[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 45 : Syarat Untuk Pesta Teh
Kembali ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 44
Chapter 45 : Syarat Untuk Pesta Teh.
"――untuk....."
Mata tertutup rapat, Subaru menggeretakkan giginya menunggu cengkeraman jari-jari rasa sakit yang akan menyerangnya. Tapi,
".....huh?"
Meski telah mengucapkan kalimat tersebut, tak ada satupun perubahan yang terjadi pada tubuh Subaru.
".....hm."
Mengangkat kepalanya, Subaru memegang dadanya untuk memastikan kalau tak ada yang aneh. Tepat di depannya, Echidona masih terduduk dengan kaki terlipat sebagaimana beberapa detik yang lalu, hanya alis di wajahnya saja yang sedikit berkedut.
Dengan panik mengamati Echidona, Subaru tidak melihat perubahan apapun pada gadis yang balik menatap ke arahnya itu. Napasnya, tingkah lakunya; semua sama seperti sebelumnya. Tapi, memperkirakan kemungkinan paling buruk, pandangan Subaru terkunci pada tengah-tengah dada Echidona yang diselimuti gaun hitamnya.
"Meskipun aku tidak tahu apa mereka sesuai dengan seleramu, aku pribadi tidak terlalu percaya diri dengan ukuran dadaku. Kurasa jika mereka berukuran seperti milik Sekhmet ataupun Minerva, mereka mungkin akan jadi beban besar bagi punggung dan bahuku.... tapi dari sisi penasaran, kurasa itu sangat disayangkan."
".... Itu sama sekali bukan alasan kenapa aku mengerling! Tidak, yang terpenting...."
Mendengar pernyataan Echidona seolah itu adalah hal yang biasa, Subaru menjawab dengan pikiran kosong. Kemudian, menutupi mulutnya dengan telapak tangan, Subaru mencoba menahan emosi yang tercampur di dalam suaranya.
"Ketika.... ketika aku mati, aku memutar kembali waktu dan mengulang dunia sekali lagi. Aku bisa kembali dari kematian."
"Aku mendengarmu. Dan sebelum aku mendengarnya, aku juga membacanya. Aku mengerti, itu memang situasi yang cukup langka."
Santai seperti sebelumnya, seolah menerima fakta dari pernyataan Subaru, Echidona mengangguk.
Tapi, bagi Subaru, sikap itu tak lebih dari petir di siang bolong.
..... Di akhir kalimat saat dia mengucapkan kata-kata itu, tak peduli betapa kerasnya dia mengingatkan hatinya untuk tetap kuat, tekadnya akan dengan mudah dihancurkan oleh tangan hitam sang Penyihir.
Rasa sakit yang menyerangnya kapanpun dia melangkahi batas itu, baik yang menyerang jantung Subaru sendiri maupun jantung orang yang mendengar pengakuannya, selalu saja menjadi trauma yang membelenggu hati Subaru.
Itulah kenapa, bagi Subaru, bahkan tindakan 'coba-coba' pun adalah hal yang mustahil. Jika itu bukan karena Echidona yang mendorongnya, Subaru takkan punya ketetapan hati untuk melanjutkan kata-katanya.
Dia telah melakukannya dengan tekad yang begitu besar. Namun, itu dengan mudah.....
“Kenapa tangan-tangan itu tidak keluar...?”
“Kau kedengaran kecewa mereka tidak keluar. Mungkinkah kau menyesal telah melewatkan kesempatan untuk membunuhku? Ugh, sungguh sakit.”
“Aku jelas-jelas tidak bermaksud....”
“Ya, aku tahu. Apa kau merasa begitu terkejut sampai-sampai tidak bisa diajak sedikit bercanda?”
Mengabaikan emosi Subaru yang goyah karena rasa syok, sikap santai Echidona tetap tidak berubah. Tidak bisa menahan rasa frustasinya, Subaru mendecapkan lidahnya dan memberikan sebuah tatapan tajam ke arah Echidona,
“Jawab aku dengan benar! Kau.... sudah mendengarku mengatakan 'Return by Death' beberapa kali, dan tangan itu..... tangan Pengihir itu tidak datang? Boleh aku menganggapnya begitu?”
“Jadi kau sudah tahu kalau tangan itu adalah tangan si Penyihir ya.... ya, itu benar. Tapi ini adalah mimpiku, juga Bentengku. Sebuah khayalan yang ada di dalam kematianku. Tak ada siapapun yang bisa masuk ke sini tanpa seizinku.”
“Kau yakin akan hal itu?”
“Waspada sekali kau..... Ya, aku yakin. Para Penyihir yang eksistensi kuizinkan berada di sini hanyalah Keserakahan, Kerakusan, Nafsu, Kesombongan, Kemarahan, dan Kemalasan. Tak ada tempat untuk Kecemburuan di sini.”
Melihat Subaru bersikeras ingin memastikannya, Echidona menjawab demikian.
Mendengar hal tersebut, sesaat Subaru lupa untuk bernapas. Beberapa saat terlewati ketika dia duduk diam di kursinya, lemas dan tanpa daya. Bahunya merosot, wajahnya menunduk, dan dia menghela napas yang amat panjang,
“Begitu ya.... begitu ya.... gitu ya....”
“.....”
Menutupi wajah dengan telapak tangannya, Subaru mengulangi kata-kata tersebut dengan pelan. Lagi dan lagi.
Seolah ingin memastikannya. Seolah tidak ingin melepaskannya. Seolah ingin terus melekat pada hal itu.
Bagaimanapun juga, entah itu terbebas dari tangan sang penyihir ataupun akhirnya bisa mengungkapkan kata-kata terlarang yang terpendam di dalam dadanya, semua itu adalah kali pertama semenjak dia datang ke dunia paralel ini.
“Itu sungguh ekspresi yang begitu dalam.”
Menyaksikan Subaru diombang ambing oleh gelombang emosi, bibir cantik Echidona melembut saat dia sedang berbicara. Dan menyisipkan jari-jarinya di antara rambut putihnya,
“Sebegitu besarnya kah hal itu menyiksamu? Yaah, dengan cinta seobsesif itu yang ditujukan padamu, kurasa itu tak bisa dielakkan.”
“Maaf... aku sedikit terbawa suasana tadi. Aku baik-baik saja sekarang.... yeah, aku baik-baik saja. Aku baik-baik saja, jadi ayo kota lanjutkan. Masih ada banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu.”
Batasan dalam membicarakan Return by Death kini tidak berfungsi.
Butuh waktu yang cukup lama untuk memahami fakta tersebut, dan bahkan sekarang ketika dia sudah menerimanya, hatinya masih saja bergolak.
Beban yang dia pikul hingga saat ini, beban yang masih dia pikul, dan rasa bebas setelah mengatakannya.... terasa bak sebuah cahaya harapan yang bersinar di jalan buntu yang mencekik. Namun,
“Sepertinya ada sesuatu yang salah kau pahami.”
“....?”
“Memang benar tangan si Penyihir itu tidak bisa memasuki Bentengku. Akupun mengerti sorak sorai hatimu ketika akhirnya bisa mengungkap rahasia yang tak bisa kau ungkapkan sampai saat ini. Tapi... apakah aku bersedia mendengarkan masalahmu dan memberikan bantuan serta saranku, itu adalah masalah yang sepenuhnya berbeda, kan?”
“gh....”
Kegembiraan Subaru seketika tenggelam bak disiram oleh seember air dingin.
Di depan Subaru yang terdiam, Echidona memasang ekspresi seolah pernyataannya adalah hal yang biasa. Dihadapkan pada tanggapan tak terduga tersebut, Subaru tidak bisa menyembunyikan kebingungan dan keputusasaan dari wajahnya.
Pandangan Subaru goyah saat suara 'a' dan 'u' yang tak bisa dipahami keluar dari mulutnya.
Tepat ketika dia pikir telah melihat cahaya harapan dan merasakan sensasi terbebas dari jalan buntu, dia malah membiarkan hal itu terlepas melewati jari-jarinya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dia sama sekali tidak tahu,
“Jika kau terus memasang wajah seperti anak kecil yang diabaikan begitu, aku pasti akan merasa bersalah, kau tahu. Selain itu, aku tidak berniat meminta sesuatu yang terlalu sulit darimu.”
Mengatakan hal tersebut, Echidona memiringkan kepalanya dengan wajah bersalah dan mengetuk meja putih di hadapannya tiga kali. Ditarik oleh suara itu, pandangan Subaru mendarat di tempat di mana jari Echidona menunjuk..... itu adalah cangkir yang belum dia sentuh sejak ia datang ke sini.
“Kau telah diundang ke pesta teh Penyihir. Jika kau ingin melanjutkan obrolan sambil meminum teh, bukankah seharusnya kau lebih dulu menunjukan kalau kau telah menerima undanganku?”
“.... Aku..... tidak yakin apa yang kau.....”
“Kurasa itu sudah sangat jelas? Aku bahkan sudah menunjukan hal ini sejak awal.”
Dipikir kembali, Subaru ingat Echidona pernah mengeluh soal Subaru yang tidak bisa membaca suasana pesta teh ini, dan bahkan menolak untuk melihat tehnya.
Sadar kalau hal ini adalah balas dendam dari Penyihir itu, Subaru menahan kerusakan hebat di dalam hatinya, dan,
“Sialan! Baiklah, aku mengerti!”
Mengambil cangkir dari atas meja, dia meminum cairan berwarna kuning sawo tersebut dalam sekali tegukan. Meski sudah diabaikan di sana untuk waktu yang cukup lama, kehangatannya masih belum menghilang. Mungkin, memang seperti itulah sajian di pesta teh Penyihir.
Meneguknya lebih cepat dari yang bisa dia rasakan, Subaru mengusap mulutnya yang basah dengan lengan bajunya,
“Noh! Aku sudah meminumnya! Sekarang apa aku sudah diterima sebagai anggota pesta teh ini?”
“Kau baru saja meminum cairan tubuhku dengan begitu bersemangat.... Oh, aku jadi malu.”
“UeeGHh aku lupa.....!!”
Dan Subaru kembali terjebak oleh perangkap teh Dona yang telah dia injak di pesta teh pertama mereka.
Dengan riang menyaksikan Subaru saat dia memegangi mulutnya berusaha agar tidak muntah, sebuah senyum manis nan ceria menghiasi pipi Echidona, seolah ingin bilang 'Kau diterima'.
“Untuk pertanyaanmu yang 'Kenapa', jawabannya adalah karena kau telah memenuhi syarat dan pintu pesta teh ini terbuka untukmu. Dan dengan meminum teh yang ditawarkan oleh Penyihir, kau pun diterima sebagai tamu yang terhormat. Sebagai tuan rumah untuk pesta teh ini, aku diwajibkan untuk menyambutmu..... kini, kau boleh bertanya.”
Echidona menepuk tangannya pelan, dengan rasa penasaran berkilau terang di matanya.
“Yah bagaimanapun, menderita dikarenakan mencari sebuah jawaban adalah kesenangan bagiku.”
XxxxX
..... Dengan begini, pesta teh atau lebih tepatnya sesi tanya jawab pun dimulai.
Penyihir Echidona memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam bentuk buku yang ia sebut Memori Dunia.
Sampai saat ini, Subaru belum bisa menyebutkan soal Return by Death kepada siapapun.
Tapi tiba-tiba bisa membicarakan informasi yang didapat dari kemampuan ini tanpa batasan apapun adalah sebesar-besarnya berkah yang bisa Subaru harapkan.
Di depan gadis itu, semua pertanyaan yang menumpuk di dalam dirinya mencuat ke permukaan. Tapi yang pertama meluncur dari bibir Subaru adalah,
"Orang yang memberiku kekuatan Return by Death.... itu Penyihir Kecemburuan, kan?"
"Kurang lebih ya. Kau tidak salah dengan pemahaman tersebut. Tapi untuk mekanisme di balik Return by Death itu, aku tidak akan tahu jika aku tidak mengamati sendiri kematianmu. Namun karena kau tidak bisa mati di dalam Bentengku, syarat itu pun tidak bisa dipenuhi."
"Selama aku ada di sini, aku tidak bisa mati?"
"Ini hanyalah mimpi yang fana, persinggahan sementara bagi sebuah jiwa. Jika kau mati dalam sebuah mimpi, apa kau percaya kalau tubuh aslimu juga akan mati?"
"Yaah, jika mimpi itu benar-benar buruk, mungkin aku akan mati karena syok atau semacamnya..."
Kiasan seperti mati di dalam mimpi lalu tercermin di dunia nyata sebenarnya cukup sering muncul di cerita fiksi. Dengan semua cerita itu sebagai contohnya, Subaru merasa bukanlah hal yang aneh jika mati di alam bawah sadar Penyihir bisa membuat tubuh aslinya juga ikut mati.
"Yah, akan sedikit aneh jika aku terus bersikeras kalau aku akan mati ketika aku sudah diberitahu kalau aku tidak bisa mati. Jadi pada dasarnya aku tidak perlu takut mati tak peduli hal bodoh apapun yang kulakukan di sini?"
"Jika pikiranmu dilumat dan dihancurkan hingga menjadi debu sebelum kau bisa kembali ke tubuh fisikmu, kau mungkin akan menjadi orang cacat."
"Menjadi mayat hidup mungkin sama saja dengan mati... Tapi jika aku tidak bisa menggunakan Return by Death dari kondisi itu, itu malah lebih buruk, kan?"
Subaru dulu pernah mengalami kehancuran mental saat pengulangan di Ibukota. Itu mungkin adalah sebuah mekanisme pertahanan diri, atau sebuah tindakan tanpa sadar untuk mencegah dirinya benar-benar hancur. Dia tidak tahu mana yang mengombang-ambingkannya pada waktu itu, tapi pada akhirnya, dia bisa mendapatkan dirinya kembali melalui kemurkaan.
Akan tetapi, entah bagaimana Subaru tahu, jika pikirannya hancur di sini, tak ada syok terapi semacam itu yang akan bisa menyembuhkannya.
"Jika aku tidak bisa memilih waktu kematianku sendiri, mungkin tak ada yang lebih buruk dari itu.... Meskipun jujur saja, tidak mati adalah pilihan yang lebih kusukai."
"Aku tidak bisa menilai sebuah pola pikir yang menganggap kematian sebagai alat untuk memperoleh kemenangan. Itu karena bahkan akupun belum pernah merasakan kematianku sendiri dan memasukkannya ke dalam pengetahuanku."
"......? Tapi kau kan sudah mati dan berubah menjadi hantu? Kau tidak ingat kematianmu sendiri?"
Dia telah mati dan tidak memiliki tubuh fisik, itulah yang dia jelaskan pada Subaru. Hanya jiwa Echidona lah yang disegel dan ditahan di sini oleh Naga Suci Volcanica.
"Bukan begitu. Memang tubuh fisikku, cangkang dari jiwaku telah mati dan lenyap. Tapi jiwaku disegel oleh Volcanica sebelum dia bisa menemui ajalnya."
".... Jadi tubuh fisikmu mati tapi jiwamu tidak. Dan karena inti dari eksistensimu tidak mati, itu sedikit berbeda dari merasakan kematian yang sebenarnya ya?"
"Tepat sekali. Meskipun ini hanya pemikiran egoisku, sebenarnya aku cukup iri dengan kondisimu. Bisa mengamati kematianmu sendiri, tidak hanya sekali bahkan sampai berulang kali, kurasa tak ada seorangpun yang akan memberiku kesempatan seperti itu."
"..... Itu terdengar sangat masokis tergantung bagaimana kau mendengarnya. Dan itu tidak berarti aku berkeliaran dengan bahagia menyambut kematianku, kau tahu. Tak pernah sekalipun."
Gadis itu mungkin tidak bermaksud apa-apa, tapi Subaru tetap merasa ngeri dengan rasa ingin tahu Echidona yang tidak wajar.
Bagi Subaru, kematian hanya akan membuktikan kegagalannya dalam meraih tujuan.
Keengganannya pada kematian tak sekalipun pernah menyusut, dan perasaan itu sama sekali tidak berubah semenjak pertama kali dia merasakannya. Meski begitu, Subaru tidak bisa menyangkal kalau dia sudah agak terbiasa dengan sensasi itu dan menjadi lebih mampu untuk menghadapinya.
Mendengar sentimen Subaru, Echidona hanya tertawa kecil dengan, "Penjelasan yang amat buruk,"
"Kondisi yang bisa memungkinkanmu untuk mencoba kembali setelah mati, atau lebih tepatnya kekuatan yang melarangmu untuk mendapatkan kematian yang damai, tak diragukan lagi itu adalah alat Kecemburuan. Kapan kau menyadarinya?"
"Dari berbagai hal yang orang-orang katakan padaku, itu menyiratkan kalau Penyihir tersebut ada hubungannya dengan semua ini. Sejujurnya aku tidak ingat pernah bertemu Penyihir Kecemburuan itu secara pribadi... tapi melihat bagaimana namanya terus muncul kapanpun sesuatu terjadi, aku hanya bisa membayangkan mungkin dialah pemilik tangan yang selalu muncul itu."
Dua tangan dan bayangan hitam yang membentuk sketsa samar sebuah tubuh, adalah apa yang pernah dia lihat.
Sebuah eksistensi yang menyiksa Subaru dengan rasa sakit sekaligus memberikan cinta padanya kapanpun dia mengucapkan kalimat terlarang itu. Menyiksa dan mencintai, sebuah delusi gila yang tidak akan pernah Subaru anggap sebagai berkah.
"Kenapa dia begitu peduli dengan orang yang belum pernah dia temui sebelumnya, aku sama sekali tidak mengerti.... apa kau bisa memahaminya?"
"Yaah, siapa yang tahu. Bukan hanya aku, aku ragu ada orang yang mampu memahami mentalnya. Bahkan, meskipun aku bisa memahaminya, aku malah tidak ingin."
"Untuk seseorang yang ingin mengetahui semua yang ada di dunia ini, kau kelihatan sangat dingin ketika itu menyangkut Penyihir Kecemburuan ya. Yaah, mengingat apa yang sudah dia lakukan padamu, kurasa itu sangat wajar."
Di dalam kepala Subaru, Echidona adalah sesuatu yang berada di luar nalar manusia, dan bahkan, dia telah mencapai ketinggian yang tidak akan pernah diharapkan manusia manapun.
Dia menciptakan sebuah dunia lain, mempertahankan apa yang disukainya bahkan setelah dia mati, dan memiliki pengetahuan untuk menjawab semua yang mungkin akan Subaru tanyakan.
Semua itu adalah bukti dari kehebatan gadis Penyihir Keserakahan ini.
Tapi bahkan eksistensi yang luar biasa ini pun tidak bisa lepas dari perasaan cinta dan benci. Itu bukanlah sesuatu yang bisa Subaru ubah, dia merasa begitu tidak berdaya dalam hal ini.
"Sepertinya kau terlalu berlebihan dalam menilaiku. Aku mungkin seorang Penyihir, tapi aku dulu juga manusia. Aku tidak bisa lepas dari perasaan senang dan marah, kesedihan dan kebahagiaan, mencintai dan membenci sesuatu, maupun apakah aku bisa akrab dengan seseorang atau tidak. Dibandingkan para Penyihir lain, aku akan sedikit menyombongkan diri kalau aku ini jauh lebih toleran daripada mereka."
"Yaah, kau bilang sendiri kalau rasa ingin tahumu mengenai orang lain itu tidak berujung, kurasa tidak mungkin kau bisa memuaskan rasa ingin tahu itu jika kau pilih-pilih."
"Tepat sekali. Dan begitulah, aku bisa mentolerir banyak hal. Tak peduli betapa vulgar atau betapa tak enak dipandangnya suatu eksistensi, aku masih percaya ada alasan untuk memahami pemikiran mereka hingga ke suatu titik. Itu demi memuaskan hasratku untuk mengetahui semua hal. Akan tetapi.... "
Memberi jeda pada kalimatnya di sana, ekspresi Echidona tiba-tiba menjadi gelap.
Sang Penyihir yang selalu memasang senyum santai ketika memandang Subaru dengan tatapannya yang tak bisa dilupakan, untuk pertama kalinya Subaru melihat bibir Echidona menunjukan ketidaksenangan yang begitu nyata.... serta amarah yang dalam,
"Penyihir Kecemburuan adalah pengecualian. Hanya dia, aku tidak bisa memaafkan maupun berniat untuk memaafkannya. Baik itu di saat sebelum kematianku, sesudah kematianku, ataupun di seluruh Memori Dunia, aku tak pernah sekalipun menemui eksistensi yang tak bisa dimaafkan seperti dia."
".... Itu bukan hanya karena dia telah membunuhmu, kan? Amarah seperti ini...."
"Kematian tidak berarti besar buatku. Yaah, mengingat bagaimana aku masih ada di sini. Tapi lebih dari itu, dia telah melakukan sesuatu yang jauh tak bisa ditolerir kepadaku. Meski aku menganggap apapun tindakan yang diambil seseorang adalah untuk mendapatkan sebuah jawaban... hanya dia, aku tidak akan pernah menerimanya."
Mengutarakan sentimen tersebut, Echidona menutup matanya dan menggelengkan kepalanya.
Dengan satu gerakan itu, seluruh jejak amarah pun memudar dan menghilang dari wajahnya. Muncul menggantikannya, sekali lagi adalah senyum tanggapnya yang biasa.
"Mari kita kesampingkan topik mengenai Penyihir itu untuk saat ini. Aku memang punya beberapa hipotesis yang mendasari prinsip Return by Death milikmu, tapi aku tidak punya bukti yang meyakinkan. Dan meski kita bisa memahaminya, itu tidak akan berdampak apa-apa pada kematianmu. Jadi, apa kau punya pertanyaan lain untukku selain asal usulnya?"
"Selain asal usulnya..."
Melihat akar dari Return by Death dengan begitu mudah dipastikan, benar-benar memaksa pikiran Subaru untuk tenang. Mengesampingkan tujuan si pemberi kekuatan tersebut, Subaru sadar, sebagai ganti rasa sakit yang dia rasakan, dia bisa memanfaatkan Kekuasaan yang mendiami tubuhnya ini, atau malah dia yang digunakan oleh kekuatan tersebut.
Meski dia benci mengakuinya, tanpa kekuatan ini, banyak hasil yang tidak akan bisa dia dapatkan.
Dan kemungkinan besar, dia tak punya pilihan selain bergantung pada kekuatan ini ke depannya. Karena itulah,
".... Return by Death milikku.. menurutmu apa ada batas berapa kali kekuatan itu bisa digunakan?"
"Hmm... begitu ya. Setelah tahu bahwa kau bisa mengulangi semuanya setelah kau mati, itu pertanyaan yang sangat wajar."
Sejauh apa yang bisa Subaru ingat, dia sudah mati 16 kali di dunia ini.
Setiap kematiannya selalu diikuti oleh penderitaan dan rasa kehilangan, tapi mengecap rasa sakit tersebut, dia akan terus mencoba di dunia tempat dia dikembalikan.
Namun, meski kekuatan ini bisa membuatnya meraih hasil yang dia inginkan, setiap kunjungan kematian itu selalu dibarengi oleh sebuah teror alami.... teror bahwa ini adalah yang terakhir.
"Ini sangat wajar.... kan?"
Bagaimanapun juga, kematian seharusnya hanya terjadi sekali, dan dia sudah mengulanginya berulang kali.
Tepatnya karena ini adalah dunia yang tidak akan bisa dia taklukan tanpa kekuatan itu, Subaru selalu membayangkan betapa tak berdayanya dia jika dia sampai kehilangan kekuatan tersebut.
Sampai saat Return by Death aktif, Subaru takkan tahu apa itu benar-benar sebuah akhir atau bukan.
Rasa putus asa karena gagal di tengah jalan ketika menuju tujuannya, yang mana sudah dia rasakan berkali-kali sebelumnya.... semuanya akan berakhir dan memberikan jalan. Kematian memang mengerikan.
"Apa yang ingin kukatakan ini murni dugaanku, jadi biarkan aku menjelaskannya lebih dulu. Aku punya beberapa gambaran samar mengenai prinsip di balik Return by Death, jadi kuharap kau bisa mengizinkanku untuk melanjutkannya dari asumsi ini."
"... Yeah, ayo kita dengar."
"Return by Death milikmu, anggap saja itu memiliki batasan dan kondisi, dan dalam hal batas penggunaannya...."
Subaru menahan napasnya.
Menatap mata Echidona yang juga menatap ke arahnya, bagi Subaru, jeda pendek di antara kata-kata itu terasa begitu lama.
Dan menjawab kegelisahan itu....
"..... kemungkinan besar, tidak ada."
"....."
"Bagimu, kematian bukanlah sebuah akhir. Tak peduli berapa kalipun kau mati, atau berapa kalipun kau membusuk, jiwamu akan kembali dan kau akan diberi kesempatan untuk mencoba kembali sampai takdir kematian itu hancur. Terlepas dari bagaimana brutalnya kau dibunuh dan tak peduli betapa hancurnya hatimu."
Mendengar kesimpulan Echidona, sesaat, pikiran Subaru terasa benar-benar kosong.
Seolah disapu bersih oleh kekosongan tersebut, pemikiran berikutnya yang mulai mengisi kekosongan itu adalah,
".... begitu, ya."
Diam menerima fakta yang baru saja diungkapkan padanya, Subaru berusaha keras menahan seluruh tubuhnya agar tidak gemetar.
Menutupi mulutnya dengan tangan, Subaru menundukan kepalanya dan menutup matanya.
Dia tidak terlihat bingung, tidak juga terlihat tenang setelah mengetahui bahwa tidak ada batas untuk Return by Death-nya.
Melihat hal itu, Echidona pun mengernyitkan dahinya dengan beberapa jejak keraguan,
"Seperti yang kukira, kau tidak terlihat begitu terkejut."
"......"
"Menurutku, bagimu... atau lebih tepatnya bagi siapapun, bisa menggulingkan kemutlakan dari sebuah kematian seharusnya adalah sesuatu yang sangat besar. Terutama ketika kau tidak berdaya, ketika banyak halangan dan bahaya menghalangi jalanmu. Aku benar-benar berharap akan ada reaksi yang lebih besar dari itu."
"Maaf atas reaksi buruk yang tidak sesuai dengan ekspektasimu... tapi....."
Kemungkinan percobaan yang tak terbatas.... selalu menjadi salah satu teori optimis Subaru soal Return by Death. Jadi ketika seseorang memberikan persetujuan mereka mengenai hal itu, itu bukanlah sebuah kejutan besar baginya. Tapi meski begitu,
"Itu bukan berarti aku akan menerimanya dan langsung berpikir; 'AKU BISA MATI BERAPA KALIPUN AKU MAU, DUNIA PARALEL INI BENAR-BENAR HANYA SEBUAH GAME', atau kata-kata bodoh seperti itu."
"Jadi kau sudah menduga apa jawabannya ya? Kau ternyata lebih pintar dari yang kukira. Entah itu adalah hal yang baik atau buruk."
"Setiap kali aku kembali dari kematian.... dan setiap kali aku mencoba memberitahu orang lain mengenai hal tersebut, aku bisa merasakan keberadaan Penyihir itu, layaknya sebuah bayangan hitam yang semakin mendekat."
Pertama kali dia mengucapkan kata-kata terlarang itu, apa yang bisa Subaru lihat dari bayangan itu hanyalah tangan yang menyentuh jantungnya.
Tapi semakin dia menentangnya, semakin jelas bayangan itu jadinya, dan kini, dia samar-samar sudah bisa melihat bentuk keseluruhan tubuhnya.
Dan ketika wujud bayangan itu menjadi jelas, apa yang akan terjadi?
"Ketika bayangan itu sepenuhnya terbentuk, di saat itulah kupikir aku akan mencapai batas dari Return by Death. Ketika bayangan itu menjadi nyata, kurasa aku tidak akan bisa menolaknya."
"Hm, dan atas dasar apa kau berpikir begitu?"
"Firasat."
Mendengar kata-kata tersebut, mata Echidona terbuka lebar.
Subaru meletakkan sikunya di atas meja dan menyangga pipinya, menatap wajah Echidona.
“Sebenarnya, ini adalah perasaan yang hanya bisa dimengerti oleh orang yang pernah melihat bayangan tersebut. Selain aku, satu-satunya orang yang pernah melihatnya adalah....”
Satu-satunya orang yang pernah berbagi rasa sakit ini dengan Subaru, mungkin adalah si gila yang jantungnya hancur saat dia mati itu.
Subaru merasakan sebuah denyutan di dalam dadanya. Dan melihat hal itu, Echidona menyipitkan matanya seakan mencoba mengintip ke dalam hati Subaru, tapi tak lama, dia langsung mengangkat bahunya,
“Fakta bahwa aku tak bisa mengerti perasaanmu ini sunguh membuatku gatal, tapi itu sebagian besar memastikan spekulasiku. Benar, tak ada batas untuk Return by Death milikmu. Namun, itu memiliki suatu kondisi tertentu.”
“Kondisi.... tertentu?”
“Apa yang membuatmu bisa kembali dari kematian adalah hasrat gila sang Penyihir. Kalau asal dari delusi itu tidak diputus, kau tidak akan bisa menemui sebuah akhir.”
“Apa maksudmu dengan memutus.... asal dari delusi itu....?”
“Dengan membunuh Penyihir yang begitu mencintaimu, atau membuat cinta sang Penyihir kepadamu menghilang..... meskipun, saat aku melihatnya, kedua cara itu sangat sulit.”
Membunuh Penyihir Kecemburuan... adalah keinginan seluruh dunia yang gagal dicapai bahkan setelah menggabungkan kekuatan sang Naga, Sage, dan Sword Saint empat ratus tahun yang lalu.
Tidak bisa membunuhnya, mereka hanya berhasil menyegel Penyihir Kecemburuan yang telah menyelimuti sebagian dunia dengan kegelapan. Namun, apa yang harus Subaru lakukan bahkan harus melebihi pencapaian besar ini.
“Sepertinya akan jauh lebih mudah untuk membuat cintanya kepadaku menghilang....”
“Tapi itu juga mustahil. Pastinya kau bisa melihat hal itu, kan?”
“....”
“Mungkin hanya kau yang bisa memahami sensasi berinteraksi langsung dengan bayangan sang Penyihir, tapi aku yang mengenal makhluk itu dalam wujud lamanya, mau tidak mau berpikir demikian.”
Terdapat kegetiran di dalam ekspresi Echidona. Meskipun Subaru tidak tahu konflik macam apa yang terjadi di antara kedua Penyihir ini empat ratus tahun yang lalu, itu pasti bukan sesuatu yang akan memudar bersama dengan bergulirnya waktu. Bahkan, bergulirnya waktu malah membuat celah itu semakin lebar.
Tidak bisa membantah kata-kata Echidona, Subaru hanya menghembuskan napas melalui hidungnya dan bersandar pada kursinya.
Seperti yang Echidona katakan, kemungkinan Penyihir Kecemburuan menyerah terhadap Subaru.... sangatlah mustahil.
Subaru tidak pernah membayangkan kalau dia akan dicintai oleh seseorang yang bahkan wajahnya tidak dia ketahui. Seseorang yang secara harfiah telah menghancurkan sebagian dunia.
“Kau menerimanya dengan mudah ya.”
“....Huh?”
“Mungkin aneh bagiku bilang begini, tapi semua yang kukatakan tadi hanyalah dugaanku. Aku tidak bisa menyokongnya dengan bukti, maupun memiliki bahan yang cukup untuk membuatnya meyakinkan.”
Echidona menutup sebelah matanya, bingung kenapa Subaru begitu mudah menerima pendapatnya.
Faktanya, Subaru sendiri merasakan hal yang sama.
Subaru belum lama mengenalnya, dan tak diragukan lagi dia adalah seorang Penyihir.
Dengan pertimbangan tersebut, tidaklah berlebihan jika kau bilang kalau tak ada satupun alasan untuk mempercayainya.
Tapi,
“Kurasa itu juga firasatku.”
“....firasat.”
Subaru sadar, entah kenapa, dia cenderung mempercayai apapun yang keluar dari mulut gadis itu.
Mungkin karena rasa hormatnya terhadap pengetahuan dan karena keterbukaannya untuk membagi apa yang dia ketahui dalam percakapan singkat ini, Subaru cenderung mempercayainya.
Terlepas dari rasa hausnya akan pengetahuan, Subaru pernah melihat Echidona melakukan sesuatu yang sejalan dengan dorongan hatinya, atau bahkan hal-hal aneh, tapi.....
“Kurasa..... jika aku mengabaikan bagian itu, kau mungkin tidak akan berbohong padaku.”
“.....Apa itu juga firasatmu?”
“Yeah. Firasat. Tapi fakta bahwa kau mendengar hal ini dari pria yang telah mati16 kali tentu akan membuatnya sulit dipercaya.”
Berharap bisa sedikit meringankan suasana, Subaru mengeluarkan lelucon yang mencela dirinya sendiri sambil menggaruk kepalanya.
Mendengar hal itu, sesaat, Echidona menahan napasnya. Kemudian, dia meraih cangkir yang ada di meja, membawa cangkir itu ke mulutnya, dan membiarkan isinya mengalir melewati lidahnya.
“Kau tahu, kau mungkin memang punya bakat untuk merayu Penyihir.”
Dan, untuk pertama kalinya, sebuah senyum yang benar-benar berbeda tersungging di sudut bibir Echidona.
---End---
Lanjut ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 46
Baca Semua Volume -> Index Re:Zero Arc 4
Translator : Zhi End Translation..
4 Komentar
Kapan lanjutannya bro . aku selalu mengecek setiap hari minggu kadang ada, kadang g ada
Balas2 minggu sekali..
BalasGk ada jadwalnya gan,suka2 yg tlnya
BalasEchidona jatuh cinta kepada subaru?.... Hmmmmm
Balas