[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 2 : Pahlawan, Mulai Mencari Jalan Yang Baru -2
Kembali ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 2 Part 1
Chapter 2 : Pahlawan, Mulai Mencari Jalan Yang Baru.
Setelah mengucapkan selamat tinggal pada Maki yang menunjukan penyesalannya seolah mereka tidak akan pernah bertemu lagi, Emi dan Chiho pun naik jalur Fukutoshin dari stasiun Zoshigaya bersama.
Mereka hendak pulang ke apartemen Emi di Eifuku. Berbagai kereta di stasiun yang menuju Shinjuku-sanchome tidaklah sesesak jam-jam sibuk.
Ucap Emi kepada Chiho yang duduk di sebelahnya, "Maaf Chiho-chan, pada akhirnya kami selalu saja melibatkanmu."
"Jujur saja, tadi, pertama kalinya aku punya pemikiran tidak ingin terlibat."
Chiho menatap bayangannya yang ada di kaca jendela dengan tatapan kosong.
"Tapi, berkat itu, aku jadi tahu kenapa Yusa-san menginap di rumah Shimizu-san."
"Itu adalah saran dari Rika. Dia ingin agar aku pergi ke tempat yang tidak berhubungan dengan Ente Isla, para malaikat, ataupun Pahlawan untuk memperbaiki suasana hatiku."
Dan itu adalah Maki yang benar-benar mengagumi Emi.
Maki kelihatan seperti tipe orang yang akan menggoda Emi sampai dia kalang kabut, tapi ketika Emi punya masalah, dia akan membuat keributan besar hanya untuk menghibur Emi.
Karena Maki tidak tahu identitas aslinya, Emi juga tidak bisa mengobrol terlalu dalam dengan Maki, tapi meski begitu, Chiho tidak berpikir kalau kunjungan ke universitas itu hanya alasan semata.
Emi mungkin setengah serius menemui Maki untuk diajak berdiskusi tentang kehidupan mahasiswa di Jepang, dan karena merasakan keseriusan itu, Maki pun merespon Emi dengan sungguh-sungguh.
Emi yang sekarang butuh orang semacam itu.
Dengan gerakan seperti menyisir rambut, Emi dengan lembut mengelus kepala Alas Ramus yang tidur di pangkuannya.
"Sepulang bekerja dari MgRonalds, aku pergi menemui Maki untuk makan dan pergi ke gym bersama. Anak itu, meskipun dia melihat Alas Ramus, dia sama sekali tidak terkejut, dia bahkan menemaniku untuk membeli baju tidur Alas Ramus. Berkat dia, aku merasakan kenyamanan yang sudah lama tak kurasakan.... meskipun aku harus memberikan kompensasi pada Em nanti."
"Dia pasti mengerti kok."
"Meskipun dia mengerti, aku tetap harus memberikan kompensasi padanya. Biasanya, di saat seperti ini, permintaannya pasti berkaitan dengan makanan. Begitu aku memikirkan hal itu, kepalaku mulai sakit."
"Ahahah."
Setelah melihat Chiho tertawa lepas, Emi juga ikut tersenyum.
".... Aku juga merasa kalau aku sudah pergi terlalu jauh. Selama beberapa hari ini, aku menyadari hal tersebut."
"Yusa-san?"
"Hal ini memang tergantung pada pemikiran seseorang, tapi dari satu sudut pandang, kali ini aku sudah memanfaatkan Maki yang tak tahu apa-apa agar aku bisa merasa lega."
"Tapi itulah gunanya teman, iya kan?" Chiho menggelengkan kepalanya. "Shimizu-san tidak menerima Yusa-san karena dia mengharapkan hadiah, Yusa-san tanpa sadar pasti juga ingin membalas apa yang dia lakukan hari ini dengan cara yang berbeda, kan?"
"Itu benar, aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya. Meskipun aku menemui banyak masalah dikarenakan Lailah, aku tidak bisa menyangkal kalau, jika aku melihat masalah ini dari sudut pandang Lailah, dia pasti juga sudah berusaha keras demi diriku dengan caranya sendiri, paling tidak usaha itu bukan karena kebetulan aku diperlukan untuk rencananya, tapi karena aku adalah anaknya..... maaf, sepertinya kata-kataku membingungkan."
"Tidak, aku tahu kok apa maksudmu."
Chiho mengangguk.
"Aku tidak berpikir kalau Nord-san akan menikahi seseorang yang hanya menganggap Yusa-san sebagai 'Pahlawan Pedang Suci Emilia'. Ini tidak berarti aku sepenuhnya mendukung Lailah-san..... tapi aku merasa Lailah-san melakukan hal itu karena dia sudah lama tidak bertemu anaknya dan tidak tahu bagaimana harus menanganinya."
"Huuh, meskipun aku bisa sedikit memperpendek jarak di antara kami, aku tidak berniat memanggil orang itu dengan sebutan Ibu."
"Tak apa. Bagaimanapun juga, kau tidak akan bisa langsung menerimanya. Meskipun dia benar-benar ibu Yusa-san, bagimu, dia hanyalah orang yang tidak kau kenal yang tiba-tiba muncul, kan? Mustahil kau bisa memahami satu sama lain hanya karena ada hubungan darah. Bahkan aku yang selalu bersama orang tuaku selama 17 tahun pun terkadang bertengkar dengan mereka."
"Aku benar-benar terkejut kau juga bisa bertengkar dengan orang tuamu."
"Sejak awal aku kan bukan anak yang selalu nurut."
"Jika Chiho-chan bukan anak yang baik, maka seluruh manusia di dunia ini adalah orang yang jahat."
Tersenyum sejenak, Emi mulai memikirkan kalimat yang barusan Chiho katakan.
"Seseorang yang tidak kukenal.... ya?"
Emi ingat dulu pernah mendengar kalimat itu dari orang yang benar-benar berbeda.
Itu adalah ketika dia belum tahu identitas Alas Ramus yang sebenarnya.
'Siapa malaikat itu?'
'Seseorang yang tidak kau kenal.'
Pria itu memberikan komentar soal malaikat yang telah menyelamatkan hidupnya dengan acuh tak acuh.
Pada waktu itu, apa yang Emi ketahui dari Lailah hanyalah 'ibunya yang berada di suatu tempat di dunia ini'. Dia tidak kenal siapa Lailah secara pribadi.
Meskipun dia pernah mendengar Emerada dan Nord menyebut soal keberadaan Lailah, hal itu tidak menyebabkan guncangan besar di hati Emi seperti saat dia tahu bahwa ayahnya masih hidup.
Meski begitu, Emi tahu kalau Lailah adalah ibunya.
Pria itu juga ada di sana pada waktu itu, jadi dia pun tahu kalau Emi sudah mengetahui kalau Lailah adalah ibunya.
Itulah kenapa dia melakukan hal seperti itu.
'Ibunya telah menyelamatkan nyawa seorang pria yang kemudian menjadi musuh umat manusia.'
Kenapa Maou tidak memberitahu Emi fakta tersebut??
"....."
"Uu....."
Kekuatan yang Emi gunakan untuk memeluk Alas Ramus perlahan menjadi semakin kuat, Alas Ramus pun menggeliatkan tubuhnya di dalam pelukan Emi.
"Yusa-san?"
Tidak memberitahu Emi soal Lailah, apa untungnya hal itu bagi Maou?
Tak peduli bagaimanapun dia memikirkan jawabannya, tak ada satupun keuntungan yang Maou dapatkan.
Meski dia menyimpan informasi soal Lailah untuk dirinya sendiri, Maou tidak akan mendapatkan keuntungan apapun. Jika Maou benar-benar ingin berada di depan Emi, dia akan menggunakan metode lain seperti menyembunyikan informasi soal Alas Ramus ataupun Yesod.
Maou yang menyembunyikan informasi mengenai Lailah dari Emi pada waktu itu, hanya memiliki satu alasan.
"..... Jangan bercanda."
Itu adalah agar Emi tidak terluka.
Itu adalah agar Emi tidak goyah.
Pada waktu itu, Sariel baru saja datang di Jepang, itu adalah saat di mana mereka mulai merasa jijik terhadap malaikat dan Surga.
Jika dia tahu kalau malaikat yang menyelamatkan 'Raja Iblis' adalah Lailah, Emi pasti akan merasa begitu terguncang.
Pada waktu itu, tugas Emi sebagai seorang Pahlawan dan tekadnya untuk mengalahkan Raja Iblis adalah bahan bakarnya untuk terus melanjutkan hidup, begitu dia tahu fakta ini, dia pasti tidak akan bisa mentolerir kontradiksi antara apa yang ibunya lakukan dan tugasnya sebagai Pahlawan, dan mungkin dia juga tidak akan bisa mengambil tindakan demi Alas Ramus.
"Meskipun kau adalah seorang Raja Iblis......"
Maou yang benar-benar memahaminya pada waktu itu sebenarnya membuat Emi sangat marah, tapi saat ini dia tidak punya kepercayaan diri untuk bilang bahwa dia tidak akan terpengaruh jika dia mendengar hal tersebut waktu itu.
"Mama?"
Alas Ramus yang pada awalnya tertidur, merasakan kekuatan yang memeluknya menjadi semakin kuat dan menatap Emi dengan bingung, Emi lantas membenamkan wajahnya ke pundak kecil Alas Ramus seolah ingin menghindari tatapannya.
Dia terus memikirkan alasan lain kenapa Maou pada waktu itu menyembunyikan informasi mengenai Lailah.
Maou pasti menyembunyikan informasi mengenai Lailah untuk membuat Emi semakin dirugikan, jika bukan itu, dia pasti ingin memonopoli informasi tersebut untuk mendapatkan keuntungan. Pasti begitu, atau ini akan jadi sangat aneh.
Karena jika bukan itu.....
"Yusa-san, apa kau baik-baik saja?"
"..... Yeah, aku baik-baik saja."
Menanggapi kecemasan Chiho, Emi tak sedikitpun mengangkat kepalanya dan hanya menjawab demikian.
Setelah beberapa saat, kereta pun sampai di stasiun Higashi-Shinjuku. Pengumuman di dalam kereta mulai menginformasikan kepada para penumpang bahwa kereta harus berhenti selama tiga menit agar kereta ekspress bisa lewat lebih dahulu.
"Yeah, aku tahu, fu!"
Emi menghembuskan napas dengan kuat dan mengangkat kepalanya.
"A-apa barusan kau menahan napasmu?"
"Eh?"
Emi mengangkat kepalanya, Chiho pun dengan khawatir menanyakan hal tersebut,
"Wajah Yusa-san....."
"Hm?"
"Terlihat sangat merah."
"Eh?"
Emi menggunakan tangannya untuk menyentuh-nyentuh wajahnya sendiri.
Tentu saja melakukan hal itu tidak akan bisa membuatnya tahu bagaimana wajahnya saat ini.
Namun, jika seseorang sampai berpikir seperti itu di bawah cahaya lampu kereta malam hari, wajahnya pasti memang sangat merah.
Kenapa hal itu bisa terjadi?
Dia tahu alasannya.
Dengan semua yang sudah terjadi selama ini, mustahil untuk menyangkalnya.
"Chiho-chan, aku...."
"Hm?"
Emi tidak membutuhkan banyak keberanian dan mengucapkan kalimat ini dengan begitu alami.
".... sepertinya aku tidak begitu membencinya."
Bunyi yang menandakan kereta hendak berangkat terdengar. Kereta pun mulai bergerak kembali setelah pintunya tertutup.
"Eh? Apa....."
Chiho memiringkan kepalanya dengan bingung, sayangnya, apa yang terjadi selanjutnya membuat dia tidak bisa memastikan keragu-raguan tersebut.
"Perhatian! Kereta ini akan melakukan pemberhentian darurat. Tolong berpeganglah pada benda yang ada di sekitar anda! Kereta ini akan melakukan pemberhentian darurat."
Suara pengumuman tiba-tiba terdengar di dalam kereta, dan kereta yang barusan berangkat tiba-tiba saja mengerem sebelum para penumpang bisa menyiapkan diri.
Mereka berdua yang tadinya duduk kini kehilangan keseimbangan, Emi pun memeluk Alas Ramus dengan erat.
"A-apa yang terjadi?"
"Kyah!!"
Suara decitan yang tajam terdengar dari gesekan antara rel dan ban kereta, kecepatan kereta pun menurun dengan cepat.
Meskipun sekarang bukan puncak jam-jam sibuk, ini tetaplah jalur yang menghubungkan Ikebukuro dan Shinjuku. Banyak penumpang yang terpengaruh oleh hukum Inersia dan terjatuh di mana-mana.
"Chiho-chan, apa kau baik-baik saja?"
"A-ku baik-baik saja. Alas Ramus-chan lebih penting...."
Setelah beberapa saat, kereta pun berhenti, dan usai Emi dan Chiho memastikan bahwa mereka baik-baik saja....
"Menakutkan!"
Mata Alas Ramus terbuka, dia terus melihat sekitar tanpa merasa terlalu terguncang.
Para penumpang yang terjatuh pun nampak tak ada yang mengalami luka, mereka mulai memulihkan kembali ketenangannya.
"Uh~ itu tadi adalah pemberhantian darurat. Barusan.... eh?"
Saat si petugas kereta melakukan siaran dengan agak gugup......
"Kereta kami, uh, karena seseorang di Shinjuku-sanchome menekan tombol berhenti darurat, kami pun melakukan pemberhentian darurat. Uh....."
Di setiap jeda siaran si petugas, berbagai suara mesin yang sedang beroperasi bisa terdengar, terdengar pula suara dari peralatan nirkabel yang sedang melakukan kontak dengan berbagai tempat.
"Kami minta maaf, kereta kami akan berhenti di sini untuk sementara....."
"Tapi guncangan tadi sangat parah ya."
"Kuharap tak ada hal buruk yang terjadi."
Emi dan Chiho saling menatap satu sama lain usai menenangkan diri.
Selain fakta bahwa kereta sedang tidak bergerak, keadaan para penumpang lain nampak tidak berbeda dengan biasanya ketika mereka naik kereta.
Beberapa orang sedang asik membaca, beberapa orang mendengarkan musik, beberapa orang sedang bermain dengan HPnya, dan ada pula orang-orang hebat yang tertidur dan mengabaikan keributan ini.
Tepat ketika Chiho dengan bingung menengok ke kanan kiri di dalam kereta yang sudah mulai menenang....
"Uh~ pengumuman."
Sebuah siaran terdengar di dalam kereta.
"Kami menerima laporan bahwa ada seorang penumpang yang jatuh ke atas rel di stasiun Shinjuku-sanchome, jadi kereta akan berhenti sementara. Setelah semuanya aman, kita akan kembali berangkat. Kami minta maaf atas ketidaknyamanan ini."
"Kurasa perusahaan kereta tak bisa disalahkan jika terjadi hal semacam ini ya... Chiho-chan?"
Emi tanpa sadar mendongak ke arah langit-langit dan mengatakan hal tersebut, tapi entah kenapa Chiho malah mengernyit.
"Ada apa?"
"Ah.... bukan apa-apa. Aku hanya kepikiran beberapa hal aneh."
Ucap Chiho dengan pelan.
"Hal aneh?"
"Yusa-san, apa kau tahu kode yang digunakan dalam berita yang akhir-akhir ini sangat terkenal di intenet?"
"Apa itu?"
Tanya Emi dengan bingung, Chiho pun menjawabnya seakan mengingat sesuatu.
"Di restoran kita di depan stasiun Hatagaya, bukankah kita menyebut toilet dengan sebutan 'Nomor 10'? Dengan begitu, meskipun pelanggan mendengarnya, mereka tidak akan paham. Ada pula perbedaan antara 'luka parah' dan 'kondisi kritis', sekaligus arti sebenarnya di balik 'goncangan keras di seluruh badan kereta'.... hal-hal seperti itulah pokoknya."
"Ah, kurasa aku pernah mendegarnya. Contohnya, 'seseorang jatuh ke atas rel' sebenarnya berarti pelecehan seksual di dalam kereta, kan? Eh, mungkinkah itu penyebabnya?"
Tapi sulit membayangkan mereka akan melakukan pemberhentian darurat hanya karena terjadi pelecehan seksual di atas kereta....
"Tidak.... Awalnya aku juga berpikir begitu. Tapi dalam siaran barusan, mereka mengatakan 'seseorang jatuh ke atas rel' dengan sangat tenang, kan?"
"Benarkah? Aku tidak mendengarnya dengan jelas....."
"Peron Shinjuku-sanchome di Fukutoshin, mungkinkah seseorang bisa jatuh dari sana?"
"Eh?"
"Seingatku Shinjuku-sanchome itu memiliki pintu. Namun si penyiar tadi bilang kalau seseorang jatuh ke atas rel."
"He-hentikan, pikiran yang tidak-tidak seperti itu sangat tidak cocok denganmu, Chiho-chan. Itu pasti hanya kebetulan. Bukankah sudah biasa kita mendengar soal kaki seseorang yang terjepit di antara pintu dan celah yang ada di peron kereta?"
"I-itu benar."
Chiho yang dinasehati oleh Emi juga tidak tahu kenapa dia tiba-tiba punya pemikiran tersebut.
Akan tetapi, dia tidak bisa menyingkirkan firasat aneh ini.
Jam di HPnya menunjukan pukul 7 lebih. Ini adalah saat di mana sekumpulan besar penumpang akan mulai muncul di Shinjuku-sanchome.
Di antara orang-orang itu, ada seseorang yang menyerobot masuk, lantas jatuh ke atas rel.
Chiho juga tahu kalau dia sudah berlebihan memikirkan hal ini.
Dia berharap kereta akan segera kembali berjalan, sepertinya karena dia terlalu menghabiskan banyak waktu bersama Maou, Emi, dan yang lainnya, dia cenderung menjadi waspada dengan cara yang aneh.
Masalah Emi akhirnya bisa sedikit berkurang setelah susah payah. Chiho harap tidak ada insiden apapun yang akan terjadi dan mereka bisa sampai ke stasiun dengan cepat.
Tapi karena dia berada di bawah tanah, harapan kecil Chiho pun tidak bisa sampai ke langit.
Lampu yang ada di dalam kereta tiba-tiba padam.
"Apa?"
Karena cahaya yang masih menyinari bagian dalam kereta hanyalah lampu pijar yang ada di terowongan, keadaan di dalam kereta pun hampir gelap gulita. Orang-orang di sekitar mereka mulai membuka HPnya dengan panik, dan cahaya dari layar yang aktif pun mulai berkedip di berbagai tempat.
Di antara mereka, ada pula orang yang menyalakan flash kamera dan menyinari orang-orang di sekitarnya.
Emi merasa kepikiran dengan imajinasi aneh Chiho, dan karena sesuatu yang aneh benar-benar terjadi, untuk memastikan keselamatan Chiho, Emi pun menggunakan tangan kirinya untuk melindungi Chiho dan mengamati keadaan sekitar tanpa menurunkan kewaspadaannya.
Kebanyakan penumpang telah menyalakan lampu LED yang ada di ponselnya, karena itulah mereka bisa melihat situasi di dalam gerbong kereta dengan jelas. Semua orang nampak terguncang, bahkan beberapa wanita sudah mulai menangis ketakutan.
"Pe-pengumuman."
Kemudian, pengumuman yang dibuat oleh si petugas kereta dengan suara yang agak gugup dapat terdengar di dalam kereta yang gelap.
Ada sebuah kebisingan yang terdengar seperti berasal dari alat komunikasi nirkabel saat pengumuman itu berlangsung, yang mana membenarkan bahwa ini memanglah keadaan yang tidak biasa.
"Semua lampu yang ada di kereta saat ini sedang padam. Lampu darurat akan segera menyala. Semuanya, tolong tenang, sebelum ada instruksi dari petugas, tolong jangan...... eh?"
Suara dari petugas kereta yang berusaha keras untuk menjalankan tugasnya meskipun sedang kebingungan terpotong di tengah jalan.
"A-apa itu.... ada seseorang di rel...."
"Apa yang terjadi?"
Mungkin ia lupa mematikan alat penyiarnya, si petugas yang berbicara sendiri dan sesaat melupakan tugasnya itu pun membuat Emi mengernyit.
"Seseorang, seseorang tolong tekan tombol komunikasi darurat!"
Salah satu penumpang yang merasa gelisah dengan kata-kata aneh si petugas kereta meneriakkan hal tersebut.
Emi juga menjadi waspada dan mencari posisi tombol komunikasi darurat, tapi karena tombol itu terletak di tempat di mana dia tidak akan bisa menekannya jika dia tidak meninggalkan Chiho, Emi sesaat merasa ragu.
"In-informasi terkini dari A1875T! A-ada seseorang di rel. Orang itu mendekat ke arah kami dari Shinjuku-sanchome.... ah!"
Kali ini, nampaknya si petugas menyadari kalau sistem siaran di kereta masih menyala dan langsung mematikannya.
Tapi melakukan hal tersebut di saat seperti ini hanyalah menambah kegelisahan di antara para penumpang.
Kini, semua orang pun tahu kalau situasi yang tidak biasa telah terjadi. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi, tapi mereka berharap ada seseorang yang bisa menjelaskan situasi ini.
Di tengah-tengah keheningan, dipengaruhi oleh rasa gelisah, ketakutan dengan cepat menyebar ke seluruh penumpang.
Emi menelan ludahnya dan meningkatkan kewaspadaannya.
Emi, dengan tangan kanan menggendong Alas Ramus dan tangan kiri melindungi Chiho, bangkit dari kursinya agar bisa bereaksi terhadap situasi apapun kapanpun, sembari mengamati para penumpang yang mulai membuat keributan, lalu tiba-tiba terjadi sebuah insiden.
"Mama!"
Peringatan datang dari Alas Ramus yang ada di dalam gendongan Emi.
Kereta yang terdiri dari 10 gerbong mulai bergerak ke arah yang berlawanan dari semestinya.
Pergerakan ini jelas-jelas tidak biasa, teriakan pun mulai terdengar di seluruh kereta.
"Yusa-san!"
"Jangan bergerak dengan gegabah! Jangan tinggalkan sisiku! Ugh!"
Hantaman yang begitu keras terjadi.
Dan itu bukan karena keretanya bergerak mundur.
Sebuah benturan layaknya 10 gerbong kereta bertabrakan satu sama lain mengguncang seluruh badan kereta.
"Apa yang sebenarnya terjadi.... lagi?"
Sejak penghentian siaran tadi, tak ada tanda-tanda si petugas akan membuat pengumuman.
Kereta berguncang tiga kali.
"Yusa-san, mungkinkah ini....."
"Y-ya, meski aku benar-benar tidak ingin memikirkan kemungkinan ini....."
Emi mengangguk dan mengiyakannya bahkan sebelum Chiho selesai berbicara.
Meskipun redup, melalui jendela kereta bisa terlihat kalau lampu di terowongan masih menyala dengan normal, ditambah lagi tidak ada suara aneh yang terdengar sebelum dan sesudah guncangan, jadi, sesuatu seperti terowongan runtuh bukanlah apa yang terjadi di sini.
Apalagi, terdapat suara yang menyebutkan kalau 'ada sesorang di rel' sebelum siaran terputus.
Mungkinkah barusan kereta diserang oleh orang yang ada di rel itu?
"Yusa-san, aku......"
Kali ini, Chiho menunjukan tatapan seolah sudah membuat keputusan, Emi pun menyela dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak, aku tidak bisa meninggalkanmu di sini."
Dengan terjadinya situasi yang tidak biasa barusan, Emi sebenarnya ingin sekali keluar dari kereta untuk memastikan situasi, tapi karena dia tidak bisa menjamin kalau di dalam kereta akan aman, dia tidak dapat meninggalkan Chiho dan pergi sendirian.
Membawa Chiho keluar tanpa memahami situasi juga sama berbahayanya, bahkan di saat seperti ini pun, Emi anehnya masih ingin mematuhi peringatan dari petugas bahwa 'Jangan tinggalkan kereta dan dengarkan instruksi dari petugas'.
"Ta-tapi jika ini terus berlanjut.... Ugh!"
Saat Emi merasa ragu, seluruh badan kereta sekali lagi berguncang hebat.
"Tak ada pilihan lain, Chiho-chan."
"Y-ya."
"Kapan terakhir kali kau meminum Holy Vitamin Beta?"
".....!"
Chiho membuka matanya lebar.
"Aku ingin melakukan sesuatu yang berbahaya, tapi jika Chiho-chan yang mudah sekali terpengaruh, pingsan, situasinya akan sangat gawat, jadi aku harap kau bisa meningkatkan sihir suci yang ada di dalam tubuhmu, bisakah kau melakukannya?"
"Tidak masalah. Aku sudah meminumnya baru-baru ini."
Chiho menganggukkan kepalanya perlahan.
"Hari di saat kita pergi mengunjungi Urushihara-san, aku menggunakan Idea Link, jadi saat itulah....."
"Aku sudah dengar hal itu dari Em. Kau sepertinya menggunakannya dengan sangat hebat. Ayo kita bicarakan hal itu nanti ketika kita punya kesempatan."
Emi tersenyum tipis, lantas kembali menjadi tegang dan menatap ke arah kereta menuju.
Chiho mengikuti perintah Emi dan perlahan mengambil napas dalam untuk menekan detak jantungnya yang begitu cepat.
Dia merasakan sebuah sensasi hangat saat ini sedang menyebar di dalam tubuhnya.
Saat kekuatan itu terus meningkat hingga ke titik tertentu, kekuatan itu terasa seperti bagian dari kekuatan lain yang begitu besar.
Chiho, terkejut terhadap apa yang dia rasakan dan melalui instingnya, merasa kalau kekuatan yang menyelimutinya saat ini adalah sihir suci Emi.
".... Kurasa tak ada yang akan terjadi jika terdapat orang lain di sekitar Chiho-chan."
Gumam Emi dengan cemas, dia kemudian fokus pada dahinya dan mengabaikan keragu-raguannya.
"Chiho-chan, Alas Ramus, tutup telinga kalian."
"Baik."
"Oh!"
Chiho tak mengajukan pertanyaan apapun dan langsung mengikuti perintah Emi bersama dengan Alas Ramus.
Kali ini.....
"Wah!"
Sebuah tekanan melewati seluruh tubuh Chiho dan membuatnya berteriak kaget.
Rasanya ada sebuah gelombang besar yang melewati seluruh kereta termasuk Chiho, seolah ingin menenggelamkannya.
"A-apa itu tadi?"
"Cukup sudah! Cepat keluarkan aku dari sini! Kapan keretanya akan berjalan kembali?"
Meskipun para penumpang lain merasakan sesuatu yang aneh, mereka tidak mengalami tekanan yang sama seperti Chiho. Malahan, fenomena itu dianggap sebagai bagian dari insiden aneh yang tadi terjadi dan membuat para penumpang menjadi semakin panik.
Hanya Emi yang menatap ke arah seharusnya kereta berjalan.....
"Eh?"
Tiba-tiba dia mengernyit.
"Se-seorang anak kecil?"
"A-ada apa?"
"Seorang anak mengguncang kereta ini."
"Eh? Ke-kenapa.....?"
"Meski bukan jarak yang jauh, barusan aku memancarkan sonar."
Jawab Emi dengan cepat, dia kemudian berdiri setelah melepaskan Chiho.
"Sepertinya di bagian dalam kereta akan aman-aman saja. Tapi anak itu berbahaya."
Emi menempatkan tangannya di jendela belakang kursi tanpa ragu.
"Asalkan kita bisa menyingkirkan anak itu, bagian dalam kereta seharusnya akan aman, aku akan pergi keluar."
"Ah, Yusa-san....."
"Seseorang, seseorang baru saja melompat keluar jendela."
Di depan Chiho dan semua yang ada di sana, Emi melompat melewati jendela kereta menuju terowongan di luar sambil membawa Alas Ramus.
Setelah itu dia langsung menyentuh kereta dengan tangannya....
"Di luar berbahaya, jangan keluar!"
Dia menyegel semua pintu dan jendela dengan mantra penyegel.
Untungnya selama kepanikan tadi, jumlah penumpang tidaklah begitu banyak sehingga tidak terjadi insiden desak-desakan. Di antara Ikekuburo dan Shinjuku, nampaknya sebagian besar orang lebih memilih jalur Yamanote.
".... Baiklah, kau pasti sudah merasakan sonarku tadi, kan? Siapa kau sebenarnya?"
Emi menatap ke arah bayangan hitam yang berdiri di jarak kira-kira satu gerbong jauhnya.
Meskipun mereka tidak sadar ketika menaikinya, Emi dan Chiho tenyata berada di gerbong kelima dari 10 gerbong. Seluruh gerbong kereta tersembunyi di dalam kegelapan, suara getaran pun terdengar dari gerbong-gerbong itu karena terpengaruh oleh guncangan tadi.
"Karena dirimu, sampai kereta terakhir nanti, Fukutoshin mungkin tidak akan bisa beroperasi sama sekali. Jika jalur ini tidak beroperasi, hal itu akan berdampak besar pada berbagai jaringan kereta. Meski kau tidak memiliki sihir iblis, jika kau melakukan hal ini saat pulang bekerja, kau mungkin tidak akan sempat mengeluh kalau Raja Iblis bangkit kembali."
Sambil mengingat insiden yang dipicu oleh Suzuno... atau lebih tepatnya insiden yang secara ilegal dia buat agar Maou bisa mendapatkan kembali sihir iblisnya, Emi memprovokasi anak tersebut.
Keduanya saat ini berada di dalam jalur terowongan bawah tanah kereta. Meskipun lampu berfungsi dengan normal, sekeliling masih tetap sangat gelap.
Berdasarkan respon dari sonar yang ia pancarkan, Emi tahu tinggi siluet itu kira-kira setinggi anak kecil.
Masalahnya adalah Emi tidak bisa memikirkan siapa orang yang akan melakukan tindakan seperti ini.
Iblis dari Dunia Iblis seharusnya sudah mundur setelah kekacauan yang terjadi di Azure Sky Canopy, Afashan, Ente Isla.
Adapun untuk para malaikat, selain Sariel dan Gabriel yang tinggal di Jepang, sisanya telah memutus kontak dengan bumi.
Dengan situasi sekarang ini, sulit membayangkan dunia manusia Ente Isla masih memiliki seseorang yang begitu kuat ataupun faksi musuh yang mengirim seorang pembunuh ke sini.
Setelah kekacauan yang terjadi di Azure Sky Canopy, Emerada dan Alberto seharusnya sudah mengatasi semua masalah yang berkaitan dengan hal tersebut, selain itu, tidak mungkin Shiba dan Amane akan membiarkan tamu berbahaya dari dunia lain seperti ini akan pergi begitu saja.
Setelah keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa detik, hal pertama yang berubah dalam situasi ini adalah angin yang membawa bau unik dari rel bawah tanah, angin bertiup dari belakang Emi ke arah kereta menuju, yang juga merupakan arah dari bayangan tersebut.
""!!!""
Bayangan itu dengan cepat mengangkat kepalanya.
Di saat yang sama, Alas Ramus yang ada di tangan Emi pun mencondongkan tubuhnya ke depan merasa terkejut.
"Alas Ramus?"
"..... Siapa itu?"
"Eh?"
"Sangat mirip.... tapi tidak. Tapi juga sama. Siapa itu?"
"!"
Emi tidak punya waktu untuk menghentikan sikap aneh Alas Ramus.
Dengan kecepatan yang luar biasa, bayangan itu seketika memperpendek jarak di antara mereka.
"Ugh! Alas Ramus!"
Secara refleks, Emi merubah Alas Ramus menjadi pedang suci, bersiap menahan serangan dari bayangan misterius tersebut.
"A-apa yang terjadi?"
Saat bayangan itu mengangkat apa yang terlihat seperti tangannya untuk menahan bilah pedang suci, Emi memekik kaget.
Awalnya, Emi mengira alasan kenapa anak yang menyerang kereta itu memiliki siluet yang tidak jelas adalah karena dia memakai jubah hitam atau semacamnya.
Tapi itu salah besar.
Musuh yang menangkis pedang suci Emi dengan apa yang nampak seperti tangannya, adalah sebuah bayangan.
Seolah mencuat dari tanah, hanya mata merah dari bayangan itu yang memiliki wujud manusia, mata itu nampak sangat mengerikan.
"Ugh!"
Kekuatan bayangan itu juga sangat mengkhawatirkan.
Tak diketahui cara apa yang digunakan bayangan itu mengguncang kereta, tapi benturan dari serangan dadakan tadi saja sudah cukup untuk membuat Emi yang memegang pedang suci untuk mundur beberapa langkah. Karena itulah, bisa dipastikan kalau dia bukan manusia biasa.
"A-apa yang terjadi?"
Semuanya sudah terasa cukup tidak normal, tapi apa yang paling tidak normal adalah suara benturan barusan.
Itu adalah suara benturan antar logam.
Padahal benda itu hanyalah bayangan yang bisa dideskripsikan sebagai api hitam, tapi saat dia beradu dengan pedang suci, anehnya suara tajam bak logam yang saling bertabrakan terdengar di dalam terowongan.
Dari guncangan yang terasa ke tangannya melalui pegangan pedang suci pun juga terasa seperti sensasi saat beradu dengan logam.
"Mama, orang itu sangat kuat!"
"Aku tahu."
Alas Ramus, dalam wujud pedang suci, nampak merasakan ancaman dari kekuatan benturan barusan dan memberikan peringatan dengan suara tegang yang belum pernah terdengar sebelumnya.
"Yang benar saja, dunia cepat sekali berubah, apa tidak boleh aku menikmati hari-hari yang tidak biasa itu sebentaar saja?"
Jika didengarkan dengan seksama, meskipun kata-kata Emi bertentangan dengan situasi normal, tak ada satupun orang yang membantahnya.
Emi tidak ingin mengakui kalau liburan yang dia habiskan bersama Maki adalah sesuatu yang tidak biasa, dia juga tidak ingin mengakui kalau diserang oleh bayangan misterius di sebuah terowongan adalah sebuah realita, tapi dia tidak sebegitu optimisnya sampai berpikir kalau bayangan itu hanya kebetulan saja menyerang kereta yang ia naiki.
"Tapi kau memang sudah membantuku."
Emi memfokuskan kekuatannya pada gagang pedang suci dan menunjukan senyum tak gentar.
"Karena di dalam kereta dan di luar sini sangat gelap, asalkan aku tidak sembarangan mengeluarkan cahaya, aku seharusnya bisa bertarung dengan seluruh kekuatanku."
Emi harus melakukan perubahan yang bisa membuat warna rambut dan matanya berubah menjadi seperti para malaikat jika dia ingin bertarung dengan musuh yang kuat, tapi karena dia tidak bisa mengeluarkan cahaya di terowongan bawah tanah ini, dia pun memilih untuk fokus memperkuat pedang suci.
"Oooohhhh!!!"
Karena Alas Ramus tiba-tiba membuat suara gelisah seolah takut oleh sesuatu, Emi pun sedikit kehilangan kendali, tapi dia sama sekali tidak berniat memberikan beban yang terlampau berat pada Alas Ramus.
Ini adalah cara agar mereka tidak kalah dari bayangan misterius itu ketika bertarung, tapi jika dia ingin memukul mundur musuh, akan lebih mudah jika dia berubah tanpa peduli dengan tatapan di sekitarnya.
Tapi sasaran Emi berbeda kali ini.
"Baiklah, anggap saja ini sebagai permintaan, ayo kita tentukan siapa pemenangnya sebelum petugas datang....!"
Kali ini, Emi menyerang lebih dulu.
Emi mengayunkan pedang sucinya ke arah kepala bayangan itu dengan gerakan yang sangat mencolok, sementara si bayangan menyilangkan tangannya melakukan pertahanan.
Suara logam yang melengking terdengar, percikan api juga terlihat, kekuatan Emi terpental ke belakang.
Tapi semua itu sudah dia perkirakan.
Emi yang menyelesaikan ayunan pedangnya, memutar tubuhnya seperti sedang bersalto dan melayangkan sabetan secara horizontal ke tubuh si bayangan, tentu saja bayangan itu berusaha menahan serangan tersebut.
"Ei!!"
Seketika itu juga, Emi langsung menendang wajah bayangan itu dengan sol sepatunya.
Dia mengincar posisi mata bayangan tersebut tanpa ragu, musuhnya juga dengan cepat bereaksi melindungi wajahnya, tapi saat tendangan itu berhasil ditahan, Emi sekali lagi mengincar tubuh bayangan itu dan menusuknya sekuat tenaga.
"!!"
"Ugh...."
Meskipun Emi sudah meningkatkan sihir sucinya hingga mencapai tahap hampir berubah, ujung pedang suci bahkan tidak menancap satu milimeter pun. Benturan yang terpantul dari tangan kanannya yang memegang pedang suci sesaat membuat Emi mengernyit, si bayangan pun juga mundur beberapa langkah karena benturan tadi.
"Haaaaah!!"
Emi tidak menyia-nyiakan celah tersebut, dia kemudian memutar tubuhnya seperti tornado dan mengayunkan pedang sucinya ke arah bayangan tersebut.
Meskipun serangan-serangan tadi terasa seperti terpental oleh sebuah logam keras, mungkin karena takut dengan serangan beruntun Emi, bayangan itu memilih menempatkan tangan di depan wajahnya dan melompat ke belakang.
"Jangan coba-coba kabur! Aku harus mengungkap identitas aslimu!"
Kaki kanan Emi menginjak udara yang tenang, suara layaknya tembakan meriam pun terdengar di dalam terowongan.
Tubuh Emi dengan cepat mendekat ke arah bayangan itu seperti bola meriam.
"Kekuatanku masih ada untuk menghukum mereka yang mengganggu dunia ini!"
Diikuti teriakan yang sama sekali tidak terdengar seperti seorang Pahlawan, terowongan pun sesaat dipenuhi cahaya sihir suci.
Cahaya itu seperti flash kamera, sebuah perubahan singkat yang tidak akan diketahui oleh siapapun.
Namun dalam momen singkat itu, pedang suci berhasil menyentuh tubuh bayangan tersebut.
"??"
Kali ini, tidak ada suara logam yang terdengar.
Tapi bilah pedang suci juga tidak berhasil menusuk tubuh bayangan itu.
Bilah pedang suci menembus bayangan itu tanpa menemui penghalang apapun.
"Eh?"
Seperti Emi, Alas Ramus juga merasakan hal yang aneh dengan situasi ini, yang mana terasa seolah tidak ada sensasi sentuhan fisik.
Emi melepaskan perubahannya dan melakukan jungkir balik di udara satu kali, dia bersiap menghadapi serangan balik dari bayangan tersebut.
Namun....
"Aku mengenainya?"
Hasil yang Emi lihat dengan matanya dan dia rasakan dengan tubuhnya benar-benar berbeda, hal ini membuatnya sangat kebingungan.
Tangan kiri bayangan itu kini berubah menyerupai tangan manusia.
Seperti baju besi yang rusak, fragmen berwarna hitam yang hancur lebur melayang di dalam terowongan, menunjukan tangan seorang manusia.
Tapi di tangan Emi, sensasi menghancurkan armor musuh sama sekali tidak terasa.
Meskipun tangan bayangan itu bisa menghasilkan suara logam yang keras, ketika hancur, tidak hanya logam, bahkan sensasi bersentuhan dengan kain pun sama sekali tidak terasa, apa yang sebenarnya terjadi di sini?
Emi berhasil menemukan metode serangan yang efektif, dia seharusnya terus melancarkan gelombang serangannya, tapi situasi yang terjadi di depannya ini terlalu aneh dan membuat ia merasa ragu.
Di sisi lain, seolah tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi, bayangan itu menatap tangan kirinya sendiri dengan mata merahnya.
"Kita menusuknya."
"Eh?"
"Tadi kita berhasil menusuknya!"
Kali ini, suara Alas Ramus yang ada di dalam kepala Emi terdengar begitu jelas dibandingkan sebelum-sebelumnya.
"Mama, bilah pedang suci berhasil menusuknya, kekuatan yang begitu besar mengalir ke dalam tubuhnya dan memotong sesuatu yang lain."
"Sesuatu yang lain?"
"Mama, aku mengenalnya. Jangan hukum dia lagi!"
"Eh? Tapi...."
"Meskipun hanya banyangannya saja yang menyerang, dia masih lebih kuat. Tapi jika kau memotong benda yang ada di dalam tubuhnya itu, dia bisa mati. Kumohon."
"Mes-meskipun kau bilang begitu!"
Alas Ramus mengatakan hal itu dengan sangat jelas, rasanya seolah tiba-tiba dia tumbuh menjadi dewasa dan membuat Emi sama sekali tidak mengerti.
Dan apa yang dikatakannya adalah meminta agar Emi tidak menyerang musuh.
"La-lalu apa yang harus kulakukan?"
Tapi bayangan itu mengabaikan percakapan mereka, atau lebih tepatnya dia tidak mendengarkannya sama sekali.
"Ugh!"
Bayangan itu kembali menyesuaikan posturnya, dia menunjukan tangan kirinya dan melancarkan serangan pada Emi.
"Mama! Kumohon! Hentikan!"
"Me-meski kau bilang begitu!"
Emi tidak ingin mengayunkan pedang sucinya melawan keinginan Alas Ramus, tapi kekuatan bayangan itu benar-benar nyata.
Serangan itu memiliki kekuatan yang bahkan Emi pun tidak akan bisa lolos dari luka yang fatal jika dia terkena telak, dan karena dia tidak bisa mematerialisasikan Armor Pengusir Kejahatan yang akan menghasilkan cahaya terang, dia hanya bisa bertahan dengan pedang suci.
"A-aku tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut...."
Situasi berubah, ternyata bagian bayangan yang berubah menjadi seperti tangan manusia tadi tidak digunakan untuk menyerang.
Meskipun tak diketahui apakah bagian yang tak tertutup oleh bayangan itu lemah ataukah memang tak bisa berhadapan langsung dengan pedang suci, karena Alas Ramus menentang keinginannya, Emi pun tidak bisa mengincar bagian itu ketika menyerang.
Serangan yang diterima bayangan tadi sama sekali tak mempengaruhi staminanya, selain tidak bisa menggunakan tangan kirinya, serangan bayangan itu masih sangat cepat dan kuat, dan saat Emi merasa cemas dengan jalannya pertarungan....
"??"
Cahaya yang begitu menyilaukan mendekat dari arah kereta berasal, atau dengan kata lain arah dari Higashi-Shinjuku.
Emi yang khawatir jikalau ada kereta yang mendekat, melihat cahaya itu bergerak naik turun, yang mana membuatnya jelas kalau itu bukanlah pergerakan kereta.
"Yusa-chan!"
"Emilia~"
Itu adalah suara milik Ooguro Amane dan Emerada Etuva yang tidak Emi sangka akan muncul di sini, sekaligus.....
"Emilia!!"
"Ugh!"
Emi tahu, jika orang-orang di sekitarnya sadar kalau dia sedang bertarung, mereka pasti akan segera menuju ke tempatnya, tapi setelah mendengar suara orang terakhir yang ingin dia dengar, Emi menggertakkan giginya merasa kesal.
Padahal Emi sudah berusaha keras untuk bertarung tanpa memancarkan cahaya yang bisa menarik perhatian penumpang, tapi tanpa menghiraukan hal itu sama sekali, Lailah dengan cepat mendekat sambil memancarkan cahaya yang begitu terang.
"Tak bisa dipercaya!" Umpat Emi.
"Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan? Jangan sia-siakan usaha yang sudah kulakukan sejauh ini!!"
"Ini bukan saatnya mengatakan hal-hal semacam itu! Cepat menjauh dari anak itu! Kau tidak boleh membiarkan fragmen Yesod bertarung dengan anak itu! Cepat menjauh darinya!"
"Huh?"
Emi tak punya waktu untuk memikirkan hal bodoh apa yang Lailah katakan.
"Mama!!"
Ketika perhatian Emi terfokus pada Lailah, Emerada, dan Amane yang mendekat ke arahnya, di momen yang begitu singkat di mana orang biasa takkan bisa menyadarinya, tangan kiri bayangan itu mendekat ke tubuh Emi.
"Eh....?"
Di waktu yang sangat singkat ini, semuanya terlanjur terjadi.
Lailah bergegas menuju antara Emi dan bayangan itu.
Saat tangan kiri bayangan itu yang seharusnya terulur ke arah Emi menyentuh bahu Lailah....
"Ahhhhhh!!"
Teriakan Lailah menggema di dalam terowongan.
".....!"
Sebuah cairan hangat terciprat ke wajah Emi.
Sebelum Emi sadar apa itu....
"Oh tidak! Apa yang dilakukan si bodoh itu!!"
"Lailah! Emilia!"
Ketika Amane menahan bayangan itu untuk melindungi Emi dan Lailah, Emerada bergegas menuju Emi dan Lailah yang kehilangan keseimbangan seolah hendak menabrak mereka.
Emerada menggunakan tangan kecilnya untuk memeluk mereka dan terbang dengan kecepatan penuh agar bisa menjauhkan keduanya dari bayangan tersebut.
"E-Em..... barusan......"
"Pikirkan saja hal itu nanti!"
"Tu-tunggu dulu, Chiho-chan masih......"
"Serahkan saja hal itu pada Amane-san, dan semuanya akan baik-baik saja! Saat ini kita harus menjauhkanmu dan Alas Ramus dari bayangan itu!"
"Tunggu.... tunggu sebentar, Chiho-chan..... Lailah, ini hanya lelucon, kan? Apa yang terjadi?"
Dengan linglung, Emi melihat kereta, Amane, dan bayangan itu bergerak semakin jauh sembari menekankan tangan pada wajahnya.
"Eh, eh, apa stasiun terdekat memang sedekat ini?"
Meskipun Emi berada dalam pelukannya, suara panik Emerada saat menyadari cahaya dari stasiun Shinjuku-sanchome sama sekali tidak sampai ke telinga Emi.
Emi menoleh ke samping dan mendapati sisi wajah Lailah yang berlumuran darah, dia pingsan karena kehilangan banyak sekali darah dengan bahu yang terluka.
Tentu saja Emerada tidak tahu pasti tentang struktur tubuh malaikat, tapi, mereka harus membawa Lailah ke tempat di mana dia bisa menerima perawatan secepat mungkin.
Jika sesuatu terjadi pada Lailah, hati Emi pasti akan jatuh sekali lagi ke dalam jurang yang begitu dalam.
"A-apa yang.... apa yang terjadi di sini? Apa kau mengendalikan semuanya dari balik bayangan lagi? Ada apa ini, hey!! Sampai kapan kau mau mengganggu hidupku? Berapa banyak masalah yang ingin kau sebabkan pada orang-orang di sekitarku sampai kau puas!?"
"Emilia!!"
Emerada yang sadar kalau Emi sudah kehilangan kendali pun menegurnya dengan suara yang tegas, akan tetapi, Emi sama sekali tidak mendengarnya.
"Jawab aku!"
"Emilia! Kita bisa bicarakan hal ini nanti!! Aku akan terbang di bawah peron agar orang-orang tidak menyadari kita! Tolong diam sebentar!"
"Jawab aku, hey!!"
"Emilia, kumohon.....!"
Emi terus memarahi Lailah yang pingsan dengan suara yang terdengar hampir seperti berteriak, saat Emerada merasa kalau dia tidak bisa lagi terbang sambil membawa Emi....
"Bukankah sekarang saatnya bagi kalian untuk berhenti bermain-main?"
Sebuah suara yang begitu dalam secara misterius menyayat udara hangat yang ada di terowongan, Emerada dan Emi bisa mendengar suara itu dengan sangat jelas.
"Puwahpu!"
Kali ini, Emerada bertabrakan dengan benda lembut yang terasa seperti kapas dan kehilangan keseimbangannya di udara.
"Ah...."
Sensasi yang tak terduga tersebut membuat Emerada melepaskan Emi dan Lailah yang awalnya dia bawa, dia hanya bisa terdiam setelah mendapati keduanya terbang mengikuti hukum gerak.
Namun, entah itu Emerada, Emi, ataupun Lailah, ketiganya tidak menabrak jalur yang ada di Shinjuku-sanchome.
"..... Eh~~~"
Emerada mengeluarkan suara yang terdengar konyol.
Benda seperti awan yang terlihat seperti campuran dari kapas dan air, dengan lembut menangkap mereka bertiga. Emerada mungkin sudah menyadari identitas orang itu dan merasa begitu terkejut.
Mempertahankan posisi santai saat terlempar ke atas matras yang lembut, Emerada menatap ke arah seseorang yang duduk di atas peron.
"Kalian sepertinya sedang bersenang-senang ya."
"Ugh...."
Pemilik suara itu mengayunkan-ayunkan kakinya, beberapa kali sepatu kulitnya mengenai pintu peron.
"Apa kau tahu jam berapa sekarang, Emerada Etuva? Sekarang adalah jam 7:30, kau tahu."
"Y-ya~....."
"Jika aku harus menjelaskannya padamu yang tidak begitu mengenal Jepang, maka jam 7:30 adalah waktu di mana kebanyakan orang menyiapkan makan malam. Dengan kata lain, sekarang hampir puncak waktu makan malam. Apa kau mengerti apa yang kukatakan sejauh ini?"
"Ye-yeah~~...."
Dia marah. Emerada bisa merasakannya.
Namun, karena dia merasa amarah yang tercermin di dalam kata-katanya memiliki karakteristik yang aneh, Emerada tidak tahu bagaimana harus merespon.
"Ketika menyangkut puncak waktu makan malam, itu artinya banyak pelanggan akan datang ke restoran. Banyak pelanggan datang ke restoran itu berarti restoran akan menjadi sangat sibuk, kau paham?"
"Ye-yeah~... Aku mengerti...."
"Tapi, sekarang aku malah ada di sini. Kau tahu apa artinya, kan?"
"Uh~.... I-itu~.... Erhm~...."
Ia tidak bisa memastikannya, tapi rasanya ini adalah situasi yang sangat gawat. Emerada hanya tahu kalau insiden ini mungkin sudah membuat orang itu jengkel.
"Ada apa dengan kalian!? Padahal kalian sering sekali memarahiku, tapi kalian malah tidak bisa melindungi Chi-chan dengan baik, apa aku salah?"
Emerada tersentak ketakutan.
Pembuluh darah terlihat, dia nampak sangat marah, pria yang mendarat di depan Emerada itu memakai seragam berwarna merah, sebuah topi, celana katun, dan sepatu kulit tua. Dia adalah raja para iblis, Raja Iblis Satan, Maou Sadao.
"Apa sihir suci dan mantramu itu cuma hiasan? Ataukah karena kalian memiliki kekuatan yang lebih hebat dari manusia bumi makanya kalian tidak peduli dengan masalah bumi dan ingin bersantai-santai, huh?"
"Aku sama sekali tidak bisa membantahnya~~..."
Di stasiun Shinjuku yang benar-benar hening, hanya teriakan Maou lah yang terdengar.
Mustahil Shinjuku di jam 7 malam bisa sesepi ini.
Di belakang pintu peron, kerumunan besar orang yang membeku seperti patung bisa terlihat.
Maou pasti sudah menggunakan barrier sihir iblisnya.
Emerada dengan patuh menerima amarah Maou.
Di sudut pandangannya, Maou bisa melihat Emi, Lailah, dan Emerada, ketiganya melayang di stasiun yang sepi.
"Yang benar saja, tidak hanya lebih berani dibandingkan kalian semua, Chi-chan bahkan bisa melakukan persiapan mental dalam keadaan sulit. Meskipun ada Emi di dekatnya yang sedang bertarung, dia tetap dengan tenang memberitahuku melalui Idea Link, ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan."
"Kau benar~... Kami langsung bergegas menuju ke sini karena kami merasakan kekuatan Emi~...."
"Dan di bodoh Lailah itu, tanpa tahu masalah apa yang dialami Emi, dia langsung meninggalkan Nord tanpa memberitahu Suzuno dan Ashiya lebih dulu."
"Ugh~~!"
Emerada sekali lagi terdiam, bahunya terkulai lemas.
Apa yang Maou katakan memang benar.
Emerada yang dengan gelisah menunggu kabar dari Chiho, tiba-tiba merasakan reaksi sihir suci yang begitu besar dari Emi dan langsung menuju ke tempatnya.
Ia bertemu dengan Amane dan Lailah di tengah perjalanan, tapi dia sama sekali tidak memikirkan soal Nord.
Mungkin di suatu tempat di pikirannya dia masih punya pemikiran kalau sesuatu terjadi pada Villa Rosa Sasazuka, Shiba pasti akan membantu menanganinya.
"Terlalu naif."
Ucap Maou seolah-olah bisa membaca pikiran Emerada.
"Chi-chan sudah mengirimkan Idea Link ke ponselku dan Suzuno, jadi Suzuno, Ashiya, dan Urushihara mungkin sudah melindungi Nord. Yang benar saja!"
Ucap Maou dengan kesal, dia kemudian mengalihkan pandangannya dari Emerada dan menatap ke arah Emi dan Lailah yang melayang di belakangnya.
"Hey! Emi."
"Jawab aku, jawab aku!"
"Emi."
"Lailah, kau....."
"......"
Meski ia terlempar ke udara dan dikelilingi oleh barrier sihir iblis, Emi terus saja terfokus pada Lailah, dan tentu saja Maou tidak sebegitu baiknya sampai mau menunggu Emi untuk tenang.
"Menyingkirlah, dasar bodoh!"
"!!"
Sampai saat dia dipinggirkan oleh Maou dengan sihir iblisnya, barulah Emi menyadari keberadaan Maou. Dia menatap ke arah Maou dengan mata berkaca-kaca, tapi Maou mengabaikannya dan malah berdiri di sebelah Lailah yang sedang pingsan dengan bahu terluka.
"Serius, apa yang sebenarnya terjadi sampai seorang malaikat agung bisa jadi seperti ini?"
Maou yang sedang memastikan luka Lailah mengabaikan Emi dan berbicara kepada Emerada.
"Hey, apa kita bisa melakukan penyembuhan di sini?"
"Ti-tidak~ luka itu mungkin tidak bisa langsung dirawat~ kita masih berada di dalam barrier sihir iblis, dan kita harus mendiagnosa keadaannya lebih dulu......"
"Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan melakukannya."
"Eh....?"
Emerada tergagap, Maou dengan cepat langsung menyelanya dan kembali menatap ke arah Lailah.
"Tapi biar kukatakan hal ini lebih dulu, aku jarang menggunakan sihir penyembuh pada orang lain selain iblis, dan ini adalah pertama kalinya pada seorang malaikat. Jadi jangan panik walaupun keadaannya jadi berbahaya!"
Tulang Lailah nampak hancur, dia masih mengalami pendarahan, bahkan seorang malailat agung pun akan mengalami bahaya yang bisa mengancam nyawa jika mereka terus berada dalam kondisi ini. Setelah merasakan kekuatan yang bisa membuat seorang malaikat agung menjadi seperti ini, adalah sebuah keberuntungan dia masih bisa bertahan hidup.
"Ini benar-benar parah."
Saat dia baru saja mulai memancarkan sihir iblisnya, Maou seketika langsung mengenyit.
"Kupikir ini hanya hancur, tapi ternyata malah lebih parah dari itu. Sepertinya dia ditebas oleh semacam pedang api. Apa yang sebenarnya dia lawan sampai menjadi seperti ini?"
Maou mengalihkan pandangannya pada Emi, tapi Emi hanya diam dengan tatapan kosong.
"Ugh..... Uh...."
Tak diketahui apakah itu karena Maou memancarkan sihir iblisnya untuk menyembuhkan luka-luka tersebut, ataukah karena kesakitan, Lailah yang masih pingsan terdengar merintih kesakitan.
"Ini benar-benar luka yang sangat parah yang bisa menyebabkan kematian, proses penyembuhannya pun juga akan sangat sakit. Sebaiknya memang dia berada dalam keadaan tidak sadar."
"Maou-san....."
"Oh! Chi-chan, syukurlah, kau baik-baik saja!"
Kali ini, ditemani oleh Amane, Chiho pun berjalan keluar dari dalam terowongan dengan wajah cemae.
"A-aku berada di dalam kereta sepanjang waktu.... dibandingkan dengan itu, Yusa-san...."
"Dia sedang melamun di sana."
Sambil menyembuhkan Lailah, Maou menggerakkan dagunya menunjuk ke arah Emi yang sedang melayang baik secara fisik maupun mental.
"Serius ini, apa yang tejadi?"
Bukannya bertanya pada Chiho, Maou malah menoleh ke arah Amane yang menemani Chiho, dan berbicara seolah berbicara pada dirinya sendiri.
"Musuh sangat licik, dia berhasil kabur."
Amane tersenyum kecut, dan meskipun dia tidak terluka separah Lailah, dia tetaplah terluka.
Ujung rambut hitam panjangnya menunjukan tanda-tanda terbakar oleh suhu yang tinggi, di bawah kaos berlengan panjangnya yang rusak parah, kulitnya nampak berubah warna karena memar.
"Yang benar saja."
Maou benar-benar terkejut.
Saat ini, bisa dipastikan kalau Amane memiliki kekuatan yang sama seperti Alas Ramus dan Acies, dia adalah seorang wanita yang memiliki kekuatan Sephirah.
Dia bisa dengan mudah mengalahkan Menteri Iblis Camio, menghalau sihir iblis Maou ketika dia berada dalam wujud Raja Iblis, dan membuat Gabriel mundur bahkan tanpa bertarung, namun, musuh mereka sangat kuat yang bahkan Amane saja bisa terluka.
Maou menatap ke arah luka-luka Lailah dan menutup matanya membayangkan apa yang telah terjadi.
"Dengan begini, aku telah membalas kebaikanmu dulu! Jadi mulai sekarang jangan ganggu pekerjaanku."
Maou memfokuskan sihir iblisnya sekali lagi dan membuat luka di bahu Lailah sembuh dengan cepat.
"Apa Lailah-san terluka?"
"Yeah~... Raja Iblis sedang membantu menyembuhkannya."
Bahkan ketika menjawab pertanyaan Chiho, Emerada sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari Maou.
Sampai saat ini Emerada memang tidak menganggap Maou sebagai iblis yang tak punya perasaan. Tapi meski begitu, adegan di mana seorang iblis menggunakan sihir iblisnya untuk menyembuhkan seorang manusia tetaplah sesuatu tak dapat dipercaya.
Sihir iblis sangatlah berbahaya bagi manusia, bagi orang-orang yang lemah, hanya membuat kontak dengan sihir iblis saja sudah bisa membuat kondisi tubuh mereka menjadi tidak beres.
Mungkin karena dia memiliki kesan awal seperti ini, Emerada mengira kalau semua keajaiban yang diciptakan oleh sihir iblis hanya akan melukai siapapun yang bukan merupakan kaum iblis.
Berpikir sampai ke poin ini, Emerada nampak terkejut ternyata iblis juga punya konsep penyembuhan.
Hal ini membuatnya semakin paham. Atau lebih tepatnya, ternyata manusia hanya tahu sedikit tentang musuh mereka.
Tentunya, seperti yang Maou katakan, siapa dan kondisi apa yang bisa disembuhkan dengan sihir iblis sangatlah terbatas. Fakta bahwa kekuatan itu sangat berbahaya bagi manusia tetaplah tidak berubah, tapi karena Lailah adalah seorang malaikat, mungkin itulah kenapa dia bisa menerima konsep penyembuhan seperti ini.
Emerada menoleh ke arah Chiho yang berada di sampingnya, yang mana sedang menatap Maou dengan cemas.
Saat ini, tanpa perlindungan apapun, Chiho bisa mengamati Maou yang menggunakan sihir penyembuh tingkat tingginya di dalam barrier sihir iblis.
Hal ini menunjukan kalau dia memiliki tingkat toleransi tertentu terhadap sihir iblis.
Di kamar rumah sakit Urushihara, hanya karena membuat kontak dengan sihir iblis Maou saja, Nord sudah merasa sangat tidak nyaman, tapi pada waktu itu Chiho tidak menunjukan reaksi apapun.
"Padahal dia.... menjadi sekuat ini...."
Lalu bagaimana dengan dirinya sendiri? Seperti yang Maou katakan, meskipun dia memiliki kekuatan yang jauh melebihi manusia bumi, dia bahkan tidak bisa melindungi seorang teman.
"Berarti.... kamilah yang lemah...."
"Itu tidak benar. Percuma saja kau menyalahkan dirimu sendiri, jangan terlalu dipikirkan."
Orang yang mengulurkan tangannya pada Emerada yang merasa begitu menyesal adalah Amane, layaknya Chiho, dia juga sedang memperhatikan Maou dan Lailah.
"Ukuran hal yang bisa kau lakukan itu sangat besar, jadi ketika kau gagal, masalah yang mengikutinya pun juga akan sangat besar. Memang, bagi Chiho-chan, tetap berada di sini dan tidak menyebabkan masalah itu saja sudah cukup, tapi halitu tidak berlaku untukmu. Karena kau memiliki kekuatan yang besar, ketika kau terlibat masalah, sudah semestinya kau menggunakan kekuatan itu."
"Amane-san....."
"Jika kau takut gagal, maka sejak awal kau bisa menyerah terhadap kekuatan itu, tak peduli dengan apapun, dan hidup dalam kesendirian. Tapi, kalian tidak melakukan hal semacam itu, kan? Jika demikian....."
Amane melirik ke arah Chiho dan Maou.
"Kau hanya bisa menjadi seperti anak-anak itu dan membuat pilihan. Yaitu, ketika berada di momen krusial, kau akan bertindak atau tidak?"
"Bertindak, atau tidak?"
"Aku sebenarnya adalah tipe orang yang tidak suka hal-hal merepotkan. Jadi meskipun aku memiliki kekuatan yang besar, aku tidak berencana memecahkan semua masalah di bumi, ditambah lagi, tak ada gunanya juga melakukan hal semacam itu. Aku hanya tidak ingin merasakan penyesalan seperti 'seharusnya aku bertindak pada waktu itu', makanya aku memaksa diriku untuk bertindak.... huft."
Kali ini, sesuatu yang aneh terjadi.
"Adapun hasilnya nanti, itu adalah masalah yang berbeda."
Maou berhenti memancarkan sihir iblis, sepertinya proses penyembuhannya sudah selesai.
Lailah masih belum menunjukan tanda-tanda sadar, tapi napasnya kini menjadi lebih stabil, luka di bahunya pun sudah sembuh sampai ke titik di mana kau tidak akan sadar jika kau tidak melihatnya dari dekat.
Tapi dibandingkan sembuhnya luka tersebut, sebuah perubahan yang lebih jelas lagi terjadi pada tubuh Lailah, dan itu adalah perubahan besar yang tidak bisa diabaikan.
"Maou-san, ini....."
"Hm~ karena pria itu bisa sampai jadi begitu, jadi mungkin orang ini juga sama."
Maou memang tidak bereaksi wah terhadap perubahan yang terjadi di depan matanya, tapi Chiho merasa kalau ini adalah perubahan yang sangat dramatis.
"Apakah ini 'Kejatuhan' yang disebutkan Sariel-san?"
"Siapa yang tahu, aku tidak yakin seperti apa fenomena Kejatuhan itu, tapi ini tidak terlihat seperti sesuatu yang serius."
Maou menggelengkan kepalanya.
"Bantu aku Chi-chan. Tadi, jika aku tidak segera menyembuhkannya, kondisinya bisa sangat berbahaya. Dalam hal ini kau harus mendukungku, aku punya firasat kalau aku akan diceramahi oleh banyak pihak karena hal ini."
Maou dan Chiho menatap Lailah yang melayang di udara dengan ekspresi rumit.
Lailah yang awalnya memiliki rambut berwarna perak, kini berubah menjadi warna ungu.
---End---
Lanjut ke -> Hataraku Maou-Sama Volume 12 - Chapter 3 Part 1
Baca Semua Volume -> Index Hataraku Maou-Sama All Volume
Translator : Zhi End Translation..
2 Komentar
Nggak sabar dgn lanjutan nya😁
BalasTy
Balas