[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 43 : Dan Kemudian Semua Orang....
Kembali ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 42
Chapter 43 : Dan Kemudian Semua Orang....
….Apa yang membangunkan Subaru adalah sensasi tetesan air yang menetes di wajahnya.
Ritme yang stabil dari tetesan air dingin di pipinya menarik kesadaran Subaru. Dan bersama dengan kesadarannya yang kembali, sebuah sensasi hangat kehidupan perlahan menyebar ke seluruh tubuhnya.
Sederhananya, itu adalah sensasi kuat nan terpenting yang tidak perlu disampaikan dengan kata-kata.... yakni, rasa sakit.
“.....dgah.”
Seolah menyambut kembalinya kesadaran Subaru, sebuah rasa sakit merangkulnya dengan tangan terbuka. Begitu syok awalnya sudah terasa, tak mungkin sisa serangannya bisa dihindari.
Dahinya yang tersayat, tangan kanannya yang terkoyak, dan tulang belakangnya yang dirusak oleh hantaman yang sangat kuat, semuanya menjerit kesakitan. Tapi, jauh melebihi semua itu, adalah,
“ini ga...wat...”
Mengarahkan pandangannya ke asal rasa sakit yang tajam tersebut, Subaru mendapati sebuah dahan setebal dua jari menusuk area di bawah tulang selangka kanannya. Darah mengalir di ujungnya, dan meski Subaru sudah mengumpulkan tekad untuk menarik dahan itu terlepas rasa sakit yang akan dia rasakan, dahan itu menolak untuk bergeming se-inchi pun.
Untungnya, dahan itu telah patah, jadi asalkan Subaru mengabaikannya secara visual, hal itu tidak akan banyak menganggu pergerakannya.
“gaya ini.... terlalu nyentrik...”
Entah bagaimana berhasil membuat tubuhnya yang kaku untuk bergerak, Subaru mendudukkan dirinya dan bersandar di permukaan batu terdekat untuk mengatur napas. Melihat sekeliling, dia mendapai dirinya berada di pintu masuk sebuah gua kecil. Rupanya, tetesan air di wajahnya adalah embun pagi yang jatuh dari atas mulut gua...... Tapi embun pagi berarti,
“sudah pagi....!?”
Saat Subaru memahami bergulirnya waktu yang kejam, rasa sakit yang kuat menggelora di tubuhnya yang gemetar, seolah bagian belakang matanya diwarnai dengan warna merah dan seluruh tubuhnya ditusuk oleh jarum. Air mata muncul di satu mata Subaru saat pikirannya perlahan memahami situasi.
Apa yang terjadi padanya sebelum pingsan? Mengingatnya,
“........a.”
Subaru ingat tragedi tidak masuk akal yang menimpanya.
Dengan gugup memandang ke atas, dia melihat sinar matahari yang menembus di antara celah pepohonan dan menyinari hutan. Bermandikan cahaya tersebut, dia melihat ke arah lereng tempat dia jatuh.... bertanya-tanya kejadian macam apa yang menunggunya di sana.
“.....ng.”
Menelan napasnya dan disiksa oleh rasa bersalah karena tidak langsung mati, Subaru merangkak dengan kecepatan seekor ulat, menuju ke sisi lain lain lereng.
Meskipun pergerakannya terganggu oleh dahan yang menusuk dadanya, pelan namun pasti, dia semakin mendekat seiring dengan berjalannya waktu.
Jika itu adalah Subaru yang dulu, membayangkan kejadian yang menunggunya saja pasti sudah membuatnya begitu ngeri, dan dia mungkin akan lari, menolak untuk melihat. Tapi Subaru yang sekarang tidak akan membiarkannya.
Dia harus melihatnya sampai akhir, menelannya, dan menjadikan hal itu makanannya.
Karena itu adalah tugas Natsuki Subaru yang gagal mati ketika seharusnya dia mati.
“hha....hhaa.”
Sedikit demi sedikit merayap, dia menyeret tubuhnya menaiki lereng hanya dengan bagian atas tubuhnya yang terangkat dari tanah. Napasnya terengah-engah, keringat membasahi luka yang telah mengering di dahinya, darah pun sekali lagi merembes keluar. Dia mengusap keringat tersebut dengan lengan bajunya, mengotori wajahnya dengan lumpur dan darah saat ia sedang merayap.
Merayap melewati bagian kereta yang hancur, memutar melewati pohon yang tumbang, jari Subaru meraih tepian lereng.... tempat di mana Patrasche melemparnya.
“....”
Sesaat, ada sebuah keraguan.
Dengan mengangkat kepala dan menjulurkan lehernya untuk mengintip ke sana, Subaru akan menghadapi realita yang tak terelakkan. Dia tidak akan bisa kabur ke dalam imajinasinya dan memanjakan diri dengan fantasi bahwa, keajaiban akan terjadi setelah ia dilempar dan kebanyakan pengungsi berhasil kabur.
“Apa aku ini bodoh?... tidak, aku memang bodoh.”
Dengan sebelah pandangannya, Subaru menyaksikan saat Patrasche dikoyak oleh rahang si harimau. Setelah memberikan seluruh hidupnya untuk Subaru, kematian naganya yang setia masih terlukis di balik kelopak mata Subaru. Berpura-pura itu adalah mimpi atau melarikan diri ke dalam sebuah fantasi adalah sebuah hinaan bagi Patrasche yang telah mengorbankan api kehidupan terakhirnya untuk Subaru.
Menyalakan api keyakinan di dalam hatinya, Subaru memeras sisa tekad yang dia miliki dan membuka mata kirinya. Mengangkat tubuhnya mulai dari perut ke atas, melewati dahan tebal yang menghalangi penglihatannya dan hutan, di tempat tragedi itu terjadi....
“.......h?”
Tidak ada apa-apa.
Tak ada apapun sama sekali.
“Bagaimana... mung..kin?”
Dengan wajah mengkerut karena membayangkan pembantaian yang seharusnya terhampar di hadapannya, mata Subaru terbelalak tak percaya, tidak bisa menerima pemandangan yang terlihat di matanya.
Terdapat beberapa rongsokan kereta yang berserakan dan pepohonan yang tumbang. Bekas cakar masih ada di tanah, dan tanda-tanda kehancuran dan perlawanan pun masih membekas.
Namun, pemandangan yang paling menyakitkan tidak ada di sana.
Sisa-sisa pembantaian. Mayat para penduduk yang telah memberikan nyawanya supaya Subaru bisa kabur. Mayat naga tanah yang dikoyak menjadi dua karena kesetiaannya.
Mereka tak ditemukan di manapun.
“.......”
Binatang itu dan pertarungan tadi malam tidak mungkin hanya mimpi. Rongsokan yang berserakan adalah buktinya. Namun, akibat dari tragedi itu telah lenyap.
Dengan usaha keras, Subaru menggunakan pohon terdekat untuk menarik tubuhnya bangkit. Untungnya, setelah syok awal tadi berlalu, luka-luka di kaki dan pinggangnya tak lebih dari sekedar memar dan goresan yang dangkal. Dia berdiri, memegang tangan kanannya dengan tangan kirinya agar tidak terasa sakit saat menjuntai. Dan, melihat sekelilingnya,
“Bagai... mana? Di mana Patrasche.... semua orang.... Otto?”
Dia tidak ingin melihat mayat mereka.
Jujur saja, dia sangat ingin semua orang selamat. Tapi tak mungkin mimpi semacam itu menjadi nyata. Subaru, dari semua orang, tahu betul akan hal itu.
Lagipula, sebelum Subaru pingsan, dia sudah melihat beberapa nyawa melayang kerena cakar binatang itu.
Pemuda kurus itu bertarung hingga akhir, tapi tanpa meninggalkan satu goresan pun, dia dihancurkan.
Ada wanita yang kehilangan nyawanya ketika dia terlempar dari kereta naga yang melayang. Seorang pria tua yang diremukkan seperti sebuah ranting kering oleh ayunan cakar binatang itu, tak meninggalkan apapun selain mayat yang menyedihkan.
Dengan setiap kematian yang diingatnya, rasa sakit dan penyesalan mengiris hati Subaru. Tapi meski begitu, kematian yang seharusnya dia saksikan di sini entah bagaimana telah terenggut dari tempatnya.
“Patrasche.... Patrasche....?”
Memikirkan nyawa-nyawa yang telah hilang, Subaru dengan lemah dan putus asa memanggil nama pasangannya.
Saat tubuhnya dikoyak menjadi dua dan saat napas terakhirnya berhembus, Subaru sendiri sudah melihat dan mendengarnya, jadi tidak ada harapan sedikitpun kalau dia masih hidup.
Meski begitu, dia ingin menemukan sisa dari jiwanya yang telah pergi dan meminta maaf. Hanya itulah yang bisa Subaru lakukan.
Menyeret langkahnya, tubuh Subaru terasa begitu lelah. Pencarian berjalan lamban dan pelan, menghabiskan waktu dua jam hanya untuk menyusuri area sekitar.
Namun, bahkan setelah menghabiskan waktu selama itu, apa yang Subaru temukan hanyalah,
“Barang bawaan yang bercampur dengan rongsokan, sobekan baju, dan.....”
Darah yang begitu banyak.
Seperti yang Subaru bayangkan dengan hampir pasti, semua yang tercabik oleh cakar binatang itu selalu diikuti oleh darah yang begitu banyak. Dia menduga akan ada bau menyengat darah di tempat kejadian, tapi mungkin karena darah yang menggumpal di lubang hidung Subaru sudah merenggut indera penciumannya, dia tidak mencium bau apapun.
Dia sudah mengumpulkan cukup bukti bahwa fakta itu tak bisa disangkal. Namun, satu-satunya bagian yang tidak bisa dia temukan adalah bukti yang paling menentukan. Dan bagaimana hal itu menghilang masih diselimuti misteri.
Lebih penting lagi, ketika sedang mencari ke sekitar, satu pertanyaan yang sudah sangat terlambat akhirnya terlintas di pikiran Subaru. Itu adalah....
“Kenapa aku... tidak terbunuh......?”
Dia tidak menghabisi Subaru.... meskipun Subaru yang bisa bertahan dari luka-luka itu sangat sulit untuk dipercaya, pergi tanpa memeriksa tubuhnya adalah sesuatu yang sangat sembrono. Bagaimanapun, sejak awal Subaru adalah sasaran Garfiel.
Dia tidak mengerti kenapa Garfiel mengarahkan cakarnya kepada para pengungsi, tapi mungkin, dia melakukannya untuk memberi pelajaran pada Subaru.
Tapi jika benar begitu, dia semakin tidak mengerti kenapa para mayat tersebut bisa menghilang.
“Bahkan jika.... mereka dibawa pergi....”
Total ada 42 pengungsi. Meskipun mereka berubah menjadi mayat, membawa mereka semua pergi rasanya sangat tidak realistis, belum lagi Patrasche dan para naga tanah lain.
“Tapi.....”
Dia tidak ingin membayangkannya, tapi jika mereka ditelan ke dalam perut binatang raksasa itu.... yah, karena masalah jumlah juga, itu bukan teori yang realistis. Paling tidak, meski dapat dibayangkan jikalau mereka dibawa pergi, apa yang tidak terpikirkan adalah bagaimana mereka mau repot-repot menyembunyikan mayat-mayat tersebut.
Pada akhirnya, bahkan sebelum memikirkan apakah harimau itu akan melakukan hal berbelit-belit begitu, pertanyaan paling penting adalah kenapa dia tidak menghabisi Subaru.
"......"
Tiba-tiba, terpikir oleh Subaru betapa miripnya situasi ini dengan Sanctuary yang tak berpenghuni di pengulangan sebelumnya.
Meskipun kondisi yang membawa ke situasi itu berbeda, hasilnya secara garis besar sama. Semua tanda-tanda kehancuran di sekitar adalah berasal dari amukan si harimau, tidak berkaitan dengan hilangnya harimau tersebut dan para pengungsi. Jika kau mengabaikan aspek paling mencolok tersebut, situasi keduanya begitu mirip di bagian di mana tak ada tubuh yang terlihat.
Dengan kata lain,
"Sa-Sanctuary juga berada dalam keadaan yang sama seperti sebelumnya....?"
Napasnya semakin memburu ketika dia sampai pada kesimpulan tersebut, Subaru sekali lagi menggunakan seluruh kekuatannya untuk berdiri. Kemudian, melihat ke sekeliling, dia menentukan arah menuju Sanctuary.
...... Ini adalah pagi di hari keenam.
Kemarin malam mungkin adalah batas waktu untuk mansion. Meskipun dia tidak bisa mengatakannya dengan pasti, jika serangan Elsa terjadi, maka sudah terlambat untuk mencegah tragedi itu.
Di sisi Sanctuary, pasti terjadi sesuatu yang membuat Garfiel mengabaikan pemikiran untuk menghabisi Subaru. Sesuatu itu pasti juga alasan kenapa semua orang menghilang. Tapi kenapa hal yang sama tidak terjadi pada Subaru, masih tidak diketahui.
"......"
Ke arah mana?<> Subaru sesaat merasa ragu.
Kehangatan yang melewati dadanya memberikan rasa sakit yang samar ke hati Subaru. Itu adalah perasaan bersalah dan sesal atas gadis yang masih tertidur itu, dan semua yang dia tinggalkan di mansion.
Menggeretakkan giginya, Subari menyingkirkan emosi tersebut dan mengarahkan langkahnya menuju Sanctuary.
Dengan langkah yang diseret nan pelan, untuk mengetahui apa yang terjadi, Subaru bergerak menuju ke Sanctuary.
Apa yang menunggunya di sana? Agar dia bisa mengukir sesuatu yang sepadan dengan nyawa-nyawa yang telah hilang itu ke dalam ingatannya, dia bermaksud menggunakan hidupnya kali ini untuk melakukan penebusan tersebut, bahkan jika itu hanya setitik kesempatan kecil untuk menang pada akhirnya.
XxxxX
....Dalam perjalanan menuju Sanctuary, dia melewati tempat di mana Ram dan Garfiel bertarung.
Ada bekas sabetan pedang angin di batang pohon-pohon terdekat, sekaligus bekas cakaran yang familiar di tanah dan batuan, yang mana secara brutal terpotong sekaligus.
Dia mencari ke sekitar tanda-tanda keberadaan Ram... atau lebih tepatnya, tubuh Ram. Tapi, seperti yang diduga, dia tidak bisa menemukannya.
Jika harimau besar itu benar-benar Garfiel, baginya, Ram seharusnya adalah gadis yang dia sukai dari dulu. Subaru bahkan percaya jikalau perasaan mereka bisa menjadi sesuatu yang lebih dalam, tapi,
"Sampai saling mencoba membunuh satu sama lain hanya untuk bilang 'aku menyukaimu'.... aku pasti terlalu banyak membaca light novel."
Karena tak satupun dari mereka berniat untuk mundur, maka itu takkan berakhir sampai salah satu dari mereka membunuh yang lain.
Sejauh mana cinta ataupun kerinduan mampu menghentikan keadaan yang memburuk?
Jika hal itu benar-benar bisa menghentikan kekerasan, cinta dan kerinduan pasti sudah menghentikannya bahkan sebelum kekerasan itu dimulai.
Saat mereka mengesampingkan hal itu, maka tak ada apapun lagi yang bisa menghentikan mereka.
"..... Maafkan aku."
Gadis itu tak terlihat di manapun, tapi Subaru tetap meminta maaf kepada gadis yang telah berusaha keras untuk menyelamatkannya itu.
Pertarungannya juga akan menjadi tak berarti, perasannya pun akan jadi sia-sia begitu Subaru kembali ke Sanctuary. Di depan sana adalah sesuatu yang Subaru butuhkan, setelah dia berniat untuk mati.
Mengesampingkan penyesalannya yang semakin menumpuk, Subaru dengan mantap berjalan menuju Sanctuary. Jalan yang dia tapaki sebelum tengah hari sebenarnya hanya berjarak 10 menit di atas punggung Patrasche.
Menahan luka-lukanya dan maju dengan kecepatan seperti seekor ulat, saat Subaru mendekat ke Sanctuary, waktu ternyata sudah sore.
"butuh waktu setengah hari.... akhirnya...."
Dia kembali.
Hampir jatuh di tempat karena merasa lega, tak ada sedikitpun rasa bangga akan pencapaian ini. Malahan, api yang menelan bagian dalam diri Subaru adalah ketidakberdayaan dan amarah pada dirinya sendiri. Dan jauh melebihi kebencian pada dirinya sendiri itu adalah sesuatu yang gelap nan berkilau,
"Kau pasti kembali... kan, Garfiel....?"
Jangan pikirkan jangan pikirkan,<> ucap Subaru dalam hati untuk membendung amarah dan kebencian yang meluap-luap kepada si bangsat berambut emas itu.
Ada tiga alasan utama kenapa Subaru kembali ke Sanctuary.
Yang pertama adalah untuk memecahkan misteri bagaimana semua orang bisa menghilang. Memahami setidaknya sebagian dari jawaban itu adalah hal yang sangat penting bagi masa depan.
Yang kedua adalah memastikan apakah Emilia yang berada di Sanctuary, masih selamat atau tidak. Jika semua orang menghilang, dia mungkin bukanlah pengecualian. Jadi dia ingin memastikannya.
Dan yang ketiga... Jauh melebihi dua alasan tersebut, adalah api amarah membakar hangus hati Subaru.
Hasrat untuk mengoyak tubuh harimau itu.
Dia melangkah memasuki Sanctuary.
Dua tiang yang dipenuhi lumut berdiri di pintu masuk. Melewatinya dan memasuki Sanctuary, Subaru dengan hening merendahkan suara napasnya saat dia melihat sekeliling.
Keheningan menyelimuti Sanctuary, seperti yang diduga, tidak ada siapapun di tempat ini. Tapi bahkan sebelum itu, Subaru tidak mendengar satupun serangga di hutan saat dia berjalan ke sini.
Bukan hanya penghuni Sanctuary saja yang menghilang. Rasanya seolah-olah aktivitas setiap makhluk hidup di tempat ini telah terhenti dalam keheningan.
"......"
Bahkan napasnya sendiri pun terasa begitu berisik dalam kesunyian ini. Subaru menekan tenggorokannya hingga mencapai batas untuk tidak membuat suara. Mengambil napas pendek nan hati-hati dan menyeret kakinya, Subaru menuju ke kedalaman Sanctuary... menuju tempat di mana seharusnya Emilia berada.
.... Di jam-jam sebelum malam tiba, Emilia akan menghabiskan waktu menunggu Ujian dengan meringkuk dan memeluk lututnya. Hal ini menjadi begitu mencolok setelah hari ketiga, terutama kali ini, ketika Subaru tidak ada di sampingnya. Kemungkinan besar, kesepian dan frustasi telah mengiris-iris hatinya jauh lebih kejam dibanding pengulangan manapun sebelum ini.
"tidak ada di sini.... ya.."
Membuka pintu dan melihat ke dalamnya, Subaru tidak melihat siapapun di ruangan itu dan mendesah.
Meskipun Emilia tidak ada, ranjangnya yang tak berpenghuni terlihat berantakan, dan ada sebuah kursi jatuh di samping ranjang tersebut. Dia tidak yakin apakah ini terjadi ketika Emilia melakukan perlawanan terhadap apapun yang menyebabkannya menghilang, ataukah dia yang merasa begitu lelah, melakukan hal tersebut karena emosi.
Namun, di sepanjang jalan, Subaru tidak menemui siapapun.
"Haruskah aku melihat tempat Roswaal..?"
Menerima bahwa Emilia sudah tidak ada lagi di sini, hati Subaru begitu tenang saat dia menentukan tindakan selanjutnya.
Meskipun ketegasan dalam menjalankan rencananya sangat dibutuhkan, sebagian dari diri Subaru sudah tahu kalau dia tidak akan menemukan apapun bahkan jika dia pergi ke sana.
Seperti yang dia takutkan, tak ada siapapun di Sanctuary. Saat Emilia menghilang, Subaru seharusnya tidak punya rasa sayang apapun terhadap tempat ini.
Emilia yang menjadi subjek rasa sayangnya, telah menghilang. Tapi, seperti yang Subaru sadari, hal itu bahkan nyaris tidak menyebabkan gejolak apapun di dalam hatinya.
Apa itu karena dia akhirnya memperoleh hati baja yang keras dan tidak goyah?
Tidak, Subaru langsung menggelengkan kepalanya.
Perasaan kehilangan, bak terampas seluruh emosi ini jauh berbeda dari hati baja yang Subaru perjuangkan. Ini adalah hasil dari amarah, rasa sakit kehilangan segalanya, dan hanya menyisakan hatinya yang hancur.
Itu bukannya tidak goyah, melainkan telah kehilangan seluruh isinya.
.... Dia sudah tidak punya keinginan untuk hidup.
Tentu saja, hal itu sangat wajar.
Subaru saat ini tidak hidup karena ingin hidup. Dia tidak bisa mati ketika seharusnya dia mati, dan karena hal itulah, dia tidak boleh mati sebelum menemukan sesuatu untuk membenarkan kehidupannya yang diperpanjang.
Dengan kata lain, ini bukanlah keinginan untuk hidup, melainkan tekad untuk mati.
Untuk apa hidup di dunia seperti ini?
Emilia menghilang. Rem telah tiada. Patrasche mati, dan kemungkinan Ram dan Petra juga. Tak perlu ditanyakan lagi apakah Otto berhasil bertahan hidup atau tidak.
Tak ada siapapun. Tak ada seorangpun yang tersisa. Karena Subaru tidak cukup pintar, karena Subaru tidak cukup kuat, karena Subaru tidak bekerja cukup keras, karena Subaru tidak cukup menginginkannya, dia gagal menyelamatkan semua orang. Dia tidak bisa menyelamatkan siapapun. Padahal itu adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh Subaru.
“Jadi.... aku.....”
Harus mengambil semuanya kembali. Melihat semuanya sampai akhir. Dan meletakkan semuanya di jalan yang benar.
Itu adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh Subaru. Dan itu adalah sesuatu yang harus Subaru lakukan.
Semua pengorbanan adalah untuk hal ini, Subaru harus selalu menyimpannya dalam hati.
Semua yang telah hilang, Subaru harus selalu mengingatnya.
Semua harga yang harus dibayar, Subaru harus terus membayarnya.
Membayar apapun harganya. Menumpuk pengorbanan. Dan pada akhirnya mengambil semuanya kembali.
“.....”
Dengan timpang dan terhuyung-huyung, Subaru keluar dari bangunan tersebut.
Langkahnya tidak menuju ke tempat di mana Roswaal beristirahat, melainkan ke bagian terdalam Sanctuary.... yaitu Makam. Sebelumnya, ketika ia berkeliling di Sanctuary yang tak berpenghuni, di sanalah dia dibunuh oleh 'sesuatu'. Kali ini, dia menuju ke tempat yang sama.
Untuk apa? Untuk dibunuh, pastinya.
Jika keadaannya sama seperti sebelumnya, maka Subaru harusnya terbunuh di sana dengan cara yang sama.
Tapi, mengetahui kalau serangan itu akan datang, Subaru pikir dia seharusnya paling tidak bisa menghindari satu serangan fatal.
Bahkan jika dia terbunuh dengan serangan keduanya, asalkan dia bisa sekilas melihat wujud asli musuh tersebut, itu sudah cukup.
Menyiapkan tekad untuk mati, selangkah demi selangkah, Subaru mendekati tujuannya.
Tempat di mana perutnya ditusuk dari belakang.... meskipun dia tidak bisa ingat di mana tepatnya, dia yakin kalau itu hanya beberapa inchi dari pintu masuk Makam.
Melihat ujung bangunan Makam dari kejauhan, detak jantung Subaru semakin menggila ketika darah yang terpompa ke seluruh tubuhnya berganti antara panas dan dingin. Apa itu semakin memanas ataukah semakin dingin? Bahkan hal itu pun, dia juga tidak tahu.
Tubuhnya terasa panas, tangan dan kakinya seperti mati rasa. Tapi jari-jarinya terasa kaku, dingin, seolah tertekan pada timah beku. Kepalanya pun cukup dingin untuk melihat situasinya dengan objektif.
Seorang makhluk bodoh berjalan menuju kematiannya, tahu kalau dia akan mati.
Dia seharusnya sudah membuat sumpah di hatinya untuk mempertaruhkan nyawa sebagai ganti dari hasil yang nanti dia dapatkan, tapi ekspresinya jauh dari kata tekad kuat. Matanya memandang ke bawah, dia menggigit bibirnya, dan tangan serta kakinya gemetar tak terkendali.
Semua kepura-puraan itu lenyap di saat-saat terakhir, ketika dia mencaci dirinya karena menunjukan kelemahan tersebut. Mengesampingkan sentimen itu, Subaru terus melaju tanpa mengurangi kecepatannya.
Meskipun dia tidak bisa mengubah fakta bahwa dia adalah orang yang lemah, rapuh, dan bodoh, dia ingin memiliki keberanian untuk bergerak maju dari pribadi seperti itu, dan menjadi pribadi yang selalu dia inginkan.
Seperti bagaimana negatif dan negatif menjadi positif, optimismenya yang menyimpang menimbun kelemahan demi kelemahan menghasilkan sesuatu yang baik. Dan dengan hal itu, Subaru terus melangkah menuju Makam, menuju kematian.
Makam semakin dekat. Jantungnya berdebar, dan dia bisa dengan jelas mendengar suara darah yang terpompa melalui kulit kepalanya. Asam yang meluap dari perutnya yang kosong membakar tenggorokannya. Lututnya yang gemetar hampir membuatnya jatuh ke tanah, dan bagian kiri penglihatannya dibasahi oleh keringat, membuat kabur apa yang dilihatnya.
Mengangkat tangan kirinya dengan kasar untuk mengusap matanya, dia sekali lagi menghadap ke depan. Dan kemudian, dia melihatnya.
“......a?”
Tepat ketika dia mengangkat kakinya menuju Makam, Subaru melihat perubahan yang terjadi di depan matanya.
Tanpa ada satupun suara serangga yang bisa didengar, yang ada hanyalah paduan suara gemerisik daun yang ditiup oleh angin. Tapi tiba-tiba, menyela hal itu, terdengar sebuah suara kicauan sesaat yang pelan.
Awalnya, Subaru pikir itu adalah bola bulu putih kecil yang tertiup adalah angin.
Tapi bola bulu itu berhenti beberapa langkah di depan Subaru dan berkedut kecil. Merasa ragu, Subaru mengernyitkan dahinya ketika ia melihat dua telinga panjang yang berdiri.
“Seekor kelinci?”
Seekor binatang kecil dengan telinga panjang dan bulu putih lembut. Dengan dua mata merah, mulutnya bergerak saat dia melihat sekeliling. Kemudian, melihat ke arah Subaru, makhluk itu memiringkan kepala kecilnya dan mengeluarkan pekikan yang nyaring.
Seekor kelinci kecil mungil. Dia berukuran sekitar kepalan tangan Subaru, dan dalam sekali lihat, dia tidak jauh berbeda dari ukuran seekor hamster. Tapi karena telinganya memiliki ukuran sebesar tubuhnya, kata 'muat di tanganmu', mungkin sedikit tidak tepat.
Di tempat di mana semua serangga, manusia, dan naga tanah menghilang tanpa jejak, tiba-tiba ada seekor kelinci.
Meskipun itu mungkin hanya salah satu makhluk yang tinggal di hutan, mempertimbangkan bagaimana Subaru tidak menjumpai satupun makhluk hidup sampai ke sini, melihatnya di sini memang sangat aneh.
“Kenapa ada kelinci di sini.... ini.... kelinci, kan?”
Dengan pertanyaan yang tiada berakhir, Subaru mengamati sekeliling, kebingungan, mencoba melihat apakah ada binatang lain selain kelinci ini yang berkeliaran di Sanctuary. Dan, tanpa niat khusus apapun, dia mengulurkan tangannya ke arah kelinci tersebut, ingin memastikan apa itu, atau mungkin mengelus bulunya....
“.....”
Kemudian, seluruh tangan kiri Subaru terpotong mulai dari pergelangan tangannya ke atas.
Darah menyembur keluar dari luka kasar tersebut, dan nadi berwarna hijau kebiruan menggantung dari ujungnya.
Benda putih tipis itu, apakah itu tendon atau urat ya? Yang manapun itu, rasanya selalu aneh ketika bagian tubuh manusia dihancurkan..... dan itu, adalah beberapa detik yang dia miliki untuk lari dari kenyataan.
Rasa sakit dari sebuah dimensi lain menyerang otak Subaru, dan rasa sesak karena penderitaan tersebut, membuat tubuhnya jatuh ke tanah. Cabang yang menusuk tulang selangkanya patah karena dampak kejatuhan, berubah menjadi rasa sakit yang menghancurkan. Sakit, sakit, sakit.
“Ggha!? Aa,uaghaa! Aaauu, uuuuaaAAAA,AAAAAAAGHAAAAAAAAA!!”
Pikirannya menjadi panas membara.
Sakit. Setiap sel di tubuhnya dikuasai oleh emosi rasa sakit dan tak mungkin lagi untuk memasukkan penderitaan ini ke dalam realita saat muncul pemikiran kenapa ini sangat sakit dan dari mana ini berasal dan kenapa ini terjadi padanya dan kenapa ini sangat sakit dan sakit sakit sakit sakit sakit sakit sakit sakit.....
Merasa sesak karena penderitaan tersebut, darah mengalir dari pergelangan tangan Subaru saat dia terjatuh, dan entah kenapa, dia kini menggigit tanah, tanpa sadar menggerogoti genangan lumpur. Tanah yang terasa pahit dan menyesakkan dada membawa kembali kejernihan mental, matanya pun bergerak mencari penyebabnya, ketika dia melihat bola bulu putih di kakinya..... bulu putih binatang kecil itu memiliki bintik berwarna merah, dan mulut kecilnya sedang sibuk bekerja. Di bawah hidung hitamnya, pipi makhluk itu nampak menggembung dan berkedut. Lalu, terjulur keluar dari mulutnya, Subaru melihat jari kelingking kirinya.
Paham. Gitu ya. Apa yang terjadi di sini? Dia dimakan. Dia dimakan. Dia sedang dimakan.
“Gu, ghhfffuuaaaAAAAAA!!”
Kebingungan dan rasa sakit membuatnya berteriak menggila, Subaru menoleh menghadap ke arah kelinci tersebut. Tangan kanannya sudah patah dan tak bisa bergerak, dan pergelangan tangan kirinya ada di perut kelinci itu. Tak ada yang bisa dia lakukan, tapi jika dia bisa memastikan wujud asli makhluk itu.....
Dia merasakan sesuatu yang terbakar di dalam pahanya. Dengan sensasi tajam yang tidak lucu, bilah mengoyak dagingnya hingga ke tulang, matanya terbuka lebar saat busa menyembur dari dalam tenggorokannya. Andai saja dia bisa membaringkan kepalanya dan pingsan, tapi intensitas penderitaan ini tidak punya niat untuk melepaskan kesadarannya.
Darah yang bergelembung keluar dari sudut bibirnya, dia menggeliat seperti seekor ikan yang berada di daratan. Fakta bahwa telinganya masih bisa mendengar, pasti adalah keajaiban dan lelucon dari dewa yang kejam.
Seperti ombak yang bergemerisik, sebuah suara mencapai gendang telinga Subaru.
Lompatan kecil. Tubuh-tubuh mungil. Rangkaian kicauan yang saling bersautan membentang luas, dan meski penglihatannya masih berfungsi, dia tidak punya niat untuk menghitung mereka.
Saat ini, dia merasa begitu senang karena satu-satunya hal yang masih tersisa pada dirinya adalah telinganya.
Sensasi gigitan dari gigi-gigi yang sedang makan terasa di seluruh tubuhnya, melalui rasa sakit yang begitu nyata, Subaru mengerti kalau dia sedang dimakan oleh makhluk yang berjumlah ratusan.
Subaru menjerit. Sebuah sentakan mendorongnya tetap berbaring saat tenggorokannya bergetar. Seketika, makhluk berbulu itu masuk ke dalam mulutnya yang terbuka. Lidahnya tercabik menjadi potongan kecil, gigi-gigi yang tajam melewati tenggorokannya, merusak semuanya mulai dari kerongkongan hingga perut.
Di dalam, mereka bertabrakan dengan gerombolan lain yang menyerbu dari dubur Subaru, dan seolah merubahnya menjadi kompetisi, mereka memakan organ kanan dan kirinya, merubah Natsuki Subaru menjadi makanan cincang.
Ini tak salah lagi adalah sensasi saat masih hidup sementara makhluk hidup lain mengoyaknya dari dalam.
Rasa takutnya telah hilang. Hampir tak ada lagi rasa sakit. Dia tidak mengerti kenapa dia masih sadar.
Dia telah dimakan. Dia telah dimakan. Mata kirinya dicungkil keluar. Telinganya sudah tak ada lagi di tempatnya. Organ-organnya telah dilahap, dan kini kulit di wajahnya sedang dikuliti. Sebuah lubang terbuka di tengkoraknya, dan gigi-gigi bersarang di dalam otaknya yang menonjol keluar――
――
――――
――――――
――――――――
――――――――――――――――――――――――――――ah―.
---End---
Lanjut ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 44
Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4
Translator : Zhi End Translation..
13 Komentar
Kelinci MaBeast nya muncul jga
BalasMantap. . di tunggu Update Selanjud nya . .
BalasJd, selain demihuman, apapun masih bsa msuk k sanctuary y..?
BalasSemangat translate y' min, ganbatte..
kematian ter tsades
BalasOhhh,jdi penduduk2 sanctuary yg tiba2 hilang itu gara2 si kelinci
Balasapakah semua itu penyebabnya karena kelinci???
Balasditunggu min updatenya semangat
penasaran bagaimana besok adaptasi animenya wkwkwk
BalasMantap bngt perjuangan subaru!!
BalasMantap bngt perjuangan subaru!
BalasEtdah Daphen gak tanggung jawab sama binata yang dia bikin :V
Balasmungkin rencana subaru setelah return to the death menyuruh garfiel untuk membunuh nih si kelinci
BalasSesuatu kegilaan yg baru lg.... Mantap lanjutkan min....
Balasakhrinya subaru return bye death...
Lanjut min
Balas