[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 46 : Bencana Belalang
Kembali ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 45
Chapter 46 : Bencana Belalang.
Melihat senyum yang tertuju ke arahnya, untuk pertama kalinya Subaru sungguh berpikir kalau Echidona itu sangat cantik.
Di bibirnya yang lembut saat sedang tersenyum, sama sekali tak terlihat ejekan ataupun hitung-hitungan, yang ada hanya ungkapan niat baik kepada Subaru.
Tak diragukan lagi kalau gadis ini memang sangat menarik, dan diperlakukan dengan hangat oleh gadis seperti itu seharusnya cukup untuk membuka hati lelaki mana saja.
Meskipun tentu saja, tempat paling penting di hati Subaru sudah diisi dengan dua orang gadis.
"Tapi tetap saja, itu benar-benar membuat hati berdebar......"
"Apa kau bilang sesuatu?"
"Meskipun aku punya bakat untuk merayu Penyihir, aku ini masih punya banyak masalah, kau tahu. Dan dengan adanya orang yang bahkan tidak ingat pernah kurayu, begitu mencintaiku.... Ah, tapi jika kalian keenam Penyihir bisa membantuku di luar sana tanpa menyebabkan banyak masalah, aku pasti akan sangat senang."
Memalingkan wajahnya dan mencoba mengganti topik, Subaru menggumamkan khayalan tersebut.
Meski dia hanya menyaksikan sebagian dari apa yang bisa dilakukan Typhon dan Minerva, bagian itu saja seharusnya sudah cukup untuk mengisi peran penyerang dan penyembuh.
Meskipun, merasakan lengannya terputus dan dipukuli sampai sembuh adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan.
"Sayangnya, terlepas dari eksistensi macam apa aku ini ketika masih hidup, aku tetap tidak bisa ikut campur dengan dunia nyata setelah aku mati. Mengundangmu ke dalam mimpiku itu sudah termasuk pengecualian."
"Aku tahu aku tahu. Aku hanya kepikiran untuk mencoba bertanya. Sejujurnya, kau mau mendengar ceritaku saja sudah lebih dari cukup bagiku."
Akhirnya bisa mengungkap rahasia yang telah dia pendam untuk waktu yang sangat lama, paling tidak dia merasa bisa sedikit menjauh dari kondisi mental yang hancur. Selain itu, dia juga berhasil memperjelas beberapa kecurigaannya mengenai Penyihir Kecemburuan.
Sementara untuk bagian yang masih menjadi misteri, dia memutuskan untuk tidak memikirkannya untuk saat ini.
Dan malahan,
"Boleh aku bertanya pertanyaan lain soal Return by Death?"
"Aku hanya bisa menjawab dengan spekulasi berdasarkan pengetahuanku. Jika kau tak keberatan dengan hal itu, silakan tanya apa saja."
Menciptakan suasana yang megah, Echidona mengatakan hal itu sebagai kata pengantar.
Ekspresi di wajahnya mengingatkan kita pada seorang tokoh penting, tapi jauh di dalam hatinya, dia pasti juga menikmati sesi tanya jawab ini. Hal itu bisa dilihat dari kakinya yang mengetuk-ngetuk rumput dan jari jemarinya yang memainkan rambut putihnya tidak sabar menunggu kata-kata Subaru.
Bagi seseorang yang seharusnya menjadi Inkarnasi rasa haus akan pengetahuan, dia cukup bisa diprediksi. Apa benar tak masalah orang seperti itu menjadi Penyihir? Pikir Subaru di sudut kepalanya.
"Terkadang ketika aku mengalami Return by Death, tempat di mana aku dihidupkan kembali akan berubah. Sejauh ini, kurasa ada...... enam tempat? Aku dihidupkan kembali di tempat dan waktu mereka masing-masing. Jadi... aku ingin tahu kondisi apa yang membuat sebuah savepoint berubah?"
"Savepoint.... maksudmu perubahan tempat di mana kau dihidupkan kembali?"
"Pada dasarnya, begitu savepoint berubah, aku tidak akan bisa kembali ke titik sebelumnya. Jika dua hari yang lalu adalah sebuah savepoint, begitu savepoint-nya berubah menjadi besok, maka aku tidak akan bisa kembali lagi ke dua hari yang lalu. Apa kau tahu mekanisme di balik hal ini?"
Bagi Subaru, pertanyaan ini sama pentingnya dengan batasan jumlah Return by Death, atau bahkan lebih penting.
Perubahan savepoint.... adalah aspek tak diketahui dari Return by Death, yang mana bahkan Subaru sendiri tidak bisa menemukan satupun kondisi yang relevan.
"Aku bisa kembali dari kematian.... tapi itu bukan berarti aku bermaksud untuk berkeliaran dan berpikiran kalau aku bisa mati sebanyak yang kumau. Tapi meski aku tidak bermasuk begitu... ketika hanya itu satu-satunya hal yang bisa kuandalkan, aku akan mengandalkannya tanpa ragu. Tapi...."
Apa yang akan Subaru lakukan ketika dia berada di situasi yang bahkan tidak bisa diselamatkan oleh kematiannya?
Gambaran Rem yang terbaring tidak sadar di ranjangnya terlintas di pikiran Subaru.
Setelah berpisah di akhir pertempuran melawan Paus Putih, Rem seharusnya bisa bertemu kembali dengan Subaru begitu dia mengalahkan Petelgeuse, namun, Subaru tidak bisa menyelamatkannya bahkan dengan menggunakan Return by Death.
Dia tidak akan pernah lupa saat dia menusukkan belati ke tenggorokannya sendiri di samping gadis itu.
Bahkan saat ini pun, Subaru tidak percaya kalau dia pernah punya keinginan untuk melakukan tindakan sumbu pendek seperti mencabut nyawanya sendiri, karena dilumat oleh rasa putus asa. Atau mungkin, itu karena dia tidak punya keinginan untuk melanjutkan hidup makanya dia mancabut nyawanya sendiri.
Dengan darah yang mengalir dari lubang di tenggorokannya, dengan rasa sakit dan sesak, Subaru mati.
Dan ketika dia membuka kembali matanya, dia mendapati dirinya hanya kembali beberapa menit sebelum dia menusuk tenggorokannya.
Dia tidak pernah membenci sebuah pembaharuan savepoint sebesar pada waktu itu.
Jika itu artinya dia tidak akan kehilangan Rem, Subaru akan melawan Paus Putih dan si gila itu sebanyak apapun yang perlu dia lakukan.
Tak peduli berapa kalipun dia harus mati, tak peduli berapa kalipun dia hancur, dia akan melawan mereka lagi dan lagi.
"Keadaan di mana savepoint itu berubah, bisakah kau menjelaskannya lebih detail lagi?"
"Ah, aah... benar, kalau begitu aku akan mulai dari savepoint pertama....."
Mengingat kembali ingatan yang ditanyakan kepadanya, Subaru memberikan penjelasan singkat setiap pengulangan yang dia alami, bersama dengan waktu dan tempat dia dikembalikan.
Artinya, itu adalah sebagian besar pengalaman hidupnya di dunia paralel ini.
Meskipun itu adalah versi pendeknya, menceritakan kisah dua bulan yang penuh dengan berbagai kejadian ini masih membutuhkan waktu yang terasa seperti satu jam.
"Lalu sekarang, savepoint-nya ada di dalam Makam... tepat setelah Ujian pertama. Dari apa yang kau katakan sebelumnya, kali ini ini pun sepertinya masih sama."
"....."
"Apa kau tahu sesuatu? Pernah suatu ketika aku sangat yakin dengan sebuah teori gila kalau si paman adalah savepoint itu sendiri."
Entah kenapa, Kadomon, paman dengan bekas luka di wajahnya yang memiliki toko buah di Ibukota itu, terpilih dua kali menjadi savepoint Subaru di dunia ini.
Tapi kalau begitu, itu juga berarti dua kali di depan Rem.
"Aku punya firasat, entah itu orang, waktu maupun kejadiannya, tak satupun dari mereka berkaitan dengan perubahan savepoint tersebut. Dalam hal waktu, jumlah hari di antara masing-masing savepoint itu sangat berantakan, dan dalam hal orang serta kejadian, aku sama sekali tidak melihat persamaan. Kondisinya benar-benar tidak jelas."
"Tepat sekali, aku juga tidak melihat konsistensi dalam kondisi yang kau sebutkan tadi. Kalau begitu, mungkin kita perlu melakukan pendekatan dari sudut yang berbeda."
"Sudut yang berbeda?"
"Atas alasan apa kau kembali ke tempat sebelumnya... mungkin bukan pertanyaan yang akan membawa kita menuju jawaban. Sebaliknya, kenapa tidak kita coba pikirkan kenapa savepoint itu bergerak maju?"
"Kenapa savepoint bergerak maju....?"
"Savepoint, daripada disebut 'Tempat Kembali', itu juga bisa disebut 'Dinding'. Sampai dinding itu bergerak maju, kau akan selalu ditarik kembali menuju dinding itu melalui kematian. Kau juga bisa menganggapnya sebagai dasar sebuah lubang."
Subaru mengernyitkan dahinya mendengar kata-kata Echidona, dan mulai memikirkan maknanya.
Dinding atau lubang. Dengan kembali ke sebuah savepoint melalui Return by Death, Subaru berhasil merubah situasi yang sebelumnya tidak bisa dia pecahkan. Sebaliknya, tanpa Return by Death, dia tidak akan bisa mengatasi apapun, dan situasi-situasi itu akan berakhir apa adanya.
Jadi intinya, lokasi savepoint Return by Death akan berubah bersama dengan perubahan situasi.
Dengan kata lain,
"Savepoint dari Return by Death akan berganti ketika aku merubah sesuatu yang tidak bisa kurubah sebelumnya....?"
"Dalam hal ini, Return by Death hanyalah sebuah alat. Dan untuk mengetahui maksud di balik alat ini, kita perlu memikirkan makhluk yang bertanggung jawab atas keberadaannya."
"Makhluk yang bertanggung jawab....."
Melihat Subaru tak bisa berkata-kata, Echidona mengangguk, bibirnya mengkerut penuh kebencian,
"Penyihir Kecemburuan. Penyihir yang memberimu Return by Death berharap kau bisa merubah situasi yang hanya bisa diselesaikan melalui kematian. Ketika kau berhasil menyelesaikan suatu keadaan, maka savepoint-nya akan berubah."
"Ta-tapi kalau begitu..... itu tidak masuk akal. Karena, bagaimana dengan Rem? Aku gagal menyelematkannya, kan? Jika Return by Death adalah kekuatan untuk merubah keadaan, kenapa aku kembali ke waktu di mana aku tidak bisa menyelamatkan Rem?"
Dengan menimpa sebuah savepoint, Return by Death sendirilah yang tidak memberi Subaru kesempatan untuk menyelamatkan Rem.
Tepat karena hal inilah, Subaru ingin mengetahui apakah pembaharuan savepoint bisa dikembalikan atau tidak.
Tapi menjawab pertanyaan Subaru, Echidona melanjutkan dengan, "Sayangnya",
"Orang bernama Rem yang kau bicarakan ini, mungkin bukan seseorang yang berada dalam pertimbangan Penyihir Kecemburuan."
"......h"
"Apa yang Penyihir Kecemburuan inginkan adalah agar kau bisa lari dari takdir yang mutlak. Return by Death adalah alat untuk memenuhi tujuan itu, dan apapun takdir yang orang kain derita, itu berada di luar jangkauan tujuan tersebut. Berharap menggunakan kekuatan itu untuk menyelamatkan orang lain adalah keinginanmu pribadi. Hal itu tidak ada hubungannya dengan sang Penyihir."
"a....."
"Jadi biar kuperjelas hal ini."
Di depan Subaru yang terpaku diam, Echidona mengulangi kata-katanya.
Dengan pandangan suram di matanya, Subaru menatap Penyihir putih itu. Echidona kemudian menutup matanya seolah sedang menahan rasa sakit, sebelum pupil hitamnya menatap lurus mata Subaru,
"Selama kau gagal menerobos rintangan yang ada di jalanmu dan mati tanpa merubah masa depan, jiwamu pasti akan kembali ke Makamku. Tapi jika kau mengorbankan banyak hal, namun berhasil merubah masa depan....."
".... maka aku tidak akan pernah punya kesempatan untuk mendapatkan kembali apa yang dikorbankan itu."
".... Tepat sekali."
Pada akhirnya, satu-satunya orang yang dipedulikan oleh Penyihir Kecemburuan adalah Subaru sendiri.
Asalkan Subaru bisa mengalahkan takdir kematian, yang lainnya adalah hal sepele. Penyihir itu percaya, tak peduli betapa parahnya suatu situasi, diberikan percobaan yang tak terbatas, Subaru pasti bisa menemukan cara untuk bertahan. Atau lebih tepatnya, meskipun itu sia-sia, Subaru tidak akan dibiarkan untuk menyerah.
Itu karena, seluruh kondisi Return by Death berada di tangan sang Penyihir Kecemburuan.
"Baiklah.... Kalau kau sampai segitunya kepadaku, maka aku juga akan membulatkan tekad."
"...."
"Return by Death yang kau berikan padaku ini.... aku akan menggunakannya sampai akhir. Dan pada akhirnya, aku akan menemuimu tanpa kehilangan satupun hal yang berharga bagiku. Yeah, sudah diputuskan. Sudah kuputuskan. Aku akan memanfaatkannya. Aku ini orang terhebat di dunia dalam hal mengkhianati ekspektasi orang lain, lo."
Jika Return by Death adalah dasar menuju kehendak sang Penyihir, maka kehendak Subaru akan memutuskan bagaimana kekuatan itu digunakan.
Jadi, dia akan menumpuknya, mengatasinya, dan maju sambil membawa semuanya.
Jika cinta sang Penyihir hanya akan menyelamatkan Subaru, maka Subaru akan menyelamatkan semuanya.
Dengan begini, Natsuki Subaru bisa memberikan serangan balik pertamanya kepada sang Penyihir.
"Mengubah keadaan... artinya memecahkan masalah di Sanctuary dan di mansion. Jika semua itu beres, terlepas dari berapapun korbannya, savepoint Return by Death pasti akan diperbaharui. Dengan kata lain, menyelesaikan masalah itu sembari menggenggam semuanya adalah syarat mutlak."
"Mungkin aneh bagiku bilang begini, tapi bukankah itu tugas yang sangat sulit? Kau benar-benar menerima semuanya dengan sangat mudah ya."
"Aku hanya mengatakan sesuatu yang sudah kupikirkan samar-samar. Daripada membuatku hancur, ini malah membuat motivasiku naik. Kau tahu, hati pemberontakku saat ini sedang membara, lo."
Mendengar pernyataan Subaru, Echidona hanya terdiam.
Menikmati rasa puas melihat Penyihir itu tak bisa berkata-kata, Subaru menggeretakkan tulang di lehernya, dan,
"Tak ada lagi yang ingin kutanyakan soal Return by Death. Aku akan mengingatnya, terima kasih."
".... Aku juga bisa memuaskan rasa ingin tahuku melalui percakapan yang berharga ini. Jadi anggap saja kita sepadan. Lagipula, daripada memamerkan pengetahuanku, itu tadi lebih seperti aku sedang menyuarakan spekulasiku."
"Kalau begitu, pertanyaan selanjutnya ini harusnya akan mengandalkan pengetahuanmu."
Karena pengetahuan Echidona belum sampai pada topik mengenai Return by Death, tentu masih ada banyak keambiguan.
Tapi itu bukan masalah bagi pertanyaan Subaru selanjutnya.
Jawaban dari pertanyaan ini, Subaru harus mendengarnya dari mulut Echidona sendiri.
"Return by Death-ku kali ini.... Apa kau tahu bagaimana aku mati?"
"Aku tidak membaca bagian itu, jadi aku tidak tahu. Dan meskipun aku sangat tertarik membicarakan berbagai pengalaman kematianmu.... kau sepertinya tidak berminat melakukannya sekarang."
"Rasanya sedikit sulit menggembar-gemborkan luka, kematian, dan pencapaian heroik tanpa adanya alkohol. Tapi karena yang kita miliki di sini hanya teh Dona, harapan itu tidak akan jadi nyata."
"Yaah sayang sekali.... Tapi dari keadaan tubuhmu di luar sana, kematianmu pasti diikuti penderitaan fisik dan mental yang cukup besar...."
Itu mungkin adalah cara Echidona untuk menghindari menjelaskan bagaimana Subaru mati.
Melihat niat baik itu, Subaru sedikit menyantaikan pipinya, sebelum menegangkannya kembali dengan, "Ah yeah," dan mengangguk,
"Hanya mengingatnya saja sudah membuatku gemetar ketakutan.... kali ini, aku dimakan hidup-hidup."
"...."
"Oleh sekumpulan kelinci kecil bodoh seukuran telapak tangan. Sepertinya mereka adalah omnivora dan sedang kelaparan. Mereka... memakan seluruh tubuhku tanpa menyisakan suatu apapun."
Meskipun dia mengurangi skala penjelasan itu dengan penyusunan kata-katanya, menjelaskan akhir yang mengerikan itu dengan kata-kata adalah hal yang mustahil.
Ingatan saat tubuhnya dimakan, ketika daging, tulang, dan darahnya dikoyak oleh gigi-gigi tajam, sampai saat ini masih saja menanamkan rasa sakit di pikiran Subaru.
Menekan perasaan itu, Subaru entah bagaimana bisa membuat dirinya tetap tenang. Melihat hal tersebut, Echidona pun menekankan punggung tangannya ke bibir,
"... Begitu ya, jadi kau bertemu dengan Kelinci Raksasa?"
"Kelinci Raksasa?"
"Raksasa di sini bukan dalam hal ukuran, melainkan jumlah. Artian tersebut salah dimengerti seiring berlalunya era. Mereka adalah salah satu peninggalan jahat Penyihir Kerakusan, Daphne.... salah satu dari tiga peninggalannya."
"Kelinci Raksasa itu...."
Dulu, dia pernah mendengarnya dari Julius. Dan di sini, nama Mabeast itu disebutkan lagi oleh Echidona.
Paus Putih, Ular Hitam, dan Kelinci Raksasa. Mereka adalah Mabeast yang terus mengancam dunia semenjak 400 tahun yang lalu, mereka berada di bawah kekuasaan Penyihir Kerakusan, Daphne.
"Ketika kupikir aku sudah menumbangkan si Paus Putih, sekarang malah muncul Kelinci Raksasa, ayolah biarkan aku istirahat sebentar...."
"Jika lawanmu adalah Kelinci Raksasa, maka kau sedang berhadapan dengan musuh yang sangat mengerikan."
Di depan Subaru yang memegangi kepalanya, ekspresi Echidona menjadi suram mengetahui ancaman yang sedang Subaru hadapi. Melihat ekspresi itu, Subaru pun mulai merasa gelisah,
"Aku juga merasa gelisah ketika aku menghadapi Paus Putih dulu... jadi mana dari mereka yang lebih buruk?"
"Dalam hal kekuatan bertarung, Paus Putih jauh berada di atas keduanya. Tapi dalam hal mana yang lebih sulit untuk dihancurkan, tak salah lagi jawabannya adalah Kelinci Raksasa."
"Sulit untuk dihancurkan....."
Subaru pikir, seperti saat melawan Paus Putih, pasti ada suatu cara untuk membunuh makhluk tersebut. Melihat reaksi itu dari Subaru, Echidona mengacungkan satu jarinya, “Apa kau dengar?”
“Kau mungkin berpikir mereka tidak ada bedanya dengan Mabeast pada umumnya, atau mungkin hanya sedikit lebih merepotkan.”
“Bukan, maksudku, paling tidak aku sudah tahu kalau mereka bukan makhluk kecil lucu seperti kelihatannya....”
“Tepatnya, Kelinci Raksasa ini lebih seperti bencana alam. Selalu beraksi sebagai sebuah kelompok, mereka bergerak menuruti naluri makan mereka yang tidak pernah puas. Semua makhluk hidup adalah makanan mereka, mereka diatur untuk tidak melakukan apapun kecuali melahap setiap makanan mereka hingga potongan terakhir. Di mana Kelinci Raksasa lewat, yang tersisa hanyalah wilayah tak berpenghuni. Tanaman dan buah-buahan tidak akan mereka sentuh. Satu-satunya hal yang mereka makan adalah makhluk hidup.”
Mendengar penjelasan Echidona mengenai Kelinci Raksasa, Subaru pun terkesiap dan menelan kembali napasnya.
Melihat ekspresi tegangnya, Subaru tahu kalau Echidona sedang tidak melebih-lebihkan.
Sanctuary yang kosong dan lautan kelinci kecil yang memakannya.
Jika itu adalah Kelinci Raksasa, maka Sanctuary yang kosong tak diragukan lagi adalah karena semua orang dimakan oleh Mabeast tersebut.
Emilia, Ram, Lewes, Roswaal, dan bahkan Garfiel yang berubah menjadi harimau raksasa.
Bencana belalang.... kata itu tiba-tiba muncul di pikiran Subaru.
Fenomena di mana sekawanan besar belalang muncul. Lebih spesifik lagi, sekumpulan belalang yang memakan habis tanaman di ladang, menyebabkan kehancuran dan kelaparan.
Tingkah laku Kelinci Raksasa sangat mirip dengan bencana belalang yang Subaru ketahui.
Namun, tidak seperti belalang, Kelinci Raksasa memakan makhluk hidup, dan karena hal itu, rasa lapar mereka menjadi ancaman yang lebih langsung dibandingkan para belalang.
(T/N : Bencana Belalang, bahasa Inggrisnya sih Locust, ane gatau padanan kata yang tepat, jadi ane pake bencana belalang.)
“Apa tidak ada cara untuk mengalahkan mereka?”
“Secara individu, kekuatan mereka tidak begitu hebat, tapi jangan lupa kalau mereka bergerak dalam kelompok. Membunuh sejumlah kelinci ini sama sekali tak ada gunanya, dan begitu mereka melihat mangsanya, mereka tidak akan berhenti sampai mangsa itu mati dan termakan. Mereka adalah 'rasa lapar' itu sendiri.”
“Tunggu tunggu tunggu. Yeah aku paham, tapi..... jika kelinci ini bergerak dalam kelompok, bukankah seharusnya ada pemimpin atau semacamnya? Jika kita membunuh pemimpinnya, apa seluruh kesatuan makhluk ini tidak akan hancur?”
Menurut peraturan umum dunia manusia, membunuh seorang pemimpin biasanya cukup untuk membuat suatu kelompok hancur. Meskipun dalam dunia binatang, wakil dari pemimpin itu bisa saja mengambil alih pimpinan ketika hal itu terjadi.
Namun, Subaru tidak tahu banyak mengenai sifat alami Mabeast, jadi yang bisa dia lakukan adalah bergantung pada orang yang lebih tahu di bidang ini, Echidona. Tapi di sini, dia menggelengkan kepalanya,
“Kau sepertinya sudah salah paham. Kelinci Raksasa tidak memiliki konsep pemimpin. Mereka hanya dikuasai oleh rasa lapar. Mereka hanya sekedar memakan kehidupan lain untuk memuaskan rasa lapar mereka dan tidak tahu struktur lain. Mereka berkembang biak dengan membelah diri, dan ketika sudah tidak ada mangsa, mereka akan melakukan kanibalisme untuk menahan rasa lapar mereka. Tak ada rasa persaudaraan di antara mereka.”
“Kanibalisme.... ke-kenapa monster seperti ini dulu diciptakan?”
“Kenapa, adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh orang yang menciptakan mereka. Paling tidak, Daphne tidak memiliki nafsu makan sebesar kelincinya.”
Mendengar sifat menakutkan kelinci-kelinci tersebut, Subaru merasa begitu ngeri.
Memang, sesuai dengan naluri, adalah hal yang alami bagi setiap makhluk hidup untuk memakan kehidupan lain demi mempertahankan kehidupan mereka sendiri. Di poin ini, tak ada perbedaan antara manusia, binatang, ataupun Mabeast.
Tapi, memperbanyak jumlah dengan membelah diri tanpa kawin ataupun merawat keturunan mereka, dan lebih buruk lagi, bukan hanya sekedar membelah diri untuk memperbanyak jumlah, fakta bahwa mereka juga memuaskan rasa lapar mereka dengan memakan individu yang terlahir dari diri mereka sendiri adalah hal yang sangat tidak wajar.
Mungkin Kelinci Raksasa adalah makhluk yang diciptakan untuk memusnahkan seluruh makhluk hidup.
“Jadi..... uh, jika aku ingin menghancurkan Kelinci Raksasa, menurutmu apa yang harus kulakukan?”
“Jujur saja, itu sama seperti menanyakan 'bagaimana kau menguapkan tiap tetes air hujan?'”
'Mustahil untuk dilakukan' adalah maksud dari perkataan Echidona.
Mendengar jawaban Echidona, Subaru menempatkan tangan di atas dahinya, merasa pusing dengan besarnya rintangan yang harus dihadapi untuk mengalahkan Kelinci Raksasa.
“Jika kita membunuh mereka semua, Kelinci Raksasa itu akan hancur, kan?”
“Ya, tapi itu adalah hal yang terlalu nekad. Sejauh yang kuketahui, orang yang mampu melakukan hal itu hanyalah Reid Astrea dan Sekhmet. Reid bisa menggunakan ilmu pedangnya yang hebat untuk membunuh mereka semua. Sementara untuk Sekhmet.... ada masalah daya tarik, tapi dia bisa menghancurkan mereka dalam sekejap.”
“Kudengar mereka berdua ini memang monster....”
Ingatan akan Sekhmet yang terduduk sambil memeluk lututnya terlintas di pikiran Subaru.
Paling tidak, dari apa yang Subaru lihat, kesan yang dia dapatkan dari Penyihir itu adalah seseorang yang menganggap segalanya merepotkan, seorang Penyihir yang sangat cocok dengan gelar Kemalasan.
“Tunggu....”
Mengingat pertemuannya dengan Sekhmet, secercah cahaya muncul di kepala Subaru.
Meksipun redup dan mudah padam, itu sudah cukup untuk menerangi jalan keluar dari kebuntuan yang Subaru hadapi.
Terlebih lagi, ini adalah sesuatu yang tidak bisa dia lakukan tanpa bantuan Echidona.
“Echidona.”
“Ada apa? Ekspresimu serius sekali... tidak, kita tidak boleh melakukannya. Kau masih hidup dan aku sudah mati. Persimpangan takdir kita ini hanyalah khayalan sementara, sebuah mimpi yang fana. Jadi meski kau menatapku dengan mata bergairah seperti itu, aku.....”
“Tidak tidak, maaf melakukan hal ini di saat kau sangat bersemangat, tapi bukan itu yang kupikirkan! Serius, sama sekali bukan!”
Sedikit tergagap melihat Echidona yang agak kecewa, Subaru pun dengan cepat mengarahkan percakapan kembali ke topik. Dan,
“Echidona, aku ingin bertemu dengan Penyihir Kerakusan, Daphne.”
“.......”
“Di pesta tehmu dulu, aku bertemu dengan Penyihir Kesombongan, Kemarahan, dan Kemalasan. Tapi pada waktu itu kau juga bilang kalau kau menyimpan fragmen kelima Penyihir lainnya, kan?”
“....Ya memang, aku mengumpulkan mereka. Jejak ketika mereka masih hidup memang ada di dalam diriku. Jika aku melepaskan mereka dari wadahnya, yaitu diriku, mereka bisa termanifestasi. Itu bisa saja, tapi.....”
Mendengar permintaan Subaru, Echidona mengernyitkan dahinya, terlihat gelisah.
Pandangannya tertuju entah ke mana, bahkan kata-katanya pun menjadi tidak jelas, sampai pada akhirnya dia menatap ke arah Subaru lagi,
“Aku benar-benar merasa kalau kau sebaiknya mengabaikan ide untuk bertemu dengan Daphne.”
“Kenapa? Aku tahu para Penyihir itu bisa jadi sulit dikendalikan, aku pun sudah pernah merasakannya, jadi kurasa aku siap untuk itu. Tak peduli apapun yang terjadi, aku tidak akan komplain atau semacamnya.”
“Sebelum kita sampai ke tahap komplain, menurut pendapatku, kurasa kecocokanmu dengan Daphne itu akan sangat buruk. Kau bahkan bisa bilang kalau itu adalah yang terburuk. Meskipun kau bertemu dengannya, kau mungkin tidak akan bisa mendiskusikan sesuatu yang berguna....”
“Kita tidak akan tahu sampai kita mencobanya! Trial and error, seperti yang sering kau katakan, bukan?”
Tindakan untuk mencari jawaban. Echidona selalu bilang kalau dia mendukung usaha semacam itu.
Mendengar jawaban Subaru, dengan sebuah "u.....", Echidona menunjukan ekspresi seolah baru saja ditikam di tempat yang paling sakit. Melihat ekspresi itu, Subaru melanjutkan dengan "Lagipula," sambil menggaruk kepalanya,
"Kau sendirilah yang bilang kalau aku tidak perlu khawatir dengan nyawaku ketika aku berada di sini. Tidak ingin jadi terlalu optimis sih, tapi setidaknya, jika aku tidak perlu khawatir soal mati, kurasa tak ada ruginya mencoba."
"Yaah, tapi aku tidak pernah bilang kalau pikiranmu tidak akan hancur dan kau tidak akan jadi orang cacat."
"Kupercayakan padamu untuk menarikku sebelum hal itu terjadi. Jadi kumohon Echidona? Aku ini orang nomor satu di dunia dalam hal bergantung pada orang lain, kau tahu."
Mengeluarkan lelucon dengan diikuti sebuah ungkapan kepercayaan, Subaru menunjukkan gigi-giginya dan mengacungkan jempolnya.
Melihat sikap kekeuh Subaru, kilau perlawanan perlahan mulai menghilang dari mata Echidona.
".... Baiklah, kuizinkan kau bertemu Daphne."
"Ohooo, terima kasih terima kasih."
"Tapi, kuperingatkan kau. Dalam kondisi apapun, jangan pernah melepaskan ikatannya. Kau juga dilarang untuk melakukan kontak tubuh dengannya. Bahkan, jika memungkinkan hindari membuat kontak mata."
"Lelaki kurang ajar macam apa aku ini sampai diberitahu untuk tidak melakukan hal-hal itu!?"
Meski begitu, ada beberapa kata di sana yang benar-benar tidak bisa diabaikan.
Tapi ketika Subaru hendak bertanya.... Echidona sudah membuat persiapannya.
Sama seperti sebelumnya, Echidona memanggil seorang Penyihir tanpa satupun permulaan atau pertanda.
Ketika Subaru mengedip dan membuka matanya, sudah ada orang lain yang menempati ruang di mana Echidona tadi berada.
Semuanya sama seperti dulu.
Kecuali...
"Oy oy.... bukankah ini......"
Berhadapan dengan apa yang muncul di depan matanya, Subaru pun berbisik saat pipinya seketika menegang.
Di depan matanya, terdapat Penyihir Kerakusan, Daphne.
.....Berada di dalam sebuah peti mati, dengan seluruh tubuh terikat dan mata ditutupi sebuah penutup mata tebal, adalah gadis yang merupakan seorang Penyihir.
---End---
Lanjut ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 47
Baca Semua Volume -> Index Re:Zero Arc 4
Translator : Zhi End Translation..
13 Komentar
Njir Daphnenya digituin, ngakak juga
BalasTy
BalasWow, penyihir ke 4 dh d perlihatkan y.. kyak y' punya potensi lebih sadis dari typhon y, smpe d segel kyak gtu.. wkwk
BalasMin fokusin re zero dulu aja projectnya
BalasGila! Barangnya juga kelihatan...
Balasbusyet dah!!!
ty min semangat terus tranlate nya ditunggu chapter berikutnya
Balasbest girl is echidona hahahhaa just kidding.
Balasmnurut ane scara tak langsung subaru sudah mencintai satella.
alasan knapa emilia-tan mirip dengan satella adalah krna mungkin sbagian roh satella brada di dlm tubuh emilia-tan.
satella dan penyihir kecemburuuan itu orang yang berbeda... ke-6 penyihir lain tidak membenci satella
BalasThanks min udah translate light novel re:zero.
BalasTetap semangat ya min buat update chapter berikutnya.
Min update!
BalasPlis, fokus ke project re:zero, klo mau sekalian bikin iklan biar diklik sama pembaca sebelum membaca, lumayan buat support
BalasEchidona... I Lop yuuu... hahaha LoL :3
BalasLanjut trus min.. di tunggu update selanjutx.. 👍