[Translate] Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 - Chapter 9 : Makam
Kembali ke -> Re: Zero Arc 4 - Chapter 8
Chapter 9 : Makam.
"Tahanan rumah.... Itu kata-kata yang agak meresahkan...."
Menghadap Roswaal yang terbaring di kasur, Subaru hampir tidak bisa mengucapkan kata-kata tersebut ketika dia dengan cermat menganalisa kalimat yang baru saja dikatakan kepadanya. Dilihat dari alur percakapannya, Subaru biasanya mungkin akan menertawakannya sebagai lelucon yang bodoh, tapi sayangnya, dalam keadaan seperti ini, kata-kata tersebut sangatlah otentik. Bagaimanapun...
"Kalau begitu, apa itu artinya penduduk disini adalah orang memberikanmu luka-luka tersebut?"
Emilia nampak memiliki pendapat yang sama dengan Subaru sebagai bentuk kepercayaannya terhadap kata-kata Roswaal.
Terbungkus perban dengan darah yang meresap keluar, tubuh Roswaal saat ini berada dalam keadaan yang menyedihkan. Melihat dia seperti ini setidaknya telah menjadi bukti kalau apa yang dikatakannya itu memang benar, sekaligus menjadi alasan kenapa hal ini tidak bisa ditertawakan.
"Jika ada seseorang di desa yang bisa memberi luka parah seperti ini kepada Roswaal, itu artinya kita sedang berada di dalam situasi yang serius..."
Menyentuh rahang dengan tangannya sambil menelusuri tingkat kekuatan di dalam pikirannya, Subaru merasakan perasaan gelisah yang membara di dalam hatinya.
Eksistensi dari Roswaal L. Mathers, selain menjadi majikan Subaru di dunia paralel ini, dia juga adalah seorang pengguna sihir kuat yang level kekuatannya hanya bisa dicapai oleh beberapa orang saja.
Faktanya, kekuatan dari pria yang menduduki posisi sebagai Kepala Penyihir dari Kerajaan Lugunica ini bahkan 100 Subaru pun tidak akan punya kesempatan untuk menang melawannya, dia pun bisa dengan mudah memusnahkan sekumpulan Mabeast yang begitu kuat. Berpikir kalau dia akan berakhir dengan kondisi seperti ini.....
"Ah, tapi sepertinya kau salah pa~ham. Luka-lukaku tidak di sebab~kan oleh siapapun. Kalian tidak perlu waspada karena sesuatu yang aneh, ataupun merencanakan balas dendam demi diriku, ok~?"
"Jangan khawatir. Kau belum mendapatkan kesan positif dariku yang bisa membuatku merencanakan balas dendam yang sembrono seperti itu...... Yang lebih penting, apa maksudnya itu? Itu berbeda dari apa yang baru saja kau katakan. Bukankah kau seharusnya menjadi tahanan rumah....."
"Mengingat kalau aku terluka dan ditahan seperti ini, menyebutnya tahanan rumah tidaklah sepenuhnya sa~lah, hal itu sudah pasti. Ini tidak seperti aku terluka ketika proses penahananku, aku terluka, dan kemu~dian ditahan..... Meskipun aku menjelaskannya secara rinci, itu akan se~dikit berbeda."
Menanggapi cara berbicara Roswaal yang berbelit-belit, tanda tanya besar pun melayang di atas kepala Subaru. Menghancurkan semuanya, Subaru berhasil menenangkan dirinya dan memikirkan apa yang baru saja dikatakan kepadanya. Dengan kata lain...
"Jadi orang-orang di Sanctuary tidak ada hubungannya dengan luka-lukamu, apa benar begitu?"
"Tepatnya sih, kau tidak bisa sepenuhnya mengata~kan kalau mereka tidak ada kaitannya, tapi jika kau bertanya kepadaku apakah mereka bertanggunt jawab langsung terhadap luka-lukaku, maka jawabannya adalah tidak. Dengan kata lain, yah~ begitulah~."
"Dengan kata lain, mereka terlibat secara tidak langsung."
Roswaal mencondongkan kepalanya, dan untuk sesaat dia terlihat merasa malu karena analisis Subaru. Kemudian, dia menghela napas panjang, dan bercanda "Ini seperti melihat seorang anak kecil tumbuh dewasa, kurasa",
Melihat sikap itu, Subaru menganggapnya sebagai tanda kalau dia sudah semakin dekat dengan kebenarannya. Bertekad untuk tidak nengendurkan pertanyaannya, Subaru memilih kata-katanya selanjutnya dan bersiap melemparnya kepada Roswaal, tapi....
"..... Barusu, bagaimana jalau menunjukan sedikit kepedulian kepada Roswaal-sama?"
Mengucapkan hal itu, Ram yang belum hadir sampai saat ini, menyela percakapan tersebut. Dengan keliman roknya yang sedikit melambai, gadis itu memasuki ruangan dengan langkah yang begitu anggun dan meletakkan satu set teh panas yang dia bawa menggunakan nampan di atas meja.
Wangi teh tersebut menyebar ke seluruh ruangan, dengan rangsangan dari indera penciumannya, Subaru kini hanya menyadari kalau dia sudah keterlaluan. Ketika dia akan melanjutkan pertanyaannya, dia tiba-tiba menyadari betapa parahnya luka yang diderita oleh Roswaal.
"Menekan Roswaal-sama dengan begitu keras ketika dia sedang terluka parah dan kemudian menggali semuanya, apa kau puas? Lihat penderitaan Roswaal-sama, dia hampir menangis, bersimpatilah sedikit!"
"Ketika kau sudah berhasil membuatku menyesali tindakanku... Jangan katakan sesuatu yang akan merusak suasananya! Maksudku, apakah ini terlihat kalau dia sedang kesakitan dan hampir menangis? Bagiku dia tidak terlihat seperti itu!"
"Uuuhh, itu sa~kit, aku kesaki~tan. Kata-kata yang tidak memiliki kebaikan dan kepedulian memukul tepat pada luka-lukaku..."
Subaru merespon kata-kata Ram dengan jawaban kurang ajar. Seolah-olah mengejek kata-kata Subaru, Roswaal pun mulai melakukan sedikit pertunjukan di atas kasur. Ketika alis Subaru mulai berkedut karena jengkel, Emilia pun berdeham dan menghilangkan atmosfer ribut di dalam ruangan.
Sambil menarik ketiga pasang mata di ruangan tersebut untuk menatap kearahnya, Emilia pun memulai dengan 'Bagaimanapun',
"Siapapun bisa tahu kalau keadaan Roswaal sedang tidak bagus hanya dengan melihatnya saja, jadi ayo cepat selesaikan percakapan ini, Apa kau tidak memiliki sihir penyembuh?"
"Sihir penyembuh berada di luar kemampuan Ram, jadi....."
Menanggapi jawaban tanpa ekspresi namun menunjukan penyesalan milik Ram, Emilia pun menatap kearah Roswaal dengan mata yang hanya membawa sedikit ekspektasi. Melihat hal ini, Roswaal melambaikan tangannya.
"Aku juga. Aku mengkhususkan diri untuk sihir penghancur, kau ta~hu. Jika ada hubungannya dengan penghancuran, perusakan, ataupun penipuan, aku bisa melakukan banyak hal, tapi aku benar-benar tidak berguna jika berurusan dengan mantra penyembuh."
"Itu terlihat menyedihkan. Daripada hanya sihir penyerangan, kau seharusnya juga berlatih sihir pertahanan, jezz..."
Meski begitu, kapanpun Subaru memainkan sebuah game yang mana dia harus menentukan perkembangan karakternya, dia adalah tipe pemain super offense yang hanya akan memilih skill tipe serangan. Jadi dia tidak bisa terlalu kasar memarahi Roswaal.
Di saat yang sama ketika Subaru mencapai kesimpulan aneh ini, Emilia mendesah "Yah mau bagaimana lagi" dan,
"Puck tidak ada di sini, jadi aku tidak dalam keadaan terbaikku, tapi aku akan merapal sihir penyembuh. Aku harus berkonsentrasi ketika aku melakukannya, jadi ayo terlebih dulu kita selesaikan pembicaraan ini."
"Great Spirit-sama.....?"
Terkejut dengan informasi yang baru dibeberkan oleh Emilia, Roswaal dengan cepat menaikkan alisnya dan menyipitkan matanya. Itu adalah ekspresi yang dingin, tidak seperti sikapnya yang biasanya santai, itu adalah salah satu ekspresi yang jarang dilihat Subaru. Subaru tanpa sadar menegangkan bahunya dan berkata "Oy, oy",
"Sangat jarang melihatmu menunjukan ekspresi serius seperti itu. Apakah semengejutkan itu Puck tidak ada disini? Aku tidak pernah tahu kalau kau sebenarnya adalah penggila bulu mofumofu juga."
"Sayangnya, satu-satunya saat dimana aku cukup dekat dengan Great Spirit-sama sampai bisa menyentuhnya adalah ketika aku menawarinya ma~yo~nes. Itu benar-benar menakutkan..... Bagaimanapun, jadi begitu ya."
Tanpa mengabaikan gurauan Subaru, Roswaal pun menyipitkan alisnya sambil merenung. Ketika melakukan hal ini, dia tiba-tiba mengarahkan pupil mata kirinya yang berwarna kuning kearah Emilia.
"Emilia-sama, kau tidak merasa tidak nyaman, atau berbeda dari biasa~nya, kan?"
".....? Selain Puck yang belum menampakan wajahnya, rasanya tidak ada yang salah. Puck mulai tidak muncul bahkan sebelum kami sampai di Sanctuary, jadi..... Ah, ada satu hal...."
Mengangkat jarinya seolah-olah sedang mengajukan sebuah pertanyaan, Emilia kemudian dengan cepat mengarahkan pandangannya ke arah sekitar mereka..... Tidak hanya bagian dalam dimana saat ini mereka berada, tapi sepertinya dia juga menatap seluruh Sanctuary di bagian luar sana, dan setelah melakukan hal itu, dia berbicara dengan suara yang pelan,
"Semenjak memasuki Sanctuary... Tidak, mungkin sejak memasuki hutan, aku merasa respon para roh menjadi semakin lemah. Dan tadi, ketika kita ada di luar, aku.... merasa ada tatapan aneh yang sedang menatapku."
"Tatapan aneh??"
Terkejut dengan apa yang dia dengar, Subaru mencondongkan kepalanya, Emilia merespon "Ya" dan menarik dagunya kedalam sebagai bentuk konfirmasi. Usai menjelaskan kalau inilah alasan kenapa ekspresinya menjadi suram setelah berpisah dengan Garfiel dan yang lainnya, dia melanjutkan...
"Itu seperti aku sedang diawasi. Rasanya benar-benar tidak menyenangkan... Kupikir, itu hanya aku, jadi aku tidak memberitahumu."
"Tak ada satupun pera~saan Emilia-sama yang keliru. Tempat ini adalah tempat yang tidak menyenangkan bagi para roh, dan terlebih lagi, penghuni disini tidak memiliki perasaan apapun selain pera~saan tidak~ nyaman terhadap kehadiranmu."
Merespon kata-kata cemas Emilia, Roswaal menumpahkan kata-kata tersebut tanpa pertimbangan apapun. Melihat mata Emilia yang terkesan sedang tersakiti dan goyah, Subaru pun seketika menoleh kearah Roswaal dan ingin membuka mulutnya untuk membantah, tapi,
"Well, bagaimana kalau kau membiarkannya saja? Kau tidak seharusnya begitu keras dengan pria yang sedang terluka. "Pelarian paruh tutul sedang memanas sekarang", iya kan?"
"Kurasa itu memang sangat disayangkan.... aku tidak cukup mengerti untuk mengatakan kalau aku paham. Tapi ini hanyalah keluhan kecil, kita ini benar-benar telah menciptakan komunikasi yang bisa dimengerti di antara kita, ya kan?"
Melihat melewati pundaknya, Subaru mengangkat bahunya ketika dia melihat Garfiel yang sedang bersandar di pintu sambil menunjukan gigi-giginya. Melihat reaksi Subaru, Garfiel pun membuat suara dengan menggertakan giginya dan melihat ke sekitar ruangan.
"Rumah nenek dianggap rumah paling luas dan bagus disini, tapi dengan begitu banyak orang, rumah ini menjadi sempit huh? Oiya, aku meninggalkan pria berisik itu di belakang."
"Setelah kau mengatakannya, aku memang tidak melihat Otto di sekitar sini.... Apa dia sudah pulang? Apa kau memakannya?"
Emilia terlihat kaget mendengar pertanyaan Subaru, tapi Garfiel tertawa terbahak-bahak dan memukul lututnya, seolah-olah dia baru saja mendengar sebuah lelucon yang luar biasa.
"Aku memang memiliki darah karnivora, tapi kurasa aku tidak akan memakannya. Terutama karena pria itu terlihat akan menjadi semakin berisik ketika aku memakannya. Dia mengatakan sesuatu seperti sedang cemas dengan naga dan keretanya.... Well, dia memiliki begitu banyak alasan dan menjalankan semuanya."
Dengan satu tangan terayun dan cara berjalan yang kasar, Garfiel mendudukkan dirinya di atas kursi yang berada di dekat dinding, kemudian melihat ke arah Ram yang menatap dirinya melalui sudut matanya.
"Teh."
"Aku akan keluar untuk mengumpulkan daun-daun yang jatuh, jadi bisakah kau menugguku?"
"Meskipun aku merasa curiga, tapi, apa yang akan kau lakukan dengan daun-daun yang jatuh itu?"
"Aku tidak ingin membuang-buang daun teh yang berharga untuk seseorang yang tidak mengerti wangi ataupun rasanya. Itulah jawaban Ram."
Setelah menyatakan hal tersebut dengan sikap seperti hewan berdarah dingin, Ram benar-benar pergi keluar meninggalkan bangunan tersebut. Menunjuk jarinya kearah punggung Ram, Subaru menatap Garfiel dan bertanya tanpa kata-kata "apa yang kau sukai dari dia?". Meresponnya, sambil mengejar punggung Ram dengan menggunakan tatapannya, Garfiel mengatakan,
"Wanita berkemauan kuat adalah wanita yang layak untuk dikejar, bukankah begitu? Dan sebagai pria, tertarik dengan wanita luar biasa seperti itu bukanlah sesuatu yang aneh."
"Hal-hal seperti pria dan wanita... kita ini tidak sedang berbicara tentang melepas ayam, jadi jangan gunakan itu terus menerus. Bagaimanapun, Ram itu wanita muda yang baik, kau tahu. Memanggilnya seperti itu...."
"Huh? Apa yang kau katakan? Aku memperlakukannya sebaik wanita manapun yang meminta untuk diperlakukan yeah? Dan juga, sebelum itu, kami....."
Ketika Subaru menawarkan sarannya yang jujur dengan cara berbicara yang tidak biasa, Garfiel mengernyitkan dahinya seolah-olah dia baru saja menyadari sesuatu dan mengangkat alisnya. Wajah Garfiel menunjukan ekspresi tidak senang dan memberikan tatapan yang dipenuhi bilah pedang kearah Roswaal yang berada di atas ranjang.
"Bangsat, kau belum memberitahu mereka? Jika kau hanya bersikap melemah, aku akan menganggapnya sebagai sebuah lelucon, tapi semenjak Half-Elf.... semenjak Emilia-sama datang kesini, itu sudah urusan yang beda lagi.
".....Eh?"
Garfiel meletakkan kejengkelan yang dia rasakan pada lidahnya dan langsung meludahkannya. Emilia nampak kaget ketika mendengar namanya disebut-sebut dalam kalimat Garfiel. Tapi, tanpa memperdulikan keheranan Emilia, Garfiel membentak Roswaal dengan ekspresi yang dipenuhi dengan lebih banyak kemarahan dibandingkan sebelumnya.
"Saat Emilia-sama memasuki Sanctuary, kita sudah berada dalam kekacauan ini, kau tahu. Apa yang akan kau lakukan? Kau bahkan belum memulai masalah utamanya di sini. Bangsat, apa kalian semua datang kesini hanya untuk bermain-main?"
Separuh bagian akhir dari kemarahan Garfiel, tidak hanya ditujukan kepada Roswaal, tapi itu juga ditujukan kepada Subaru dan Emilia yang terdiam. Bagaimanapun, kemarahan di dalam tatapan yang dia tujukan pada Emilia sama sekali tidaklah lucu, dan seolah-olah ingin melindungi Emilia yang menyusutkan pundaknya, Subaru pun melangkah ke depan...
"Tunggu. Aku paham kalau kau sedang marah, tapi aku tidak tahu kenapa kau marah. Kau hanya akan menjadi semakin marah jika kau terus berbicara dengan seseoramg yang tidak tahu apa-apa, iya kan?"
"Yeah, tapi itulah yang membuatku kesal, ketika semua orang disini bahkan tidak tahu apa-apa....."
"Tapi orang yang mengabaikan 'semua orang disini' dan berbicara pada Emilia seperti itu adalah kau dan Roswaal yang ada di sebelah sana itu, kan? Jika kau benar-benar peduli dengan masalah itu dan ingin melakukan sesuatu, maka penuhilah tanggung jawabmu untuk menjelaskannya. Mengharapkan kami untuk mengerti tanpa menjelaskan apa-apa hanya akan membuatmu terlihat sama memalukannya dengan diriku beberapa waktu lalu, kau tahu."
Ketika dia menghadapi Garfiel, Subaru merasa kalau tekanan yang datang dari Garfiel menjadi semakin kuat. Tubuh Garfiel memang lebih pendek dibandingkan Subaru dan ketika dia sedang duduk, perbedaan tinggi badan mereka berdua sangatlah signifikan. Meski begitu, tubuhnya yang kecil itu hampir tidak terasa. Tidak, mengingat kepadatan tekanan yang terpancar dari tubuh Garfiel, bagi seorang Subaru, Garfiel terlihat seperti batuan yang sangat besar.
Mengetahui kalau sebenarnya Subaru adalah seorang pengecut, mengalihkan pandangan dan mundur adalah tindakan yang sudah bisa diperkirakan.
Tapi,
"Subaru..."
Subaru merasa ada jari-jari lembut yang sedang menggenggam lengan bajunya dengan erat. Suara yang tidak memiliki rasa percaya diri memanggil nama Subaru melewati daun telinganya, hal itu mengisi lututnya yang bergetar dengan kekuatan yang baru.
Emilia berdiri di belakang Subaru, mengandalkan Subaru dalam keadaannya yang tidak pasti ini.
Apakah dia akan benar-benar membiarkan lututnya bertekuk di hadapan Emilia, bisakah dia melakukan sesuatu selemah itu?
"....Tch."
Mereka bertukar pandangan dalam keadaan hening, dan yang pertama mengalihkan pandangannya adalah Garfiel. Ketika dia mendecapkan lidah dan menyerahkan kembali berat badannya pada kursi, dia menyisipkan jarinya diantara rambut pendek berwarna emasnya dan mulai menggaruknya dengan kasar.
"Aaah! Aku tahu, aku hanya melampiaskan semuanya padamu. Aku juga membentak, maafkan aku, oy!"
"Tidak, kau belum benar-benar mengatakannya. Tapi sebelum itu, apa tidak ada seorangpun yang memberitahumu kalau kau itu punya kepribadian yang menjengkelkan?"
Secepat dia menjadi emosional dan berpikiran pendek, secepat itu pula dia mendapatkan kembali rasionalitasnya dan mengakui kesahalahannya. Subaru pikir itu adalah kepribadian yang sangat kasar, dan daripada marah, Subaru lebih memilih untuk menunjukan sebuah senyum kecut.
Melihat hal ini, Garfiel mengeluarkan sebuah desahan yang sangat tidak cocok, "Haaa",
"Berisik, kalau begitu aku akan diam, jadi teruskan saja pembicaraannya, jika aku ikut bergabung, pembicaraannya tidak akan akan ada kemajuan dan malah menjadi menjengkelkan."
"Fakta bahwa kau mengalisa dirimu sendiri sebaik ini, namun kemudian membiarkannya tanpa merubah apa-apa.... Aku menganggap itu sebagai sesuatu sangat luar biasa."
"Memujiku tidak akan berguna, karena aku tidak memahami hal-hal yang rumit. Tuch"
Melihat Subaru dari yang semula jengkel menjadi kagum, Garfiel pun mendengus. Kemudian, Ram yang baru kembali dari luar, memberinya secangkir teh panas.
"Inilah definisi dari teh berkelas rendah."
"Bukankah kau sebaiknya berbicara dengan sedikit lebih sopan ketika memberikan sesuatu kepada seseorang?"
Ram menjawab dengan "Begitukah?" dan menyerahkan cangkir tersebut dengan ekspresi yang tenang. Garfiel menerima teh tersebut, dan meskipun masih panas, Garfiel menumpahkan teh tersebut ke dalam tenggorokannya sekaligus. Meskipun dia adalah karnivora, rupanya dia tidak memiliki lidah yang sensitif. Melihat Garfiel mengosongkan cangkir tersebut dalam satu tegukan, Ram menghela napas panjang.
"Seperti biasa, kau adalah pria yang tidak menghargai teh. Itu tidak cocok dengan Ram."
"Tapi teh ini rasanya seperti daun. Jika kau ingin membasahi tenggorokanmu, air saja sudah cukup kan?"
"Meskipun aku setuju kalau teh itu rasanya memang seperti daun, tapi aku benar-benar keberatan dengan komentar ekstrem itu. Ram, bagaimana kalau kau membiarkannya meminum secangkir teh yang lain?"
Ketika Subaru mengatakan hal itu, Ram menyerahkan secangkir teh lain kepada Garfiel. Warna bergelombangnya agak mirip dengan sesuatu seperti 'dedaunan musim gugur', dan meskipun menyadari hal ini dari kejauhan, Subaru tidak menghentikan dirinya dari.... nah, merekomendasikannya.
"Hey, kau benar-benar cerdas, ya kan? Kau paham kalau satu cangkir saja tidak cukup..... Pfftt! Haaah!? Oooy, kau... bukankah ini hanya air daun...?"
"Jika itu untuk membasahi tenggorokanmu, entah itu air, teh, ataupun air daun, mereka semua itu sama saja kan? Karena kau sudah menaruhnya di bibirmu, teruskan saja dan minum semuanya. Jika kau menyisakan sesuatu.... Aku akan mempelintir itu."
Tanpa mengatakan apa yang sebenarnya ingin dia pelintir, Ram menatap tajam kearah selangkangan Garfiel. Hanya dengan itu saja, Subaru menyadari kalau target Ram adalah bagian vital dan tanpa sadar menutup kakinya karena merasakan tanda bahaya. Garfiel dengan enggan menghabiskan isi cangkirnya, dan menelan semua rasa pahitnya. Di sisi lain, Roswaal yang sejauh ini hanya mengamati percakapan mereka, tiba-tiba menyemburkan...
"Aaa~~ha. Apa ka~lian semua khawatir dengan kondisiku dan bermaksud membiarkanku beristirahat? Ataukah ini rencana kalian untuk membuatku tertawa dan mem~buka kembali lukaku? Jika benar begitu, maka kalian ber~hasil."
Mengatakan hal itu, Roswaal perlahan menyentuh perban yang membungkus bagian atas kepalanya sambil menyeringai dengan pahit. Faktanya, kau bisa melihat warna merah samar mulai menyebar melewati warna putih dari kain tersebut. Kemudian, mood di dalam ruangan yang menjadi lebih santai hingga sekarang, berubah, dan Ram yang rona wajahnya berubah pun mendekati Roswaal. Ram kemudian menutupi tangan Roswaal yang menekan lukanya atas kemauannya sendiri dan,
"Maafkan aku Roswaal-sama. Meskipun Ram berada di sampingmu....."
"Bukankah lelucon tehmu yang sudah membuatnya tertawa?"
Gangguan Subaru dibuat diam oleh tatapan tajam milik Ram, Subaru menghentikannya dan melihat kearah kondisi Roswaal. Setidaknya pendarahannya terlihat tidak terlalu serius. Pendarahan lukanya baru saja berhenti...... Dengan kata lain, sekarang mungkin adalah waktu yang paling penting untuk kesembuhannya.
"Roswaal, kupikir akan lebih baik kalau aku merawatmu...."
"Tidak~~ itu tidak perlu Emilia-sama."
Mencapai kesimpulan yang sama dengan Subaru, sekumpulan roh pun muncul di udara sekeliling Emilia ketika dia mendekat kearah Roswaal. Tapi dia dihentikan sendiri oleh Roswaal yang menggelengkan kepalanya. Para roh yang bersinar dengan warna biru-putih, terlihat goyah, seolah-olah terpengaruh oleh ketidakyakinan tuannya.
Melihat bagian samping pipi Emilia yang cantik, Subaru menyadari,
...... Ketika sekumpulan roh itu melayang di sekitar Emilia, karena alasan yang tidak dipahami Subaru, Garfiel menatap Emilia dengan tatapan yang dingin.
"Lagipula, saat ini ada sesuatu yang lebih penting daripada luka ke~cilku ini. Ini tidak seperti hi~dupku berada dalam bahaya, jadi tolong prioritaskan masalah lain terlebih dahulu."
"Meskipun kau bilang begitu, tidak mungkin aku akan melakukannya. Ketika ada orang yang terluka, mengabaikannya untuk masalah lain itu akan...."
"Meski aku memberitahumu kalau ini penting agar kau bisa menduduki tahta?"
Ritme Emilia yang biasanya, hancur, dan adegan dimana dia berniat menyembuhkan Roswaal dengan paksa jika memang diperlukan, berhenti seketika. Mendengarkan pernyataan Roswaal, pipi Emilia pun menjadi kaku, mata berwarna violetnya terbuka lebar. Mata berwarna kuning itu menyaksikan kejadian ini dengan tajam seolah-olah melihat sampai bagian dalam Emilia, mata itu berkilau penuh teka-teki.
"Bagi rumah Mathers, Sanctuary ini hanyalah sepetak lahan yang diturunkan dari generasi ke generasi, tapi bagi masa depan Emilia-sama, tempat ini memiliki makna... ya, mak~na yang mendalam. Oleh karena itu, apapun alasannya aku memang berniat mengajakmu kesini.... Hanya saja, kau muncul lebih cepat dibandingkan yang sudah kurencanakan, bukankah begitu?"
"Penting bagiku....? Hey, apa maksudnya itu...."
"Masalah Sanctuary dan masalah Emilia-sama itu memiliki hubungan erat. Jadi, mungkin, di tempat ini, Emili-sama akan menemukannya, menemukan dukungan Emilia-sama."
"......?"
Membeku di tempat, Subaru menyaksikan ekspresi Emilia berubah. Menyadari perubahan ini, Roswaal mengamati ekspresi Emilia dan terlihat menganggap semua ini sesuai dengan rencananya. Di sisi lain, Subaru yang masih tidak bisa memahami pertukaran emosi diantara mereka berdua, saat ini hanya bisa menjadi jengkel.
Akan tetapi, sebelum pergolakan itu berubah menjadi kata-kata, Roswaal menunjuk ke arah Garfiel yang terdiam.
"Giliranmu Garfiel. Ajak mereka berdua berkeliling Sanctuary..... Tepatnya, ke makam!"
".... Heh, apa itu ide yang bagus?"
Sambil mengayunkan cangkir kosong di jari-jarinya, Garfiel mengeluarkan tawa pelan. Merespon pertanyaan tersebut, Roswaal menarik dagunya ke dalam dan dengan dengan lembut mengelus rambut berwarna peach milik Ram ketika Ram sedang mengganti perban pada luka-lukanya.
"Hal pertama dan paling penting adalah memahami situ~asi. Menjelaskan kondisi dan masalah lainnya bisa dilakukan se~telah matahari terbenam, tapi tidak untuk bagian makamnya."
"Ah, begitu? Matahari akan segera terbenam. Itu tidak akan menjadi sesederhana itu saat hal itu terjadi. Baiklah, aku akan mengajak kalian berkeliling."
Berdiri, Garfiel meletakkan cangkirnya di atas kursi tempat dimana dia duduk dan memalingkan wajahnya kearah Subaru dan Emilia. Melihat kearah mereka berdua yang mengikuti pembicaraan ini, namun tertinggal secara keseluruhan, Garfiel pun memiringkan kepalanya dan membuka mulutnya untuk menunjukan taring-taringnya.
"Jangan terlihat bodoh begitu. Jika kau tidak ingin menjadi seperti 'Hoikoro yang mengamuk dari kemarin' atau sesuatu yang bodoh seperti itu, kita sebaiknya segera berangkat."
"Tunggu, tunggu, tunggu!! Kami sama sekali tidak bisa memahami percakapan ini. Bahkan aku belum selesai berbicara dengan Roswaal, kau tahu. Setidaknya biarkan aku menyelesaikannya sebelum...."
"Luka Roswaal-sama terbuka. Mengganti perban dan membiarkannya beristirahat adalah prioritas saat ini. Barusu sebaiknya mengikuti apa yang diperintahkan Roswaal-sama dan pergi menuju makam."
Subaru mencoba melawan paksaan Garfiel, tapi hal itu dipotong oleh suara tegas Ram. Dia menatap Subaru dengan tatapan dinginnya yang biasa dan meletakkan sebelah tangannya di atas kasur.
"Tenanglah, kita akan membicarakannya lagi malam ini. Roswaal-sama tidak akan kabur atau semacamnya. Tapi jika kau tidak mengunjungi makam sebelum matahari terbenam, 'itu' akan pergi."
"Aku tidak pernah mendengar ada kuburan se-energik itu dalam hidupku."
Sambil menggaruk kepalanya dengan pasrah, Subaru merasa tatapan Emilia saat ini sedang menusuk sisi wajahnya. Mata Emilia dipenuhi dengan emosi suram, dia terlihat menyerahkan semuanya pada Subaru untuk memutuskan apa yang sebaiknya mereka lakukan.
Tetap disini dan menyelesaikan pembicaraan mereka dengan Roswaal atau mengikuti keinginan Roswaal dan diantar oleh Garfiel ke makam..... Jawabannya sudah diputuskan.
"Aku mengerti. Kami akan pergi ke makam itu. Itu sangat penting kan? Kami pasti akan membuatmu menjawab semua pertanyaan kami dengan benar ketika kami kembali nanti."
"Ma~af, karena situasinya menjadi seperti ini. Ke~tika malam tiba, kita bisa mendiskusikan semuanya, se~mua sampai ke akar-akarnya."
Mendengar pendapat Subaru, Emilia merilekskan bahunya, sementara Roswaal mengangguk puas. Garfiel dan Ram juga terlihat menerimanya, dan mereka berdua mulai bergerak untuk melakukan tugasnya masing-masing. Namun, sebelum itu, Subaru berkata "Ada satu hal", sambil mengangkat satu jarinya.
"Sebelum menuju ke makam, ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu."
"Hmmm~? Aku tidak keberatan? Jika itu adalah sesuatu yang bisa kujawab dengan sederhana, kau bisa bertanya apa~ saja."
"Baiklah, akan kupegang kata-katamu..... 'Rem', apa kau pernah mendengar nama itu sebelumnya?"
Berpura-pura mengganti topik, Subaru mengucapkan pertanyaan vital tersebut. Mendengar pertanyaan Subaru, orang pertama yang bereaksi adalah Ram. Namun, itu bukanlah jawaban yang Subaru harapkan.
Ketika nama itu memasuki telinganya, Ram memiringkan kepalanya seolah-olah dia baru saja mendengar istilah yang belum pernah didengarnya. Ketika harapan Subaru runtuh, Roswaal menggumamkan kembali nama tersebut di mulutnya.
".... Ya?"
"Omu, maaf, tapi itu tidak terdengar fami~liar. Aku merasa kalau itu mirip dengan Ram, tapi itu mungkin hanya salah pengucapan saja."
(*Geh, Fami-liar :3)
"Be-begitu ya. Tidak kok. Jika kau tidak mengingatnya, tidak ada, tidak ada yang bisa kau lakukan."
Menolehkan kepalanya ke samping, Subaru menerima jawaban tersebut.
Jawaban Ram dan Roswaal menghancurkan harapan kecil yang ada di dalam hati Subaru. Bagi Rem, mereka berdua adalah orang yang menghabiskan waktu paling lama bersamanya, orang yang dia berikan seluruh hidupnya dan orang yang dia kagumi dan cintai. Namun mereka melupakannya.
Menerima fakta ini, udara di dalam hati Subaru seketika menjadi suram, dan dia dengan bijaksana mengakuinya.
..... Di dunia ini, satu-satunya orang yang bisa mengingat Rem adalah dia sendiri.
"Subaru, apa kau baik-baik saja?"
Dengan suara cemas, Emilia menyentuh ujung lengan baju Subaru dengan lembut. Menikmati kelembutan ujung jari Emilia, Subaru tidak ingin membuat Emilia melihat kesuraman di wajahnya. Dia menutup matanya dan dengan paksa mengangkat kepalanya.
"Aku baik-baik saja. Ini tidak seperti aku memiliki ekspektasi khusus apapun. Kurang lebih aku sudah tahu kalau akan jadi seperti ini.... Apa yang harus kulakukan, dengan cara apapun, aku sudah memiliki tekad tersebut."
"En, ayo kita temukan caranya. Aku juga akan membantumu."
Emilia mengangguk menanggapi tekad Subaru dan menjanjikan bantuannya. Ketika hati yang telah hancur itu kembali pulih karena perhatian Emilia yang lembut, Subaru mengangkat bahunya,
"Ketika Rem bangun.... Cintaku tidak akan sepenuhnya hanya untuk Emilia-tan saja lo~.... Apa kau tidak akan cemburu?"
"Perasaan Subaru untukku, jika perasaan itu semakin berkurang, mungkin saja aku akan merasa begitu... Tapi itu tidak seperti itu kan? Bagianku dan bagian Rem-san, kau pernah bilang kalau kau sudah merencanakan mereka dengan benar dan seadil-adilnya kan?"
Merespon candaan genit Subaru, Emilia membuat sebuah jawaban yang tidak terduga. Merasa ngeri dengan jawaban itu, Subaru tidak bisa mengatakan sepatah katapun dari mulutnya, wajah Emilia hanya sedikit tersipu, dan dengan senyum yang lembut...
"Ayo Subaru. Aku juga ingin segera mempertemukan Ram dengan Rem."
"A, aahh, yeah. Eh, benar."
Meskipun Ram tidak bisa mengingatnya, itu akan menjadi reuni antara dua saudara kembar. Apakah reuni itu akan memanggil kembali ingatannya ataukah malah mengirimkan gelombang kejut pada cinta mereka yang pernah mereka miliki satu sama lain?
Meskipun itu adalah sebuah harapan yang rapuh, Subaru ingin bergantung pada harapan itu selama itu masih ada artinya.
"Barusu."
Ketika Emilia mengikuti Garfiel keluar ruangan, dan Subaru juga berbalik untuk mengikutinya, dia dihentikan oleh sebuah suara panggilan dari belakang.
Melihatnya, terdapat Ram yang dengan cepat mendekatinya. Sambil membawa perban pengganti untuk luka-luka Roswaal di tangannya, dia mendekat ke samping Subaru.
"Ada apa? Jika kau berencana melakukan permainan-perban, ketika kami sudah pergi, kau bisa memiliki Roswaal seutuhnya...."
"Hanya Emilia-sama yang diperbolehkan memasuki makam. Barusu jangan pernah memasukinya."
Mengabaikan leluconnya, nada tajam Ram langsung menghancurkan tingkah laku Subaru.
Suara Ram terdengar pelan, dan dia berbicara dengan volume yang bahkan tidak bisa didengar Roswaal. Melihat Subaru mengernyitkan dahinya, untuk berjaga-jaga, Ram mengatakannya sekali lagi.
"..... Jika kau tidak ingin terjerat dengan keinginan gila Penyihir, dalam keadaan apapun, jangan pernah, memasuki makam."
Ram mengulanginya sekali lagi.
....... Udara di dalam makam terasa dingin dan tegas, dan secara harfiah, sebuah sensasi dingin khas dunia lain menyertai atmosfer yang menyapa Subaru.
Setiap langkah yang dia ambil mengeluarkan bunyi gema dari sol sepatunya, dan entah dia menginginkannya atau tidak, hal itu menegaskan keberadaannya di tempat ini. Tapi meski begitu, suara dari langkah kaki itu memberinya ketenangan yang tidak terduga.
....... Di dalam kegelapan yang bahkan tidak memungkinkan dia untuk melihat beberapa meter ke depan, di dalam suasana yang membuat keberadaanya menjadi diragukan, bahkan suara ini saja bisa menjadi penghibur bagi diri Subaru.
Tidak tahu dimana keberadaannya, dinding yang menjadi satu-satunya sumber referensinya telah lama menghilang. Terus berjalan, apakah dia hampir mencapai akhir dari jalan ini? Subaru merasa kalau dia harus berhenti.
Tapi suara dari langkah kakinya menyangkal hal ini. Di dalam kepastian alunan langkah kaki ini adalah bukti keberadaan Subaru; kenyataan langkah kakinya sudah terjamin, dan bergantung pada penghibur kecil ini, dia pun terus berjalan.
Berapa lama waktu sudah terlewati? Mustahil kau bisa tahu di dalam kegelapan ini. Bahkan pikiran Subaru menjadi samar, dan tenggorokannya yang sudah menyerah memanggil bantuan, kini telah membeku. Meski terus berjalan seperti ini, rasa lelah sama sekali tidak hinggap di tubuh Subaru, tapi karena hal ini, sensasi dari anggota tubuhnya juga menjadi samar.
Mengabaikannya, dia terus saja berjalan. Dia harus terus berjalan. Dia tidak boleh menyerah.
Dia melarang dirinya sendiri untuk berhenti. Berjalan dan terus berjalan. Meskipun harus hancur karena beban yang dibawanya, dia harus menggertakkan giginya dan terus berjalan.
Kalau tidak, bagaimana dia akan menunjukan mukanya pada gadis itu....
"..... Begitu ya, jadi ini intimu? Sungguh sangat menarik!"
Sebuah suara tiba-tiba terdengar, dan seketika, suara itu juga berakhir, seolah menghilang selamanya tertelan tirai yang jatuh.
Kegelapan yang tidak bisa digambarkan yang mana terbentang luas tidak peduli kemana dia menghadap, seketika menjadi terang benderang seperti saat siang hari, koridor batu kecil pun terbentuk... nampak lebih luas dibandingkan dengan ujung dunia. Bumi yang bertumpuk di bawah sol sepatunya memadamkan suara langkah kaki Subaru, dan udara menjijikkan yang melebihi apapun, menyebabkan mual di dadanya, terkapar seluruhnya.
Benar-benar berbeda dengan dunia saat ini, itu adalah realitas yang cocok disebut kehancuran kuno.... Pemandangan yang dia pikir pernah dia lihat sebelum memasuki Makam terbentang di hadapan Subaru, Subaru pun kehilangan kata-katanya.
Di hadapannya, seseorang tiba-tiba mendekat. Itu adalah....
"Maafkan aku atas sambutan yang menggelikan ini. Aku tidak bermaksud menjadi seperti ini, tapi apapun alasannya, tubuh ini adalah perwujudan dari Keserakahan. Hasrat ingin tahu itu.... mustahil untuk dihindari."
Putih murni seperti putri salju pertama, adalah kesan putih yang dimiliki gadis itu.
Rambut panjang yang menghiasi punggungnya berkilau seperti refleksi salju di dalam khayalan putih yang suci, dan beberapa bercak di kulitnya yang terlihat, nampak tembus pandang dan cantik. Cahaya kebijaksanaan terpancar dari matanya, dia menutupi tubuhnya dengan gaun sederhana berwarna hitam seperti tinta, tampilan dari dua warna yang berlawanan tersebut semakin menghiasi kecantikannya.
Siapapun yang memiliki mata pasti akan terpikat oleh kecantikan itu...... Namun apa yang mencengkram seluruh tubuh Subaru adalah rasa ngeri yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
Bahkan tekanan yang dia rasakan ketika pertama kali bertemu Paus Putih, tidak bisa dibandingkan dengan hal ini.
Sebelum Subaru yang tidak bisa berkata-kata, gadis itu menggoyangkan rambut putihnya dan menyipitkan matanya, kemudian seolah-olah memahami Subaru, dia mengangguk perlahan.
"Maaf atas kelancanganku, aku bahkan belum memperkenalkan diri. Itu sangat lancang, tolong terima permintaan maafku. Ini terjadi karena aku tidak pernah berinteraksi dengan siapapun untuk waktu yang sangat lama, aku belum memulihkan suaraku, mungkin."
Tidak seperti nadanya, ekspresi gadis itu hampir tidak berubah ketika dia menggelengkan kepalanya dengan lembut.
Kemudian, menatap Subaru yang terdiam ketakutan, gadis itu menahan tangan diatas dadanya sebagai pertanda bagi Subaru untuk menjadi lebih tenang.
"Namaku adalah Echidona. Orang-orang menyebutnya Penyihir Keserakahan, apa kau mengerti?"
Menghadap Roswaal yang terbaring di kasur, Subaru hampir tidak bisa mengucapkan kata-kata tersebut ketika dia dengan cermat menganalisa kalimat yang baru saja dikatakan kepadanya. Dilihat dari alur percakapannya, Subaru biasanya mungkin akan menertawakannya sebagai lelucon yang bodoh, tapi sayangnya, dalam keadaan seperti ini, kata-kata tersebut sangatlah otentik. Bagaimanapun...
"Kalau begitu, apa itu artinya penduduk disini adalah orang memberikanmu luka-luka tersebut?"
Emilia nampak memiliki pendapat yang sama dengan Subaru sebagai bentuk kepercayaannya terhadap kata-kata Roswaal.
Terbungkus perban dengan darah yang meresap keluar, tubuh Roswaal saat ini berada dalam keadaan yang menyedihkan. Melihat dia seperti ini setidaknya telah menjadi bukti kalau apa yang dikatakannya itu memang benar, sekaligus menjadi alasan kenapa hal ini tidak bisa ditertawakan.
"Jika ada seseorang di desa yang bisa memberi luka parah seperti ini kepada Roswaal, itu artinya kita sedang berada di dalam situasi yang serius..."
Menyentuh rahang dengan tangannya sambil menelusuri tingkat kekuatan di dalam pikirannya, Subaru merasakan perasaan gelisah yang membara di dalam hatinya.
Eksistensi dari Roswaal L. Mathers, selain menjadi majikan Subaru di dunia paralel ini, dia juga adalah seorang pengguna sihir kuat yang level kekuatannya hanya bisa dicapai oleh beberapa orang saja.
Faktanya, kekuatan dari pria yang menduduki posisi sebagai Kepala Penyihir dari Kerajaan Lugunica ini bahkan 100 Subaru pun tidak akan punya kesempatan untuk menang melawannya, dia pun bisa dengan mudah memusnahkan sekumpulan Mabeast yang begitu kuat. Berpikir kalau dia akan berakhir dengan kondisi seperti ini.....
"Ah, tapi sepertinya kau salah pa~ham. Luka-lukaku tidak di sebab~kan oleh siapapun. Kalian tidak perlu waspada karena sesuatu yang aneh, ataupun merencanakan balas dendam demi diriku, ok~?"
"Jangan khawatir. Kau belum mendapatkan kesan positif dariku yang bisa membuatku merencanakan balas dendam yang sembrono seperti itu...... Yang lebih penting, apa maksudnya itu? Itu berbeda dari apa yang baru saja kau katakan. Bukankah kau seharusnya menjadi tahanan rumah....."
"Mengingat kalau aku terluka dan ditahan seperti ini, menyebutnya tahanan rumah tidaklah sepenuhnya sa~lah, hal itu sudah pasti. Ini tidak seperti aku terluka ketika proses penahananku, aku terluka, dan kemu~dian ditahan..... Meskipun aku menjelaskannya secara rinci, itu akan se~dikit berbeda."
Menanggapi cara berbicara Roswaal yang berbelit-belit, tanda tanya besar pun melayang di atas kepala Subaru. Menghancurkan semuanya, Subaru berhasil menenangkan dirinya dan memikirkan apa yang baru saja dikatakan kepadanya. Dengan kata lain...
"Jadi orang-orang di Sanctuary tidak ada hubungannya dengan luka-lukamu, apa benar begitu?"
"Tepatnya sih, kau tidak bisa sepenuhnya mengata~kan kalau mereka tidak ada kaitannya, tapi jika kau bertanya kepadaku apakah mereka bertanggunt jawab langsung terhadap luka-lukaku, maka jawabannya adalah tidak. Dengan kata lain, yah~ begitulah~."
"Dengan kata lain, mereka terlibat secara tidak langsung."
Roswaal mencondongkan kepalanya, dan untuk sesaat dia terlihat merasa malu karena analisis Subaru. Kemudian, dia menghela napas panjang, dan bercanda "Ini seperti melihat seorang anak kecil tumbuh dewasa, kurasa",
Melihat sikap itu, Subaru menganggapnya sebagai tanda kalau dia sudah semakin dekat dengan kebenarannya. Bertekad untuk tidak nengendurkan pertanyaannya, Subaru memilih kata-katanya selanjutnya dan bersiap melemparnya kepada Roswaal, tapi....
"..... Barusu, bagaimana jalau menunjukan sedikit kepedulian kepada Roswaal-sama?"
Mengucapkan hal itu, Ram yang belum hadir sampai saat ini, menyela percakapan tersebut. Dengan keliman roknya yang sedikit melambai, gadis itu memasuki ruangan dengan langkah yang begitu anggun dan meletakkan satu set teh panas yang dia bawa menggunakan nampan di atas meja.
Wangi teh tersebut menyebar ke seluruh ruangan, dengan rangsangan dari indera penciumannya, Subaru kini hanya menyadari kalau dia sudah keterlaluan. Ketika dia akan melanjutkan pertanyaannya, dia tiba-tiba menyadari betapa parahnya luka yang diderita oleh Roswaal.
"Menekan Roswaal-sama dengan begitu keras ketika dia sedang terluka parah dan kemudian menggali semuanya, apa kau puas? Lihat penderitaan Roswaal-sama, dia hampir menangis, bersimpatilah sedikit!"
"Ketika kau sudah berhasil membuatku menyesali tindakanku... Jangan katakan sesuatu yang akan merusak suasananya! Maksudku, apakah ini terlihat kalau dia sedang kesakitan dan hampir menangis? Bagiku dia tidak terlihat seperti itu!"
"Uuuhh, itu sa~kit, aku kesaki~tan. Kata-kata yang tidak memiliki kebaikan dan kepedulian memukul tepat pada luka-lukaku..."
Subaru merespon kata-kata Ram dengan jawaban kurang ajar. Seolah-olah mengejek kata-kata Subaru, Roswaal pun mulai melakukan sedikit pertunjukan di atas kasur. Ketika alis Subaru mulai berkedut karena jengkel, Emilia pun berdeham dan menghilangkan atmosfer ribut di dalam ruangan.
Sambil menarik ketiga pasang mata di ruangan tersebut untuk menatap kearahnya, Emilia pun memulai dengan 'Bagaimanapun',
"Siapapun bisa tahu kalau keadaan Roswaal sedang tidak bagus hanya dengan melihatnya saja, jadi ayo cepat selesaikan percakapan ini, Apa kau tidak memiliki sihir penyembuh?"
"Sihir penyembuh berada di luar kemampuan Ram, jadi....."
Menanggapi jawaban tanpa ekspresi namun menunjukan penyesalan milik Ram, Emilia pun menatap kearah Roswaal dengan mata yang hanya membawa sedikit ekspektasi. Melihat hal ini, Roswaal melambaikan tangannya.
"Aku juga. Aku mengkhususkan diri untuk sihir penghancur, kau ta~hu. Jika ada hubungannya dengan penghancuran, perusakan, ataupun penipuan, aku bisa melakukan banyak hal, tapi aku benar-benar tidak berguna jika berurusan dengan mantra penyembuh."
"Itu terlihat menyedihkan. Daripada hanya sihir penyerangan, kau seharusnya juga berlatih sihir pertahanan, jezz..."
Meski begitu, kapanpun Subaru memainkan sebuah game yang mana dia harus menentukan perkembangan karakternya, dia adalah tipe pemain super offense yang hanya akan memilih skill tipe serangan. Jadi dia tidak bisa terlalu kasar memarahi Roswaal.
Di saat yang sama ketika Subaru mencapai kesimpulan aneh ini, Emilia mendesah "Yah mau bagaimana lagi" dan,
"Puck tidak ada di sini, jadi aku tidak dalam keadaan terbaikku, tapi aku akan merapal sihir penyembuh. Aku harus berkonsentrasi ketika aku melakukannya, jadi ayo terlebih dulu kita selesaikan pembicaraan ini."
"Great Spirit-sama.....?"
Terkejut dengan informasi yang baru dibeberkan oleh Emilia, Roswaal dengan cepat menaikkan alisnya dan menyipitkan matanya. Itu adalah ekspresi yang dingin, tidak seperti sikapnya yang biasanya santai, itu adalah salah satu ekspresi yang jarang dilihat Subaru. Subaru tanpa sadar menegangkan bahunya dan berkata "Oy, oy",
"Sangat jarang melihatmu menunjukan ekspresi serius seperti itu. Apakah semengejutkan itu Puck tidak ada disini? Aku tidak pernah tahu kalau kau sebenarnya adalah penggila bulu mofumofu juga."
"Sayangnya, satu-satunya saat dimana aku cukup dekat dengan Great Spirit-sama sampai bisa menyentuhnya adalah ketika aku menawarinya ma~yo~nes. Itu benar-benar menakutkan..... Bagaimanapun, jadi begitu ya."
Tanpa mengabaikan gurauan Subaru, Roswaal pun menyipitkan alisnya sambil merenung. Ketika melakukan hal ini, dia tiba-tiba mengarahkan pupil mata kirinya yang berwarna kuning kearah Emilia.
"Emilia-sama, kau tidak merasa tidak nyaman, atau berbeda dari biasa~nya, kan?"
".....? Selain Puck yang belum menampakan wajahnya, rasanya tidak ada yang salah. Puck mulai tidak muncul bahkan sebelum kami sampai di Sanctuary, jadi..... Ah, ada satu hal...."
Mengangkat jarinya seolah-olah sedang mengajukan sebuah pertanyaan, Emilia kemudian dengan cepat mengarahkan pandangannya ke arah sekitar mereka..... Tidak hanya bagian dalam dimana saat ini mereka berada, tapi sepertinya dia juga menatap seluruh Sanctuary di bagian luar sana, dan setelah melakukan hal itu, dia berbicara dengan suara yang pelan,
"Semenjak memasuki Sanctuary... Tidak, mungkin sejak memasuki hutan, aku merasa respon para roh menjadi semakin lemah. Dan tadi, ketika kita ada di luar, aku.... merasa ada tatapan aneh yang sedang menatapku."
"Tatapan aneh??"
Terkejut dengan apa yang dia dengar, Subaru mencondongkan kepalanya, Emilia merespon "Ya" dan menarik dagunya kedalam sebagai bentuk konfirmasi. Usai menjelaskan kalau inilah alasan kenapa ekspresinya menjadi suram setelah berpisah dengan Garfiel dan yang lainnya, dia melanjutkan...
"Itu seperti aku sedang diawasi. Rasanya benar-benar tidak menyenangkan... Kupikir, itu hanya aku, jadi aku tidak memberitahumu."
"Tak ada satupun pera~saan Emilia-sama yang keliru. Tempat ini adalah tempat yang tidak menyenangkan bagi para roh, dan terlebih lagi, penghuni disini tidak memiliki perasaan apapun selain pera~saan tidak~ nyaman terhadap kehadiranmu."
Merespon kata-kata cemas Emilia, Roswaal menumpahkan kata-kata tersebut tanpa pertimbangan apapun. Melihat mata Emilia yang terkesan sedang tersakiti dan goyah, Subaru pun seketika menoleh kearah Roswaal dan ingin membuka mulutnya untuk membantah, tapi,
"Well, bagaimana kalau kau membiarkannya saja? Kau tidak seharusnya begitu keras dengan pria yang sedang terluka. "Pelarian paruh tutul sedang memanas sekarang", iya kan?"
"Kurasa itu memang sangat disayangkan.... aku tidak cukup mengerti untuk mengatakan kalau aku paham. Tapi ini hanyalah keluhan kecil, kita ini benar-benar telah menciptakan komunikasi yang bisa dimengerti di antara kita, ya kan?"
Melihat melewati pundaknya, Subaru mengangkat bahunya ketika dia melihat Garfiel yang sedang bersandar di pintu sambil menunjukan gigi-giginya. Melihat reaksi Subaru, Garfiel pun membuat suara dengan menggertakan giginya dan melihat ke sekitar ruangan.
"Rumah nenek dianggap rumah paling luas dan bagus disini, tapi dengan begitu banyak orang, rumah ini menjadi sempit huh? Oiya, aku meninggalkan pria berisik itu di belakang."
"Setelah kau mengatakannya, aku memang tidak melihat Otto di sekitar sini.... Apa dia sudah pulang? Apa kau memakannya?"
Emilia terlihat kaget mendengar pertanyaan Subaru, tapi Garfiel tertawa terbahak-bahak dan memukul lututnya, seolah-olah dia baru saja mendengar sebuah lelucon yang luar biasa.
"Aku memang memiliki darah karnivora, tapi kurasa aku tidak akan memakannya. Terutama karena pria itu terlihat akan menjadi semakin berisik ketika aku memakannya. Dia mengatakan sesuatu seperti sedang cemas dengan naga dan keretanya.... Well, dia memiliki begitu banyak alasan dan menjalankan semuanya."
Dengan satu tangan terayun dan cara berjalan yang kasar, Garfiel mendudukkan dirinya di atas kursi yang berada di dekat dinding, kemudian melihat ke arah Ram yang menatap dirinya melalui sudut matanya.
"Teh."
"Aku akan keluar untuk mengumpulkan daun-daun yang jatuh, jadi bisakah kau menugguku?"
"Meskipun aku merasa curiga, tapi, apa yang akan kau lakukan dengan daun-daun yang jatuh itu?"
"Aku tidak ingin membuang-buang daun teh yang berharga untuk seseorang yang tidak mengerti wangi ataupun rasanya. Itulah jawaban Ram."
Setelah menyatakan hal tersebut dengan sikap seperti hewan berdarah dingin, Ram benar-benar pergi keluar meninggalkan bangunan tersebut. Menunjuk jarinya kearah punggung Ram, Subaru menatap Garfiel dan bertanya tanpa kata-kata "apa yang kau sukai dari dia?". Meresponnya, sambil mengejar punggung Ram dengan menggunakan tatapannya, Garfiel mengatakan,
"Wanita berkemauan kuat adalah wanita yang layak untuk dikejar, bukankah begitu? Dan sebagai pria, tertarik dengan wanita luar biasa seperti itu bukanlah sesuatu yang aneh."
"Hal-hal seperti pria dan wanita... kita ini tidak sedang berbicara tentang melepas ayam, jadi jangan gunakan itu terus menerus. Bagaimanapun, Ram itu wanita muda yang baik, kau tahu. Memanggilnya seperti itu...."
"Huh? Apa yang kau katakan? Aku memperlakukannya sebaik wanita manapun yang meminta untuk diperlakukan yeah? Dan juga, sebelum itu, kami....."
Ketika Subaru menawarkan sarannya yang jujur dengan cara berbicara yang tidak biasa, Garfiel mengernyitkan dahinya seolah-olah dia baru saja menyadari sesuatu dan mengangkat alisnya. Wajah Garfiel menunjukan ekspresi tidak senang dan memberikan tatapan yang dipenuhi bilah pedang kearah Roswaal yang berada di atas ranjang.
"Bangsat, kau belum memberitahu mereka? Jika kau hanya bersikap melemah, aku akan menganggapnya sebagai sebuah lelucon, tapi semenjak Half-Elf.... semenjak Emilia-sama datang kesini, itu sudah urusan yang beda lagi.
".....Eh?"
Garfiel meletakkan kejengkelan yang dia rasakan pada lidahnya dan langsung meludahkannya. Emilia nampak kaget ketika mendengar namanya disebut-sebut dalam kalimat Garfiel. Tapi, tanpa memperdulikan keheranan Emilia, Garfiel membentak Roswaal dengan ekspresi yang dipenuhi dengan lebih banyak kemarahan dibandingkan sebelumnya.
"Saat Emilia-sama memasuki Sanctuary, kita sudah berada dalam kekacauan ini, kau tahu. Apa yang akan kau lakukan? Kau bahkan belum memulai masalah utamanya di sini. Bangsat, apa kalian semua datang kesini hanya untuk bermain-main?"
Separuh bagian akhir dari kemarahan Garfiel, tidak hanya ditujukan kepada Roswaal, tapi itu juga ditujukan kepada Subaru dan Emilia yang terdiam. Bagaimanapun, kemarahan di dalam tatapan yang dia tujukan pada Emilia sama sekali tidaklah lucu, dan seolah-olah ingin melindungi Emilia yang menyusutkan pundaknya, Subaru pun melangkah ke depan...
"Tunggu. Aku paham kalau kau sedang marah, tapi aku tidak tahu kenapa kau marah. Kau hanya akan menjadi semakin marah jika kau terus berbicara dengan seseoramg yang tidak tahu apa-apa, iya kan?"
"Yeah, tapi itulah yang membuatku kesal, ketika semua orang disini bahkan tidak tahu apa-apa....."
"Tapi orang yang mengabaikan 'semua orang disini' dan berbicara pada Emilia seperti itu adalah kau dan Roswaal yang ada di sebelah sana itu, kan? Jika kau benar-benar peduli dengan masalah itu dan ingin melakukan sesuatu, maka penuhilah tanggung jawabmu untuk menjelaskannya. Mengharapkan kami untuk mengerti tanpa menjelaskan apa-apa hanya akan membuatmu terlihat sama memalukannya dengan diriku beberapa waktu lalu, kau tahu."
Ketika dia menghadapi Garfiel, Subaru merasa kalau tekanan yang datang dari Garfiel menjadi semakin kuat. Tubuh Garfiel memang lebih pendek dibandingkan Subaru dan ketika dia sedang duduk, perbedaan tinggi badan mereka berdua sangatlah signifikan. Meski begitu, tubuhnya yang kecil itu hampir tidak terasa. Tidak, mengingat kepadatan tekanan yang terpancar dari tubuh Garfiel, bagi seorang Subaru, Garfiel terlihat seperti batuan yang sangat besar.
Mengetahui kalau sebenarnya Subaru adalah seorang pengecut, mengalihkan pandangan dan mundur adalah tindakan yang sudah bisa diperkirakan.
Tapi,
"Subaru..."
Subaru merasa ada jari-jari lembut yang sedang menggenggam lengan bajunya dengan erat. Suara yang tidak memiliki rasa percaya diri memanggil nama Subaru melewati daun telinganya, hal itu mengisi lututnya yang bergetar dengan kekuatan yang baru.
Emilia berdiri di belakang Subaru, mengandalkan Subaru dalam keadaannya yang tidak pasti ini.
Apakah dia akan benar-benar membiarkan lututnya bertekuk di hadapan Emilia, bisakah dia melakukan sesuatu selemah itu?
"....Tch."
Mereka bertukar pandangan dalam keadaan hening, dan yang pertama mengalihkan pandangannya adalah Garfiel. Ketika dia mendecapkan lidah dan menyerahkan kembali berat badannya pada kursi, dia menyisipkan jarinya diantara rambut pendek berwarna emasnya dan mulai menggaruknya dengan kasar.
"Aaah! Aku tahu, aku hanya melampiaskan semuanya padamu. Aku juga membentak, maafkan aku, oy!"
"Tidak, kau belum benar-benar mengatakannya. Tapi sebelum itu, apa tidak ada seorangpun yang memberitahumu kalau kau itu punya kepribadian yang menjengkelkan?"
Secepat dia menjadi emosional dan berpikiran pendek, secepat itu pula dia mendapatkan kembali rasionalitasnya dan mengakui kesahalahannya. Subaru pikir itu adalah kepribadian yang sangat kasar, dan daripada marah, Subaru lebih memilih untuk menunjukan sebuah senyum kecut.
Melihat hal ini, Garfiel mengeluarkan sebuah desahan yang sangat tidak cocok, "Haaa",
"Berisik, kalau begitu aku akan diam, jadi teruskan saja pembicaraannya, jika aku ikut bergabung, pembicaraannya tidak akan akan ada kemajuan dan malah menjadi menjengkelkan."
"Fakta bahwa kau mengalisa dirimu sendiri sebaik ini, namun kemudian membiarkannya tanpa merubah apa-apa.... Aku menganggap itu sebagai sesuatu sangat luar biasa."
"Memujiku tidak akan berguna, karena aku tidak memahami hal-hal yang rumit. Tuch"
Melihat Subaru dari yang semula jengkel menjadi kagum, Garfiel pun mendengus. Kemudian, Ram yang baru kembali dari luar, memberinya secangkir teh panas.
"Inilah definisi dari teh berkelas rendah."
"Bukankah kau sebaiknya berbicara dengan sedikit lebih sopan ketika memberikan sesuatu kepada seseorang?"
Ram menjawab dengan "Begitukah?" dan menyerahkan cangkir tersebut dengan ekspresi yang tenang. Garfiel menerima teh tersebut, dan meskipun masih panas, Garfiel menumpahkan teh tersebut ke dalam tenggorokannya sekaligus. Meskipun dia adalah karnivora, rupanya dia tidak memiliki lidah yang sensitif. Melihat Garfiel mengosongkan cangkir tersebut dalam satu tegukan, Ram menghela napas panjang.
"Seperti biasa, kau adalah pria yang tidak menghargai teh. Itu tidak cocok dengan Ram."
"Tapi teh ini rasanya seperti daun. Jika kau ingin membasahi tenggorokanmu, air saja sudah cukup kan?"
"Meskipun aku setuju kalau teh itu rasanya memang seperti daun, tapi aku benar-benar keberatan dengan komentar ekstrem itu. Ram, bagaimana kalau kau membiarkannya meminum secangkir teh yang lain?"
Ketika Subaru mengatakan hal itu, Ram menyerahkan secangkir teh lain kepada Garfiel. Warna bergelombangnya agak mirip dengan sesuatu seperti 'dedaunan musim gugur', dan meskipun menyadari hal ini dari kejauhan, Subaru tidak menghentikan dirinya dari.... nah, merekomendasikannya.
"Hey, kau benar-benar cerdas, ya kan? Kau paham kalau satu cangkir saja tidak cukup..... Pfftt! Haaah!? Oooy, kau... bukankah ini hanya air daun...?"
"Jika itu untuk membasahi tenggorokanmu, entah itu air, teh, ataupun air daun, mereka semua itu sama saja kan? Karena kau sudah menaruhnya di bibirmu, teruskan saja dan minum semuanya. Jika kau menyisakan sesuatu.... Aku akan mempelintir itu."
Tanpa mengatakan apa yang sebenarnya ingin dia pelintir, Ram menatap tajam kearah selangkangan Garfiel. Hanya dengan itu saja, Subaru menyadari kalau target Ram adalah bagian vital dan tanpa sadar menutup kakinya karena merasakan tanda bahaya. Garfiel dengan enggan menghabiskan isi cangkirnya, dan menelan semua rasa pahitnya. Di sisi lain, Roswaal yang sejauh ini hanya mengamati percakapan mereka, tiba-tiba menyemburkan...
"Aaa~~ha. Apa ka~lian semua khawatir dengan kondisiku dan bermaksud membiarkanku beristirahat? Ataukah ini rencana kalian untuk membuatku tertawa dan mem~buka kembali lukaku? Jika benar begitu, maka kalian ber~hasil."
Mengatakan hal itu, Roswaal perlahan menyentuh perban yang membungkus bagian atas kepalanya sambil menyeringai dengan pahit. Faktanya, kau bisa melihat warna merah samar mulai menyebar melewati warna putih dari kain tersebut. Kemudian, mood di dalam ruangan yang menjadi lebih santai hingga sekarang, berubah, dan Ram yang rona wajahnya berubah pun mendekati Roswaal. Ram kemudian menutupi tangan Roswaal yang menekan lukanya atas kemauannya sendiri dan,
"Maafkan aku Roswaal-sama. Meskipun Ram berada di sampingmu....."
"Bukankah lelucon tehmu yang sudah membuatnya tertawa?"
Gangguan Subaru dibuat diam oleh tatapan tajam milik Ram, Subaru menghentikannya dan melihat kearah kondisi Roswaal. Setidaknya pendarahannya terlihat tidak terlalu serius. Pendarahan lukanya baru saja berhenti...... Dengan kata lain, sekarang mungkin adalah waktu yang paling penting untuk kesembuhannya.
"Roswaal, kupikir akan lebih baik kalau aku merawatmu...."
"Tidak~~ itu tidak perlu Emilia-sama."
Mencapai kesimpulan yang sama dengan Subaru, sekumpulan roh pun muncul di udara sekeliling Emilia ketika dia mendekat kearah Roswaal. Tapi dia dihentikan sendiri oleh Roswaal yang menggelengkan kepalanya. Para roh yang bersinar dengan warna biru-putih, terlihat goyah, seolah-olah terpengaruh oleh ketidakyakinan tuannya.
Melihat bagian samping pipi Emilia yang cantik, Subaru menyadari,
...... Ketika sekumpulan roh itu melayang di sekitar Emilia, karena alasan yang tidak dipahami Subaru, Garfiel menatap Emilia dengan tatapan yang dingin.
"Lagipula, saat ini ada sesuatu yang lebih penting daripada luka ke~cilku ini. Ini tidak seperti hi~dupku berada dalam bahaya, jadi tolong prioritaskan masalah lain terlebih dahulu."
"Meskipun kau bilang begitu, tidak mungkin aku akan melakukannya. Ketika ada orang yang terluka, mengabaikannya untuk masalah lain itu akan...."
"Meski aku memberitahumu kalau ini penting agar kau bisa menduduki tahta?"
Ritme Emilia yang biasanya, hancur, dan adegan dimana dia berniat menyembuhkan Roswaal dengan paksa jika memang diperlukan, berhenti seketika. Mendengarkan pernyataan Roswaal, pipi Emilia pun menjadi kaku, mata berwarna violetnya terbuka lebar. Mata berwarna kuning itu menyaksikan kejadian ini dengan tajam seolah-olah melihat sampai bagian dalam Emilia, mata itu berkilau penuh teka-teki.
"Bagi rumah Mathers, Sanctuary ini hanyalah sepetak lahan yang diturunkan dari generasi ke generasi, tapi bagi masa depan Emilia-sama, tempat ini memiliki makna... ya, mak~na yang mendalam. Oleh karena itu, apapun alasannya aku memang berniat mengajakmu kesini.... Hanya saja, kau muncul lebih cepat dibandingkan yang sudah kurencanakan, bukankah begitu?"
"Penting bagiku....? Hey, apa maksudnya itu...."
"Masalah Sanctuary dan masalah Emilia-sama itu memiliki hubungan erat. Jadi, mungkin, di tempat ini, Emili-sama akan menemukannya, menemukan dukungan Emilia-sama."
"......?"
Membeku di tempat, Subaru menyaksikan ekspresi Emilia berubah. Menyadari perubahan ini, Roswaal mengamati ekspresi Emilia dan terlihat menganggap semua ini sesuai dengan rencananya. Di sisi lain, Subaru yang masih tidak bisa memahami pertukaran emosi diantara mereka berdua, saat ini hanya bisa menjadi jengkel.
Akan tetapi, sebelum pergolakan itu berubah menjadi kata-kata, Roswaal menunjuk ke arah Garfiel yang terdiam.
"Giliranmu Garfiel. Ajak mereka berdua berkeliling Sanctuary..... Tepatnya, ke makam!"
".... Heh, apa itu ide yang bagus?"
Sambil mengayunkan cangkir kosong di jari-jarinya, Garfiel mengeluarkan tawa pelan. Merespon pertanyaan tersebut, Roswaal menarik dagunya ke dalam dan dengan dengan lembut mengelus rambut berwarna peach milik Ram ketika Ram sedang mengganti perban pada luka-lukanya.
"Hal pertama dan paling penting adalah memahami situ~asi. Menjelaskan kondisi dan masalah lainnya bisa dilakukan se~telah matahari terbenam, tapi tidak untuk bagian makamnya."
"Ah, begitu? Matahari akan segera terbenam. Itu tidak akan menjadi sesederhana itu saat hal itu terjadi. Baiklah, aku akan mengajak kalian berkeliling."
Berdiri, Garfiel meletakkan cangkirnya di atas kursi tempat dimana dia duduk dan memalingkan wajahnya kearah Subaru dan Emilia. Melihat kearah mereka berdua yang mengikuti pembicaraan ini, namun tertinggal secara keseluruhan, Garfiel pun memiringkan kepalanya dan membuka mulutnya untuk menunjukan taring-taringnya.
"Jangan terlihat bodoh begitu. Jika kau tidak ingin menjadi seperti 'Hoikoro yang mengamuk dari kemarin' atau sesuatu yang bodoh seperti itu, kita sebaiknya segera berangkat."
"Tunggu, tunggu, tunggu!! Kami sama sekali tidak bisa memahami percakapan ini. Bahkan aku belum selesai berbicara dengan Roswaal, kau tahu. Setidaknya biarkan aku menyelesaikannya sebelum...."
"Luka Roswaal-sama terbuka. Mengganti perban dan membiarkannya beristirahat adalah prioritas saat ini. Barusu sebaiknya mengikuti apa yang diperintahkan Roswaal-sama dan pergi menuju makam."
Subaru mencoba melawan paksaan Garfiel, tapi hal itu dipotong oleh suara tegas Ram. Dia menatap Subaru dengan tatapan dinginnya yang biasa dan meletakkan sebelah tangannya di atas kasur.
"Tenanglah, kita akan membicarakannya lagi malam ini. Roswaal-sama tidak akan kabur atau semacamnya. Tapi jika kau tidak mengunjungi makam sebelum matahari terbenam, 'itu' akan pergi."
"Aku tidak pernah mendengar ada kuburan se-energik itu dalam hidupku."
Sambil menggaruk kepalanya dengan pasrah, Subaru merasa tatapan Emilia saat ini sedang menusuk sisi wajahnya. Mata Emilia dipenuhi dengan emosi suram, dia terlihat menyerahkan semuanya pada Subaru untuk memutuskan apa yang sebaiknya mereka lakukan.
Tetap disini dan menyelesaikan pembicaraan mereka dengan Roswaal atau mengikuti keinginan Roswaal dan diantar oleh Garfiel ke makam..... Jawabannya sudah diputuskan.
"Aku mengerti. Kami akan pergi ke makam itu. Itu sangat penting kan? Kami pasti akan membuatmu menjawab semua pertanyaan kami dengan benar ketika kami kembali nanti."
"Ma~af, karena situasinya menjadi seperti ini. Ke~tika malam tiba, kita bisa mendiskusikan semuanya, se~mua sampai ke akar-akarnya."
Mendengar pendapat Subaru, Emilia merilekskan bahunya, sementara Roswaal mengangguk puas. Garfiel dan Ram juga terlihat menerimanya, dan mereka berdua mulai bergerak untuk melakukan tugasnya masing-masing. Namun, sebelum itu, Subaru berkata "Ada satu hal", sambil mengangkat satu jarinya.
"Sebelum menuju ke makam, ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu."
"Hmmm~? Aku tidak keberatan? Jika itu adalah sesuatu yang bisa kujawab dengan sederhana, kau bisa bertanya apa~ saja."
"Baiklah, akan kupegang kata-katamu..... 'Rem', apa kau pernah mendengar nama itu sebelumnya?"
Berpura-pura mengganti topik, Subaru mengucapkan pertanyaan vital tersebut. Mendengar pertanyaan Subaru, orang pertama yang bereaksi adalah Ram. Namun, itu bukanlah jawaban yang Subaru harapkan.
Ketika nama itu memasuki telinganya, Ram memiringkan kepalanya seolah-olah dia baru saja mendengar istilah yang belum pernah didengarnya. Ketika harapan Subaru runtuh, Roswaal menggumamkan kembali nama tersebut di mulutnya.
".... Ya?"
"Omu, maaf, tapi itu tidak terdengar fami~liar. Aku merasa kalau itu mirip dengan Ram, tapi itu mungkin hanya salah pengucapan saja."
(*Geh, Fami-liar :3)
"Be-begitu ya. Tidak kok. Jika kau tidak mengingatnya, tidak ada, tidak ada yang bisa kau lakukan."
Menolehkan kepalanya ke samping, Subaru menerima jawaban tersebut.
Jawaban Ram dan Roswaal menghancurkan harapan kecil yang ada di dalam hati Subaru. Bagi Rem, mereka berdua adalah orang yang menghabiskan waktu paling lama bersamanya, orang yang dia berikan seluruh hidupnya dan orang yang dia kagumi dan cintai. Namun mereka melupakannya.
Menerima fakta ini, udara di dalam hati Subaru seketika menjadi suram, dan dia dengan bijaksana mengakuinya.
..... Di dunia ini, satu-satunya orang yang bisa mengingat Rem adalah dia sendiri.
"Subaru, apa kau baik-baik saja?"
Dengan suara cemas, Emilia menyentuh ujung lengan baju Subaru dengan lembut. Menikmati kelembutan ujung jari Emilia, Subaru tidak ingin membuat Emilia melihat kesuraman di wajahnya. Dia menutup matanya dan dengan paksa mengangkat kepalanya.
"Aku baik-baik saja. Ini tidak seperti aku memiliki ekspektasi khusus apapun. Kurang lebih aku sudah tahu kalau akan jadi seperti ini.... Apa yang harus kulakukan, dengan cara apapun, aku sudah memiliki tekad tersebut."
"En, ayo kita temukan caranya. Aku juga akan membantumu."
Emilia mengangguk menanggapi tekad Subaru dan menjanjikan bantuannya. Ketika hati yang telah hancur itu kembali pulih karena perhatian Emilia yang lembut, Subaru mengangkat bahunya,
"Ketika Rem bangun.... Cintaku tidak akan sepenuhnya hanya untuk Emilia-tan saja lo~.... Apa kau tidak akan cemburu?"
"Perasaan Subaru untukku, jika perasaan itu semakin berkurang, mungkin saja aku akan merasa begitu... Tapi itu tidak seperti itu kan? Bagianku dan bagian Rem-san, kau pernah bilang kalau kau sudah merencanakan mereka dengan benar dan seadil-adilnya kan?"
Merespon candaan genit Subaru, Emilia membuat sebuah jawaban yang tidak terduga. Merasa ngeri dengan jawaban itu, Subaru tidak bisa mengatakan sepatah katapun dari mulutnya, wajah Emilia hanya sedikit tersipu, dan dengan senyum yang lembut...
"Ayo Subaru. Aku juga ingin segera mempertemukan Ram dengan Rem."
"A, aahh, yeah. Eh, benar."
Meskipun Ram tidak bisa mengingatnya, itu akan menjadi reuni antara dua saudara kembar. Apakah reuni itu akan memanggil kembali ingatannya ataukah malah mengirimkan gelombang kejut pada cinta mereka yang pernah mereka miliki satu sama lain?
Meskipun itu adalah sebuah harapan yang rapuh, Subaru ingin bergantung pada harapan itu selama itu masih ada artinya.
"Barusu."
Ketika Emilia mengikuti Garfiel keluar ruangan, dan Subaru juga berbalik untuk mengikutinya, dia dihentikan oleh sebuah suara panggilan dari belakang.
Melihatnya, terdapat Ram yang dengan cepat mendekatinya. Sambil membawa perban pengganti untuk luka-luka Roswaal di tangannya, dia mendekat ke samping Subaru.
"Ada apa? Jika kau berencana melakukan permainan-perban, ketika kami sudah pergi, kau bisa memiliki Roswaal seutuhnya...."
"Hanya Emilia-sama yang diperbolehkan memasuki makam. Barusu jangan pernah memasukinya."
Mengabaikan leluconnya, nada tajam Ram langsung menghancurkan tingkah laku Subaru.
Suara Ram terdengar pelan, dan dia berbicara dengan volume yang bahkan tidak bisa didengar Roswaal. Melihat Subaru mengernyitkan dahinya, untuk berjaga-jaga, Ram mengatakannya sekali lagi.
"..... Jika kau tidak ingin terjerat dengan keinginan gila Penyihir, dalam keadaan apapun, jangan pernah, memasuki makam."
Ram mengulanginya sekali lagi.
XxxxX
....... Udara di dalam makam terasa dingin dan tegas, dan secara harfiah, sebuah sensasi dingin khas dunia lain menyertai atmosfer yang menyapa Subaru.
Setiap langkah yang dia ambil mengeluarkan bunyi gema dari sol sepatunya, dan entah dia menginginkannya atau tidak, hal itu menegaskan keberadaannya di tempat ini. Tapi meski begitu, suara dari langkah kaki itu memberinya ketenangan yang tidak terduga.
....... Di dalam kegelapan yang bahkan tidak memungkinkan dia untuk melihat beberapa meter ke depan, di dalam suasana yang membuat keberadaanya menjadi diragukan, bahkan suara ini saja bisa menjadi penghibur bagi diri Subaru.
Tidak tahu dimana keberadaannya, dinding yang menjadi satu-satunya sumber referensinya telah lama menghilang. Terus berjalan, apakah dia hampir mencapai akhir dari jalan ini? Subaru merasa kalau dia harus berhenti.
Tapi suara dari langkah kakinya menyangkal hal ini. Di dalam kepastian alunan langkah kaki ini adalah bukti keberadaan Subaru; kenyataan langkah kakinya sudah terjamin, dan bergantung pada penghibur kecil ini, dia pun terus berjalan.
Berapa lama waktu sudah terlewati? Mustahil kau bisa tahu di dalam kegelapan ini. Bahkan pikiran Subaru menjadi samar, dan tenggorokannya yang sudah menyerah memanggil bantuan, kini telah membeku. Meski terus berjalan seperti ini, rasa lelah sama sekali tidak hinggap di tubuh Subaru, tapi karena hal ini, sensasi dari anggota tubuhnya juga menjadi samar.
Mengabaikannya, dia terus saja berjalan. Dia harus terus berjalan. Dia tidak boleh menyerah.
Dia melarang dirinya sendiri untuk berhenti. Berjalan dan terus berjalan. Meskipun harus hancur karena beban yang dibawanya, dia harus menggertakkan giginya dan terus berjalan.
Kalau tidak, bagaimana dia akan menunjukan mukanya pada gadis itu....
"..... Begitu ya, jadi ini intimu? Sungguh sangat menarik!"
Sebuah suara tiba-tiba terdengar, dan seketika, suara itu juga berakhir, seolah menghilang selamanya tertelan tirai yang jatuh.
Kegelapan yang tidak bisa digambarkan yang mana terbentang luas tidak peduli kemana dia menghadap, seketika menjadi terang benderang seperti saat siang hari, koridor batu kecil pun terbentuk... nampak lebih luas dibandingkan dengan ujung dunia. Bumi yang bertumpuk di bawah sol sepatunya memadamkan suara langkah kaki Subaru, dan udara menjijikkan yang melebihi apapun, menyebabkan mual di dadanya, terkapar seluruhnya.
Benar-benar berbeda dengan dunia saat ini, itu adalah realitas yang cocok disebut kehancuran kuno.... Pemandangan yang dia pikir pernah dia lihat sebelum memasuki Makam terbentang di hadapan Subaru, Subaru pun kehilangan kata-katanya.
Di hadapannya, seseorang tiba-tiba mendekat. Itu adalah....
"Maafkan aku atas sambutan yang menggelikan ini. Aku tidak bermaksud menjadi seperti ini, tapi apapun alasannya, tubuh ini adalah perwujudan dari Keserakahan. Hasrat ingin tahu itu.... mustahil untuk dihindari."
Putih murni seperti putri salju pertama, adalah kesan putih yang dimiliki gadis itu.
Rambut panjang yang menghiasi punggungnya berkilau seperti refleksi salju di dalam khayalan putih yang suci, dan beberapa bercak di kulitnya yang terlihat, nampak tembus pandang dan cantik. Cahaya kebijaksanaan terpancar dari matanya, dia menutupi tubuhnya dengan gaun sederhana berwarna hitam seperti tinta, tampilan dari dua warna yang berlawanan tersebut semakin menghiasi kecantikannya.
Siapapun yang memiliki mata pasti akan terpikat oleh kecantikan itu...... Namun apa yang mencengkram seluruh tubuh Subaru adalah rasa ngeri yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
Bahkan tekanan yang dia rasakan ketika pertama kali bertemu Paus Putih, tidak bisa dibandingkan dengan hal ini.
Sebelum Subaru yang tidak bisa berkata-kata, gadis itu menggoyangkan rambut putihnya dan menyipitkan matanya, kemudian seolah-olah memahami Subaru, dia mengangguk perlahan.
"Maaf atas kelancanganku, aku bahkan belum memperkenalkan diri. Itu sangat lancang, tolong terima permintaan maafku. Ini terjadi karena aku tidak pernah berinteraksi dengan siapapun untuk waktu yang sangat lama, aku belum memulihkan suaraku, mungkin."
Tidak seperti nadanya, ekspresi gadis itu hampir tidak berubah ketika dia menggelengkan kepalanya dengan lembut.
Kemudian, menatap Subaru yang terdiam ketakutan, gadis itu menahan tangan diatas dadanya sebagai pertanda bagi Subaru untuk menjadi lebih tenang.
"Namaku adalah Echidona. Orang-orang menyebutnya Penyihir Keserakahan, apa kau mengerti?"
---End of Chapter 9---
Lanjut ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 10
Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4
Translator : Me..
6 Komentar
Mantab Jiwa :v
BalasShare donk! :V
BalasLanjuuuuuuuut
Balaskalau boleh tau ini di episode berapa ya anime nya ?
BalasIni belum ada di animenya.. ini lanjutan animenya..
BalasEchidona ini baik ya?
Balas