Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 3 - Chapter 3 (Part 3) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 3 - Chapter 3 : Raja Iblis dan Sang Pahlawan Mendengarkan Saran dan Pergi Ke Taman Hiburan -3

Baca Light Novel Hataraku Maoi-Sama translate Indonesia Zhi End Blogs



Chapter 3 : Raja Iblis Dan Sang Pahlawan Mendengarkan Saran Dan Pergi Ke Taman Hiburan.

"Oh, mereka di sana. Suzuki-san, mereka ada di sana!"

"Oho, bagus Chiho-chan!! Ini pasti kekuatan cinta."

"Ay-ayolah jangan bicara begitu!"

"Sheeshh.. Ashiya-san. Aku tak percaya kau terkena sakit perut hanya karena beberapa minyak zaitun. Kau ternyata punya tubuh yang lemah. Kita menghabiskan banyak waktu untuk mencari mereka karena kita harus menunggumu ke kamar mandi dulu."

"Ma-maaf!!"

Karena perut Ashiya bereaksi dengan cepat terhadap minyak zaitun dari restoran Italia, Chiho dan yang lainnya kehilangan jejak Maou, Emi, dan Alas Ramus.

Mereka tidak melihat Maou dan yang lainnya di gedung pertunjukan pahlawan, jadi mereka berkeliling untuk mencarinya. Dan akhirnya Chiho menemukan Emi menggendong Alas Ramus dan menarik Maou secara paksa. Emi sepertinya berjalan menuju kincir ria raksasa : Big Zero.

"Apa mereka akan menaiki kincir ria? Sepertinya Emi memaksa mereka, tapi..."

"Sepertinya akan sangat panas menaiki kincir ria sekarang, iya kan?"

"Aku pernah dengar, kalau kincir ria tersebut mempunyai AC di setiap gondolanya. Selama kau pakai krim tabir surya, akan sangat dingin berada di dalamnya."

"Oh, pemborosan!!"

Orang yang protes terhadap sesuatu yang dilengkapi dengan AC, tidak lain adalah Ashiya.

"Tapi, hmmm... Kenapa ya, Emi memaksa Maou-san memasuki ruangan yang sempit dan melayang di udara...."

"Suzuki-san!!"

"Chiho-chan, tenanglah, aku cuma bercanda!!"

Rika jelas-jelas dengan sengaja melakukannya, untuk membuat situasinya bertambah buruk.

"Well, kita harus mengikuti mereka, walaupun menurutku juga tidak akan terjadi apa-apa. Ashiya-san apa kau setuju?"

"Ya, bagaimanapun juga...."

Ashiya yang berwajah pucat mengangkat tangannya dan bergumam.

Karena dia selama ini selalu memakan makanan murah dan terjangkau, dan juga karena ini di tengah-tengah musim panas, memakan makanan berat dari Italia seperti kalimat kematian bagi perut Ashiya yang menjadi lemah karena musim panas.

"Well, aku tidak tahu kenapa kau mengikuti mereka hari ini, tapi sepertinya tidak akan terjadi apa-apa kan?"

Chiho dan Ashiya saling menatap satu sama lain dengan ekpresi yang rumit ketika mendengar kata-kata Rika yang entah kenapa terdengar sangat bersemangat.


XxxxX


"Hello, selamat datang di kincir ria raksasa : Big.... Ze.... Ro"

Pegawai pemeriksaan tiket di pintu masuk kincir ria, menahan nafasnya ketika ada pasangan muda yang diselimuti aura berbahaya berjalan ke arah mereka bersama dengan seorang anak kecil.

Aura yang berbahaya tersebut bisa dijelaskan lebih tepatnya si suami gemetar ketakutan karena kemarahan sang istri. Anak mereka, yang sepertinya berusia sekitar 2 tahun, terlihat tidak bisa memutuskan memilih pihak yang mana.

"Tiket untuk tiga orang!!"

Sang istri memesan tiket untuk mereka bertiga seperti sedang memberikan pukulan. Dan si pegawai tersebut mengangguk kaku dan membiarkan mereka masuk.

"Hello, berfotolah di sebelah sini!! Fotonya bisa dibeli sebagai souvenir di toko sebelah sana!! Dan kau bisa membayarnya setelah menaiki wahananya!! Terima kasih."

Terdapat seorang pegawai dengan sebuah kamera digital besar dan lensa tunggal di depan gondola yang mengambil foto untuk dijual sebagai souvenir.

"... Kami tidak membutuhkannya!! Terima kasih!!"

"Oh jika kau tidak menginginkannya, kami akan menghapusnya!! Tolong berdiri di sebelah sana! Oh di sana!! Bisakah sang ayah agak ke tengah dengan anakmu!! Yah begitu!! Bagus!! Tolong pindahkan balon kecil yang lucu itu!"

Sesi pemotretan itu dilakukan dengan penuh energi yang tidak berguna dan sedikit terpaksa.

"Daddy, apa itu?"

Alas Ramus menunjuk kamera yang dibawa oleh si pegawai dan bertanya dengan penasaran.

"Hm? Itu disebut kamera. Itu digunakan untuk mengambil fotomu, Alas Ramus."

"Fo-toh?"

Jika sebuah kata tidak ada di Ente Isla, maka Alas Ramus tidak akan mengerti meskipun dia bisa berbahasa Jepang.

"Um, begini, itu adalah gambar. Benda itu akan menggambar dirimu secara ajaib. Kamu hanya perlu melihat benda bulat dan besar yang dibawa wanita itu, okay?"

"Ooohh!!"

Tidak jelas apakah Alas Ramus mengerti hal itu sepenuhnya atau tidak, tapi Alas Ramus mulai melihat ke arah lensa itu dengan seluruh rasa penasarannya.

"Hey, bu,, bisakah kau lihat ke arah sini?"

"..."

Emi memalingkan pandangannya dengan ekspresi dongkol, tapi tidak ada artinya bersikap tidak dewasa seperti itu kepada orang asing, jadi dia dengan enggan menatap ke arah si pegawai seolah seperti meminta maaf.

"Okaaaaay!! Aku akan mengambil gambarnya sekarang!! Satu, dua, cheese..... Bagus! Gambarnya sangat bagus, jika kau ingin fotonya, kau bisa membelinya nanti setelah keluar. Terima kasih!!"

Mereka bertiga akhirnya masuk ke dalam gondola setelah diantar dengan sikap antusias yang canggung itu.

"Oohh.. Terasa enak dan nyaman di sini!!"

Maou membayangkan tempat itu akan seperti sauna, akan tetapi angin dari AC yang dingin bertiup dari belakang tempat duduk mereka, dan ada background musik di dalam gondola tersebut. Tempat duduknya sangat keras, tapi itu jauh lebih menyenangkan dari apa yang Maou kira.

"Tolong perhatikan balonnya, satu putaran butuh waktu 15 menit dan tolong jangan makan ataupun merokok di dalam gondola, sekarang kalian bisa berangkat!!" Seorang pegawai mengatakannya dengan cepat ketika pintu tertutup.

"Ooh, mereka sudah berangkat!!"

Maou dan Emi tidak menyadari keberadaan mereka, tapi tepat pada saat itu, Chiho, Rika, dan Ashiya menampakan dirinya di tempat pembelian tiket kincir ria.

"Mereka akan segera menjauh! Cepat!!"

Setelah mendengar kata-kata Rika, Chiho dan Ashiya dengan buru-buru menaruh uang di mesin tiket, akan tetapi..

"Um, permisi."

"Ya?"

Chiho tiba-tiba mendengar suara di sebelahnya.

Seorang wanita tua dan cucunya berdiri di sebelah Chiho, dan melihat mesin tiket dengan bingung.

"Um, bagaimana aku menggunakan ini?"

"Oh, kau taruh uangnya disini.... Dan kau lihat, ini layar sentuh."

Chiho tahu bahwa ada banyak orang tua yang tidak tahu cara kerja layar sentuh, dan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Tempat di mana uangnya harus dimasukkan, tidak berada di dekat panel, dan tidak ada penjelasan di layarnya, yang terlihat hanyalah tombol dengan harga. Mesin tiket ini sungguh tidak 'user-friendly'.

"Kincir ria gratis untuk anak-anak, jadi kau pilih harga dan jumlahnya di sini..."

Chiho dengan cermat menjelaskan prosesnya ke wanita tersebut untuk membantunya membeli tiket. Dan akhirnya, wanita tua dan cucunya tersebut berhasil mendapatkan tiket mereka.

Wanita tua tersebut berterima kasih kepada Chiho lagi dan lagi ketika dia menuju ke arah kincir ria.

"Oh! Oh tidak!!"

Karena dia mengajari mereka dengan penuh perhatian, Chiho pikir dia akan membuat Rika dan Ashiya menunggu.

"Huh?"

Pintu masuk gondola dan tempat pembelian tiket kincir ria tidaklah terlalu besar, akan tetapi dia tidak bisa menemukan Rika dan Ashiya di manapun.

"Apa?? Apaa??"

Kebingunan, Chiho memandang ke arah gondola dan membuat kontak mata dengan Rika, yang wajahnya berada di balik jendela dengan ekspresi mematung.

"Apaaaa?"


XxxxX


"Baiklah, jelaskan!!"

Di ruangan sempit di dalam gondola, Maou tidak bisa bersembunyi dari tatapan Emi. Tatapan yang datang di antara balon-balon Alas Ramus tersebut, benar-benar terlihat mengerikan.

"Menurutku ini memang sudah mencurigakan dari awal. Kenapa kau memutuskan untuk merawatnya? Bukankah kau orang yang selalu mencoba menghindari masalah?"

"Um, uhhh...."

"Dan tanda berbentuk bulan sabit di dahinya, kau tahu sesuatu kan? Jelaskan semuanya!!"

"Mommy, benda besal apa itu?"

"Hmm?? Oh itu Tokyo Skytree."

"Karena benda itu, membeli TV saja menjadi tidak berguna karena kau tidak akan bisa menonton apapun."

"Jangan mengalihkan pembicaraan!"

Gondola yang mereka bertiga naiki bergoyang-goyang perlahan.

Sementara itu, Rika dan Ashiya duduk di dua gondola di belakang mereka.

"Ugh.. Jika hanya berselang satu gondola, kita mungkin bisa melihat apa yang terjadi...."

Meskipun mereka berhasil masuk, tapi gondolanya tidak transparan dan tidak ada cara bagi mereka untuk melihat ke dalam gondola yang berjarak 2 gondola jauhnya.

"...."

Di sisi lain, Rika yang duduk di depan Ashiya, hanya diam dan menatap kakinya.

Chiho sepertinya terhambat oleh sesuatu, dan Rika sekarang hanya berdua dengan Ashiya.

"Suzuki-san, kau kenapa??"

"Hyah!! Huh?"

Rika yang sangat energik beberapa saat lalu, kini menjadi sangat tertutup seperti sebuah kerang. Bahkan orang seperti Ashiya pun bisa menyadari perubahan drastis seperti itu.

"Um, uh, um.. Aku, aku merasa tidak enak meninggalkan Chiho-chan di belakang...."

"Begitu ya? Kita kan sedang buru-buru...."

Ashiya menyetujui jawaban gelagapan Rika yang tidak seperti biasanya tanpa bertanya lebih jauh, kemudian menghela nafas dan bersandar kembali ke kursinya.

"....!!"

Gondola di kincir ria tidaklah terlalu besar, jika orang setinggi Ashiya duduk, maka tidak mungkin bisa untuk menghindari sentuhan lutut ataupun kaki.

Kepercayaan diri Rika dari tadi didukung oleh kehadiran orang lain, yaitu Chiho. Jika ada orang lain di sana, sentuhan fisik ataupun berada di dalam ruang yang sempit, sama sekali tidak akan mengganggunya, tapi terkunci di dalam gondola dengan seorang pria adalah situasi yang belum pernah dialaminya.

Terlebih lagi, orang itu adalah Ashiya.

Ketika mereka bertemu seminggu yang lalu dalam insiden yang melibatkan Emi dan Suzuno, dia beranggapan kalau Ashiya adalah orang yang eksentrik, tapi menghabiskan beberapa jam terakhir bersama, membuat penilainnya semakin menguat.

"Apa kau baik-baik saja? Wajahmu memerah? Apa kau terlalu lama terkena sinar matahari?"

"Te-terlalu dekat!"

"Apa?"

"Uh, um, uh, tidak, bukan apa-apa!! Krim tabir suryaku tidak bekerja dengan benar, itu saja, yeah!!"

Menarik dirinya ke belakang secepat mungkin, Rika melambaikan kedua tangannya dengan cepat. Ashiya sama sekali tidak merasa curiga dan mulai melihat ke arah luar gondola.

Pegawainya bilang satu putaran membutuhkan waktu kira-kira 15 menit, tapi Rika merasa sangat malu, sehingga dia tidak yakin apa bisa bertahan sampai putarannya berakhir.

Di sisi lain, selama tenggang waktu tersebut, Chiho duduk di bangku dekat pintu masuk kincir ria sambil memegang sebotol 'Hey! Tea!'.

"Jadi, apa kau akan bicara? Atau tidak? Apa kau memilih mati di sini sekarang juga?"

"Tidak ada cukup pilihan!! Dan jangan mengatakan kata-kata yang tidak baik untuk dipelajari anak kecil."

Berjarak dua gondola di depan mereka, interogasipun berlanjut.

"Maksudku, apa hal itu penting?? Ini tidak seperti aku melakukan hal yang salah, aku hanya merasa tidak masalah menjadi ayah Alas Ramus."

"Meskipun itu tidak masalah bagimu, itu sangat bermasalah bagiku. Tidakkah kau lihat wanita berbaju putih yang berdiri di depanku tadi? Sesuatu akan terjadi lagi!! Dia bilang sesuatu mengenai pasukan malaikat. Jika kau tidak ingin nenjadikan aku musuhmu, katakan semua yang kau ketahui!"

"Melihat apa? Dan apakah maksudmu jika aku berbicara kau akan berada di pihakku?"

"Tidak di pihakmu, tapi di pihak anak kecil ini."

Emi mengisyaratkan Alas Ramus dengan matanya, sementara gadis kecil itu terus melihat ke arah luar jendela.

Ketika mereka berdua melihat punggung Alas Ramus, gondola hampir mencapai puncak putarannya.

".... Seseorang memberikannya padaku dulu sekali."

Maou sepertinya menyerah dan mengela nafas sambil membuat ekapresi rumit.

"Lupakan Raja Iblis, ini adalah saat aku masih seorang anak kecil yang terlihat seperti goblin dengan beberapa rambut."

Melihat Maou yang akhirnya siap berbicara, Emi menyandarkan punggungnya dan mulai mendengarkan.

"Jauh sebelum kau lahir, dunia iblis adalah tempat yang sangat menyedihkan. Jika dua iblis dari ras yang berbeda bertemu, mereka akan mulai bertarung sampai mati.... Seperti itulah duniaku. Klanku sangatlah lemah sampai-sampai kami bisa saja tertiup jauh hanya karena tiupan kecil, dan kami pun dikalahkan oleh seorang iblis yang tidak bisa menggunakan sihir apapun dan hanya mengandalkan otot daripada otaknya. Ingatan pertama dan terakhir tentang kedua orang tuaku adalah ketika mereka terbaring mati di tanah."

Kisah hidupnya mulai terungkap secara tiba-tiba. Ini sangat sangatlah jauh dari kemunculan Alas Ramus, tapi Emi membiarkan Maou melanjutkan ceritanya tanpa menyelanya.

"Kami kalah dalam pertarungan melawan klan lain, dan klan ku pun dibantai, sementara aku dilempar begitu saja seperti sampah dan menunggu kematian. Tapi di sana ada seseorang yang menyelamatkan iblis kecil kotor yang tak berguna itu."

Maou menatap ke kejauhan dan berbicara dengan nada seperti sedang mengenang sesuatu.

"Itulah saat pertama kalinya aku bertemu dengan malaikat, malaikat dengan sayap paling putih yang pernah aku lihat."

"Daddy, apa itchu?"

"Hmm? Oh! Alas Ramus!! Aku terkesan kau bisa melihatnya. Itu disebut pesawat zeppelin?"

"Pecawat zeppelin?"

Alas Ramus menatap ke arah pesawat zeppelin yang terbang di langit dengan mulut terbuka lebar.

"Sampai di mana tadi??"

"Kau bilang kau diselamatkan oleh seorang malaikat ketika kau hampir mati."

"Oh benar! Well, aku adalah orang yang bodoh seperti goblin, jadi aku mencoba melawannya meskipun aku sedang terluka. Ketika aku memikirkannya sekarang, dia pastilah seorang malaikat dengan pangkat yang tinggi. Aku bahkan sama sekali tidak bisa menyentuhnya, akan tetapi itu tidak seperti dia mencoba untuk membunuhku. Karena aku adalah iblis, aku bisa menyembuhkan lukaku sendiri. Tapi dia terus datang kembali untuk melihat apa yang aku lakukan, dan terus menceritakan cerita-cerita yang sama sekali tidak kupedulikan. Aku mendengarkannya karena aku tidak bisa bergerak, tapi karena hal itulah aku jadi belajar banyak hal yang belum pernah kudengar sebelumnya."

Emi benar-benar terkejut.

Karena dipanggil Raja Iblis Satan, Emi selalu beranggapan kalau Maou lahir dari garis keturunan keluarga iblis tingkat tinggi (anggap saja garis keturunan iblis itu benar-benar ada) dan begitulah caranya posisi raja diserahkan padanya.

"Well, lukaku saat itu benar-benar parah, jadi butuh waktu sebelum aku bisa bergerak kembali. Tapi akhirnya pemikiran kalau malaikat ini tidak mencoba membunuhku muncul di kepalaku. Karena dia selalu menceritakan hal-hal yang tidak kuketahui, aku juga belajar banyak dari hal itu. Semakin aku mendengarkannya, aku mulai mengerti betapa anehnya seorang malaikat yang menyelamatkan seorang iblis. Jadi suatu hari aku bertanya kenapa dia menyelamatkanku."

".... Daaaaan?"

".... Jangan tertawa. Jika kau tertawa, aku tidak akan menyelesaikan ceritaku."

Untuk beberapa alasan Maou memutus kontak mata dengan Emi seperti merasa malu.

".... Dia bilang karena aku menangis."

"Huh?"

"Dia bilang itu pertama kalinya dia melihat iblis menangis, jadi dia tidak bisa meninggalkanku sendiri."

Emi tidak bisa membayangkan kenapa seorang iblis menangis, dan kemudian dia menyadari dia juga tidak tahu apa-apa mengenai bagaimana kehidupan iblis.

"Jadi kenapa kau menangis?"

Maou heran mendengar pertanyaan Emi, tapi setelah melihat Emi tidak menertawakannya, dia kemudian menjawabnya jujur dengan ekspresi pahit.

"Well, ada banyak alasannya. Aku bilang hal yang sama sebelumnya, itu bukan karena aku sedih melihat orang tua atau orang-orang yang kusayangi mati. Terus terang saja, aku pikir itu karena hal-hal seperti betapa mudah dan tak berartinya aku akan mati, dan juga betapa menyedihkannya hal itu."

Mungkin karena Maou sedang menceritakan memori pahit dari masa lalunya, dia pun mengalihkan pandangannya dari Emi.

"Ngomong-ngomong, bahkan setelah itu pun, dia tetap datang untuk berbicara denganku, dan aku mendengar banyak sekali cerita. Itu juga kali pertama kalinya aku mempelajari tentang dunia manusia."

"!!"

Maou mengatakannya bahkan tanpa mengedipkan mata, tapi bagi Emi itu adalah hal yang sangat penting.

Alasan Raja Iblis menyerang Ente Isla mungkinkah karena kata-kata malaikat itu?

Tentu saja, tidak ada bukti apakah yang Maou ceritakan itu benar adanya. Akan tetapi, jika itu benar, dunia sudah benar-benar terbalik.

"Dan dia.... Dia punya kristal yang berasal dari malaikat itu, kristal yang ditinggalkan oleh malaikat itu ketika dia menghilang. Itu adalah kristal yang cantik, berwarna ungu dan berbentuk seperti bulan sabit."

"Berhentii.. Aku mau liaatt!!"

Protes Alas Ramus ketika dia tiba-tiba digendong oleh Maou.

Tidak ada apa-apa di dahinya, tapi mungkinkah tanda berbentuk bulan sabit di dahinya itu adalah perwujudan dari kristal itu.

"Jika kau ingin belajar lebih banyak lagi tentang dunia, tanam bibit ini dan rawatlah. Lakukan yang terbaik, wahai Raja Iblis Satan."

"Apa?"

"... Itu adalah catatan yang dia tinggalkan. Menulis adalah salah satu keahlian berharga yang aku dapatkan darinya, cara berkomunikasi selain melalui teriakan dan kekerasan. Aku akan meringkasnya dan melewatkan bagian di mana aku tumbuh dan menghabiskan dua ratus tahun untuk mengubah dunia penuh pertarungan menjadi masyarakat iblis yang lebih baik, tapi tanpa pengetahuan yang aku terima darinya, tak mungkin hal-hal itu bisa terwujud. Itulah sebabnya kenapa aku menanam bibit bulan sabit itu. Kupikir itu entah bagaimana bisa jadi keuntungan buatku, meskipun aku sama sekali tidak tahu apa itu. Well, aku memang diberitahu untuk menanamnya, tapi aku benar-benar terkejut ketika sebuah tanaman benar-benar tumbuh dari kristal seperti itu."

Maou sepertinya sedang menatap masa lalu yang tidak terlalu jauh. Kastil Raja Iblis yang seseungguhnya dibangun di mana kota perdagangan di benua utama berada, di Isla Centrum. Itu adalah simbol dari revolusi dunia iblis.

Melihat dunia lain selain dunia iblis, Raja Iblis Satan menanam kristal ungu berbentuk bulan sabit itu dengan harapan kristal itu akan mulai tumbuh di dalam pot yang menghadap ke langit di belakang ruang tahta Raja Iblis, di mana tidak seorangpun diizinkan untuk masuk.

"Aku tidak menjadi Raja Iblis karena aku dilahirkan untuk itu. Nama Satan sangatlah umum di sana seperti halnya Cerberus yang berkeliaran, dan akhirnya itu menjadi namaku. Nama Satan berasal dari legenda Raja Iblis yang sudah ada bahkan sebelum legenda tentang surga, meskipun aku tidak tahu bagaimana legenda seperti itu bisa bertahan di dunia iblis yang gila. Aku juga tidak tahu kenapa dia memanggilku raja iblis yang agung, tapi kau bisa bilang kalau dari situlah semuanya berawal, dan awal benda ini."

Maou menepuk pelan kepala Alas Ramus, tapi Alas Ramus masih ingin melihat keluar, jadi dia melarikan diri  dari tangan Maou dan kembali menempel pada jendela gondola.

"Well, kurang lebih itulah alasannya. Karena aku yang menanam kristal ungu yang akhirnya menjadi Alas Ramus, kurasa aku ini benar-benar seperti ayah baginya."

"... Lalu, berarti malaikat itu adalah......"

"Logikanya, kurasa kau memang akan berkata seperti itu. Tapi ketika aku mendapatkannya dari malaikat itu, dia hanyalah sebuah kristal berwarna ungu, aku tidak tahu kalau dia punya kesadaran."

Ketika Emi mendengarkan Maou, sebuah perasaan gembira dan suatu firasat muncul di hatinya, yang menyebabkan Emi berkeringat dingin. Kemudian dia bertanya....

"Siapa malaikat itu?"

Lailah, yang menghilang dari tempat Emerada. Wanita berbaju putih yang tahu identitas Alas Ramus. Malaikat yang memberikan sebuah kristal yang akhirnya menjadi Alas Ramus ke seorang iblis muda yang nantinya menjadi Raja Iblis. Dan Alas Ramus yang lahir dari kristal itu menganggap Emi sebagai ibunya.

Mungkinkah??

Sebuah badai kegembiraan dan sebuah firasat buruk berkecamuk di hati Emi.

Seperti merasakan pergolakan di hati Emi, Maou berhenti sejenak dan berkata...

"Dia bukan orang yang kau kenal."

Badai di dalam hati Emi menghilang sebelum badai tersebut mencapai puncaknya.

".... Kau tidak mencoba menyembunyikannya dariku kan?"

"Tidak.. Dia bukanlah malaikat terkenal yang bisa kau temukan di Alkitab. Tapi ngomong-ngomong, bagaimana Alas Ramus kembali normal? Kau tahu sesuatu kan?"

Tak peduli bagaimanapun kau melihatnya, Maou jelas terlihat menyembunyikan sesuatu. Tapi karena Emi tidak akan dapat apa-apa karena tahu lebih banyak lagi mengenai masa lalu Maou, dia menjawab dengan jujur.

"Seorang wanita berbaju putihlah yang telah menyembuhkannya, hanya dengan meletakkan tangannya di kepala Alas Ramus."

"... Apa-apaan itu?? Apa dia bagian dari suatu agama?"

Maou sepertinya tidak melihat wanita itu, Emi mulai merasa sedikit terganggu.

"Tidak, dia bukanlah anggota suatu agama ataupun sejenisnya!! Apa kau benar-benar tidak melihatnya ketika kau kembali? Setelah cincinnya mulai bercahaya, Alas Ramus langsung kembali normal, seolah-olah dia terbangun dari mimpinya."

"Aku bilang, aku tidak melihatnya!! Dan memangnya seperti apa cincin itu?"

"Itu adalah cincin biasa. Kupikir ada sebuah permata di atasnya...."

"... Sepertinya itu bukan cincin biasa."

Kepala Maou mulai terasa sakit, karena perubahan sikap Emi yang terjadi kadang kala.

"Apa ada yang lain di sana??"

"Aku tidak punya waktu melihat-lihat lagi karena ada beberapa orang bodoh yang tidak bisa membaca suasana berlari ke arahku sambil berteriak."

"Hey!!"

"Dan dia bilang sesuatu mengenai Gabriel dan pasukan malaikatnya, dan juga Yesod?? Sebuah fragmen atau apalah yang - ow!!"

Maou tidak bisa menghentikan dirinya untuk tidak melayangkan sebuh pukulan kepada Emi melalui topinya.

"Kau pikir apa yang kau lakukan?? Akan kupotong-potong kau!!"

Emi terlihat sangat bernafsu untuk balas dendam, akan tetapi Maou juga tidak diam begitu saja.

"Apa kau benar-benar mantan kesatria dari gereja?? Dasar anak zaman sekarang!! Sesekali belajarlah mengenai dunia!!"

Maou tiba-tiba meninggikan suaranya, lalu mengangkat kepalanya dan sedikit membungkuk.

"Yesod... Yesod?? Jadi begitu ya? Sialan!! Apa yang malaikat itu pikirkan, memberikan sesuatu seperti itu kepadaku? Jadi yang selama ini terjadi...."

"Ap-apa?? Apa yang kau bicarakan?"

"Ketika kita kembali nanti, Suzuno pasti tertawa melihat betapa bodohnya kau ini."

"Apaaa??"

"Dengar, Yesod adalah....."

"Apa.. Daddy??"

Alas Ramus tiba-tiba mengalihkan peerhatiannya kepada Maou sebagai respon dari dari kata 'Yesod' yang diucapkannya.

"Huh?"

Emi memiringkan kepalanya, tidak tahu kenapa Alas Ramus langsung menanggapi kata-kata tersebut, sementara Maou menjawabnya dengan ekspresi yang terlihat seperti gabungan antara yakin dan putus asa.

"Hey, Alas Ramus."

"Ada apa daddy??"

"Apa ini?"

Maou menunjuk balon berwarna merah, Alas Ramus menjawabnya tanpa ragu.

"Ge'ura."

"Ini?"

Dia lalu menunjuk balon berwarna kuning tua yang menyerupai bunga Kerria Jepang.

"Tiferez."

"Bagaimana kalau yang kuning terang ini?"

"Malkoo, temankuu.."

"Dan yang putih ini??"

"Keteeh."

"Ap-apa yang dia katakan?"

Emi merasa bingung karena kata-kata yang tidak pernah dia dengar sebelumnya.

"Lalu yang ini?"

Tanya Maou, sambil mengambil sebuah balon yang berwarna ungu.

"Yesod. Itu akuu."

"... Begitu ya? Kau sangat pintar, kau bahkan hampir bisa mengejanya dengan benar."

"Pintar? Ehehehe...."

Akhirnya gondola hampir sampai pada akhir putarannya, Emi mengedipkan matanya seketika, karena sinar matahari yang menyinari Tokyo Big Egg Town dari arah barat.

"Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, tapi.... Alas Ramus mungkin adalah bentuk kehidupan yang lebih menakjubkan daripada iblis ataupun malaikat."

"Huh?"

"Gevurah, Tiferet, Malchut, Keter, dan Yesod. Mereka adalah nama-nama dari Sefirot, batu permata dari 'Pohon Kehidupan' yang membentuk dunia. Alas Ramus.... mungkin adalah inkarnasi dari Yezod."

Sementara Maou, Ashiya dan yang lainnya berada di dalam gondola, Chiho terduduk di sebuah bangku, terdiam menghabiskan waktunya dengan kesal.

Sekarang saat dia sedang sendiri dan bisa menilai situasinya dengan lebih bijaksana, dia sadar kalau dia tidak punya hak untuk protes terhadap Rika.

Chiho mungkin punya alasan yang masuk akal meminjamkan ponselnya kepada Ashiya, jika terjadi sesuatu pada Maou. Tapi pada akhirnya dia sadar kalau dia hanya merasa cemburu melihat Emi berpura-pura menikah dengan Maou.

"Maou-san bilang kalau dia percaya padaku, tapi aku....."

Chiho merasa bersalah kepada Maou dan Emi karena mengkhianati kepercayaan Maou.

Semakin dan semakin dia memikirkannya, dia hanya merasa semakin malu lagi.

"Maou-san..... Maafkan aku...."

Rasa khawatir dan cemburu yang berlebihan, mendorong Chiho untuk melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dia lakukan. Dia berdiri dan berjalan menuruni tangga tanpa menunggu Ashiya dan Rika.

Tidak lama setelah Chiho pergi, Maou, Emi, dan Alas Ramus keluar dari gondola mereka.

"Pheeew.. Benar-benar panas di luar sini."

"Mufuuu."

Maou dan Alas Ramus mengeluh ketika mereka sekali lagi terkena panas sinar matahari setelah didinginkan sebentar di dalam gondola.

Emi keluar dari gondola setelah Maou dan Alas Ramus.

"Terima kasih sudah naik wahananyaaaa.. Foto kalian sudah siaaaaap!"

Mereka menoleh ke asal suara yang memanggil mereka saat mereka keluar dari gondola. Foto yang diambil sebelum mereka menaiki gondola telah dicetak dan dimasukkan ke dalam sebuah bingkai.

"Ooohh!!"

".. Jelek sekali ekspresinya."

Alas Ramus berpindah ke tengah-tengah mereka untuk melihat gambar dirinya di dalam foto itu, matanya berbinar-binar seperti bintang. Sementara Emi hanya mengerutkan dahinya ketika melihat dirinya yang di foto dengan ekspresi seperti baru saja digigit oleh serangga beracun.

"Ini sekalian dengan bingkainya, dan kau bisa menulis pesanmu sendiri. Harganya seribu yen. Kami bisa mencetaknya lagi kalau kau mau."

"Huh? Ini tidak gratis?" 

Kata-kata Maou keluar begitu saja, dan Emi pun menghadiahinya dengan sebuah tamparan di belakang kepalanya.

"Ugghh!! Seribu yen...."

"Daddy, daddy, ini, ini!!"

Alas Ramus tentu saja ingin mempunyai salinan foto itu. Akan tetapi, berdasarkan harga foto, bingkai dan tintanya, berapa banyak kenaikan harga yang ditambahkan untuk membuatnya genap seribu yen?

"... Satu foto saja, tolong!!"

Mengejutkannya, Emi dengan cepat mengambil keputusan, membayar seribu yen, dan langsung mengambil foto itu. Dia lalu menyerahkan foto itu kepada Alas Ramus.

"Waaah!!"

Alas Ramus pun membuka bingkainya, dia melihat foto Maou yang tersenyum aneh, Emi yang menatap dengan sinis, dan juga dirinya yang berteriak gembira.

"He-hey apa kau yakin soal ini?"

"Jangan pelit cuma karena seribu yen. Kau benar-benar tidak mendahulukan prioritasmu ya? Bukankah ini foto pertamanya?"

"Iy-iya sih, tapi...."

"Dan aku tegaskan ini!! Ketika Emm dan Al datang, jangan berani-beraninya kau menunjukan ini pada mereka. Aku juga punya reputasi untuk dijaga!"

"Jadi tidak apa-apa menunjukan ini kepada Ashiya, Suzuno, dan Chii-chan?"

"Apa untungnya menyembunyikan ini dari mereka? Tapi rahasiakan ini dari Lucifer."

"... Bagaimana aku bisa melakukannya?"

Maou membuat senyum terpaksa mendengar permintaan konyol dari Emi, lalu dia mendekat ke Alas Ramus, dan berkata.

"Ayo Alas Ramus, bilang terima kasih pada mommy."

"Telima kasih, mommy."

Wajah Emi memerah ketika mendengar suara keras Alas Ramus yang bisa terdengar oleh siapapun yang berada di pintu masuk gondola.

"A-a-aku ini ibumu, jadi tentu saja aku akan melakukan itu untukmu!! Aku harus melakukan ini karena ayahmu tidak tahu mana yang lebih baik."

Emi mengatakan alasan yang sama sekali tidak masuk akal, tapi memang benar bahwasannya Emi hanya ingin melakukan sesuatu untuk Alas Ramus, dan tidak ada kaitannya dengan Maou.

"Ay-ayo pergi!!"

Emi menyembunyikan wajahnya dan dengan cepat berjalan menuruni tangga, Maou dan Alas Ramus pun mengikutinya.

Dan tepat di saat itu...

"Tunggu sebentar Emi, aku dapat telepon."

"Huh? ... Oh aku juga, Alas Ramus tunggu disini ya!"

Maou dan Emi mendapatkan panggilan telepon di waktu yang bersamaan, dari Urushihara dan Suzuno secara berturut-turut.


XxxxX


"Kita kehilangan jejak mereka!"

Ashiya panik ketika dia melihat ke sekitar pintu masuk gondola, dan tidak ada siapa-siapa di sana.

Karena dia dan Rika hanya berada di dua gondola di belakang mereka, Maou dan lainnya seharusnya hanya beberapa menit di depan mereka.

Mereka berlari menuruni tangga menuju lantai bagian perbelanjaan dan melihat ke bawah dari situ, tapi mereka tidak bisa menemukan Maou ataupun Emi.

"Ak-aku penasaran ke mana perginya Chiho-chan...?"

Dia baru saja berada di dalam gondola ber-AC, tapi wajah Rika terlihat begitu kepanasan.

"Mungkin Chiho-chan mengikuti mereka.... Ap-apa yang akan kita lakukan, Ashiya-san?"

Ini sama sekali tidak bagus, jika mereka tidak segera menemukan Emi atau Chiho, Rika harus terpaksa berduaan dengan Ashiya.

".. Meskipun aku ingin melakukan sesuatu.. Tapi aku tidak punya cara untuk menghubungi mereka."

"Huh??"

"Aku tidak punya ponsel."

"Apa?? Serius??"

Setelah akhirnya keluar dari gondola yang terkunci, Rika akhirnya kembali ke dirinya yang biasa.

"Aku berencana meminjam ponsel milik Sasaki-san jika aku sedang butuh... Tapi kalau begini....."

Sekarang memang sudah hampir sore, tapi masih ada kerumunan orang di sekitar mereka. Mencari Maou dan Emi sama saja dengan mencari jarum di dalam tumpukan jerami.

"... Okelah kalau begitu. Well, ini mungkin agak tidak benar, tapi..."

"Rika mengambil ponselnya dan menelepon nomor Emi.

"Oh, hello!! Hey Emi?"

Ashiya hampir berteriak melihat tindakan ceroboh Rika yang menelepon Emi secara tiba-tiba, tapi Rika meletakkan jarinya di depan mulutnya untuk menyuruh Ashiya tetap diam. Ashiya pun menurutinya, karena dia tidak punya pilihan lain.

"Hmm? Oh, tidak ada apa-apa kok, aku hanya penasaran apakah kencanmu dengan Maou-san berjalan lancar..... Ahahaha maaf maaf. Ini untuk gadis kecil itu kan? Apa aku menelepon di saat yang kurang tepat? Apa kalian sedang makan... Huh?"

Rika menggoda Emi untuk mencari tahu sedang berada di mana dia, tapi dia mendapatkan jawaban yang tak terduga.

"Kau sudah dalam perjalanan pulang?"

"Apa?"

Ashiya juga begitu terkejut, tapi Rika mencoba agar rasa terkejutnya tidak terdengar dari suaranya.

"Oohh!! Aku paham!! Gadis kecil itu sudah capek ya? Yeah, yeah, oke. Jika dia sudah bersenang-senang, itu bagus sekali. Oh, kau menuju stasiun kereta? Oke, aku paham. Maaf meneleponmu tiba-tiba, hati-hati sampai di rumah, ya? Yeaahh okay..... Dan itulah yang terjadi."

Rika menutup teleponnya dan melapor kepada Ashiya.

"Jadi mereka sudah pulang ya... Ugh... Aku mengerti."

"Kalau begitu, tidak ada gunanya terus berada di sini kan? Sasaki-san juga mungkin sudah pulang."

"Aku tidak tahu kalau dia, aku benar-benar merasa tidak enak soal ini... Ketika kau bertemu dengannya lagi, maukah kau menyampaikan permintaan maafku padanya?"

"Tentu saja. Oh aku juga harus segera pulang. Terima kasih untuk hari ini."

"Oh, um tunggu!!"

Ashiya hampir mulai berlari untuk mengejar Maou dan yang lainnya, tapi Rika mengehentikannya tanpa pikir panjang.

Meskipun Rika sudah menghentikannya, dia belum memikirkan apa yang sebenarnya ingin dia katakan, dan hanya diam untuk beberapa saat.

"Um, uh, benar! Um ini."

Rika mengambil sebuah buku catatan kecil dari dalam tasnya, menyobek satu kertas darinya, lalu dengan cepat menulis sesuatu di atasnya dan menyerahkannya kepada Ashiya.

"Apa ini... nomor telepon?"

"It.... Itu nomor Hpku."

"Nomor Hpmu?"

Ashiya bertanya dan dengan seksama memeriksa kertas yang diberikan kepadanya.

"Itu untuk um, jika sesuatu terjadi, kau mungkin bisa meneleponku, dan mungkin aku bisa membantumu."

Meskipun Rika tidak tahu apa yang dia maksud dengan 'jika sesuatu terjadi', tapi dia harus memecah keheningan yang entah bagaimana membuat suasana canggung yang tak tertahankan ini.

"Begitu ya?... Tentu saja. Dan bolehkah aku meminta bantuanmu lagi?"

".. Huh?"

Ashiya menyetujui hal yang Rika katakan dalam keadaan panik.

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku tidak punya HP, jika sesuatu terjadi, aku akan meneleponmu dari HP Maou---"

Ashiya mengehentikan kalimatnya dan terlihat seperti mengingat sesuatu, kemudian dia menggelengkan kepalanya. Normalnya, semua panggilan keluar dari Kastil Raja Iblis itu melalui ponsel Maou, tapi Ashiya pikir bukan ide yang bagus memberikan nomor tuannya kepada orang lain.

"Tidak... Aku belajar pelajaran yang berharga hari ini. Bahkan jika ini membuat pengeluaran kami membengkak, aku pasti akan membeli sebuah ponsel. Bisakah kau membantuku untuk membelinya?"

Wajah Rika seketika memerah.

"Suzuki-san, kau bekerja di perusahaan yang memproduksi HP kan? Aku tidak tahu apakah aku akan membeli HP dari perusaan di mana kau bekerja atau tidak, tapi jika kau tidak keberatan, bantuanmu dalam membantuku memilih HP akan sangat aku hargai."

Begitu Rika kembali normal, dia mengangguk dengan berlebihan, seolah bisa terjatuh karenanya.

"Terima kasih, baiklah, aku akan menghubungimu dalam waktu dekat ini, dan itu mungkin menggunakan telepon umum."

"Tentu...."

"Baiklah, kalau begitu, aku permisi dulu."

Setelah berterima kasih, Ashiya mulai berlari menuju stasiun Kourakuen.

"Tidak mungkin... Apa... Apa yang sudah kulakukan?"

Sementara itu, Rika tidak bergerak dari tempat dia berdiri, bahkan setelah Ashiya lama pergi.

"Apa yang kulakukan... Apa yang kulakukan... Apa yang kulakukan?"

Akhirnya, dia mulai berjalan dengan gemetar menuju stasiun Suidoubashi, arah yang berlawanan dengan Ashiya.


---End Of Chapter 3---





Translated by : Me [Zhi End]
Previous
Next Post »
1 Komentar
avatar

Keren, lanjutkan min.. fighting!

Balas