sana? Tolong keluarlah!"

Jika saat ini adalah tepat setelah Ujian pertama, seharusnya mereka masih ada di luar Makam menunggu hasil Ujian Emilia. Mengabaikan panggilan mereka yang ingin menghentikannya, Subaru berlari memasuki Makam dan berakhir menjadi salah satu peserta Ujian. Hal itulah yang selalu mengawali pengulangan Subaru.
Setelah itu, ketika ia membawa Emilia keluar dari Makam, dia selalu disaambut oleh wajah-wajah tersebut.
Kali ini pun seharusnya sama.

“Mereka tidak ada di sini.... tapi tidak hanya itu... apa-apaan suasana yang mencekam ini? Bahkan jalanan sawah di pedesaan pun tidak segelap ini....”

Tanpa lampu, jalanan sawah di pedesaan saat malam hari akan begitu gelap, hanya bergantung pada cahaya bintang.
Tapi kondisi Sanctuary saat ini berbeda dengan kegelapan seperti itu. Bulan bersinar di langit, dan sinar itu juga menyinari tubuh Subaru.
Namun, entah bagaimana cahaya itu menghilang sebelum bisa mencapai tanah, menciptakan pemandangan malam yang samar dan tidak pasti.... bak lampu sorot yang bersinar ke arahnya.
Satu-satunya hal yang terlihat dalam kegelapan ini hanyalah dirinya. Menoleh ke belakang, bahkan Makam yang baru saja ia tinggalkan telah tenggelam ke dalam kegelapan dan tak bisa lagi dilihat.

Ingatan saat ia melewati kabut Paus Putih pun terlintas di pikirannya.

Kehilangan gadis yang dia andalkan, terlempar dari kereta naga, tak yakin apakah rahang Paus Putih mendekat dari arah belakang atau tidak, serta kehilangan arah dan alasan untuk melanjutkan hidup, dia ingat terus berjalan.
Pada akhirnya, keluar dari kabut tersebut, dia dibawa oleh naga favorit Otto, Furufu.
Jadi kali ini, jika dia terus berjalan melewati kegelapan ini, mungkin dia akan diselamatkan juga?

“Apa aku bodoh?..... Tidak, aku memang bodoh. Apa-apaan pemikiran pecundang ini? Aku tidak tahu apa yang terjadi, tidak tahu apa yang akan terjadi, tidak tahu di mana semua orang berada, dan aku di sini aku hanya mengkhawatirkan diriku sendiri, dasar tolol.”

Bukankah dia baru saja menguatkan tekadnya di pesta teh Echidona?
Tak peduli apapun yang terjadi, sebesar apapun dia harus menderita, jika pada akhirnya Subaru bisa memecahkan semua masalah dengan nyawanya, maka dia akan menganggapnya sebagai jual beli.
Daripada kehilangan orang yang berharga baginya dan berjalan menuju masa depan yang tak dapat diperbaiki, bisa menukar nyawanya dengan kesempatan untuk mencoba kembali adalah sungguh sebuah keberuntungan.

Membuang waktu dengan diperangi oleh rasa takut di hadapan situasi yang tak bisa dipahami dan berputar-putar sebelum menemui akhir hidup yang menyedihkan, bukanlah apa yang harus Subaru lakukan.
Melainkan, dia harus dengan berani menantang situasi yang dihadapinya, dan meski dia gagal mendapatkan sebuah jawaban, dia harus menggenggam setiap petunjuk yang ada demi pembalasan di kehidupan selanjutnya sebelum menyambut datangnya kematian.

“Kalau begitu, apa yang harus kupastikan sekarang adalah...”

Menghilang ke mana Emilia, Ram, dan semua orang di Sanctuary.

Ketika dia melihat Emilia tidak berada di Makam, awalnya dia pikir Emilia berhasil melewati Ujian, terbangun dan keluar. Tapi dia langsung menyangkal kemungkinan tersebut.
Sebab, jika Emilia berhasil melewati Ujian dan terbangun dengan selamat, tak ada alasan baginya untuk tidak membangunkan Subaru.

Subaru tahu dari pengalamannya dengan Emilia, ketika seseorang yang sedang menjalani Ujian disentuh atau dipanggil, maka Ujiannya akan terhenti.
Meskipun lebih tepatnya, kesadaran Subaru berada di pesta teh Echidona dan bukan sedang menjalani Ujian, jadi hal itu mungkin tidak berlaku di sini.

“Tapi tetap saja, meninggalkanku dan keluar sendirian itu sama sekali tidak terdengar seperti Emilia....”

Emilia mungkin akan mencoba menarik Subaru keluar dari tempat ini, atau setidaknya menyandarkannya ke dinding. Subaru tak bisa membayangkan kalau Emilia akan pergi begitu saja tanpa melakukan apapun.
Dan selain itu, ada pula kesimpulan yang sedikit kasar.... dia merasa kalau Emilia takkan mampu menyelesaikan Ujiannya langsung di percobaan pertama.
Tahu bahwa semenjak hari pertama Emilia sudah terjebak di Ujian yang sama di setiap pengulangannya, Subaru ragu kalau Emilia bisa menyelesaikan Ujiannya sendiri.

Karena itulah, Subaru memutuskan bahwa ketiadaan Emilia mungkin bukan karena keinginannya sendiri. Entah ada orang yang membawanya, atau.....

“Mungkin saat kembali dari Ujian dia jadi benar-benar bingung, dan pergi tanpa menyadari kalau aku ada di sini..... itu bukan hal yang tidak mungkin.”

Tapi hal itu tetap tidak menjelaskan bagaimana dunia bisa diselimuti kegelapan.
Bahkan jika Subaru bisa menerimanya sebagai penjelasan atas ketiadaan Emilia, dia tidak bisa membayangkan apa penyebab dan alasan untuk pemandangan ini.
Setidaknya, dari pengalaman Subaru, Sanctuary tidak pernah sekalipun menjadi seperti ini ketika Ujian sedang berjalan.

Adapun untuk ketiadaan orang-orang yang menunggu di luar, Subaru takut dengan kesimpulan bahwa kelinci putih itu mungkin alasan di balik semua ini. Tapi dia menggelengkan kepalanya dan menyangkal kesimpulan gegabah tersebut.
Menurut perhitungannya, serangan Kelinci Raksasa seharusnya terjadi di malam keenam.... lima hari dari sekarang. Meskipun mereka datang lebih cepat dari jadwal, dia masih yakin kalau mereka tidak akan datang di hari pertama.

…..Meskipun, dia sengaja mengabaikan fakta bahwa waktu serangan Elsa di mansion juga berubah secara misterius.

Itu adalah salah satu misteri yang jawabannya tidak Subaru ketahui. Tapi jika waktu serangan Kelinci Raksasa bisa berubah secara acak seperti serangan Elsa, maka hal itu takkan memberikan ruang sedikitpun bagi Subaru untuk mulai mengungkap situasi ini.
Terlepas dari keyakinan bahwa tak ada situasi yang tidak bisa dicegah oleh Return by Death, itu bukanlah hal yang bisa Subaru lakukan.

“Yang bisa kulakukan sekarang adalah.... memanggil Emilia sambil melihat-lihat dan menuju Katedral untuk memeriksa warga....”

Memaksa matanya untuk melihat ke depan, Subaru sadar betapa tidak layaknya rencana yang dia miliki.
Meskipun kurang lebih dia bisa mengingat susunan Sanctuary, tidak mungkin dia bisa tahu arah dengan mata tertutup.
Di sini, hanya berkeliling di area sekitar saja sudah membutuhkan kekuatan memori yang sangat tinggi.
Tentu, sampai ke tujuannya dengan selamat akan sangat sulit. Dan dia juga tidak bisa begitu saja menerima ide memanggil mereka saat sedang mencari.

“Jika kegelapan ini adalah perbuatan seseorang.... tak yakin siapapun yang kutemui nanti adalah orang yang ramah."

Terbakar oleh rasa gelisah, Subaru terus memikirkan tindakan terbaik apa yang harus dia lakukan.
Jika dia ingin secepatnya menemukan mereka, maka dia harus angkat suara dan memaggil mereka. Itu adalah cara terbaik untuk mengetahui apakah Emilia dan yang lainnya selamat atau tidak. Tapi dari pengalaman masa lalunya, dia cukup sadar dengan kebodohan bertindak tanpa tahu arah. Sudah berapa kali dia mati di dunia ini dikarenakan hal tersebut?

“.... Sialan. Jika aku tidak tahu apa yang terjadi, aku pasti akan sangat kesulitan jikalau aku terbunuh duluan.”

Di akhir pertimbangannya, Subaru memutuskan untuk melakukan pendekatan dengan hati-hati.
Menekan suaranya dan menahan bunyi napasnya, dia memfokuskan matanya melihat ke dalam kegelapan dan mengikuti peta dalam kepalanya menuju area penduduk Sanctuary.
Satu-satunya hal yang pasti adalah sensasi yang ada di bawah kakinya. Itu adalah satu-satunya bukti adanya realita di luar Makam dan satu-satunya pegangannya di dunia yang diwarnai oleh kegelapan. Meskipun jatuh ke dalam kegelapan, Sanctuary seharusnya masih sama seperti sebelumnya....

“......u?”

Perlahan tapi pasti, Subaru dengan hati-hati mendaratkan setiap langkahnya di atas rumput. Tapi baru beberapa langkah, dia sudah berhenti.
Alasannya, adalah angin.

“......?”

Mengangkat wajahnya, Subaru melihat ke dalam kegelapan, berharap menemukan asal hembusan yang mencekam ini.

Dia merasakannya. Ada sesuatu yang aneh dengan angin yang barusan bertiup.
Itu bukanlah angin menyegarkan yang melewati padang rumput, bukan pula angin berdebu yang bertiup di dalam Makam, maupun angin yang bercampur bau darah akibat terjadinya pembantaian. Itu adalah udara yang membawa kehangatan bak disentuh oleh makhluk hidup.

“Wh....”

Tak yakin darimana angin itu berasal, Subaru menoleh mencari jawabannya.
Makam seharusnya tepat berada di belakangnya, tapi baru berjalan beberapa langkah, bentuknya sudah tidak bisa dilihat.
…. Tidak, ada alasan selain kegelapan kenapa dia tidak bisa melihat Makam.

“......a?”

“......”

Di jarak yang cukup dekat untuk merasakan napas satu sama lain, di dunia yang begitu gelap gulita, seseorang berada di depan mata Subaru.
Alasan dia tidak bisa melihat pintu masuk Makam adalah karena orang itu menghalangi pandangannya.

Bagaimana bisa dia tidak sadar ketika ada orang yang sedekat itu dengannya? Dan kenapa orang itu tidak menyuarakan sepatah katapun ketika dia mendekati Subaru? Saat itu juga, pertanyaan-pertanyaan itu berputar di dalam kepala Subaru.
Tapi pertanyaan itu langsung terjawab.

Itu sangat jelas.

“.....Aku mencintaimu.”

Ucap bayangan itu pada Subaru dengan suara yang dibanjiri oleh rasa cinta, sampai-sampai terdengar seakan hendak meleleh.


XxxxX


Itu adalah suara yang begitu kelam. 
Begitu tak jelas sampai-sampai Subaru tak tahu apakah itu suara laki-laki atau perempuan.
Dibandingkan suara yang melewati pengubah suara atau suara yang dihalangi oleh sebuah kain, suara itu jauh lebih ambigu dan tak jelas, seakan dihalangi oleh suatu kekuatan yang tak terlihat.

Tapi meski begitu, ketika Subaru mendengar kata-kata itu... mendengar bisikan cinta itu, dia langsung mengerti siapa bayangan yang ada di hadapannya. Dan gemetar ketakutan.

Kalau dipikir kembali, Subaru samar-samar sudah merasakannya sebelum ia keluar dari Makam.
Sensasi miasma tebal yang menyengat kulit. Pemandangan Sanctuary yang tenggelam dalam bayangan. Tekanan kuat yang menelan area sekitar. Dan dunia yang secara fundamental telah kehilangan nyawanya.
Ini mirip sekali dengan wujud realita tanpa waktu yang muncul ketika ia mengucapkan kata-kata terlarang itu, tempat di mana Subaru bertemu sang Penyihir.
Kalau begitu, apa yang berdiri di depan Subaru adalah,

"Ke-napa...."

"......"

Tak ada jawaban. Tapi tak diragukan lagi kalau dia tepat berada di depan Subaru.
Subaru mengkedutkan jarinya, memeriksa apakah dia masih bernapas, dan memastikan kalau sang waktu tidak berhenti. Jarum jam dunia masih berdetik seperti bagaimana seharusnya. Namun, sang Penyihir kini berada di hadapannya.

Menghadapi ancaman yang jauh melampaui imajinasinya, warna putih terlukis jelas di kepala Subaru.
Sumpah yang dia ucapkan beberapa saat sebelumnya, sumpah untuk mengungkap semua detail tak peduli apapun yang terjadi tanpa membiarkan satu detik pun jadi sia-sia, semuanya lenyap di hadapan keterkejutan ini.
Pertemuan Subaru dengan sang Penyihir di sini sangatlah tak terduga.

Tenggorokannya dengan cepat mengering, tubuh Subaru menjadi kaku sampai-sampai dia lupa cara untuk bernapas. Terbelenggu oleh tekanan kuat tersebut, Subaru berubah menjadi sekaku katak yang ditatap oleh seekor ular.
Tak bergerak sekarang tentu akan membuat situasinya semakin memburuk. Tapi meski dia memahami hal itu, tubuh Subaru sama sekali tak mau mematuhi alarm tanda bahaya yang berdering keras di kepalanya.

Ini adalah masalah yang jauh melampaui apa yang bisa diatasi oleh hati dan pikiran Subaru.
Hati Subaru tidak merasa ragu, pikirannya pun dipenuhi dengan keharusan untuk melakukan sesuatu, tapi tubuh dan kekuatan yang mengakar di dalamnya hanya terus mengamati situasi ini dengan tenang.
Sebab.... entah dia bergerak atau tidak, hasilnya akan sama saja.

"......."

Tak ada kebencian yang terpancar dari bayangan tersebut. Maupun niat untuk menyakiti Subaru.
Tapi bukan berarti dia tak memiliki minat pada Subaru.
Malah sebaliknya.

"........"

Entitas yang ada di hadapannya begitu tertarik pada Subaru hingga membuat ia merinding.
Itu adalah cinta buta nan obesesif yang begitu besar sampai membuat Subaru bertanya-tanya kenapa, membelenggunya dan tidak ingin melepaskannya.
Bayangan itu tak memiliki ketertarikan lain selain pada Subaru.

Di bayangan itu, hanya asa Subaru, hanya Subaru, hanya Subaru, hanya Subaru, hanya Subaru, hanya Subaru, hanya Subaru, hanya Subaru, hanya Subaru, hanya Subaru, hanya Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru, Subaru.....

".... Aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu."

Suara itu menggema, berputar dalam kepala Subaru.
Pikirannya menjadi kacau, tak bisa mengenali apa yang dia lihat di depan matanya. Apa dia sedang berdiri, ataukah sedang duduk? Apa dia bernapas? Apa dia sadar? Apa dia masih hidup? Ataukah sudah mati? Dia tidak yakin. Dia tidak yakin. Dia menjadi semakin dan semakin tidak yakin.

Jemari terulur ke arah Subaru.
Bayangan di sekitarnya menjulang dan mengembang berniat menyelimuti Subaru dari segala arah.
Dia tak punya kekuatan untuk melawan. Tak ada alasan untuk melawan. Tahan, jangan tahan, biarkan dia tertelan, dan lihat apa yang akan terjadi? Terlalu melelahkan untuk berpikir. Dan....

"Aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu....."

"Enyahlah kau, sialan!!! Kkkraaaahhhh.....!!!"

.... Seketika, kehancuran yang begitu mengerikan terjadi tepat di jarak yang memisahkan Subaru dan bayangan tersebut.
Hanya beberapa inchi dari matanya, sebuah serangan menghantam bayangan itu, menghancurkan tanah yang tak terlihat ke dalam pusaran kegelapan dan melempar Subaru ke belakang.

"Uuoaaa..??"

Berguling-guling sembari dihantam oleh objek keras di berbagai tempat, Subaru akhirnya berhenti ketika seluruh tubuhnya tenggelam ke dalam bayangan. Menggelengkan kepalanya, tubuh dan pikiran Subaru yang kaku akhirnya terbebas.
Dengan menghilangnya suara yang ada di otaknya, dan meskipun merasakan sensasi berat seolah kepalanya dipenuhi dengan pasir, berat itu sekarang sudah lumayan enteng.
Meludahkan tanah yang ada di dalam mulutnya sambil menoleh ke arah asal dia terjatuh, Subaru membelalakkan matanya.

"Tak bisa lebih buruk lagi dari ini oy. Kau bisa bergerak tidak?"

Dengan membelakangi Subaru, orang itu menghadap ke arah bayangan yang mendekat tidak sabar. 
Posturnya agak kecil untuk ukuran seorang pria. Dengan rambut pendek berwarna emas dan cara bicara yang kasar. Dia merendahkan posturnya siap untuk bertarung dengan kaki ditarik ke belakang dan taring terlihat.

"Kenapa.... ka....aku.... Garfiel."

"Hah? Sekarang bukan saatnya bercanda, kau tak lihat apa yang terjadi sekarang?"

Menanggapi suara Subaru yang masih gemetar, Garfiel terdengar agak jengkel. Terus menatap bayangan yang ada di hadapannya, sedikit demi sedikit, Garfiel mendekat ke arah Subaru.

"Akan kupegang kerahmu dan melompat. Mungkin akan mematahkan lehermu, jadi kuatkan tulang belakangmu dan tahan!"

"Aku tidak punya kemampuan khusus di mana aku bisa menggunakan tulang belakang untuk memperkuat leherku..... Uwaaaa??"

Tepat di tengah sanggahannya, Garfiel melompat dengan kecepatan yang luar biasa. Dan seperti yang dia katakan, dia menarik kerah Subaru, membuatnya memekik "Ueeegghh!"
Tapi sebelum Subaru bisa mengeluh,

".....!"

.... Tanah menyembul ke atas, dan bayangan itu meledak.
Gelombang bergulung-gulung dari bayangan yang meledak barusan, menerjang ke arah Subaru dan Garfiel, mengancam akan menghancurkan mereka. Dalam sekejap, bayangan di sekitar juga ikut bergabung ke dalam gelombang itu, membuat Garfiel mendecapkan lidahnya saat kakinya tengggelam ke dalam lumpur berwarna gelap.

"Agh, sialan! Divine Protection Earth Spirit tidak akan bekerja ketika tanahnya seperti ini...!"

"Garfiel, kakiku juga tenggelam!"

"Memang beginilah seluruh tempat ini. Inilah apa yang mereka maksud dengan 'Jika kau nakal, maka Penyihir akan datang'!"

Diseret-seret, bagian tubuh Subaru yang menyentuh tanah mulai ditelan oleh bayangan tersebut. Itu sangat berbeda dengan sensasi tenggelam ke dalam air ataupun lumpur.
Hangat, halus, dan lembut, itu terasa seperti sutra yang mencoba membungkus dan menyelimuti tubuh Subaru. Di situasi yang lebih damai, dia mungkin akan berpikir, bagus juga didekap oleh sensasi ini.
Tapi di keadaan yang sangat mengerikan ini, dia harus membuang jauh gagasan tersebut.

"Tch, jangan gigit lidahmu!"

Dengan sebuah dengusan, Garfiel mengamati sekelilingnya dan berteriak.
Dia menekuk lututnya dan melompat dari tanah. Dengan adanya bayangan yang menjegalnya, dia hanya berhasil melompat beberapa meter, tapi, mengulurkan kakinya begitu mereka menyentuh tanah, dia sekali lagi melompat, lagi, lagi, dan lagi,

"Ini dia...!"

Di dunia yang diselimuti sang malam, Garfiel dengan lihai melompat menuju area yang dipenuhi bangunan. Menyentakkan kakinya ke dinding, dia sekali lagi melompat. Dan, mendarat di sebuah atap, dia melempar Subaru diikuti sebuah helaan napas.
Dilempar begitu saja, Subaru dengan cepat berpegang pada sebuah pegangan sehingga dia tidak akan jatuh, sebelum akhirnya melirik sisi wajah Garfiel yang terengah-engah dan dihalangi oleh kegelapan.

"Te-terima kasih sudah menyelematkanku...!"

"Huh? Apa begitu wajah orang yang merasa berterima kasih? Kau punya masalah denganku? Oy!"

"Aku hanya belum yakin saja.... dan.. aku tidak pernah menyangka kalau kau akan datang menyelamatkanku."

"Kau pikir aku ini sekejam apa? Kalau kau tak suka aku menyelamatkanmu, silakan lompat kembali ke bayangan itu!"

Subaru menjawab bantahan Garfiel dengan singkat, "Tidak, terima kasih." dan menghela napas.
Garfiel mengalihkan pandangannya, dan Subaru, melihatnya dari belakang, merasakan luapan emosi rumit yang mengalir melewati dadanya.

Salah satu penyebabnya adalah situasi yang tak bisa dinalar ini, tapi alasan terbesarnya adalah kenapa Garfiel memilih untuk menyelamatkannya. Sebelum ini, Subaru menganggap Garfiel sebagai rintangan terbesar di Sanctuary dan target kebenciannya bersama dengan Roswaal.
Meskipun Subaru sadar kalau perubahan situasi juga bisa menyebabkan tindakannya berubah, sikap yang sepenuhnya berkebalikan ini sungguh membuat Subaru tak yakin bagaimana harus bereaksi.

Tapi, tidak menghiraukan kebingungan Subaru, Garfiel terus menatap tanah dengan ekspresi pahit. Mengkeletakkan gigi-gigi tajamnya, “Ini gawat...” dia mengguman dengan pelan.

“Tak diragukan lagi memang, tapi sepertinya dia takkan melepaskan kita begitu saja.”

Meluncur ke samping Garfiel, Subaru mengintip dari atas atap.
Menyaksikan kejadian yang ada di depan matanya, suara “U....” secara tak sengaja meluncur dari bibirnya. Sanctuary kini telah berubah menjadi lautan bayangan, sebagian besar wilayahnya ditelan oleh warna hitam pekat, merenggut semua pemandangan dan ketinggian.
Namun, bahkan di dalam kegelapan itu pun, ada sosok yang bahkan lebih gelap menggeliat di tengah pusaran bayangan tersebut, mendekat se-inchi demi se-inchi dengan kecepatan seperti merangkak.

Itu adalah sesuatu yang barusan mencoba menelan Subaru dan Garfiel ke dalam bayangan, sesuatu yang membanjiri Sanctuary dengan lautan bayangan. Itu adalah....

“Garfiel... kau tahu apa itu?”

“Aku punya jawaban 'Itu tepat seperti kelihatannya', 'Tidak mungkin itu bukan seperti yang kupikirkan' dan 'Sungguh sebuah khayalan kalau kubilang itu bukan seperti kelihatannya'. Mana yang lebih kau sukai?”

“Apa pilihan-pilihan itu penting? Mereka semua hampir sama.... Oy, di hadapan benda ini ternyata kau lebih tenang dari yang.....”

Sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, Subaru langsung berhenti ketika ia melihat ekspresi yang ada di wajah Garfiel.
Jujur saja, meski memiliki perasaan rumit mengenai kenapa Garfiel menyelamatkannya, Subaru masih bisa mencerna situasi ini dengan tenang di dalam kepalanya.
Di antara mereka adalah, kenapa Garfiel yang begitu marah dengan bau Penyihir.... dan berubah membenci Subaru hanya karena dia mencium bau tersebut dari tubuh Subaru, tidak kehilangan ketenangannya ketika asal bau itu berada tepat di depan matanya.
Itulah kenapa ketika ia hendak bertanya.... seketika ia langsung berhenti begitu melihat wajah Garfiel.

“Apa yang barusan kau katakan?”

Gumam Garfiel, menatap ke bawah dengan matanya yang merah tajam. Subaru mungkin hanya berimajinasi, tapi taring Garfiel nampak seolah semakin panjang.
Amarah. Geram. Gusar. Murka. Pupilnya nampak memiliki celah, dan kau bisa melihat emosi merah menyala yang berputar di dalamnya. Bagaimana bisa seseorang menyebutnya tenang?
Di saat yang sama, Subaru ingat kalau ada sesuatu yang harus dia tanyakan.

“.... Garfiel. Ram dan yang lainnya, apa yang terjadi pada mereka?”

“....”

“Ketika aku keluar dari Makam, Sanctuary sudah tenggelam ke dalam bayangan itu. Kau di sini nampak baik-baik saja dan bersemangat.... jadi bagaimana dengan yang lainnya....”

“.... di dalam bayangan itu.”

Subaru yang berusaha mencari penyangkalan, mendapatkan jawaban kejam tersebut.
Mendengar Subaru menelan napasnya, Garfiel mendengus dengan penuh penyesalan.

“Ketika kami menyadari ada sesuatu yang aneh, tanah sudah berubah menjadi bayangan itu. Jika Ram tidak mendorongku dengan anginnya, aku pasti sudah tertelan.”

“..... dan Ram tertelan begitu saja? Lewes dan Otto juga?”

“Aah, yeah. Nenek dan pria berisik itu, semuanya sekaligus.”

Melihat bayangan bergelombang tersebut, Subaru langsung merasa pesimis mengenai kesempatan mereka untuk bertahan hidup setelah ditelan oleh bayangan itu.
Jika mereka terpenjara di suatu dunia lain, mungkin masih ada harapan. Tapi, menilai dari sensasi sentuhan dari bayangan tersebut, itu adalah kemungkinan yang terlalu optimistis.

“Apa-apaan ini, serius.... kenapa benda itu tiba-tiba.....”

Elsa, Kelinci Raksasa, Garfiel.
Dia baru saja menguatkan tekadnya untuk memukul mundur berbagai ancaman yang dihadapi Sanctuary dan mansion, menundukkan semua rintangan dan meraih masa depan yang sempurna tak peduli apapun yang dibutuhkan.
Namun, tepat ketika tekad itu tersegel, benda aneh ini melenyapkan semuanya.
Kenapa benda ini tiba-tiba keluar?

“Garfiel... apa yang terjadi pada Emilia?”

“....”

“Aku tidak bisa menemukan Emilia di dalam Makam..... apa dia juga ikut ditelan?”

“....”

Menyadari ada sesuatu yang aneh ketika ia terbangun, Emilia pasti langsung berlari keluar dari Makam.
Lagipula, jika dia melihat Sanctuary ditelan oleh bayangan itu, tidak mungkin dia hanya akan diam dan melihat saja. Dia pasti akan melompat mencoba menyelamatkan siapapun yang dia bisa, sama sekali tak menghiraukan keselamatannya sendiri, dan.....

“Jika bayangan itu..... maka, dia....”

“Setelah menelan Ram dan yang lainnya, bayangan itu langsung menuju Sanctuary dan menelan semuanya. Aku mengejarnya dan mendaratkan beberapa pukulan, tapi hasilnya nihil. Kemudian, benda itu tiba-tiba berbalik, aku mengikutinya, dan di sinilah kita.”

Dan itulah yang membawa ke kejadian barusan.
Bayangan itu memporak-porandakan Sanctuary, tapi ketika dia merasakan Subaru keluar dari Makam, dia seketika langsung berbalik. Kalau begitu, tujuan bayangan itu memanglah Subaru.

Bayangan yang menelan segalanya. Membisikkan kata-kata cinta. Dan kekuatan yang begitu mengerikan.
Identitas bayangan itu tak perlu ditanyakan lagi. Tapi,

“Kenapa Penyihir Kecemburuan bisa ada di sini....??”

“Sekarang bukan saatnya untuk mengatakan hal itu, oy!”

Ketika Subaru melontarkan kata-kata tersebut, di sampingnya, senyum haus akan pertarungan tersungging di wajah Garfiel. Berhati-hati agar tidak kehilangan keseimbangannya, Subaru juga berdiri, menggertakkan giginya sambil menatap hal yang sama seperti Garfiel.

Bayangan yang berputar-putar mengepung bangunan yang mereka gunakan sebagai pijakan.
Semua yang berada dalam jangkauan topan itu ikut tertelan. Tanah dan susunannya terlucuti dan dipaksa masuk ke dalam pusaran tersebut.

“Uu, ooOOOaaahh....!”

Hal itu sama seperti tsunami besar atau banjir bandang yang membawa rumah-rumah bersama dengan arusnya.
Merasakan sensasi aneh dari bayangan yang seharusnya tak memiliki massa menumbangkan bangunan di bawah kakinya, Subaru melakukan apapun yang bisa dia lakukan agar tidak terlempar dari atap.
Dia berusaha, tapi hal itu sama sekali memecahkan masalah yang paling mendasar.

“Tch, aku akan melompat lagi, pegangan!”

“.....!”

Berpegang pada Garfiel, mereka pun meninggalkan atap yang melayang dengan lompatannya. Melompat seperti peluru tanpa sasaran, mereka terjun tepat ke sekumpulan pepohonan, menabrak banyak dahan kecil sebelum menghantam batangnya.

“Ghagh...!”

Memukulkan tangannya ke batang tersebut, dengan gerakan yang sangat tidak elegan, Garfiel berhasil menghentikan dirinya agar tidak terjatuh ke bayangan di bawahnya. Subaru yang berpegang pada kaos Garfiel, memegang sebuah dahan dan menggeser dirinya, mempertahankan posisinya seperti itu.
Dan ketika akhirnya mereka bisa mengambil napas, mereka kemudian mendengar suara retakan kayu yang keras di belakang mereka.
Dengan cepat menoleh, mereka melihat bangunan tempat mereka berada barusan telah ditarik ke tengah-tengah pusaran dan hancur menjadi potongan-potongan kecil.
Dengan runtuhnya struktur bangunan, pusaran bayangan itu menelan mereka ke dalam tubuh asli bayangannya.... ke dalam inti pusarannya, dan membuatnya semakin membesar.

“......”

Menyaksikan kehancuran tersebut, baik Subaru dan Garfiel merasa tak bisa berkata-kata.
Melewati beberapa detik dalam keheningan, kontur bayangan tersebut mulai menjadi buram. Dan di momen berikutnya.... Subaru yakin matanya bertemu dengan mata bayangan suram yang menelan semuanya itu.

“.....Aku mencintaimu.”

“Uu, a.....”

“Aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu.”

“......”

“Aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu aku mencintaimu .”

Cinta yang tak terbatas. Yang bisa Subaru lihat hanyalah warna hitam. Cinta dalam wujud bayangan, menjulang, dan hendak menelannya.
Datang untuk menenggelamkannya dengan cinta, cinta sang Penyihir Kecemburuan pun kian mendekat......

---End---



Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4


Translator : Zhi End Translation..
Previous
Next Post »
4 Komentar
avatar

Aku agak susah ngebayangin kegelapan yg menelan bangunan

Balas