Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 8 - Chapter 2 (Part 2) Bahasa Indonesia

[Translate] Hataraku Maou-Sama Volume 8 - Chapter 2 : Raja Iblis, Pertemuan -2

Baca Light Novel Hataraku Maou-Sama Volume 8 - Chapter 2 Bahasa Indonesia



Chapter 2 : Raja Iblis, Pertemuan.

Pada akhirnya, Maou gagal di ujian pertamanya dan tidak punya pilihan lain selain mengikuti ujian tersebut untuk yang kedua kalinya.

Ini tidak seperti dia ingin menyalahkan orang lain, tapi alasan kenapa Maou tidak bisa fokus pada saat ujian pertamanya, adalah karena apa yang dikatakan Chiho dan Ashiya.

Maou sendiri telah menunjuk Emi sebagai Jenderal, dan setelahnya, dia juga mengatakan pada Emi kalau dia akan membantu Emi menemukan makna hidup yang baru.

Sekarang ini, teori Ashiya sangatlah mengkhawatirkan, pihak Surga memang selalu ingin menangkap Emi, jika mereka tahu kalau Emi pergi ke Ente Isla, mereka pasti akan menggunakan strategi tersebut.

Namun, Sariel yang ingin menangkap Emi dan mencuri pedang sucinya, telah sepenuhnya menjadi warga Jepang karena naksir berat dengan atasan Maou, dan setelah itu, dia sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda menghubungi rekannya.

Ditambah lagi, Gabriel yang berada di level yang sama dengan Malaikat Agung Sariel, juga telah dipukul mundur oleh Emi dengan mudah.

Situasinya mungkin akan berbeda jika lebih dari satu musuh setingkat Malaikat Agung muncul di saat yang sama, tapi meski itu tidak terjadi di Jepang, hal itu pasti akan menjadi sebuah insiden besar.

Sulit dibayangkan jika orang-orang di Ente Isla tidak merasakan sihir suci mereka, tapi kalau seperti ini, Maou semakin sulit mengerti alasan kenapa Emi belum kunjung kembali ke Jepang.

Maou salah mengisi jawaban soalnya karena ia memikirkan hal-hal tersebut, tapi ini memang sudah lebih dari dua minggu setelah tanggal di mana Emi seharusnya kembali ke Jepang.

Usai kejadian itu, Suzuno kelihatannya meneliti banyak metode, seperti mengumpulkan penguat untuk menggunakan teknik tingkat tinggi yang menyulitkan orang lain mendeteksi Idea Link, memancarkan sonar untuk mencari rekan Emi yang lain, Alberto, dan lain sebagainya, pokoknya, apapun yang bisa dilakukan di Jepang, dia sudah mencoba semuanya.

Karena itulah, kamar Suzuno saat ini telah dipenuhi dengan alat-alat aneh dan diagram mantra yang ia gunakan sebagai penguat, sepertinya ia telah tenggelam ke dalam aliran sesat yang mencurigakan.

Tapi hingga hari ini, hasilnya masih belum terlihat.

Satu-satunya hal yang bisa dipastikan adalah Emi dan Emerada memang belum kembali ke Jepang.

Semenjak hari di mana Emerada menjemput Emi, tak terdeteksi seorang pun yang membuka 'Gate' yang mana menghubungkan Jepang dengan Ente Isla.

Frekuensi Chiho membuka mulutnya dan berbicara saat bekerja, juga menurun drastis, hal ini membuat Maou dicurigai oleh Kisaki yang tidak tahu apa-apa, dengan tuduhan membuat Chiho sedih.

Mungkin karena Maou gagal di ujian teori SIM, dan karena kegelisahan yang ia rasakan hidup tanpa Emi yang tanpa sadar terlihat......

"Jika ada sesuatu yang mengganggumu, kau bisa membicarakannya denganku kau tahu?"

Kisaki mengatakan hal tersebut pada Maou.

Logikanya, Maou seharusnya tidak merasa segelisah itu.

Bagaimanapun, ketika musuh bebuyutan Maou dan yang lainnya --Sang Pahlawan tidak ada, suasana di sekeliling mereka pasti menjadi sangat tenang, bahkan Ashiya pun sampai menghilangkan sifat hematnya dan menyarankan makan yakiniku.

".... Tidak, aku hanya khawatir dengan Alas Ramus."

Mengingat kegagalan ujian kemarin, Maou mulai mencari-cari alasan.

Seseorang yang sangat handal dalam berbohong hanya akan berbohong di saat-saat penting, sisanya akan mereka gunakan untuk berkata jujur supaya orang lain tidak mencurigai mereka.

Berbohong pada orang lain memang dosa, tapi terkadang, kebohongan pada diri sendirilah yang malah hanya akan dipenuhi dengan lebih banyak tipu daya, hal ini tidak hanya bisa menghancurkan semangat, tapi juga bisa membuat seseorang menjadi pengecut.

Maou sungguh-sungguh mengkhawatirkan Alas Ramus.

Tapi dia tahu semuanya begitu saja.

Maou merasa marah pada bagian dirinya yang mencari-cari alasan untuk menipu orang lain dan menyembunyikan perasaan semacam ini.

".... Sampai Tenmondai-mae.... Tenmondai-mae."

Supir bus membuat sebuah pengumuman dengan irama bicara yang unik, dan menghentikan kendaraannya.

Tempat ini kebetulan adalah titik tengah antara gerbang selatan stasiun Choufu dan pusat ujian.

Di pemberhentian bus yang ada di depan Observatorium Astronomi Nasional Jepang....

"Yea! Kita bisa menyusul!"

Sebuah suara yang tidak sesuai dengan atmosfer saat ini, terdengar dari pintu masuk belakang bus.

Dilihat baik-baik, terdapat seorang gadis yang mengenakan khaki dan topi pengantar koran yang menutupi matanya, sambil menarik seorang pria yang memakai setelan ala barat masuk ke dalam bus.

"Ayah! Cepat!"

"Yeah, yosh...."

Sepertinya mereka adalah ayah dan anak.

Maou tanpa sadar melihat keluar jendela.

Kemarin Maou memang tidak menyadarinya, tapi tempat yang bernama 'Tenmondai-mae' ini, terlihat cukup normal, sebuah pintu dibangun di atas bukit hijau kecil, dan dari penampilannya, tempat itu terlihat seperti sebuah universitas.

"Oh, jadi ada tempat seperti ini juga ya."

Tokyo, di mana cahaya bintangnya terlihat meredup karena kegiatan manusia, memiliki sebuah observatorium itu rasanya cukup mengejutkan.

Untuk daerah pemukiman di pinggiran kota, kota Mitaka yang memiliki sebuah observatorium juga masih dianggap kota besar yang makmur.

Jika seseorang melihat langit malam dengan mata telanjang, takkan ada sedikitpun harapan untuk melihat cahaya bintang.

Memandang fasilitas langka yang biasanya tidak dia sadari, pemikiran semacam itu terlintas di pikiran Maou, tapi saat dia menyadari kalau dia tidak bisa terus memikirkan hal ini dan hendak kembali belajar, memanfaatkan kesempatan sebelum ia sampai ke pusat ujian....

"....Baik, kita berangkat...."

Dengan sebuah guncangan besar, bus kembali bergerak.

Barusan bus berhenti di area landai. Mungkin karena kendaraan bergerak di area landai, guncangannya terasa cukup kuat, membuat Maou tak sengaja menjatuhkan buku catatan yang dia baca.

"Ah!"

"Oh?"

Sebuah suara terdengar di dalam bus yang penuh.

"Ma-maaf."

Buku tersebut jatuh di atas kaki seorang penumpang.

Maou mendongak untuk meminta maaf....

"Tidak masalah, jangan khawatir."

... dan mendapati kalau penumpang yang ada di depannya adalah gadis yang memakai topi pengantar koran yang baru naik bus beberapa saat lalu.

Meski ini berada di luar kendalinya, Maou masih merasa ragu mengulurkan tangannya ke arah kaki seorang gadis di atas angkutan umum. Karena itulah, gadis tersebut, tanpa menyentuh penumpang lain, dia mengambil buku itu di kerumunan penumpang dan menyerahkannya pada Maou.

"Ini, silakan."

"Ah, terima kasih."

Karena gadis itu memakai topi hingga menutupi matanya, Maou yang terduduk menjadi tidak bisa melihat ekspresinya, tapi setidaknya dia terlihat tidak marah.

Malahan, dia tersenyum sambil memegang buku tersebut...

"....."

"Er, erhm..."

Namun, gadis itu, karena alasan yang tak diketahui, menatap lekat-lekat ke arah tangan Maou saat dia hendak menerima buku tersebut.

Meskipun tangan Maou sudah menyentuh buku tersebut, gadis itu tetap tidak melepaskan bukunya, dan dia malah ingin merebut buku itu dari Maou.

"Erhm..."

*Sniff* *Sniff*

Apa gadis itu tidak mendengar Maou?

Tidak, di jarak sedekat ini, mustahil dia tidak mendengarnya.

Tapi gadis yang memiringkan tubuhnya ke arah Maou itu, dia tidak hanya tidak mau melepasnya...

*Sniff* *Sniff*

"Tu-tunggu dulu."

... dia bahkan menarik tangan Maou ke arah wajahnya bebarengan dengan buku tersebut.

Maou yang tidak bisa melepaskan buku di tangannya, dan di saat yang sama juga tidak tahu kenapa dia ditarik....

"H-hey?"

... hanya bisa menggunakan tangannya yang tidak membawa buku untuk memegang tangan satunya.

Maou tidak punya sifat di mana dia akan merasa senang jika ada seorang gadis asing memegang tangannya, dan terlebih lagi, saat ini dia masih ada di atas angkutan umum.

Sebagai pria, Maou ingin menarik tangannya untuk menyelamatkan kehidupannya dalam masayarakat....

"Sebentar saja tak apa-apa."

"Eh?"

Tapi gadis itu tidak mau melepaskannya.

Dan kelihatannya...

*Sniff* *Sniff*

... Dia mengendus bau di tangan Maou?

"He-hey!"

Kali ini, bahkan Maou pun mulai merasa tidak nyaman dan dengan paksa menarik tangannya.

Maou tidak mengambil bukunya kembali, Maou, dengan tangannya yang telah bebas, mendongak melihat gadis itu dengan ekspresi kaget di wajahnya, dan mendapati kalau gadis itu cemberut tidak puas.

"Aku tidak tahu apa yang kau lakukan, tapi tolong kembalikan buku itu padaku."

Sejujurnya, Maou tidak ingin terus bicara dengan gadis yang bersikap aneh ini, tapi karena bukunya masih ada di tangan gadis itu, apa boleh buat.

Meski itu bukan sesuatu yang berharga, dan Maou sudah mengingat semua isinya, tapi dia tetap tidak bisa menyerahkan sesuatu yang dia beli dengan uangnya sendiri pada orang lain begitu saja.

Kali ini,

"....Tsubasa."

Sebuah suara lain terdengar dari samping si gadis.

"Ya! Ayah!"

Dia adalah pria berpakaian jas ala barat yang naik bus bersama dengan gadis tersebut.

Selain itu, ayah dan anak ini naik bus bersama-sama.

Pria yang terlihat seperti seorang ayah dan berdiri di samping gadis itu, meski berpenampilan menarik, dalam sekali pandang, sangat jelas kalau dia bukanlah orang Jepang. Ditambah lagi, dari percakapan singkat tadi, Maou merasa kalau gadis itu juga menggunakan aksen yang aneh saat berbicara. Mereka pasti orang luar negeri.

Pria yang terlihat seperti seorang ayah itu, mengambil buku dari tangan si gadis 'Tsubasa' dan menyerahkannya kepada Maou.

"Aku benar-benar minta maaf."

"Ti-tidak apa-apa..."

Meski si ayah terlihat lebih normal, Maou tetap tidak ingin terlibat dengan kedua orang ini.

Meskipun melakukan hal ini agak disengaja, Maou tetap membuka bukunya dan mengalihkan pandangannya dari pasangan ayah anak tersebut.

Akan tetapi...

"Tsubasa, minta maaflah ke tuan ini juga!"

Si ayah mulai mendesak si anak itu untuk bersikap baik secara berlebihan.

"Ya, ayah!"

Gadis yang dipanggil Tsubasa itu meluruskan punggungnya, dan dengan jarak yang cukup dekat sampai membuat pipi mereka hampir bersentuhan, dia menundukan kepalanya dan meminta maaf.

"Maaf!!"

Tindakan gadis itu memang bisa disebut tidak pantas, tapi pada akhirnya, masalah ini tetap ada di Maou yang menjatuhkan bukunya di sebelah kaki gadis itu.

"Ah, yeah, tidak apa-apa."

Oleh sebab itu, Maou hanya bisa menjawab demikian.

Si ayah, melihat situasi ini, mengangguk dan tidak melihat ke arah Maou lagi.

"....."

Sementara si gadis yang telah mengatur kembali posturnya, menolehkan wajahnya ke arah Maou seolah sedang mengamatinya.

.... Suasananya menjadi sangat canggung.

Aku penasaran berapa lama lagi kita akan sampai ke sana ya, pikir Maou.

Maou dengan kesal melihat ke arah tanda di luar jendela yang menyebutkan bahwa batas kecepatan adalah 30 km/jam.

"Onii-san, Onii-san!!"

Namun, lupakan soal pusat ujian, bahkan sebelum mencapai pemberhentian selanjutnya, gadis bernama Tsubasa itu sudah kembali memulai percakapan dengan Maou.

Kenapa malah jadi seperti ini?

Maou menunjukan ekspresi gelisah.

"Apa Onii-san ingin mengikuti ujian SIM juga?"

"Ye-yeah.... It-itu benar."

Maou yang hampir menjawab dengan kasar, ingat kalau ayah si gadis ada di sebelah mereka, dan dia akhirnya memilih untuk menjawab dengan normal.

Dilihat dari bagaimana dia menggunakan kata 'juga', apakah tujuan ayah anak ini sama dengan Maou?

Hal itu sesaat membuat Maou hampir pingsan.

"Sudah percobaan yang keberapa ini?"

"Eh?"

Maou yang tidak mengerti tujuan dari pertanyaan itu, menjawab dengan bingung.

"Kali ini akan jadi percobaan yang kesepuluh kalinya untukku dan ayah! Ini pantas dirayakan!"

"Sepuluh...."

Maou sesaat tak bisa berkata apa-apa.

Pertanyaan tadi nampaknya menanyakan sudah berapa kali Maou mengikuti ujian tersebut, tapi jawaban gadis itu benar-benar sangat mengejutkan.

Dari apa yang dikatakan oleh Kisaki dan pegawai lain yang sudah memiliki SIM, ujian teorinya memang terlihat cukup sulit, sangat wajar jika membuat kesalahan, tapi mengikutinya hingga sepuluh kali itu rasanya sudah terlalu berlebihan.

Meskipun ini pantas dirayakan, tapi tak ada gunanya membuat catatan ataupun kenangan mengenai hal ini.

"Er, erhm, tolong kecilkan suaramu..."

Sang ayah yang ingin mengambil bagian dalam ujian yang pantas dirayakan ini, berdiri di sebelah mereka.

Bahkan jika dia adalah orang yang Maou temui secara kebetulan, Maou juga tidak ingin membicarakan topik memalukan semacam ini sebelum sampai ke pusat ujian.

"Apa boleh buat, lagipula, ayah tidak bisa membaca kanji dengan baik."

Memang tidak diketahui apakah si ayah ingin mengambil SIM moped ataukah mobil, tapi kenapa seseorang ingin mendapatkan SIM dengan keadaan seperti itu?

Dan kata 'apa boleh buat', seharusnya tidak digunakan di sini kan?

Maou dengan gugup melihat si ayah yang telah dipermalukan anaknya di depan publik....

"....."

"....."

Dan si pria yang mengenakan setelan ala barat itu, juga melirik ke arah Maou, menyebabkan mata mereka saling bertatapan.

Tepat ketika mata mereka bertemu, si pria langsung mengalihkan pandangannya ke arah jendela.

Tidak, dia pasti berpura-pura melihat pemandangan di luar.

"......"

Karena kau mendengarnya, paling tidak katakanlah sesuatu... Pikir Maou.

"Lalu Onii-san, ini percobaanmu yang keberapa?"

"Ke-kedua...."

"Woah! Luar biasa. Itu hanya 20% dari ayah!"

Meskipun itu benar, tapi dari kalimat tersebut, rasanya terdengar seolah Maou tidak akan bisa menandingi ayahnya dalam suatu hal tertentu.

"A-apa kau juga akan mengikuti ujian hari ini?"

Bagaimanapun, dia harus menghentikan Tsubasa agar tidak terus mempermalukan ayahnya.

Maou yang sudah menyerah membuat Tsubasa terdiam ataupun merasa diabaikan, mencoba mengganti topik,

"Tidak. Aku datang untuk menunggu ayah. Hm? Datang atau mengurus ya? Aku datang untuk mengurus ayah."

Penjelasan itu malah membuat semuanya semakin membingungkan. Ada apa ini? Apakah seorang anak biasaya akan mengikuti ayah mereka ke tempat ujian agar bisa mengurus mereka? Bukankah seharusnya itu sebaliknya? Dan bahkan jika ini berlawanan, hal ini sudah bisa dianggap sangat aneh.

"Be-berarti kalian tidak berencana mengikuti ujiannya sama-sama...."

"Aku berencana mengikutinya."

Jawaban yang begitu langsung.

Memesan tempat memang tidak diperlukan sebelum mendaftar ujian mengemudi, selama usia mereka cukup dan menyelesaikan lembar tugasnya sebelum waktu yang ditentukan, mereka bisa ambil bagian dalam ujian tersebut. Di sudut hati Maou, dia berharap kedua orang ini tidak akan mengambil ujian yang sama dengannya.

"Tapi aku belum membaca buku, jadi kali ini aku hanya akan menemani ayah."

Maou mulai merasa letih.

Si ayah nampak memiliki tingkat pemahaman tertentu dalam bahasa Jepang, tapi gagal sembilan kali secara berturut-turut dalam ujian, bahkan jika dia bisa membalikkan situasi, dia pastilah orang yang tidak ahli dalam membaca ataupun menulis.

Ujian SIM Jepang memang tidak cukup mudah, sampai membuat orang yang hanya bersantai-santai saja bisa lulus.

"Huft, kalau begitu, lakukan yang terbaik..."

Maou hanya bisa menjawab seperti itu.

"Ya, ayo kita lakukan yang terbaik!"

Tsubasa mengangkat kedua tangannya dengan energik.

Akan sangat bagus kalau obrolan ini berhenti di sini, namun, setelah keheningan singkat dan satu belokan ke kiri...

"Hey, Onii-san!"

".... Ada apa?"

Gadis itu kembali memulai sebuah percakapan dengan Maou.

Maou telah menyerah untuk belajar di atas bus, tapi ketika dia berpikir kalau obrolan canggung ini akan terus berlanjut hingga waktu yang tidak ditentukan, Maou merasakan gelombang keputusasaan.

"Onii-san, siapa namamu?"

"Uh....."

Maou sengaja berhenti.

Meski bersikap ramah adalah hal yang bagus, tapi Maou sekali sekali tidak punya keinginan untuk mengenal orang merepotkan seperti mereka, dan ketika Maou merasa bimbang apakah dia harus mengatakan namanya atau tidak....

"Aku, Ac.... tidak, Satou Tsubasa."

Apa maksudmu dengan 'tidak'? Meski kau salah menyebutkan namamu, tolong jangan pernah lakukan itu.

Tidak menduga kalau gadis itu akan salah menyebut namanya, Maou merasa energinya kembali tersedot.

"Ah, erhm, namaku Maou."

"Maou?"

Gadis itu, mengenakan sebuah topi pengantar koran, sedikit memiringkan kepalanya.

Lalu, kemudian....

"Apa itu maksudnya raja para iblis?"

Maou merasakan angin dingin bertiup di perutnya.

"A-apa..."

Maou sesaat tak bisa menjawab apa-apa.

Hingga sekarang, tak ada satupun orang yang mengatakan hal ini padanya di pertemuan pertama mereka.

Memang ada beberapa orang yang bercanda mengenai cara membaca namanya, tapi pada dasarnya, intonasi 'Maou' dan 'Raja Iblis' dalam bahasa Jepang itu sangat berbeda.

Namun, selayaknya membantah pemikiran Maou saat dia tidak tahu bagaimana harus merespon, Tsubasa mengucapkan hal ini dengan takjub...

"Ketika kau berbicara mengenai Raja Iblis, bukankah itu maksudnya bos terakhir di dalam game..."

"Artinya bukan itu."

Maou menghembuskan napas yang dia tahan dalam sekali hembusan.

Bagaimanapun, Maou akhirnya mengerti kalau gadis itu bahkan tidak menyadari perbedaan intonasi di antara keduanya.

Meski 'Tsubasa Satou' jelas-jelas adalah nama orang Jepang, tapi jika dia tinggal di luar negeri sejak dilahirkan, sangat wajar baginya jika dia tidak begitu akrab dengan Jepang.

"Oh~ jadi kau bukan raja iblis?"

Tidak diketahui apa yang harus disesali, tapi gadis itu tetap menundukan kepalanya merasa depresi.

Akan tetapi, segera setelahnya, dia langsung mendongak seolah menemukan sesuatu.

Di bawah topi pengantar koran, Maou masih tidak bisa melihat tatapan gadis itu, tapi, Tsubasa tetap tersenyum puas dan mengatakan,

"Tapi! Ayahku dipanggil Satou Hiroshi!"

"Eh?"

Maou yang tidak tahu kenapa hal itu pantas untuk ditekankan, melihat ke arah si ayah yang berdiri di samping mereka secara refleks,

Si ayah juga menatap balik, mengalihkan pandangannya dari buku ke arah Maou...

"Aku Satou Hiroshi."

Dan memberikan sapaan lembut.

"Eh...."

Meskipun Maou tahu kalau melakukan hal semacam ini terlihat agak kasar, tapi dia tidak punya pilihan lain selain tersenyum garing sambil memasang ekspresi curiga.

Pria ini memang tidak memiliki ciri-ciri seperti orang luar negeri pada umumnya, seperti rambut pirang ataupun mata biru, tapi wajah dan penampilannya masih bisa memberikan orang lain sebuah dorongan untuk membantah 'Bagaimana bisa orang seperti ini bernama Satou Hiroshi?'.

Namun, beranggapan buruk terhadap sesuatu adalah hal yang tidak baik. Meskipun penampilan pria ini terlihat seperti orang yang memiliki darah Eropa murni, mungkin saja dia memiliki leluhur orang Jepang, atau memiliki keturunan orang Jepang, atau orang tua yang mencintai budaya Jepang, dan mungkin juga Satou Hiroshi ini adalah nama yang ia dapatkan melalui imigrasi.

"...."

Maou dan Satou Hiroshi saling bertatapan selama beberapa saat, tapi Satou Hiroshi, sama seperti sebelumnya, kembali mengalihkan pandangannya dari Maou.

Maou tidak bisa bertanya secara langsung apa yang salah dengan mereka, tapi hal itu telah menjadi sesuatu yang terus dia pikirkan.

Kali ini....

"Pemberhentian berikutnya, depan gerbang utama pusat ujian, depan gerbang utama pusat ujian. Bagi penumpang yang menuju Kantor Pusat Polisi Departemen Surat Izin atau pusat Ujian SIM di Fuchu, silakan turun di sini..."

Suara elektronik yang terdengar di dalam kendaraan, membuat Maou akhirnya bisa melepas ketegangannya.

Akhirnya dia bisa menghindar dari pasangan ayah anak yang aneh ini.

Ketika Maou hendak menekan bel yang terpasang di atas besi pegangan yang ada di bus...

"Uwah!!"

Karena dia tiba-tiba ditarik oleh seseorang, Maou tidak berhasil menekan bel tersebut.

Sepertinya Tsubasa lah yang memegang tangan Maou.

Kalau dilihat baik-baik...

*Sniff* *Sniff*

"Apa yang kau lakukan?"

Gadis itu, dengan jarak yang hampir sama seperti mencium, saat ini sedang mengendus kuku tangan Maou.

"Tsubasa!"

Si ayah yang tidak bisa menahannya lagi, memberi peringatan pada putrinya dengan wajah dingin, namun, Tsubasa terus menatap tangan Maou dan mengatakan,

".... Aku tidak mengerti."

"Itu harusnya kata-kataku!"

Kali ini, Maou menarik tangannya tanpa ragu.

"Ada apa dengan kalian berdua?"

Jika mereka bertukar gender, hal ini pasti sudah menjadi tindak kriminal.

Meskipun Maou tidak ingin mengucapkan kata-kata sepicik itu, tapi reaksi Tsubasa memang sudah melanggar kode etik ketika naik kendaraan umum.

"Karena ada bau sedap yang tercampur, aku benar-benar tidak mengerti."

"Huh?"

"Tangan Maou memiliki bau yang sedap."

Apa sih yang orang ini bicarakan?

Karena tuntutan pekerjaan, Maou biasanya akan memberi perhatian khusus saat mencuci tangannya, tapi pagi ini, dia hanya menggunakan sabun tanpa busa yang ia beli dari apotek terdekat seharga 80 yen, setelah menggunakan kamar mandi dan sebelum sarapan.

Ketika mereka berdua sedang berbicara, bus akhirnya berhenti di depan Pusat Ujian SIM Fuchu.

"Ka-kalau begitu, aku turun dulu."

Meskipun dia penasaran dengan sikap Tsubasa yang sulit dipahami, Maou yang ingin segera lepas dari pasangan ayah anak ini, dengan cepat langsung berdiri, dan setelah berjalan melewati gadis yang ada di depan pintu bus dengan terburu-buru seperti sedang melarikan diri, dia akhirnya turun dari bus.

Terdapat sebuah jalan di antara pemberhentian bus umum dan pusat ujian, untuk menyelesaikan lembar tugasnya sebelum pasangan ayah anak itu turun dari bus, Maou dengan cepat bergegas menuju jembatan layang yang ada di depannya dan berlari ke arah beranda pusat ujian.

Di sisi lain, pasangan ayah dan anak Satou, agar bisa menukar uang kertas 1000 yen menjadi 220 yen untuk biaya bus dari pintu masuk selatan Choufu menuju ke sini, berakhir dengan berada di belakang antrian ketika mereka turun.

"..... Tsubasa, jangan terlalu menarik perhatian."

Tsubasa menjawab peringatan samar Hiroshi dengan sikap acuh tak acuh,

"Onii-san itu pasti menyembunyikan sesuatu. Dia memiliki bau yang aneh di tangannya."

"Bau? Uhuk!!"

Hiroshi tak sengaja menghirup asap knalpot yang berasal dari bus ketika kendaraan tersebut sedang bergerak, dan terbatuk pelan,

"Yeah!"

"Bau apa?"

"Hm... Lari kemana Maou tadi?"

Tidak diketahui apakah Tsubasa mendengarkan kata-kata Hiroshi atau tidak, tapi saat ini dia sedang melihat-lihat sekelilingnya dari pemberhentian bus, mencari tanda-tanda keberadaan Maou.

".... Pokoknya, ayo kita ujian dulu. Aku harus lulus hari ini."

"Lakukan yang terbaik!"

Tsubasa terlihat sama sekali tidak menganggap serius tekad lemah Hiroshi.

Setelah beberapa saat, Tsubasa akhirnya menyerah mencari Maou dan berjalan menuju jembatan layang bersama dengan Hiroshi.

"Dan juga, soal bau di tangan Maou...."

"..... Kau selalu saja melompati topik saat bicara, membuatku terkejut setiap saat..."

Hiroshi menoleh ke arah Tsubasa dengan gelisah.

Tapi Tsubasa terus berbicara seolah tidak mempedulikannya.

"Tangan Maou......"

Kali ini, dari jembatan layang, mereka berdua bisa melihat bus umum yang mendekat dari arah yang berbeda dan berhenti di samping jalan yang lebih dekat dengan pusat ujian, dan segera setalahnya, sekumpulan besar para peserta keluar dari dalam bus.

Sepertinya Hiroshi harus menunggu cukup lama untuk menyelesaikan lembar tugasnya.

Hiroshi mendesah tanpa merubah ekspresi yang terukir di wajahnya, sementara Tsubasa, dia melanjutkan kata-katanya,

"..... memiliki bau minyak, kentang, dan bau nostalgia."

"..... Bau nostalgia?"

Hiroshi nampak sama sekali tak mengerti soal bau minyak dan kentang, tapi dia tetap memandang ke arah Tsubasa seolah merasakan sesuatu.

Tsubasa tiba-tiba berhenti berjalan, dan berputar-putar di tempat seperti seorang ballerina, dia akhirnya berhenti dan menatap lurus ke arah beranda pusat ujian, lalu berbisik dengan nada serius,

"Bau nostalgia, bau yang sama seperti tempat di mana aku tinggal sebelumnya...."


XxxxX


"Hey, apa kau mencium sesuatu yang aneh?"

Setelah Urushihara yang duduk di meja komputer mengamati sekelilingnya dengan sebuah kernyitan, Ashiya yang sedang menulis sesuatu di atas kotatsu pun menjawabnya tanpa menoleh sedikitpun.

"Itu dari kamar Bell."

"Eh?"

Urushihara, menatap ke arah Ashiya, menjawab dengan bingung,

Bau yang tercium ini adalah bau dari jenis campuran herbal yang diseduh dan dipanaskan, manis dan menusuk rongga hidung, serta sangat tidak menyenangkan.

"Dia sepertinya sedang membakar sejenis dupa. Mungkin sebagai penguat mantra."

".... Apa sih yang sebenarnya dia lakukan?"

"Entahlah. Ketika aku melihat asap merah muda yang keluar dari celah pintu, bahkan aku pun terkejut. Sepertinya dia ingin mencoba semua metode yang ada."

"Jika asap itu keluar dari jendela, bukankah para tetangga akan menelepon polisi karena mereka pikir ada api?"

Urushihara menatap ke arah kamar Suzuno tanpa ekspresi,

"Huft, mungkin dia sedang mencoba semua yang dia bisa untuk melacak Emilia, iya kan?"

"Yeah."

Ashiya menjawab Urushihara dengan samar, dia saat ini sedang menulis di atas meja dengan ekspresi kaku di wajahnya.

Sejak hari yang seharusnya menjadi hari perayaan pesta ulang tahun Emi dan Chiho, Ashiya selalu menulis hal-hal seperti ini ketika dia punya waktu.

Urushihara pikir Ashiya sedang menulis sesuatu seperti buku catatan pengeluaran, tapi karena dokumen ini meningkat dari yang semula 5 lembar kertas A4 setiap harinya...

"Mau pakai komputer?"

Bahkan Urushihara pun sampai menunjukan momen kepeduliannya terhadap Ashiya.

"Aku tidak mengerti komputer."

Tapi dia langsung ditolak dengan tegas.

Urushihara yang merasa tidak senang karena hal ini, terlihat juga sudah tak peduli lagi mengenai masalah tersebut, tapi ketika Ashiya mulai melakukan hal seperti ini, dia pasti melakukannya berdasarkan suatu pemikiran tertentu.

Tapi setidaknya, ini bisa dipastikan kalau Ashiya sedang tidak menutup jatah pengeluaran untuk tahun ini, lagipula ini kan baru musim gugur.

Di saat seperti ini....

"Uwah!!"

"Hm?"

Apertemen terasa sedikit berguncang.

Sebuah suara yang bisa dikategorikan sebagai suara ledakan, terdengar dari kamar Suzuno, sehingga membuat Ashiya dan Urushihara berteriak di saat yang bersamaan.

Dan di saat yang sama....

"Ughh, uhuk, uhuk!"

Dari jendela yang terbuka, mereka berdua bisa mendengar suara Suzuno membuka jendela dan terbatuk di kamar sebelah.

Urushihara dan Ashiya berdiri setelah saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, mereka berdua bersandar di jendela sambil menghindari baju yang terjemur di bawah cuaca yang bagus untuk memeriksa keadaan di kamar sebelah.

"Uwaah, apa-apaan semua asap ini? Apa yang kau lakukan?"

Untuk menghindari asap putih yang berasal dari kamarnya, Suzuno menjulurkan kepalanya keluar jendela yang terbuka, dan terbatuk ketika air mata menetes ke wajahnya.

"Lu-Lucifer.... maafkan aku, uhuk, terjadi sebuah masalah ketika aku mengaktifkan mantra.... uhuk, uhuk!"

"Jangan gunakan mantra berbahaya yang bisa menyebabkan ledakan ketika kau berada di dalam kamar!"

Menanggapi bantahan Urushihara yang sangat tepat...

"I-ini bukan seperti itu, aku sudah pergi ke berbagai tempat seperti pasar antik untuk membeli barang-barang yang bisa dijadikan penguat, tapi benda-benda ini masih saja sedikit berbeda dalam hal konsep mantra, uhuk!"

Suzuno memberikan alasan yang tidak jelas sambil terus terbatuk.

Urushihara menggelengkan kepalanya merasa jengkel, dan Ashiya, bersandar di atas kepala Urushihara, juga ikut mengeluh,

"Bell, apa yang kau lakukan, ini bisa menyebabkan masalah untuk para tetangga. Bagaimana jika baju yang baru dicuci menjadi berbau aneh?"

Indera Ashiya yang sensitif mendeteksi kalau asap yang berasal dari kamar Suzuno mulai bergerak menuju Kastil Iblis karena arah angin, dia pun dengan cepat mengambil baju yang tergantung di luar kamar untuk mencegah agar baju yang baru mereka cuci tidak berbau.

"Uh, aku benar-benar minta maaf.... huff...."

Suzuno dengan letih bersandar di bingkai jendela dan menghirup napas dalam-dalam.

"Jika aku punya fasilitas yang lebih baik, mantra ini pasti tidak sesulit itu.... meskipun aku dengan bangga bersedia membantu Chiho-dono berlatih, tapi pada kenyataannya, orang yang kurang latihan adalah aku, sungguh memalukan...."

Meski tidak separah Chiho, tapi selama dua minggu ini, Suzuno juga mudah sekali merasa depresi.

"Kelihatannya tidak ada banyak perkembangan."

"Sangat disesalkan...."

Setelah asap misterius itu menghilang, Suzuno pun menghela napas dalam.

"Hey, meski aku tidak tahu apa yang kau lakukan, tapi ingatlah untuk mensirkulasi udara sebelum menggunakan peralatan dapur. Aku tidak ingin terjadi kebakaran di sini."

Setelah Ashiya membuka jendela satunya untuk memindahkan baju yang telah dicuci, dia mengatakan hal tersebut pada Suzuno, dan Suzuno, yang bersandar di atas bingkai jendela layaknya futon yang sedang dijemur, dengan lesu melambaikan tangannya dan menjawab,

"Jika ada orang lain di Ente Isla yang bisa dipercayai selain Emerada-dono dan Alberto-dono...."

"Jika orang seperti itu ada, maka kau takkan perlu susah payah untuk datang ke sini kan?"

Mungkin karena Suzuno sendiri juga memahami hal ini, dia sama sekali tidak membantah kata-kata tanpa ampun Ashiya.

"Tidak ada lagi yang bisa kulakukan, aku akan mencoba metode lain nanti.... aku harus membereskan kamar dulu."

Meski tidak diketahui apa yang Suzuno lakukan di kamarnya, tapi setelah proses pembakaran dupa, kemunculan asap, dan ledakan itu, kamarnya pasti sangat berantakan, dan takkan bisa sebersih seperti saat mereka terakhir kali masuk ke dalamnya.

"Orang lain selain Emerada ya..."

Setelah mendengar keluh kesah Suzuno, Urushihara pun mulai sedikit berpikir.

"Hey, Bell."

"Ada apa?"

Meski dia sendiri yang memanggil Suzuno, untuk beberapa saat, Urushihara tetap merasa ragu sebelum akhirnya menyerahkan sebuah kartu nama kecil, seolah telah memantapkan pikirannya.

Tak diketahui dari mana Urushihara, yang biasanya hanya mengurung diri di dalam Kastil Iblis mendapatkan benda ini, tapi ketika ia melihat kartu yang dipenuhi debu dan bekas lipatan kotor karena cara penyimpanan yang buruk, dia mengatakan,

"Sebenarnya lebih akurat.... kalau ini disebut tak dapat dipercaya, tapi selain Emerada dan Alberto..... masih ada orang lain yang mungkin mengerti situasinya..."

Ketika Urushihara sedang menjelaskan dengan ragu-ragu,

"Hey!"

Seseorang berteriak dari jalan yang ada di depan jendela di mana ketiga orang itu berada,

"Hm?"

"Ah!"

".... Siapa itu?"

Orang itu mendongak dari jalan di sebelah apartemen, dia melambai pelan ke arah Suzuno dan yang lainnya dengan riang dan bersemangat.

Tapi Ashiya dan Suzuno, bisa merasakan kegelisahan yang tersembunyi di balik senyum itu.

"Ashiya-san, Suzuno, hello. Dan.... Meskipun ini adalah pertemuan pertama kita, tapi kau pasti Urushihara-san kan?"

"Siapa dia ini?"

Tanya Urushihara karena seorang wanita yang tidak dia kenal tiba-tiba menyebutkan namanya, tapi dia diabaikan oleh Suzuno dan Ashiya begitu saja..

"Suzuki-san...."

"Rika-dono, kenapa...."

Berhadapan dengan Suzuki Rika yang melihat ke arah mereka dari jalan, Ashiya dan Suzuno tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Silakan tehnya."

"Ah, permisi....."

Rika dengan sopan menerima teh yang disediakan oleh Ashiya.

Rika melihat-lihat sekelilingnya dengan rasa minat ketika pertama kali memasuki Kastil Iblis, tapi bagaimanapun, sejak awal memang tak ada banyak hal yang bisa dilihat di kamar ini.

Jadi setelah itu, dia hanya diam menatap ke arah langit-langit yang ada di atas kotatsu, menunggu Ashiya dan lainnya untuk duduk.

"Rika-dono, terima kasih atas bantuan yang kau berikan sebelumnya."

Setelah berganti kimono, Suzuno juga datang ke Kastil Iblis, dan berterima kasih pada Rika atas saran yang ia berikan saat mereka membeli televisi.

"Tapi bagaimana bisa kau menemukan apartemen ini?"

Ashiya, duduk di atas tatami, bertanya.

"Ah.... karena saat kita membeli televisi, aku bertukar nomor HP dan alamat email dengan Suzuno...."

"Denganku?"

Suzuno yang namanya disebut, menunjuk dirinya sendiri dengan kaget.

"Suzuno, selain nama, nomor HP, dan alamat email, kau juga mengisi banyak hal di file informasi pribadimu kan? Meskipun ini dibeda-bedakan dengan modelnya, tapi biasanya, ketika kau bertukar informasi kontak dengan orang lain menggunakan infra merah, informasi itu juga ikut terkirim kau tahu."

"Ah, begitu ya."

Jawab Suzuno merasa ingat.

Ketika bertukar nomor dengan Rika, Suzuno ingat kalau dia menggunakan infra merah untuk mengirim informasi pribadinya pada Rika.

"Aku memang tidak menulis sesuatu yang tak bisa dilihat oleh orang lain, jika itu bisa membantu Rika-dono, baguslah."

Suzuno tersenyum dengan riang dan mengatakan hal tersebut...

"Yeah, bahkan kau juga menulis Penyelidik atau apalah itu di kolom pekerjaanmu, dan aku benar-benar tidak memahaminya."

Tapi senyum itu langsung membeku setelah apa yang dikatakan Rika selanjutnya.

"....Haha.... apa aku benar-benar menulis sesuatu seperti itu?"

"Yeah."

Meski Rika tidak terlihat curiga, dan tidak berencana terus membicarakan topik ini, Suzuno masih saja mengalihkan pandangannya dengan kaku dan mendapati Urushihara yang menertawakan tindakan Suzuno melalui tatapannya.

"Uuu~~"

Tepat ketika Suzuno menundukan kepalanya dan mengutuk kecerobohannya, Rika berbicara dengan nada mendesak,

"Benar juga, maafkan aku karena aku tiba-tiba berkunjung tanpa menghubungi kalian terlebih dahulu, tapi, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan...."

Rika yang biasanya ceria, memperlihatkan ekspresi suram ketika dia mengucapkan hal tersebut.

Melihat ekspresi ini, Ashiya kurang lebih bisa menebak apa yang ingin Rika katakan selanjutnya.

"Ashiya-san, Suzuno, apa kalian.... dengar sesuatu mengenai Emi?"


---End of Part 2---





Translator : Zhi End Translation..
Previous
Next Post »
0 Komentar