[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 47 : Pasangan Dengan Tingkat Kecocokan Yang Buruk
Kembali ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 46
Chapter 47 : Pasangan Dengan Tingkat Kecocokan Yang Buruk.
"Kalau aku punya tingkat kecocokan yang buruk dengan hal ini, lalu bajingan macam apa yang punya tingkat kecocokan yang baik dengannya?"
Di hadapan gadis yang terikat itu, Subaru melontarkan kata-kata tersebut.
Penyihir Kerakusan.... adalah bagaimana mereka memanggil gadis yang muncul di hadapan Subaru.
Berada di dalam peti mati yang sedikit miring, adalah seorang gadis dengan tinggi kira-kira 150 cm. Rambut keabu-abuannya yang sepanjang bahu diikat membentuk gaya dua pigtails. Putih dan cantik, dengan dada yang kecil... dia terlihat berusia tidak lebih dari 13 atau 14 tahun.
"Tapi sepenuhnya terikat dan dengan mata tertutup.... sulit dipercaya kalau dia berusia sama seperti penampilannya."
Gadis seusianya biasanya akan berkhayal memilliki 'kekuatan super yang tidak dimiliki orang lain' atau 'kemampuan terpendam yang bisa menjadi ancaman bagi orang lain', atau semacamnya.
Mengingat hari-harinya saat masih duduk di bangku SMP, pada waktu itu Subaru pernah berkhayal menjadi pengguna senjata rahasia dan menyembunyikan banyak jarum jahit di dalam seragam sekolahnya.
"Yaah, dan pada akhirnya aku terjatuh, tertusuk jarum, dan tidak bisa berhenti menangis...."
Mengenang masa lalunya yang menjijikkan tanpa ada orang yang akan menanggapinya, Subaru masih belum bisa mengambil keputusan mengenai apa yang akan dia lakukan dengan Penyihir di hadapannya.
Lagipula, semua Penyihir lain selalu mengambil langkah awal melakukan serangan pertama sebelum Subaru bisa melakukan apa-apa.
"....."
Tepat berada di depannya, gadis di dalam peti itu berbaring diam tanpa menunjukan reaksi apapun.
Karena kesan pertama adalah hal yang sangat penting, keheningan mulai membebani Subaru yang merasa ragu-ragu dengan bagaimana cara memecah es ini.
Dia setidaknya perlu mengetahui apakah pasangannya ini adalah orang yang ramah atau tidak, sebelum memutuskan apakah dia akan bersikap akrab atau melakukan sesuatu seperti ejekan sarkas.
"......"
Saling menunggu satu sama lain untuk bergerak, keheningan terus menyelimuti pesta teh di puncak bukit kecil tersebut.
Meskipun situasi ini terus berkelanjutan, tekanan hebat dari Penyihir di hadapannya perlahan memakan Subaru.
Bahkan dengan tubuh terikat dan mata tertutup rapat, ancaman yang terpancar dari tubuhnya benar-benar sesuai dengan seorang Penyihir.
Echidona dengan senang hati mau mengenalkan Subaru kepada Penyihir Kesombongan, Kemarahan, dan Kemalasan, namun dia ragu untuk mengenalkan Penyihir yang satu ini.
Mungkin si Penyihir Kerakusan, Daphne, sangat berbeda dengan Penyihir lain.
"........unn."
"......!?"
Keringat terbentuk di dahi Subaru akibat ketegangan yang dia rasakan, dan saat dia hendak menyekanya agar tidak menetes ke mata, sebuah gerakan tiba-tiba dari Daphne memberikan awal bagi Subaru.
Di dalam peti mati, gadis yang terikat itu sedikit menolehkan kepalanya, suara napasnya terdengar oleh Subaru. Mengantisipasi apa yang mungkin akan dia lakukan, seluruh tubuh Subaru memasang posisi siaga.
Dan kemudian,
".....zzuuu, mnya."
".....Kau sedang tidur!?"
".....FUNYA!?"
Begitu ia mendengar suara yang terdengar seperti sebuah dengkuran, Subaru langsung melompat ke depan dan memprotes.
Hentakan kaki yang keras terdengar di seluruh bukit, dan terkejut oleh suara tiba-tiba itu, si Penyihir di dalam peti pun tersentak dan memekik.
Tidak bisa melihat dengan matanya yang tertutup, dia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri,
"A-apa itu? Ada orang yang sedang mencoba tidur nih....."
Dia melontarkan keluhan tersebut dengan nada yang sangat lemah.
Tak jelas apakah dia berbicara seperti itu karena dia masih setengah tertidur ataukah memang begitu cara bicaranya, tapi paling tidak tekanan kuat tadi sudah menghilang.
'Apa aku terlalu memikirkannya...!?' Pikir Subaru, tidak bisa menyembunyikan kelelahannya.
"Uh, ye-yeah, maafkan aku. Aku agak emosi tadi. Aku tak bermaksud berteriak."
"Eehhh~!? Tapi terkejut oleh hal semacam itu, Daphne bisa kesulitan, tahu...."
"Guh.... tolong maafkan aku. Cerialah, oke? Tolong jangan marah!"
"Tapi aku tidak marah? Kalau aku marah, aku akan merasa laaapar. Tapi ngomong-ngomong, siapa kau ini?"
Menolak permintaan maaf Subaru, Daphne malah menanyakan pertanyaannya sendiri.
Hanya dengan dua tiga kalimat di antara mereka saja, ritme percakapan seketika menjadi kacau, dan Subaru mulai mengerti apa yang Echidona maksud sebelumnya.
.... Alur percakapan Penyihir ini sama sekali tidak sesuai dengan Subaru.
Menghela napas melihat jalan terjal di hadapannya, Subaru pun menggelengkan kepala pelan untuk menyingkirkan ekspresi tidak senang di wajahnya, dan, menggantinya dengan sebuah senyum ramah,
"Namaku Natsuki Subaru. Entah kenapa aku diundang oleh Echidona ke pesta tehnya... Uh, yaah, pada dasarnya sih cuma teman minum teh. Yeah, semacam itulah."
"Heee~~? Dona-Dona punya teman? Subaruun juga, kau harusnya lebih berhati-hati dalam memilih teman, kau tahu? Jika mereka dengar kalau kau berteman dengan seorang Penyihir.... temanmu yang sebenarnya dan keluargamu mungkin.. akan.. membencimu.. kau tahu?"
Mendengar perkenalan diri Subaru, Daphne memberikan sebuah saran tambahan. Fakta bahwa bagian akhir kalimatnya mulai terdengar melemah mungkin adalah karena dia kembali jatuh tertidur.
Melihat kelelahannya yang sangat mencolok, dan diikuti pundak naik turun terengah-engah di dalam peti mati, dengan "Oy oy," Subaru pun mencoba membangunkannya.
"Kenapa kau terlihat sangat lelah? Apa peti mati itu bisa menghisap semangat hidup siapapun yang ada di dalamnya, atau apa gitu?"
"Tidaaak, tidak kok? Daphne hanya lelah, itu saja, perutku kosong dan bersuara guu~ guu~ dan aku juga tidak punya energii.... apa ada sesuatu... yang bisa dimakan... haa.. haa..."
"Terengah-engah hanya karena berbicara itu tanda tubuh anak yang sakit-sakitan kau tahu... Kalau makanan, kita hanya punya teh Dona dan beberapa kue di atas meja."
Memang, itu adalah hidangan misterius seperti kue yang disuguhkan bersama dengan teh. Tapi mengingat bahwa tehnya terbuat dari cairan tubuh Echidona, kue-kue itu mungkin juga terbuat sel tubuh Echidona atau semacamnya.
Karena dia tidak bisa langsung menelan semuanya sekaligus seperti teh, Subaru pun membuat keputusan untuk tidak menyentuhnya. Tapi mendengar ada makanan, reaksi "KUE??" bisa terdengar jelas dari Daphne.
"Bo-bo-boleh juga. Itu juga boleeeh, Daphne, tolong taruh kue itu di mulut Daphne. Cepat, aaaa, cepat..."
"Kalau kita mengabaikan konteksnya, permintaan itu bisa membuat orang lain salah paham kau tahu, jadi tolong bisakah kau lebih berhati-hati lagi? Tapi yah... kurasa aku masih belum jadi orang jahat yang akan membuat seseorang yang begitu menginginkannya menunggu."
Subaru mengambil piring berisi manisan tersebut dan mendekati peti Daphne, bermaksud menempatkan kuenya di mulut Daphne. Tapi sebelum dia bisa melakukannya,
"Ah, tapi tapi, tunggu Subaruun, bisa kau tunggu sebentar?"
"Hn? Apa? Asal kau tahu saja, kita hanya punya satu rasa di sini. Tidak ada cokelat di dalamnya, jadi mungkin ini akan terasa hambar. Jika kau ingin bilang kalau kau tidak menyukainya, aku tidak akan memaksamu untuk memakan dan menghabiskannya atau sesuatu semacam itu."
"Bukan begitu... hanya saja, aku tidak ingin Subaruun terlalu dekat denganku ketika sedang memberiku makan."
"Itu permintaan yang sangat sulit ketika kau juga memintaku untuk memberimu makan."
Cara pendekatannya ditolak, Subaru berdiri di sana sambil memegang sepiring kue, tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Sementara itu, sang gadis di dalam peti sedikit mengangkat tubuhnya.
"Tolong jangan salah paham... itu bukan karena aku membencimu, merasa jijik denganmu, tidak tahan denganmu atau semacamnya."
"Kata-katamu yang bermaksud menghibur itu malah membuatmu terdengar kurang kredibel! Alasan! Beritahu aku alasannya!"
"Bau Subaruun, jika kau terlalu dekat dengan Daphne, itu akan jadi seperti racuun."
"Bau tubuhku seperti racun?"
Mendengar komentar yang bahkan lebih menyakitkan dari yang ia bayangkan, Subaru dengan cepat mengangkat tangannya mencium bau tubuhnya. Tapi tak ada bau yang menyengat, meskipun biasanya manusia cenderung lamban menyadari bau tubuh mereka sendiri.
Subaru melihat tubuhnya dari atas ke bawah, tapi,
"Aku bau? Apa aku benar-benar berbau? Padahal aku sudah mandi begitu sampai di Sanctuary? Aku memang tidak punya sabun seperti saat dulu di mansion, tapi mengingat aku akan berada di samping Emilia, kupastikan paling tidak tubuhku higienis.... tidak, maksudku, ini dunia roh, kan? Apa keadaan semacam itu benar-benar akan terbawa ke sini?"
"Tidaak, bu~kan be~gi~tu. Uuum, tidakkah seharusnya kau sudah mengerti, Subaruun?"
"Tidak sama sekali! Itu terdengar seolah semuanya adalah salahku! Mana mungkin aku akan mengerti? Tch!"
Ketika Subaru melambaikan tangannya sambil meneriakkan hal tersebut, Daphne menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, membuat petinya sedikit bergoyang. Dengan suara kayu berderit, "Bagaimana aku mengatakannya ya..." dia melanjutkan dengan temponya yang unik,
"Jika Daphne mencium bau Subaruun, Daphne justru akan lebih ingin memakan Subaruun daripada kue itu, dan itu akan membuat Daphne merasa bersalah, kau tahu...."
"....Eh? Maaf, aku tidak mengerti."
"Daripada sayuran, Daphne itu lebih suka daging, dan daging yang keras itu lebih baik daripada daging yang lunak, hal-hal semacam itu pokoknya..."
Tiba-tiba, Subaru merasa merinding.
Menahan napasnya saat dia menatap Daphne, sejak awal tak ada perubahan dalam penampilan gadis tersebut. Masih terikat di dalam peti, ikatannya mencegah pergerakan apapun dari tubuhnya. Matanya pun masih tersegel di balik penutup matanya, tidak pernah sekalipun menetap Subaru.
Jika penahan itu bukan hanya untuk gaya-gayaan, lalu untuk apa mereka.....
"Dari apa yang bisa kucium, daging Subaruun itu sangat berotot dan memiliki banyak urat, tulang-tulangnya juga tebal, tepat.... seperti kesukaan Daphne. Jadi jika kau terlalu dekat, kau akan beraroma sangat sedap sampai-sampai aku ingin memakanmu."
"Me-memakanku... dalam artian vulgar maksudnya?"
"Dalam artian dimakan mentah...."
Mendengar penafsiran makna yang sedikit berbeda, Subaru menelan kembali napasnya.
Lalu, dengan cepat membuat jarak antara dirinya dan gadis itu, dia pun mengambil satu kue dari atas piring begitu dia yakin berada di jarak yang cukup aman.
"A-aku akan mencoba melemparnya ke arahmu dari sini, maaf ya jika meleset?"
"Iya tak apa, Subaruun. Lempar saja sampai mengenai peti ini. Dengan begitu aku bisa mengambilnya sendiri."
"Itu terdengar sangat membingungkan, tapi uh... baiklah, ini dia!"
Dengan ayunan pelan dari tangannya, Subaru melempar kue itu ke arah mulut Daphne.
Kue yang berukuran kira-kira seperti koin 500 yen itu melayang dan mendarat tepat di mulut Daphne. Kontrol yang luar biasa ini adalah hasil dari konsentrasi Subaru.
Dengan ketepatan bak memasukkan benang ke lubang jarum, dia berhasil melemparnya tepat ke mulut Daphne. Menangkap kue itu dengan lidahnya, Daphne seketika langsung memakannya,
"Omnyuomnyu..... nnnn~ enak sekali~ rasa Dona-Dona...."
"Aku tidak tahu apa itu artinya Echidona membuat kue itu sendiri ataukah dia menggunakan sihir hitamnya untuk memasukkan beberapa bagian tubuhnya ke dalam kue itu... tapi, akan kulempar lagi yang berikutnya!"
"Oooo, aku sudah tidak sabar. Oooomm... hey, cepat berikan kuenya padaku!"
"Itu bisa membuat lemparanku meleset, bisakah kau tetap tenang?"
Mencoba memadamkan desakan provokatif yang menggoda dari Daphne, Subaru terus melempar kue demi kue. Itu nampak seperti adegan menyebalkan dari dua orang yang bermain-main dengan makanan, tapi melihat ekspresi serius di wajah Subaru, kau mungkin akan merasa ragu untuk mendekatinya.
Meskipun terkadang Daphne harus menggerakkan kepalanya, pada akhirnya kue itu tetap bisa masuk ke dalam mulutnya. Dan ketika Subaru mulai merasa lega karena bisa menghabiskan semua kue yang ada di atas piring dengan cara ini,
".....ah."
Hembusan angin yang kencang menyapu bukit, seketika meniup kue yang Subaru lempar dengan pelan. Terbang menjauh dari sasarannya, kue itu melayang di atas meja dan menuju sisi bukit.
Terjatuh begitu saja, kue itu mungkin akan menjadi makanan semut.... atau begitulah yang Subaru pikirkan, ketika,
"Tidaaaak... mubazir sekali."
Dengan indera penciumannya yang luar biasa, Daphne tahu kalau kue itu terbang menjauh. Dia mengikuti jejak kue itu dengan pandangannya yang tertutup, dan kemudian, Subaru melihatnya,
".......!?"
Sebuah suara keras terdengar, bak cakar tajam yang mengoyak tanah.
Menghamburkan kepulan tanah dan debu, suara tanpa henti terdengar saat benda itu sampai di tempat kue yang terjatuh,
"Aa, mwu."
Daphne menjulurkan lehernya, menangkap kue itu di antara bibir merahnya dan memasukkannya ke dalam mulut. Usai mengunyahnya dengan suara yang tak terdengar jelas, dia menjilati bibirnya dengan suara yang menggairahkan "Hooh,"
Menyaksikan semua itu, Subaru tak bisa berkata apa-apa.
Menyadari Subaru yang terdiam, Daphne sedikit mendengus,
"Subaruun.... bukankah masih ada dua kue lagi? Jangan jahat begitu...."
Gadis dengan pipi memerah dan bibir gemetar bak bayi burung yang menunggu untuk diberi makan, memang sangat manis.
Ya, jika kau bisa mengabaikan mata yang tertutup dan tubuh yang terikat di dalam peti mati hitamnya....
".... Tidak, mustahil untuk tidak tercengang oleh hal ini."
....serta kaki seperti kepiting yang muncul dari sisi peti, membawa tuannya. Itu adalah pemandangan yang sangat aneh.
"Jadi uh.... keberatan jika aku tanya apa itu?"
Masih belum pulih dari keterkejutannya, Subaru melempar dua kue yang tersisa sesuai dengan yang Daphne minta. Kedua kue itu juga meleset karena jari Subaru gemetar, tapi dengan kaki peti matinya yang terampil, Daphne dengan mudah bisa menangkap mereka ke dalam mulutnya.
Nampak sangat menikmati rasa manis dari kue-kue tersebut hingga ke lubuk hatinya, Daphne mengeluarkan suara "Uuun~" saat Subaru memeras keluar pertanyaannya,
"Apanya yang apa.... meskipun kau bertanya pada Daphne, Daphne tidak bisa melihat, jadi Daphne tidak tahu..."
"Maksudku uh.... peti mati yang berkilau dan bisa bergerak itu. Dalam pengetahuanku yang sempit dan dangkal, peti mati biasanya tidak punya kaki dan tidak bisa membuat gerakan cepat bak serangga seperti itu."
Membuat suara GICHI-GICHI, peti mati itu perlahan kembali ke tempatnya semula dengan membawa Daphne. Bagian bawah peti mati tersebut menghentak tanah dengan suara gedebuk, dan kaki seperti kepitingnya sekali lagi masuk ke dalam sisi peti. Gerakan itu mirip seperti kura-kura yang menarik kakinya masuk ke dalam tempurung.
Seolah menanggapi sentimen Subaru, Daphne tertawa "Aahaa,"
"Maksudmu Peti Mati Kelabang ini? Karena Daphne tidak bisa bergerak dengan bebas, jadi aku menciptakan anak ini.... dia ini anak yang pintar dan pendiam, kau tahu."
"Menciptakannya... dia ini makhluk hidup?"
Meski benda itu bisa bergerak secara alami dengan organ yang juga nampak alami, Subaru tidak yakin apa dia bisa mengelompokannya ke dalam jenis makhluk hidup. Meskipun tentu saja, itu bukan benda mekanikal.
"Dia tidak butuh makan.... ataupun minum... tapi Peti Mati Kelabang bertahan hidup dengan menyerap Mana, kau tahu? Jadi dia tidak akan merasa lapar... yang mana membuatku sedikit iri."
"Dia memakan Mana... ah lupakan, kita bisa membahasnya lain kali. Tapi yang lebih penting, kau tadi bilang menciptakannya? Kau bisa, menciptakan makhluk hidup?"
"Daripada disebut makhluk hidup... dia itu lebih seperti Mabeast. Daphne membayangkan kehendak Daphne, perasaan dan hal-hal lain, lalu whosh whosh, jadilah makhluk ini."
Daphne sedikit menggeliat di dalam peti matinya. Tak satupun kata dari mulutnya yang membawa gagasan konkret akan apa dia maksud, tapi, bahkan dari penjelasan samar itu saja, Subaru merasa kalau gadis ini mampu melakukan sesuatu yang tidak seharusnya.
.... Menciptakan makhluk hidup, adalah pekerjaan Dewa.
Di dunia asalnya, memang ada teknik genetik dan sains terlarang seperti membuat kloning, tapi menciptakan sebuah kehidupan baru dari ketiadaan adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh Dewa.
Tapi, apakah hal itu dianggap penistaan terhadap kehidupan ataukah hasil dari sebuah kekuatan yang hebat, semuanya tergantung pada siapa kau bertanya.
"Kalau begitu... 'Peninggalan Jahat Daphne'.... dan penciptaan Mabeast, maksudnya adalah tepat seperti kedengarannya?"
"Eun~ eun~?"
"Paus Putih, Ular Hitam, dan Kelinci Raksasa... apa mereka sama seperti peti mati kepitingmu ini? Hanya makhluk yang kau ciptakan...?"
"Mnn~mhuu~... Uuunn, sungguh nama yang membawa nostalgia.... Yeah, pauus, ulaar, kelincii, mereka adalah anak-anak yang Daphne ciptakan."
"Kenapa!!?"
Menunjukkan gigi-giginya saat ia mendengar kata-kata konfirmasi dari Daphne, Subaru merapatkan jarak di antara mereka, berteriak, dan membuat ludahnya terbang ke mana-mana.
Wajahnya memerah penuh dengan amarah, dia menunjukan jarinya ke arah Daphne.
"Kenapa kau menciptakan monster seperti itu? Selama 400 tahun setelah kau mati, apa kau tahu kekacauan macam apa yang mereka sebabkan di dunia sana? Apa kau tahu berapa ratus orang yang menjadi korban.....!"
Pertempuran sengit di Jalan Lifaus terlintas di pikiran Subaru.
Obsesi dan jeritan Wilhelm untuk istrinya yang telah terbunuh, serta teriakan amarah dari barisan para kesatria... semua itu karena tragedi yang dibawa oleh Paus Putih dan Penyihir yang telah menciptakannya.
Adapun untuk Kelinci Raksasa yang menyerang Sanctuary, jika usaha Subaru nantinya gagal membuahkan hasil, maka Emilia, bersama dengan semua yang ada di Sanctuary, pasti akan dimakan olehnya.
Jika siklus bencana alam yang berwujud Kelinci Raksasa ini juga merupakan konsekuensi dari Penyihir yang ada di hadapannya, maka,
"Kenapa kau melakukannya!? Katakan padaku!! Kenapa kau menciptakan monster yang membuat banyak orang menderita!?"
"....? Tapi kan, binatang yang lebih besar artinya ada lebih banyak makanan juga, benar?"
"....a, uh, huh?"
Terlihat bingung, Daphne menjawab pertanyaan Subaru yang berapi-api.
Terlempar ke dalam rangkaian pemikiran oleh jawaban Daphne, Subaru pun membuat erangan konyol sebelum lidahnya bisa membentuk kata-kata,
Melihat Subaru seperti itu, sebuah ekspresi bingung terukir jelas di wajah Daphne.
"Paus Putih, mereka itu sangat besar, kan? Jika kita memakan anak itu, tidakkah kau berpikir ada banyak perut orang yang akan terisi?"
"Apa yang, kau....."
"Kelinci Raksasa juga, mereka akan terus memperbanyak diri sepanjang waktu. Jadii, selama kita punya anak itu, kita bisa membiarkan mereka terus bertambah banyak, dan tidak akan ada lagi orang yang perlu khawatir soal makanan, benar?"
"Memperbanyak.... diri..."
Meski dia mendengar kata-kata Daphne, pikirannya sama sekali tidak bisa paham.
Jika kata-kata itu punya maksud sama seperti kedengarannya, maka Subaru benar-benar tidak mengerti apa yang dibicarakan Penyihir di depannya ini.
Jujur saja, dari dasar lubuk hatinya, dia tidak tahu apa maksud perkataan Daphne...
"A-apa..? Kau menciptakan Mabeast... untuk memecahkan masalah makanan? Paus Putih dan Kelinci Raksasa seharusnya adalah untuk memberi makan orang-orang yang dilanda kelaparan? Meskipun, berkat kurang pertimbanganmu, orang-orang itu malah dimakan oleh mereka?"
"....? Tapi, jika kau ingin memakan makhluk lain tanpa mempertimbangkan kemungkinan untuk dimakan, tidakkah kau berpikir itu sangat egois?"
"....."
"Selain itu, tidakkah kau berpikir di dunia ini sudah ada terlalu banyak manusia dan Demihuman? Jika anak-anak itu bisa sedikit menurunkan jumlah mereka dan memperbaiki semuanya, Daphne pikir itu juga merupakan hal yang bagus."
"La-lalu kenapa Paus Putih menyemburkan asap yang bisa menghapus keberadaan seseorang, dan kenapa Kelinci Raksasa memakan seluruh desa sesuka hati mereka...?"
"Aku tidak tahu banyak soal bagaimana cara mereka berburu.... bagaimana mereka makan, berapa banyak mereka makan, dan di mana mereka makan... yaah meskipun aku tahu, itu tidak akan bisa mengisi perut kosong Daphne..."
Melihat senyum Daphne saat ia mengatakan hal tersebut, Subaru akhirnya mengerti.
Makna di balik kata-kata Echidona, dia akhirnya mengerti.
Dia telah memperingatkan Subaru kalau tingkat kecocokannya Daphne adalah yang terburuk.
Awalnya, Subaru pikir itu merujuk pada tempo tidak biasa milik Daphne yang akan bersinggungan dengan sifat tidak sabar miliknya, dia dengan optimis berpikir kalau itu hanya masalah ketidakcocokan sifat.
.... Tapi ketidakcocokan antara Subaru dan Daphne rupanya ada di sistem pemberian nilai mereka.
Lebih tepatnya, itu tidak hanya Subaru.
Sistem pemberian nilai gadis itu mungkin tidak akan sejalan dengan manusia manapun.
Sudut pandangnya benar-benar berada di dimensi yang berbeda dengan para manusia dan Demihuman. Dan itu bukan hanya karena kecondongannya terhadap Mabeast yang dia ciptakan.
Yang kuat akan menjadikan yang lemah sebagai makanan.... Inilah satu-satunya dasar dari pertimbangannya. Mengakui keberadaan makanan, menambah volumenya, dan memakan semuanya. Selain itu adalah hal sepele.
Subaru sama sekali tidak bisa membantah. Struktur pemikiran mereka secara fundamental sudah sangat berbeda.
Dari semua Penyihir yang telah Subaru temui hingga kini, terlepas dari kesalahpahaman dan permainan kata-kata mereka, Subaru merasa paling tidak bisa melakukan pembicaraan dengan mereka.
Tapi pada akhirnya, semua gadis itu adalah Penyihir. Mereka adalah Penyihir. Hanya ada tujuh di dunia ini, Penyihir dengan makna yang sebenar-benarnya.
"Subaruun juga... semua orang pasti berpikir soal Kerakusan, bukan?"
"......."
"Lagipula, selama kau hidup, bukankah hasrat paling penting itu adalah hasrat untuk makan? Dan juga, jika kau tidak makan, kau tidak akan bisa bertahan hidup....."
"......."
"Meski kau tidak punya kebebasan, tak ada orang yang mencintaimu, tak ada orang yang bisa kau sampaikan perasaanmu, tak bisa mempertahankan egomu, atau tak bisa mendapatkan apa yang kau inginkan, atau bahkan jika kau tidak punya cita-cita.... mereka tidak akan membunuhmu, kan? Tapi....."
"......."
"Jika kau tidak makan, kau akan mati, lo?"
Dari Ketujuh Dosa Besar yang ada, hanya Kerakusan lah yang berhubungan langsung dengan hidup dan mati.
Dalam artian yang sebenarnya, Kerakusan seharusnya adalah hasrat untuk makan melebihi apa yang dibutuhkan. Tapi apa yang dimaksud Daphne adalah hasrat untuk makan demi bertahan hidup.
Dalam hal ini, Subaru tidak bisa menyangkalnya. Apa yang Daphne katakan memang benar, salah satu dari kebenaran hidup itu sendiri.
Tapi, adalah sebuah kesalahan mengabaikan semuanya hanya demi hal itu saja.
"Sebagian apa yang kau katakan memang benar.... tapi pemikiran semacam itu....."
"Kenapa Subaruun tidak mencobanya sendiri... bagaimana rasanya lapar hingga mencapai batasmu? Begitu kau mencobanya... aku yakin kau akan mengerti apa maksud Daphne."
Itu adalah sesuatu yang akan disarankan oleh seorang Penyihir.
Perlahan, di dalam peti mati, Daphne mengangkat tubuhnya. Diikuti suara kertas robek, Daphne dengan mudah melepaskan diri dari rantai yang mengikatnya. Menepikan rantai pengikat berwarna putih dengan tangannya, Daphne melompat dari peti mati dan mendarat di atas rumput tanpa memakai alas kaki.
Sosok kecil itu menggerakkan tangan dan kakinya, memeriksa tubuhnya yang kaku,
"Aku tidak suka berdiri dengan kakiku sendiri... perut terasa kosong ketika aku melakukannya... benar-benar kosong... kau tahu..."
Melakukan sedikit pemanasan, Daphne sudah terengah-engah.
Tapi menghadapinya, Subaru tidak bisa bergerak sedikitpun. Bahkan napasnya pun terasa disegel.
Tekanan hebat yang terpancar dari tubuh kecil Penyihir ini mencengkeram Subaru. Seolah-olah seluruh tubuhnya digenggam oleh telapak tangan raksasa.
"Akan lebih baik kalau aku bisa langsung memakan Subaruun, tapi Dona-Dona dan Met-Met pasti akan marah jika aku melakukannya.... Uuuunn~ hanya mata kiri saja seharusnya sih tidak masalah."
Mengatakan hal tersebut, Daphne menempatkan tangan di atas penutup matanya.
'Jangan lepaskan ikatannya, jangan sentuh tubuhnya, dan jangan membuat kontak mata'.... Semua itu, Echidona sudah memperingatkan Subaru sebelum ia memanggil Daphne.
Tapi Daphne sendiri lah yang melepaskan ikatannya, dan meski dia tidak menyentuh gadis itu, tubuh Subaru kini tak bisa digerakkan karena tekanan dari Penyihir tersebut. Dan, untuk peringatan yang terakhir,
"......"
Matanya berwarna emas.
Tak ada yang aneh. Hanya pupil bundar milik seorang gadis.
Mengangkat penutup mata yang menutupi mata kirinya, Daphne menatap ke arah Subaru.
Seolah ditikam oleh pupil emasnya, Subaru hanya terpaku diam.
Dan kemudian, Daphne berkedip beberapa kali,
"Itu... seharusnya sudah cukup..."
Mengatakan hal tersebut, dengan gerakan seolah sedang terkepung, dia kembali ke dalam peti matinya. Dan saat dia nampak hampir terjatuh, peti mati itu dengan lembut menangkap tubuhnya.
Memutar tubuhnya, Daphne mencari posisi paling nyaman.
Sementara itu, terpaku di tempatnya, Subaru diam-diam mengunyah sesuatu di dalam mulutnya saat ia menyaksikan gadis tersebut,
Daphne menguap dan memasang kembali tutup matanya. Kain yang ada di bagian dalam peti perlahan terbuka dan membungkusnya, mengikat tubuh kecilnya.
Seolah tidak pernah ada di sana, pengikat itu beroperasi sepenuhnya atas keinginan Daphne sendiri.
"Apa yang barusan terjadi... juga, kenapa... kau...."
"Kau masih belum menyadarinya...?"
Saat Subaru hendak bertanya kenapa dia mengikat tubuhnya sendiri, Daphne langsung menyela sambil menggerakkan tubuhnya seolah ingin memastikan kalau ikatannya sudah terikat kuat.
Ketika kata-kata Penyihir itu mencapai telinganya, Subaru pun mengernyitkan dahinya seakan menyadari sesuatu,
"Ah, ugh....?"
Sakit. Sangat sakit.
Menggelora di dalam pinggangnya, adalah rasa sakit yang memberikan ilusi bak ada sebuah lubang di sana, memaksa tubuh Subaru untuk membungkuk.
Ususnya melilit saat sensasi lapar dan haus yang begitu kuat menyerangnya. Mengerang, menggeliat kesakitan, lutut Subaru jatuh di atas rumput.
Air liur mengalir dari sudut bibirnya ketika dia mati-matian menahan rasa sakit tersebut. Lapar, lapar, lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar.
"Aa, aa, Aaahhhh.... sa... kit...."
Rasa lapar yang begitu kuat membuat kesadaran dan pikiran Subaru menjadi kacau saat dia kehilangan pegangannya terhadap realita.
Terengah-engah, menggeliat, dia berguling-guling di atas tanah. Gerakannya malah semakin memperparah rasa lapar tersebut, Subaru menggeliat dan mengejang bak seekor ulat di atas rumput.
Rasa lapar, rasa lapar yang membuat gila. Kelaparan. Nyawa terancam. Sebuah lubang, ada sebuah lubang di dalam perutnya. Sekarat, dia akan mati, dia akan mati kalau dia tidak makan. Dia akan mati. Dia akan mati.
"Kau masih belum menyadarinya...?"
Melihat Subaru yang menggeliat dan tercekik.... meski matanya tidak benar-benar melihat Subaru, Daphne bisa mengetahui kondisi Subaru melalui bau dan suaranya.
Subaru tidak mengerti maksud dari kata-kata Daphne. Menyadari apa, menyadari saat rasa lapar membuatnya jadi gila? Dia tahu kalau Daphne lah dalang di balik semua ini, tapi rasa lapar menelan semua kebencian tersebut.
Dia tidak akan bisa bertahan jika dia tidak memenuhi rasa laparnya. Saat ini, satu-satunya hal yang menahan kewarasan Subaru adalah benda yang dia kunyah sejak....
"........"
Apa yang sedang dia makan?
"Kau menyadarinya? Itulah Kerakusan."
Mendengar kata-kata Daphne, Subaru menyadarinya.... jari kelingking dan jari manis di tangan kanannya sudah tidak ada.
Ke mana jari-jarinya menghilang?
Tak perlu dilihat lagi. Saat ini dia sedang mengunyah bagian jari kelingking kanannya.
Darah mengalir deras dari tangannya yang terkoyak, mewarnai padang rumput dengan warna merah.
Melihat setiap tetes darah yang jatuh, kepala Subaru terasa kosong.
Dengan berlalunya detik demi detik, sesuatu perlahan mulai mengisi kekosongan tersebut. Itu adalah perasaan....
..... Ahh, darah yang menetes ini sungguh mubazir.
Hasrat ingin memuaskan tenggorokannya yang haus serta kekecewaan dari rasa laparnya.
Di hadapan gadis yang terikat itu, Subaru melontarkan kata-kata tersebut.
Penyihir Kerakusan.... adalah bagaimana mereka memanggil gadis yang muncul di hadapan Subaru.
Berada di dalam peti mati yang sedikit miring, adalah seorang gadis dengan tinggi kira-kira 150 cm. Rambut keabu-abuannya yang sepanjang bahu diikat membentuk gaya dua pigtails. Putih dan cantik, dengan dada yang kecil... dia terlihat berusia tidak lebih dari 13 atau 14 tahun.
"Tapi sepenuhnya terikat dan dengan mata tertutup.... sulit dipercaya kalau dia berusia sama seperti penampilannya."
Gadis seusianya biasanya akan berkhayal memilliki 'kekuatan super yang tidak dimiliki orang lain' atau 'kemampuan terpendam yang bisa menjadi ancaman bagi orang lain', atau semacamnya.
Mengingat hari-harinya saat masih duduk di bangku SMP, pada waktu itu Subaru pernah berkhayal menjadi pengguna senjata rahasia dan menyembunyikan banyak jarum jahit di dalam seragam sekolahnya.
"Yaah, dan pada akhirnya aku terjatuh, tertusuk jarum, dan tidak bisa berhenti menangis...."
Mengenang masa lalunya yang menjijikkan tanpa ada orang yang akan menanggapinya, Subaru masih belum bisa mengambil keputusan mengenai apa yang akan dia lakukan dengan Penyihir di hadapannya.
Lagipula, semua Penyihir lain selalu mengambil langkah awal melakukan serangan pertama sebelum Subaru bisa melakukan apa-apa.
"....."
Tepat berada di depannya, gadis di dalam peti itu berbaring diam tanpa menunjukan reaksi apapun.
Karena kesan pertama adalah hal yang sangat penting, keheningan mulai membebani Subaru yang merasa ragu-ragu dengan bagaimana cara memecah es ini.
Dia setidaknya perlu mengetahui apakah pasangannya ini adalah orang yang ramah atau tidak, sebelum memutuskan apakah dia akan bersikap akrab atau melakukan sesuatu seperti ejekan sarkas.
"......"
Saling menunggu satu sama lain untuk bergerak, keheningan terus menyelimuti pesta teh di puncak bukit kecil tersebut.
Meskipun situasi ini terus berkelanjutan, tekanan hebat dari Penyihir di hadapannya perlahan memakan Subaru.
Bahkan dengan tubuh terikat dan mata tertutup rapat, ancaman yang terpancar dari tubuhnya benar-benar sesuai dengan seorang Penyihir.
Echidona dengan senang hati mau mengenalkan Subaru kepada Penyihir Kesombongan, Kemarahan, dan Kemalasan, namun dia ragu untuk mengenalkan Penyihir yang satu ini.
Mungkin si Penyihir Kerakusan, Daphne, sangat berbeda dengan Penyihir lain.
"........unn."
"......!?"
Keringat terbentuk di dahi Subaru akibat ketegangan yang dia rasakan, dan saat dia hendak menyekanya agar tidak menetes ke mata, sebuah gerakan tiba-tiba dari Daphne memberikan awal bagi Subaru.
Di dalam peti mati, gadis yang terikat itu sedikit menolehkan kepalanya, suara napasnya terdengar oleh Subaru. Mengantisipasi apa yang mungkin akan dia lakukan, seluruh tubuh Subaru memasang posisi siaga.
Dan kemudian,
".....zzuuu, mnya."
".....Kau sedang tidur!?"
".....FUNYA!?"
Begitu ia mendengar suara yang terdengar seperti sebuah dengkuran, Subaru langsung melompat ke depan dan memprotes.
Hentakan kaki yang keras terdengar di seluruh bukit, dan terkejut oleh suara tiba-tiba itu, si Penyihir di dalam peti pun tersentak dan memekik.
Tidak bisa melihat dengan matanya yang tertutup, dia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri,
"A-apa itu? Ada orang yang sedang mencoba tidur nih....."
Dia melontarkan keluhan tersebut dengan nada yang sangat lemah.
Tak jelas apakah dia berbicara seperti itu karena dia masih setengah tertidur ataukah memang begitu cara bicaranya, tapi paling tidak tekanan kuat tadi sudah menghilang.
'Apa aku terlalu memikirkannya...!?' Pikir Subaru, tidak bisa menyembunyikan kelelahannya.
"Uh, ye-yeah, maafkan aku. Aku agak emosi tadi. Aku tak bermaksud berteriak."
"Eehhh~!? Tapi terkejut oleh hal semacam itu, Daphne bisa kesulitan, tahu...."
"Guh.... tolong maafkan aku. Cerialah, oke? Tolong jangan marah!"
"Tapi aku tidak marah? Kalau aku marah, aku akan merasa laaapar. Tapi ngomong-ngomong, siapa kau ini?"
Menolak permintaan maaf Subaru, Daphne malah menanyakan pertanyaannya sendiri.
Hanya dengan dua tiga kalimat di antara mereka saja, ritme percakapan seketika menjadi kacau, dan Subaru mulai mengerti apa yang Echidona maksud sebelumnya.
.... Alur percakapan Penyihir ini sama sekali tidak sesuai dengan Subaru.
Menghela napas melihat jalan terjal di hadapannya, Subaru pun menggelengkan kepala pelan untuk menyingkirkan ekspresi tidak senang di wajahnya, dan, menggantinya dengan sebuah senyum ramah,
"Namaku Natsuki Subaru. Entah kenapa aku diundang oleh Echidona ke pesta tehnya... Uh, yaah, pada dasarnya sih cuma teman minum teh. Yeah, semacam itulah."
"Heee~~? Dona-Dona punya teman? Subaruun juga, kau harusnya lebih berhati-hati dalam memilih teman, kau tahu? Jika mereka dengar kalau kau berteman dengan seorang Penyihir.... temanmu yang sebenarnya dan keluargamu mungkin.. akan.. membencimu.. kau tahu?"
Mendengar perkenalan diri Subaru, Daphne memberikan sebuah saran tambahan. Fakta bahwa bagian akhir kalimatnya mulai terdengar melemah mungkin adalah karena dia kembali jatuh tertidur.
Melihat kelelahannya yang sangat mencolok, dan diikuti pundak naik turun terengah-engah di dalam peti mati, dengan "Oy oy," Subaru pun mencoba membangunkannya.
"Kenapa kau terlihat sangat lelah? Apa peti mati itu bisa menghisap semangat hidup siapapun yang ada di dalamnya, atau apa gitu?"
"Tidaaak, tidak kok? Daphne hanya lelah, itu saja, perutku kosong dan bersuara guu~ guu~ dan aku juga tidak punya energii.... apa ada sesuatu... yang bisa dimakan... haa.. haa..."
"Terengah-engah hanya karena berbicara itu tanda tubuh anak yang sakit-sakitan kau tahu... Kalau makanan, kita hanya punya teh Dona dan beberapa kue di atas meja."
Memang, itu adalah hidangan misterius seperti kue yang disuguhkan bersama dengan teh. Tapi mengingat bahwa tehnya terbuat dari cairan tubuh Echidona, kue-kue itu mungkin juga terbuat sel tubuh Echidona atau semacamnya.
Karena dia tidak bisa langsung menelan semuanya sekaligus seperti teh, Subaru pun membuat keputusan untuk tidak menyentuhnya. Tapi mendengar ada makanan, reaksi "KUE??" bisa terdengar jelas dari Daphne.
"Bo-bo-boleh juga. Itu juga boleeeh, Daphne, tolong taruh kue itu di mulut Daphne. Cepat, aaaa, cepat..."
"Kalau kita mengabaikan konteksnya, permintaan itu bisa membuat orang lain salah paham kau tahu, jadi tolong bisakah kau lebih berhati-hati lagi? Tapi yah... kurasa aku masih belum jadi orang jahat yang akan membuat seseorang yang begitu menginginkannya menunggu."
Subaru mengambil piring berisi manisan tersebut dan mendekati peti Daphne, bermaksud menempatkan kuenya di mulut Daphne. Tapi sebelum dia bisa melakukannya,
"Ah, tapi tapi, tunggu Subaruun, bisa kau tunggu sebentar?"
"Hn? Apa? Asal kau tahu saja, kita hanya punya satu rasa di sini. Tidak ada cokelat di dalamnya, jadi mungkin ini akan terasa hambar. Jika kau ingin bilang kalau kau tidak menyukainya, aku tidak akan memaksamu untuk memakan dan menghabiskannya atau sesuatu semacam itu."
"Bukan begitu... hanya saja, aku tidak ingin Subaruun terlalu dekat denganku ketika sedang memberiku makan."
"Itu permintaan yang sangat sulit ketika kau juga memintaku untuk memberimu makan."
Cara pendekatannya ditolak, Subaru berdiri di sana sambil memegang sepiring kue, tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Sementara itu, sang gadis di dalam peti sedikit mengangkat tubuhnya.
"Tolong jangan salah paham... itu bukan karena aku membencimu, merasa jijik denganmu, tidak tahan denganmu atau semacamnya."
"Kata-katamu yang bermaksud menghibur itu malah membuatmu terdengar kurang kredibel! Alasan! Beritahu aku alasannya!"
"Bau Subaruun, jika kau terlalu dekat dengan Daphne, itu akan jadi seperti racuun."
"Bau tubuhku seperti racun?"
Mendengar komentar yang bahkan lebih menyakitkan dari yang ia bayangkan, Subaru dengan cepat mengangkat tangannya mencium bau tubuhnya. Tapi tak ada bau yang menyengat, meskipun biasanya manusia cenderung lamban menyadari bau tubuh mereka sendiri.
Subaru melihat tubuhnya dari atas ke bawah, tapi,
"Aku bau? Apa aku benar-benar berbau? Padahal aku sudah mandi begitu sampai di Sanctuary? Aku memang tidak punya sabun seperti saat dulu di mansion, tapi mengingat aku akan berada di samping Emilia, kupastikan paling tidak tubuhku higienis.... tidak, maksudku, ini dunia roh, kan? Apa keadaan semacam itu benar-benar akan terbawa ke sini?"
"Tidaak, bu~kan be~gi~tu. Uuum, tidakkah seharusnya kau sudah mengerti, Subaruun?"
"Tidak sama sekali! Itu terdengar seolah semuanya adalah salahku! Mana mungkin aku akan mengerti? Tch!"
Ketika Subaru melambaikan tangannya sambil meneriakkan hal tersebut, Daphne menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, membuat petinya sedikit bergoyang. Dengan suara kayu berderit, "Bagaimana aku mengatakannya ya..." dia melanjutkan dengan temponya yang unik,
"Jika Daphne mencium bau Subaruun, Daphne justru akan lebih ingin memakan Subaruun daripada kue itu, dan itu akan membuat Daphne merasa bersalah, kau tahu...."
"....Eh? Maaf, aku tidak mengerti."
"Daripada sayuran, Daphne itu lebih suka daging, dan daging yang keras itu lebih baik daripada daging yang lunak, hal-hal semacam itu pokoknya..."
Tiba-tiba, Subaru merasa merinding.
Menahan napasnya saat dia menatap Daphne, sejak awal tak ada perubahan dalam penampilan gadis tersebut. Masih terikat di dalam peti, ikatannya mencegah pergerakan apapun dari tubuhnya. Matanya pun masih tersegel di balik penutup matanya, tidak pernah sekalipun menetap Subaru.
Jika penahan itu bukan hanya untuk gaya-gayaan, lalu untuk apa mereka.....
"Dari apa yang bisa kucium, daging Subaruun itu sangat berotot dan memiliki banyak urat, tulang-tulangnya juga tebal, tepat.... seperti kesukaan Daphne. Jadi jika kau terlalu dekat, kau akan beraroma sangat sedap sampai-sampai aku ingin memakanmu."
"Me-memakanku... dalam artian vulgar maksudnya?"
"Dalam artian dimakan mentah...."
Mendengar penafsiran makna yang sedikit berbeda, Subaru menelan kembali napasnya.
Lalu, dengan cepat membuat jarak antara dirinya dan gadis itu, dia pun mengambil satu kue dari atas piring begitu dia yakin berada di jarak yang cukup aman.
"A-aku akan mencoba melemparnya ke arahmu dari sini, maaf ya jika meleset?"
"Iya tak apa, Subaruun. Lempar saja sampai mengenai peti ini. Dengan begitu aku bisa mengambilnya sendiri."
"Itu terdengar sangat membingungkan, tapi uh... baiklah, ini dia!"
Dengan ayunan pelan dari tangannya, Subaru melempar kue itu ke arah mulut Daphne.
Kue yang berukuran kira-kira seperti koin 500 yen itu melayang dan mendarat tepat di mulut Daphne. Kontrol yang luar biasa ini adalah hasil dari konsentrasi Subaru.
Dengan ketepatan bak memasukkan benang ke lubang jarum, dia berhasil melemparnya tepat ke mulut Daphne. Menangkap kue itu dengan lidahnya, Daphne seketika langsung memakannya,
"Omnyuomnyu..... nnnn~ enak sekali~ rasa Dona-Dona...."
"Aku tidak tahu apa itu artinya Echidona membuat kue itu sendiri ataukah dia menggunakan sihir hitamnya untuk memasukkan beberapa bagian tubuhnya ke dalam kue itu... tapi, akan kulempar lagi yang berikutnya!"
"Oooo, aku sudah tidak sabar. Oooomm... hey, cepat berikan kuenya padaku!"
"Itu bisa membuat lemparanku meleset, bisakah kau tetap tenang?"
Mencoba memadamkan desakan provokatif yang menggoda dari Daphne, Subaru terus melempar kue demi kue. Itu nampak seperti adegan menyebalkan dari dua orang yang bermain-main dengan makanan, tapi melihat ekspresi serius di wajah Subaru, kau mungkin akan merasa ragu untuk mendekatinya.
Meskipun terkadang Daphne harus menggerakkan kepalanya, pada akhirnya kue itu tetap bisa masuk ke dalam mulutnya. Dan ketika Subaru mulai merasa lega karena bisa menghabiskan semua kue yang ada di atas piring dengan cara ini,
".....ah."
Hembusan angin yang kencang menyapu bukit, seketika meniup kue yang Subaru lempar dengan pelan. Terbang menjauh dari sasarannya, kue itu melayang di atas meja dan menuju sisi bukit.
Terjatuh begitu saja, kue itu mungkin akan menjadi makanan semut.... atau begitulah yang Subaru pikirkan, ketika,
"Tidaaaak... mubazir sekali."
Dengan indera penciumannya yang luar biasa, Daphne tahu kalau kue itu terbang menjauh. Dia mengikuti jejak kue itu dengan pandangannya yang tertutup, dan kemudian, Subaru melihatnya,
".......!?"
Sebuah suara keras terdengar, bak cakar tajam yang mengoyak tanah.
Menghamburkan kepulan tanah dan debu, suara tanpa henti terdengar saat benda itu sampai di tempat kue yang terjatuh,
"Aa, mwu."
Daphne menjulurkan lehernya, menangkap kue itu di antara bibir merahnya dan memasukkannya ke dalam mulut. Usai mengunyahnya dengan suara yang tak terdengar jelas, dia menjilati bibirnya dengan suara yang menggairahkan "Hooh,"
Menyaksikan semua itu, Subaru tak bisa berkata apa-apa.
Menyadari Subaru yang terdiam, Daphne sedikit mendengus,
"Subaruun.... bukankah masih ada dua kue lagi? Jangan jahat begitu...."
Gadis dengan pipi memerah dan bibir gemetar bak bayi burung yang menunggu untuk diberi makan, memang sangat manis.
Ya, jika kau bisa mengabaikan mata yang tertutup dan tubuh yang terikat di dalam peti mati hitamnya....
".... Tidak, mustahil untuk tidak tercengang oleh hal ini."
....serta kaki seperti kepiting yang muncul dari sisi peti, membawa tuannya. Itu adalah pemandangan yang sangat aneh.
XxxxX
"Jadi uh.... keberatan jika aku tanya apa itu?"
Masih belum pulih dari keterkejutannya, Subaru melempar dua kue yang tersisa sesuai dengan yang Daphne minta. Kedua kue itu juga meleset karena jari Subaru gemetar, tapi dengan kaki peti matinya yang terampil, Daphne dengan mudah bisa menangkap mereka ke dalam mulutnya.
Nampak sangat menikmati rasa manis dari kue-kue tersebut hingga ke lubuk hatinya, Daphne mengeluarkan suara "Uuun~" saat Subaru memeras keluar pertanyaannya,
"Apanya yang apa.... meskipun kau bertanya pada Daphne, Daphne tidak bisa melihat, jadi Daphne tidak tahu..."
"Maksudku uh.... peti mati yang berkilau dan bisa bergerak itu. Dalam pengetahuanku yang sempit dan dangkal, peti mati biasanya tidak punya kaki dan tidak bisa membuat gerakan cepat bak serangga seperti itu."
Membuat suara GICHI-GICHI, peti mati itu perlahan kembali ke tempatnya semula dengan membawa Daphne. Bagian bawah peti mati tersebut menghentak tanah dengan suara gedebuk, dan kaki seperti kepitingnya sekali lagi masuk ke dalam sisi peti. Gerakan itu mirip seperti kura-kura yang menarik kakinya masuk ke dalam tempurung.
Seolah menanggapi sentimen Subaru, Daphne tertawa "Aahaa,"
"Maksudmu Peti Mati Kelabang ini? Karena Daphne tidak bisa bergerak dengan bebas, jadi aku menciptakan anak ini.... dia ini anak yang pintar dan pendiam, kau tahu."
"Menciptakannya... dia ini makhluk hidup?"
Meski benda itu bisa bergerak secara alami dengan organ yang juga nampak alami, Subaru tidak yakin apa dia bisa mengelompokannya ke dalam jenis makhluk hidup. Meskipun tentu saja, itu bukan benda mekanikal.
"Dia tidak butuh makan.... ataupun minum... tapi Peti Mati Kelabang bertahan hidup dengan menyerap Mana, kau tahu? Jadi dia tidak akan merasa lapar... yang mana membuatku sedikit iri."
"Dia memakan Mana... ah lupakan, kita bisa membahasnya lain kali. Tapi yang lebih penting, kau tadi bilang menciptakannya? Kau bisa, menciptakan makhluk hidup?"
"Daripada disebut makhluk hidup... dia itu lebih seperti Mabeast. Daphne membayangkan kehendak Daphne, perasaan dan hal-hal lain, lalu whosh whosh, jadilah makhluk ini."
Daphne sedikit menggeliat di dalam peti matinya. Tak satupun kata dari mulutnya yang membawa gagasan konkret akan apa dia maksud, tapi, bahkan dari penjelasan samar itu saja, Subaru merasa kalau gadis ini mampu melakukan sesuatu yang tidak seharusnya.
.... Menciptakan makhluk hidup, adalah pekerjaan Dewa.
Di dunia asalnya, memang ada teknik genetik dan sains terlarang seperti membuat kloning, tapi menciptakan sebuah kehidupan baru dari ketiadaan adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh Dewa.
Tapi, apakah hal itu dianggap penistaan terhadap kehidupan ataukah hasil dari sebuah kekuatan yang hebat, semuanya tergantung pada siapa kau bertanya.
"Kalau begitu... 'Peninggalan Jahat Daphne'.... dan penciptaan Mabeast, maksudnya adalah tepat seperti kedengarannya?"
"Eun~ eun~?"
"Paus Putih, Ular Hitam, dan Kelinci Raksasa... apa mereka sama seperti peti mati kepitingmu ini? Hanya makhluk yang kau ciptakan...?"
"Mnn~mhuu~... Uuunn, sungguh nama yang membawa nostalgia.... Yeah, pauus, ulaar, kelincii, mereka adalah anak-anak yang Daphne ciptakan."
"Kenapa!!?"
Menunjukkan gigi-giginya saat ia mendengar kata-kata konfirmasi dari Daphne, Subaru merapatkan jarak di antara mereka, berteriak, dan membuat ludahnya terbang ke mana-mana.
Wajahnya memerah penuh dengan amarah, dia menunjukan jarinya ke arah Daphne.
"Kenapa kau menciptakan monster seperti itu? Selama 400 tahun setelah kau mati, apa kau tahu kekacauan macam apa yang mereka sebabkan di dunia sana? Apa kau tahu berapa ratus orang yang menjadi korban.....!"
Pertempuran sengit di Jalan Lifaus terlintas di pikiran Subaru.
Obsesi dan jeritan Wilhelm untuk istrinya yang telah terbunuh, serta teriakan amarah dari barisan para kesatria... semua itu karena tragedi yang dibawa oleh Paus Putih dan Penyihir yang telah menciptakannya.
Adapun untuk Kelinci Raksasa yang menyerang Sanctuary, jika usaha Subaru nantinya gagal membuahkan hasil, maka Emilia, bersama dengan semua yang ada di Sanctuary, pasti akan dimakan olehnya.
Jika siklus bencana alam yang berwujud Kelinci Raksasa ini juga merupakan konsekuensi dari Penyihir yang ada di hadapannya, maka,
"Kenapa kau melakukannya!? Katakan padaku!! Kenapa kau menciptakan monster yang membuat banyak orang menderita!?"
"....? Tapi kan, binatang yang lebih besar artinya ada lebih banyak makanan juga, benar?"
"....a, uh, huh?"
Terlihat bingung, Daphne menjawab pertanyaan Subaru yang berapi-api.
Terlempar ke dalam rangkaian pemikiran oleh jawaban Daphne, Subaru pun membuat erangan konyol sebelum lidahnya bisa membentuk kata-kata,
Melihat Subaru seperti itu, sebuah ekspresi bingung terukir jelas di wajah Daphne.
"Paus Putih, mereka itu sangat besar, kan? Jika kita memakan anak itu, tidakkah kau berpikir ada banyak perut orang yang akan terisi?"
"Apa yang, kau....."
"Kelinci Raksasa juga, mereka akan terus memperbanyak diri sepanjang waktu. Jadii, selama kita punya anak itu, kita bisa membiarkan mereka terus bertambah banyak, dan tidak akan ada lagi orang yang perlu khawatir soal makanan, benar?"
"Memperbanyak.... diri..."
Meski dia mendengar kata-kata Daphne, pikirannya sama sekali tidak bisa paham.
Jika kata-kata itu punya maksud sama seperti kedengarannya, maka Subaru benar-benar tidak mengerti apa yang dibicarakan Penyihir di depannya ini.
Jujur saja, dari dasar lubuk hatinya, dia tidak tahu apa maksud perkataan Daphne...
"A-apa..? Kau menciptakan Mabeast... untuk memecahkan masalah makanan? Paus Putih dan Kelinci Raksasa seharusnya adalah untuk memberi makan orang-orang yang dilanda kelaparan? Meskipun, berkat kurang pertimbanganmu, orang-orang itu malah dimakan oleh mereka?"
"....? Tapi, jika kau ingin memakan makhluk lain tanpa mempertimbangkan kemungkinan untuk dimakan, tidakkah kau berpikir itu sangat egois?"
"....."
"Selain itu, tidakkah kau berpikir di dunia ini sudah ada terlalu banyak manusia dan Demihuman? Jika anak-anak itu bisa sedikit menurunkan jumlah mereka dan memperbaiki semuanya, Daphne pikir itu juga merupakan hal yang bagus."
"La-lalu kenapa Paus Putih menyemburkan asap yang bisa menghapus keberadaan seseorang, dan kenapa Kelinci Raksasa memakan seluruh desa sesuka hati mereka...?"
"Aku tidak tahu banyak soal bagaimana cara mereka berburu.... bagaimana mereka makan, berapa banyak mereka makan, dan di mana mereka makan... yaah meskipun aku tahu, itu tidak akan bisa mengisi perut kosong Daphne..."
Melihat senyum Daphne saat ia mengatakan hal tersebut, Subaru akhirnya mengerti.
Makna di balik kata-kata Echidona, dia akhirnya mengerti.
Dia telah memperingatkan Subaru kalau tingkat kecocokannya Daphne adalah yang terburuk.
Awalnya, Subaru pikir itu merujuk pada tempo tidak biasa milik Daphne yang akan bersinggungan dengan sifat tidak sabar miliknya, dia dengan optimis berpikir kalau itu hanya masalah ketidakcocokan sifat.
.... Tapi ketidakcocokan antara Subaru dan Daphne rupanya ada di sistem pemberian nilai mereka.
Lebih tepatnya, itu tidak hanya Subaru.
Sistem pemberian nilai gadis itu mungkin tidak akan sejalan dengan manusia manapun.
Sudut pandangnya benar-benar berada di dimensi yang berbeda dengan para manusia dan Demihuman. Dan itu bukan hanya karena kecondongannya terhadap Mabeast yang dia ciptakan.
Yang kuat akan menjadikan yang lemah sebagai makanan.... Inilah satu-satunya dasar dari pertimbangannya. Mengakui keberadaan makanan, menambah volumenya, dan memakan semuanya. Selain itu adalah hal sepele.
Subaru sama sekali tidak bisa membantah. Struktur pemikiran mereka secara fundamental sudah sangat berbeda.
Dari semua Penyihir yang telah Subaru temui hingga kini, terlepas dari kesalahpahaman dan permainan kata-kata mereka, Subaru merasa paling tidak bisa melakukan pembicaraan dengan mereka.
Tapi pada akhirnya, semua gadis itu adalah Penyihir. Mereka adalah Penyihir. Hanya ada tujuh di dunia ini, Penyihir dengan makna yang sebenar-benarnya.
"Subaruun juga... semua orang pasti berpikir soal Kerakusan, bukan?"
"......."
"Lagipula, selama kau hidup, bukankah hasrat paling penting itu adalah hasrat untuk makan? Dan juga, jika kau tidak makan, kau tidak akan bisa bertahan hidup....."
"......."
"Meski kau tidak punya kebebasan, tak ada orang yang mencintaimu, tak ada orang yang bisa kau sampaikan perasaanmu, tak bisa mempertahankan egomu, atau tak bisa mendapatkan apa yang kau inginkan, atau bahkan jika kau tidak punya cita-cita.... mereka tidak akan membunuhmu, kan? Tapi....."
"......."
"Jika kau tidak makan, kau akan mati, lo?"
Dari Ketujuh Dosa Besar yang ada, hanya Kerakusan lah yang berhubungan langsung dengan hidup dan mati.
Dalam artian yang sebenarnya, Kerakusan seharusnya adalah hasrat untuk makan melebihi apa yang dibutuhkan. Tapi apa yang dimaksud Daphne adalah hasrat untuk makan demi bertahan hidup.
Dalam hal ini, Subaru tidak bisa menyangkalnya. Apa yang Daphne katakan memang benar, salah satu dari kebenaran hidup itu sendiri.
Tapi, adalah sebuah kesalahan mengabaikan semuanya hanya demi hal itu saja.
"Sebagian apa yang kau katakan memang benar.... tapi pemikiran semacam itu....."
"Kenapa Subaruun tidak mencobanya sendiri... bagaimana rasanya lapar hingga mencapai batasmu? Begitu kau mencobanya... aku yakin kau akan mengerti apa maksud Daphne."
Itu adalah sesuatu yang akan disarankan oleh seorang Penyihir.
Perlahan, di dalam peti mati, Daphne mengangkat tubuhnya. Diikuti suara kertas robek, Daphne dengan mudah melepaskan diri dari rantai yang mengikatnya. Menepikan rantai pengikat berwarna putih dengan tangannya, Daphne melompat dari peti mati dan mendarat di atas rumput tanpa memakai alas kaki.
Sosok kecil itu menggerakkan tangan dan kakinya, memeriksa tubuhnya yang kaku,
"Aku tidak suka berdiri dengan kakiku sendiri... perut terasa kosong ketika aku melakukannya... benar-benar kosong... kau tahu..."
Melakukan sedikit pemanasan, Daphne sudah terengah-engah.
Tapi menghadapinya, Subaru tidak bisa bergerak sedikitpun. Bahkan napasnya pun terasa disegel.
Tekanan hebat yang terpancar dari tubuh kecil Penyihir ini mencengkeram Subaru. Seolah-olah seluruh tubuhnya digenggam oleh telapak tangan raksasa.
"Akan lebih baik kalau aku bisa langsung memakan Subaruun, tapi Dona-Dona dan Met-Met pasti akan marah jika aku melakukannya.... Uuuunn~ hanya mata kiri saja seharusnya sih tidak masalah."
Mengatakan hal tersebut, Daphne menempatkan tangan di atas penutup matanya.
'Jangan lepaskan ikatannya, jangan sentuh tubuhnya, dan jangan membuat kontak mata'.... Semua itu, Echidona sudah memperingatkan Subaru sebelum ia memanggil Daphne.
Tapi Daphne sendiri lah yang melepaskan ikatannya, dan meski dia tidak menyentuh gadis itu, tubuh Subaru kini tak bisa digerakkan karena tekanan dari Penyihir tersebut. Dan, untuk peringatan yang terakhir,
"......"
Matanya berwarna emas.
Tak ada yang aneh. Hanya pupil bundar milik seorang gadis.
Mengangkat penutup mata yang menutupi mata kirinya, Daphne menatap ke arah Subaru.
Seolah ditikam oleh pupil emasnya, Subaru hanya terpaku diam.
Dan kemudian, Daphne berkedip beberapa kali,
"Itu... seharusnya sudah cukup..."
Mengatakan hal tersebut, dengan gerakan seolah sedang terkepung, dia kembali ke dalam peti matinya. Dan saat dia nampak hampir terjatuh, peti mati itu dengan lembut menangkap tubuhnya.
Memutar tubuhnya, Daphne mencari posisi paling nyaman.
Sementara itu, terpaku di tempatnya, Subaru diam-diam mengunyah sesuatu di dalam mulutnya saat ia menyaksikan gadis tersebut,
Daphne menguap dan memasang kembali tutup matanya. Kain yang ada di bagian dalam peti perlahan terbuka dan membungkusnya, mengikat tubuh kecilnya.
Seolah tidak pernah ada di sana, pengikat itu beroperasi sepenuhnya atas keinginan Daphne sendiri.
"Apa yang barusan terjadi... juga, kenapa... kau...."
"Kau masih belum menyadarinya...?"
Saat Subaru hendak bertanya kenapa dia mengikat tubuhnya sendiri, Daphne langsung menyela sambil menggerakkan tubuhnya seolah ingin memastikan kalau ikatannya sudah terikat kuat.
Ketika kata-kata Penyihir itu mencapai telinganya, Subaru pun mengernyitkan dahinya seakan menyadari sesuatu,
"Ah, ugh....?"
Sakit. Sangat sakit.
Menggelora di dalam pinggangnya, adalah rasa sakit yang memberikan ilusi bak ada sebuah lubang di sana, memaksa tubuh Subaru untuk membungkuk.
Ususnya melilit saat sensasi lapar dan haus yang begitu kuat menyerangnya. Mengerang, menggeliat kesakitan, lutut Subaru jatuh di atas rumput.
Air liur mengalir dari sudut bibirnya ketika dia mati-matian menahan rasa sakit tersebut. Lapar, lapar, lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar lapar.
"Aa, aa, Aaahhhh.... sa... kit...."
Rasa lapar yang begitu kuat membuat kesadaran dan pikiran Subaru menjadi kacau saat dia kehilangan pegangannya terhadap realita.
Terengah-engah, menggeliat, dia berguling-guling di atas tanah. Gerakannya malah semakin memperparah rasa lapar tersebut, Subaru menggeliat dan mengejang bak seekor ulat di atas rumput.
Rasa lapar, rasa lapar yang membuat gila. Kelaparan. Nyawa terancam. Sebuah lubang, ada sebuah lubang di dalam perutnya. Sekarat, dia akan mati, dia akan mati kalau dia tidak makan. Dia akan mati. Dia akan mati.
"Kau masih belum menyadarinya...?"
Melihat Subaru yang menggeliat dan tercekik.... meski matanya tidak benar-benar melihat Subaru, Daphne bisa mengetahui kondisi Subaru melalui bau dan suaranya.
Subaru tidak mengerti maksud dari kata-kata Daphne. Menyadari apa, menyadari saat rasa lapar membuatnya jadi gila? Dia tahu kalau Daphne lah dalang di balik semua ini, tapi rasa lapar menelan semua kebencian tersebut.
Dia tidak akan bisa bertahan jika dia tidak memenuhi rasa laparnya. Saat ini, satu-satunya hal yang menahan kewarasan Subaru adalah benda yang dia kunyah sejak....
"........"
Apa yang sedang dia makan?
"Kau menyadarinya? Itulah Kerakusan."
Mendengar kata-kata Daphne, Subaru menyadarinya.... jari kelingking dan jari manis di tangan kanannya sudah tidak ada.
Ke mana jari-jarinya menghilang?
Tak perlu dilihat lagi. Saat ini dia sedang mengunyah bagian jari kelingking kanannya.
Darah mengalir deras dari tangannya yang terkoyak, mewarnai padang rumput dengan warna merah.
Melihat setiap tetes darah yang jatuh, kepala Subaru terasa kosong.
Dengan berlalunya detik demi detik, sesuatu perlahan mulai mengisi kekosongan tersebut. Itu adalah perasaan....
..... Ahh, darah yang menetes ini sungguh mubazir.
Hasrat ingin memuaskan tenggorokannya yang haus serta kekecewaan dari rasa laparnya.
---End---
Lanjut ke -> Re:Zero Arc 4 - Chapter 48
Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4
Translator : Zhi End Translation..
5 Komentar
Glek! Ngeri juga efek kerakusan y'..
BalasMantap akhirnya update jg mksh min :D
BalasMantap akhirnya update jg mksh min ;D
BalasMantap
BalasGenjutsu...
Balas