[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 3 - Chapter 3 : Raja Iblis dan Sang Pahlawan Mendengarkan Saran dan Pergi Ke Taman Hiburan -1
Kembali ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 3 - Chapter 2 (Part 2)
Chapter 3 : Raja Iblis dan Sang Pahlawan Mendengarkan Saran dan Pergi Ke Taman Hiburan.
"Emi, apakah ada sesuatu yang buruk terjadi padamu?"
"Huh?"
"Kau terus saja mengerutkan dahi sejak tadi pagi."
Emi menaruh tangannya di kening ketika rekan kerjanya, Rika Suzuki mengatakan hal tersebut.
"Apa kau bertengkar dengan Maou-san dan para gerombolannya lagi?"
Emi benar-benar terkejut ketika pertanyaan itu tepat mengenai dadanya.
"Ke-ke-kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Karena setiap kali kau terlihat mencemaskan sesuatu akhir-akhir ini, itu pasti karena mereka."
"Tidak tidak!! Itu tidak benar!"
"Benarkah? Aku tidak ingat, kau pernah merasa cemas terhadap sesuatu sebelum kau mulai membicarakan tentang Maou-san."
Tidak dapat diduga.
Sebagai pahlawan yang tugasnya memusnahkan Raja Iblis, Emi selalu mempertahankan kewaspadaan dan tekad bertarungnya. "Aku tidak pernah hidup dengan santai, hidup yang tanpa kekhawatiran." Pikir Emi.
"Sekarang kalau dipikir-pikir lagi, dulu setiap kali aku makan bersamamu, kau terlihat sangat bahagia dan itu membuatku melupakan semua masalahku. Dan setiap kali kita jalan-jalan bersama, kau terlihat seolah kau benar-benar menikmatinya. Kau mulai memasang ekspresi serius seperti itu akhir-akhir ini."
"Ugh..."
Kebohongan yang Emi katakan pada dirinya sendiri runtuh seketika.
Sebenarnya ada saat di mana masakan dan budaya Jepang mengisinya dengan sesuatu yang baru dan mengubah prioritasnya. Lebih tepatnya, jika semua masakan di Ente Isla dikombinasikan menjadi satu, itu bahkan tidak sedikitpun bisa menyamai ragam dan kualitas masakan Jepang.
"Oh ayo coba pikir, kau pernah sekali mengatakan kalau kau tidak bisa tidur saat malam karena AC mu tidak bekerja, dan itu membuat udaranya sangat panas."
"...."
Emi menjatuhkan kepalanya ke meja.
Dia sudah berada di Jepang selama setahun lebih, ditanyai tentang bagaimana kehidupan tanpa kecemasan yang telah dijalaninya, Emi merasa sangat membenci dirinya sendiri.
"Oh, dan kau juga pernah mengeluh tentang banyaknya jadwal kerja yang kau miliki dan itu tidak sesuai dengan jadwal pemeriksaan gas rutin di apartemenmu."
"Rika... Kau menang, tolong berhenti memojokkanku."
"Oh, hmm.. Benarkah?? Oh ada telepon!"
Sebuah sambungan telepon masuk, membuat Rika sibuk untuk sementara ketika Emi sedang mengerang.
"Jadi, apa itu? Apa yang membuat kalian bertengkar kali ini?"
Rika menyelesaikan panggilan teleponnya, mengangkat microphone di headsetnya, dan melihat melalui dinding pemisah tempat kerja.
"Kenapa kau terlihat seperti sedang bersenang-senang?"
Emi membalasnya dengan tatapan agak jengkel, tapi Rika bukanlah tipe orang yang akan mengalah karena hal seperti itu.
"Mendengarkanmu selalu bisa menghilangkan kebosananku."
Berbicara apa adanya seperti ini merupakan salah satu sisi positif Rika, tapi di saat yang sama, juga merupakan kebiasaan buruknya.
"Lagi pula, aku tidak bisa duduk diam saja ketika temanku sedang dilanda masalah kan?"
"Jawaban jujurmu sebelumnya dan nada bicaramu tadi, sangat tidak membantu."
Emi memberikan senyum terpaksa.
"Masalah kali ini bukanlah sesuatu yang bisa kuabaikan begitu saja."
"Ayolah ayolah.."
"Kali ini masalah dengan anak kecil."
Rika meletakkan sikunya ke meja, dan menyandarkan kepala di atas tangannya, dia mengangguk, lalu bertanya dengan begitu santai...
"Apakah itu anakmu dengan Maou-san?"
"Hanya anak itu yang bilang begitu sih... Huh?"
Emi tidak menyadari situasi yang Rika buat agar dia mau membicarakannya, dan secara insting, Emi mencoba menyangkalnya, tapi dengan melakukan hal itu, malah akan membuat Emi menggali kuburannya sendiri.
Namun, bahkan Rika pun tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu. Lalu dia membiarkan kepalanya jatuh dari tumpuan tangannya dan menatap Emi dengan mata yang terbuka lebar.
"Tunggu!! Apa? Serius ini?"
"Ti-tidak!! Tidak seperti itu, um, uh, well begitulah, tapi tidak seperti itu."
"Kau ini bicara apa sih? Hey ayolah, tenang saja."
Emi bernapas dengan berat, setelah diberitahu untuk tenang oleh orang yang menggodanya sejak awal.
"... Apa kau akan mendengarkanku dengan serius?"
"Aku sudah serius sejak awal."
Rika menjawab dengan santai. Emi melirik ke arah Rika, Emi pun sedikit menenang dan mulai berbicara.
"... Ada seorang anak kecil di tempatnya Maou. Dia.... Merawat anak itu karena diminta oleh orang lain."
"Kerabatnya Maou-san?"
"Aku tidak tahu detailnya."
Emi memberikan jawaban yang samar setelah memutuskan untuk tidak terlalu melibatkan Rika.
"Apa kau ingat bertemu dengan gadis yang memakai yukata? Aku bertemu anak itu ketika aku sedang mengunjunginya."
"Uhh.. Dia benar-benar punya nama belakang yang langka... Eto, benar.. Kamazuki kan? Suzuno Kamazuki-san."
"Yep, aku akhirnya berbicara dengan Maou karena mereka bertetangga. Jadi itulah alasan kenapa aku bisa bertemu dengannya meskipun aku tidak menginginkannya. Lalu...."
Emi juga meletakkan sikunya ke meja, menyandarkan kepala di atas tangannya, dan menghela nafas,
"Anak itu menganggap aku adalah ibunya, aku tidak tahu harus melakukan apa."
"Huh?"
Rika mengangkat kepalanya dengan ekspresi kaget.
"Seorang anak kecil yang belum pernah kutemui sebelumnya, mulai memanggilku "mommy"."
"Maksudmu, dia jadi sangat dekat denganmu karena kau terlihat mirip dengan ibunya?"
"Tidak, dia benar-benar salah mengira kalau aku adalah ibunya."
Emi menggelengkan kepalanya dan menatap Rika yang tadinya bercanda, tapi sekarang dia terlihat sangat serius.
"Itu... benar-benar sebuah masalah. Tidak hanya sekedar menempel padamu, dia bahkan salah mengira kalau kau adalah ibunya."
Rika menggerutu, mengernyitkan dahinya dan melipat tangannya. Kemudian dia bersandar ke kursinya.
"Ini mungkin sedikit tidak normal, tapi apa mungkin dia kehilangan ibunya tepat setelah dia dilahirkan?"
"Huh?"
Mata Emi melebar setelah mendengarkan sesuatu yang lebih serius daripada yang dia duga.
"Jika biasanya si ibu anak itu berada di dekatnya, tidak mungkin dia sampai salah mengira orang lain adalah ibunya hanya karena tidak bertemu dua atau tiga hari. Selain itu, kupikir mungkin kau dan ibunya sangat mirip bagaikan kembar identik atau mungkin sejak awal memang dia tidak punya kenangan dengan ibunya."
"Tidak -..."
Emi ingin menjawab "tidak mungkin" tapi dia menghentikannya.
Emi tidak punya ingatan apapun tentang ibunya, dan sampai akhir-akhir ini, dia tidak tahu lagi apakah ibunya masih hidup atau tidak.
Emi ingat saat dia kecil dulu, dia sering salah mengira wanita lain di desa sebagai ibunya.
Sejak awal, mereka tidak bisa memastikan apakah Alas Ramus punya kelurga atau tidak. Tetapi kemudian Alas Ramus berkata "mommy, apa kau akan meninggalkanku lagi?" Yang artinya dia pernah dipisahkan dengan ibunya karena alasan yang tidak diketahui.
"Apa kau memikirkan sesuatu?"
"... Hmm.. Aku tidak tahu.. Aku benar-benar tidak mengerti, tapi..."
"Um, well ini adalah masalah yang ada hubungannya dengan Maou-san kan? Jadi kupikir kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya."
Mungkin karena Emi mulai memikirkannya dengan sangat serius, Rika mencoba untuk mencairkan suasana dengan bicara menggunakan suara yang riang.
"Aku mungkin terlalu memikirkannya, dan di samping itu, kita ini orang luar, kita tidak bisa berbuat banyak mengenai masalah itu. Jika kau memang tidak berencana untuk ikut campur sampai akhir, maka kau tidak perlu untuk mencampuri urusan mereka."
Kata Rika sambil menepuk pundak Emi. Sebuah suara yang menandakan akhir dari jam kerja pun berbunyi, dan Emi mengangkat kepalanya.
"... Tapi aku sudah bilang kalau aku akan mampir hari ini.."
"Hey!! Jadi kau sudah terlibat dengan hal ini, Emi?" Rika tiba-tiba menyela.
"It- itu terjadi begitu saja...."
"Jika kau menjadi keras kepala dengan kelompok Maou-san, lebih baik kau menghentikannya sekarang juga."
Seperti biasa, Rika tahu benar apa yang harus dikatakan untuk mengenai titik lemah Emi.
"Ti-tidak, bukan berarti aku mau melakukannya... Tapi... Tapi tidak hanya itu..."
Bahkan dengan Suzuno yang ada di sebelah rumah mereka, dan mengesampingkan identitas sebenarnya Alas Ramus, seorang bayi berada di Kastil Raja Iblis bukanlah sesuatu yang bisa membuat Emi merasa tenang.
Di samping itu...
"Aku tidak melakukannya karena kasihan atau sejenisnya, tapi aku hanya ingin anak itu menghabiskan waktunya di sini sebahagia mungkin..."
Rika melihat Emi yang sedang gelagapan sambil berdiri, melepas headsetnya, dan tersenyum dengan sedikit kerut di dahinya sambil mengangkat bahu.
"Kau terlalu baik Emi, bahkan pada sainganmu sendiri."
Emi menjawab dalam hati, "karena aku adalah seorang pahlawan."
"Di sisi lain kita tidak tahu apakah anak itu akan menjadi anak yang baik atau buruk sampai mereka tumbuh besar, jadi kenapa kau tidak mencoba saja melakukan apa yang menurutmu terbaik? Anggap saja Maou-san dan yang lainnya tidak mempermasalahkannya."
Kata Rika, sambil membuat ekspresi rumit di wajahnya seolah menambahkan kata "TAPI" besar di akhir kalimatnya.
"Emi, kau tidak pernah melakukan sesuatu seperti merawat binatang piaraan orang lain kan?"
"Apa maksudnya itu?"
"Memberi mereka makan sehari atau dua hari bisa membuatmu sangat menyayangi mereka. Jangan terlalu sayang padanya dan jangan terlalu depresi ketika orang tuanya datang untuk mengambilnya kembali, oke?"
"... Akan kuingat itu.."
"Hm.. Baiklah, ayo pulang, anak tercintamu sudah menunggu."
"RIKAAA!!"
Emi mengusir Rika yang sedang bercanda, kemudian melepaskan headsetnya.
"Orang tua aslinya ya........" Pikir Emi sambil meletakkan Headset di tempatnya dan kemudian berdiri.
"Hey, hey, Emi, jika kau ingin membuat kenangan yang indah, bagaimana dengan ini?"
Saat Emi memasuki ruang ganti, Rika yang sudah mengganti pakaiannya memanggil Emi dengan membawa tas di tangannya. Ketika Emi datang mendekat ke arah Rika, dia menerima sebuah potongan kertas kecil.
"Aku tidak tahu sampai sekarang, tapi Docodemo yang membiayainya, jadi sepertinya ada diskon untuk pegawai."
XxxxX
Enam potong kertas kecil nan panjang terletak di atas meja kastil Raja Iblis.
"..."
"..."
"Apa ini? Apa ini?"
Maou, Emi, dan Alas Ramus berdiri mengelilingi meja tersebut dan menatap pada kertas itu dengan hening.
"Meskipun hanya sebuah kebetulan, tapi kita dapat banyak."
Chiho melihat dari samping, kebingungan untuk membuat ekspresi seperti apa.
Yang tersusun di atas meja adalah 6 lembar tiket dan kupon ke taman hiburan "Tokyo Big Egg Town" yang terletak di distrik Bunkyo.
Amplop yang Maou terima dari Kisaki berisi satu tiket gratis menaiki wahana selama sehari dan dua buah kupon diskon menaiki wahana yang berlaku lebih dari sehari, kupon tersebut diberikan sebagai bonus dari pendaftaran berlangganan koran.
Di sisi lain, yang Emi terima dari Rika adalah tiga kupon diskon perusahaan selama sehari. Namun, jumlah diskon dari tiga kupon tersebut lebih banyak daripada dua kupon dari Kisaki.
Dengan kata lain, Kisaki dan Rika, keduanya menyarankan untuk membuat kenangan yang indah antara mereka bertiga, orang tua dan anak.
Logikanya, mereka tidak bisa terus mengurung Alas Ramus di dalam apartemen berukuran 6 tatami, dan di samping itu, Ashiya bisa saja mati karena kelelahan cepat atau lambat.
"Well, kenapa tidak? Taman hiburan adalah tempat rekreasi kan?? Sebuah tempat di mana anak-anak bisa bersenang-senang. Kalian harus pergi dengan memaksimalkan penghematan dari kupon dan tiket ini."
Kata Suzuno, tapi ada sedikit masalah mengenai hal itu.
"Waktunya bersenang-senang dengan mommy dan daddy!"
Alas Ramus sudah memasuki mode liburan keluarga.
Dan dalam hal ini, keluarga yang dimaksud adalah Maou dan Emi.
Dalam kasus Kisaki memang sepenuhnya hanya kebetulan, tapi sepertinya ada maksud tersembunyi di balik tindakan Rika yang memberi Emi tiga kupon diskon tersebut.
"..uhh.."
Dalam suasana yang menyesakkan tersebut, Maou menganggukkan kepalanya seperti telah menemukan sesuatu.
Mendengar hal tersebut, Emi hanya gemetaran kecil.
"Jadi karena kau sudah membawa benda itu ke sini, aku anggap kau sudah mengambil keputusan, benar?"
"Te-tentang apa.....?"
"Hey, Alas Ramus, ayo kita pergi ke suatu tempat yang menyenangkan bersama, tapi tidak apa kan jika mommy tidak ikut?"
"Tidak mau!! Kita semua halus pelgi."
Itu adalah jawaban sepenuh hati yang bisa menggetarkan hati siapa saja.
Alas Ramus bangun dari pangkuan Maou dan berlari menuju Emi, saat berlari dia hampir saja menjatuhkan barley tea yang berada di atas meja. Tapi untungnya, Ashiya dengan cepat memindahkannya tepat waktu.
"Lalu bagaimana kalau kai pergi saja dengan mommy, tapi aku tidak ikut? Apa itu tidak apa-apa?"
"Tidak mau!!" Dia menjawab dengan tegas.
".. Ya begitulah yang dia katakan. Jika seseorang punya ide bagus, silakan bujuk Alas Ramus, kalian mendapatkan dukungan penuh dariku dan Emi."
"Apakah Chiho Sasaki tidak masalah dengan hal huwaaaaaa.."
Urushihara mencoba untuk menggoda Chiho dari dalam lemari, tapi Suzuno yang berdiri di sebelah lemari memukul lemari tersebut untuk membuatnya diam.
"A-akan tetapi, Raja Iblis, Emilia dan Alas Ramus.... Mereka bertiga kan...."
Ketika Ashiya memberikan pendapatnya dengan jujur, Chiho memberikan pendapat yang bertentangan dengan hal itu.
"... Yusa-san, bisakah kau pergi bersama mereka?"
"Huh? Chiho-chan?"
Bahkan Suzuno dan Ashiya pun terkejut dan mengangkat kepala mereka.
"Begini, kenapa kau tidak berpikir kalau ini untuk memastikan Maou-san tidak melakukan hal-hal yang aneh."
"...."
"Jika kau memikirkannya lagi, Maou-san tidak pernah berada di taman hiburan kan? Apa kau tidak khawatir, jika Maou-san yang hanya pernah pergi dari Sasazuka ke Shinjuku, membawa Alas Ramus berkeliling Tokyo sendirian?"
Maou tidaklah seburuk itu, tapi mengetahui kalau Chiho tidak benar-benar berpikir seperti itu mengenai dirinya, Maou tetap diam.
"Lagi pula kita masih belum tahu kan kenapa Alas Ramus bisa berada di Jepang? Jika seseorang yang jahat seperti Sariel-san melakukan sesuatu terhadap Alas Ramus-chan dan orang yang menargetkan Alas Ramus-chan itu berbuat seenaknya, apa itu tidak masalah kalau Maou-san dibunuh oleh orang lain selain dirimu?"
"... Chiho-dono, kau benar-benar harus mempertimbangkan karirmu dalam bidang hukum."
Suzuno berbisik dengan suara yang tidak bisa didengar siapapun.
Mereka memang masih belum tahu apakah Alas Ramus dijadikan target atau tidak, tapi kemungkinan yang dikatakan Chiho bukanlah hal yang mustahil juga.
"Tapi Chiho-chan, kau kan...."
"Ini bukan mengenai diriku, jika kau khawatir dengan Alas Ramus-chan, maka tetaplah bersamanya selama mungkin dan buatlah akhir yang bahagia untuk kita semua."
Chiho menjawab dengan sungguh-sungguh, meletakkan kedua tangannya di pinggang dan melihat ke arah Maou dan Emi. Emi menundukan kepalanya saat menyetujuinya dengan sedikit rasa sesal.
XxxxX
"Chiho-dono!!"
Kota Sasazuka saat ini sudah gelap. Sebuah suara memanggil Chiho ketika dia dalam perjalanan pulang.
"Huh? Suzuno-san?"
Suzuno berlari ke arah Chiho, sandal tradisionalnya membuat suara dengan irama yang menyegarkan.
"Ada apa? Apa ada barangku yang tertinggal?"
"Tidak, bukan itu."
Sambil membersihkan rambut yang berada di dahinya yang berkeringat, Suzuno pun bertanya.
"Aku tidak tahu, apakah aku harus menanyakan ini atau tidak.. Tapi apa kau benar-benar tidak masalah dengan hal itu?"
"Tidak masalah dengan apa?"
"Dengan apa...?? Um, mengenai Raja Iblis dan Emilia yang akan jalan-jalan bersama."
"Ohh.. Kupikir kita memang seharusnya khawatir kalau Maou-san dibunuh setelah terlibat pertarungan dengan Yusa-san.."
"Tidak, well, ya, tapi bukan itu yang aku maksud."
Chiho tersenyum seolah merasakan kasih sayang terhadap Suzuno, yang sedang bingung memilih kata-kata meskipun dia sudah berlari mengejarnya hanya untuk mengatakan sesuatu.
"Aku hanya sedikit khawatir, itu saja. Tapi aku tahu kok kalau Yusa-san tidak sebegitunya membenci Maou-san dan yang lainnya seperti yang selalu dia katakan."
Suzuno merasa jika Emi mendengarnya, mungkin Emi akan pingsan, tapi dia juga tidak mungkin membantahnya.
"Lagi pula, Maou-san bilang kalau dia mempercayaiku."
"Apa?"
"... Hehe, bukan apa-apa kok."
Chiho menaruh jari telunjuknya di depan mulut.
"Di samping itu, aku bukanlah satu-satunya orang yang harus kau khawatirkan, Yusa-san juga pulang malam kan?"
"Y-ya.. Seperti yang sudah diduga, dia bilang dia tidak bisa menginap."
"Jadi kupikir mungkin akan ada keributan besar setelah Yusa-san pulang, karena Ashiya-san."
"Karena Alsiel?"
Suzuno memiringkan kepalanya.
XxxxX
"Maou-sama, ini berbahaya, tolong pertimbangkan kembali."
Ketika Suzuno kembali, prediksi Chiho ternyata benar.
"Hey, tenanglah. Emi tidak mungkin akan menghajarku di tempat umum."
"Mungkin memang Emilia tidak berbahaya, tapi jika skenario terburuk yang diperkirakan oleh Sasaki-san terjadi dan Alas Ramus diincar oleh seseorang......"
"Aku bilang tenang!! Jika hal tersebut benar-benar akan terjadi, maka tidak ada bedanya apakah kita berdiam diri di sini atau pergi keluar. Apa kita akan aman dari penyerang yang berasal dari Ente Isla jika kita bersembunyi di apartemen ini dengan pintu dan jendela terkunci? Huh? Jika kita mengunci diri kita di sini dan gemetar ketakutan terhadap musuh yang sama sekali tidak kita ketahui, kita akan mati karena kepanasan di dalam oven ini jauh sebelum kita diserang."
"Bahkan semut pun bisa melancarkan serangan yang dapat menghancurkan dinding kastil."
"Kau akhirnya mengerti juga. Ini seperti kita berlindung dari peluru dengan perisai kertas. Dan bagaimana jika kita terlalu lama diam di sini dan Alas Ramus berubah menjadi seperti Urushihara?"
"Mereka benar-benar berbeda!!! Alas Ramus tidak akan pernah lupa untuk membawa piringnya padaku setelah dia selesai makan dan pasti akan selalu berkata "terima kasih untuk makananya"."
"Jadi kau mau bilang kalau Urushihara lebih rendah daripada Alas Ramus?"
"Tepat seperti yang anda katakan, Maou-sama."
"Urushihara!!"
"Tidak satupun dari kalian yang bicara dengan benar!"
Kepala Suzuno menjadi pening ketika mendengar semuanya dari jendela yang terbuka.
"Percakapan bodoh macam apa yang kalian bicarakan? Aku bisa mendengarnya dari luar."
"Suzu-neecha!! Selamat datang kembali."
Tidak menghiraukan percakapan orang dewasa seperti anak-anak pada umumnya, Alas Ramus bermain dengan menyobek-nyobek potongan koran di depan pintu. Dia mengangkat tangannya ke arah Suzuno dengan sangat antusias.
"Y-ya.. Terima kasih, aku pulang!!"
Mungkin karena tidak terbiasa dipanggil Suzu-neecha, wajah Suzuno kembali memerah.
"Suzu-neecha! Lihat! Sefi-ott."
"Hmm.. Apa itu??"
Alas Ramus menarik-narik lengan Yukata Suzuno dan menunjukkan padanya sebuah halaman yang penuh warna dari koran bekas dengan gambar iklan minivan.
Iklan tersebut mencoba mempromosikan kapasitas besar dari minivan tersebut, dengan gambar balon yang berjumlah besar dan berwarna-warni keluar dari dalamnya dan sebuah gambar kota sebagai latar belakangnya.
"Sefi ott!!"
"Hm... I-iya.. Aku tahu."
Suzuno menjawabnya asal, tidak tahu apa Alas Ramus katakan, dan kemudian.
"Di mana Emilia? Apa dia sudah pulang?"
Suzuno bertanya pada Maou.
"Hmm karena kau menanyakannya, kupikir tadi dia pulang setelah Chii-chan. Kau tidak berpapasan dengannya?"
"Tidak.... Tapi aku terkejut, Alas Ramus tidak menangis."
"Dia berjanji pada Emi, kalau dia akan menjadi anak yang baik. Dan kami akan berencana pergi hari minggu ini."
"Maou-sama, tolong pertimbangkan lagi....."
"Keteh, nezah, malkoo..... No bina, daddy, no bina!!"
"Hmm? Ada apa?"
Alas Ramus terlihat seperti benar-benar menyukai iklan minivan tersebut, dia memanggil-manggil Maou sambil membanting koran bekas itu lagi dan lagi.
Suzuno melihat mereka berdua, dan kemudian berbisik pada Ashiya.
"Jika kau benar-benar tidak setuju, kenapa kau tidak mengikuti mereka saja?"
Akan tetapi wajah Ashiya menjadi pucat setelah mendengarkan saran Suzuno karena suatu alasan yang tidak diketahui.
"Kita masih punya sisa kupon. Itu akan cukup kalau hanya untuk mengikuti mereka."
"Ta-tapi....."
Ashiya mulai mengerang dan tiba-tiba menunjukan pandangan khawatir.
"Maou-sama memang punya tiket gratis dan bahkan jika Emilia membayar sendiri, Alas Ramus masihlah anak-anak, jadi jumlah diskonnya pasti untuk anak-anak, meskipun jika itu setengah harga, perjalanan bolak-balik menggunakan kereta kan.... dan melihat waktunya, sepertinya mereka akan makan di luar juga. Jika seperti itu maka....."
Suzuno tidak perlu menjadi paranormal untuk memahami apa yang dibicarakan Ashiya.
"Lihatlah lebih teliti lagi Alsiel, taman hiburan ini tidak menggunakan sistem bayar untuk tiket masuk, jadi kau hanya perlu membayar untuk wahana yang kau naiki. Jika tujuanmu hanyalah mengikuti mereka, kau hanya perlu khawatir dengan biaya naik keretanya."
"Ohh.. Aku... Aku paham."
"Lalu kenapa kau tidak pergi? Aku yang akan menjaga rumah, seperti biasanya."
Begitu Ashiya mulai serius mempertimbangkannya, Urushihara pun menyela dengan nada senang dari dalam lemari. Tapi suara tersebut membuat Ashiya kembali bingung.
"Tidak!! Aku tidak bisa!! Dasar hina kau Urushihara!! Kau pasti berencana untuk memesan barang-barang aneh lagi ketika aku pergi untuk waktu yang lumayan lama, kan?"
"...."
Urushihara pun terdiam, sepertinya tebakan Ashiya benar.
"Jika kau ingin pergi, pergilah!! Aku akan mengawasi Lucifer juga."
"Hey!!"
"... Kenapa kau melakukan ini?"
Sebuah teriakan tanda keberatan terdengar dari dalam lemari. Ashiya menatap Suzuno dengan curiga.
Sementara itu, Maou dengan hening memunguti sobekan koran yang berserakan di mana-mana.
"Aku juga tinggal disini, jika suatu masalah benar-benar muncul, apa kau pikir Lucifer saja akan berguna?"
"Ugh.. Kenapa kau..."
"Hey, hey, Ashiya? Kenapa kau bertingkah seperti dia baru saja memukulmu dengan keras?"
"Memang mungkin kalau seseorang yang berhubungan dengan Alas Ramus akan muncul, tapi mereka belum tentu orang jahat seperti yang dikatakan Chiho-dono. Jika orang tuanya yang asli datang untuk mengambilnya, yang bisa kita lakukan hanyalah mengizinkan Alas Ramus pergi ke manapun dia harusnya berada. Di sisi lain, mungkin juga ketakutan kita benar-benar terjadi dan seseorang yang berniat jahat pada Alas Ramus muncul. Jika memang seperti itu, kemungkinan besar dia akan datang ke Villa Rose Sasazuka ini, tempat di mana gerbang itu pernah terbuka. Apa kau pikir Lucifer akan mampu menghadapi para penyerang itu sendiri jika hal tersebut benar-benar terjadi?"
"Ugh.. Mgmgmgmgmgmg.."
"Heeeey.. Ashiya, katakan padanya untuk menarik kata-katanya kembali, ayolah.. Katakan sesuatu!"
"Well, kau tidak perlu membuat keputusan, sampai harinya tiba."
"Ughmgmgmgmgmgmgmgmgmg.."
Suzuno meninggalkan Ashiya yang kepalanya seperti terbakar dan Urushihara yang sama sekali tidak bertanggung jawab. Kemudian dia berbalik menuju ke arah Maou.
"Kalau kau, kau bisa mengandalkan Emilia untuk melindungimu."
"Mmm yeah!! Ditambah lagi, disana pasti ada banyak orang, jadi bergantung pada situasinya, aku mungkin akan mendapatkan kembali kekuatan sihirku."
Maou sepertinya memperhatikan percakapan mereka tadi, meskipun sedang bermain dengan Alas Ramus.
"Hoh!! Tiferez!!"
Dan Alas Ramus masih saja bermain-main dengan iklan minivan tadi.
"Well, semua kekhawatiran kita tidak akan membantu kita sampai sesuatu itu benar-benar terjadi. Jadi aku hanya akan mengkhawatirkan situasi yang lebih realiatis, bahwa hari-hari yang damai itu akan terus berlanjut."
"Hm?? Apa maksudnya itu?"
"Menurutmu apa yang kumaksud?"
Maou menyentuh dengan lembut kepala Alas Ramus.
Alas Ramus selama ini asyik dengan iklan minivannya, tapi ketika dia menyadari tangan Maou di atas kepalanya, dia berusaha keras untuk menyentuh tangan Maou.
"Aku akan bekerja dengan sangat keras, itu saja. Saat kami tidak punya makanan untuk dimakan, semuanya berakhir!"
XxxxX
"Ughh!! Capek sekali!!"
Ketika Emi sampai ke rumahnya, dia langsung jatuh ke lantai di depan pintu bahkan tanpa melepas sepatunya.
Alas Ramus memang anak yang sangat manis, tapi dia tidak ada hubungannya dengan Emi sama sekali.
"... Apa yang harus aku lakukan?"
Sambil mengeluh, Emi melempar tasnya dan melepas sepatunya.
"... Kenapa aku menjadi sangat lemah? Aku hanya berpura-pura menjadi ibu Alas Ramus dan sama sekali bukan menjadi is-is-is-is...."
Dia tidak sanggup untuk menyelesaikan kata-katanya meskipun tidak ada orang lain di dekatnya.
"..... Tidak dalam jutaan tahun."
Setelah menghindari kata yang paling penting dari monolognya meski tidak ada seorangpun yang mendengarnya, Emi akhirnya menyelesaikan kalimatnya dan mengangkat kepalanya. Kemudian dia merapikan rambut dari leher dan keningnya yang terasa lengket karena keringat.
"... Mungkin aku harus pergi ke salon."
Ketika Emi secara tidak sadar menggumamkan kalimat tersebut, ponselnya tiba-tiba memainkan ringtone 'Raging General' dengan suara yang keras dari dalam tasnya.
"Uhh!! Hellooooo? ini akuuuuu, Emeradaaaaa."
"Huh? Emm? Aku benar-benar tidak menyangkanya!!!"
"Ap-apa yang tiba-tiba kau bicarakaaaaaan? Oh? Apa kau masih bekerjaaaaa?"
Emerada Etuva, rekan seperjuangan Emi dalam waktu yang sangat lama, bertanya lewat panggilan telepon, bingung dengan apa yang Emi bicarakan.
"U-uh.. Um tidak apa. Bukan apa-apa kok!!"
"Apa kau yakiiiiiin?? Kau tidak terdengar baik-baik sajaaaaaa"
Meskipun cara bicara Emerada terdengar sangat santai, tapi dia mempunyai intuisi yang tajam dan juga cerdik. Dia tidak menjadi pejabat tinggi yang melayani langsung pemimpin dari Benua Barat tanpa suatu alasan.
"Aku meneleponmu karena aku sangat cemaaaaaaas."
"A-aku bekerja keras kok! Aku juga tidak melupakan misiku sebagai pahlawan."
Emi hanya bisa mencoba untuk membenarkan dirinya sendiri.
"Okaaay, Aku merasa lega sekaraaaaang!!"
"Huh?"
"Ah, 'alang-alang' ku mengatakan padaku kalau gereja membuat pergerakan yang mencurigakan lagi, jadi aku ingin memastikan kalau kau baik-baik saja."
"Alang-alang" adalah semacam kode mata-mata atau sejenisnya, dan kecurigaan itu sepertinya mengarah pada Suzuno dan kelompoknya.
"Oh.. Jangan khawatir, seseorang dari gereja datang untuk menghubungiku, tidak seperti Orba dia adalah orang yang baik."
Emi mencoba menjelaskan tentang keberadaan Suzuno dan penyerangan Orba sekaligus.
Emerada sangatlah waspada terhadap orang-orang gereja yang muncul di sekitaran Emi, tapi dia juga berpikir kalau tidak semua orang dari gereja adalah musuh mereka. Dan dia sepertinya merasa puas mendengar penjelasan tentang Suzuno dan insiden tersebut.
"Aku ingin bilang terus terang padamu, tapi bukankah itu berbahaya? Malaikat itu masih di sana kan?"
"Benar... Tapi, well, bahkan di Jepang pun ada orang yang sangat kuat, jadi kita tidak perlu khawatir dengan Sariel sementara ini."
Tentu saja, yang dimaksud Emi dengan orang yang sangat kuat itu adalah manager dari McRonald cabang stasiun Hatagaya, Kisaki.
"Kami juga tidak tahu kenapa mereka menginginkan pedang suci."
"Hmm.. Kalau dipikir-pikir, kita juga tidak pernah memikirkan tentang asal-usul pedang suciiii. Menurut cerita, pedang tersebut dipercayakan kepada kita oleh surga semenjak jutaaaaaan tahun lalu, itupun yang dikatakan pihak gereja. Yah, aku akan mencoba mencari tahu kebenarannyaaaa."
"Iya terima kasih, tapi kau juga harus melaksanakan tanggung jawabmu pada negara, jadi jangan terlalu memaksakan diri. Apa pembangunannya berjalan lancar?"
"Orang-orang tidak bisa berhenti mengeluh mengenai hal ituuu, jadi sebaiknya jangan tanya akuuuuu."
Sebelum pasukan Raja Iblis tiba, 5 benua di Ente Isla tidak benar-benar punya hubungan yang baik satu sama lain. Sekarang setelah benua utama yang menjadi pusat perdagangan tidak lagi berfungsi, 4 benua lain saling terlibat pertengkaran politik untuk menggantikan posisi Isla Centrum.
"Tapi siapa yang menyangka kalau hakim dari gereja yang mempunyai panggilan "Sabit Kematian Bell" adalah orang yang kecil dan maniiiiiis. Akan bagus jika dia bergabung dengan pihak kita."
Emerada mengatakannya dengan enteng, menghentikan percakapan agar tidak berubah menjadi suram.
"Kau tidak seharusnya melabeli orang lain dengan kata "kecil dan manis"."
"Aku sering sekali salah dikira sebagai anggota baru pasukan yang tersesat ataupun dikira anak kecil."
Seperti Suzuno, Emerada mempunya tubuh yang kecil dan wajah seperti anak-anak, hal tersebut sering menyebabkannya terlibat dalan suatu masalah. Penampilannya sama sekali tidak menunjukan wibawa dan tugasnya sebagai penyihir istana dari negara Saint Aire di benua Barat.
"Jadi, itu sebabnya kau meneleponku?"
"Ohh.. Ya benar. Itu salah satunya.. Tapi aku juga ingin bertanya padamu. Apa Lailah mendatangimu?"
"Huh?"
Emi terkejut dengan topik pembicaraan yang tiba-tiba berubah.
"Beberapa saat yang lalu, dia bilang dia akan pergi ke pasar di luar kastil, tapi dia tidak kembali sejaaaaaak saat itu, dia bilang dia tidak bisa bergerak dengan bebas, jadi kupikir dia pergi ke suatu tempat, dan kemungkinan dia pergi ketempatmuuuuu."
"Well, sebelum itu, aku benar-benar tidak tahu, seperti wajah apa ibuku itu.... Huh? Tunggu sebentar, apa kau tinggal bersama ibuku?"
"Ini tidak seperti kami tinggal bersama... Um, Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya, tapiiii ini lebih seperti dia memaksakuuu."
"Oh.. Begitu ya?"
Emi tidak bisa berpikir harus bereaksi seperti apa.
"Po-pokoknya, selain Bell dan Sariel, tidak ada orang lain lagi yang datang kemari.. Oh..?"
Ketika Emi akan selesai berbicara, dia meninggikan suaranya seperti mengingat sesuatu.
"Umm.. Aku tidak tahu apa ini ada hubungannya atau tidak, tapi..."
Emi memantapkan pikirannya dan menceritakan tentang Alas Ramus, tapi tentu saja dia tidak mengatakan bagian di mana dia dan Maou dianggap sebagai orang tuanya.
"Seorang gadis keciiiil.. Di dalam benda yang mirip apel?? Aku tidak pernah dengar ada orang ataupun iblis yang seperti itu. Dan selain Crestia Bell, aku tidak pernah lagi merasakan ada gerbang besar yang terbuka di benua Barat."
"Begitu ya?... Aku memang terlalu memikirkannya."
Ente Isla adalah dunia yang luas, dan orang yang bisa menggunakan gerbang tidak dapat dihitung jumlahnya, Emerada bisa saja menjadi sosok dengan kekuatan yang besar di negaranya, tapi tidak mungkin dia bisa merasakan segalanya.
"Maaf, aku pikir itu ada hubungannya, tapi tidak usah khawatir, aku akan berhati-hati. Tapi meskipun aku bilang begitu tidak banyak hal yang bisa kulakukan saat ini."
"Tidak apaaaaa.. Dia memang selalu seenaknyaaa, seperti itulah dia, jadi mungkin saja dia akan pulang hari iniiii!! Aku hanya berpikir kalau aku harus memberitahumu. Aku juga akan mencarinya tanpa terlihat mencurigakan. Sudah yaaaaaa!!"
"Uh, tunggu, Em-"
Setelah Emerada selesai mengatakan hal itu, dia langsung menutup teleponnya. Selain Alas Ramus, Emi juga tidak pernah bertemu Lailah sebelumnya. Tapi karena dia tidak tahu seperti apa Lailah, tidak ada hal yang bisa dia lakukan meskipun dia menginginkannya.
".. Ohh.. Karena dia itu ibuku, aku yakin tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Setelah sampai pada kesimpulan itu, Emi segera melepas sandalnya dan masuk ke dalam apartemen.
Dia menyalakan TV dan AC bersamaan, kemudian duduk di kursinya.
"... Mungkin aku memang harus pergi ke salon kecantikan. Aku tidak ingin terlihat kelelahan."
Gumam Emi sambil memainkan rambut poninya.
Secara kebetulan, di TV saat ini sedang menayangkan iklan Tokyo Big Egg Town.
Iklan itu terlihat seperti kolaborasi yang aneh antara efek special pertunjukan pahlawan untuk anak laki-laki dan heroine anime untuk anak perempuan.
---End Of Part 1---
Lanjut ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 3 - Chapter 3 (Part 2)
Baca Semua Volume -> Index Hataraku Maou-Sama All Volume
Translated by : Me [Zhi End]
0 Komentar