Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu (WN) Arc 4 - Chapter 36 Bahasa Indonesia

[Translate] Re:Zero Arc 4 - Chapter 36 : Di Akhir Kebingungan


Baca Re:Zero Kara Hajimeru Isekai Seikatsu Arc 4 Bahasa Indonesia


Chapter 36 : Di Akhir Kebingungan.

…..Momen ketika dia dilempar dari pintu, Subaru merasa tak punya bobot seolah langit dan bumi telah dibalik.

“..... Ooooguaah!?”

Rasa sakit dari punggungnya yang menghantam tanah merenggut seluruh udara yang ada di paru-parunya dan menyebabkan tenggorokannya terengah-engah. Terbawa oleh momentumnya, Subaru jatuh berguling di sepanjang lantai dan terhenti setelah menabrak dinding. Menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan sensasi terlempar, kebingungan akibat rasa sakit yang ia rasakan, Subaru mengangkat wajahnya dan membuka matanya.

“Beatrice.... hg.”

Menyebut nama gadis yang gagal dia panggil saat mereka berpisah, semuanya sudah terlambat sehingga panggilan itu takkan bisa mencapainya.
Saat Door Crossing diaktifkan, jarak yang begitu jauh pun terbentang di antara mereka. Penolakan Betarice sangat tegas dan mendalam, sehingga suara Subaru tak bisa lagi menyentuhnya.

“Kenapa aku.... selalu.....”

Apa benar-benar tak mungkin baginya untuk menyadari kesalahannya sendiri kecuali dengan cara gagal dan memilih pilihan yang paling buruk?
Yang dia inginkan hanyalah mengambil tindakan yang paling optimal menuju masa depan yang paling baik, tapi kenapa dia selalu tak cukup hebat, lemah, dan bodoh?

“Apa yang kau lakukan dengan Kitab itu.... ada apa denganmu....!?”

Keberadaan buku berjilid hitam di tangannya, Kitab Pemuja Penyihir, dengan tegas membuka jarak di antara mereka.
Sampai di sini, terlepas dari sedikitnya waktu yang dia habiskan bersama Beatrice, Subaru yakin ada 'Sesuatu' di antara mereka.
Meski mereka selalu saling ejek, menunjukan ketidaksenangannya ketika melihat satu sama lain, Subaru yakin selama 'Sesuatu' itu ada, takkan pernah ada akhir bagi mereka.

Tapi itu hanya anggapan semata. Hanya sebuah kesombongan. Kesalahpahaman yang sangat parah.
Keyakinan Subaru tak lebih dari hasil kepuasan dirinya sendiri, dan Beatrice tidak pernah punya perasaan apapun terhadapnya kecuali makna harfiah dari kata-katanya. Dia hanya semata-mata mengikuti perintah Kitab, dia berhubungan dengan Subaru hanya untuk memenuhi tujuannya. Sementara di hatinya, dia tak peduli, atah bahkan membenci Subaru.

“....apa benar begitu?”

Ikatan yang Subaru pikir ada, ternyata dianggap tidak ada, dan kesempatannya untuk menyangkal hal itu dihentikan oleh amarah Beatrice.
Seperti yang Subaru bayangkan, hubungan mereka dipastikan palsu. Beatrice tak pernah sedikitpun tergerak oleh keberadaan Subaru, dan hanya ada rasa butuh di balik semua tindakannya.

“Setiap kali kau tersenyum, marah, ataupun saat melindungiku.... apa mereka semua hanya kebohongan yang tertulis dalam naskah...?”

Bagaimana mungkin, hati kecil Subaru masih menyangkalnya. Di saat-saat terakhir tadi, suara isakan Beatrice ketika mereka berpisah melukis sebuah kabut buram di atas kebenaran kata-katanya.
Apapun alasannya, masih terlalu awal bagi Subaru untuk sampai pada keputusan itu.

“Siapa yang peduli jika itu tertulis dalam sebuah buku, apa yang kuingat adalah kau menyelamatkanku.... tak ada yang bisa merubah fakta itu. Itu adalah hutang yang hanya bisa diingat olehku.”

Dalam pengulangan yang dimulai di mansion, berkali-kali Subaru telah diselamatkan oleh Betarice.
Ada saat-saat ketika dia berkeliaran di dalam Perpustakaan Terlarang untuk merenung setelah mengalami Return By Death, ada saat-saat pula di mana Beatrice menyelamatkannya ketika dia dikotori oleh kutukan Mabeast. Dan, di dunia di mana dia membiarkan Rem mati, ketika dia diburu oleh Ram dan Roswaal, Beatrice melangkah begitu jauh melewati kontrak verbal mereka untuk melindungi Subaru.
Bahkan jika hutang besar itu tidak lagi ada di dunia ini, hal itu masih ada di hati Subaru.

“Waktu itu.... aku senang.”

Bahkan ketika dia yakin kalau tak ada seorangpun di pihaknya, Beatrice menyelamatkan Subaru.
Ketika dia pikir Rem dan Ram adalah musuhnya, ketika dia tidak bisa memahami tujuan Roswaal, dan bahkan ketika dia merasa begitu rusak karena Emilia tidak mempercayainya sepenuhnya, Beatrice menyelamatkannya sendirian.
Seberapa jauh kontrak sementara itu sudah menyelamatkan Subaru, tak bisa lagi diungkapkan oleh kata-kata, dan itu adalah kebaikan yang tidak pernah bisa Subaru balas.

“Aku pasti akan membayar hutang itu. Aku tidak tahu apa kau melakukan semua itu untukku atas keinginanmu sendiri ataukah kau mengikuti keinginan buku itu.... tapi aku pasti akan mengetahuinya.”

Mustahil Subaru bisa bertanya pada Beatrice sekarang setelah dia menolaknya dengan begitu tegas. Jadi, karena tekadnya sudah tak punya makna lagi di dunia ini, semuanya akan ia bawa menuju ke dunia selanjutnya.

Dia mengangkat tangan kanannya. Tangan kehilangan tiga jarinya. Bahu dan pinggangnya sakit. Kepalanya terbentur. Lidahnya sedikit memendek. Setiap rasa sakit yang menyiksa tubuhnya mustahil untuk bisa dilupakan. 
Dia melihat Rem di balik kelopak matanya yang tertutup. Dan petra. Dan Frederica. Dan Beatrice, punggung mereka menghadap ke arah Subaru. Dan terakhir, ada Emilia.

….. Semua yang gagal Subaru genggam karena kesalahannya sendiri di dunia ini.

Agar bisa mendapatkan kembali apa yang telah hilang, dia akan melakukan apa yang harus dia lakukan. Melanjutkan apa yang telah Beatrice hentikan dan sekali lagi menyelam ke dalam putaran tersebut,

“.......”

Subaru menjulurkan lidahnya yang telah memendek dan mengumpulkan tekad untuk menggigitnya sekali lagi.
Namun, memikirkan aksi bunuh dirinya yang gagal, hal itu membangkitkan kembali penderitaan Subaru dan menyelimutinya dengan rasa takut. Keraguan muncul, kakinya mulai gemetar. Permainan kata-kata seperti 'tekad', sama sekali tak berguna ketika dihadapkan dengan sebuah akhir.
Menahan emosi negatif tersebut, mengalahkan rasa takut akan kematian, dan berharap bisa kembali ke waktu di mana dia masih bisa memperbaiki semuanya, Subaru menutup matanya bersiap mengahadapi saat-saat terakhir....

“.... di mana….. ini??”

Lalu dia sadar, tempat di mana Door Crossing membuangnya adalah tempat yang belum pernah dia lihat.


XxxxX


Bagi Subaru, ini adalah tempat asing yang benar-benar berbeda dengan mansion Roswaal.
Lempengan batu yang lembab, dinding kotor yang ditutupi tanaman rambat. Meja yang ditata secara acak dengan peralatan logam berkarat yang tersebar di atasnya membuat rasa gelisah muncul hanya dengan melihatnya saja.
Dan, di atas segalanya...

"Uu....!?"

Terdapat bau busuk yang sangat menyengat, yang mana ketika Subaru menyadarinya, hal itu takkan bisa lepas dari pikirannya.
Bau itu berbeda dengan bau busuk dari limbah organik, tapi tak ada cara lain untuk menggambarkannya selain sebagai bau busuk yang memberinya keinginan untuk muntah. Dengan cepat menutupi mulutnya, perut kosong Subaru memuntahkan seluruh cairannya.
Melihat empedu perut berwarna kuning yang tersebar di atas lantai, terangah-engah, Subaru memperhatikan sekelilingnya. Semakin dia melihatnya, semakin aneh ruangan ini kelihatannya.

Sebuah ruangan gelap yang dipenuhi lempengan batu, luasnya sekitar dua kali area ruang tamu mansion Roswaal. Ruangan ini tidak cukup besar untuk disebut luas, tapi juga tidak bisa disebut sempit.
Tersebar di salah satu sudut ruangan adalah meja dengan berbagai peralatan berserakan di atasnya, dan berseberangan dengan meja-meja tersebut.... mengisi sebagian besar luas ruangan itu adalah,

"Meja yang rusak... dan kristal....? Kristal atau pecahan mineral sihir ya? Dan lubang ini...."

Melihat tanah di hadapannya, banyak bangkai meja rusak dan kristal sihir yang sudah tidak aktif berserakan di atas lantai, dan semakin jauh ke depan, ada sebuah lubang luas berdiameter sekitar 4 meter. Dengan tidak adanya pencahayaan yang cukup, mustahil untuk mengukur kedalaman sebenarnya lubang tersebut.

Jika mendongak ke atas, dia akan melihat cahaya biru pucat yang terpancar dari lumut di dinding. Seperti lumut yang ada di hutan, mereka menyerap Mana dari armosfer sebagai bahan bakar untuk cahaya mereka. Hutan yang ada di sekeliling mansion bisa lepas dari kegelapan mutlak malam karena cahaya dari lumut-lumut tersebut dibarengi cahaya bintang.

Merasakan jalan yang dia lewati  berkat cahaya lumut tersebut, menahan sensasi tidak menyenangkan dari kelembaban yang membasahi celananya dan lendir lengket di telapak tanganya, Subaru mengintip ke dalam lubang itu.
Angin dingin nan senyap menyapu dari bawah, membawa bau yang memutarbalikkan hidung.... tidak, lebih tepatnya melumpuhkan hidung, bersamanya.

"Uu... Pugh. Tidak berani melihat ke dalam adalah pilihan yang tepat. Huh.... bau apa ini?"

Jika itu adalah bau dari sesuatu yang memiliki kehidupan, imajinasi Subaru mungkin sudah berpikiran yang tidak-tidak. Tapi ini adalah sesuatu yang berbeda dari bau daging busuk, dan lebih condong ke bau bahan kimia yang kuat.
Seperti sensasi saat sedang mengendus obat-obatan, syok yang begitu menyakitkan menyentak hidung Subaru. Bau yang berasal dasar lubang ini benar-benar tidak seperti makhluk hidup manapun.

".... sesuatu yang lain."

Secara fisik dan mental tidak ingin memeriksa dasar lubang tersebut, Subaru mengusap hidungnya dan sengaja bernapas melalui mulut saat dia melihat ke sekeliling ruangan.
Hal pertama yang dilihat matanya adalah bangkai meja dan kristal-kristal sihir yang berserakan. Meja-meja logam sepertinya dihancurkan oleh suatu hantaman yang begitu kuat, dan kristal sihir tersebut nampaknya bertumpuk di atasnya sebelum itu. Perlahan membalik salah satu meja yang terkoyak itu, Subaru menemukan berbagai macam pola yang terukir di atasnya.

"Terlihat seperti.... sejenis lingkaran sihir..."

Lingkaran sihir seperti ini sebenarnya cukup sering muncul dalam Dunia Alternatif genre Fantasi, tapi Subaru tidak ingat pernah melihat sesuatu yang mirip semenjak datang ke dunia ini. Pada dasarnya, sihir di dunia ini melewati tubuh makhluk hidup untuk berbaur dengan dunia luar, dan selain lampu sihir dan Metia, Subaru belum pernah melihat pengecualian apapun.
Karena itulah, dia cukup terkejut menemukan lingkaran sihir di sini, tapi,

"Sebenarnya, apa benda ini berfungsi? Jika iya... kenapa mereka meninggalkan lingkaran sihir di tempat seperti ini....."

Mungkinkah sihir tidak bisa diaktifkan secara langsung di sini, dan benda itu dimaksudkan untuk penggunaan fungsi jarak jauh? Atau mungkinkah ini semacam sistem untuk menjalankan sihir secara terus menerus tanpa harus ada perapalnya?

"Kalau benar begitu, itu akan menjelaskan kenapa ada banyak kristal sihir di sebelahnya."

Setelah kristal sihir yang menjadi sumber energinya habis, lingkaran sihir pun kehilangan kekuatannya.... itulah penjelasan yang paling masuk akal di sini. Namun, meski telah sampai pada kesimpulan itu, apa yang masih tidak Subaru pahami adalah tujuan asli adanya lubang itu dan meja-meja yang rusak. Dia juga tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa ruang ini didesain untuk meledak jika mantra diganggu.
Terlepas dari semua itu,

"Pada akhirnya, aku masih tidak tahu di mana ini...."

Sebuah lubang gelap yang nampak tak berujung. Sebuah lingkaran sihir yang dipakai untuk mengaktifkan suatu jenis mantra, dan dikelilingi oleh kristal sihir. Melihat ke seluruh ruangan busuk ini, dia melihat satu lagi meja yang terbalik di pojok ruangan... dan mengambil salah satu logam berkarat yang ada di sebelahnya.
Menyerupai sebuah tang atau catut, benda itu nampak seperti peralatan yang biasa digunakan untuk membuat model plastik. Benda itu dipenuhi dengan lendir yang sama seperti yang tersebar di sepanjang lantai, dan yang lebih penting lagi, mungkin karena saking lamanya tidak digunakan, benda itu hancur menjadi debu setelah disentuh oleh tangan Subaru.

Tidak hanya peralatannya, meja pun juga berada dalam kondisi yang sama. Setelah tahun demi tahun, kakinya yang bengkok, rusak hingga hampir menjadi debu, dan ketika Subaru sedikit menginjak meja tersebut dengan kakinya, meja itu seketika kehilangan bentuk dan berubah menjadi bubuk besi.
Tak ada informasi lain yang bisa didapatkan selain itu. Tapi jika ada satu hal yang tidak bisa dia hilangkan dari kepalanya, maka itu adalah,

"Cara benda ini hancur dan timing-nya, benar-benar berbeda dengan meja yang ada di depan lubang..."

Tidak seperti meja yang rapuh seiring berjalannya waktu sebelum akhirnya hancur, meja yang ada di samping lubang jelas-jelas dihantam oleh suatu kekuatan penghancur. Dan, menilai dari tanah di bawahnya, kerusakan itu terjadi belum lama ini... mungkin itu terjadi beberapa hari yang lalu.

"Sebuah ruang dihancurkan... oleh siapa, dan kenapa?"

Menggumamkan pertanyaan tersebut, Subaru tiba-tiba sadar kalau pemikiran ini rasanya agak konyol.
Apa gunanya menanyakan hal itu? Itu bukanlah pertanyaan yang bisa dijawab hanya dengan berpikir, dan yang lebih penting lagi, masalah yang harus Subaru hadapi sudah melebihi apa yang bisa dibawa oleh tangannya. 
Subaru tidak boleh membiarkan dirinya terbebani oleh masalah-masalah kecil di antara berbagai masalah besar yang mana hanya akan membuat kehancurannya menjadi semakin cepat. Terlebih, pengalihan perhatian ini tak lebih dari cara untuk mengulur-ulur penderitaan sebelum aksi bunuh dirinya yang tertunda.

Namun, bahkan setelah menyadari 'Rasa Malu' yang tiada tara itu, dia tidak bisa menjauhkan diri dari keanehan ruangan ini. Dan sekarang, ada sesuatu yang sangat penting di hadapannya...

"......"

Dibimbing oleh sebuah keyakinyan yang tak bisa dijelaskan, Subaru merasa ada jalan baginya untuk maju, memutar kepalanya, dan mencari jalan keluar. Karena dia dibawa ke sini oleh Door Crossing, ruangan ini pasti memiliki pintu yang melemparnya keluar.
Akhirnya, Subaru menemukan pintu yang telah melemparnya ke sini dengan begitu kasar... sebuah tutup terpasang di bagian atas dinding, mungkin digunakan sebagai ventilasi atau semacamnya.

Selain itu, dia tidak melihat hal lain yang bisa disebut pintu keluar. Pintu yang sebenarnya mungkin berada di sisi lain lubang tadi.... di seberang ujung ruangan yang tak bisa dijangkau.

Ketika fakta itu akhirnya tenggelam, Subaru menyerah terhadap ide pergi dari sini dengan cara yang mudah. Mengusapkan keringat dan lendir asing yang menempel di telapak tangannya ke celana, Subaru menahan napasnya ketika dia mengulurkan jari ke arah penutup tadi.

Penutup tersebut berada di ketinggian di mana dia harus berjinjit untuk meraihnya, dan ukurannya persis seperti saluran pembuangan sampah. Meski itu tidak terlalu sempit untuk dilewati satu orang, itu juga tidak begitu mewah sehingga Subaru bisa melewatinya dengan mudah.
Setelah bersusah payah dengan tangan kanannya yang cacat, penutup berkarat itu akhirnya terbuka, dan upaya untuk memasukkan tubuhnya ke dalam terowongan sempit itu pun dimulai. Lebar terowongan itu hanya seukuran pipa ventilasi. Dalam kasus terburuk, dia membayangkan di dalam sana adalah surga bagi serangga dan tikus, tapi tak disangka di sana cukup bersih.... tidak juga sih, tapi setidaknya fakta bahwa lorong berdebu ini bebas dari makhluk hidup adalah sebuah anugerah.

Butuh tiga menit sebelum Subaru bisa melewati terowongan tersebut. Terbiasa merangkak sampai separuh perjalanan, ketika pergerakannya menjadi semakin mulus, dia mendapati dirinya sudah berada di ujung terowongan. Sampai di ruangan yang terhubung oleh terowongan ventilasi, Subaru melompat masuk dan mulai melihat sekelilingnya. Dia sangat berhati-hati untuk memastikan di sini tidak ada lubang lain, tapi,

"Tempat ini memiliki nuansa yang berbeda dari sebelumnya. Dibandingkan dengan ruangan tadi yang terlihat seperti laboratorium, yang ini lebih seperti ruang tunggu."

Hanya berukuran kira-kira separuh dari separuh ruangan tadi, nampaknya ini adalah ruangan yang hanya punya tujuan untuk dilewati. Selain dua pintu yang sulit dicapai, tak ada hal lain di dalam ruangan ini.
Bisa dipastikan, ini adalah ruang yang mirip seperti ruang tunggu.
Akan sangat sempurna kalau di sini ada kopi, meja, dan majalah yang menumpuk di atasnya....

"Menilai dari arah mana aku datang, sisi lain pintu ini seharusnya adalah.... yeah."

Memutar knob dan mendorong pintunya, dia disapa oleh sebuah lubang besar di hadapannya. Melihat situasi mematikan ini, Subaru menghela napas lega dan menutup kembali pintu itu demi kesehatan mentalnya.... Dan, mencium bau busuk yang menyusup masuk ke dalam ruangan, dia menendang dirinya agar tidak terlalu cepat mengambil keputusan.
Kemudian, diam-diam berbalik, kali ini dia menghadapi pintu yang berada di seberang. Di balik pintu itu adalah ruangan asing bagi Subaru, 

"......hg."

Keringat di telapak tangannya yang seharusnya sudah dia bersihkan dan keringat dingin yang menjalari punggungnya kini menjadi tak tertahankan.
Karena dia tidak tahu apa yang ada di balik pintu ini, Subaru hanya bisa membayangkan dan bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.

"Jika.... ini di dalam mansion.... maka..."

Meskipun bisa jadi ini hanyalah ruang lain yang belum pernah dia lihat sebelumnya, mungkin juga saat dia membuka pintu ini, dia akan menemukan Elsa di baliknya. Jika dia bertatap muka dengan pembunuh itu, Subaru tidak yakin dia bisa tetap tenang.

Bahkan dorongan 'Kau harus mati secepatnya' yang mendesak Subaru untuk bunuh diri pun berubah menjadi kebencian yang mendalam menanggapi peringatan tersebut.

Hanya berpikir mungkin orang gila yang pedangnya telah membunuh Petra, Frederica... dan Rem, ada di sana saja, sudah menyiksa pikiran Subaru dengan amarah yang mendidih.
Seperti sebuah kutukan, sebagian diri Subaru berharap dia ada di sana, sementara sisi menyedihkannya yang mendambakan kehidupan, berharap dia tidak ada di sana. Goyah di antara kedua hal itu, mulut Subaru membentuk sebuah seringai jahat.

"......"

Entah dia ada di sana atau tidak, emosi gila ini takkan berkhianat.
Mencapai kesimpulan dengan pikirannya yang sudah tak waras lagi, menghadapi dunia yang terbuka di hadapannya...

"......ah."

Dia menyaksikan pemandangan yang seharusnya tidak ada di sana, dan saat itu juga, Subaru kehilangan dirinya.


XxxxX


….. Pikiran Subaru berhasil mencapai jawaban mengenai di mana tempat asing ini.

Sejak awal, hampir tak satupun ruangan di mansion Roswaal yang belum pernah Subaru masuki, dia bahkan memiliki akses bebas memasuki Perpustakaan Terlarang.... jadi yang tersisa adalah pintu yang hanya dia sentuh dua kali, namun belum pernah ia lihat ujungnya. Itu adalah pintu di dalam Jalur Pengungsian.
Yang pertama, dia dihalangi oleh seekor Roh berbulu abu-abu, dan yang kedua, dia diusir oleh seorang maniak pembunuh. Jadi Subaru belum pernah bisa melewati titik tersebut.
Dan itulah kenapa, meski memiliki rasa ketidakpercayaan terhadap apapun yang menunggu di balik ruangan itu, dia tidak punya keraguan sedikitpun kalau di sana masih merupakan bagian mansion Roswaal, tapi,

“Di mana.... ini?”

Kebingungan, Subaru menggumamkan pertanyaan bodoh itu tidak pada siapapun.
Di balik pintu yang terbuka, apa yang terpampang di hadapan Subaru adalah sebuah jalur bawah tanah yang gelap dan dingin..... atau bukan. Lebih tepatnya itu adalah hutan hijau indah di tengah-tengah alam yang begitu hidup, dan apa yang lebih aneh lagi adalah,

“Sudah, pagi.....?”

Menatap langit melewati celah di antara pepohonan, dia melihat matahari terbit. Melihat ketinggian matahari dan sensasi angin pagi yang menerpa kulitnya, pikiran Subaru disiksa oleh rasa ragu.
Subaru kembali ke mansion tepat sebelum senja. Menghitung waktu yang dia habiskan dalam obrolannya dengan Frederica, diikuti serangan Elsa, Subaru seharusnya terluka tepat sebelum tengah malam..... yang artinya, saat ini, setengah hari telah terlewati.

“Ketika aku tidak sadar.....!?”

Segera setelah dia menggigit lidahnya untuk melakukan bunuh diri, Subaru jatuh pingsan. Ketika dia terbangun, luka-lukanya telah sembuh, dan dia begitu sibuk dengan kegagalannya melakukan bunuh diri sehingga dia lupa untuk memikirkan berapa lama waktu telah berlalu. Seberapa lama Subaru pingsan di dalam perpustakaan?
Dia ingat Beatrice pernah menyebut tempat itu sebagai 'Tempat yang tak terikat dengan berlalunya waktu'. Namun Subaru tidak yakin seberapa harfiah makna kalimat tersebut.

“Jika savepoint-nya ditulis ulang karena hal ini....!”

Itu adalah situasi yang tak terpikirkan.
Sebelum rasa takutnya menajdi nyata dan kenyataan ditulis ulang, Subaru harus segera mengakhiri hidupnya. Namun, sebuah firasat lain menegaskan keberadaannya bertentangan langsung dengan kecemasan tersebut. Firasat itu berteriak;

…... Kau harus menemukan di mana tempat ini.

Dia tidak tahu apa tujuan melakukan hal demikian. Mengingat semua yang telah terjadi sejauh ini dan sifat jahat Return By Death, dia tahu kalau dia harus membunuh dirinya sekarang.
Tapi ada sebuah ketenangan di dalam diri Subaru yang menentang hal itu, meski dia paham betul keadaan yang menimpanya saat ini.

“.....kh, siaal!!”

Menghentakkan kakinya ke tanah dan meludah, Subaru berlari memasuki hutan di hadapannya. Berlari melewati celah di antara pepohonan, percakapannya dengan Petra saat berada di dalam terowongan pun muncul dalam pikirannya.
Jalur pelarian itu membawa jauh ke dalam pegunungan di belakang mansion menuju ke sebuah pondok kecil, di mana kau bisa mengambil persediaan darurat dan semacamnya.
Jika informasi itu bisa dipercaya, maka seharusnya di sinilah pondok pegunungan itu, dan dia kini sedang berlari menyusuri bagian belakang pegunungan yang sudah dia lewati berkali-kali sebelumnya. Tapi,

“Apa benar itu pondoknya? Di mana persediannya? Dan... sepertinya tempat ini sudah lama ditelantarkan, infrastuktur bantuan bencana macam apa ini....!?”

Tempat aneh yang Subaru lihat kini berisi bukti yang lebih dari cukup untuk mendukung firasatnya. Hanya ada sedikit kemiripan yang sesuai dengan gambaran Petra. Apalagi, jika Frederica dan Rem secara berkala merawatnya, takkan ada penjelasan untuk kerusakan-kerusakan ini. Itu adalah sesuatu yang bisa Subaru katakan dengan pasti, mengetahui etos kerja kedua maid tersebut.

Melewati hutan, kini muncul pertanyaan lain, yang mana itu adalah tidak adanya lereng. Pondok itu seharusnya ada di pegunungan, tapi apa itu dibangun di suatu tempat di mana tak ada sedikitpun perubahan ketinggian sepanjang 100 meter atau lebih? Kehilangan jejak di mana dia sekarang berada, Subaru disiksa oleh rasa frustasi karena gagal melihat apa yang coba dia lihat.
Kemudian, ketika rasa frustasi dan keraguan itu mencapai batasnya, mereka dengan cepat dan secara tak terduga hancur.

Di tempat di mana pepohonan terbuka, di mana pandangan menjadi semakin jelas, Subaru meluncur berhenti. Jalur pejalan kaki, jika itu masih bisa disebut demikian terlepas dari betapa rusaknya kondisinya kini, adalah bukti bahwa orang-orang sering lewat sini. Dan yang lebih penting, barisan rumah yang terlihat agak jauh di depan sana membuktikan kalau ada orang yang tinggal di sini.
Melihat hal ini dengan mata kepalanya sendiri, pikiran Subaru disandera oleh rasa syok yang sebenar-benarnya.
Karena pemandangan yang dia lihat adalah....

“Sa-Sanctaury!?”

Tempat yang dia tinggalkan setengah hari yang lalu, dan menurut perkiraannya akan butuh seharian penuh untuk kembali.
Subaru mengangkat tangan kanannya mengikuti rasa ngeri yang dia rasakan. Jarinya masih tidak ada. Hilang. Return by Death belum diaktifkan. Namun, dia kini berdiri di tempat yang tidak seharusnya.

“Kenapa... aku ada di sini? Apa itu karena..... Door Crossing...?”

Tak mungkin ada jawaban lain.
Setelah diusir dari Perputakaan Terlarang oleh Beatrice, Subaru dikirim ke pojokan Sanctuary melalui Door Crossing. Tapi bagaimana ini bisa terjadi?

“Apa jarak sama sekali.... tidak penting? Ya, aku memang pernah sekali dikirim dari mansion ke sebuah kandang hewan di desa, tapi......”

Memikirkan jauhnya, hal itu mungkin masih berada dalam jarak yang diperbolehkan. Tapi mempertimbangkan jarak dari mansion ke Sanctuary, transportasi jarak jauh semacam ini, sederhananya, itu sudah berada di luar imajinasi dan akal sehat.
Namun, mengingat kekuatan supranatural yang sudah dia saksikan sejauh ini, Subaru tidak punya banyak pilihan selain menggaruk kepalanya dan menerima semuanya.

“Persetan! Jika aku kembali Sanctuary, maka.... ROSWAAL!!!”

Berlari menuju tempat badut itu dan membuat dia mengatakan semua tujuannya.
Roswaal selalu memperlakukan Beatrice dengan hormat di mansion. Si tukang sihir itu pasti tahu asal usul gadis itu dan bagaimana dia bisa memiliki sebuah Kitab.
Jika dia tahu tapi mencoba mempermainkan Subaru yang tak tahu apa-apa, itu pun tak masalah. Meski Subaru harus memukul hidungnya, membakarnya, mencabiknya, dan menggigit tenggorokannya, dia akan melakukannya sampai si badut itu mengatakan semuanya.

“..........!”

Kali ini, melupakan kebutuhan untuk mengakhiri hidupnya, Subaru mulai berlari. Pikirannya dipenuhi amarah murni berwarna merah, dia bergegas menuju pinggiran hutan, menuju tempat tinggal di mana Roswaal akan tertidur.
Berubah menjadi inkarnasai kemarahan, Subaru dengan cepat menyusuri Sanctuary, melupakan kelelahan serta penderitaannya, dan hanya terfokus pada tujuannya.
Menendang pintu dengan momentum yang sama, Subaru masuk ke dalam rumah dan menunjukan gigi-giginya,

“ROSWAAL! TUNJUKAN WAJAHMU! ADA SEGUNUNG PERTANYAAN YANG INGIN KUTANYAKAN PADAMU!”

Masuk dengan kasar yang biasanya akan membuat dia dimarahi oleh seorang maid, Subaru menyerukan permintaannya. Tak mendengar jawaban apapun dari kamar, Subaru menghentak maju dengan langkah yang memekakkan telinga dan membuka pintu terakhir,

“Tak ada lagi pura-pura bodoh ataupun bohong. Mulailah membeberkan semua yang kau sembunyikan dan....”

Saat ia hendak melanjutkan ucapannya, suara Subaru perlahan menghilang.
Karena, sasaran ketidakpuasannya tak hanya tidak ada di sana, bahkan tak ada satupun orang di ruangan itu yang mendengarkannya.

Hilang. Fakta ini hanya membuat kemarahan yang berputar dalam kepala Subaru menjadi semakin parah. Menendang ranjang sekeras mungkin, rasa sakit yang menyerang jari kakinya malah semakin memuncak saat dia bergegas keluar dari rumah.
Kalau begitu, Roswaal pasti berada di rumah Lewes.... bertemu dengan Emilia, atau mungkin membicarakan sesuatu dengan Lewes dan Garfiel. Bagaimanapun, menjadi sangat aktif ketika Subaru tidak ada, dia pasti sangat berani. Timing-nya untuk bangun dan lari sangatlah sempurna, kau bahkan mungkin akan mencurigai kalau dia selama ini hanya berpura-pura.

Segera setelah kecurigaan itu mencuat, perasaan negatif muncul tanpa ada gangguan satupun. Dengan kepala yang dikuasai hal itu, Subaru menatap Sanctuary dengan matanya yang tajam, dan sekali lagi, terlambat menyadarinya.

“.....Ah?”

Sekarang masih sangat pagi. Sejauh yang Subaru ketahui, sekarang seharusnya adalah waktu di mana para penduduk Sanctuary mulai menyiapkan sarapan dan membersihkan diri. Kini para pengungsi sudah tidak ada, jadi tak perlu lagi memasak banyak makanan, tapi tiap-tiap keluarga masih perlu memasak.
Mereka harus, tapi tak ada tanda kegiatan sehari-hari seperti itu yang terlihat. Lebih tepatnya, bahkan sebelum itu,

“Tidak hanya Roswaal... Ke mana semuanya pergi?”

Melihat ke kanan kiri, tak satupun ada orang dalam pandangan.
Kalau dipikir-pikir, dari saat dia meninggalkan hutan dan kembali ke Sanctuary, dia tidak ingat pernah berpapasan atau melihat seorangpun dalam perjalanan.
Meski dia memikirkan kemungkinan bahwa Sanctuary tidak memiliki penduduk sebanyak itu, tidak berpapasan dengan satupun orang di pusat desa itu rasanya terlalu mustahil untuk diabaikan.

“Tidak mungkin.....”

Menggelengkan kepalanya dan mencoba menyingkirkan firasat memuakkan itu, Subaru mengetuk pintu rumah penduduk terdekat. Dia mengetuk, tapi memastikan bahwa tak ada jawaban, dia membuka pintu dan mengintip ke dalam..... Tak ada siapa-siapa.
Di rumah ini, seharusnya tinggal dua orang saudari bertelinga binatang.

Satu demi satu, Subaru melihat ke dalam rumah yang dia kenal, dan setiap kali itu pula harapannya dikhianati, kekecewaannya menumpuk.
Semua orang menghilang, tak ada siapapun di sini. Orang-orang di Sanctuary lenyap begitu saja.

“Seseorang! Siapa saja!? Ke mana semuanya pergi!?”

Firasat yang memuakkan pun menumpuk.
Dia merasakan kekhawatiran dan perasaan kalah yang tak bisa dipahami.

Saat bentrok dengan Pemuja Penyihir, ingatan tragis akan desa Arlam yang menyambut kepulangan Subaru yang terlambat pun kembali muncul.... tak berbentuk, mayat menumpuk, dan wajah-wajah yang menemui kematian dalam derita dan keputusasaan. Wajah-wajah yang dia kenal kehilangan ronanya, dan Petra yang tidak akan pernah bergerak lagi.

“...... Aaaaaagh!”

Dengan teror yang mengalir di punggungnya, rasa gelisah yang tak berujung mendorong Subaru berlari. Suara seperti sebuah pekikan keluar dari tenggorokannya saat dia berlari menuju satu tempat.
Sebuah bangunan yang ada pinggiran Sanctuary, simbol penghormatan terhadap pemimpin desa, dan tempat yang kini dipinjamkan kepada seorang gadis untuk mengistirahatkan kepalanya.

“..... Emilia!!”

Berlari masuk sembari memanggil nama gadis itu, Subaru mengamati bagian dalam ruangan.
Seorang gadis berambut perak dengan mata ngantuknya menatap Subaru, berkedip beberapa kali dengan ekspresi kaget, dan mengatakan 'Selamat pagi, Subaru' dengan sebuah senyum yang membuat dada Subaru sakit.....

“......”

Di tempat di mana gadis itu seharusnya menatap Subaru, tak ada siapapun di sana.

Berlari menuju ranjang, dia menyentuhkan jarinya pada sprei yang kusut. Tak ada kehangatan, dan siapapun yang tidur di sini pasti sudah pergi untuk waktu yang cukup lama.
Memastikan hal itu, Subaru berlari keluar rumah dan mengarahkan kakinya menuju tempat terakhir yang bisa dia tuju. Satu-satunya tempat yang bisa memberinya jawaban atas kenyataan yang konyol dan tak masuk akal ini.

“Haaahh... hahh....!”

Terengah-engah. Merasakan darah di balik tenggorokannya, Subaru sampai di ujung Sanctuary, sampai di Makam di mana Penyihir Keserakahan, Echidona tertidur.
Tak ada Garfiel yang duduk di tengah jalan menghalanginya. Tidak pula di depan Makam menunggunya. Apakah itu berkah, ataukah dia hanya dihalangi untuk melihat satu wajah yang dikenalnya....?

“Tidak.... bagaimana bisa aku bertemu dengannya....”

Sebagai orang yang tidak bisa menyelamatkan satu-satunya saudaranya, bagaimana bisa Subaru membawa dirinya menemui pria itu seolah tak terjadi apa-apa?
Rasa lega yang Subaru rasakan menyadari ketidakhadiran Garfiel, terlepas dari kecemasan karena tidak bisa menemukan siapapun, dan caranya mengesampingkan kelemahan, memang sangat aneh.

Menggelengkan kepalanya menyingkirkan sentimen semacam itu, Subaru melangkah menuju Makam sebelum sesuatu bisa mengganggunya.
Sekarang bukan saatnya untuk memulai Ujian, tapi mungkin beberapa tindakan akan datang dari sisi si Penyihir.
Mengharapkan hal tersebut dan menggenggamnya, Subaru mencari Penyihir yang mungkin bisa memberi jawaban untuk pertanyaannya...

".... Kh hhu."

Saat ia melangkah maju, Subaru menerima sensasi seolah sesuatu baru saja menembus tubuhnya.
Dia perlahan melihat ke bawah. Di bawah dadanya dan di atas perut bagian bawahnya, di tengah-tengah tubuhnya.... terdapat sebuah lubang bulat yang menganga seukuran tinju.

"Fff.... Ehh?"

Mengulurkan tangannya, dia mencoba menutupi lubang tersebut. Sebuah suara nyaring terdengar mengikuti melubernya darah dari lubang.
Meski sudah menjejalkan telapak tangannya di atas bukaan tersebut, lubang yang menembus tubuhnya terbuka hingga ke bagian punggung. Tidak bisa menutupi keduanya sekaligus, dan kehilangan begitu banyak darah, tubuhnya tak mampu mempertahankan posturnya saat ini dan ambruk ke tanah.

.... Tidak, sakit. Tak bisa, dipahami. Apa yang, terjadi?

Mati. Sekarat. Dia akan mati. Paling tidak, sudah dipastikan kalau kematian akan segera datang.

Bagaimana? Kenapa, kenapa harus di sini? Elsa? Dia mengejarnya sampai sejauh ini? Jarak di antara mansion dan Sanctuary.... Beatrice, mustahil. Kitab? Dia, kenapa? Rem... Siapa itu. Sekarat. Takut. Apa. Siapa. Emilia. Penyihir. Penyihir. Penyih....

".....a."

Pandangannya mulai kabur. Sang akhir mulai mendekat.
Kematian yang dia harapkan datang dengan wujud yang tidak dia harapkan. Subaru tidak merasa lega meski akhirnya dia sekarat. Hanya saja, sesaat, dia takut akan kematian.
Meski dia menegaskan punya tekad untuk mati, kematian datang kepadanya dengan cara yang berbeda dari apa yang dia bayangkan. Hatinya kacau balau, hasratnya yang menyedihkan untuk tetap hidup berteriak, sedangkan jiwanya menolak pergi dari dunia ini.... Namun, kematian perlahan mengikis Subaru. 

".... sangat... lemah."

Ketidakberdayaan mengalir ke pipinya yang tak berguna, jantung Subaru berhenti berdetak.
Kematian yang dia tunggu-tunggu datang dengan wujud yang tak terduga, wajahnya yang tak bernyawa menunjukan penderitaan dan rasa ngeri. Kesengsaraan kematian ini tak perlu lagi diperdebatkan.

"..... Kch."

Dengan suara itu, dia dikunyah.

---End---



Baca Semua Chapter -> Index Re:Zero Arc 4


Translator : Zhi End Translation..
Previous
Next Post »
5 Komentar