[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 42 : Nilai Sebuah Nyawa
Kembali ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 41
Chapter 42 : Nilai Sebuah Nyawa.
.... Harimau berwarna emas yang ganas itu membungkuk dan mengamati sekililingnya dengan tatapan tajam.
Harimau besar itu kira-kira memiliki panjang 4 meter, seekor binatang berkaki empat yang memiliki tubuh lebih dari dua kali ukuran harimau dan singa yang Subaru ketahui.
Dengan kaki yang berat dan mulut yang tak bisa tertutup akibat taring-taring panjangnya, binatang itu bolak balik memamerkan belati bersimbah darahnya.
"A...pa....."
....itu? Tapi sebelum dia bisa menyelesaikan pertanyaan tersebut, kereta yang terlempar pun menghantam tanah. Suara kehancuran menggema, pecahan kayu tersebar, dan berbagai jeritan memenuhi udara.
Para penumpang yang terkena dampak kekuatan tadi terlempar ke tanah, mereka yang masih sadar mengerang kesakitan, sementara mereka yang tak sadar berbaring tak bergerak bersimbah darah.
.... Di saat itu juga, Subaru langsung diserang oleh pemikiran; Aku harus membantu yang terluka.
Tapi sebelum dia bisa mewujudkan pemikiran tersebut, satu pergerakan yang kuat membawa Subaru.
Berputar, mengabaikan pekikan Subaru, Patrasche berlari menjauh dari binatang itu, lurus menuju hutan.
"Tunggu...! Hey, Patrasche!"
Teriak Subaru pada naga yang mengabaikan penunggangnya, tapi, seperti saat dalam perjalanan ke sini, Patrasche tidak menunjukan tanda-tanda akan mematuhinya.
Meninggalkan Otto dan semuanya yang terpaku diam, Patrasche berlari, membawa Subaru di punggungnya. Tapi,
".....WRR!"
Dengan raungan bergemuruh seakan membelah hutan, binatang itu memburu jejak Subaru.
Semburan amarah dan kebencian mengoyak jalanan ketika Patrasche mencoba berlari, cukup membuat naga tanah itu membeku.
Sensasi mengerikan dari makhluk hebat yang memiliki kekuatan merenggut nyawa itu, menjadikan Subaru sebagai target permusuhannya. Merasakan perasaan yang sudah sering dia rasakan ini, rasa ngeri dan takut meluap di tulang belakang Subaru. Dan karena dia tahu betul perasaan ini, dia tidak bisa menyalahkan Patrasche yang terpaku di tempat di saat seperti ini. Dia tidak bisa menyalahkannya, tapi konsekuensinya sudah jelas.
".......a"
Menoleh, kehancuran yang menjadi akar kengerian Subaru terlihat dalam pandangannya.
Dari ayunan kaki binatang itu, kereta naga terlempar jatuh layaknya kotak mainan saat isinya tersebar dan menabrak pepohonan hutan. Mungkin, jika kau menguatkan suara sumpit patah sebesar 100 kali, itu adalah sesuatu yang mirip dengan suara ini, suara kayu dan tulang manusia yang hancur.
Menghadapi seekor monster, meskipun tahu tak mengambil tindakan sama halnya dengan menunggu kematian, tak ada satupun orang yang bergerak dari tempat mereka.
Mungkin, mereka takut jikalau pergerakan sedikit saja bisa memicu binatang besar itu untuk mengarahkan cakar, taring, dan kemarahannya pada mereka.
Meskipun mereka tahu kalau melakukan hal itu hanya akan membawa mereka pada kematian.
"Apakah makhluk itu.... adalah alasan kenapa tak ada seorangpun di Sanctuary..?"
Merasakan gemetar yang berasal dari akar giginya saat berada di atas punggung naga yang membatu, Subaru mengaitkan binatang pembunuh itu dengan suatu kematian.
Ditutupi bulu emas yang cantik, wajahnya memiliki kekejaman dan kemuliaan yang luar biasa. Mata tajamnya berkilau dengan kebencian dan amarah, dan taringnya terlalu tajam untuk disamakan dengan pedang.... Makhluk ini pasti adalah makhluk yang menyerang Sanctuary.
".... Huh?"
Melihat dengan seksama tanpa melewatkan satupun gestur, ekspresi, dan gerakannya, Subaru menyadari sesuatu yang ganjil mengenai binatang yang perlahan mendekat tersebut. Menyipitkan satu matanya mencari penyebab keganjilan itu, dia menemukannya.
.... Sesuatu terlihat menancap di punggung sebelah kiri harimau besar itu.
Bagi binatang raksasa dengan kekuatan fisik yang nampak tak terbatas, luka itu pasti sangat sepele. Dari gerakannya saat dia berjalan, makhluk itu terlihat tidak sadar akan luka tersebut, dia pasti menganggapnya tak lebih dari sekedar goresan.
Namun bagi Subaru, hal itu membawa arti yang besar. Tidak pada lukanya, melainkan pada benda yang terlihat familiar di sana.
.... Itu adalah tongkat kesukaan Ram yang seharusnya masih ada di tangannya.
Tongkat kecil yang Ram gunakan untuk merapal mantra. Paling tidak, Subaru tidak pernah melihatnya menggunakan medium lain untuk merapal. Beberapa saat lalu, dia memegang benda itu di tangannya saat bersiaga menghadapi Garfiel. Tak salah lagi.
Tidak mungkin dia bisa salah lihat. Tapi kenapa benda itu menancap di punggung harimau besar itu? Jawabannya adalah...
"Ata.... visme..."
(T/N : Atavisme, kalo diartiin sih kayak, sifat turun temurun, dalam hal ini adalah tubuh binatang dimiliki Garfiel berkat gen ayahnya)
Tiba-tiba, sebuah peristiwa terlintas dalam pikiran Subaru.
Itu adalah hari di mana Garfiel menunjukan sebagian garis keturunannya, tepatnya kualitas khusus dari tubuh fisiknya. Waktu itu, dia hanya merubah bagian tangannya menjadi binatang sebagai demonstrasi dari garis keturunan demihuman-nya, tapi,
"Jika dia adalah harimau itu, berarti...."
Jika binatang pembunuh itu adalah Garfiel yang sepenuhnya berubah menjadi binatang....
..... itu akan menjelaskan kenapa Ram yang berada di belakang untuk menghambatnya, menjatuhkan tongkat tersebut di tubuh harimau itu. Namun, di saat yang sama, itu juga berarti....
Ram, kehilangan tongkatnya, telah gagal untuk menghentikan Garfiel yang bertransformasi menjadi harimau.
"Garfiel, kau.... apa yang kau lakukan pada Ram?"
"......"
"JAWAB AKU! WOI! APA YANG TELAH KAU LAKUKAN PADA RAM? GARFIEL!!"
Wajah monster itu membersut mendengar panggilan Subaru, tanpa menjawab.
Hanya saja, seolah merasa jengkel dengan suara Subaru, makhluk itu menggelengkan kepalanya yang berat dan melambaikan kakinya, menunjukan ujung dari cakar-cakarnya. Di ujung cakarnya, terdapat potongan kain hitam yang begitu familiar. Melihat hal itu, Subaru mengerti takdir apa yang dihadapi gadis berambut peach tersebut.
"GARFIEEELLLLL!!"
Berteriak, berserah diri pada amarah, Subaru melepaskan tali kekang dan melompat turun dari punggung Patrasche. Mendarat dengan menyedihkan, dia berguling di tanah. Lalu, berdiri dengan kedua tangan dan kakinya, dia menatap tajam ke depan.
Sama-sama berdiri dengan dua tangan dan kaki, manusia dan binatang menghadap satu sama lain di jarak yang cukup jauh. Perbedaan di antara keduanya sangat jelas, dan tanpa ada kesempatan menang sehelai rambut pun, tak ada ruang untuk melakukan negosiasi di antara mereka.
"Kau memandang rendah diriku sampai segitunya...?"
"....."
"Apa kau membenciku sampai segitunya...?"
"....."
"KALAU KAU BENAR-BENAR! INGIN! MEMBUNUHKU! KAU HANYA PERLU MENGINCARKU!!"
"...... WRRR!!"
Menjawab teriakan marah Subaru, binatang itu meraung ke arah langit.
Atmosfer bergetar, hutan tersentak, daun-daun dan seluruh makhluk hidup yang ada gemetar ketakutan, dikuasai oleh rasa ngeri. Tapi Subaru tak bergeming, menunjukkan gigi-giginya.
"Kau bahkan berani melayangkan tangan pada gadis yang kau cintai... Apanya yang Taring Sanctuary, JANGAN MEMBUATKU TERTAWA!!!"
".....WRRRR!!"
Kemudian, menjawab cacian Subaru, harimau raksasa itu menyerbu.
Dengan momentum yang luar biasa, rongsokan kereta naga di antara keduanya terlempar ke udara saat ia melaju melewati kabut serpihan dan darah.
Kecepatan yang luar biasa dan massa yang berat. Tabrakan langsung dengan makhluk itu mungkin sama seperti ditabrak oleh truk besar: sebuah kematian instan bahkan tanpa ada waktu untuk bernapas.
Kematian ada di hadapannya. Merasakan datangnya peristiwa yang tak terelakkan, otak Subaru berputar dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bercampur dengan amarah, sel-sel otaknya memicu ledakan emosi.
Suatu kegelapan menggelora di dalam dadanya, dan mengikuti aliran darah, kegelapan tersebut bersirkulasi ke seluruh tubuh. Panas, hitam, gelap, redup, suram, dan tak berwujud, sesuatu yang mengerikan.... namun dapat digenggam.
Satu matanya terbuka, Subaru merasakan sensasi bak menggenggam sesuatu dalam dirinya.
Dia menatap ke depan. Di jarak yang cukup dekat untuk merasakan napas satu sama lain, taring binatang itu ada di hadapannya. Dengan refleks yang melebihi batas kekuatan fisiknya, di belakang mulut si harimau yang terbuka, Subaru melihat kerongkongannya yang berwarna merah dan hitam, yang mana merupakan jalan masuk menuju kematian. Saat itu juga, Subaru mengangkat tangannya dan menempatkannya di antara taring si harimau dan dadanya.
“........!?”
Tiba-tiba, dibarengi sebuah pusaran angin, tubuh besar makhluk itu menghilang di depan mata Subaru.
Tidak, lebih tepatnya, dia tidak menghilang. Tapi, dari momentum yang tajam, dengan kepalanya sebagai poros, harimau besar itu terlempar 180˚ ke udara. Dan begitulah, makhluk tersebut mendarat dengan punggung menghantam tanah, ia menyalak kesakitan dan bingung saat berat tubuhnya memantul dari tanah, menguncang tanah saat tabrakan terjadi.
“Wh.....!?”
Menoleh, Subaru tak percaya melihat harimau ganas itu berguling di tanah. Barusan, Subaru yakin kalau dia akan kehilangan nyawanya.
Binatang itu juga sama terkejutnya. Berbaring miring di tanah, wajahnya menggambarkan kebingungan saat dia perlahan mendorong tubuhnya bangkit, tapi karena dampak hantaman setengah lingkaran tadi, dia sekali lagi jatuh ke tanah.
Tak mengerti apa yang terjadi, keduanya menatap satu sama lain, terengah-engah. Tapi Subaru yang tiba-tiba merasakan kelelahan dalam tubuhnya, jatuh ke tanah, sementara si harimau bangkit berdiri dengan sebuah gelengan kepala.
Sekali lagi, pihak mana yang memiliki keuntungan sangatlah jelas. Bahkan sekarang, Subaru masih tidak tahu apa yang terjadi, tapi....
“Jika dia merespon ejekanku.... tak salah lagi dia pasti Garfiel.”
Memaksa tangannya yang gemetar untuk mendorong tubuhnya bangkit, Subaru menggigit bibirnya untuk membuat dirinya tetap sadar. Di hadapannya, harimau itu dengan waspada menggeser tubuhnya ke kanan dan ke kiri, kemungkinan besar sedang mencoba memahami fenomena aneh di balik interaksi sesaat tadi.
Namun, Subaru tidak yakin apakah dia bisa kembali mengeluarkan sensasi aneh tadi, bahkan jika dia mencobanya.
Dia berhasil mengatasi satu serangan, tapi hal itu terasa tidak nyata.
Kewaspadaan lawannya memang sedikit lucu, tapi tanpa ada dasar untuk tertawa, Subaru sendiri juga sama konyolnya.
Selangkah demi selangkah, binatang raksasa itu mendekat dengan hati-hati, masih setengah ragu dengan Subaru yang tidak mengambil tindakan. Tapi kemudian, dia tiba-tiba berhenti, dan....
“.....WRRR!!”
“.....a”
Sebuah raungan.
Merasakan ilusi bak bermandikan badai besar, Subaru menutupi wajahnya, tubuhnya secara naluriah menegang. Mendekat ke arah syarafnya yang membatu, adalah suara langkah kaki yang menciptakan bekas di tanah.
Menghancurkan tanah, tubuh binatang itu melompat ke udara dan melempar dirinya langsung ke arah Subaru.
Beratnya, cakarnya, tak ada yang bisa dihindari. Kali ini, sensasi tadi tidak muncul di ujung jari Subaru. Inilah akhirnya. Akhir telah datang.
Dan,
“.....!!”
“.......WRR!?”
Menyerbu dari samping, Patrasche menghantamkan kepalanya ke perut harimau besar tersebut.
Si harimau mengeluarkan raungan kesakitan saat tubuhnya membentuk huruf V, mencekik udara dari paru-parunya. Kemudian, mengayunkan tubuhnya, Patasche memukulkan ekornya ke mata si harimau, menghalangi penglihatannya untuk sementara.
Langsung berbalik, Patrasche membawa Subaru dengan mulutnya dan sekali lagi berusaha lari...
“Patra.....”
Panggilannya dipotong oleh suara daging yang terkoyak.
Terayun dari mulut Patrasche, Subaru tiba-tiba terlempar ke tanah yang ada di depannya. Ketika dia menoleh, Subaru menyaksikan ekor Patrasche tertangkap oleh taring besar binatang itu. Tubuhnya yang berbobot lebih dari 400 kilogram terayun seperti sebuah mainan kertas.
Patrasche meringkik kesakitan. Dagingnya tercabik saat darah menyembur keluar, dan ketika ekornya terputus, darah menyembur dan membasahi separuh tubuh Subaru dengan warna merah.
Terlempar tanpa daya ke udara, Patrasche berguling di tanah. Menyaksikan keadaan menyedihkan naganya, dengan napas terengah-engah, Subaru menoleh dan menatap tajam si harimau raksasa.
Membawa kebencian di satu matanya, Subaru menghadap ke arah musuh yang dulu pernah dia panggil teman.
“Ga.....rfiieeEEELLLLLLL...!”
Dengan kebencian tak berujung, dia memanggil nama itu.
Tak ada jawaban. Mungkin transformasi menjadi binatang telah merenggut organ vokal manusianya. Dari dalam tenggorokan harimau besar itu saat ia mengulurkan kakinya, tak ada ungkapan kebencian, kata-kata membunuh, atau kata-kata apapun.
Yang ada hanya insting yang tertuang ke dalam tindakan.
… Insting untuk mematahkan leher Subaru, atau insting untuk menghancurkan kepala Subaru dengan rahangnya.
Tak peduli rasa sakit macam apa atau betapa menyedihkan akhir yang menunggnunya, Subaru sudah siap menerima 'Kematian'.
Dia akan menelan semua penderitaan itu, menjadikan hal itu makanannya, dan mengubahnya menjadi alasan untuk meraih masa depan yang sempurna.
“Kau pikir kau akan ada di masa depan itu....?”
Dengan tatapan terfokus pada cakar yang sedang mendekat, Subaru menyampaikan kata-kata penuh kebenciannya.
Dan kemudian, menutup mata kirinya, pandangan Subaru berada di dalam kegelapan.
Hanya tersisa penyesalan atas pengorbanan Patrasche dan ketidakmampuan Subaru untuk menyelamatkannya...
“......?”
Meskipun Subaru sudah siap menerima akhir yang kian mendekat, hal itu tak kunjung juga datang. Terkejut, dia mengernyitkan dahinya saat kejengkelan mulai mencuat akibat lamanya kematian itu datang. Akhirnya, dia membuka matanya,
“Ah?”
Di hadapannya, di belakang cakar tajam yang seharusnya mengoyak Subaru, dia melihat ekspresi binatang itu. Alasan Subaru mengeluarkan erangan bodoh itu adalah karena wajah si harimau. Wajah yang seharusnya dipenuhi rasa haus darah pada Subaru, kini beralih ke arah yang sepenuhnya berbeda.
Binatang besar itu mengalihkan pandangannya dari Subaru, dan malah melihat sesuatu yang ada di sebelah kiri Subaru. Menoleh untuk mengikuti pandangannya, Subaru melihat sesuatu yang terbang dan memantul menjauh dari binatang itu sebelum berguling di tanah..... Sebuah batu.
Sangat biasa, itu hanyalah sebuah batu yang akan muat berada di telapak tangan sesorang.
Menelusuri asal benda itu dia mendapati siluet seseorang berdiri di tepi barisan pepohonan.
Dengan rambut pendek, wajah kurus, serta tangan dan kaki yang kecil, dia adalah seorang pria tanpa ada ciri khusus atau mencolok apapun, tapi Subaru mengenalnya.
Dia adalah salah seorang penduduk desa Arlam, dia juga anggota pasukan pemuda desa, salah satu pengungsi yang mengungsi di Sanctuary dan seseorang yang tadinya berada di atas kereta yang terlempar, dan kini, dia ada di sana, terhuyung-huyung dengan darah mengalir dari dahinya.
Dengan lamban, dia pun membungkuk mengambil batu terdekat. Dan dengan gerakan yang lemah, dia melemparnya ke arah si harimau. Tapi tentu saja, serangan itu bukanlah apa-apa. Tapi,
“Menjauhlah.... dari Su..baru-sama. Dasar.... monster.....”
Memeras suaranya di tengah erangan kesakitan, dia menunjukan tekadnya.
Saat kata-kata itu menamparnya, Subaru tiba-tiba merasakan gemetar menjalari tubuhnya. Kehilangan suaranya ketika getaran itu mencapai jarinya, tak tahu apa yang harus dikatakan, Subaru hanya diam menyaksikan.
“.........”
Batu, papan, tongkat, dan sepatu, terbang ke arah tubuh monster itu dari segala arah. Apa yang dia lihat adalah orang-orang yang seharusnya hancur akibat tekanan yang dipancarkan oleh binatang tersebut, mereka memberikan perlawanan yang ceroboh, lemah dan nyaris tidak nyata.
“He.....y....”
Apa yang mereka lakukan? Pikir Subaru, merasa heran.
Apa gunanya melakukan sesuatu seperti itu? Apa mereka pikir mereka bisa melakukan sesuatu terhadap binatang itu? Akankah benda-benda itu menembus bulu dan kulitnya, memberikan dampak pada daging di bawahnya? Itu tidak mungkin. Bahkan itu tidak meninggalkan satupun goresan. Itu hanya perlawanan yang sia-sia.
“Hentikan....”
Memegangi kepala mereka dan lari seharusnya adalah pilihan paling bijaksana.
Mereka harusnya menaiki kereta yang masih berfungsi dan langsung meninggalkan tempat ini. Entah lari ke Sanctuary ataupun masuk ke dalam hutan. Mereka seharusnya melakukan tindakan yang setidaknya memberikan mereka kesempatan untuk hidup. Akan tetapi, kenapa mereka.....
"Kalian, apa yang kalian lakukan...? Cepat.. lari......"
"Subaru-sama! Kau tidak akan bisa meyakinkan kami seperti itu!"
Subaru melambaikan tangannya, mencoba mati-matian untuk menyampaikan maksudnya, tapi kata-katanya langsung disela.
Orang yang berteriak padanya adalah seorang pria tua dengan tangan dan kaki seperti ranting kering, dia, mengayunkan tangannya sekuat tenaga, melempar sebuah dahan yang langsung mengenai moncong si harimau. Lantas, terengah-engah, dia menatap ke arah Subaru,
"Jika kami lari menyelamatkan diri dan meninggalkan penolong kami, bagaimana bisa kami menunjukan wajah kami di depan anak-anak kami? Lagipula, kau datang ke sini untuk menyelamatkan kami...."
"Itu...."
"Jika kau mati di sini, maka kami juga akan mati di sini. Paling tidak itulah yang bisa kami terima dengan senang hati, dan semuanya juga sudah sepakat."
Terpaku, wajah Subaru terasa menegang.
Melihat ekspresi heran Subaru, entah kenapa, sebuah senyum hangat tersungging di wajah pria itu. Itu sangat aneh, sebuah senyum cerah yang membuat seseorang hampir lupa dengan ancaman di depan mereka.
Serangan berlanjut. Mereka menyerang si binatang pembunuh, Garfiel, dengan hujan batu.
Tapi kekuatannya sama seperti sebelumnya. Jauh dari kata membuatnya tersentak, serangan itu bahkan tidak cukup untuk membuat Garfiel merasa gatal.
Perlahan mengangkat tubuh besarnya, Garfiel mulai bergerak. Mengabaikan Subaru yang hanya menunggu untuk dicabik-cabik di tepi hutan... Garfiel menoleh ke arah pemuda yang melempar batu pertama tadi.
"......"
Si pemuda dan Garfiel saling berhadapan satu sama lain. Di depan tekanan yang begitu hebat, pemuda itu kehilangan suaranya, namun, sambil menarik pedang pendek dari sarung pedang yang ada di pinggangnya, pemuda itu menegaskan tekadnya,
"Makan ini......!"
Mengerahkan seluruh kekuatannya pada tusukan tersebut, pemuda itu mengincar tempat di antara alis Garfiel.... dan sesaat setelahnya, dengan suara melengking, pedang itu patah menjadi dua.
Mungkin karena bulu emas itu memiliki semacam daya penahan, pedang yang dibuat dengan kasar tersebut gagal menembusnya.
Kemudian, ketika si pemuda menyelesaikan perlawanan terakhirnya, si binatang mengangkat kakinya,
"Hentikan....!!"
Subaru berteriak. Tapi meski begitu, di hadapan hal yang terelakkan, itu hanyalah sebuah suara kosong.
Diikuti oleh suara daging yang hancur, tubuh kurus pemuda itu remuk menjadi bubur kertas dari kepala sampai kaki akibat dampak kekuatan tersebut.
Darah menyembur layaknya air mancur dari celah cakar Garfiel, dan ketika dia mengangkat kakinya, tersisa di sana hanyalah genangan darah kental berwarna merah gelap.
"........."
Kali ini, sebuah teriakan amarah murni meluap di dalam tenggorokan Subaru.
Dengan sebuah jeritan yang seolah sanggup memotong logam, Subaru bangkit dan melemparkan dirinya ke punggung harimau itu. Tapi serangan tersebut dengan mudah dihentikan oleh ayunan ringan dari bagian belakang kaki si harimau. Momentum Subaru bertemu dengan kaki Garfiel, dan Subaru terlempar ke udara layaknya sebuah bola karet, membuat punggungnya menghantam batang sebuah pohon besar.... seluruh tubuhnya bergemeretak, seperti suara tulang yang hancur.
"GA, AAGHhh.."
Berguling di tanah, gumpalan darah mengalir dari tenggorokannya yang sakit dan keluar lewat mulutnya. Tubuhnya tak bisa digerakkan. Tangan kanannya, mulai dari bahu ke bawah, berputar membentuk sudut yang aneh. Tulang belakangnya, menerima hantaman tersebut, telah kehilangan bentuknya. Lemah dan rapuh, tak ada yang berubah.
"......!!"
"Aahhhh...!!"
Si harimau menyalak, melompat ke arah gerombolan para pengungsi yang ada di sekitarnya, memamerkan cakar dan taring yang dia miliki. Darah menyembur, jeritan menggema, dan Subaru tahu bahwa sekumpulan nyawa sedang direnggut di tempat yang tidak bisa dia lihat.
Seseorang berteriak. Sebuah teriakan seperti binatang. Seperti binatang, tapi itu adalah suara manusia.
Kebingungan menyerang si harimau. Teriakan siapa itu? Untuk apa dia berteriak? Terperangkap di dalam kegagalannya, Subaru tidah tahu jawabannya.
"... Natsuki-san! Tetaplah hidup!"
Namana dipanggil. Itu adalah suara yang dia kenal, tapi pikirannya yang mencoba menyelaraskan suara itu dengan sebuah nama dihalangi oleh rasa sakit. Pikirannya berkedip dan redup, dunia menjadi semakin kabur, dan bahkan emosinya sendiri pun tidak jelas. Dia sudah tidak tahu lagi apa itu mimpi dan apa itu realita. Kebencian dan rasa sakit semuanya tersebar ke dalam angin.
Dia tidak boleh tertidur di sini. Dia harus bangkit. Bangkit, bangkit, jika seseoang harus mati, dialah orang yang harus mati lebih dulu.
"....kalian... jangan mati... aku saja.... sudah lebih dari cukup....!"
Memuntahkan darah sambil memeras kata-kata tersebut, Subaru berusaha keras untuk bangkit. Tangan kanannya sudah tidak berfungsi, dia mencoba merangkak dengan tangan kirinya. Sebuah tirai merah ditarik turun menutupi bidang pandangannya, dan Subaru tahu kalau itu adalah darah yang mengalir dari dahinya. Dengan kasar mengusapkan kelopak mata pada bahunya, dia menggeretakkan gigi seolah ingin menghancurkan gerahamnya dan mengangkat wajahnya,
"......."
Pembantaian terjadi di hadapannya.
Setiap ayunan kaki binatang itu pasti membuat sesorang terlempar, membuat darah menyembur, dan memadamkan api kehidupan.
Tak peduli betapa berani nan kuatnya tekad mereka, perlawanan mereka hanya akan percuma melawan binatang itu. Bulu emas makhluk itu ternoda oleh darah mereka, dan kematian mereka sama sekali tak memiliki arti.
Perlawanan, hanya akan tertiup menjauh seperti debu. Tak berarti sedikitpun.
Jika ada satu kematian yang berarti, itu adalah kematian Subaru.
"Hentikan, hentikan, hentikan, hentikan.... kumohon, hentikan...."
Jika kau ingin membunuh, bunuh saja aku.
Sejak awal, targetnya adalah Subaru. Tak ada alasan untuk menyakiti orang-orang yang berani nan baik ini, tak ada alasan untuk merenggut nyawa mereka.
Atau, bukankah kematian mereka hanya konsekuensi lain dari kebodohan Subaru? Jika demikian, bukankah ini terlalu.....
".....ug, ahh?"
Subaru merasa tubuhnya diangkat saat wajahnya tersungkur ke tanah.
Menggantung tanpa daya, Subaru diangkat oleh Patrasche yang mengeluarkan darah dari lukanya. Meski sedang sekarat karena serangan tanpa ampun Garfiel, dia merangkak ke samping Subaru.
Melihat keadaannya yang menyedihkan, Subaru tidak bisa lagi menahan apa yang menggelora di balik matanya,
"Tidak, tak apa... Sudah cukup. Cukup... Patrasche."
Memanggil namanya dengan lembut, Subaru mengulurkan tangannya ke arah rahang Patrasche yang penuh dengan darah. Tapi dia menggelengkan kepalanya mendengar suara Subaru, seolah ingin bilang "Ini belum berakhir, kau tahu". Kemudian, menyelipkan moncongnya di bawah perut Subaru, dia mengangkat Subaru yang tak berdaya ke atas punggungnya.
Subaru mengerang kaget. Dan kemudian, Patrasche mulai melangkahkan kakinya. Kestabilan langkahnya akan membuat orang-orang bertanya, bagaimana dia masih punya kekuatan seperti itu?
Tak diragukan lagi, dia sedang menggunakan kekuatan terakhir dari kehidupannya.
"......."
Tapi bahkan dengan sedikit semangat hidup yang bisa dia kumpulkan, memaksakan dirinya hingga akhir, kecepatan Patrasche tak bisa dibandingkan dengan apa yang biasanya mampu ia lakukan. Hal itu takkan cukup untuk kabur dari taring yang mengejarnya.
Gigi harimau itu menerkam kaki belakang Patrasche saat dia meringkik kesakitan. Sekali lagi, Subaru terlempar ke udara. Akan tetapi, saat ia terlempar tanpa daya dan bersiap menghantam tanah, Patrasche menjulurkan lehernya dan menangkap Subaru dengan rahangnya.
Dan, dalam satu gerakan, dia menggunakan kepalanya dengan sekuat tenaga untuk melempar Subaru sejauh yang dia bisa ke kedalaman pepohonan.
".......!"
Subaru tahu kalau hanya itulah yang bisa Patrasche lakukan untuk menjauhkannya dari bahaya.
Di saat yang sama, dia menyadarinya. Kenapa, setelah berpisah dengan Ram, dia mengambil jalan pintas melewati hutan untuk bergabung kembali dengan para pengungsi.
.... Patrasche pasti merasakan keberadaan binatang buas itu.
Dan karena dia merasakannya, untuk meningkatkan kesempatan hidup Subaru, meski hanya sedikit, dia berlari ke tempat di mana ada banyak mangsa lain berkumpul. Semuanya hanya untuk melindungi Subaru.
Menghantam tanah, tubuh Subaru memantul sekali, dua kali. Dan setelah merintih di pantulan ketiganya.... sensasi melayang sekali lagi menyerangnya.
".....a"
Lereng curam terhampar membentuk sebuah jurang, dan tubuh Subaru pun berguling lurus ke bawah. Tanpa ada kekuatan untuk berteriak, tergores oleh dahan serta kerikil dan terus memantul, tubuh Subaru terguling dan jatuh.
"......"
Berjungkir balik, pandangannya berputar-putar. Subaru sekilas melihat apa yang terjadi di atasnya.
Di sana, dia menyaksikan pemandangan yang tidak ingin dia lihat.
"..... patrasche."
Harimau besar itu membawa Patrasche di rahangnya, lantas menggigit naga tanah itu dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Taringnya mengoyak daging Patrasche, dan di dalam semburan darah yang begitu deras, tubuhnya hancur menjadi dua.
Bahkan tak bisa meringkik saat kematiannya datang, si naga yang setia telah mengorbankan hidupnya demi Subaru.
"......"
Tenggorokannya serasa dibakar. Tenggorokannya serasa dikoyak. Amarah mendidihkan otaknya, dan darahnya seolah sedang terbakar.
Memantul, jungkir balik, meluncur, berguling, bergesekan, Subaru terus terjatuh.
...... Memantul tinggi ke udara, dia sekali lagi merasakan sensasi terlempar.
Menghantam tanah, kesadaran Subaru tertelan ke dalam tubrukan tersebut.
Tubuhnya tidak berhenti jatuh. Tapi seluruh kesadarannya telah terpisah dari raganya.
.... Hanya satu suara menyebalkan yang menolak untuk menghilang, sebuah suara yang terus berputar dan bergolak di dalam dadanya.
---End---
Lanjut ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 43
Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4
Translator : Zhi End Translation..
3 Komentar
subaru punya kekuatan? sampe bisa ngelempar garfiel gitu?
BalasKan ada sensasi gelap itu.. mungkin itu dari Satella.. Subaru sndiri juga gak tau..
BalasAwalnya ku kira itu efek dari sihirnya Ram, karna keluarnya putaran angin yg bikin garfiel terlempar...
BalasTapi gak tau deh yg sebenarnya,,, klo subaru aja yg ada di tkp gk tau apalagi ane???....