Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 2 (Part 3) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 2 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Berpegang Kuat Pada Pendirian Mereka Masing-Masing -3


Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 2 Bahasa Indonesia


Chapter 2 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Berpegang Kuat Pada Pendirian Mereka Masing-Masing.

“Eeeeeemi! Kau!!”

“Apa sih yang kau teriakkan sejak tadi!?”

Maou yang kembali pulang ke kamar 201 Villa Rosa Sasazuka begitu selesai bekerja, menunjuk ke arah Emi yang berada di tengah-tengah kamar menunggu kepulangannya bersama dengan Ashiya, Suzuno dan Chiho.

“Kau....!”

Baru berbicara separuh jalan, Maou seketika terpaku di beranda.

“Maou-sama, selamat datang kembali. Terima kasih atas kerja kerasnya hari ini. Mari kita lanjutkan setelah kau masuk ke dalam.

Ashiya memberi saran kepada Maou seperti sedang mengasihaninya, bibir Maou pun bergetar dan dia tidak bergerak sama sekali.

“Sepertinya dia sangat syok.”

“Sudah bisa diperkirakan sih. Aku pun sangat terkejut.”

Suzuno dan Chiho saling menatap satu sama lain dan mengangguk.

“Chi, Chi-chan, erhm...”

“Ya. Ah, aku sudah mendapat izin dari keluargaku. Aku akan menginap di tempat Suzuno-san hari ini.”

Mengucapkan hal tersebut, Chiho menunjuk ke arah Suzuno.

“Ti-tidak, meski itu juga penting, itu bukanlah masalah utama saat ini, kau, kau, kereta terakhir....”

Jam dinding menunjukkan pukul 00:30 pagi.

Maou baru selesai bekerja pada jam 12 malam, dan dia langsung bergegas pulang, tapi Emi dan Chiho sudah menunggu di sini seakan mereka telah memprediksi tindakan Maou.

Kebingungan, Maou hanya bisa menatap ke arah jam dan Emi.

“Aku juga akan menginap di kamar ayahku hari ini.”

Emi menunjuk ke arah tatami dengan santai.

“Ah, Raja Iblis, satu hal lagi. Hutangku padamu yang setara gaji seminggu itu, aku sudah menyerahkan sisanya kepada Alsiel, kau bisa mengkonfirmasinya nanti. Sekarang hanya tersisa moped, cepatlah buat keputusan. Selain itu, aku sudah membayar semua hutangku, jadi jangan meminta bunga hutang menggunakan moped.”

“O-oh.... tunggu, eh? Kau sudah membayar semuanya?”

Maou yang hampir jatuh terduduk di beranda, berhasil menahan tubuhnya berdiri dengan berpegangan pada dinding dan menatap ke arah Ashiya. Ashiya, dengan ekspresi tenang di wajahnya, mengeluarkan sebuah amplop putih dan menyerahkannya pada Maou.

“Ka-kalau sudah begini, apa biaya hidupmu bulan ini akan baik-baik saja?”

Walaupun harga mopednya sudah dikurangi, jumlah uang yang Maou minta dari Emi tetap lebih dari 200.000 yen.

Emi membayar semua hutangnya dalam waktu singkat, dan malah membuat Maou khawatir dengan keadaan finansialnya, tapi Emi menganggukan kepalanya dengan acuh tak acuh.

“Jangan remehkan gaji 1.700 yen perjam. Meski kau mengabaikan poin ini, aku tidak akan sembarangan membeli barang. Asalkan itu bukan model kelas atas, bahkan untuk moped pun, aku bisa membayarnya secara tunai.”

“Berbicara seolah kau punya banyak uang simpanan.... Emilia memang hebat, tak peduli betapa terpuruknya dirimu, pada akhirnya kau tetaplah seorang Pahlawan.”

“Aku tidak mengerti ukuran macam apa yang kau gunakan untuk menilai seorang Pahlawan!”

Setelah membantah Ashiya yang mengekspresikan kekagumannya terhadap jawaban tenang Emi, Maou menarik napas dalam untuk menenangkan diri, melepas sepatunya dan memasuki kamar, mengambil tempat duduk di sebelah Emi dengan ekspresi kaku di wajahnya.

Melihat Maou bertingkah demikian, Chiho dan Suzuno pun saling menatap satu sama lain dan tersenyum.

“Ada apa?”

“Tidak, harusnya aku yang tanya begitu. Apa maksudnya itu?”

“Karena itulah aku bertanya ada apa.”

“Gezzzzz!”

Emi sengaja bertingkah tidak tahu apa-apa dan merespon dengan sebuah pertanyaan.

Maou memukul tatami dan bertanya dengan keras,

“Kenapa kau melakukan interview untuk bekerja di restoran kami?!”

“Hey, ini sudah larut, tenanglah, itu pasti terdengar sangat keras untuk orang-orang di bawah. Apa yang akan kau lakukan jika kau membangunkan Alas Ramus?”

“Apa katamu?”

Emi mempertahankan sikap santainya dan membuat wajah Maou memerah karena kesal, tapi begitu dia mendengar nama Alas Ramus, dia pun menjauhkan tangannya dari tatami dengan enggan.

“Kisaki-san, dia.....”

“Ada apa dengan manajer-san?”

“Dia bilang ketiga orang yang datang untuk interview hari ini semuanya diterima! Apa yang kau.....”

“Eh? Benarkah? Itu hebat!”

Dibandingkan Emi yang melakukan interview itu, Chiho justru terlihat lebih bersemangat mendengar apa yang Maou katakan, lantas berdiri dengan gembira.

“Yusa-san! Dengan begini, mulai sekarang kita bisa bekerja sama! Ini luar biasa!”

Chiho mendekat ke arah Emi yang duduk di sebelahnya dan memeluknya.

“Aku juga senang punya senior seperti Chiho. Kau harus membimbingku baik-baik ya.”

“Emilia, selamat karena telah mendapatkan pekerjaan baru secepat ini. Dengan begini, aku bisa merasa jauh lebih tenang.”

“Maaf membuatmu khawatir. Aku juga akan menghubungi Rika dan Em nanti.”

“H-hey, tunggu sebentar, kalian!”

Meskipun Maou harus sedikit mundur karena tertekan oleh aura Chiho, tapi dia tetap tidak mau menyerah.

“Tunggu! Biarkan aku menyelasaikan apa yang ingin kukatakan!”

“Ada apa sih? Semuanya sudah hampir beres. Aku sudah menjelaskan semuanya pada Bell, Alsiel, dan Chiho, kau bisa memilih salah satu dari mereka dan menanyakannya. Setelah aku secara resmi menerima panggilan konfirmasi dari manajer-san, aku akan mulai bekerja di restoran itu, jadi tolong jangan halangi aku.”

“Harusnya aku yang bilang begitu!”

Ucap Maou dengan gelisah, tapi karena Chiho yang sedang memeluk Emi memberinya sebuah tatapan tajam, suaranya tidak terdengar tegas.

“H-hey Emi, beritahu aku! Kenapa kau melamar pekerjaan di restoran kami? Izinkan aku mengatakan hal ini lebih dulu, bayaran perjam untuk karyawan dalam masa pelatihan itu hanya 850 yen, kau tahu? Itu hanya setengah dari gajimu sebelumnya. Apa kau tak masalah dengan hal itu?”

Meski perkembangannya tidak lancar, seperti apa yang dia beritahu pada Chiho, Maou sebenarnya memang berencana merekomendasikan pekerjaan di MgRonalds kepada Emi jika dia punya kesempatan.

Tapi Maou sama sekali tidak mengira kalau Emi akan melamar pekerjaan itu bahkan sebelum dia membicarakannya.

“Huuuh....”

Emi menghela napas, sedikit melonggarkan tangan Chiho yang sedang memeluknya dan tersenyum kecut sambil menatap ke arah Chiho dan Suzuno.

Maou memperhatikan tingkah ketiga gadis itu dari sudut matanya, dan menyadari kalau Ashiya juga menunjukan senyum serupa ke arah Emi.

“Raja Iblis. Akan kukatakan hal ini lagi, insiden sebelumnya, aku beanr-benar berterima kasih padamu.”

“....Huh?”

Kalimat Emi yang begitu tiba-tiba membuat Maou membelalakkan matanya kaget.

“Aku berulang kali sudah berterima kasih kepada Chiho dan Rika. Aku juga telah mengatakan hal ini pada Em dan Alberto. Aku....”

Emi sedikit mengangkat kepalanya, dan dengan tatapan yang begitu hangat, dia mengamati seluruh kamar 201 Villa Rosa Sasazuka, alias Kastil Iblis.

“.... menyukai saat-saat di mana aku makan bersama semuanya di kamar ini. Aku tidak tahu apa kau memang berniat melakukannya atau tidak, tapi dari hasil yang ada, aku, Alas Ramus, dan ayahku kini telah terbebas dari berbagai macam ikatan di Ente Isla. Meski harus melalui beberapa proses sulit, entah itu manusia ataupun iblis, mereka semua bisa terhindar dari keputusasaan. Itu semua berkat dirimu.”

“O,oh... uh, erhm... yeah.”

Maou dengan canggung mengalihkan pandangannya dari Emi sembari terus terduduk.

Apa Emi pernah berbicara kepada Maou dengan perasaan hangat seperti ini sebelumnya?

Maou menatap ke arah sudut beranda, bahkan sebelumnya saat Emi menyerahkan 'hal itu' kepadanya, dia tidak menunjukan ekspresi hangat seperti ini.

Saat Maou memikirkan hal tersebut....

“Tapi....”

Nada bicara Emi tiba-tiba menjadi tajam.

Maou tanpa sadar memalingkan wajahnya ke depan dan mendapati Emi yang sedang memandangnya dengan ekspresi tidak ramah. Bertemu dengan tatapan Emi, Maou menahan napasnya.

“Justru karena hal itu, aku tidak bisa bergantung pada kebaikanmu. Karena, aku masih tidak bisa memaafkan kenyataan bahwa kau telah mengacaukan hidupku dan ayahku. Karena kau.... adalah musuhku.”

“Ye-yeah, kau benar, yeah.”

Maou juga mengangguk dengan ekspresi yang tak bisa diartikan, dan dia yang tidak tahu apa yang ingin Emi katakan selanjutnya, melirik ke arah Suzuno melalui sudut pandangannya.

Meski menurut ia sendiri itu agak tidak mungkin, mungkinkah Suzuno sudah membocorkan isi 'pengakuan' Maou?

Tapi entah Suzuno tidak sadar dengan tatapan Maou atau dia sadar tapi memang sengaja mengabaikannya, dia hanya diam mendengarkan Emi berbicara.

“Kemarin, saat kau sengaja memintaku mengembalikan uang di depan ayahku..... kau sebenarnya tidak punya maksud mendapatkan uang sebanyak itu dariku, kan?”

“Eh? Uh, erhm.... Chi, Chi-chan?”

“Aku tidak mengatakan apa-apa.”

Chiho menggelengkan kepalanya dengan ekspresi tenang di wajahnya seperti Suzuno.

“Itu artinya, pemikiranmu yang dangkal dan tidak dewasa itu sudah terlihat sejak awal.”

Ucap Suzuno mengikuti Chiho.

“Alasan kenapa kau memainkan drama membosankan itu adalah untuk menungguku bilang 'mana mungkin aku menerima permintaan konyol seperti itu', iya kan? Dan begitu aku mengatakannya, kau bisa menggunakan kesempatan itu untuk memintaku melamar pekerjaan di MgRonalds, benar?”

“Uh... i-itu karena....”

“Maou-san!”

Chiho, dengan nada yang agak tajam, menegur Maou yang masih mencoba mencari alasan untuk kabur.

“Menyerahlah.”

Setelah mengucapkan hal itu, Suzuno mengambil sebuah majalah kusut yang dilipat di bawah kotatsu, membuat Maou begitu terkejut.

Berbeda dengan majalah yang dia tunjukan kepada Chiho di restoran, itu adalah majalah informasi lain, setelah kehilangan kesempatan untuk menunjukannya karena tanggapan tak terduga Emi, Maou pikir benda itu sudah dibuang.

"I-itu.....! Ashiya! Bukankah aku sudah memberitahumu untuk membuangnya??"

Maou menginterogasi Ashiya seolah sedang merasa begitu terguncang.

"Karena hari pengumpulan majalah bekas belum tiba......."

Ashiya menghindari tatapan Maou, membalas dengan sebuah alasan.

"Kalau begitu, bakar saja! Untuk apa lagi sihir iblis kalau bukan untuk ini?! Sekarang adalah saatnya menggunakan kekuatan gelap sihir iblis untuk menghancurkan semua bukti!"

Maou mengguncang bahu Ashiya dengan wajah memerah, tapi Ashiya tidak menghiraukannya.

"Inilah kenapa sejak awal aku menentang tegas soal memberitahu Emilia hal yang tidak perlu seperti ini dan menyarankan, daripada melakukan hal itu, akan lebih baik kalau kau meninggalkannya sendirian. Semua ini adalah hasil dari tindakanmu sendiri, tolong bertanggung jawablah!"

"Kau, kau bilang bertanggung jawab....."

Maou mencengkeram bahu Ashiya dan dengan gugup berbalik menatap Emi.

"A-apa yang kau lakukan?"

Maou mengeluarkan suara yang hampir seperti sebuah teriakan dan mundur ke sudut kamar.

Maou yang barusan berbalik, melihat bagian atas kepala Emi.

Emi membungkuk ke arah Maou.

Sang Pahlawan Emilia, Yusa Emi yang tidak pernah mengalah pada siapapun dan hanya melihat Maou dengan jijik seperti sedang melihat ular dan kalajengking, saat ini benar-benar membungkuk kepada Maou.

"Terima kasih sudah mempedulikanku."

"Hentikan, hentikan, ada apa denganmu?! Apa kau bnar-benar Emi? Jangan-jangan kau adalah orang seperti Gabriel yang sedang menyamar.*

Maou terlihat gemetar ketakutan layaknya kelinci yang ditatap oleh seekor binatang misterius. Emi pun mengangkat kepalanya, menatap Maou dengan sebuah senyum dan mengatakan,

"Dalam pertarungan yang terjadi di Afashan.... karena bantuanmu, aku, ayahku, dan desaku berhasil lepas dari satu rencana jahat. Mengenai hal ini, aku benar-benar berterimakasih padamu dari dasar lubuk hatiku. Adapun untuk uang dan moped, terimalah semua itu sebagai ucapan terima kasih. Ini tak ada hubungannya dengan apa yang sebelumnya kau katakan selagi memiliki maksud tertentu itu. Tapi seperti apa yang barusan kubilang, pada akhirnya aku tidak bisa memaafkanmu. Jadi sejak kita kembali ke sini, aku tidak ingin menerima niat baikmu lagi. Hanya untuk hal ini saja, kuharap kau bisa mengerti."

"......"

Setelah mengatakan hal itu, Emi perlahan bangkit.

Seolah merasa khawatir jikalau dia akan dimakan, Maou bereaksi kuat dan menunjukan pose siap bertatung terhadap setiap gerakan yang Emi buat. Emi menatap ke arah Chiho dan Suzuno.

"Sudah dulu ya, ini sudah larut, aku akan kembali ke kamar ayahku. Chiho, selamat malam. Bell, terima kasih sudah membantu ayahku hari ini."

"Yeah, selamat malam!"

"Tak masalah. Aku juga akan berusaha membantu Nord-dono agar terbiasa dengan lingkungan di sini."

"Terima kasih. Lalu Alsiel, Raja Iblis, maafkan aku mengganggu sampai selarut ini."

"..... Uhm."

"......."

Usai mengatakan hal tersebut, tanpa menunggu jawaban dari Maou, Emi pun berjalan menuju beranda, memakai sepatunya dan pergi.

Suara dari pintu beranda yang tertutup menggema pelan di seluruh kamar, dan seolah mendapatkan sebuah sinyal, Chiho, Suzuno, dan Ashiya menatap ke arah Maou.

Sebelum memikirkan makna di balik tatapan itu, tubuh Maou seketika bergerak secara refleks.

Bahkan tanpa memakai sepatunya, dia berlari keluar kamar untuk mengejar Emi.

Seperti yang Emi katakan, malam ini dia akan menginap di lantai satu, jadi sebenarnya Maou tak perlu buru-buru mengejarnya seperti ini, tapi, entah kenapa dia merasa kalau dia harus memanggil Emi dan menghentikannya sebelum dia masuk ke dalam kamar.

Pada akhirnya, Maou menemukan Emi di halaman depan Villa Rosa Sasazuka.

Lebih tepatnya, seolah sudah tahu kalau Maou akan berlari keluar, dia berdiri di bawah tangga, melihat ke arah Maou yang keluar dari dalam koridor.

"Ugh....!"

Di sisi lain, Maou yang tidak menyangka kalau Emi akan menunggunya, nampak mengacaukan langkah kakinya dan melewatkan beberapa anak tangga, dia pun dengan panik berpegangan pada pegangan tangga dan menyeimbangkan diri.

"Hey, sebaiknya kau jangan sampai jatuh. Aku tidak sebaik itu sampai mau menangkapmu."

"E-Emi...."

Suara Emi yang agak ceria dapat terdengar dari bawah, Maou pun menjawabnya dengan lemah.

Meski dia adalah orang yang memangil Emi, seolah tidak tahu apa yang ingin ditanyakan, Maou hanya bisa terdiam.

Tak diketahui apa Emi mengetahui pemikiran Maou atau tidak, tapi sudut bibir Emi kini sedikit terangkat saat dia berbicara,

"Raja Iblis, kenapa kau ingin bekerja di restoran itu?"

"..... Huh?"

Emi tiba-tiba bertanya.

Dia tidak mengerti maksud di balik pertanyaan tersebut, tapi dibandingkan sikap dan perilaku Emi hari ini, pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sederhana, jadi Maou tidak begitu memikirkannya dan menjawab dengan jujur.

"Karena di sana tidak membutuhkan pengalaman apapun, di sana juga dekat dengan kontrakan, dan jika semuanya berjalan lancar, aku pun bisa makan.... ditambah lagi, ada kebijakan kenaikan pangkat yang pernah kusebutkan padamu sebelumnya."

"Alasan kenapa kau ingin bekerja di sana, ada banyak motifnya kan selain hanya masalah uang? Akupun begitu."

"Eh?"

Setelah mengatakan hal tersebut, Emi mengalihkan pandangannya dari Maou dan menatap bangunan Villa Rosa Sasazuka.

"Saat interview hari ini, aku meminta ayah dan Bell untuk menjaga Alas Ramus. Jika hanya di jarak ini, kami tidak perlu bergabung meskipun berada di tempat yang berbeda. Gaji perjam di Docodemo memang lebih baik, tapi aku selalu merasa kasihan pada Alas Ramus yang tidak bisa keluar sama sekali. Jika aku bekerja di sana, Alas Ramus pasti bisa hidup lebih bebas. Dan dari situasi yang kudengar dari Bell, sepertinya aku tidak bisa membawa Alas Ramus ke restoran, ya?"

Mungkin karena mendengar situasi kacau di restoran yang diakibatkan oleh Alas Ramus menempel pada Maou dan Chiho, Emi tersenyum kecut dan melanjutkan,

"Ketika ayahku memutuskan untuk pindah dari Mikata ke apartemen ini, aku juga sudah memutuskan. Memutuskan kalau aku akan bekerja di sana. Aku yakin aku akan diterima. Lagipula, aku sering mendengarmu mengeluh soal kekurangan pegawai, dan begitu layanan delivery dimulai, teknik yang kupelajari dari pekerjaan customer service seharusnya bisa jadi satu keuntungan."

Emi menarik napas kuat dan mengatakan,

"Intinya aku tidak terpengaruh olehmu dan aku tidak hanya mengikuti arus. Alasan kenapa aku melamar kerja di restoran depan stasiun Hatagaya adalah karena keinginanku sendiri. Karena aku ingin bekerja di tempat yang paling cocok denganku, makanya aku menerima interview itu hari ini."

Maou nampak tidak bisa mempercayainya, tapi meski begitu, dia tidak dapat menemukan bahan apapun untuk membantah Emi.

"Untungnya aku memutuskan untuk menginap di sini hari ini. Tidak hanya bisa melunasi hutang yang kumiliki, aku bahkan bisa berterima kasih padamu dengan benar atas apa yang terjadi sebelumnya."

"Emi, kau....."

Di wajah Emi yang disinari cahaya bulan, Maou......

"Dengan begini, mulai besok sampai seterusnya, aku pun bisa melangkah maju."

.... melihat senyum tulus yang tidak membawa sedikitpun rasa benci ataupun permusuhan.

"Ugh....."

Maou pernah melihat senyum itu.

Di mana dia pernah melihat senyum itu?

Meski hanya sekali, Maou seharusnya pernah melihat Emi menunjukan senyum tulus.

Akan tetapi, Maou tidak bisa mengingat kapan hal itu terjadi.

"Ah, dan juga...."

Karena.....

"Memang wajar sih bagi manajer Kisaki, tapi ternyata dia masih mengingatku. Selama interview, kami berbicara banyak mengenai dirimu dan Chiho, rasanya itu seperti mengobrol dari sebuah interview."

Emi......

"Jika aku benar-benar diterima, maka di depan manajer Kisaki nanti, aku tidak akan bisa bicara tanpa berpikir seperti sebelumnya. Jadi....."

Tiba-tiba mengatakan sesuatu yang tak bisa dipercaya.

"Mulai dari sekarang, tolong bimbing aku ya, Sadao-senpai!"

"Uowaaahhhhhhhhhhh??"

Kemudian, meski Maou tidak bergerak sedikitpun, anehnya dia malah tergelincir dan meluncur jatuh dari tangga dibarengi sebuah teriakan yang bisa mengganggu tetangga.

"Maou-sama? Apa yang terjadi?"

"Maou-san?"

"Ada apa, apa Emilia jatuh lagi?"

"Apa, suara apa itu?"

".....fu... eee...."

Teriakan keras tersebut membuat Ashiya, Chiho, dan Suzuno keluar dari lantai dua. Nord yang berada di lantai satu, berlari keluar dengan mata yang mengantuk sambil membawa Alas Ramus yang tertidur lelap.

Apa yang terlihat di mata mereka adalah Maou yang dipenuhi kotoran karena jatuh dari tangga dan Emi yang melompat ke samping.

"Hey, apa kau baik-baik saja? Aku memang bilang aku tidak akan menyelamatkanmu, tapi dari caramu jatuh, aku tidak akan bisa menyelamatkanmu meskipun aku menginginkannya, tahu?"

"Oh, ah, oh."

Maou mengerang seakan seluruh udara yang ada di paru-parunya dipaksa untuk keluar. Ditambah lagi, di pandangannya saat ia melihat Emi, terdapat sebuah kengerian yang aneh.

"A-apa yang kau...."

"Ada apa? Apa kau sebegitu tidak menyukainya?"

Bagaimanapun Maou memikirkannya, Emi kini sedang berpura-pura bodoh.

Suara dan ekspresi seperti ingin tertawa itu adalah buktinya.

"Kalau begitu, tak masalah. Aku sudah bilang kan tadi, aku tidak akan memaafkanmu, jadi izinkan aku untuk memanggilmu seperti itu sementara ini. Sa....."

"Tidak mungkinnnnnn!"

Begitu berhasil berdiri, Maou langsung menaiki tangga menggunakan tangan dan kakinya dengan kecepatan yang mengejutkan. Lewat di tengah Ashiya dan Chiho yang bergegas keluar untuk melihat situasi, dia berlari memasuki kamar.

"Ada apa, apa yang terjadi?"

Suzuno begitu terkejut menyaksikan semua itu, tapi karena beberapa suara pelan terdengar tepat setelah pintu tertutup, dia pun langsung mengetuk pintu dan mulai bertanya.

"Hey, Raja Iblis! Jangan kunci pintunya! Apa yang sedang kau lakukan?"

"Ma-Maou-san! To-tolong buka pintunya! Barang-barangku masih ada di dalam kamar....."

"Apa yang sebenarnya terjadi? Maou-sama, aku akan membuka pintunya."

"Hentikan Ashiya, jangan dibukaa!"

Mengabaikan teriakan ketakutan dari sang raja para iblis, Ashiya pun mengeluarkan kunci dari apronnya dan membuka pintu beranda.

"Ahahahaha!"

Melihat adegan tersebut, Emi tertawa terbahak-bahak.

"Uh, hm? Emilia? Apa kau baik-baik saja?"

Tanya Nord sambil mengusap matanya, Emi pun menggelengkan kepalanya dan tersenyum.

"Tidak, bukan apa-apa. Maaf sudah membuat kegaduhan selarut ini."

Kemudian, Emi melambai ke arah Chiho dan Suzuno yang menatapnya dengan heran karena tidak paham dengan situasi ini, lantas memasuki kamar 101.

"Tapi berkat ini, semuanya kini telah selesai."

"Hm?"

Walaupun Nord tidak mengerti, dengan senyum yang menyegarkan, Emi berkata,

"Mulai besok sampai seterusnya, ini akan jadi dunia baru."

Tegas Emi di dalam kamar yang disinari oleh cahaya rembulan, dan saat dia mendengarkan keributan di lantai dua yang masih belum selesai...

"Setelah sekian lama, sepertinya aku bisa tidur nyenyak malam ini."

Dia mengucapkan hal itu dengan puas.

---End---





Translator : Zhi End Translation..
Previous
Next Post »
4 Komentar
avatar

Yok Lanjut terus min ... gk sabaran buat selanjutnya ...

Balas
avatar

Thanks sudah diupdate
Keep the spirit bro

Balas
avatar

Wkwkwk Sadao-Senpai

Yosh...

Keep strong and spirit minπŸ‘ŠπŸ‘ŠπŸ‘Š

Balas
avatar

Dah.. mulai jatuh hati nih Sadao-senpai ma Emi :3

Balas