Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 37 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 37 : Keinginan Untuk Membunuh


Baca Web Novel Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 Bahasa Indonesia


Chapter 37 : Keinginan Untuk Membunuh.

Dia mendengar suara sebuah aliran deras.
Suara air yang begitu deras. Sebuah air terjun yang mengalir ke bawah, ditarik oleh aliran air dan gravitasi.
Menggema di telinganya, atau mungkin di dalam tengkoraknya, gemuruh menderu di otak Subaru saat kesadarannya memandu dari keadaan tak sadar menuju keadaan sadar.
Dia melihat sebuah cahaya, dan....

“..... ah, khu.”

Merasa ada sesuatu yang menyumbat tenggorokannya, napas Subaru kehilangan ritmenya saat dia menghirup udara.
Menarik napas, menghembuskannya, interval di antara napasnya menjadi tidak jelas. Tubuhnya yang kekurangan oksigen mengejang dan gemetar, air liur menetes dari mulutnya saat Subaru membuka matanya.

“Khu, aghk!”

Wajahnya menelungkup ke tanah. Mendorong dirinya dari permukaan tanah, dan bangkit dengan siku serta lututnya, Subaru memegangi dadanya, terengah-engah, lantas mencoba menenangkan paru-parunya yang sakit.
Rasa sakit mulai berkurang, dia pun meludah entah ke mana. Dengan tubuh yang mulai menenang saat oksigen memenuhi otaknya, Subaru menarik napas...... dan, mencoba untuk mengingat.

“uuUUAAH, AAAHHH!?”

Mengingat lubang yang menganga di dadanya, dia merasakan sensasi kekosongan bak semua isi tubuhnya mengalir keluar.
Dengan cepat menekankan telapak tangan di atas perutnya, dia memastikan ketiadaan celah yang menjadi sumber kekosongan tersebut, ketegangan tubuhnya pun mulai menenang.
Merasakan syok mati rasa melewati anggota tubuhnya, Subaru menggesekkan dahinya ke atas tanah ketika sensasi gesekan dan rasa sakit yang kasar memastikan keberadaannya.

“Apa, itu.... di saat-saat terakhir.....”

Wajahnya menghadap ke tanah, darah mengalir keluar dari tubuhnya, sensasi akibat jiwanya tersedot keluar dari lubang tersebut benar-benar nyata. Tapi itu bukanlah sumber rasa kehilangan yang mengikis daging Subaru. Kengerian yang sebenarnya datang setelah itu, saat mendekati akhir, di antara kehangatan hidup yang menuju kematian.
Kesadarannya tidak jelas, ingatannya kabur, tapi hanya inilah yang dia ingat dengan jelas.
….. Sesuatu, sesuatu yang tak diketahui, telah menelannya.

“Di-dipotong, dipukul sampai mati, membeku, jatuh sampai mati, aku sudah pernah mati dengan berbagai cara.... ta-tapi ini pertama kalinya aku dima.... dimakan di saat-saat terakhir....”

Mengingat kembali pengalaman yang terjadi pada tubuhnya di saat-saat terakhir, Subaru sekali lagi dicengkeram oleh rasa teror.
Penyebab langsung kematiannya adalah kehilangan darah yang keluar dari lubang tadi, dan dia tidak bermaksud menganggap enteng 'Kematian' itu sendiri, tapi dia memang mengalami fragmen kemungkinan bahwa 'Kematian' bukanlah sebuah akhir.
Siapa yang tahu kalau sensasi saat tubuhnya dimakan akan diiringi rasa kehilangan separah itu? Subaru pernah kehilangan jari dan kakinya, tapi sensasi menyakitkan itu jauh melebihi mereka semua....

“Jari.....!?”

Sampai pada pemikiran itu, Subaru tiba-tiba merasa ingin menendang dirinya karena terlalu lamban untuk mengingat.
Mengingat luka yang dia derita dan sensasi kematiannya, tak diragukan lagi kalau Return By Death telah aktif. Tak ada satupun makhluk di dunia ini yang memiliki pengetahuan akan kematian lebih baik dari Subaru. Dia mati, dan dia kembali, hal itu sudah pasti.
Apa yang tak pasti adalah, di mana dia kembali.

Jika titik awalnya berpindah ke titik yang sudah tak tertolong lagi, di mana tekad dan janji Subaru membawanya, maka.....

“Ah.....”

Menggerakkan mata merahnya menatap ke sekeliling, Subaru berusaha keras memastikan waktu dan lokasinya saat ini. Tapi apa yang menenangkan rasa panik itu adalah sensasi di dahi saat jarinya mengusap keringat yang terbentuk di alisnya.... Tiga jari yang hilang di tangan kanannya masih ada di sana.

“Jari.... masih ada, itu artinya....”

Seolah ingin memastikan, Subaru mengangkat tangan kanannya dan mengamati jari hingga sikunya.
Jari dan pergelangan tangan, sampai ke siku, tak ada apapun yang hilang maupun tanda-tanda tergores. Bekas luka putih akibat serangan Wolgarm masih ada di sana, tapi itu cerita yang berbeda.
Memastikan kalau lengannya baik-baik saja, Subaru menggerakkan bahu dan pinggangnya... menggerakan titik di mana panah Elsa menancap. Merasakan tak ada sensasi kaku di kulitnya, Subaru hampir jatuh karena merasa lega, akhirnya dia yakin kalau dia kembali di saat sebelum bertemu dengan Elsa.

“Ka.... kalau begitu, sekarang....”

Ini adalah keberuntungan di tengah-tengah kemalangan di mana dia tidak memberi apapun yang lebih buruk selain kematian.
Merasa lega dan lelah, Subaru merendahkan pandangannya dan mengucapkan terima kasih pada kesialannya. Dan kemudian, ketika dia menoleh ke samping, dia pun tersadar.

…..Di sudut ruangan gelap ini, ada Emilia yang menggeliat kesakitan.

“Emili.....a.”

Segera bergegas menuju ke sampingnya, Subaru sadar kalau kini mereka berada di sebuah ruang yang gelap dan pengap.
Dia hanya punya satu pengalaman berada berdua saja dengan Emilia seperti ini, jadi hanya satu penjelasan yang mungkin. Dan itu adalah,

“Titik awalnya.... tidak berubah....!”

Di dalam Makam, tepat setelah melewati Ujian.... adalah tempat Subaru kembali setelah mati.
Sebagai ganti tak mendapatkan apa-apa, dia juga tidak kehilangan apapun. Sekarang waktunya mencoba kembali.


XxxxX


…. Pasti ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk memperbaiki semuanya.

Memastikan di mana dia kembali, pemikiran yang ada di kepala Subaru sangatlah positif sampai-sampai sulit dipercaya kalau itu berasal dari orang yang baru saja gemetar di saat-saat terakhirnya.
Sekarang adalah malam kedua setelah kedatangannya ke Sanctuary. Dengan informasi yang dia dapatkan dari pengulangan pertama dan kedua, Subaru menata kembali situasi dan kejadian di otaknya sambil mencari solusi.
Isinya yang mengerikan cukup untuk disebut biasa. Entah itu ketidaktahuan ataupun terjebak tak berdaya dengan tak punya pilihan lagi selain memegangi kepalanya, semuanya masih sama lagi dan lagi.

“Meskipun... cara yang biasa tidak akan bekerja kali ini.”

Apapun itu, Subaru masih tidak bisa memahami keseluruhan cerita di pengulangan ini. Dan bahkan menghadapi ancaman yang nyata dan begitu jelas, dia tidak bisa menemukan tindakan balasan yang efektif.
Saat ini, tak ada cara untuk melawan kekuatan tempur dari satu ancaman nyata, yaitu si Elsa. Dengan tidak adanya kelemahan yang bisa dimanfaatkan, ancaman bahaya yang Elsa miliki mungkin melebihi Petelgeuse.
Melawan serangan Elsa di mansion adalah prioritas utama. Namun, sepertinya masalah tidak berhenti di sana,

“Sebelumnya, ketika mendekati akhir..... kenapa Sanctuary bisa kosong...?”

Dia tidak mengerti kenapa Beatrice bisa melemparnya sampai ke Sanctuary, tapi fakta bahwa semua orang juga menghilang, bahkan lebih tak bisa dipahami lagi. Subaru ingat saat dia sedang berlarian dan berteriak-teriak, hanya untuk mendapatkan jawaban kosong.
Dan kemudian, datanglah bencana yang menimpa Subaru ketika dia mencoba mencari jawaban di dalam Makam.

Dengan lubang yang menganga di dadanya, Subaru mati tanpa tahu apa yang memberinya luka tersebut. Ingatan tentang luka yang masih segar, membawa kembali rasa sakit dan kengerian tanpa ada satupun petunjuk atau jawaban.

Waktu itu, apa yang terjadi pada Sanctuary? Apa yang terjadi pada Subaru? Apa yang Beatrice pikirkan? Dan Emilia....

“.... mustahil.”

Sampai pada poin ini, tiba-tiba diserang oleh kontradiksi antara pikiran dan tingkah lakunya, wajah Subaru menjadi kaku.

Menata situasi sangatlah penting. Mengatur tujuan menuju masa depan dan menyusun rencana untuk mewujudkan mereka juga sangat penting. Dan prioritas tertinggi adalah mengumpulkan informasi yang tersebar dan membentuk mereka menjadi sesuatu yang berguna demi memperoleh masa depan yang diharapkan, tapi,

“.....”

Apakah hal itu memberinya alasan untuk melupakan Emilia, yang saat ini sedang melawan sebuah mimpi buruk tepat di depan matanya?

“A-aku.....”

Emilia masih berada di tengah-tengah Ujian, disiksa oleh penderitaan. Tubuh dan jiwanya diserang oleh masa lalunya sendiri, dia dihancurkan oleh rasa sakit dari berat beban yang harus dia pikul. Rasa sakit itu terus ada tanpa sedikitpun pelipur lara.

Subaru tahu, seberapa besar hal itu membuat Emilia sedih, seberapa besar hal itu membuatnya terpuruk, dan seberapa besar hal itu melemahkan hatinya.
Itu karena dia tidak tahan melihat Emilia seperti ini, makanya dia bertekad menyelesaikan Ujian menggantikan tempat Emilia, menyingkirkan semua halangan, dan membuka jalan untuk Emilia lewat.

Seharusnya begitu, tapi kenapa Subaru merasa sangat lega ketika melihatnya menderita?
'Syukurlah aku kembali ke waktu di mana dia menderita'. Meskipun tahu betul apa yang membuat Emilia kesakitan, Subaru tetap mendahulukan pemikirannya dibandingkan gadis itu.

Saat dia memahami hal tersebut, Subaru sadar kalau dia telah menjadi makhluk yang mengerikan.
Meski tahu bahwa gadis di depan matanya, orang yang paling penting baginya di dunia ini sedang merasakan penderitaan yang tak tertahankan, Subaru mengalihkan matanya dari kesulitan yang dialami gadis itu, tersedot dalam kebodohannya sendiri.
Bagi Subaru, kelemahan itu sangat menjijikkan dan aneh.

“Pokoknya....”

Tak ada waktu untuk diam disiksa oleh rasa bersalah, dan memikirkan kontradiksi di dalam hatinya. Dia harus membangunkan Emilia sekarang juga, dan membawanya keluar dari tempat ini.
Dia bisa memikirkan semuanya begitu mereka keluar. Tak ada alasan untuk memperlama penderitaan Emilia. Dan....

“Saat ini, ada orang yang harus kuinterogasi.”

Memikirkan betapa lunaknya dia sebelumnya, mulai membuat Subaru merasa kesal. Bagaimana bisa selama ini, dia membiarkan si dalang utama lolos bersama seluruh keambiguannya?
Hasilnya adalah tragedi yang menimpa mansion, dan kematiannya yang membingungkan di Sanctuary.
Jika itu adalah masa depan yang datang dari sifat pengecut Subaru, maka.....

“Aku akan melakukan semuanya dengan berbeda kali ini.”

Saat kata-kata itu meluncur dari lidahnya, Subaru mengulurkan tangannya untuk membangunkan Emilia.
Saat ini, bahkan Subaru sendiri tidak sadar kalau wajahnya dikuasai kemarahan yang tak bisa ditekan.


XxxxX


“....Seberapa banyak yang kau ketahui, Roswaal?”

Itulah hal pertama yang keluar dari mulut Subaru ketika dia membuka pintu. Berbaring di ranjang, Roswaal memicingkan matanya. Dan Subaru, melihat cerminan dirinya di dalam pupil dengan warna tak seragam itu, masuk ke dalam kamar dengan kasar dan membanting pintu di belakangnya, menunjukan emosinya saat ini.

…. Setelah akhirnya menenangkan Emilia dan membawanya keluar dari Makam, Subaru langsung menuju ke rumah Lewes dan membaringkannya di ranjang. Di sana, dia meninggalkan Emilia dalam perawatan Ram, dan agar tidak membuang-buang waktu sebelum Emilia bangun kembali, Subaru langsung menuju bangunan di mana Roswaal beristirahat.
Tatapan tajam Garfiel ketika dia berada di rumah membuatnya khawatir, tapi untungnya, Subaru tidak menemui perlawanan apapun dalam perjalanan dan berhasil sampai ke sana tanpa masalah.
Namun, ketika dia melihat Roswaal, semua kewaspadaan itu menghilang bagaikan kabut.

“Fu~mu.”

Menatap Subaru yang terlihat gelisah, Roswaal mengeluarkan helaan napas yang dalam dan penuh arti. Dia kemudian mengangkat satu jarinya dan perlahan melambaikannya di hadapan Subaru.

“Ya ampun~ kau terlihat ja~uh lebih marah dibanding terakhir kali aku melihatmu. I~tu pertanda  bagus.”

“Jangan coba-coba bercanda. Aku sedang tidak mood dengan candaan ataupun lelucon sekarang. Aku siap menggunakan cara paksa jika memang harus.”

Membentak Roswaal yang terlihat santai, Subaru melangkah menuju ke samping ranjang dan menekankan telapak tangannya di atas sprei. Dan, menatap tajam si badut itu dengan jarak yang begitu dekat,

“Aku baru saja kembali dari Ujian.... Dan aku punya segunung pertanyaan untukmu.”

“.... Begitu ya. Kau mengikuti Ujian. Aku paham, aku paham, a~ku paham~”

Meskipun di waktu Subaru, beberapa hari telah terlewati semenjak dia melewati Ujian di mana dia mengucapkan selamat tinggal pada orang tuanya, di waktu yang sebenarnya, itu baru terjadi kurang dari sejam yang lalu. Dan, sekarang adalah ketiga kalinya dia melihat reaksi Roswaal yang tak bisa dijelaskan setelah diberitahu soal Ujian.

Pertama kalinya, nampak ada sekelebat emosi sengit yang begitu singkat seolah itu tidak pernah ada di sana. Kedua kalinya, dia terlihat sedikit tenang menerima fakta tersebut. Tapi meski begitu, reaksi tersebut juga bercampur dengan suatu semburat kesedihan.
Dan yang ketiga kalinya, reaksi macam apa itu tadi? Subaru pribadi mengharapkan sekelebat amarah seperti yang muncul pertama kali, meyakini jika Roswaal bisa dipancing amarahnya, dia mungkin akan sedikit keceplosan.
Tapi, berbanding terbalik dengan harapan Subaru, bibir Roswaal malah membentuk sebuah senyum,

“Ka~lau begitu, izinkan aku menanyakan sebuah pertanyaan.”

“Huh? Apa yang kau bicarakan? Kau? Bertanya?.... Jika kau terus bermain-main, serius, aku benar-benar akan marah, bangsat.”

“Aku paham kau punya a~lasan untuk marah. Dan aku bertanya dengan pertimbangan tersebut. Jika kita memiliki pendapat yang sama....aku tidak paham kenapa kau meno~lak untuk beker~ja sama.”

“Jika aku menjawab pertanyaanmu..... tidak, tunggu.”

Ketika Subaru mencoba menekan amarahnya, Roswaal memberikan usulan tersebut. Sesaat, Subaru hampir menerimanya. Tapi dalam sekejap dia langsung menyingkirkan pemikiran tersebut ketika dia sadar kalau menerimanya, berarti dia terbawa oleh atmosfer yang diciptakan oleh Roswaal, seperti yang sudah-sudah.
Kalau dia tidak berusaha melawan, hasilnya pasti akan sangat buruk. Jadi untuk mengubah hasil demikian, dia juga harus mengubah tindakannya mulai dari sekarang.

“Aku tidak menjawab pertanyaanmu. Akulah yang punya pertanyaan. Aku dulu.”

“..... Aya, ta~~pi, bukankah itu sangat a~rogan?”

“Aku tidak bilang aku tidak akan menjawab pertanyaanmu, tapi aku punya firasat kalau kita tidak akan pergi ke mana-mana jika aku hanya mengikuti apa yang kau katakan. Jadi ayo kita cegah sebelum itu terjadi.”

Melihat sifat keras Subaru, Roswaal menutup sebelah matanya dan menghela napas pelan. Kemudian, membuka kedua telapak tangannya, dia membuat gestur “Ba~iklah”,

“Tanyalah se~sukamu! Memang, tidak harus selalu aku yang memegang a~lur percakapan.”

“Meski rasanya sedikit menjijikkan ketika kau jadi sangat masuk akal.... yah, tak ada gunanya terus terpaku pada hal itu. Jadi pertanyaannya; ….. kontrak macam apa yang kau miliki dengan Beatrice?”

“....”

Tiba-tiba terdiam, nampaknya Roswaal sama sekali tidak menyangka pertanyaan tersebut.
Melihat pipi Roswaal menegang, meski hanya sedikit, Subaru yakin kalau dia sudah memberikan sebuah pertanyaan kritis.

Pengulangan sebelumnya memberikan fakta baru dan kejadian yang tak bisa dijelaskan, dan Subaru harus menemukan jawaban untuk misteri-misteri itu. Terutama adalah..... pertanyaan yang mengelilingi Beatrice, dan baik di Sanctuary maupun di mansion, satu-satunya orang yang bisa dia tanyai hanyalah Roswaal.
Terlebih, percakapan saat mereka berpisah dan Kitab yang ada di tangan Beatrice, semuanya sudah menancap ke dalam otaknya, mustahil untuk dilupakan.

Itu adalah pertanyaan yang tidak bisa dia anggap enteng. Yang mana nantinya akan menentukan bagaimana caranya menghadapi gadis itu.

…. Bagaimana dia akan menghadapi Beatrice di pertemuan mereka yang tak terelakkan di pengulangan ini.

“Jawab aku Roswaal! Jangan berikan aku omong kosong 'kau tidak menjawab pertanyaanmu jadi aku tidak akan menjawab pertanyaanmu'. Jawab pertanyaanku!”

Tidak sabar dengan Roswaal yang terus terdiam, Subaru mengulangi tuntutannya meminta tanggapan.
Menegaskan keberadaannya di dalam dada Subaru adalah rasa frustasi yang merupakan perwujudan dari  keinginannya untuk membalik firasat memuakkan tersebut.
Setiap detik keheningan terasa seperti bermenit-menit ketika Subaru menunggu jawaban. Sampai pada akhirnya, Roswaal membuka mulutnya,

“.... Fakta bahwa kau menanyakan pertanyaan itu di sini, apakah itu berarti kau mengingatnya?”

Tapi, bukannya memberikan jawaban yang Subaru harapkan, Roswaal malah menjawab dengan pertanyaannya sendiri.
Mendecapkan lidahnya merasa frustasi dengan sikap Roswaal, “Diam”, Subaru mengayunkan tangannya di hadapan Roswaal.

“Kenapa kau menjawab dengan pertanyaan lain? Bahkan jika aku mengambil 100 langkah mundur dan membiarkanmu bertanya, kau harus menjawab pertanyaanku lebih dulu. Aku tidak akan menyerahkan giliranku.”

“Begitu ya. Kalau begitu, ayo kita ambil jalan memutar. Pertanyaanmu adalah 'Kontrak antara diriku dan Beatrice', kan? Tak ada kontrak apapun antara aku dan Beatrice. Itulah jawabannya.”

“Wha....!?”

Lengah oleh perubahan tiba-tiba tersebut, Subaru pun terdiam. Mengulurkan tangannya ke arah Subaru yang kebetulan sedang kehabisan kata-kata, dengan “Seka~rang”, Roswaal melanjutkan,

“Kali ini adalah giliranmu menjawab per~tanyaanku...... apa kau ingat?”

“.....Ingat, apa? Asal kau tahu, hubungan kita cukup dalam sehingga kita bisa berkomunikasi dengan telepati di sini. Jangan anggap aku bisa memahami kalimatmu tanpa ada pokok masalahnya.”

“Jawaban itu, sudah memberi jawaban untuk pertanyaanku.... sayang sekali.”

Meskipun Subaru berharap mendapatkan beberapa balasan, sepertinya dia memang bukan tandingan bagi Roswaal. Dengan sebuah bayang kesedihan, Roswaal merendahkan pandangannya, dan,

“Sepertinya aku tidak berhasil.”

“....apa?”

“Sekarang giliranmu bertanya. Lakukan lebih ba~ik lagi kali ini, dan tanyakan pertanyaan yang tidak bisa ku~hindari.”

Menutupi suara kacau Subaru, kesadaran Roswaal akan pengelakan yang dia lakukan sama sekali tidak mengurangi kegeraman Subaru. Subaru menarik napas dalam mengontrol emosinya, menekankan jari pada pelipisnya, dan mulai berpikir,

“Kau bilang kau tidak punya hubungan kontrak dengan Beatrice, kan? Lalu kenapa Beatrice tinggal di mansionmu? Aku tidak paham apa sebenarnya hubunganmu dengan Beatrice.”

“Itu dua pertanyaan. Kau terus saja menanyakan soal Beatrice se~menjak kau datang ke sini, ke mana perginya Emilia-sama? Atau, mungkinkah kau lebih menyukai mereka yang terlihat seperti anak kecil?”

“Aku tidak tertarik dengan anak kecil, dan aku tidak punya niat untuk mengambil rute romantis dengannya. Tapi aku berniat sedikit mengguncang status quo ini, jadi aku akan memilih rute Beatrice dalam artian tersendiri.”

Memang, kapanpun dia memikirkan Beatrice, Subaru akan merasakan sebuah rasa sakit di hatinya.
Tapi ini berbeda dengan rasa sakit yang dia rasakan ketika memikirkan Emilia ataupun Rem, dan Subaru agak tidak mengerti apa maksudnya itu.
Bahkan setelah melihat Kitab di tangan Beatrice, dia masih saja merasakan perasaan itu.

….. Dan Subaru tidak ingin percaya kalau hubungan antara dia dan Beatrice hanyalah sesuatu yang palsu, sesuatu yang tertulis dalam sebuah buku aneh.

“Itulah kenapa aku mencoba mencari tahu tentangnya. Dan sepertinya, satu-satunya orang yang memiliki hubungan mendalam dengannya hanyalah dirimu. Jadi aku hanya bisa bertanya padamu.”

“Kau mencoba mengumpulkan semua yang mena~rik di matamu, tapi itu hanya akan menjadi halangan ketika tiba saatnya untuk memilih apa yang be~nar-benar penting. Kurasa, kenaifan seperti itu hanya akan menghalangimu melihat hal yang paling penting bagi hatimu.”

“Aku sadar tanganku sudah penuh. Jadi sekarang aku mencoba menangkapnya dengan mulutku. Ada masalah?”

“Mana mung~kin? Meskipun aku punya firasat kau bilang begitu hanya untuk pamer, tapi tak ada yang salah dengan hal itu.... bahkan, aku penasaran bagaimana kau akan menjawab ketika waktunya tiba nanti.”

Mengakui kata-kata Subaru, suara Roswaal berubah menjadi sebuah bisikan ketika menuju akhir. Tatapan Subaru menajam mendengar kata-kata itu, dan, menerima tatapan tersebut, Roswaal melanjutkan, “Ka~lau begitu”,

“Alasan kenapa Beatrice menetap di mansion, ka~n? Dia menetap di mansion karena ikatannya dengan keluarga Mathers. Jika kau ingin tahu, karena kebaikan kepala keluarga Mathers beberapa generasi silam lah dia bisa menjadi penjaga Perpustakaan Terlarang. Itu sudah melewati banyak generasi dan tetap sama, sekarang itu diwariskan kepadaku.”

“Dipekerjakan sebagai penjaga....? Lalu apa bedanya itu dengan kontrak?”

“Format tanya jawab di sini sepertinya agak berbeda dari apa yang kita sepakati....? Ya~~h, tak masalah. Menanyakan pertanyaan lain dari pihakku sekarang sudah tidak terlalu pen~ting. Kurasa, kau sudah sadar kalau identitas Beatrice adalah seorang roh?”

Subaru mengangguk menanggapi pertanyaan Roswaal. Meskipun dia tidak pernah melihat sendiri wujud roh Beatrice, pengakuan dan keberadaannya yang mengintimidasi saja sudah menegaskan fakta tersebut.
Melihat Subaru mengangguk, Roswaal mengangkat satu jarinya,

“Bagi para roh, kontrak dengan manusia itu memiliki arti yang amat besar. Hubungan antara Emilia-sama dan Roh Agung-sama te~pat seperti itu.”

“... Yeah, Emilia juga berusaha keras dengan semua kondisi yang menjengkelkan ini. Tapi Roh Agung-sama belum menunjukkan wajahnya belakangan ini, iya kan?”

Setelah dibunuh oleh Puck tiga kali, dan setelah perselisihan pandangan mereka mengenai Rem yang tertidur, terdapat sebuah jarak yang begitu lebar di antara mereka. Dan karena Puck secara misterius bersembunyi sebelum jarak itu bisa ditanggulangi, perasaan Subaru terhadap kucing kecil itu masih sedikit sulit diartikan.

“Mengesampingkan perilaku Roh Agung-sama, Beatrice bukanlah pengecualian. Anak itu dan aku memiliki hubungan ker~ja sama, hingga ke suatu titik. Tapi itu tak lebih dari hubungan sama-sama tidak saling mengganggu sementara kepentingan kami sejalan. Tidak mungkin dia akan membantuku me~~raih tujuanku, sebaliknya pun begitu.”

“Aku bisa melihat bagaimana kau akrab dengan Beako selagi menjadi acuh tak acuh, tapi itu tak ada hubungannya dalam hal kontrak.”

“Ya ampun, maafkan aku. Tapi hubungan kontrak adalah sesuatu yang benar-benar berbeda. Beatrice, sebagai seorang roh, menjalankan kontraknya dengan sangat serius. Berbicara dengannya mengenai kontrak adalah masalah yang berbeda dan jauh lebih be~sar. Bagaimanapun, anak itu masih terikat dengan kontrak semenjak 400 tahun yang lalu.”

Memilah apa yang tidak boleh dia lewatkan, Subaru tiba-tiba mendekat ke arah Roswaal dan berteriak “Itu dia!”

“Kontrak sejak 400 tahun yang lalu, aku ingin tahu rinciannya.”

“Mulut para roh tidak akan terbuka dengan mudah ketika menyangkut isi kontrak me~reka. Pihak yang terlibat pada waktu itu sudah tidak ada, jadi jika Beatrice sendiri tidak mengatakannya, tak ada orang lain yang tahu i~si kontraknya.”

“Sial, percuma! Jika aku bisa mengetahui isi kontrak itu.....”

Maka dia akan tahu kenapa gadis itu mengembunyikan dirinya di dalam ruangan itu sendirian, ya kan?

“Namun, ada satu hal yang layak untuk disebutkan.”

“.....?”

"Karena Beatrice terikat oleh kontrak semenjak 400 tahun yang lalu, membuat kontrak baru yang akan tumpang tindih dengan kontrak awal adalah mus~tahil. Jadi jika kau ingin membawanya keluar dari tempat itu, kau harus menemukan cara untuk merusak kon~trak yang sudah ada."

"Merusak....kontrak?"

"Memenuhinya juga bi~sa. Tapi karena ada kesempatan bagus di mana pihak kedua dari kontrak tersebut sudah tidak ada, me~rusak kontrak tentu adalah pilihan yang lebih bijak, i~ya kan?"

Tak lebih dari sebuah keajaiban jika Roswaal memberikan saran yang membangun. Meski awalnya lengah oleh kata-kata tersebut, ekspresi Subaru mendadak berubah seakan sebuah tirai tiba-tiba diangkat dari matanya.

".... Kapan aku bilang kalau aku ingin membawa Beatrice keluar?"

Subaru, mengucapkan hal itu, mengarahkan tatapan tajamnya ke arah Roswaal.
Meletakkan tangannya di atas ranjang, jari jemarinya mulai mengetuk sprei seperti jarum pada jam. Merendahkan pandangannya untuk melihat gestur tersebut, Roswaal menutup sebelah matanya sebelum menatap Subaru hanya dengan pupil kuningnya saja.

"Kau sungguh.... pria yang suka memperhatikan hal-hal yang ti~dak ingin orang lain untuk kau perhatikan ya."

"Apa yang kau....."

"Bagaimanapun, ini sudah tidak ada gu~nanya untukku. Mungkin, kita harus mengakhiri percakapan ini di sini?"

"Apa.... apa kau bercanda?"

Berbeda dengan sebelumnya, di dalam mata Roswaal kini nampak corak kekecewaan. Dengan ekspresi itu, dia mengeluarkan sebuah helaan napas dari wajah yang nampak kehilangan semua semangatnya.

"Apapun yang kau katakan sekarang, itu tidak akan bisa lagi menggerakkanku.... jadi kau boleh melakukan a~papun yang kau mau."

"Kau pasti bercanda!? Ini sangat penting... Kita sampai di bagian pentingnya dan kau mulai bersikap seperti itu? Masih ada beberapa hal yang perlu kutanyakan padamu...."

"Jika kau ingin bertanya, kau be~bas untuk bertanya. Tapi apakah aku akan menjawabnya dengan serius atau tidak, itu semua ber~gantung pada apa yang kurasakan."

Semakin Subaru gelisah, semakin hilang getaran emosi yang terlihat di wajah Roswaal. Di depan Subaru yang wajahnya memerah penuh amarah, Roswaal hanya menyisirkan jari-jarinya melewati rambut biru gelapnya, dan memiringkan kepala,

".... Kau tidak punya per~tanyaan lagi?"

".... Tch. Baiklah, aku tahu Beatrice terikat oleh sebuah kontrak dan tinggal di dalam manaion. Kita bisa membahas detailnya nanti. Ada hal lain yang ingin kutanyakan. Soal buku hitam yang dia miliki.... Aku ingin kau memberitahuku apa itu."

"E~~hh, kau melihatnya? Punya tebakan? Menurutmu a~apa itu?"

"Jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan lain.... Tapi menurutku itu.... sesuatu yang mirip.... dengan buku yang dimiliki Pemuja Penyihir, atau setidaknya, itulah tebakanku."

Subaru menjawab dengan tergagap seolah meminta kata-katanya untuk dibantah. Tapi mendengar hal itu, Roswaal menunjukan ekspresi seolah tidak bisa menahan uapannya,

"Kitab yang dimiliki Pemuja Penyihir adalah medium dari kehendak sang Penyihir, dan itu menggambarkan jalan menuju masa depan yang diingankan si pemilik. Ya~~ah, mengesampingkan arahnya yang samar, mereka agak mirip seperti buku ramalan."

"....!? Kau mengetahuinya?"

"Tak usah terlalu ter~kejut. Di sini ada juga Pemuja Penyihir, mengingat ini adalah fasilitas milik Penyihir lain yang tidak mereka puja. Menjadi pengurus Sanctuary, tidak hanya sekali dua kali aku harus beradu pukulan dengan orang-orang se~perti mereka."

"Ka-kalau begitu, kau bisa melihat masa depan...?"

Jika mereka bisa melihat masa depan tanpa ada yang mati, itu mungkin adalah kemampuan yang jauh lebih hebat dibanding Return By Death milik Subaru. Ini bukan berarti dia iri dengan kemampuan seperti itu, tapi jika semua anggota Pemuja Penyihir dilengkapi dengan item hebat ini, tak ada lagi yang bisa dicemooh dari mereka.
Tapi melihat Subaru gemetar, Roswaal menggelengkan kepalanya,

"Mereka bukanlah benda sepraktis itu. Pertama-tama, jumlah isinya berbeda dari satu anggota ke anggota yang lain. Isinya samar dengan berbagai macam penafsiran. Terlebih, tak ada orang lain selain pemilik Kitab itu yang bisa membacanya. Bagi orang lain, isinya akan terlihat seperti omong kosong yang tak bisa dipahami. Mereka hanyalah sebuah peta tak sempurna menuju masa depan."

"Tak sempurna...."

Subaru tidak bisa menyembunyikan rasa leganya mendengar hal tersebut. Selain itu, jika Kitab tersebut benar-benar seperti buku ramalan yang memiliki kekuatan untuk menggambarkan masa depan, maka Subaru tidak akan pernah bisa menang melawan Petelgeuse. Kalau begitu, sudah jelas, bahkan Kitab milik Uskup Agung Pendosa pun tidak akan bisa mencapai level itu. Namun,

"Ini topik yang benar-benar berbeda. Lalu, bagaimana dengan buku Beatrice....?"

"Jika kau bertanya apakah itu sama dengan buku milik Pemuja Penyihir, maka jawabannya adalah ya, dan tidak."

"Berhenti bercanda! Ini penting!"

"Aku ti~dak melakukan hal semacam itu. Meskipun apa yang dimiliki Beatrice adalah sebuah Kitab, asal-usulnya berbeda dengan Kitab milik para Pemuja Penyihir itu. Kitab para Pemuja Penyihir tidaklah sempurna, sedangkan milik Beatrice itu sempurna."

"Sempurna....?"

"Ya, sempurna. Tidak seperti benda cacat yang naik turun di antara masa depan yang tidak pasti, dengan isi yang berubah-ubah."

Melihat Subaru kebingungan, wajah Roswaal justru kelihatan cerah.
Ekspresi dan nadanya terasa seolah dia sedang berjemur dalam kesombongan. Subaru tidak tahu harus mengatakan apa menanggapi perubahan yang tiba-tiba ini, tapi apa yang membuat dia benar-benar kehabisan kata-kata adalah apa yang datang setelahnya,

"......!?"

Roswaal meraihkan tangan kanannya ke belakang punggung, dan mengambil sebuah buku berjilid hitam.
Di jarak sedekat ini, tidak salah lagi itu adalah sebuah Kitab.

"Ini adalah salah satu dari dua Kitab sempurna yang ada di dunia. Pemilik mereka hanyalah aku dan Beatrice... be~gitulah."

"......."

Di depan mata kepala Subaru, Roswaal melambaikan buku itu dengan tangan kanannya. Namun, Subaru sudah tidak punya ruang di hatinya untuk mempedulikan hal semacam itu.
Fakta bahwa Roswaal memiliki Kitab yang sama dengan milik para Pemuja Penyihir memang mengejutkan. Fakta bahwa yang ada di tangan Beatrice juga merupakan sebuah Kitab, dan kebenaran kata-kata yang dia ucapkan saat mereka berpisah, juga sangat mengejutkan.
.... Namun, mereka bukanlah apa yang mendominasi pikiran Subaru saat ini,

"Itu.... adalah Kitab yang mencatat masa depan?"

"Ta~k diragukan lagi. Ini adalah Kitab asli."

"Kau tahu.... masa depan? Saat ini, semua yang terjadi sekarang... semuanya ada di buku itu...?"

"Se~muanya tertulis. Meskipun kau tidak akan bisa membacanya."

Siapa yang peduli dengan itu?
Saat ini, apakah Subaru bisa membacanya atau tidak, tidaklah penting. Hanya ada satu hal yang penting. Hanya ada satu hal yang harus dia tanyakan. Itu adalah,

"Masa depan, apa yang akan terjadi... tertulis... di buku itu?"

"Buku ini tidak menggambarkan ke~seluruhan dunia, melainkan hanya mengungkap bagian masa depan si pe~milik."

"Apa yang terjadi saat ini... kau sudah tahu sebelumnya??"

"Butuh kerja keras untuk menciptakan si~tuasi yang sama seperti yang digambarkan, kau tahu? Sebenarnya aku sedikit mengharapkan pujian atas kerja kerasku di belakang la~yar."

Subaru tidak bisa menghentikan suaranya yang gemetar. Sumber gemetar tersebut, adalah resapan emosi yang begitu kuat. Emosi apa itu dan pada siapa itu ditujukan, semuanya akan segera menjadi jelas... Itu,

"Jika kau tahu... semuanya yang akan terjadi, maka...."

".... Fuumu."

"..... Kau, sengaja membiarkan Rem mati?"




"Rem, siapa itu~~~??"




"KUBUNUH KAU, ROSWAAAAAAAAL!!!"

Seketika, luapan amarah yang tak terkendali mendorong tubuh Subaru untuk bergerak. 
Melompat ke atas ranjang, tangannya mencekik leher Roswaal yang sedang berbaring. Dengan kekuatan tak biasa yang belum pernah terlihat sebelumnya, genggaman Subaru mencengkeram leher kecil Roswaal, mengukir ekspresi kesakitan di wajah badutnya yang berwarna biru dan putih.

"KAU TAHU SEMUANYA, DAN KAU...!!!!"

Jika dia tahu, jika dia sudah tahu, jika dia bisa mencegah tragedi itu... mencegah apa yang terjadi pada Rem agar tidak terjadi.....

"ALASAN AKU MEMBIARKAN REM MATI, ADALAH KAU!!??"

Dikuasai oleh kemarahan yang meluap-luap, Subaru melepaskan penyesalannya, keinginannya sekarang hanyalah membunuh pria di hadapannya ini. Tindakannya sudah melupakan semua alasan, sementara cinta dan emosinya berubah menjadi kekuatan.
Dan begitulah, tidak bisa melontarkan sepatah kata pun, Roswaal hanya diam menunggu tangan Subaru mematahkan lehernya....

"... Aku paham, 'penyamaran memang tidak akan bisa menutupi bau Ulgarm!'"

.... Hantaman.

Merasakan sensasi tajam nan padat menghantamnya dari samping, Subaru merasa sebagian wajahnya hancur saat dia terlempar ke udara.
Tubuhnya menabrak dinding yang kokoh, dia jatuh dengan kepala terlebih dahulu. Pikirannya kosong menanggapi pukulan tiba-tiba tersebut, tubuhnya sama sekali tidak bisa bergerak.
Darah mengalir keluar dari telinga dan hidungnya, bagian kanan pandangannya ditutupi oleh kegelapan mutlak. Matanya mungkin sudah hancur.

".... Semenjak keluar dari Makam, baumu terus menyengat. Tidak yakin, jadi kupikir aku harus mengawasimu, tapi BUKANKAH INI SAMA SEPERTI YANG KUPIKIRKAN!?"

Langkah kaki. Sebuah suara kasar merayap ke sampingnya. Tubuh Subaru bahkan tidak mengizinkannya untuk merangkak. Tidak bisa bergerak, depan belakang, kepala Subaru terangkat,

"Menyebarkan bau Penyihir, kau pikir apa yang kau lakukan? Haruskah kutanya tubuhmu? Oy? Tempat ini masih membutuhkan si bajingan itu. Apa-apaan yang coba kau tarik, HAAH?"

Seorang pemuda berambut pirang. Garfiel. Atau siapalah itu. Diserang oleh suara yang penuh dengan kemarahan dan niat membunuh, kesadaran Subaru mulai bergerak menjauh.
Setengah kepalanya, meski tak ada cara untuk memastikannya, sepertinya sudah remuk. Dia akan mati, mungkin. Jika dia mati seperti ini, mungkin ini cara yang paling menyedihkan.

Jika dia kembali dari kematian sambil terus berpegang pada pemikiran kotor tersebut, akankah dia masih ingin menyelamatkan tempat ini?

"Aku tidak tahu, Rem...."

Bersama akhir dari kalimat tersebut, kesadaran Subaru tenggelam ke dalam kegelapan.

---End---



Baca Semua Volume -> Index Re:Zero Arc 4


Translator : Zhi End Translation..
Previous
Next Post »
3 Komentar
avatar

"...fakta bahwa kau mempertanyakan pertanaan itu disini,apakah itu berarti kau mengingatnya" apa madsud rosswal?

Balas
avatar

Masih jadi misteri, bahkan Subaru juga belum tau..

Balas
avatar

Apa kau mengingatnya?...
Pertanyaan roswall gk jelas / hanya setengah2...

Balas