[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 2 : Pahlawan, Mulai Mencari Jalan Yang Baru -1
Kembali ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 1 Part 2
Chapter 2 : Pahlawan, Mulai Mencari Jalan Yang Baru.
Sore hari. Chiho yang selesai melakukan kegiatan klubnya dan hendak pulang ke rumah, merasa sedikit gelisah ketika ia mendapati HPnya menunjukan sebuah nomor yang tak dikenal.
"Halo....?"
Dengan gugup dia menekan tombol terima setelah membiarkannya berdering tiga kali....
"Halo~ apa ini Sasaki-san~?"
"Ah, Emerada-san! Mengejutkan sekali! Ada apa?"
Chiho tidak tahu kalau Emerada juga punya HP. Ketika ia mengingatkan dirinya sendiri untuk menyimpan nomornya nanti, Emerada lantas menanyakan sebuah pertanyaan yang tak terduga.
"Maafkan aku karena meneleponmu tiba-tiba begini~~ sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu padamu...."
"Silakan?"
"Apa kau tahu keberadaan Emilia~~?"
".....Eh? Keberadaan Yusa-san?"
Chiho tanpa sadar berhenti berjalan dan meneriakkan hal tersebut.
"Sebenarnya, semenjak dua hari setelah kita bertemu dengan Lailah di kamar rumah sakit Lucifer~ dia sama sekali belum pulang~"
"Eh? Dua hari setelah hari itu? Eh?"
Chiho tidak begitu mengerti apa yang dimaksud oleh Emerada.
"Apa maksudmu dia tidak pulang ke rumahnya?"
"Ya, dia sama sekali belum pulang ke rumahnya~ dan itu sudah 3 hari berturut-turut semenjak dia bilang kalau dia akan pergi bekerja...."
"Tunggu dulu? Tapi termasuk kemarin, Yusa-san punya jadwal kerja kok selama tiga hari berturut-turut."
"Eh?"
Emerada menahan napasnya.
"Aku juga bertemu dengannya kemarin... dan ketika kami pulang, kami saling mengucapkan selamat tinggal di stasiun Sasazuka seperti biasanya. Dia kemudian pulang naik kereta."
"E-eehh~? Kok begitu~?"
Sepertinya Emerada benar-benar bingung karena jawaban Chiho.
"Kudengar Nord-san dan Suzuno-san menemani Lailah-san pergi ke rumah Yusa-san.... jangan-jangan dia juga tidak ada di rumah pada hari itu?"
"Hari itu... dia seharusnya sudah pulang bekerja sore harinya~~ tapi tetap saja dia tidak ada rumah~~"
"Dia sudah tidak ada... sejak hari itu?"
Chiho ingat, ada satu hari sebelum Urushihara keluar dari rumah sakit di mana dia membawa makanan ke Villa Rosa Sasazuka hanya untuk mendapati kalau dia telah melakukan perjalanan yang sia-sia.
"Apa kau sudah mencoba meneleponnya? Nomor ini, adalah nomor dari HP Emerada-san, kan?"
"Benar~ nomor ini adalah nomor yang Emilia ingin untuk aku dan Alberto simpan ketika kami pertama kali datang ke Jepang~~ tentu saja aku sudah meneleponnya~ tapi dia sama sekali tidak mau mengangkatnya... Apa hari ini Emilia masuk bekerja~?"
"Eh, eh, tunggu sebentar?"
Chiho yang tidak begitu paham dengan situasi ini, mengeluarkan jadwal kerja dua minggu terakhir dari buku catatan yang ada di dalam tasnya dan membacanya dengan cepat.
"Ah, dia libur hari ini."
"Eh~~?"
Emerada terdengar seperti seseorang yang tak tahu apa yang harus dilakukan.
Jika Emi punya jadwal kerja hari ini, maka mereka hanya perlu menunggunya di MgRonalds, tapi karena dia tidak punya jadwal kerja, maka mereka tidak akan tahu keberadaannya seharian ini.
Emi bahkan tidak bilang apa-apa pada Emerada, temannya yang paling dia percaya dan meninggalkan apartemennya di Eifuku, apa yang sebenarnya terjadi?
Jika kata-kata Emerada bisa dipercaya, maka ini pasti adalah efek dari insiden dengan Lailah, tapi meski begitu, Emi seharusnya tidak punya alasan untuk menyembunyikan jejaknya tanpa bilang apa-apa pada Emerada.
Jika ini adalah karena dia tidak ingin bertemu dengan Lailah, dilihat dari sifat Emi, dia pasti akan memilih menolaknya sendiri, dan menjelaskannya lebih dulu pada Emerada.
Chiho mengingat apa yang terjadi ketika dia keluar dari ruang rawat Urushihara untuk mengejar Emi.
XxxxX
“Tidak ada di sini~ ke mana perginya dia....”
“Ke sini!”
Ketika Emerada menoleh ke kanan kiri saat berada di luar gedung rumah sakit, sambil membawa HPnya dengan satu tangan, Chiho tanpa ragu berlari ke arah stasiun Yoyogi.
“Ba-bagaimana kau tahu!? Apa itu artinya dia ingin naik kereta~?”
“Itu masih belum pasti! Tapi Yusa-san memang berjalan ke arah stasiun.... ah?”
Usai berlari menaiki sebuah tanjakan yang menuju ke arah stasiun JR Yoyogi, Chiho tiba-tiba berteriak dan berhenti.
“Dia menjadi semakin cepat.... dia mungkin sudah naik taksi.”
Kali ini Emerada menatap wajah Chiho dengan kaget, dan tanpa menyadari hal itu, Chiho menggenggam erat HPnya dan mengalihkan pandangannya.
“Persimpangan di depan stasiun... seharusnya dia ada di sekitar sana.”
Meskipun Chiho bisa dengan akurat mengetahui pergerakan Emi di tengah-tengah bangunan yang menjulang tinggi....
“Per-pergi ke mana dia? Apa dia pulang ke Eifuku.... Apa itu jalan menuju Eifuku?”
Entah kenapa, walau dia bisa mengetahui jejak Emi, dia tidak bisa memastikan tujuannya.
“Ah, tidak, itu terlalu jauh. Aku jadi pusing.”
Setelah beberapa saat, Chiho pun menghembuskan napasnya seperti orang yang sudah menyerah dan menutup HP di tangannya.
“.... Yusa-san mungkin sudah pulang dengan menaiki taksi. Emerada-san, kau tinggal di rumah Yusa-san, kan?”
“Ye-yeah.... tapi tapi Sasaki-san, apa yang kau lakukan barusan~? Itu tidak seperti kau mengetahui tujuan Emilia hanya dari intuisi~ melainkan merasakan keberadaannya~~”
Chiho menunujukan HP berwarna pink yang ada di tangannya kepada Emerada dan tersenyum kecut.
“Meskipun itu hanya bisa digunakan dalam keadaan darurat.... tapi tadi, aku menggunakan HP untuk mengaktifkan Idea Link.”
“Idea Link?”
Emerada nampak sangat terkejut.
“Aku mengkuti jejak Yusa-san sambil mengirimkan pesan ke HPnya, tapi tadi terputus karena jaraknya terlalu jauh.”
“Sa-Sasaki-san, kau belajar menggunakan Idea Link? Ba-bagaimana kau melakukannya? Kau itu berasal dari Jepang, kan?”
Dari cara Emerada berbicara, bisa dilihat betapa terkejutnya dia.
“Yusa-san dan Suzuno-san, sekaligus Sariel-san telah mengajariku, jadi aku berhasil mempelajarinya.”
“Sariel? Maksudmu Malaikat Agung Sariel? Orang yang sebelumnya bertindak kasar pada Emilia dan saat ini bekerja di dekat tempat kerja Emilia dan Raja Iblis? Ke-kenapa dia melakukan hal semacam itu?”
Keterkejutan Emerada tak memudar sedikitpun. Chiho yang seharusnya tidak punya sihir suci menjadi bisa menggunakan Idea Link saja sudah cukup mengejutkan, dan ditambah fakta bahwa dia mempelajarinya dengan bantuan Emi, Suzuno, dan Sariel.... Emerada benar-benar tak bsa membayangkan apa yang dulu pernah terjadi.
“Sebelum Yusa-san pergi ke Ente Isla, banyak hal yang telah terjadi.”
Chiho menjelaskannya dengan agak malu-malu.
“Para iblis dan malaikat menganggapku sebagai kelemahan Maou-san dan Yusa-san, lalu, agar bisa meminta bantuan pada saat-saat genting, aku mengambil inisiatif untuk meminta mereka mengajariku.”
“Be-begitu ya~~”
Emerada nampak sudah pulih dari rasa terkejutnya.
“Tapi, tapi kau benar-benar luar biasa~ tekadmu begitu kuat~ dam Idea Link itu termasuk mantra tingkat tinggi lo~ kalau di institusi sihir, biasanya butuh waktu satu tahun untuk mempelajarinya~~”
Pujian jujur Emerada membuat Chiho tersenyum malu-malu, tapi kemudian dia langsung berbicara seperti biasanya,
“Tidak, jangan hiraukan aku. Yang terpenting sekarang adalah Yusa-san. Yusa-san seharusnya sudah pulang ke rumah. Ayo cepat!”
“Ta-tapi~~ apa yang seharusnya kita katakan padanya....”
“Untuk hal seperti itu, kita bisa memikirkannya setelah bertemu dengan dia!”
Chiho menarik tangan Emerada yang masih merasa bingung dan berlari menuju stasiun.
Bagi Chiho yang masih siswa SMA dan Emerada yang berasal dari Ente Isla, sayangnya menaiki taksi adalah sebuah wilayah yang tak dikenal, jadi cara teraman dan paling pasti adalah menaiki kereta.
“Sa-Sasaki-san~~ sifatmu nampak sudah berubah~~?”
Terus ditarik oleh seorang gadis yang lebih muda darinya membuat Emerada tanpa sadar tersenyum sambil terpikir apa yang terjadi ketika ia pertama kali datang ke Jepang.
Chiho pada waktu itu terlibat dalam keributan yang berkaitan dengan Ente Isla, dia hanyalah gadis biasa yang akan gelisah dan kebingungan ketika menyadari jarak antara dirinya dan orang yang dia sukai.
Tapi kini Emerada tidak melihat keraguan seperti pada waktu itu dari gadis yang menarik tangannya.
“Jika aku tidak menjadi lebih kuat secara mental, aku tidak akan bisa menyusul Maou-san dan Yusa-san!” Jawab Chiho sambil menghela napas pendek.
Sifat gigih dan dapat diandalkan yang aneh, bisa terasa dari punggung gadis itu....
“.... Emilia yang punya teman sepertimu, itu benar-benar hebat....”
Emerada sungguh berpikir demikian dari dasar lubuk hatinya.
“Apa yang kau katakan tadi?”
“Tidak~ oh iya Sasaki-san~~ bisa kita masuk ke gang itu sebentar~?”
“Eh? Gang itu?”
“Benar~ Aku ingat sebuah jalan pintas~~”
Emerada menunjuk ke arah yang malah semakin menjauh dari stasiun, dan meski Chiho merasa ragu, dia tetap berbelok ke sisi lain jalan utama yang tidak cukup lebar untuk dilewati dua mobil.
Ketika sosok keduanya menghilang di dalam gang tersebut....
“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...........”
Teriakan Chiho terdengar di sekitar area gedung yang menjulang tinggi di Yoyogi dan terbang menuju langit kejauhan.
XxxxX
Setelah itu, seperti yang Chiho prediksi, Emi benar-benar pulang ke apartemennya di Eifuku.
Tentu saja, kemunculan Lailah memberinya syok yang amat besar. Tapi meski begitu, Emi tetap saja memarahi Emerada dan Chiho yang tak menghiraukan resiko terlihat oleh orang lain dan memilih untuk terbang.
Karena hal itu, sampai Chiho pulang ke rumahnya, dia baru sadar kalau itulah pertama kalinya dia pergi ke rumah Emi.
Meskipun punya pemikiran seperti itu di situasi genting adalah hal yang sedikit kurang sopan, di saat yang sama, Chiho juga ingin lebih mengetahui keseharian Emi. Di apartemennya, Emi bertingkah begitu normal sampai-sampai Chiho dapat terpikir hal semacam itu.
Tentunya, meski Emi menunjukan sikap seperti biasanya, itu bukan berarti keadaan mentalnya juga seperti demikian.
Namun, karena keesokan harinya Emi pergi bekerja dengan sangat biasa, Chiho pun menjadi lengah.
Tapi mempertimbangkan sifat dan keadaan Emi saat ini, kecil kemungkinan dia akan pergi ke hotel ataupun ke warnet sendirian.
Kalau sudah begitu, hanya ada sedikit pilihan.
Setelah melihat jadwal kerja Emi dan mengangguk, Chiho.....
“.... Aku kepikiran satu kemungkinan, aku akan menyelidikinya, bisakah kau menunggu dulu untuk sementara ini?”
“Baiklah~~ maaf sudah merepotkan~~”
Setelah mendengar jawaban suram Emerada, Chiho menutup teleponnya.
Kemudian, tanpa pikir panjang dia mencari sebuah nama yang tersimpan di buku teleponnya dan langsung melakukan panggilan.
“Ah, halo? Ini Sasaki. Yusa-san belum pulang ke rumahnya....”
“Urk!”
Orang yang ada di ujung panggilan itu, mengeluarkan sebuah pekikan kaget sebelum Chiho menanyakan pertanyaannya.
“.....Dari suaramu, sepertinya.... kau tahu ke mana perginya Yusa-san. Apa itu benar Suzuki-san?”
Meski Chiho tidak bermaksud melakukan hal tersebut, sepertinya dia sudah menakuti orang yang dihubunginya.
Dari ujung panggilan tersebut, aura keraguan dari Suzuki Rika bisa dirasakan dengan jelas.
Rika, sebagai mantan rekan kerja Emi, juga ikut terlibat ke dalam masalah Ente Isla seperti Chiho dan tahu banyak kebenaran mengenai Maou dan Emi.
Secara emosional, Emi nampak sangat bergantung pada Rika, jadi Chiho yakin kalau Emi kemungkinan pergi ke tempat Rika.
“Ini agak menyusahkan. Chiho-chan, bisakah kau menunggu sampai besok?”
Kemudian, Rika mulai mengatakan beberapa hal aneh.
Kali ini, Chiho tiba-tiba merasa kalau Emi mungkin tidak berada di rumah Rika.
“....Aku sih tak masalah, tapi tidak mengatakan apapun pada Emerada-san juga bukanlah hal yang bagus. Mungkin memang ada beberapa hal yang tidak pantas dikatakan karena hubungan mereka sangat dekat, tapi meskipun sudah ada izin, membuka kulkas milik orang lain itu tetap akan terasa aneh, kan?”
“Hahaha, kau benar. Aku jadi merasa bersalah pada Emerada-chan.”
Firasat bahwa Rika sedang tersenyum kecut terasa sampai ke ujung panggilan tersebut.
“Aku sudah mendengarnya. Anak itu sepertinya menemui sesuatu yang sangat menyakitkan. Kudengar dia sudah menemukan ibunya?”
“Yeah, tapi aku tidak tahu apa itu termasuk sesuatu yang bagus atau bukan.”
Karena dia beranggapan kalau Emi sudah memberitahu semuanya pada Rika, Chiho pun menjawab dengan jujur.
“Dan, meskipun aku sudah mengerti garis besar situasinya, jujur saja, aku merasa kalau hal semacam ini harus diselesaikan sekali untuk selamanya.”
Mengenai hal itu, Chiho juga sudah tahu betul.
Kemunculan Lailah memang sangat dramatis, tapi ketika berpikir apakah hal itu akan menyebabkan perubahan besar dalam hidup Maou dan Emi, maka jawabannya adalah tidak.
Paling banyak, itu mungkin hanya untuk mendengarkannya mengungkap kenapa dia harus bersembunyi dan bergerak di balik bayangan, sekaligus menjelaskan beberapa pertanyaan yang tak terjawab.
Chiho sudah punya gambaran samar kalau Lailah punya sebuah tujuan yang besar, dan untuk meraih tujuan itu, dia perlu bantuan Maou dan Emi yang memiliki kekuatan hebat.
Tetapi....
"Saat ini, Emi harusnya tidak punya hal mendesak yang harus dia lakukan, kan?"
Begitulah situasinya.
Tujuan akhir Emi adalah mengalahkan Maou, Ashiya, serta Urushihara. Dan apa yang membuat Chiho senang adalah, akhir-akhir ini Emi sering membuat orang lain curiga tentang seberapa seriusnya dia ingin mengalahkan Raja Iblis.
Dia berhasil bertemu kembali dengan ayahnya yang dia pikir tidak akan bisa dia lihat lagi, dia juga sudah membayar semua hutang yang dia miliki pada Maou ketika dia ditahan di Ente Isla oleh Olba.
Selama kerusuhan yang terjadi di Benua Timur Ente Isla, klan Malebranche yang merupakan pasukan utama Dunia Iblis setelah kalahnya Raja Iblis Satan, kini juga sudah kembali menjadi patuh pada Raja Iblis. Selain itu, Surga yang selalu menghalangi Emi, Maou, dan yang lainnya pun sudah memutus kontak dengan Bumi atas kehendak mereka sendiri. Hal itu sudah dipastikan sendiri oleh Shiba dan Gabriel.
Saat ini, Sariel hanya tertarik pada masa depan bersama Kisaki Mayumi, dan Gabriel, menghadapi kekuatan Shiba, Amane dan Maou, benar-benar telah kalah.
Apalagi, Emi telah menemukan tempat kerja baru yang bisa menjamin kehidupannya di Jepang dan bisa untuk membiayai kehidupan sehari-harinya.
Dengan begini, apa yang perlu Emi lakukan hanyalah bekerja keras untuk kehidupannya sehari-hari.
Tentu saja, meski musuh di depan mereka sudah lenyap, itu tidak berarti ke depannya tidak akan ada ancaman sama sekali.
Namun, saat ini Emi punya rekan-rekan yang dapat diandalkan, dia pun juga sudah membuat persiapan untuk menghadapi apapun yang terjadi.
Di titik ini, meskipun Emi ingin sepenuhnya berhenti bertarung dan membangun kehidupan dengan ayahnya di Ente Isla, sebenarnya itu sama sekali bukanlah masalah, dan alasan kenapa dia tidak melakukan hal itu terutama adalah karena keberadaan Maou.
Maou tidak berniat meninggalkan Jepang, jadi Emi pun juga tidak berniat pergi dari Jepang dan kembali ke Ente Isla.
“....Ugh.”
“Chiho-chan? Ada apa?”
“Eh? Bukan apa-apa...”
Memikirkan keadaan Emi di dalam kepalanya, Chiho mendapati sesuatu yang begitu samar.
Di hati Emi, tujuan 'mengalahkan Raja Iblis' perlahan-lahan telah menjadi sebuah cangkang kosong.
Alasan kenapa Emi tidak mau berhenti atau menyerah terhadap tujuan itu adalah karena Pasukan Raja Iblis yang dipimpin oleh Maou telah membuatnya menderita, tidak hanya itu, mereka juga sudah membuat banyak penduduk Ente Isla menderita, dan dia merasa tindakan-tindakan itu sudah seharusnya dibalas.
Akan tetapi, dibandingkan sebelumnya, kebencian pribadi Emi terhadap Maou jelas-jelas telah menjadi semakin melemah bahkan sampai ke titik di mana semuanya mulai condong ke situasi di mana mereka bisa hidup bersama dengan harmonis tepat seperti apa yang Chiho inginkan.
Sederhananya, 'Emi tetap berada di Jepang dikarenakan Maou'.
Hal itu membuat perasaan Chiho berguncang hebat.
“Ah~ yeah, perasaan Chiho-chan saat ini pasti cukup rumit ya. Meskipun aku hanya mendengarnya sedikit, tapi kebencian Emi terhadap Maou-san sepertinya menjadi jauh berkurang dibandingkan sebelumnya.”
“I-itu tidak penting, kan? Situasinya lebih baik begini!”
Meskipun tak ada yang melihatnya, Chiho tersipu malu. Dia lupa, selain memiliki insting yang tajam, kakak yang satu ini juga suka membuat suasana menjadi panas.
Dan dari bagaimana Rika bisa membuat analisis seperti itu, sepertinya Emi sudah memberitahu Rika banyak hal tanpa menahan diri.
“Huft~ kalau menurut onee-san, untuk hal semacam itu, kau hanya perlu melakukan apa yang ingin kau lakukan.”
“Apa maksudnya itu?”
Jika Rika berada di depannya, pasti dia akan menggoda Chiho yang kini sedang menggembungkan pipinya.
“Jangan terlalu dipikirkan. Ditambah lagi, daripada mengalahkan Maou-san, saat ini Emi lebih cenderung mengesampingkan dia, kan? Atau lebih tepatnnya, tujuannya mulai menjadi samar.”
“Ye-yeah, benar sekali.”
“Jika orang tua yang hanya menyebabkan masalah untuk orang lain tiba-tiba muncul di saat seperti ini, tentu saja dia akan merasa jengkel. Dan meskipun Emi tidak memiliki tanggung jawab apapun, jika ibunya yang tidak pernah dia temui tiba-tiba muncul dan bertingkah seperti membebankan hutang yang terkumpul entah dari mana kepadanya, maka kurasa memang Emi tidak perlu terpengaruh olehnya.”
Mungkin karena contoh itu sangat menyerupai kehidupan sehari-hari mereka, hal itu terasa sangat mudah dipahami.
“Dan meskipun aku bisa mendengarkan masalah dan keluh kesahnya, untuk orang yang bisa memahami situasi ini, pemikiranku pasti akan cenderung ke Emerada. Karena aku tahu dia punya kekuatan yang sangat besar, aku masih merasa kalau kemampuan itu dibutuhkan di beberapa tempat.”
“Yeah, soal itu.... aku mungkin juga sama.”
“Aku tadi memang menggunakan hutang sebagai contoh, tapi ibu Emi bukanlah orang jahat seperti Olba dan para malaikat itu, kan? Kurasa dia itu lebih condong ke pemikiran 'Pahlawan Emilia, untuk menyelamatkan dunia, kita perlu kekuatanmu'.”
“Itu dia, menurutku situasi ini memang mirip seperti yang kau katakan barusan.” mengingat apa yang Shiba katakan di ruang rawat Urushihara, Chiho pun mengangguk dan menjawab demikian.
“Tapi Emi saat ini tidak berkwajiban mendengar kata-kata itu, dia juga tidak punya kapasitas mental untuk hal tersebut.”
“Itu benar.”
“Karena itulah, kurasa apa yang harus Emi fokuskan saat ini bukanlah bekerja, tapi menciptakan situasi di mana dia bisa menyibukkan diri demi hal-hal yang penting dalam kehidupannya.”
“Menciptakan situasi di mana dia bisa menyibukkan diri?”
Chiho nampak kebingungan dengan penjelasan Rika yang berputar-putar, sementara Rika sendiri terkekeh seolah melihat keadaan Chiho.
“Chiho-chan, apa nanti kau tidak sibuk?”
“Eh? Ah, aku longgar, hari ini aku tidak punya jadwal kerja.....”
“Kalau begitu, setelah teleponnya selesai, akan kukirim pesan padamu yang isinya keberadaan Emi, kau bisa menyergapnya langsung, waktunya juga sangat tepat, jika itu Chiho, orang yang ada di sana mungkin akan menyambutmu. Nanti pasti akan terjadi banyak hal menarik.”
“Eh? Ah, baiklah, ta-tapi, apa yang kau maksud dengan waktu yang tepat? Orang yang ada di sana maksudnya?”
“Kau akan tahu ketika kau sampai di sana. Chiho-chan, kau saat ini kelas dua SMA, kan?”
“Ya, benar....”
Bagaimana bisa tingkat pendidikannya berhubungan dengan Emi?
“Meskipun kau tidak pergi ke sana sekarang juga, Emi tidak akan lari kok, jadi tolong minta Emerada untuk menahan diri setengah hari lagi, kau bisa menghubunginya setelah kau dan Emi bertemu. Sudah ya, akan kukirimi kau pesan segera setelah aku menutup teleponnya.”
“Ah, iya, terima....”
Sebelum Chiho bisa menyelesaikan kalimatnya, Rika sudah menutup telepon.
“Cepat sekali.”
Kemudian, kurang dari 30 detik setelah telpon ditutup, pesan Rika pun terkirim.
Sampainya pesan itu begitu cepat, sampai-sampai membuat orang curiga Rika sudah menebak kalau Chiho akan menghubunginya dan mempersiapkan pesan tersebut lebih dulu.
Tapi setelah membaca isi pesan itu, Chiho lagi-lagi menjadi bingung.
“..... Di mana ini?”
Pesan itu nampak seperti alamat pribadi.
Setelah mencari alamat tersebut, Chiho pun tahu kalau tempat itu ada di lantai empat apartemen dekat stasiun Zoshigoya. Jika berangkat dari Sasazuka, Chiho perlu naik jalur Koei yang terhubung ke jalur Koei Shinjuku menuju stasiun Shinjuku Sanchome, kemudian berganti kereta ke jalur Tokyo Metro Fukutoshin.
Tapi nama orang yang tertulis di samping alamat itu adalah nama orang yang tidak Chiho kenal.
“Shimizu Maki-san....?”
XxxxX
“Apa ini tempatnya?”
Menjelang jam 6 sore, ketika matahari musim gugur hampir sepenuhnya terbenam, Chiho menemukan sebuah gedung apartemen kecil di dekat stasiun Metro Zoshigaya dan Tokyo Toden Kishibojinmae.
“Gedung Comfort kamar 401, apa benar ini tempatnya?”
Chiho memastikan nama dan alamat gedung tersebut, dia menekan telepon yang ada di pintu otomatis, tapi sayangnya, kotak surat yang ada di luar tidak memiliki plat nama yang bisa membantu membedakan nama penghuninya.
“Aku datang~”
Diikuti oleh beberapa kegaduhan, suara seorang wanita yang tak dikenal terdengar dari telepon.
“Er, erhm, apa ini rumah Shimizu-san?”
“Benar, boleh aku tahu siapa di sana?”
Tanya Chiho dengan nada tidak yakin, suara yang ada di sisi lain telepon pun juga memancarkan aura waspada.
“Erhm, nama belakangku Sasaki, kudengar dari Rika-san, Yusa-san ada di sini?”
“Ah, ah, ahhh!”
Begitu Chiho menyebutkan nama Rika, suara yang bercampur dengan kegaduhan itu tiba-tiba menjadi semakin keras.
“Ya ya ya, aku dengar, aku dengar! Akan kubuka pintunya sekarang! Yusa-san, Sasaki-senpai ada di sini!”
Ka cha.
“Ah.”
Tepat saat Chiho memikirkan suara orang itu yang terdengar begitu heboh, telepon tersebut tiba-tiba terputus, dan karena pintu otomatisnya sudah terbuka, itu artinya dia sudah boleh masuk, kan?
“Senpai?”
Karena ia tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya, Chiho pun sesaat merasa panik.
Meski dia sudah bisa memastikan kalau Emi ada di sini, dia masih tidak tahu siapa wanita yang dipanggil Shimizu itu.
Setelah menaiki lift ke lantai 4, seketika itu juga Chiho menemukan tujuannya.
Mirip seperti di bawah tadi, tidak ada pula plat nama yang tergantung di sini, itu mungkin untuk mencegah tindak kriminal.
Setelah mengatur napas, Chiho pun menekan bell yang ada di depan kamar.
“Selamat datang!”
Seketika, langsung ada jawaban dari sisi lain pintu.
Seorang wanita yang sedikit lebih tua dari Chiho membuka pintu beranda seolah seperti sudah menunggu dan menyambut Chiho dengan senyum lebar.
“Wah! Ini tepat seperti apa yang Rika-san katakan! Manis sekali!”
“Er, erhm, se-senang bertemu denganmu, namaku Sasaki Chiho.”
“Hello, senang bertemu denganmu! Baiklah silakan masuk! Yusa-san, senpai yang sangat manis ada di sini!”
“Er, er, erhm......”
Seolah tersedot ke dalam sebuah penyedot debu, Chiho dibawa ke dalam kamar oleh seorang wanita yang nampaknya adalah pemilik kamar tersebut.
“Ah."
“Maaf membuatmu khawatir.”
“Chi-nee chan, allo!”
Itu adalah apartemen bergaya barat, di dalamnya, Chiho mendapati Emi yang duduk di sofa dan menatapnya dengan malu serta Alas Ramus yang bermain dengan mainan Rilakkuma di atas sofa.
“Yusa-san!”
Chiho yang ditarik ke dalam, memanfaatkan kesempatan itu untuk berlari ke arah Emi.
“Aku sangat kaget! Kudengar dari Emerada-san kalau kau tidak pulang ke rumah! Karena kau masih bekerja seperti biasanya, jadi aku tidak tahu sama sekali.....”
“Yeah, maaf, sepertinya aku sudah memperburuk keadaanku sendiri.”
Emi memberikan alasan yang nampak tidak seperti dirinya yang biasa, dan dari bagaimana dia masih masuk kerja dengan baik, tindakan ini pasti adalah hal yang sangat dia yakini. Meskipun dia tidak mengerti kenapa Emi melakukan sesuatu yang akan membuat Emerada khawatir, Chiho menghela napas lega.
“Serius ini.... kalau aku dan Maou-san sih tak masalah, tapi paling tidak seharusnya kau memberitahu Emerada-san. Dia itu bukan tipe orang yang tidak akan memahami perasaanmu saat ini, kan?”
“Yeah, aku menyesal, ketika aku pulang nanti, aku akan minta maaf padanya.”
Emi menundukkan kepalanya.
Chiho lega karena dia tahu Emi tidak terlibat masalah, tapi soal kenapa Emi berada di tempat seperti ini dan siapa Shimizu Maki, dia masih tidak tahu sama sekali.
Mungkin karena menyadari ekspresi Chiho, Emi pun menunjuk ke arah belakang Chiho.
“Dia adalah Shimizu-san... Shimizu Maki, ketika aku bekerja di Docodemo, dia adalah....”
“Rekan kerja!”
“Rekan kerja!”
Bebarengan dengan Maki, Alas Ramus juga ikut menyela dengan penuh semangat.
“Yusa-san sudah banyak membantuku!”
“Be-begitu ya....”
Nampaknya Maki adalah orang yang memiliki kepribadian ceria, dia merupakan gadis yang penuh semangat dengan sifat kuat yang dapat membuat orang lain kewalahan.
Meskipun Rika juga bisa dikategorikan sebagai orang yang memiliki sifat ceria, apa yang Maki pancarkan adalah sesuatu yang bahkan lebih besar lagi dari pada dia, sampai-sampai semangatnya itu bisa disebut berdarah panas.
“Aku sudah dengar berbagai hal tentang Sasaki-senpai dari Yusa-san. Namaku Shimizu Maki, salam kenal.”
“Sa-salam kenal juga. Erhm, maafkan aku, tapi, Shimizu-san itu lebih tua dariku, kan? Kenapa kau memanggilku senpai?”
Chiho yang tangannya tiba-tiba dipegang dengan kuat, menanyakan hal tersebut.
“Ah, daripada menyebutnya kepribadian Maki, itu lebih seperti kebiasaan buruknya.”
“Menyebutnya kebiasaan buruk itu rasanya terlalu jahat.”
Maki pun tersenyum sambil cemberut dan menoleh ke arah Chiho yang tangannya masih dia pegang.
“Besarnya bimbingan dan bantuan yang diberikan Yusa-san dan Rika-san padaku itu sudah melebihi level normal yang diberikan senior kepada juniornya di tempat kerja. Mereka memang tidak mengizinkanku memanggil mereka dengan sebutan senpai, tapi Sasaki-san itu senpai Yusa-san di tempat kerjanya yang sekarang, kan? Berarti, kau juga senpaiku.”
“Eh? Er-erhm, rasanya itu akan sangat menyusahkan.”
Apa sih yang orang ini katakan? Omongannya sama sekali tidak nyambung.
"Bukankah sudah kubilang sebelumnya, berhenti menggodanya, Chiho-chan itu punya kepribadian yang sangat serius, jika orang sepertimu yang lebih tua darinya memanggil Chiho-chan senpai, tentu dia akan merasa sangat kesusahan."
"Eh~ tapi~"
Wajah Maki masih penuh dengan senyum.
"Dia mungkin masih siswa SMA, tapi karena bahkan Yusa-san pun memujinya, pastinya dia itu sangat luar biasa, kan?"
"Terserah bagaimana kau mengartikannya, tapi aku merasa ada masalah dengan cara pengungkapanmu."
"Yusa-san, apa saja yang telah kau bicarakan dengan Shimizu-san?"
"Itu tidak lebih dari obrolan biasa kok.... tapi Maki memang terkadang sangat blak-blakan."
Menanggapi Chiho yang merasa sangat gelisah, Emi mempertemukan kedua telapak tangannya dan meminta maaf.
"Ditambah lagi, aku juga ingat Rika-san terkadang menyebutkan berbagai hal tentangmu, dia bilang, di antara teman-teman yang baru-baru ini dikenalnya, ada seorang gadis SMA yang sangat hebat. Itu maksudnya Sasaki-senpai, kan?"
"Be-benarkah, aku tidak yakin apa aku ini hebat atau tidak...."
"Karena Yusa-dan dan Rika-san sudah bilang begitu, wajar saja jika aku bersikap sopan, iya kan?"
"Huuftt...."
Sepertinya akan lebih tepat kalau menganggap 'wajar' di sini sebagai tanda seru yang digunakan dalam penekanan.
"Yaah, begitulah, jadi tolong izinkan aku memanggilmu Sasaki-senpai."
"Tolong, aku tidak ingin orang yang lebih tua dariku menggunakan honorifik ataupun memanggilku senpai tanpa alasan yang jelas!"
“Kalau begitu izinkan aku menggunakan hakku sebagai orang yang lebih tua untuk memanggilmu Sasaki-senpai!”
“Yusa-san! Ada apa dengan orang ini!?”
“Maaf, Chiho-chan. Dua tiga hari ini Maki memang sangat bersemangat.”
Menghadapi Maki yang begitu ngotot, Chiho akhirnya menyerah.
“Itu karena kau bergantung padaku, Yusa-san! Jika tidak menanggapinya dengan baik, apa aku masih bisa disebut wanita? Mana mungkin seseorang tidak bersemangat karena hal ini!?”
“A-aku datang ke sini hanya untuk memperbaiki moodku, dan juga untuk menanyakan beberapa hal.”
Emi menoleh ke arah Chiho dan berbicara seolah menggunakan perasaan Maki sebagai alasan.
“Maki, kalau terus begini kau bisa menakuti Chiho-chan, bisakah kau tenang sedikit?”
“Ah, baiklah.”
Maki pun menuruti perkataan Emi dan duduk.
Setelah meminta Chiho yang nampak bergantung padanya untuk tetap tenang, Emi pun mulai menjelaskan situasinya.
“Baiklah, akan kukenalkan kau padanya sekali lagi. Dia adalah Shimizu Maki. Dia adalah juniorku dan Rika ketika aku masih bekerja di Docodemo. Saat ini dia kuliah di Universitas Waseta.... tahun kedua, kan?”
“Eh, Waseta?”
Sebelum Maki bisa bereaksi, Chiho yang mendengar nama kampus terkenal itu pun membelalakkan matanya kaget.
“Bukan hal yang besar kok. Aku hanya dipaksa oleh orang tuaku untuk kuliah di sana, aku sebenarnya lebih ingin kuliah di universitas musik.”
“Eh, tapi Waseta itu kan bukan tipe universitas yang mudah dimasuki....” Ucap Chiho dengan ragu.
Sebenarnya sudah lumayan lama semenjak berbagai universitas memasuki periode waktu di mana orang-orang bisa kuliah asalkan mereka mengikuti ujian masuk, tapi bagi universitas yang memiliki standar tinggi, hal itu hanyalah salah satu tahapan, dan untuk masuk ke sana, butuh usaha yang cukup besar.
Waseta, terletak di Takadanobaba, adalah salah satu dari universitas yang cukup sulit untuk dimasuki.
“Yah tanpa menghiraukan alasannya, aku memang harus bekerja keras! Sampai masa-masa SMAku, aku selalu berada di lintasan dan lapangan, jadi kepribadianku lebih cenderung ke olahraga, kuharap kau bisa memahaminya. Aku yang bertingkah seperti ini pun termasuk pengendalian diri.”
“Yeah....”
Karena dia adalah mahasiswa tahun kedua, itu berarti dia kurang lebih 3 tahun lebih tua dari Chiho, karena itulah Chiho tidak tahu bagaimana harus menanggapi Maki yang bersikeras menggunakan bahasa yang halus ketika berbicara padanya.
“Awalnya, dia bahkan menganggap Alas Ramus sebagai senpainya.....”
Emi menunjukan tatapan seolah sedang mengenang sesuatu.
“Karena dia adalah kerabat Yusa-san, bagiku dia itu berada di tingkatan yang sama dengan Yusa-san.”
Mendengar Maki bilang begitu, Chiho pun mengerti bagaimana Emi menjelaskan soal Alas Ramus.
Dengan kata lain, Maki tidak tahu identitas asli Emi dan Alas Ramus, dan Rika juga tidak memberitahu apa-apa.
“Dan dia sangat imuuut!”
“Tidak, Maki-nee chan, jangan ambil Laklakkuma ku!”
Mainan Rilakkuma yang Alas Ramus mainkan mungkin adalah barang pribadi Maki.
Maki mengambil Rilakkuma yang tingginya hampir setinggi Alas Ramus, dia sebenarnya ingin bermain dengan Alas Ramus, tapi anak itu langsung menolaknya tanpa ampun.
“Dia benar-benar imut, kan?”
“Ye-yeah.”
Chiho memang setuju kalau Alas Ramus itu sangat imut, tapi bagaimana ya, rasanya seolah kegigihan yang takkan berubah bagaimanapun dia diperlakukan ini hampir sama seperti Sariel yang kepincut dengan Kisaki.
Berpikir sampai ke sini, Chiho mulai berpikir mungkin inilah alasan kenapa Emi berada di rumah Maki.
Melihat sisi wajah Chiho, Emi perlahan berbicara, “Aku datang ke sini untuk bertanya pada Maki soal universitas dan ujian masuknya.”
“Eh?”
Kata-kata Emi seketika membuat Chiho syok.
“A-apa itu artinya Yusa-san ingin masuk universitas di Jepang?”
Chiho yang sadar bahwa bilang 'universitas di Jepang' itu sangat sembrono, lantas menoleh ke arah Maki.
“Itu karena Yusa-san dulu bersekolah di sekolah gereja luar negeri, kan? Meskipun sangat disayangkan dia tidak kuliah di universitas luar negeri.”
Maki dengan sendirinya menunjukan pemahaman terhadap keterkejutan Chiho, dan dari hal ini, Chiho juga tahu bagaimana Emi menjelaskan latar belakangnya pada Maki.
Ketika Emi berada di MgRonalds, dia juga menjelaskan kalau dia berasal dari luar negeri, kemungkinan besar dia juga menjelaskan hal itu pada orang-orang di sekitarnya semenjak dia bekerja di Docodemo.
“Satu-satunya orang yang bisa kuajak berdiskusi dan saat ini sedang kuliah hanyalah maki.”
“Itu sungguh suatu kehormatan.”
Maki tersenyum manis.
“Insiden yang kemarin itu benar-benar membuatku sangat frustasi, jadi untuk menghilangkan stressku, aku meminta Maki untuk makan bersamaku sepulang bekerja.... setelah itu, aku bahkan meminta Maki untuk membawaku ke kampus tempatnya kuliah.”
“Kau tetap boleh masuk meskipun kau bukan mahasiswa di sana?”
Mustahil hal itu bisa dilakukan di tingkat SMA ke bawah, jika itu bukanlah tempat yang kecil ataupun tertutup untuk umum, kebanyakan universitas memang mengizinkan pihak luar untuk keluar masuk dengan bebas, dan jika mereka sebelumnya sudah membuat pengajuan, mereka bahkan bisa menggunakan fasilitasnya.
“Tergantung jadwal kelasnya, bahkan ada beberapa kelas yang memperbolehkan orang luar untuk ikut. Meskipun Yusa-san tidak melakukannya sejauh itu, tapi dia makan siang di kantin kampusku hari ini lo.”
“Eh?”
Semua informasi itu benar-benar membuat Chiho terkejut, dan dia menganggapnya sebagai sesuatu yang baru.
Chiho tahu kalau beberapa universitas memang akan mengadakan kegiatan open house untuk konsultasi jurusan para siswa SMA, tapi dia tidak pernah menyangka kalau sebuah universitas akan mengizinkan orang luar untuk keluar masuk dengan bebas.
Berdasarkan apa yang pada umumnya diketahui oleh siswa tingkat SMA ke bawah, selain para murid dan orang tua mereka, orang-orang yang tidak berkepentingan dengan sekolah tentu tidak boleh masuk ke dalam sekolah.
Mungkin karena dia mengalami keterkejutan yang sama seperti Chiho di masa lalu.....
“Huuh, aku juga baru tahu hal itu setelah mengikuti kegiatan open house saat masih kelas 3 SMA.”
Maki mengangguk teringat masa lalu.
“Asalkan kau sudah lulus SMA ataupun sederajat, kau tentu bisa mendaftar ke universitas tak peduli berapapun usiamu. Seminar kebudayaan pun biasanya juga diadakan di dalam kampus untuk para komunitas kecil, banyak pebisnis, peneliti dan mahasiswa dari universitas lain yang keluar masuk area kampus. Universitas itu tidak membutuhkan seragam seperti di SMP atau SMA, selain di fasilitas penilitian dan perpustakaan, pada dasarnya siapapun bisa keluar masuk dengan bebas. Tapi jika itu adalah universitas elit yang terkenal, mungkin peraturannya tidak sama.”
“Oh.....”
Chiho hanya bisa menjawab demikian.
“Di sana, semuanya terlihat sangat baru, itu sungguh menyenangkan. Cafetaria di sana memiliki banyak makanan yang lezat dan murah, selain itu juga banyak kedai yang bisa dipilih.”
“Ada pilihan kedainya?”
“Selain minimarket dan kantin siswa, ada juga lo cafe ataupun tempat-tempat yang digunakan oleh orang-orang seperti dosen, yah restoran yang memiliki harga yang sedikit lebih mahal. Pokoknya ada cukup banyak pilihan di kampus kami.”
“....”
Di SMA Sasahata, hanya ada satu kantin siswa, dan sebagian besar makanannya akan terjual habis di awal istirahat makan siang.
Meskipun Chiho sudah punya bayangan mengenai kehidupan mahasiswa, kebanyakan apa yang Maki katakan adalah hal-hal yang belum pernah dia pikirkan sebelumnya.
“Huuh, satu-satunya hal yang kukhawatirkan adalah, Yusa-san yang cantik ini dijadikan target oleh pria-pria genit yang terkadang kami temui, tapi untungnya, Alas Ramus memberikan perlindungan seperti sebuah benteng yang tak dapat ditembus.”
Maki meletakkan tangannya di bawah dagu dan menunjukan sebuah senyum aneh.
“Ma-maksudnya meng-menggoda?”
Karena hanya punya pengetahuan teoritis mengenai situasi tersebut, Chiho pun dengan gelisah bertanya,
“Yeah, begitulah. Walaupun istilah pria herbivora sudah populer untuk waktu yang cukup lama, di universitas itu masih ada lo para binatang karnivora.”
“Wah.”
Maki memang tidak mengiyakan ataupun menyangkalnya, tapi Chiho sekali lagi belajar hal yang sangat menarik soal universitas.
“Sasaki-senpai pasti akan mengalami saat-saat sulit di universitas. Di saat-saat ketika berbagai klub mengadakan orientasi, orang-orang yang bertugas merekrut anggota biasanya akan menyerbu para gadis cantik layaknya burung bangkai yang kelaparan.”
Dia tidak tahu apa itu orientasi, tapi potongan kecil informasi tentang kehidupan universitas yang ditanamkan kepadanya oleh Maki ini sudah cukup untuk membuat Chiho yang sudah sangat terkejut, menjadi semakin bingung lagi.
Tapi kalimat tak terduga dari Maki selanjutnya seketika membuat Chiho tenang.
“Oh iya, kudengar Sasaki-senpai sekarang kelas dua SMA ya? Di waktu seperti ini, kau mungkin mulai merasa muak dengan orang-orang di sekitarmu yang terus berbicara soal rencana masa depan, kan?”
“Eh....”
Rasanya sudah lama sekali semenjak Chiho terakhir kali mendengar seseorang menyebutkan sesuatu yang berhubungan dengan rencana masa depan.
Tidak, kehidupan SMAnya sudah mencapai musim gugur tahun kedua, dan meskipun hanya sedikit, sudah ada orang-orang yang mulai mengikuti ujian unversitas sebagai tujuan mereka ke depannya.
“Mungkin hal ini terdengar aneh karena berasal dariku yang tidak mengambil pilihan pertama universitasku, kau mungkin juga akan merasa kalau ini adalah pendapat orang dewasa yang menjengkelkan, tapi jika keinginanmu untuk meraih sesuatu tidak cukup kuat, entah menghadapi ujian ataupun kehidupan mahasiswa, kau pasti tidak akan merasa termotivasi. Jadi sebaiknya sekarang carilah apa yang ingin kau lakukan sedikit demi sedikit, lebih baik lagi jika kau membuat daftar ketika kau memiliki satu minat tertentu.”
“Apa yang ingin kulakukan?”
Kali ini, rasa gelisah yang berbeda dengan saat ketika ia dipaksa oleh Maki pun mulai menyeruak di dalam hati Chiho.
Bagi Chiho, saat ini hal paling penting adalah keinginan agar Maou, Ashiya, dan Urushihara sekaligus Emi, Suzuno, dan Alas Ramus bisa selalu menjalani kehidupan yang damai.
Tapi sebelum itu, Chiho adalah seorang siswi SMA di Jepang.
Seorang murid SMA kelas dua punya sesuatu yang harus dilakukan seorang murid SMA.
Dan jika dia terus menjalani kehidupannya dengan normal seperti sekarang, Chiho pun sebentar lagi akan segera naik ke kelas 3 SMA.
“Rencana masa depan ya....”
Begitu dia naik ke kelas 3 SMA, dia haruslah memikirkan matang-matang rencana masa depannya.
Sebelum mendapatkan pekerjaan di MgRonalds depan stasiun Hatagaya, Chiho sendiri sebenarnya sudah bingung dengan rencana masa depannya, tapi lingkungan di sekitarnya sekarang sudah sangat berbeda dengan waktu itu.
Sampai saat ini, dia sudah punya pikiran untuk kuliah, tapi jika dia ingin kuliah, maka dia perlu usaha dan waktu.
Di antara seniornya yang bekerja di MgRonalds depan stasiun Hatagaya, sudah ada beberapa pegawai yang keluar untuk mencari pekerjaan lainnya.
Suatu hari, persiapan ujian pasti juga akan menyita banyak waktunya.
Jika Chiho benar-benar ingin kuliah, dengan nilainya yang sekarang, hal itu tidaklah sulit.
Namun, meski keadaannya berbeda dengan Maki, jika dia mendaftar kuliah dengan perasaan dangkal seperti itu, ke depannya dia pasti akan menyesal.
Dan dia pun juga tidak bisa membiarkan orang tuanya membayar biaya kuliahnya.
Lebih penting lagi, jika dia memilih rencana masa depan tanpa pikir panjang, dia pasti akan kehilangan kecakapannya untuk tetap berada di sisi Maou dan Emi.
“Rencana masa depan ya? Rasanya malah semakin membingungkan.”
Chiho yang sedari tadi memikirkan hal tersebut, mengungkapkan pemikirannya yang belum mencapai satu kesimpulan pun.
“Lalu, apa Yusa-san berencana kuliah di universitas Waseta?”
Tanya Chiho, Emi pun tertawa dan menggelengkan kepalanya.
“Mana mungkin, itu kan mustahil. Aku tidak punya uang, dan kemarin aku sudah meminjam soal ujian tahun lalu, tapi pada akhirnya, aku bahkan tidak mengerti apa yang tertulis di sana.”
“Soal ujian tahun lalu.... erhm, boleh aku melihatnya?”
“Silakan, kudengar Yusa-san sedang mempertimbangkan hal-hal soal perkuliahan, jadi aku membawanya dari rumah lamaku, oh iya, bukunya yang berwarna merah.”
Chiho berdiri dengan gemetar, mengambil buku dari rak buku di apartemen Maki yang berjudul 'Kumpulan Soal Ujian Universitas Waseta', dan setelah membaliknya beberapa saat, asap mulai keluar dari telinga Chiho.
“I-ini....”
Bukannya dia tidak mengerti sama sekali, hanya saja dia tidak paham sebagian besarnya. Bahkan, di beberapa pertanyaan, dia tidak bisa menafsirkan apa yang ingin mereka tanyakan.
“Aku ini sudah tidak belajar selama beberapa tahun, jadi aku tidak akan bisa tiba-tiba lulus ujian semacam itu, dan aku tidak begitu serius soal belajar demi masuk universitas. Aku hanya sedikit tertarik saja dengan kehidupan mahasiswa.”
“Bahasa Inggris Yusa-san kan sangat fasih, asalkan kau berusaha sedikit lebih keras, kau pasti bisa lulus kok.”
Sambil berbicara, Maki perlahan berdiri dan mengeluarkan sebuah laptop tipis dari pojokan apartemennya.
Setelah menyalakan laptop tersebut, yang mana jauh lebih bagus dibandingkan milik Urushihara dalam segi generasi dan fitur, Maki pun menunjukan apa yang tampil di layarnya kepada Emi.
“Yusa-san, universitas di dalam kota yang sangat bagus dalam jurusan yang berhubungan dengan pertanian mungkin adalah ini....”
“Pertanian..... ah.”
Istilah tersebut membuat Chiho membelalakkan matanya kaget.
“Ketika berbicara soal universitas pertanian, kebanyakan orang pasti akan terpikir Universitas Pertanian Dan Teknologi Tokyo, tapi Universitas Meiji juga punya kok jurusan pertanian, sementara di Universitas Fuso, menemukan jurusan pertanian itu akan sangat mudah. Selain itu, meskipun dikategorikan sebagai pertanian, hal itu bisa dikategorikan lebih jauh lagi ke dalam Ilmu Pertanahan, Ilmu Perkebunan, Tata Kota, dan bidang lainnya; adapun untuk universitas negeri di Kitago dan tempat-tempat lain, ada juga kok banyak jurusan lain yang menarik, seperti contohnya Peternakan.”
“Oh, boleh aku meminjamnya sebentar?”
“Silakan dilihat-lihat, setiap universitas bisa diakses langsung dari tautan yang ada.”
Emi mulai menggunakan laptop Maki dengan 80% keseriusan dan 20% rasa penasaran.
“Apa Sasaki-senpai sudah punya pikiran soal rencana masa depanmu?”
“Eh?”
Ditanyai hal tersebut secara tiba-tiba, Chiho hampir saja menjatuhkan Kumpulan Soal Ujian yang dipegangnya.
“Saat ini aku hanya terpikir untuk memasuki universitas yang unggul dalam bahasa Inggris.”
Chiho pun menyebutkan hal yang dia tulis di angket rencana mada depannya secara refleks, akan tetapi, dia tidak seserius Emi yang mencari jurusan pertanian.
Bahasa Inggris adalah pengetahuan yang lebih digunakan di banyak area dibandingkan pertanian, bahkan semua mata kuliah sebagian besar berhubungan dengan bahasa Inggris.
“Apa kau berencana kuliah ke luar negeri?”
“Kuliah luar negeri? Tidak, aku tidak kepikiran sampai sejauh itu! Tapi, meski aku tidak berpikir sejauh itu.....”
Lalu kenapa dia ingin belajar bahasa Inggris....? Meskipun pertanyaan semacam itu terlintas di kepalanya, Chiho saat ini hanya ingin bisa berbicara dengan orang luar negeri yang datang ke restoran.
“Mungkinkah itu artinya kau masih belum tahu apa yang ingin kau lakukan ataupun bidang apa yang ingin kau dalami?”
“.... Ya semacam itulah. Dulu, kupikir aku sudah membebaskan diri dari masalah semacam ini.”
“Begitu ya?”
Maki mengangguk mengerti, dan setelah melirik ke arah Emi yang sedang menatap layar laptop, dia pun mendekat ke arah Chiho dan berbisik, “Meskipun aku hanya menerapkan apa yang kupelajari dari seseorang.....”
“Ye-yeah?”
Karena di apartemen itu hanya ada Emi dan Alas Ramus, sebenarnya percuma saja meskipun Maki merendahkan volume suaranya, selain itu, jika Emi melirik ke arah mereka di saat seperti ini, itu malah akan membuatnya merasa heran.
“Jika kau tidak tahu apa yang harus kau lakukan, maka, agar bisa menemukan apa yang benar-benar penting bagimu, aku sarankan kau untuk pergi ke tempat di mana kau bisa mengembangkan pilihanmu.”
“Tempat di mana aku bisa mengembangkan pilihanku....?”
“Itu benar, ketika merencanakan kehidupan, aku yakin Sasaki-senpai bukanlah tipe orang yang akan berpikir kalau menemukan pria yang punya pendapatan bagus dan menikahinya saja itu sudah cukup, iya kan? Jadi, karena kau tidak tahu apa yang ingin kau lakukan, kenapa kau tidak belajar dengan giat seperti biasa dulu, lalu sebelum tenggang waktu untuk mewujudkan perencanaan masa depanmu tiba, kau bisa mulai dengan tempat yang memiliki nilai akademis dan ketrampilan yang tinggi.”
“Boleh aku tahu apa artinya itu?”
Chiho merasa ada beberapa kontradiksi antara apa yang Maki katakan sebelumnya dan apa yang dia katakan sekarang, dia pun meminta Maki untuk melanjutkan penjelasannya.
“Contohnya, meski Waseta memang merupakan universitas yang memiliki reputasi tinggi, tapi di universitas yang memiliki nilai akademis rendah pun, masih ada banyak kok jurusan yang bisa menjalankan riset professional tingkat tinggi. Jika kau punya ambisi yang jelas, daripada khawatir dengan nilai akademis dan reputasi, akan lebih baik jika kau mencoba mendaftar ke tempat yang memiliki riset yang bagus, dengan begitu kau akan lebih mudah menemukan teman. Huft, tapi, jika itu Todai atau Kyodai, mereka itu sudah benar-benar dunia yang berbeda. Sejauh ini apa kau paham?”
“Y-ya, kurang lebih aku mengerti apa maksudmu, selain itu, aku juga tidak pernah terpikir masuk ke Todai atau Kyodai kok.”
Meskipun Chiho tahu nilainya di sekolah termasuk bagus, baginya, Todai dan Kyodai itu sudah seperti tempat yang lebih jauh dibandingkan Ente Isla.
“Be-benar juga, jika kau masih belum menentukan rencana masa depanmu, lebih baik kau belajar sebaik mungkin, dengan begitu, ketika kau menemukan apa yang ingin kau lakukan nanti, pasti akan lebih mudah jika kau ingin merubah jalur. Yah memang ini lebih berbelit-belit dibandingkan langsung menentukan tujuanmu sejak awal, tapi tidakkah kau berpikir itu jauh lebih baik daripada tidak bisa menapaki jalan yang kau inginkan itu?”
“Itu benar....”
Dia tidak tahu pengalaman macam apa yang menajdi dasar kata-kata tersebut, tapi kalimat Maki yang anehnya dari awal hingga akhir terdengar agak ragu, memang benar-benar menyentuh hati Chiho.
“Di antara seniorku, ada lo orang yang menolak tawaran pekerjaan dari sebuah bank besar. Semua orang pasti pernah mendengar nama bank tersebut, dan ATM mereka ada di mana-mana. Meskipun dia akan mendapat gaji yang tinggi, bisa menyombongkan diri di depan keluarga dan teman-temannya, serta punya kesempatan untuk bekerja di luar negeri, seniorku itu lebih memilih untuk menolaknya, dan dia malah memilih perusahaan lain yang bisa dia temukan secara kebetulan ketika melakukan job hunting. Menurutmu perusahaan apa yang dia masuki?”
“Ti-tidak tahu... apa itu bank lokal, ataukah perusahaan dagang besar?”
Chiho mencoba membuat daftar pilihan yang mungkin dipilih orang itu dengan pengetahuannya yang terbatas, tapi Maki menggelengkan kepalanya.
“Dia melamar ke sebuah pabrik baling-baling kapal, dan saat ini dia bekerja di pabrik baling-baling kapal Hiroshima. Sederhananya, itu adalah industri pembuatan kapal.”
Meskipun di dalam kepalanya ia berpikir 'mana mungkin aku bisa menebaknya', Chiho kurang lebih paham apa yang ingin Maki sampaikan.
“Seniorku itu sepertinya mendapat kritik besar-besaran dari keluarganya karena menolak tawaran dari bank besar itu. Bahkan orang dari universitas pun datang untuk membujuk seniorku, tapi dia sama sekali tidak goyah, dan setelah bilang 'aku akan mendukung industri pembuatan kapal Jepang', dia pun kabur. Beberapa saat lalu, dia bahkan mengirim pesan padaku untuk membual kalau dia membantu sebuah perusahaan Australia membuat baling-baling kapal. Dari sudut pandang orang lain, mungkin mereka berpikir kalau dia telah memilih pekerjaan dengan pendapatan yang rendah hanya untuk mengejar mimpinya, akan tetapi, bisa mendapatkan pekerjaan yang berhubungan dengan kapal yang mana paling dia sukai, tidakkah kau merasa kalau itu sangat jarang sekali? Meskipun gajinya lebih rendah dibandingkan bekerja di bank, itu tidak berarti standarnya rendah.”
Maki tidak bermaksud kalau seseorang akan kehilangan mimpi mereka atau kebahagiaan dalam hidup jika mereka bekerja di sebuah perusahaan besar. Dia hanya memberi contoh dari seseorang yang bekerja keras untuk memadukan semua pilihan ke dalam jangkauan kemampuan mereka.
“Ada banyak sekali universitas, sekolah kejuruan, dan perusahaan di dunia ini, tempat-tempat itu berisi banyak sekali pilihan yang berbeda. Menurutku Sasaki-senpai mungkin bisa lebih dulu mencoba salah satu tempat yang memiliki pilihan paling luas. Ini sih hanya saran kecil dari seorang wanita tua yang bertingkah seperti seorang senior, meskipun aku hanya 3 tahun lebih tua.”
"Tidak..... jangan bilang begitu."
"Huuh, tapi jika Sasaki-senpai sudah yakin dengan sebuah 'kantor permanen', maka kau tidak perlu khawatir, yah meski masih terlalu dini sih...."
"Permanen............."
Kantor permanen di sini maksudnya adalah menikah setelah lulus SMA.
Asap yang tadi keluar dari telinga Chiho kini berganti menjadi uap, wajahnya memerah, seolah ada sesuatu yang meledak di dalam tubuhnya.
Chiho tidak pernah membenci imajinasi liarnya separah seperti sekarang ini.
Melihat Chiho menunjukan reaksi yang mudah sekali ditebak, Maki pun tersenyum lebar dan mendekat ke arahnya.
"Ya ampun, jangan-jangan Sasaki-senpai......"
"Tidaktidaktidak! Aku tidak pernah memikirkan hal itu sama sekali!!"
"Hati gadis muda ini sepertinya telah tercuri oleh seorang pria di muka bumi ini ya."
"Awaaaahhhhhhhhh!!"
"Maki, sudah jangan menggoda Chiho-chan!"
"Baik~"
Emi yang tidak bisa terus diam menyaksikan hal tersebut pun memberi peringatan, dan Maki seketika langsung mundur.
"Hah~ hah~ hah~"
Chiho terengah-engah dan dengan cepat menjauh dari Maki.
Wanita ini sungguh berbahaya. Caranya mendekati orang lain bisa dibilang lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan Rika.
"Huft, yah kesampingkan lelucon tersebut...,"
"Bagian mananya yang lelucon?"
Menanggapi Chiho yang memprotesnya dengan keras, Maki menundukkan kepalanya dengan ekspresi yang terlihat sama sekali tidak menyesal dan meminta maaf,
"Maaf, tapi aku sangat bersemangat dua tiga hari ini, karena itulah aku jadi teledor dan terlalu berlebihan."
Bagaimana bisa dia terganggu hanya karena hal semacam itu?
"Tapi aku serius lo dengan kata-kataku barusan. Hanya berpikir melakukan sesuatu yang tidak akan jadi sia-sia saja sudah cukup untuk membuat kita tahu arah yang ingin kita tuju....."
Maki menoleh ke belakang.
"Itulah yang dikatakan Yusa-san padaku beberapa waktu lalu. Mulai hari itu, kehidupan mahasiswaku pun jadi lebih menyenangkan dibandingkan sebelumnya."
"Tu-tunggu sebentar, Maki? I-itu...."
Wajah Emi pun memerah karena topik pembicaraan tiba-tiba berubah ke arahnya.
"Aku masih mengingatnya, kau tahu. Aku memang sering bilang kalau aku ini tidak tahan minum, tapi aku tidak akan lupa hanya karena hal semacam itu. Kata-kata yang Yusa-san katakan padaku di hari itu adalah hartaku yang berharga."
"Berhenti membicarakan hal itu.....!"
Mendapat sebuah pukulan dari arah yang tak terduga, Emi hampir saja pingsan di tempat.
"Bu-bukankah sudah kukatakan sebelumnya? Aku ini belum pernah meraih sesuatu dengan kemampuanku sendiri! Jadi kuharap kau tak mengingat hal yang kukatakan kemarin, cepat hapus hal itu dari ingatanmu!"
"Tidak mau. Mulai hari itu, aku benar-benar ingin merubah kehidupan mahasiswaku. Titik balik yang tak terduga memang selalu muncul di tempat yang tak terduga ya."
"Jangan mengatakan hal bodoh seperti itu! Serius ini....!"
Nampaknya Emi punya kecenderungan dibuat bingung oleh Maki.
"Maki nee-chan, Maki nee-chan!"
"Hm? Ada apa, Alas Ramus-chan?"
Kali ini, Alas Ramus berjalan ke samping kaki Maki sambil menyeret Rilakkuma-nya.
"Ini Papa!"
"Papa?"
"Yeah."
"Hey, Alas Ramus, apa yang kau katakan?"
"A-Alas Ramus-chan?"
Merasakan datangnya bahaya dari sosok polos itu, Emi dan Chiho pun memanggil Alas Ramus secara bersamaan, tapi mengabaikan kegelisahan dari keduanya, bom pun jatuh begitu saja dari langit.
"Ini Papa. Mama dan Chi nee-chan akrab sekali dengan mereka!"
""Hey?""
"..... Alas Ramus-chan."
"Uu?"
"Jika kau mau memberitahuku soal 'Papa', akan kuberikan Rilakkuma itu."
"Maki!"
"Shimizu-san!"
Meskipun Emi dan Chiho sudah berusaha keras untuk menghentikan Maki menyogok gadis kecil itu, mereka tidak bisa menarik kembali apa yang telah terucap.
Alas Ramus yang mengerti kalau dia akan mendapatkan Rilakkuma itu asalkan dia memberitahu Maki, matanya nampak berbinar-binar, dia pun membuka mulut kecilnya dan mengatakan, "Papa adalah Maou."
"Maou? Apa itu namanya?"
"Shimizu-san, tolong hentikan! Menyogok seorang anak kecil, apa kau tidak merasa malu!?"
"Maki, aku benar-benar akan marah ini!!"
Ketiga wanita itu mulai berselisih tanpa peduli jika mereka akan menganggu tetangga, namun pertunjukan solo Alas Ramus tak berhenti sampai di situ.
Mungkin karena merasakan dari reaksi Emi dan Chiho bahwa apa yang dikatakan Alas Ramus adalah benar, Maki sama sekali tidak berniat mundur.
"Maou.... nama. Yeah, benar, Papa, Maou."
"Ah, Maou-san! Nama yang aneh."
Emi dan Chiho, tidak bisa memaksa Alas Ramus untuk diam, hanya bisa mencari cara untuk menutup mulut Maki.
"Papa suka uang. Tapi dia sangat miskin dan hidup sangat sederhana."
"A-Alas Ramus-chan, tolong berhenti di sana......"
Tentu saja Chiho tidak ingin Maki terus mendengar berbagai hal mengenai Maou, tapi setelah mendengar Alas Ramus menilai Maou 'miskin', dia merasa begitu kaget dan hampir saja menitikkan air mata.
Tepat ketika Chiho mulai berpikir apakah dia harus menguatkan hatinya dan meneriakkan 'Sshhh~' pada Alas Ramus....
"Dan, dia adalah orang yang takut kesepian."
Ucap Alas Ramus.
".....Alas Ramus?"
Emi yang menggunakan lengannya untuk mengapit Maki, kini nampak begitu terkejut ketika ia mendengar komentar Alas Ramus mengenai Maou.
"Maou-san, takut kesepian?"
"Papa suka teman-temannya. Jadi dia tidak ingin mereka pergi."
"Yu-Yusa-san, sa-sakit...."
"Papa suka uang, suka teman-temannya, dan suka bekerja. Jadi Mama, Chi-nee chan, Suzu-nee chan, semuanya suka Papa."
"A-aku tidak....."
Tak diketahui alasan apa yang hendak Emi berikan pada Alas Ramus, tapi mendengar 'putrinya' bilang bahwa dia 'menyukai sang Papa', seketika membuat Emi ragu-ragu.
"Papa pasti juga sudah memarahi Mama, karena dia menyukai teman-temannya."
"Alas Ramus, maksudmu....."
Chiho melepaskan Maki dan menghadap ke arah Alas Ramus.
Mungkin Alas Ramus hendak mengatakan sesuatu yang sangat penting.
Emi yang juga menyadari hal tersebut, melepaskan Maki yang mengerang dan menoleh ke arah Alas Ramus.
"Alas Ramus, Mama yang kau sebut tadi.... apa itu maksudnya Lailah?"
Alas Ramus mengangguk dan menjawab pertanyaan Emi.
"Papa memang suka bekerja, dia juga teman-temannya, tapi Mama seenaknya membuat Papa bekerja..... bukankah itu sangat buruk?"
Lailah seenaknya memutuskan bahwa Maou harus bekerja.
Emi dan Chiho tidak mengerti apa tujuan Alas Ramus bilang begitu.
Tapi entah kenapa, keduanya merasa itu masuk akal.
Semua yang hadir pada waktu itu sudah memprediksi kalau Lailah datang membawa masalah sulit yang berhubungan dengan keadaan Ente Isla kepada Emi dan yang lainnya.
Tapi hal itu malah berakhir dengan penolakan dari Maou dan Emi.
Mereka tidak mau mendengarkan Lailah.
Kenapa Maou bahkan tidak mau mendengarkannya?
Petunjuk dari jawaban itu tersembunyi di dalam apa yang barusan dikatakan Alas Ramus.
"Seenaknya memutuskan membuat orang lain bekerja ya....."
Karena pada waktu itu dia dibawa oleh Emi, Alas Ramus seharusnya tidak menyaksikan semuanya hingga selesai, tapi Emi juga tidak berpikir kalau Alas Ramus sudah tahu apa yang Lailah rencanakan.
Namun, meski mereka bisa merasakan keberadaan Lailah di tempat yang begitu dekat daripada sebelum-sebelumnya, Maou dan Emi malah memilih untuk mengabaikannya, jadi Alas Ramus pasti merasa ada sesuatu yang aneh.
Kemudian dia menggunakan caranya sendiri untuk mencoba mencari jawaban itu.
"..... Alas Ramus."
"Ada apa, Mama?"
"Rilakkuma itu adalah milik Maki-nee san. Rilakkuma milik Alas Ramus, Mama akan membelikan yang baru nanti."
"Benarkah?"
Alas Ramus menunjukan ekspresi yang begitu ceria, seolah ekspresi tegang tadi hanyalah sebuah kebohongan.
"Iya, kita harus pulang hari ini, ketika kita lewat Shinjuku di perjalanan pulang nanti, tokonya seharusnya masih buka."
Emi melihat jam yang ada di ruangan tersebut, waktu menunjukan jam 7 kurang.
"Eh? Yusa-san, kau akan pulang hari ini?"
Meskipun tadi dia diapit oleh Emi dan Chiho dengan seluruh kekuatan mereka, pulih dengan kecepatan yang begitu luar biasa, Maki membelalakkan matanya seolah menerima syok yang begitu besar.
"Yeah, bagaimanapun aku sudah tiba-tiba datang dan menginap selama dua hari. Aku tidak boleh merepotkanmu lebih lama lagi."
"Jika itu Yusa-san, tak masalah mau berapa hari pun....."
Walaupun Maki terlihat serius dengan apa yang ia katakan, hal itu tidaklah boleh dilakukan.
"Terima kasih, tapi maaf. Lagipula ada seseorang yang sedang menginap di rumahku saat ini."
"Apa itu Maou-san puoooohhaf, maaf."
Ucap Maki tanpa pikir panjang, Emi pun mencengkeram kedua pipi Maki dengan satu tangannya sembari tersenyum.
"Dia itu perempuan. Dia adalah temanku dari luar negeri. Bukankah sudah kubilang begitu sejak awal?"
"Ya, ya, maaf... pwah, ta-tapi, jika ada masalah, kau bisa menghubungiku kapanpun. Asalkan itu adalah sesuatu yang bisa kulakukan, aku pasti akan membantumu."
"Yeah, terima kasih, Maki."
Setelah melepaskan Maki, Emi mendapatkan kembali senyum tulusnya dan memeluk Maki.
"Wah!"
"Beneran, terima kasih banyak!"
"Ah, i-itu bukan apa-apa, sama-sama."
Meski sedikit tergagap, Maki mengangguk beberapa kali di bahu Emi.
Melihat hal tersebut, Chiho nampak mulai mengerti kenapa Emi datang ke tempat Maki.
"Datang lagi ya! Kau harus datang lagi, okay?"
---End of Part 1---
Lanjut ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 2 Part 2
Baca Semua Volume -> Index Hataraku Maou-Sama All Volume
Translator : Zhi End Translation..
2 Komentar
stlh penantian panjang buka web tiap hari akhirny rilis jd hataraku :v ty min
Balassetelah penantian panjang tiap hari buka web akhirny rilis jg hataraku :' thanks min
Balas