Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 2 (Part 1) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 2 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Berpegang Kuat Pada Pendirian Mereka Masing-Masing -1

Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 2 Bahasa Indonesia




Chapter 2 : Raja Iblis Dan Pahlawan, Berpegang Kuat Pada Pendirian Mereka Masing-Masing.

Keesokan paginya, Ashiya yang berjalan keluar rumah karena mendengar suara mesin dari jalanan di depan apartemen, berdiri di lorong utama saat melihat sebuah truk berukuran sedang terparkir di luar.

Wadah muatan truk dengan logo perusahaan ekspedisi yang biasa terlihat di iklan TV itu kini telah terbuka, dan para pekerja professional yang mengendarai truk itu ke sini, juga sudah mulai mengeluarkan barang muatan dari dalam truk.

Suzuno dan Nord kini sedang membicarakan sesuatu dengan salah seorang pekerja di halaman depan apartemen, tapi tujuan Ashiya bukanlah kedua orang itu.

Di samping kedua orang itu, berdiri seseorang yang terlihat seperti barel anggur berplat emas dengan dua kaki untuk berjalan, dia adalah pemilik Villa Rosa Sasazuka, Shiba Miki.

"Kalau begitu, Nord-san... ini kunci kamar 101. Jika ada masalah, kau bisa mencari Maou-san dan Ashiya-san yang ada di lantai 2, ataupun di sebelah, di mana aku tinggal..."

"Aku tidak ingat pernah menerima tugas sebagai seorang pengurus!"

Ashiya mengumpulkan keberaniannya, dan dari lorong utama, dia berteriak ke arah si pemilik kontrakan yang memberikan saran tidak bertanggung jawab kepada Nord.

Suzuno, Nord, dan Shiba, menyadari suara tersebut, menoleh ke arah Ashiya.

Seperti sebelumnya, kapanpun Ashiya membuat kontak mata dengan Shiba, dia pasti akan merasa merinding, dan meskipun dia tidak bisa berdiri tegak, pokoknya dia harus membuat semuanya jelas hari ini.

"Oh, Ashiya-san, selamat siang. Mulai hari ini Nord-san secara resmi akan pindah ke kamar 101, jadi aku menjelaskan beberapa hal kepadanya."

"Aku tak masalah dengan itu, tapi kami bukanlah pengurus apartemen ini,  bukan perwakilan penghuni juga! Jika kami selalu didekati setiap ada masalah, kami pasti akan sangat kerepotan!"

Walau kurang dalam hal kekuatan, Ashiya tetap mengatakan hal tersebut, penuh tekad.

Pada dasarnya, semenjak Suzuno si penghuni kedua pindah ke apartemen ini, dengan tidak bertanggung jawab Shiba sudah bilang 'kalau ada masalah, cari saja Maou-san dan Ashiya-san'.

Ketika Maou dan Ashiya pertama kali datang ke Jepang, mereka memang sudah banyak di bantu oleh Shiba, tapi tetap saja tak ada alasan untuk membiarkan Shiba menyerahkan tugas kepengurusan pada mereka.

"Tolong jangan bilang begitu. Pihak agen sudah memberitahuku semuanya. Sampai saat ini, kalau ada masalah, Maou-san selalu mewakili para penghuni untuk mengumpulkan pendapat dan menyelesaikan berbagai hal..."

"Apa yang kau maksud dengan mengumpulkan semua pendapat? Di sini hanya ada kami dan Bell!"

Ashiya berjalan menuruni tangga sambil terus memprotes.

"Bukankah itu bagus? Kalian itu saling kenal, dan kalian adalah rekan dari sesama Ente Isla, kan?"

"Siapa juga yang berteman dengan mereka!? Kami ini iblis, kami berbeda dengan manusia, baik secara fisik ataupun yang lainnya!"

"Meski begitu, kalian tetaplah tetangga yang tinggal di apartemen yang sama. Tidak perlu juga mengatakan sesuatu yang kasar seperti itu, kan?"

Ucap Shiba dengan sikap seperti menasehati, dia mengabaikan protes Ashiya dan meliriknya seolah memberikan sebuah serangan mematikan.

"Uguh!"

Hanya dengan hal itu saja, jantung Ashiya sudah mulai berdetak tak karuan dan hampir kehilangan kesadaran.

"A-apa dia baik-baik saja?"

"Alsiel memang akan seperti itu kalau bertemu pemilik kontrakan."

Nord nampak cemas ketika melihat tingkah aneh Ashiya, sementara untuk Suzuno, dia menjelaskan situasi yang sudah biasa ini dengan tenang.

Tangan Ashiya menekan bagian dadanya, dia juga berkeringat, tapi dia tetap berusaha mengatur napasnya. Dia kemudian meletakkan tangannya di dahi dan menggelengkan kepalanya.

"Ya ampun, kau punya tekad yang kuat ya."

"A-aku tidak tahu.... apa yang kau katakan, tapi mari kita kesampingkan hal itu dulu. Pemilik kontrakan-san, bukankah sekarang waktunya kau memberitahu kami?"

"Memberitahu kalian apa?"

Ucap Ashiya dengan gelisah kepada Shiba yang terus tersenyum dari tadi.

"Di rumah sakit mana Urushihara dirawat!?"

Ashiya berteriak sekeras-kerasnya, tapi ekspresi Shiba sama sekali tidak berubah.

"Sudah kukatakan sebelumnya kan, itu rumah sakit yang kukenal. Jika kau khawatir dengan biaya rumah sakitnya, kau tidak perlu khawatir karena yang akan membayarnya adalah aku dan Amane...."

"Aku tidak khawatir dengan hal semacam itu!!"

Ashiya menyela kata-kata Shiba.

"Masalahnya, laptop Urushihara juga tidak ada di kamar!"

"Laptop? Aku tidak berpikir akan terjadi tindak pencurian...."

"???"

"Ah, aku mengerti."

Shiba dan Nord terlihat bingung, dan hanya Suzuno yang mengangguk seolah mengerti sesuatu.

"Jika seseorang menerobos masuk ke tempat kita, itu masih termasuk mudah ditangani."

"Apa kau membiarkan Urushihara membawa laptopnya ke rumah sakit?"

Menghadapi interogasi Ashiya yang terlihat seperti hendak menangis, dengan gerakan yang elegan, Shiba menyentuh dagunya yang tidak elegan dan berbicara seolah kepikiran sesuatu.

"Ah, setelah kau membahasnya, kalau tidak salah dia pernah bilang sesuatu seperti 'setidaknya biarkan aku membawa laptopku', jadi Amane membantunya membawakan laptop yang ada di kamar."

"A-apa katamu?"

Wajah Ashiya terlihat putus asa seolah sedang menyaksikan dunia hancur, kedua kakinya gemetar, nampaknya dia akan segera ambruk.

"Tunggu Alsiel! Rumah sakit di Jepang biasanya akan melarang penggunaan HP dan mesin yang memancarkan gelombang listrik. Lucifer seharusnya tidak akan bisa berbelanja online ketika dia berada di rumah sakit."

Karena Ashiya terlalu menyedihkan, Suzuno pun memberinya dukungan moral.

"Be-begitu ya... Bell memang hebat. Pasti begitu. Aku kehilangan ketenanganku sesaat tadi..."

"Urushihara-san berada di kamar khusus, jadi HP dan laptop bisa digunakan di sana, bahkan TV pun bisa ditonton saat malam hari."

"Apa katamuuuuuuuuuuuu!!??"

"Ooh?"

Ashiya yang sesaat kembali ke dunia nyata karena ucapan Suzuno, seketika berteriak setelah Shiba menyatakan deklarasi kematian tersebut, membuat Nord tersentak ketakutan.

"Kartu kredit! Aku harus membatalkan kartu kredit Maou-sama! Bell! Pinjamkan HPmu! Kumohon! Setelah melewati krisis itu dengan susah payah, jika ini terus berlanjut, Pasukan Raja Iblis akan hancur sebelum sempat bangkit!"

"Tenang, Alsiel! Kau memang teman sekamarnya, tapi kau tidak akan bisa membatalkan kartu kredit yang terdaftar dengan nama Raja Iblis!"

"Bagaimana mungkin! Ma-Maou-sama baru saja berangkat bekerja... tu-tunggu, Urushihara kan sudah ada di rumah sakit selama beberapa hari..... ooohhhhhhhhhh??"

"Meski sekarang mereka terlihat seperti ini, biasanya mereka bisa diandalkan kok."

"O-oh...."

Menyaksikan Ashiya yang berteriak keras dan Suzuno yang sedang menghiburnya, tentu saja Nord tidak bisa mempercayai kata-kata Shiba.

"Be-benar juga, kalau aku membawa dokumen yang diperlukan ke restoran, aku tidak harus menunggu Maou-sama kembali... satu detik saja sangat berharga... aku harus secepatnya mengambil rekening bank Maou-sama dari tangan setan Urushihara..."

Dan setelah itu, Ashiya berjalan menaiki tangga dengan gemetar, lalu seperti seorang roh, dia kembali ke kamar 201.

Beberapa saat kemudian, Ashiya berlari keluar kamar seperti hendak merusak pintu yang ada di depan tangga, dia lalu bergegas menuruni tangga dan berlari menuju jalanan di luar apartemen.

"Maou-samaaaaaa!!"

Nord dan para pegawai pindahan hanya tercengang melihat Ashiya berlari dan berteriak-teriak.

"Ternyata Ashiya-san bisa kesulitan juga."

Shiba menghela napas dan berkata demikian seolah hal itu tidak ada hubungannya dengan dia, sedangkan di mata Suzuno yang sudah melihat kehidupan Maou dan yang lainnya dalam jarak dekat untuk waktu yang cukup lama, reaksi Ashiya saat ini sangat bisa dipahami.

".... Oh ya, pemilik kontrakan-dono."

"Ada apa?"

Menunggu sampai saat dia tidak bisa lagi mendengar teriakan Ashiya, Suzuno menatap tubuh besar Shiba dan bertanya,

"Mengenai lokasi diskusi selanjutnya..."

"Ya?"

"... memilih rumah sakit di mana Lucifer dirawat, apa ada arti khusus untuk hal itu?"

Menghadapi nada tajam Suzuno, ekspresi Shiba tidak berubah sedikitpun.

Setelah kembali dari Ente Isla, mengikuti saran Shiba, Maou dan yang lainnya segera mengatur rapat di mana mereka bisa mendengar penjelasan Shiba dan Amane. Meski tempat dan tanggalnya sudah diatur, mengenai diskusi tersebut, ada beberapa hal yang mencurigakan.

Pertama, seperti yang Suzuno katakan, lokasi diskusi itu akan dilangsungkan di kamar rumah sakit Urushiara.

Lokasi diskusi tersebut diputuskan akan dilakukan di sana meski mereka tidak tahu di mana Urushihara dirawat, disitulah anehnya.

Dan setiap kali mereka menyebutkan sesuatu mengenai 'rapat' ini, entah kenapa Chiho akan terlihat sedih.

Awalnya, Suzuno pikir itu hanya imajinasinya, tapi setelah diamati lebih jauh, dia sadar kalau itu bukan hanya kesalahpahamannya, melainkan memang ada kegelisahan yang bercampur dalam tatapan Chiho.

Karena Chiho sendiri tidak bilang apa-apa, pasti dia sudah mendengar sesuatu dari Amane dan Shiba ketika Suzuno serta yang lainnya pergi ke Ente Isla.

Karena itulah Suzuno mencoba mencari informasi dari Shiba.

"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak ingin memberikan beban yang terlalu besar untuk Urushihara-san yang berada di rumah sakit."

"Kurasa lebih kalau malaikat tak berguna itu menanggung sedikit beban...."

Seperti yang diduga, Shiba tidak sebegitu naifnya sampai akan membocorkan informasi hanya dengan penyelidikan seperti barusan. Suzuno langsung menyerah sambil mengangkat bahunya, dan kemudian,

"Hey! Ayah, Suzuno! Hm? Apa itu Ashiya? Mau pergi ke mana dia terburu-buru begitu?"

Sebuah suara yang memanggil mereka berdua terdengar dari jalanan di luar.

"Oh..."

"Ya ampun, Acies."

Melihat ke asal suara itu, adik Alas Ramus bisa terlihat... perwujudan lain dari fragmen Yesod dan juga inti dari Better Half lain, yaitu Acies Ara, berjalan ke arah mereka sambil melambaikan tangan.

"Aku datang saat kudengar kalau barang-barang kita sudah dibawa ke sini."

"Yeah, maafkan aku Shiba-san, sudah bersedia menjaga Alas Ramus."

Nord mengangguk menanggapi kata-kata Acies, lantas merendahkan kepalanya dan berterima kasih pada Shiba.

"Tidak masalah. Rumahku memang punya banyak kamar kosong, Acies juga sering bicara denganku."

Setelah Maou dan yang lainnya kembali dari Ente Isla, posisi Acies kini menjadi tidak jelas dikarenakan pertemuan antara Emi dan Nord.

Awalnya, Acies tinggal di Jepang dengan identitas sebagai anak Nord dan menggunakan nama Tsubasa, tapi setelah anak kandung Nord muncul, dia juga harus mempertimbangkan Emi.

Mengusir Acies begitu saja memang sedikit tak berperasaan, dengan kepribadiannya yang terlampau jujur, akan sangat mengkhawatirkan kalau dia tinggal sendirian.

Meski sebenarnya tak masalah jika dia tinggal bersama Maou yang bergabung dengannya, melakukan hal demikian pasti akan menyebabkan berbagai masalah.

Tidak seperti Alas Ramus, penampilan Acies adalah seorang gadis remaja, jika dia tinggal di kamar Maou dan Ashiya, hal itu pasti menyebabkan banyak ketidaknyamanan bagi para pria.

Mengingat Urushihara akan kembali cepat atau lambat, melihat jumlahnya, terlalu tidak mungkin bagi Acies untuk tinggal di Kastil Raja Iblis.

Meskipun Suzuno sudah bersukarela menjadi wali Acies, karena dia masih punya tugas sebagai penjaga Nord, mereka pun tidak bisa semakin menambah bebannya.

Karena titik temu tidak bisa diraih sampai-sampai mereka lupa kalau Acies tidak bisa terpisah terlalu jauh dari Maou, mereka pun menyarankan Acies untuk tinggal di rumah Emi karena Alas Ramus juga ada di sana, namun tak disangka orang yang menyela saran tersebut adalah si pemilik kontrakan Shiba sendiri.

Dan apa yang mengejutkan semua orang adalah...

"Ini hanya sementara kan, dan aku juga ingin mencoba tinggal bersamanya."

Usai mengucapkan kalimat tersebut, Shiba kemudian membawa Acies dengan sikap setengah memaksa.

Hal ini terjadi seminggu yang lalu.

Setelah tinggal di tempat itu selama dua hari, Acies lagi-lagi memamerkan sifat tak kenal takutnya, tanpa peduli apapun, dia kini memanggil Shiba dengan panggilan Mi-chan dan hidup dengan nyaman.

"Untuk barang-barangmu, aku sudah meminta tolong Bell-san untuk mengemasnya, kau bisa memeriksanya juga."

Nord membawa Acies ke kamar 101.

Tak ada satupun orang yang menyangka kalau Nord selama ini tinggal di Jepang, tapi selain itu, rumah lama Nord dan Acies ternyata juga berada di tempat yang disangka-sangka.

Mereka tinggal di apartemen yang tidak jauh berbeda dengan Villa Rosa Sasazuka, dan selain furnitur, barang elektronik, dan baju, sepertinya mereka tidak punya banyak barang lain, jadi mengemas semuanya tidaklah terlalu sulit.

Acies tidak bisa pergi ke rumah lamanya karena dia bergabung dengan Maou, jadi semua barang pribadinya dikemas oleh Suzuno....

"Hm? Apa ada yang salah?"

Suzuno yang melihat Acies keluar kamar dengan kotak kardus di tangannya sambil mengernyit, bertanya demikian,

"Erhm, Maou, apa dia juga bekerja hari ini?"

Acies mendongak ke arah lantai dua dengan risau.

"Yeah, seharusnya begitu. Apa ada sesuatu yang kurang?"

Mungkinkah ada sesuatu yang tertinggal ketika mereka pindahan?

Melihat kotak kardus yang tidak terlalu besar itu, Acies merapatkan kedua telapak tangannya merasa bersalah dan memberitahu Suzuno,

"Yeah. Maaf. Aku seharusnya memberitahumu. Suzuno, ayah, maafkan aku, bisakah kalian membantu mengambilkannya?"

Rumah lama Acies dan Nord berada di jarak yang cukup jauh, sehingga Acies yang bergabung dengan Maou, tidak bisa pergi ke sana sendirian.

"Um, akulah yang seharusnya meminta maaf. Sepertinya aku sudah meninggalkannya. Benda apa itu? Kalau kau memberitahuku apa itu...."

"Akan sangat merepotkan kalau nanti salah lagi, bukankah lebih baik Acies pergi ke sana sendirian?"

"Ugh, pemilik kontrakan-dono. Sebenarnya Acies dan Raja Iblis...."

Ketika Suzuno hendak berbicara tentang mereka berdua yang tidak bisa terpisah melebihi jarak tertentu, Shiba menggelengkan kepalanya perlahan,

"Karena Alas Ramus masih kecil, dia memang akan kembali ke dalam tubuh pasangan bergabungnya. Tapi saat ini, Acies tidak memiliki Yadorigi, seharusnya sih tidak ada masalah."

"Yadorigi? Apa itu?"

Suzuno nampak bingung dengan istilah yang baru pertama kali dia dengar.

"Denganku, juga bisa..... ya ampun."

Shiba mengangkat wajahnya seolah menyadari sesuatu.

Menoleh ke arah yang sama, Suzuno dan Acies mendapati Emi yang menggendong Alas Ramus dan seorang wanita mungil dengan topi baret sedang menatap ke arah mereka.

"Emilia dan.... Emerada-dono?"

Suzuno terkejut ketika melihat orang yang berdiri di samping Emi, dia pun berlari ke arah wanita itu dengan sebuah senyum.

"Hello semuanya~ lama tak jumpa~"

Emerada melepas topi baretnya dan menyapa semua orang yang ada di sana.

"Mengejutkan sekali. Kapan kau datang ke Jepang?"

"Sejak kemarin~ aku bahkan membatalkan reservasi penginapanku dan menginap di rumah Emilia~"

"Begitu ya. Tapi kalian kok datang ke sini. Apa ada masalah?"

"Ada sesuatu yang harus kulakukan di dekat sini sore nanti. Tapi ini benar-benar kebetulan, kami datang untuk bertemu Shiba-san, jadi kami datang ke sini lebih awal."

Setelah menyapa Shiba, Emi berdiri di depan Shiba bersama dengan Emerada.

"Hello Shiba-san. Aku datang ke sini untuk meminta sesuatu darimu."

"Secara khusus mencariku, ada apa? Wanita ini, juga tamu dari Ente Isla kan? Meski sepertinya ini adalah pertama kalinya kami bertemu."

Shiba menutupi gaunnya agar tidak memantulkan cahaya dan melihat ke arah Emerada.

Emerada, ditatap oleh Shiba, meletakkan topi baretnya di bawah dada dan membungkuk dalam-dalam.

"Namaku Emerada Etuva. Seperti yang kau lihat, aku berasal dari Ente Isla. Saat kekacauan terjadi di dunia kami, aku pernah melihatmu sekali dari kejauhan."

Emerada mengangkat kepalanya setelah mengucapkan hal tersebut, dia kemudian memicingkan matanya, dan tanpa aura santainya yang biasa, dia menatap balik Shiba dengan tatapan penuh tekad.

"Nampaknya kau adalah orang yang kuat. Sama seperti Kamazuki-san... tidak, di atasnya."

Shiba sepertinya merasakan sesuatu dari tatapan Emerada dan sedikit merendahkan volume suaranya.

"Lalu, kau bilang ada sesuatu yang ingin kau minta dariku?"

"Soal 'rapat' yang akan dilangsungkan tiga hari lagi itu, aku harap kau mau mengizinkanku untuk menghadirinya juga."

"Uhm..."

Alas Ramus menggeliat di lengan Emi, Emerada juga melihat ke arah Alas Ramus karena hal tersebut.

"Aku mendengar hal ini dari Emilia. Sepertinya Shiba-san akan membicarakan tentang 'penciptaan dunia'.... juga soal Sephirah dan Pohon Kehidupan yang hanya bisa dilihat dalam legenda yang tertulis dalam Alkitab di Ente Isla. Kumohon izinkan aku untuk menghadiri rapat itu."

"Boleh kupastikan sesuatu dulu? Kenapa kau ingin menghadirinya?"

Nada Shiba membawa jejak-jejak kewaspadaan.

Namun, Emerada langsung menjawab pertanyaan Shiba tanpa ragu.

"Untuk berbagi beban."

Menjawab Shiba yang tidak mengerti makna di balik kalimat tersebut, Emerada menatap Alas Ramus, Emi, dan Suzuno secara bergantian sebelum akhirnya kembali menatap Shiba.

"Dengan mengetahui kebenaran yang sama seperti Emilia dan Bell-san, bersama dengan mereka, aku bisa memikul berat beban yang ditakdirkan untuk dunia kami pikul mulai dari sekarang."

Emerada sekali lagi menatap ke arah Alas Ramus.

"Ente Isla, dulu memberikan beban yang seharusnya dipikul oleh seluruh dunia kepada Emilia seorang, dan dalam situasi sekarang ini, mereka malah meninggalkan Emilia. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi. Aku datang ke sini hari ini berharap agar aku bisa mendukung Emilia yang melangkah maju menuju kebenaran. Aku mungkin terlihat seperti ini, tapi aku ini seorang pejabat tinggi di Ente Isla. Jika kebenaran yang Emilia ketahui harus dipikul oleh seluruh dunia, posisiku pasti memungkinkanku untuk mengumumkan hal ini pada dunia. Posisiku pasti bisa mengajak banyak orang berpikir mengenai kebenaran ini bersama. Jadi...."

Ucap Emerada dengan suara yang tegas namun dengan sikap risau, yang biasanya tak terbayangkan kalau itu akan muncul dari dirinya yang biasa. Shiba pun mengangguk saat mendengarkan Emerada berbicara.

"Aku paham pemikiranmu sekarang."

Tanda disadari, Shiba sudah menenangkan sikap waspadanya dan mengangguk puas.

"Yusa-san dan Kamazuki-san adalah orang dari dunia itu(Ente Isla). Tak masalah kalau hanya menambah satu orang lagi. Aku sudah yakin kalau kau bukanlah tipe orang yang akan menyalahgunakan informasi yang kuberikan. Kalau sempat, silakan datang bersama Yusa-san."

".... Aku sangat berterima kasih."

Emerada sekali lagi membungkuk kepada Shiba.

"Aku tidak mengerti, tapi apa semuanya sudah beres?"

Acies tahu kalau percakapan di antara keduanya sudah berakhir, tapi dia yang tidak mengikuti isi dari percapakan itu sama sekali, menyela di saat yang tepat dengan sifat yang begitu polos, sehingga membuat semua orang tertawa.

"Sepertinya ada banyak tamu hari ini."

"Ah, selamat pagi, ayah."

"Selamat pagi, Emilia. Ini?"

Nord melihat Emerada dan bertanya kepada Emi.

"Ah, apa aku belum memperkenalkan dia pada ayah?"

"Karena ayahmu pada waktu itu belum sadar~~"

Begitu ketegangan menghilang, Emerada kembali menggunakan nada bicaranya yang biasa dan menyapa Nord.

Emi mengamati bagian dalam Villa Rosa Sasazuka kamar 101 sekali lagi.  Meski tata ruang dasarnya sama seperti kamar 201, karena pemandangan dari luar jendelanya berbeda, maka kesan yang kamar itu berikan juga berubah banyak.

Barang-barang yang dipindah ke kamar tersebut tidaklah banyak, jadi sebagian besar dari mereka sudah dibuka. Semua barang-barang rumah tangga terlihat sangat sesuai dengan kamar itu, seolah mereka sudah berada di kamar itu selama beberapa hari.

"Bell, urusan ayahku pasti menyebabkan banyak masalah untukmu. Padahal seharusnya aku yang melakukan semua itu."

Emi membungkuk kepada Suzuno. Suzuno menggelengkan kepalanya seolah itu bukan apa-apa.

"Pergerakanku juga tidak terlalu terbatasi, jadi kau tidak perlu khawatir."

"Celestial Globe?"

(T/N : Celestisl Globe, semacam globe yang biaa menampilkan benda-benda langit. Lihat aja di google untuk lebih lengkapnya)

Emi dan Suzuno menoleh karena mendengar suara Nord.

"Ah, kalau kupikir-pikir, aku sepertinya memang membeli benda itu sebelumnya. Di mana aku menyimpannya ya."

"Yeah, aku menganggapnya sebagai benda yang berharga, jadi aku menyembunyikannya di tempat yang sulit ditemukan. Mungkin karena hal itu, ayah dan Suzuno tidak menyadarinya."

Ucap Acies merasa bersalah.

"Tapi sesuatu seperti planetarium, apa itu bisa disembunyikan? Seingatku benda semacam itu memiliki ukuran yang sangat besar."

Emi menggambar sebuah bentuk di udara menggunakan tangannya, sementara Emerada bertanya dengan bingung.

"Apa itu celestial globe~~?"

"Sebuah alat untuk melihat bintang.... tidak, itu sedikit berbeda. Bagaimana aku mengatakannya ya."

"Melihat bintang~? Apa itu sesuatu seperti teleskop~?"

"Tidak. Itu bukan untuk melihat bintang secara langsung... erhm... bagaimana aku menjelaskannya ya."

Saat Emi kebingungan bagaimana harus menjelaskan 'celestial globe', Suzuno memberikan bantuan,

 "Akan lebih mudah dipahami kalau kau menyebutnya planetarium, kan? Emerada-dono seharusnya sudah pernah menggunakannya."

"Oh, aku mengerti~ alat untuk menunjukan lintasan planet kan~~?"

Kata-kata Suzuno membuat Emerada tercerahkan, tapi kini malah giliran Emi yang kebingungan.

"Kurasa kalimat itu malah semakin sulit dipahami."

Suzuno mengabaikan bantahan Emi dan melanjutkan penjelasannya.

"Meski penggunaan dan maknanya sama seperti planetarium, tapi dalam obrolan normal orang Jepang, celestial globe itu mengacu pada alat optik yang digunakan untuk memproyeksikan model ruang angkasa pada dinding atau langit-langit kamar, sebuah alat untuk memahami penelitian mengenai hal-hal tersebut."

"Ra-rasanya itu semakin rumit saja..."

"Mudah dimengerti kok selama kau membayangkan sebuah benda hitam dengan sumber cahaya yang terang di tengah-tengah ruangan. Kalau ruangannya benar-benar gelap dan ada lubang di atas bola tempat asal cahaya tersebut, maka titik-titik cahaya seperti bintang akan terproyeksikan di atas langit-langit kamar."

"Aku mengerti~ menarik sekali~ tapi apa benda itu sangat kecil sampai-sampai orang akan meninggalkannya~? Mendengar penjelasannya~ rasanya benda itu sangat besar~~"

"Tidak! Benda itu sangat tipis!"

"Sangat tipis?"

"Ah, aku ingat sekarang, celestial globe itu adalah tipe yang bagian-bagiannya menyatu jadi satu."

Nord yang akhirnya ingat, mengangguk dan berkata demikian,

"Celestial globe itu adalah sesuatu yang terbuat dari kotak kardus yang dilipat dan dilengkungkan sesuai instruksi. Seingatku itu disebut model... model ke...."

"Model kertas?"

"Ya itu dia. Kalau tidak salah benda itu termasuk dalam sebuah buku. Karena Acies sangat menginginkannya, berbagai keluaran pun kami beli. Keluaran yang pertama, terbit dengan sebuah penyangga yang sebesar ini."

Nord menggunakan tangannya untuk menunjukan bentuk persegi berukuran kira-kira 10 cm.

"Adapun untuk beberapa keluaran setelahnya, buku itu terbit bersama dengan model kertas yang menunjukan bintang di berbagai musim dan panduan manual."

"Aku terkadang juga melihat iklan yang mirip seperti itu. Setiap keluaran akan terbit dengan bagian yang berbeda-beda. Dan bahkan sebuah mobil sport bisa dibuat setelah mengoleksi semuanya. Begitulah pokoknya."

Acies mengangguk menyetujui kata-kata Emi.

"Tapi karena ada beberapa bagian, debu pasti akan menumpuk kalau globe itu terus disatukan. Jadi aku melepasnya, meletakkanya dalam sebuah wadah, dan menyembunyikannya di bawah papan lemari. Ketika tadi aku membuka kotak dan hanya menemukan penyangganya, aku ingat kalau aku lupa memberitahu kalian hal ini."

"Di bawah papan lemari ya. Aku memang lupa memeriksa tempat itu dengan teliti sih. Karena papan itu adalah bagian dari kamar...."

Nord meletakkan tangannya di atas dahi, seolah menunjukan kalau dia sudah salah perhitungan.

"Aku juga mengikuti aturan dan menyembunyikannya di dalam lapisan koran di bawah papan!"

Tanpa mempertimbangkan penggunaan kata 'mengikuti aturan' serta kelayakan tempat itu sebagai tempat untuk menyembunyikan produk kertas, benda itu pasti sangat berharga bagi Acies.

"Acies tidak bisa pergi jauh dari dia, kan?"

Usai berkata demikian, Nord perlahan bangkit.

"Mau bagaimana lagi, aku akan pergi mengambilnya. Bell-san, maafkan aku, tapi bisakah aku merepotkanmu untuk hal ini?"


XxxxX


“Cepat sekali keretanya~~! Uuu~~”

“Hey, Em, jangan teriak-teriak di kereta.”

“Aku tidak berteriak~~ uuu~~”

Sembari cemberut karena peringatan Emi, Emerada yang tidak bisa tenang, berlutut di tempat duduknya dan menempel pada jendela seperti seorang anak kecil, menikmati pemandangan yang lewat di luar jendela.

“Mau bagaimana lagi. Ketika aku pertama kali naik kereta, aku juga sangat terkejut dengan kecepatan dan berbagai hal lainnya.”

Suzuno menyaksikan Emerada yang bertingkah demikian sambil merasa terkenang.

“Maafkan aku semuanya, membuat kalian harus repot karena Acies.”

Nord, duduk di samping Suzuno, meminta maaf dengan suara pelan.

Untuk pergi ke rumah lama Nord dan Acies, mereka harus menaiki kereta dari Sasazuka selama 20 menit menuju stasiun Chofu, kemudian menaiki bis selama 20 menit untuk sampai di pemberhentian bis di depan Tenmondai-mae.

Tergantung waktu pergantiannya, satu perjalanan bolak balik akan membutuhkan waktu sekitar satu jam, semenjak Nord kembali ke Jepang dari Ente Isla, Suzuno selalu menjadi penjaga Nord ketika dia pergi keluar.

Meski takkan ada bahaya besar apapun saat ini, memang lebih baik kalau mereka berjaga-jaga.

Karena sangat jarang bagi Emerada untuk datang ke Jepang akibat pekerjaannya, dan karena Emi juga ingin menjelajahi jejak-jejak ayahnya di Jepang, mereka berempat pun pergi untuk mengambil barang Acies yang terlupakan dengan semangat tinggi.

“Tapi~ kenapa Nord-san memilih tinggal di tempat yang akan kita datangi selanjutnya~?

Tanya Emerada kepada Nord sambil menyaksikan pemandangan yang berlalu di luar jendela.

“Kudengar Nord-san~~ datang ke Jepang lebih dulu dari Emilia~~?”

“Kalau kupikir-pikir, aku memang belum menceritakan hal itu pada Emerada-dono.”

Suzuno menoleh ke arah Emerada menyadari hal tersebut.

“Benar sekali~ aku memang ingin bertanya pada Emilia~ dan aku sudah mencari kesempatan dari kemarin, tapi kalau boleh~ bisakah kau menceritakannya padaku~~?”

“Sebenarnya tak masalah kalau kau langsung bertanya padaku. Tapi begitu kupikir mungkin aku pernah berpapasan dengan ayah di jalanan Tokyo.... tanpa sadar sama sekali.... itu perasaan yang rumit.”

Ketika Emi menoleh ke arah Nord, Nord pun mengernyit seolah seseorang baru saja menggali luka lamanya.

“Aku juga penasaran kenapa Raja Iblis Satan dan Jenderal Iblis Alsiel, anggota tertinggi dari Pasukan Raja Iblis ini tinggal di Sasazuka. Ngomong-ngomong, ini ada hubungannya dengan kenapa Emilia tidak mengizinkanku untuk membantunya membalas kebaikan Raja Iblis dan yang lainnya."

Emi cemberut karena hal tersebut, Nord juga sedikit memicingkan matanya dan mulai berbicara.


“Sebenarnya, waktu yang kuhabiskan di Jepang juga tidak terlalu lama.

Kurasa itu berbeda beberapa bulan dengan Emilia, Raja Iblis dan yang lainnya.

Setelah mempercayakan Emilia kecil kepada pendeta Gereja, aku, bersama dengan pasukan kerajaan dan para penduduk desa, bertarung demi melindungi desa dari tangan-tangan pasukan Lucifer.

Pada waktu itu, istriku sudah mempercayakan fragmen Yesod padaku, dan meski hanya dasar-dasarnya, aku juga mempelajari keahlian menggunakan pedang.

Meski aku yang bukan seorang penyihir dan hanya seorang petani biasa ini, tidak memiliki kekuatan yang besar, pada waktu itu aku benar-benar membulatkan tekad untuk bertarung demi melindungi desa dan ladang.

Itu karena aku sudah berjanji kepada Emilia dan istriku. Kami pasti akan tinggal bersama lagi di rumah itu nantinya.

Namun, hasilnya sama seperti yang semua orang ketahui, pedang suci yang baru diasah tepat sebelum terjun ke medan pertarungan, sama sekali bukan tandingan bagi para iblis dari Pasukan Raja Iblis, aku dan banyak penduduk pun terusir dari desa.

Itu sangat memalukan, jumlah iblis yang dikirim oleh pasukan Lucifer untuk menyerang desa Sloan sebenarnya tidak lebih dari sepuluh.

Setelah itu, dengan identitas sebagai korban perang, aku berkelana ke berbagai daerah selama dua tahun.

Emerada-san seharusnya juga tahu, jaringan komunikasi di seluruh benua pada waktu telah rusak, meski aku menulis surat untuk Saint Ignord ataupun Gereja, kesempatan surat itu sampai sangatlah rendah.

Aku yang menjadi terlantar karena desaku dibakar dan dihancurkan, sering tidak punya uang bahkan hanya untuk menulis surat, aku juga tidak punya cara untuk menghubungi Emilia yang seharusnya berada di Saint Ignord, untuk memberitahunya kalau aku selamat.

Aku akhirnya bisa mengirim surat setiap beberapa bulan, tapi mungkin karena hilang dalam perjalanan atau sengaja disembunyikan oleh Gereja, mereka tidak pernah sampai ke tangan Emilia. Hal itu sudah bisa diperkirakan. Jika dia menerimanya, maka dia akan tahu kalau aku masih hidup.

Setelah beberapa saat, Saint Ignord juga jatuh ke tangan pasukan Lucifer dan aku melewati dua tahun di bawah kekuasaan Lucifer begitu saja. Dengan kata lain, saat Saint Ignord diduduki, aku hanya bisa hidup sengsara di sudut-sudut ibukota.

Situasi mulai berubah setelah pasukan Lucifer dikalahkan dan Saint Ignord terbebas.

Nama Emilia jadi dikenal luas di antara para warga dan korban perang, hal ini terjadi tak lama setelah itu.

Ketika ibukota Saint Ignord yaitu Irihem terbebas, informasi yang beredar adalah seorang uskup agung dan kesatria elit dari Gereja telah mengalahkan Lucifer. Dan barulah sebulan kemudian saat pertarungan untuk membebaskan Benua Utara, orang-orang mulai tahu bahwa kesatria Gereja itu adalah seorang wanita bernama Emilia.

Emilia tumbuh dengan sangat hebat, dia juga mendapatkan kekuatan untuk mengalahkan para iblis seperti yang istriku katakan, hal itu membuatku merasa sangat tersentuh.

Namun, sebagai korban perang, aku tidak sanggup mengejar Emilia yang bisa mengalahkan Pasukan Raja Iblis semudah mematahkan bambu.

Aku lalu mencoba menghubungi Gereja beberapa kali, tapi pada saat di mana manusia mulai melihat harapan, para warga juga memandang sang Pahlawan dan yang lainnya dengan penuh ekspektasi dan kekaguman, kalau meminjam situasi di Jepang, popularitas mereka pada waktu itu beberapa ratus kali lebih tinggi daripada seorang atlet olahraga ataupun seorang idol.

Bagaimanapun juga, jutaan manusia di dunia ingin berbicara ataupun memberikan doa-nya pada Emilia dan kawan-kawan.

Di antara mereka, ada juga orang yang berpura-pura menjadi keluarga atau kerabat mereka, bahkan aku pun dianggap sebagai seorang pembohong. Meski aku menggunakan nama kampung halaman Emilia, Sloan, hal itu tetap tidak berpengaruh banyak.

Meski aku diakui sebagai anggota keluarganya yang sebenarnya, karena mengelilingi dunia, Emilia mungkin tidak akan bisa menerima suratku.

Ketika aku berada di Saint Ignord dan tidak tahu apa yang harus kulakukan, berita tentang Malacoda di Benua Selatan yang telah dikalahkan mulai menyebar ke seluruh dunia. Pada waktu itu seluruh dunia mulai bergerak sekaligus.

Pergerakan dan komunikasi manusia yang sebelumnya terbatas, seketika menjadi lancar, perekonomian dunia pun mulai bangkit karena serangan balasan yang dilancarkan kepada Pasukan Raja Iblis, oleh sebab itu, di saat yang sama, berbagai negara juga mulai dengan aktif memberikan bantuan kepada para korban perang.

Aku memikirkan hal ini pada waktu itu.

Karena aku tidak bisa mengejar Emilia, aku hanya harus menunggu di tempat di mana dia pasti akan muncul.

Untungnya, pada waktu itu aku menerima bantuan dan diizinkan kembali ke desa Sloan.

Meski keadaan desa telah rusak, pondasi rumah-rumah nampaknya hanya ditinggalkan begitu saja, selain itu, ada juga beberapa ladang dan lahan yang bisa digunakan kembali setelah dilakukan beberapa persiapan.

Sayangnya, aku adalah satu-satunya orang yang kembali ke desa pada saat itu.

Para warga yang masih bertahan hidup sejak awal memang hanya sedikit, dan saat mereka menjadi korban perang, beberapa orang menemukan kehidupan yang baru di daerah yang baru pula, beberapa dari mereka menolak kembali ke kampung halaman mereka, dan bahkan ada pula orang yang mati saat berada di bawah kekuasaan pasukan Lucifer, kondisi setiap orang berbeda-beda.

Meski mereka ingin pulang ke kampung halaman mereka, kebanyakan orang lebih memilih untuk membangun kembali kehidupan mereka di kota Cassius.

Kalau dipikir-pikir, mengizinkan orang-orang untuk memasuki kota Cassius pasti juga merupakan strategi dari Gereja, tapi bagaimanapun, pada waktu itu, aku sangat yakin kalau Emilia pasti akan mengalahkan Pasukan Raja Iblis.

Kalau begitu, selama aku menunggu di desa ini, Emilia pasti akan kembali.

Namun, beberapa hari kemudian, orang yang tak disangka-sangka malah mengunjungi desa tersebut.

Dalam satu artian, keterkejutan yang dihasilkan oleh hal ini bisa dibilang jauh lebih besar dibanding kepulangan Emilia.

Mempercayakan Emilia kecil dalam asuhanku, lalu suatu hari tiba-tiba menghilang.... istriku, Lailah muncul di sana.”



Dengan kedatangan kereta di peron bawah tanah stasiun Chofu, mereka berempat turun dari kereta.

Saat eskalator panjang mencapai permukaan, terlihat sebuah stasiun transfer di sisi kanan.

“Ketika aku pertama kali datang ke sini, gedung stasiun kereta Chofu baru ada di permukaan saja. Dalam waktu yang sangat singkat, tempat ini sudah banyak berubah.”

Ucap Nord sambil melihat stasiun transfer tersebut.

“Kita harus pergi ke stasiun itu.”

Kemudian, dia mengambil alih pimpinan dan berjalan menuju pemberhentian bis Keio untuk mengantri.

Di daftar rute yang memiliki label ‘武 (Takeshi)91' di atasnya, ada sebuah pemberhentian bis yang bernama Tenmondai-mae.

“Untuk pergi menuju Tenmondai-mae dari stasiun Chofu, kita hanya bisa menaiki bis ini, tapi jika kita pergi ke stasiun Chofu dari Tenmondai-mae, akan lebih cepat kalau kita berjalan menuju pemberhentian sebelumnya, pemberhentian Chofu-Ginza. Itu karena kemacetan lalu lintas sering terjadi di persimpangan sana.”

Rasanya aneh ada seorang ayah Pahlawan dari dunia lain sedang memandu jalan di Chofu, namun orang yang mengikutinya pun juga bukan berasal dari dunia ini, membuatnya terasa lebih ironis.

“Ketika aku datang ke Jepang, awalnya aku tinggal di Shinjuku.”

“Tinggal di tempat sedekat itu.....”

Bahkan Suzuno yang kurang lebih sudah mendengar keadaan Nord, mengerang ketika mendengar fakta tersebut.

Selama waktu hampir setahun ini, Emi dan Nord tidak tahu kalau mereka tinggal di jarak hanya 20 menit menaiki kereta, hidup sendirian di Tokyo.

“Setelah tinggal di Shinjuku selama beberapa waktu, Acies tiba-tiba terlahir. Dia tidak mengalami tahap balita seperti Alas Ramus, dan penampilannya saat ini adalah penampilan saat dia lahir. Karena dia ingin tinggal di tempat di mana dia bisa melihat bintang, aku meminta saran dari orang yang merawatku semenjak aku datang ke Jepang, dan dengan rekomendasinya, kami pindah ke tempat yang memiliki observatorium, yakni tempat yang akan kita tuju ini.”

Bahkan nama belakang Satou yang biasanya Nord gunakan untuk memperkenalkan dirinya, juga meminjam dari pria itu.

Tapi dengan begini, mereka jadi bertanya-tanya tentang bagaimana Nord tinggal di Jepang.

Emi, Maou, dan Ashiya memang harus bekerja keras di dunia yang tak dikenal ini, tapi alasan mereka bisa mengatasi kendala bahasa adalah karena mereka bergantung pada sihir iblis dan sihir suci.

Nord, sebagai seorang petani, bagaimana caranya mengatasi halangan tersebut, dan bagaimana caranya mendapatkan makanan untuk menghidupi dirinya?

“Itu sederhana.”

Nord menaiki bis yang baru saja tiba, menerima tiket dengan gerakan yang terampil dan mengucapkan hal ini saat dia berjalan mencari tempat duduk,

"Bahasa Jepangku, istrikulah yang mengajarinya."



"Saat aku sedang membersihkan rumput di ladang untuk memulihkan kembali desa dan ladang yang telah rusak, Lailah tiba-tiba muncul di hadapanku.

Aku bahkan tidak punya waktu untuk meragukan mataku, dan dia langsung berbicara,

'Aku tidak menyangka semuanya akan jadi seperti ini.'

Aku tidak tahu makna di balik kalimat tersebut.

Tapi sebelum aku bisa bertanya, Lailah melanjutkan kata-katanya,

'Untuk berjaga-jaga, kita harus segera menumbuhkan pedang sucimu. Kita harus bergegas menuju tempat kenangan kita secepat mungkin.'

Namun pada saat itu, pedang itu hanyalah pedang yang memiliki kekuatan misterius, di bawah matahari sore, aku mengikuti instruksi Lailah dan memanggil pedang suci, berencana menanyainya apa yang terjadi.

Bahkan pada waktu itu, Emilia masih bertarung melawan Pasukan Raja Iblis. Kekuatanku mungkin bisa membantu Emilia, dan selain itu, karena Lailah adalah seorang malaikat, bukankah dia bisa membantu Emilia?

Tapi jawaban Lailah membuatku merasa kalau bahkan inti dari pertanyaan itu saja terlewatkan.

'Aku tidak tahu kenapa semuanya jadi seperti ini. Dulu, Satan hanyalah seorang anak kecil yang mengetahui apa itu sakit hati.'

Aku merasa hal itu sangat aneh.

Satan adalah nama Raja Iblis yang menyerang Ente Isla. Tapi dari nada bicara Lailah, dia sepertinya sudah kenal dengan Raja Iblis Satan sejak dulu.

'Aku minta maaf karena selalu menyulitkanmu. Aku akan memberitahumu hal-hal yang bisa kuberitahu padamu sekarang, jadi cepat pergilah menuju tempat kenangan kita.'

Dalam situasi yang membingungkan ini, aku menggandeng tangan Lailah, dan bersamanya, aku terbang dari desa Sloan menuju pegunungan di timur.

Di sebuah tempat berjarak setengah hari perjalanan dari desa Sloan, ada sebuah gunung yang menjadi tempat berburu, saat aku masih tinggal bersama Lailah, gunung itu hanya gunung biasa yang belum berkembang.

Di tengah gunung di sisi sebelah selatan, terdapat sepetak lahan yang menjorok keluar seperti sebuah panggung.

Aku yang masih muda dan Lailah sangat menyukai tempat itu, kami membangun pondok kecil di sana sebagai tempat istirahat dan sering berlibur ke tempat itu saat masa pertanian sedang lambat-lambatnya.

Sederhananya, itu adalah tempat istirahat milik kami berdua. Lailah mengajakku pergi ke tempat penuh kenangan itu.

..... Emilia, kenapa kau memasang wajah tak enak begitu saat aku menyebut pegunungan?

Kami menyebut tempat itu Balkon Langit Berbintang.

..... Emerada-san, kenapa kau mengeluarkan suara antusias seperti itu? Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?

Setelah sampai di Balkon Langit Berbintang, Lailah memisahkan fragmen Yesod dariku.

Dia kemudian menanamkan fragmen kecil yang bisa muat di telapak tangannya di pojokan balkon yang terkena sinar matahari paling banyak.

Sampai sekarang, aku tidak tahu apa maksud di balik tindakannya itu.

Atau lebih tepatnya, meskipun dia menjelaskannya padaku, aku tidak akan mengerti.

Setelah itu, Lailah memberitahuku banyak hal.

Maksud di balik penyerahan fragmen Yesod padaku dan Emilia yang baru lahir.

Kebenaran di balik Sephirah, Pohon Kehidupan, dan malaikat yang tertulis dalam Alkitab.

Identitas sebenarnya pemimpin Raja Iblis Satan yang mengancam seluruh Ente Isla.

Tabu di Surga, legenda 'Bencana Raja Iblis Satan Kuno'.

Semua itu adalah hal-hal yang tidak akan bisa dipahami hanya dengan mendengarkannya sekali.

Dan hal yang paling penting adalah, Lailah terlihat sangat cemas.

Aku mempercayai Lailah, tapi daripada khawatir karena membuatku memahami hal-hal yang sulit dipahami ini, Lailah terlihat lebih khawatir saat mengajariku sebuah bahasa.

Itu benar, itu adalah bahasa Jepang.

Emerada-san, inilah yang terjadi. Pada waktu itu, Lailah sudah mengetahui berbagai hal mengenai dunia ini.

Kurasa sejak awal Lailah sudah merencanakan hal ini untukku dan Emilia... merencanakan agar fragmen Yesod dapat tersembunyi di tempat yang tidak bisa diganggu oleh Surga.

Dia sepertinya menghabiskan waktu yang sangat lama untuk membuat persiapan ini.

Bagiku, daripada mengetahui masalah yang terjadi di dunia yang tidak kukenal, aku lebih khawatir dengan Emilia yang bertarung di Ente Isla, tapi istriku bilang, jika ada sesuatu yang tidak beres, dia akan maju dan melindungi Emilia. Jadi aku mempercayai kata-kata istriku dan menerima rencananya.

Hm? Kau tanya kenapa aku mempercayai Lailah dengan sangat mudah?

Kenapa ya, itu cerita yang panjang... beberapa hal terjadi ketika aku bertemu Lailah, jadi sejak awal aku sudah tahu kalau dia adalah seorang malaikat.

Dari saat aku tahu bahwa Lailah adalah seorang malaikat, sampai Emilia terlahir, dan sampai Lailah meninggalkan sisiku, banyak hal yang telah terjaadi.

Sebagai contoh, meskipun Lailah adalah seorang malaikat dengan kekuatan yang sangat hebat, apapun situasinya, dia tidak akan menggunakan kekuatan tersebut.

Contohnya saat suhu di suatu musim panas jauh lebih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga menyebabkan gagal panen yang tak terelakkan.

Pada waktu itu aku meminta Lailah apa dia bisa menggunakan kekuatannya untuk menyelamatkan gandum milik desa.

Lailah menjawab,

'Jika kita dengan paksa merubah keadaan alam, reaksi pasti akan terjadi suatu hari nanti. Apa kau ingin aku menjadi malaikat yang sebenarnya?'

Tidak hanya saat itu, Lailah sering membuatku merasa kalau dia tidak menyukai realita bahwa dia adalah seorang malaikat.

Setelah itu, aku dengan tegas terus mengingatkan diriku agar tidak membuat kontak dengan kekuatan tersembunyi Lailah.

Pernah suatu ketika Lailah mengenakan baju tua yang kubeli dari seorang pedagang pengelana, wajahnya saat itu penuh dengan senyum. Dia sangat menyukai fakta bahwa dia perlahan menjadi seperti istri-istri dari keluarga petani setempat.

Dia membiarkan tangan cantiknya menggigil akibat musim dingin yang beku, menyakiti dirinya sendiri saat sedang bertani, dia bahkan memasukkan tangannya ke dalam tumpukan pupuk yang berbau busuk tanpa ragu sedikitpun.

Kehidupan kami tidak hanya dipenuhi hal-hal yang menyenangkan. Kami juga beberapa kali terlibat pertengkaran.

Namun, aku tidak pernah meragukan hatinya. Sama sekali tidak pernah.

Masalah mempercayai istriku ini, tak ada alasan untuk menjelaskannya... jadi ayo kita bicarakan hari saat Emilia lahir.

Proses persalinan Lailah tidaklah berjalan lancar, aku sampai terkejut karena tubuh sekecil itu bisa menghasilkan suara yang begitu keras.

Tapi perhatianku sama sekali tidak membantu.

Jika dia tahu kalau aku menceritakan hal ini, dia pasti akan sangat marah. Meski dia bersikeras kalau 'aku tidak pernah mengatakan sesuatu seperti itu', bidan desa dan aku benar-benar mendengarnya berbicara seperti ini ketika dia menahan rasa sakit akibat persalinan yang sulit....

'Saat ini, aku benar-benar benci dengan camar yang dengan santainya terbang di seluruh dunia!'

Sangat aneh, kan?

Aku tidak pernah melihat laut sebelumnya, jadi meskipun aku mendengarnya berkata demikian, aku tidak punya pemikiran khusus apapun mengenai hal itu. Tapi pada waktu itu aku tak sengaja tertawa terbahak-bahak, dan begitulah, aku diusir keluar ruangan oleh Lailah.

Beberapa saat kemudian, ketika aku bergegas kembali setelah mendengar suara tangisan seorang bayi, ternyata Lailah sudah memeluk Emilia dan menangis.

Dia nampak seperti sedang melakukan kompetisi menangis dengan Emilia yang baru terlahir, aku pun berbicara padanya sembari merasa bingung dengan apa yang harus kulakukan.

Namun, Lailah mengucapkan hal ini padaku dengan berkaca-kaca,

'Terima kasih, dengan begini, sekarang aku sudah menjadi penduduk dunia ini.'

Baru 15 tahun kemudian ketika aku kembali ke Balkon Langit Berbintang, aku samar-samar memahami makna di balik kalimat tersebut.

Ketika kami bertemu kembali setelah 15 tahun, Lailah mengucapkan hal ini padaku,

'Aku dan para penduduk Surga, bukanlah malaikat yang disebutkan dalam Alkitab.'

Mereka memang disebut malaikat untuk menghindari berbagai ketimpangan, tapi menurut Lailah, para malaikat itu sebenarnya adalah sekumpulan pencuri dan berencana mencuri Tuhan yang seharusnya lahir di Ente Isla.

Mereka adalah sekelompok penjahat yang berencana mencuri Tuhan masa depan dari tangan penduduk Ente Isla demi kesejahteraan mereka sendiri.

Lailah membenci identitasnya sebagai seorang malaikat, dan juga tindakan orang-orangnya.

Dia percaya kalau hidup di dunia dan mendapatkan kebahagian hidup dengan bekerja keras dalam jangka waktu yang terbatas, adalah jalan hidup yang benar.

Tapi, jika Surga terus seperti ini, tak lama, sesuatu yang buruk pasti akan terjadi pada orang-orang Ente Isla.

Dia bilang kalau hal ini harus dihentikan apapun yang terjadi.

Namun, orang yang menghalangi rencana Lailah telah memisahkan keluarga kami di masa lalu.

Musim gugur pertama setelah Emilia terlahir.

Malam itu, Lailah menggunakan wujud yang serupa seperti saat dia pertama kali menemuiku... wujud seorang malaikat.

Aku bahkan tidak sempat bertanya kenapa dia menggunakan wujud yang sangat dia benci, Lailah kemudian menyerahkan sebuah kristal ungu padaku dan Emilia.

Ya, itu adalah fragmen Yesod.

'Aku berharap kau yang bisa menerimaku layaknya manusia di dunia ini, mau menerima benda ini.'

Ucap Lailah.

Meski aku bertanya padanya apa yang terjadi, Lailah hanya membalas dengan gelengan kepala.

'Cepat atau lambat, dunia akan diselimuti oleh kejahatan, dan anak kita memiliki kekuatan untuk mengusir mereka. Saat ini, aku harus melindungi kekuatan itu.'

Kalau kupikir-pikir sekarang, 'kejahatan' yang Lailah sebutkan mungkin bukan merujuk pada Pasukan Raja Iblis, melainkan kejahatan yang lebih besar.

'Untuk melindungi masa depanmu dan Emilia, aku tidak boleh tertangkap di sini. Jadi kumohon izinkan aku pergi sekarang.'

Aku tidak pernah meragukan cinta dan ketulusan Lailah.

Tentu aku tidak ingin berpisah dengannya pada waktu itu, tapi karena sesuatu telah terjadi sehingga menyebabkan Lailah harus membuat keputusan itu, aku hanya bisa mengikuti keputusannya.

'Kau harus kembali. Aku pasti akan selalu menunggumu.'

Aku mengatakan hal itu pada Lailah.

Lailah menundukan kepalanya ke arahku, membuat kristal ungu itu bergabung dengan tubuh kami.

Seperti halnya salju yang mencair di tangan seseorang, fragmen di tanganku melebur dan menghilang tanpa sensasi apapun.

'Aku sudah meminta fragmen-fragmen ini untuk melindungi kalian berdua. Maafkan aku mengatakan hal yang egois seperti ini, tapi aku pasti akan kembali.'

Setelah mengatakan hal itu, Lailah pergi meninggalkan kami.

Aku hanya bisa melihatnya terbang ke langit.

Ketika cahaya Lailah menghilang di langit sebelah timur, cahaya lain yang mirip seperti Lailah muncul dan bergerak dari barat ke timur seolah sedang mengejar Lailah.

Pada waktu itu, sesuatu yang misterius terjadi.

Ketika cahaya yang mengejar Lailah terbang menuju ke langit timur, pedang suci tiba-tiba muncul di tanganku.

Meski wujudnya terlihat tak bisa diandalkan, aku langsung tahu kalau itu adalah kekuatan kristal yang Lailah percayakan padaku.

Pedang itu sedikit bergetar seolah mewaspadai cahaya yang ada di langit.

Aku baru memasuki rumah setelah cahaya di langit itu menghilang, dan setelahnya aku mendapati bahwa di tangan Emilia, dia sudah memegang sebuah benda seperti salib, layaknya sedang berdoa.

Itu mungkin tahap pertama dari wujud 'Evolving Holy Sword, One Wing (Better Half)' yang Emilia gunakan.

Beberapa saat kemudian, pedang dan salib itu berubah menjadi bola-bola cahaya dan menghilang ke dalam tubuh kami.

Tapi aku tidak merasa seolah sedang memikul takdir yang begitu besar.

Aku hanya ingin melindungi Emilia. Dan agar Lailah bisa menjalani kehidupan yang sama seperti sebelumnya setelah dia menyelesaikan pertarungannya dan kembali, aku harus melindungi rumah ini. Aku bersumpah dengan tekad demikian.

Tapi setelah itu, hingga penyerangan Pasukan Raja Iblis, Lailah tidak kunjung kembali, Emilia juga tidak pernah menangis karena merindukan ibunya.

Kurasa itu mungkin karena kekuatan fragmen yang menyelimuti hati Emilia."



"Oh, kita sampai di Tenmondai-mae."

Usai melihat bis menampilkan pemberhentian selanjutnya, Nord pun menekan tombol berhenti yang ada di bis dengan lihai.

Kemudian setelah menatap ke arah Suzuno dan kawan-kawan yang duduk di sebelahnya, Nord bertanya dengan santai,

"Hm, apa ada yang salah?"

"Tidak, bukan apa-apa."

Bibir Suzuno membentuk sebuah garis tipis, dia memandang ke arah lain.

".... Yang benar saja...."

Emi juga menggumam dengan kepala tertunduk dan wajah sedikit memerah.

"Meski aku tahu kalau ini adalah hal yang sangat penting~~"

Entah kenapa Emerada malah menyeringai dan menggeliat dengan kedua tangan berada di pipinya.

"Bagaimana aku mengatakannya ya~ erhm~"

Bis dengan cepat berhenti di pemberhentian Tenmondai-mae.

Nord tidak begitu mengerti, dia bangkit dari kursinya dan memasukkan tiket dan beberapa uang kecil ke dalam kotak biaya dengan lihai.

Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 11 - Chapter 2 Bahasa Indonesia


Suzuno dan Emerada juga mengikuti dari belakang, menatap satu sama lain merasa malu, sedangkan untuk Emi, dia terlihat seperti menahan sesuatu dan mencoba untuk tidak menatap keduanya.

"Rasanya seperti~ terima kasih atas pelayanannya~~"

"Hm?"

Tidak diketahui apakah maksud Emerada tersampaikan atau tidak, Nord turun dari bis dengan ekspresi yang sulit dipahami.

Ketiga orang itu mengikuti dari belakang. Meskipun tahu kalau informasi itu sangat dibutuhkan untuk memahami situasi yang melibatkan mereka, setelah mendengar penjelasan Nord dicampur dengan proporsi yang pas dari cerita masa muda dengan Lailah, rasanya mereka sudah kehilangan pandangan mengenai sesuatu yang penting.

"Fu... Pemanas di bis benar-benar kuat ya."

Setelah bis itu pergi, Suzuno mengehembuskan napas dalam seolah ingin mengeluarkan seluruh udara yang terpendam di dalam tubuhnya dan mengipasi dirinya menggunakan tangannya.

"Lalu~ setelah bertemu kembali dengan Lailah-san~ bagaimana caramu pergi dari Balkon Langit Berbintang menuju Mikata~~?"

"Jadi tempat tersebut memang memiliki nama seperti itu ya.... rasanya sangat rumit."

Ucap Emerada menyebutkan nama tempat yang terasa agak memalukan itu, dan setelah Emi mendengarnya, dia kembali tersipu dan menundukan kepalanya, sementara untuk Nord, dia mengangguk dengan mantap dan menjawab,

"Ayo bicara sambil jalan. Meski Bell-san san Emilia sudah berkali-kali datang ke sini.... tapi inilah jalannya."

Nord menunjukan jalan pada Emerada dan mulai membahas topik itu lagi.



"Lailah yang bertemu kembali denganku setelah 15 tahun lamanya, terlihat ingin menyembunyikanku dan fragmenku secepat mungkin.

Dan tempat yang dia pilih bukanlah Ente Isla, melainkan bumi ini.

Meski aku bilang kalau aku belajar bahasa Jepang dari Lailah, tapi itu bukan belajar dari buku tulis yang dimulai dengan kosakata.

Lailah menggunakan Idea Link untuk memberikan sebagian besar pengetahuannya padaku, jadi setelahnya, aku hanya butuh beberapa hari untuk latihan.

Berkat hal itu, meski terkadang aku masih menggunakan kosakata yang salah ketika berbicara bahasa Jepang, itu bukan berarti aku tidak bisa berkomunikasi sama sekali.

Lailah kemudian menceritakan alasan kenapa dia sangat khawatir, bilang kalau itu berhubungan erat dengan tindakan Emilia sebagai Pahlawan dan penyerangan Pasukan Raja Iblis.

Pedang suci yang Emilia hunus dan Armor Pengusir Kejahatan yang dia pakai, seperti pedang suciku, adalah benda yang terbuat dari inti fragmen Yesod.

Katanya reaksi ini bisa dideteksi oleh Surga.

Sampai saat ini, Lailah nampaknya sudah mempercayakan banyak fragmen pada orang-orang di berbagai tempat di seluruh dunia, dan ketika tempat-tempat itu hampir ditemukan, dia akan menggunakan fragmen yang dia miliki untuk menjauhkan pengejarnya.

Apa yang membuatku terkejut adalah rencana ini sudah berjalan terus menerus selama beberapa ratus tahun, sebelum aku lahir.

Namun, kekuatan yang Emilia miliki benar-benar terlalu kuat, jadi dia tidak bisa menutupinya sama sekali.

Karena mungkin ada pengejar yang menargetkan pedang suci Emilia, untuk berjaga-jaga, dia berharap aku bisa kabur ke sebuah dunia lain. Kurasa itulah yang dia maksudkan.

Tentu aku juga punya pertanyaan, yaitu apa yang harus kita lakukan jika pengejar itu bergerak memburu Emilia?

Lailah menjawab,

Dia akan melindungi putri kami bahkan jika dia harus mengorbankan nyawanya.

Bagiku, Lailah dan Emilia adalah keberadaan yang tak tergantikan. Jadi wajar aku tidak ingin melihat nyawa mereka berada dalam bahaya. Tapi karena Lailah, orang yang memiliki intelegensi melebihi manusia, punya tekad seperti itu, aku sama sekali tidak bisa membantahnya.

Dan, aku mempercayai Lailah. Aku menghormati keinginannya dan bergerak sesuai dengan instruksinya.

Tentu saja, apa yang terjadi selanjutnya sangatlah sulit.

Bukan soal bahasa saja yang harus kuingat, apa yang perlu kupelajari sebagian besar adalah hal-hal yang berhubungan dengan uang.

Sebelum benar-benar melihat sebuah ATM, aku sama sekali tidak mengerti sistem yang bisa ditemukan di mana-mana ini, sebuah sistem yang memungkinkan uang seseorang bisa diambil tanpa melalui manusia.

Sama halnya dengan keberadaan uang kertas. Aku harus bersusah payah untuk memahami benda yang mirip seperti dokumentasi ini, benda yang bukan termasuk emas, perak, perunggu, ataupun logam lain, namun memiliki nilai yang lebih tinggi dari koin emas.

Sebuah buku bernama passport yang bisa membuktikan identitas seseorang, dan sebuah rekening bank sekaligus bukunya, itu adalah benda-benda yang Lailah berikan padaku pada waktu itu.

Itulah pertama kalinya aku merasa gelisah. Apa yang dia ingin untuk kulakukan selanjutnya?

Karena aku tiba-tiba diberi informasi tentang dunia yang tidak kukenal, selama prosesnya, aku terlibat pertengkaran dengannya yang sudah tertunda selama 15 tahun.

Karena di tengah-tengah pertengkaran itu kami merasa sangat terkenang, pada akhirnya kami tidak melanjutkan pertengkaran tersebut.... ada apa, Emilia, ekspresi macam apa itu?

Ah yeah, kau ingin aku melanjutkan ceritaku?

Lalu, beberapa hari kemudian, Lailah menggali fragmen yang sudah dia kubur sebelumnya dan menggabungkannya kembali denganku.

Menurut Lailah, hari itu kebetulan adalah hari di mana Alsiel mundur dari Benua Timur karena kalah dengan Emilia.

'Aku ingin menghabiskan beberapa hari lagi agar dia terlahir di sini.'

Setelah mengucapkan hal itu, Lailah memegang tanganku dan berkata,

'Maafkan aku, bertindak sembrono dan keras kepala seperti ini. Tapi tolong percayalah padaku.'

'Aku tidak pernah meragukanmu', jawabku.

Setelah menunjukan sebuah senyum yang sama cantiknya seperti 15 tahun yang lalu, Lailah mendongak ke arah langit.

Setelah aku mengikutinya dan mendongak, aku menyadari seorang malaikat muncul di sana.

Itu adalah malaikat dengan penampilan seperti seorang pria kecil memegang sebuah sabit besar.

Aku berpikir, mungkin malaikat ini adalah malaikat yang mengejar Lailah 15 tahun yang lalu, identitas sebenarnya dari cahaya yang menghilang di langit sebelah timur itu.

Malaikat itu hanya mirip dengan Lailah di bagian sayap putih dan warna rambutnya, sedangkan tatapannya sangat dingin.

Tapi setelah melihat malaikat itu, aku tiba-tiba pingsan.

Ketika aku terbangun, aku sudah ada di Shinjuku.... lebih tepatnya di sebuah tempat tak jauh dari Yoyogi, pokoknya aku terbangun di dalam sebuah apartemen di Jepang.

Aku panik. Meski Lailah sudah memberitahuku hal ini sebelumnya, begitu aku keluar kamar, aku seketika membeku saat dihadapkan pada bau yang tidak pernah kucium sebelumnya, suara yang tidak pernah kudengar sebelumnya, dan cahaya yang tidak pernah kulihat sebelumnya.

Meski Lailah sudah memberitahuku apa yang harus kulakukan setelah datang ke dunia ini, pada kenyataannya aku baru bisa pergi keluar setelah 3 hari.

Aku sangat takut, takut pada dunia yang tak dikenal dan pada manusia yang tak dikenal.

Setelah semua makanan yang disiapkan di apartemen itu habis termakan, aku tidak punya pilihan lain selain pergi keluar dan menyelesaikan belanja pertamaku di minimarket.

Sampai sekarang, aku masih ingat dengan sangat jelas, saat aku tahu kalau roti yang kubeli dengan harga 100 yen itu rasanya begitu lezat dan sangat berbeda dengan roti gandum hitam di Ente Isla.

Kupikir, aku datang ke tempat yang benar-benar hebat.

Setelah itu, aku menghabiskan seminggu mengakrabkan diri dengan lingkungan sekitar apartemen, mempelajari kegiatan ekonomi yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, dan mulai melakukan apa yang Lailah ingin untuk aku lakukan.

Hal itu adalah jalan-jalan.

Taman Yoyogi berada di jangkauan berjalan kaki dari apartemen, aku berjalan ke sana setiap hari, memandangi langit, mencium bau pepohonan, dan bahkan berbaring di tanah.

Lailah bilang, ini ada hubungannya dengan merawat fragmen.

Baru di suatu pagi setelah terus berjalan-jalan selama kira-kira 2 bulan, aku mengerti makna di balik kalimat merawat fragmen tersebut, pada waktu itu, pedang suci tiba-tiba muncul dan memperlihatkan wujud seorang manusia.

Itu benar, Acies terlahir.

Aku sangat gelisah. Acies yang terlihat seperti seorang gadis berusia belasan tahun, sejak awal sudah tahu mengenai bahasa Jepang.

Dia juga tahu kalau aku adalah seseorang yang berhubungan dengan Lailah, jadi tidaklah sulit untuk berkomunikasi.

Namun, masalah tetap saja muncul.

Nafsu makan Acies begitu besar.

Semenjak Acies lahir, uang yang Lailah persiapkan sebelumnya untukku mulai habis dengan sangat cepat.

Meskipun masih ada sisa uang yang cukup, karena aku tidak tahu berapa lama aku harus tinggal dengan Acies, uang itu tidak bisa kuhabiskan dengan sembrono. Ketika tabungan itu mencapai titik terendah, maka semuanya sudah terlambat.

Karena itulah, aku mulai mencari pekerjaan.

Berkat kehidupan sebagai korban perang yang kujalani di Saint Ignord, aku cukup percaya diri aku bisa melakukan banyak jenis pekerjaan.

Saat aku mulai melakukan berbagai pekerjaan aneh, aku pun bertemu seorang pria dengan nama belakang Satou.

Karena Satou, aku tahu, asalkan aku punya niat, aku bisa bebas bekerja di Jepang.

Meskipun Satou adalah orang Jepang normal, karena pengalaman khususnya, dia adalah pria yang tahu banyak hal.

Aku juga mempelajari banyak hal tentang Jepang darinya.

Hm? Oh, kau bertanya kenapa aku ingin meminjam nama belakangnya?

Sederhananya itu demi tinggal bersama Acies sebagai sebuah keluarga dan menghindari kecurigaan orang lain.

Tentu, aku tidak bisa menggunakan nama palsuku ketika mencari kerja. Itu karena nama asliku juga dipakai di rekening bank.

Tapi aku meminta orang-orang di sekitarku untuk menganggapnya sebagai nama panggilan. Meski aku sedikit enggan, mengingat alasan Lailah mengirimku ke dunia ini, kurasa akan lebih baik untuk tidak mengungkap nama belakang Justina.

Selain itu, latar belakang Satou yang rumit mengingatkanku pada saat-saat diriku menjadi korban perang, hal itu juga salah satu alasannya.

'Apa ada tempat di sekitar sini di mana bintang-bintang bisa terlihat?'

Tempat yang Satou rekomendasikan padaku waktu itu adalah tempat di mana Observatorium Nasional Mikata berada.

Tempat itu adalah pusat untuk penelitian astronomi di Jepang, kegiatan yang berkaitan penelitian astronomi juga diselenggarakan tiap bulannya, siapapun bisa berpartisipasi selama mereka mendaftar.

Menurut Satou, dia pernah bekerja di sini sebelumnya, dan penginapan pegawai bisa disewa dengan harga yang lebih murah selama seseorang bekerja di sini, langit malam juga bisa diamati ketika sedang bekerja.

Ketika aku memberitahu Acies, dia bersikeras ingin pindah ke sini.

Sebenarnya aku tidak ingin meninggalkan apartemen yang sudah Lailah persiapkan, tapi jika itu Lailah, meski kami pindah ke suatu tempat, dia pasti bisa menemukan kami melalui keberadaan Acies.

Karena itulah, kami pindah ke sini."



Emerada kini sedang berdiri di depan sebuah gedung kecil dengan banyak moped terparkir di depannya, menatap papan nama yang tergantung di bagian luarnya.

"Di sana tertulis 'Distributor Surat Kabar Yomiuri'. Tempat ini adalah tempat yang difungsikan untuk mengumpulkan dan mengantarkan media yang disebut surat kabar."

Suzuno, berdiri di sampingnya, menjelaskan makna kalimat tersebut.

"Tunggu sebentar. Aku akan meminta si direktur untuk membantu kita membuka kamarnya."

Berkata demikian, Nord dengan tenang membuka pintu geser tempat tersebut dan melangkah masuk ke dalam.

"Jadi ini alasannya kenapa dia ingin mendapatkan SIM moped...."

Ketika Emi dengar kalau Maou bertemu dengan Nord dan Acies di dalam bis yang menuju tempat ujian mengemudi, dia sempat kebingungan kenapa Nord ingin mendapatkan SIM, tapi begitu dia melihat barisan moped yang digunakan untuk mengantar surat kabar... Honda Radish, dia akhirnya paham.

Meski ada pula beberapa sepeda terparkir di sana, pekerjaan pasti akan lebih lancar kalau dia menggunakan moped.

Mengenai poin 'langit malam juga bisa diamati ketika sedang bekerja', mengantar koran adalah pekerjaan yang mengharuskan seseorang untuk melewati berbagai gang dan jalan sebelum matahari terbit guna mengantar koran di setiap rumah.

Meski Emi tidak punya pengalaman seperti itu, pusat penghantaran koran memang menyediakan tempat tinggal kepada para pegawainya, dan karena mereka harus menyelesaikan pekerjaan mereka di pagi dan malam hari dengan waktu yang terbatas, beberapa pegawai adalah mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari penerbit koran yang masuk universitas.

Pekerjaan mengantar koran pasti tidaklah mudah, tapi tubuh Nord yang sudah terlatih melalui pekerjaan tani serta memiliki kekuatan mental yang cukup untuk melewati kehidupan sebagai korban perang, pekerjaan itu seharusnya adalah hal yang mudah baginya.

Meski surat kabar semakin tersingkir karena adanya internet dan televisi, surat kabar masih terus melakukan kegiatannya sebagai media informasi, jadi jika seseorang bekerja di tempat yang berkaitan dengan surat kabar, mengetahui situasi dunia adalah hal yang cukup mudah.

Dibandingkan Maou dan Ashiya yang hanya bergantung pada perpustakaan untuk memperolah informasi sebelum akhirnya Urushihara datang, Nord tentu lebih bisa mendapatkan informasi terbaru.

Beberapa saat kemudian, Nord keluar bersama seorang pria tua dan berjalan menuju bagian belakang gedung.

Dia adalah pemilik distributor tersebut, sebelumnya Emi sudah dikenalkan dengannya. Di belakang gedung distributor tadi, terdapat sebuah apartemen yang mirip seperti Villa Rosa Sasazuka saling berdesakan, dan salah satu bloknya digunakan sebagai asrama bagi para pegawai distributor.

Emerada mengamati apartemen sesak itu dengan penuh minat, lantas berusaha mendapatkan perhatian Emi seperti kepikiran sesuatu.

"Hm? Ada apa, Em?"

"Barusan kita sudah mendengarkan penjelasan Nord-san~~ tapi aku masih tidak mengerti kenapa kau tidak mengizinkan Nord-san untuk membantu membayar hutang yang kau miliki dengan Raja Iblis~~"

"Oh, masalah itu."

Emi tersenyum kecut dan mulai menatap papan nama distributor tersebut.

"Sederhananya karena tabunganku masih cukup untuk menanganinya, mungkin kau berpikir kalau aku ini terlalu keras kepala... tapi alasan lainnya adalah karena ibuku."

"Ibu... maksudmu Lailah?"

"Yeah."

Emi menghela napas, menggelengkan kepalanya dan mengatakan,

"Aku tidak menganggap ibuku sebagai orang jahat, tapi keadaanku, keadaan ayahku, sekaligus keadaan Raja Iblis, semuanya berhubungan dengan ibuku. Uang yang dimiliki ayahku saat ini, sebagian adalah uang yang disiapkan oleh ibuku, kan? Aku tidak ingin bergantung pada uang ibuku. Tapi mengesampingkan masalah rumit ini, merepotkan orang tuaku untuk membayar hutang yang kubuat sendiri itu tidak baik, kan?"

"Oh~~."

Memang rasanya masuk akal ketika mendengar penjelasan itu, tapi sehubungan dengan situasi keuangan yang serat seperti sekarang ini, melakukan hal seperti itu hanya bisa disebut memaksakan diri.

"Emerada-dono, mau bagaimana lagi. Emilia itu sangat keras kepala ketika menyangkut hal ini. Kalau dijelaskan lebih halus, dia itu punya pendirian yang kuat. "

"Benar sekali.... Soal itu, dia sama sekali tidak berubah."

"Aku sangat berterimakasih untuk pujian kalian."

Suzuno dan Emerada tersenyum kecut seolah sudah menyerah, sementara Emi, dia terlihat cemberut.

Setelah menunggu sekitar 10 menit, Nord kembali dengan membawa berbagai berkas.

Usai membungkuk kepada si pemilik distributor, dia kembali ke arah Emi dan yang lainnya.

"Sepertinya banyak yang terkumpul ya."

Di dalam folder dengan logo Yomiuri News di atasnya, terlihat banyak sekali bagian-bagian kardus.

"Acies, kenapa dia sangat suka melihat bintang?"

"Hm.... ini hanya kesimpulanku sendiri sih...."

Nord menatap folder di tangannya dan menjawab pertanyaan Suzuno,

"Sebenarnya, sebelum Acies lahir, ketika Lailah menjelaskan berbagai hal yang behubungan dengan fragmen Yesod padaku, dia sering menekankan bagian langit. Sama seperti ketika dia memintaku untuk berjalan-jalan di taman Yoyogi, saat dia mengubur fragmen di Balkon Langit Berbintang, dia juga mengaja memilih tempat yang paling banyak terkena sinar matahari. Langit, terutama bintang di malam hari, mungkin memiliki makna yang penting bagi mereka. Aku ingat...."

Sembari berbicara, Nord mengeluarkan sebuah potongan kertas paling tipis dari dalam folder.

Itu bukan sebuah model kertas, melainkan papan kardus dengan selembar kertas transparan berbentuk bulat di atasnya.

"Benda ini adalah sesuatu yang kami dapatkan saat event pengamatan bulan yang diselenggarakan oleh observatorium. Kalau bagian belakangnya disinari cahaya, sebuah peta bulan akan terlihat di dinding. Acies nampaknya sangat menyukai yang ini. Di antara koleksinya, entah kenapa ada banyak benda yang berhubungan dengan bulan."

"Bulan... ya?"

Menurut legenda yang tertulis di Alkitab, untuk permata yang membentuk dunia, Yesod, benda langit yang diwakilinya adalah bulan.

Tidak diketahui apakah itu ada hubungannya dengan hal ini, Suzuno menatap bagian-bagian kardus yang menumpuk itu dengan wajah seperti sedang berpikir keras.

"Tapi~~ syukurlah koleksi Acies ketemu~"

"Benar, tapi urusan kita selesai dengan sangat cepat."

Nord mengangguk setuju menanggapi kata-kata Emerada.

"Aku masih ingin berbincang dengan kalian semua, dan ada beberapa hal yang belum kuberitahu pada Emilia, jika memungkinkan, aku harap kita bisa menemukan tempat untuk mengumpulkan semua orang yang terkait dengan hal ini dan membicarakan semuanya secara berurutan."

"Itu benar. Meski sedikit menjengkelkan, ada juga beberapa hal yang harus kita konfirmasi dengan Raja Iblis dan yang lainnya... Untuk saat ini, kenapa kita tidak memberikan dulu benda ini pada Acies? Jika kita kembali ke Sasazuka sekarang, aku bisa sampai tepat waktu untuk urusanku sore nanti."

Sambil berbicara, Emilia berbalik dan berjalan menuju pemberhentian bis...

"Oh ya Emilia. Memang apa yang akan kau lakukan sore nanti?"

... tapi dia langsung berhenti karena mendengar pertanyaan Suzuno.

"Yeah, sebenarnya...."

Emi tersenyum dengan agak gelisah, menolehkan kepalanya dan menjawab Suzuno,

"Aku ada tes interview pekerjaan."

---End of Part 1---





Translator : Zhi End Translations..
Previous
Next Post »
2 Komentar